ILT kelompokkkkkkk

25
TUGAS ILMU LINGKUNGAN TERNAK PENGATURAN SUHU TUBUH PADA TERNAK Oleh : Kelompok V 1. Christian Tezar A H.0510021 2. Dria Anggita F H.0510023 3. EllyEnggarreni H.0510027 4. Fahrun Nisa H.0510029 5. Fauzan Hermanu H.0510031 6. Ganang Dwi Bintoro H.0510067 7. Yunita Trissiana H.0510075 JURUSAN PETERNAKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Transcript of ILT kelompokkkkkkk

Page 1: ILT kelompokkkkkkk

TUGAS

ILMU LINGKUNGAN TERNAK

PENGATURAN SUHU TUBUH PADA TERNAK

Oleh :

Kelompok V

1. Christian Tezar A H.0510021

2. Dria Anggita F H.0510023

3. EllyEnggarreni H.0510027

4. Fahrun Nisa H.0510029

5. Fauzan Hermanu H.0510031

6. Ganang Dwi Bintoro H.0510067

7. Yunita Trissiana H.0510075

JURUSAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: ILT kelompokkkkkkk

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Ternak memiliki suhu tubuh yang dapat dijelaskan sebagai panas tubuh yang

terbentuk dari proses metabolisme dan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh

sehingga tubuh menjadi panas. Hal ini memerlukan suatu thermoregulasi yaitu

suatu sistem pengaturan panas pada mahluk hidup agar terjadi keseimbangan

antara produksi panas (thermogenesis) dan pembuangan panas (thermolisis).

Suhu tubuh normal adalah panas tubuh yang terdapat dalam zona

thermonetral.

Page 3: ILT kelompokkkkkkk

TINJAUAN PUSTAKA

Thermoregulasi adalah suatu sistem pengaturan panas pada makhluk

hidup agar terdapat keseimbangan antara produksi panas (thermogenesis) dan

pembuangan panas (thermolisis).Bahwa dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :

1. Golongan poikiloterm yaitu golongan berdarah dingin, makhluk hidup

yang suhunya dipengaruhi lingkungan.

2. Golongan homioterm yaitu golongan berdarah panas, makhluk hidup

yang suhu badannya konstan dan tidak dipengaruhi oleh suhu sekitarnya

(Guyton, 1997).

Berdarah panas digunakan pada burung dan mamalia, karena dari fakta

merekabiasanya dapat memelihara suhu badannya lebih tinggi daripada suhu

lingkungannya, tetapi tidak selalu demikian kasusnya, beberapa dari mereka

meningkatkan suhunya turun hampi rsampai dengan suhu lingkungan. Dan

beberapa dari mereka di daerah tropic harus memelihara suhu badanya di

bawah suhu yang tinggi di tempat mereka hidup, walaupun demikian ada

duabentuk yang menempatkan burung dan mamalia terpisah dari sebagian

besar hewan lainnya dari dunia hewan (Kimball, 1994).

Pada temperatur lingkungan yang lebih rendah dari temperatur tubuh,

secara normal akan terjadi peningkatan metabolisme tubuh, hal mana hanya

mungkin bila terjadi kerja urat daging meningkat. Peningkatan kerja urat

daging ini akan dapat meningkatkan produksi panas. Hewan yang di

tempatkan di dalam kamar dingin tanpa diberi kesempatan untuk

menggerakkan tubuhnya, hewan tersebut tidak dapat meningkatkan

metabolism tubuhnya, sehingga temperature dingin di rasa dapat

menguntungkan , semakin dingin temperature lingkungan semakin rendah

pula rentangan untuk di sipasi (Kimball, 1994).

Page 4: ILT kelompokkkkkkk

PEMBAHASAN

Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk

kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (RH), radiasi

matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat memperlihatkan

tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah. Hubungan suhu efektif dengan

paremeter iklim mikro ditunjukkan pada beberapa persamaan berikut (Yamamoto,

1983):

(1) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan bola kering

(2) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu tubuh sapi) dan

kecepatan angin

(3) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu pernafasan) dan

kecepatan angin

(4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering dan radiasi matahari

(5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan suhu udara

lingkungan.

A. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang

mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan

keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan

energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978).

McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya,

ternak memerlukansuhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu

nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17 – 21oC (Hafez, 1968); 13 – 18oC

(McDowell, 1972); 4 – 25Oc (Yousef, 1985), 5 – 25oC (Jones & Stallings,

1999). Bligh dan Johnson (1985) membagi beberapa wilayah suhu lingkungan

berdasarkan perubahan produksi panas hewan, sehingga didapatkan batasan

suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu antara batas suhu kritis minimum dengan

maksimum. Hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut

“Temperature Humidity Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres

Page 5: ILT kelompokkkkkkk

sapi perah dapat dilihat pada. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di

bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami

stres ringan (72 £ THI £ 79), stres sedang (80 £ THI £ 89) dan stres berat ( 90 £

THI £ 97) (Wierema, 1990). Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik

akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3ºC dengan kelembaban 55%. Bila

melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis

dan secara tingkah laku (behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang

mengalami cekaman panas akan berakibat pada :

1) penurunan nafsu makan

2) peningkatan konsumsi minum

3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme

4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan

5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah

6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell,

1972) 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985)

8) meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996).

Cekaman panas dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH

melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu lingkungan mikro (sekitar

kandang) sebesar 5ºC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10

kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005).

Perubahan suhu pada kandang dapat mempengaruhi perubahan denyut

jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH. Denyut jantung sapi FH yang sehat

pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6ºC) adalah 60 – 70 kali/menit dengan

frekuensi nafas 10 – 30 kali/menit (Ensminger, 1971). Reaksi sapi FH terhadap

perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung

merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan

panas yang diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan denyut jantung

merupakan respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima

ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983)

Page 6: ILT kelompokkkkkkk

Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FHBangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan

panas dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan

panas dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas

konduksi terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan

keluar bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah.

Perpindahan panas dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang

masuk dan keluar melalui bukaan ventilasi. Perpindahan panas radiasi

gelombang pendek dari radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya

selalu memiliki nilai positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang

adalah radiasi yang dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima

dari lingkungan di sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh

penghuni atau peralatan yang ada di dalam kandang juga harus dapat

diperhitungkan (Soegijanto, 1999). Perpindahan panas radiasi gelombang

panjang terjadi antara ternak (sapi perah FH) dengan lingkungan di sekitarnya

melalui kulit sapi FH yang dominan berwarna putih atau hitam. Perpindahan

panas radiasi gelombang panjang pada ternak dengan lingkungannya terjadi

karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya melalui permukaan kulit dan

saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986).

Perpindahan panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di

lingkungantropika basah terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah,

lantai, serta bangunan penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan

lainnya. Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan

perkandangan ternak sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari

lantai ke atap, pindah panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam

kandang, dan pindah panas konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di

bawahnya atau sebaliknya. Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi

perah lebih mudah dihitung karena proses pindah panas terjadi secara konveksi

dari penutup (atap) kandang keudara dalam kandang terjadi secara alami dan

melalui bukaan ventilasi baik masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986).

Perpindahan panas konveksi dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara,

Page 7: ILT kelompokkkkkkk

kecepatan angin dan suhu lingkungan. Semakin besar nilai koefisien konveksi

dan kecepatan angin, maka akan semakin cepat keseimbangan panas dalam

ruangan konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi pada penutup

(atap) kandang sapi FH, dinding bangunan, kerangka bangunan, ternak (sapi

FH), air minum sapi FH, tubuh sapi FH. Perpindahan panas konduksi sangat

dipengaruhi oleh konduktivitas bahan dan suhu lingkungan. Semakin besar

nilai konduktivitasnya, bahan tersebut semakin cepat merambatkan panas

(Esmay dan Dixon, 1986).

Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH

Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH

dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu lingkungan,

sistem ventilasi, radiasi matahari, peralatan peternakan, kecepatan angin,

pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan pertanian (greenhouse),

faktor desain yang sangat menentukan distribusi suhu dan kelembaban udara

adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau atap ventilasi, sudut pembukaan

ventilasi, jumlah span dan sebagainya (Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam

kandang sapi perah dipengaruhi oleh besarnya suhu lingkungan, produksi

panas hewan, kelembaban, konsentrasi gas dalam kandang, jenis bahan atap

bangunan, pindah panas dari lantai, sistem dan luasan ventilasi, luas dan tinggi

bangunan kandang (Hellickson dan Walker, 1983). Pindah panas pada kandang

sapi perah dapat terjadi secara radiasi, konveksi maupun konduksi (Wathes dan

Charles, 1994) yang mengakibatkan adanya distribusi suhu dalam kandang.

Pindah panas secara radiasi dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari atau

bahan, kecepatan angin dan suhu lingkungan.

Pindah panas pada bahan bangunan kandang dipengaruhi oleh

konduktivitas bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara konveksi sangat

dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan luasan daerah

konveksi. Analisis distribusi suhu dalam bangunan pertanian dapat dilakukan

dengan perhitungan besarnya pindah panas dan massa pada bangunan melalui

Page 8: ILT kelompokkkkkkk

sistem ventilasi sehingga menghasilkan aliran udara yang baik di dalam

kandang.

Pemecahan analisis aliran udara pada kandang sapi perah (bangunan

pertanian) dalam 2 atau 3 dimensi dapat dilakukan dengan metode finite

element, metode finite difference (Cheney dan Kincaid, 1990), metode spectral

dan finite volume dengan computational fluid dynamics atau CFD (Versteeg

dan Malalasekera, 1995).

Metode finite difference menggambarkan yang tidak diketahui pada titik

atau node di dalam garis grid. Untuk mendapatkan nilai aproksimasi digunakan

deret ekspansi Taylor, sehingga menghasilkan persamaan aljabar untuk

menghitung nilai pada tiap titik grid. Metode finite element menggunakan

fungsi sederhana (linear/kuadrat) pada elemen untuk menggambarkan variabel

aliran.

Fungsi pendugaan dimasukkan ke dalam persamaan atur, dan hasilnya

terdapat residual untuk perhitungan error. Selanjutnya error dikalikan dengan

fungsi pembobot dan diintegralkan. Hasilnya didapatkan persamaan aljabar

yang lebih mudah untuk dipecahkan. Metode spektral menduga variabel yang

tidak diketahui menggunakan deret Fourier atau deret polinomial Chebyshev.

Pendekatan pendugaannya secara menyeluruh pada semua domain perhitungan

(tidak per titik). Terdapat residual dan fungsi pembobot seperti metode finite

element.

Metode finite volume dikembangkan dari finite difference khusus dan

dapat diaplikasikan pada kode CFD (FLUENT, PHOENICS, FLOW3D dan

STAR-CD). Algoritma numeriknya terdiri atas beberapa tahapan sebagai

berikut :

(1) Integrasi persamaan atur sepanjang volume kontrol domain

perhitungan

(2) Diskretisasi yang meliputi substitusi berbagai tipe aproksimasi finite

difference sehingga menghasilkan persamaan aljabar (tahapan kunci)

(3) Penyelesaian persamaan aljabar dengan metode iterasi.

Page 9: ILT kelompokkkkkkk

Efek Angin dan Efek Termal

Efek angin digolongkan menjadi dua komponen, yaitu efek turbulen

dan efek steady. Efek steady terjadi karena pada saat angin bertiup di atas dan

di sekeliling bangunan. Pergerakan angin ini dapat membangkitkan perbedaan

tekanan pada lokasi yang berbeda yang menghasilkan distribusi

tekanan pada bangunan. Distribusi tekanan di sekitar bangunan dinyatakan

sebagai distribusi dari koefisien tekanan. Apabila koefisien tekanan bernilai

positif maka akan terjadi aliran udara masuk (inflow) melalui bukaan pada

bangunan. Apabila koefisien tekanan bernilai negatif maka akan terjadi aliran

udara keluar dari bangunan (outflow). Efek turbulen terjadi karena kecepatan

angin tidak bersifat statis melainkan bervariasi secara kontinyu yang

menghasilkan fluktuasi tekanan.

Efek termal timbul dari perbedaan temperatur di dalam dan di luar

kandang (Bockett & Albright, 1987). Konveksi panas dari atap dan

materialpenyusun kandang dapat meningkatkan temperatur udara dan

menurunkan kerapatan udara dalam kandang sehingga mengakibatkan

perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar kandang yang pada akhirnya

terjadi aliran udara keluar masuk kandang melalui bukaan.

Akibat faktor termal, terdapat suatu bidang pada bukaan kandang

dimana tidak terjadi aliran udara karena tekanan udara di dalam dan di luar

kandang besarnya sama. Bidang ini disebut bidang tekanan netral. Posisi

bidang tekanan netral memberikan gambaran bukaan yang berfungsi sebagai

saluran masuk dan saluran keluarnya udara. Pada bagian bawah bidang

tekanan netral, tekanan udara luar lebih tinggi daripada tekanan udara di

dalam kandang sehingga terjadi aliran udara masuk ke dalam kandang. Pada

bagian di atas bidang tekanan netral, tekanan udara di dalam lebih tinggi dari

tekanan udara di luar sehingga terjadi aliran udara keluar (Brockett &

Albright, 1987).

Page 10: ILT kelompokkkkkkk

B. Ayam

Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggi terhadap Kondisi Fisiologis dan

Produktivitas Ayam Buras

Produktivitas ayam buras yang optimum dapat dicapai pada kondisi

thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan yang nyaman. Suhu lingkungan

yang nyaman bagi ayam buras belum diketahui, namun diperkirakan berada

pada kisaran suhu 18 hingga 25°C. Ayam buras pada suhu lingkungan yang

tinggi (25-31°C) menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan

berat telur yang rendah, serta pertumbuhan yang lambat. Penurunan produksi

telur pada suhu lingkungan tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan

dengan yang dipelihara pada suhu nyaman. Berat badan ayam buras umur 8

minggu juga berbeda, yaitu 257 g/ekor pada suhu tinggi, sedangkan pada

lingkungan nyaman dapat mencapai berat 427 g/ekor. Penurunan produktivitas

tersebut terutama disebabkan oleh penurunan jumlah konsumsi pakan,

maupun perubahan kondisi fisiologis ayam.

Upaya meningkatkan produktivitas ayam buras di daerah suhu

lingkungan tinggi antara lain melalui seleksi dan perkawinan silang,

manipulasi lingkungan mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan

manipulasi pakan. Manipulasi kualitas pakan adalah metode yang paling

murah, mudah dilakukan dan umumnya bertujuan meningkatkan jumlah

konsumsi zat gizi. Metode ini berupa penambahan vitamin C, mineral

phosphor atau pemberian sodium bikarbonat dalam ransum. Disarankan

jumlah penambahan vitamin C sebanyak 200-600 mg/kg ransum pada fase

produksi telur dan sebanyak 100-200 mg/kg ransum pada fase pertumbuhan.

a. PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERHADAP FISIOLOGIS

Suhu lingkungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap aktivitas

metabolisme, aktivitas hormonal dan kontrol suhu tubuh.

1. Aktivitas metabolisme

Suhu lingkungan dapat mempengaruhi fisiologis ayam secara

langsung, yaitu dengan cara memberikan pengaruh terhadap fungsi

beberapa organ tubuh seperti jantung dan alat pernafasan; serta dapat

Page 11: ILT kelompokkkkkkk

mempengaruhi secara tak langsung dengan meningkatnya hormon

kortikosteron dan kortisol, serta menurunnya hormon adrenalin dan

tiroksin dalam darah.

Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan naiknya suhu

tubuh ayam. Peningkatan fungsi tubuh organ ayam dan alat

pernafasan merupakan gambaran dari aktivitas metabolisme basal

pada lingkungan tinggi menjadi naik. Meningkatnya laju metabolisme

basal menurut Fuller dan Rendon (1977) disebabkan karena

bertambahnya penggunaan energi akibat bertambahnya frekuensi

pernafasan, kerja jantung serta bertambahnya sirkulasi dalam periferi.

Berkurangnya aktifitas metabolisme karena suhu lingkungan yang

tinggi, dapat dilihat manifestasinya berupa menurunnya aktifitas

makan dan minum.

Lemak merupakan unsur pakan yang memiliki heat increament

paling rendah dibanding dengan karbohidrat dan protein, sehingga

tingginya energi metabolis pakan yang berasal dari lemak,

menyebabkan tidak menurunnya konsumsi pakan.

2. Kontrol suhu tubuh

Zona tubuh kenyamanan (comfort zone) pada ternak ayam di

daerah tropik adalah antara 15 sampai 25 °C (EL Boushy dan Marle,

1978). Suhu lingkungan optimum atau thermoneutral zone untuk ayam

potong di Indonesia adalah 18 sampai 23 °C (Sinurat, 1986). Suhu

lingkungan optimum untuk ayam buras di Indonesia belum di ketahui,

namun dalam kisaran suhu lingkungan 18 sampai 25 °C diperkirakan

pertumbuhan ayam buras baik.

Pada suhu lingkungan di atas thermoneutral, produksi panas

meningkat karena ayam tak dapat mengontrol hilangnya panas dengan

menguapkan air dari pori-pori keringat, akhirnya cara yang dilakukan

adalah melalui pernafasan cepat, dangkal atau suara-suara terengah-

engah (panting). Pada suhu lingkungan 23 °C, sekitar 75 % dari panas

tubuh dikeluarkan dengan cara sensible yaitu melalui kenaikan suhu

Page 12: ILT kelompokkkkkkk

lingkungan disekitarnya, 25% panas tubuh selebihnya dikeluarkan

dengan jalan penguapan (insensible) yaitu dengan mengubah air dalam

tubuh menjadi uap air. Pada suhu lingkungan 35 °C, sekitar 25 %

panas tubuh dikeluarkan melalui kulit dan 75 % melalui penguapan,

biasanya ayam terengah-engah sehingga lebih banyak air dapat

diuapkan dari permukaan paru-paru (Bird et al, 2003).

b. PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERHADAP

PRODUKTIVITAS

1. Produksi dan berat telur

Nataamijaya et al. (1986) mengemukakan bahwa suhu

lingkungan yang tinggi memberikan pengaruh terhadap telur ayam ras.

Diduga hal yang sama akan terjadi pula terhadap produksi telur ayam

ras. Produksi ayam buras yang dipelihara pada suhu lingkungan tinggi

(25-31°C ) adalah 25 % lebih rendah disbanding dengan yang

dipelihara pada suhu lingkungan tinggi rendah (19-25°C) (Nataamijaya

et al. 1990). Menurut BIRD et al. (2003) suhu lingkungan tinggi dapat

menurunkan produksi telur. Pada suhu lingkungan tinggi diperlukan

energi lebih banyak untuk pengaturan- suhu tubuh, sehingga

mengurangi penyediaan energi untuk produksi telur. Pada suhu

lingkungan tinggi konsumsi pakan turun, ini berarti berkurangnya

nutrisi dalam tubuh, dan akhirnya menurunkan produksi telur.

Pada ayam buras betina dewasa, makanan yang dikonsumsi

digunakan untuk kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi

telur. Dengan terjadinya penurunan konsumsi pakan, maka yang lebih

dahulu dipenuhi adalah kebutuhan hidup pokok, sehingga penurunan

konsumsi pakan berakibat langsung terhadap penurunan produksi telur.

2. Bobot badan dan karkas

Dalam membahas suhu lingkungan pengaruhnya terhadap

bobot badan dan karkas ayam buras. Perbedaan ayam buras disebabkan

oleh perbedaan konsumsi pakan dan karena serangan penyakit (CDR,

Page 13: ILT kelompokkkkkkk

koksidiosis dan cacingan). Penurunan konsumsi pakan merupakan

suatu reaksi fisiologis tubuh untuk mengurangi beban panas yang di

timbulkan oleh proses pencernaan pakan (heat increment). Sebagai

perbandingan, digunakan data pertumbuhan bobot badan ayam ras

pedaging yang dipelihara pada suhu lingkungan 25-35 °C adalah 17 %

lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara pada lingkungan

18-25 °C (sinurat, 1986).

Rendahnya persentase bobot karkas pada suhu lingkungan

rendah disebabkan oleh tingginya bobot alat pencernaan (jeroan),

berhubung tingginya konsumsi pakan pada ayam di daerah suhu

lingkungan rendah. Terjadinya peningkatan konsumsi pakan, diikuti

peningkatan bobot jeroan dan isi. Kaitan antara suhu lingkungan

dengan konsumsi pakan, dijelaskan melalui pengaruhnya pada

aktivitas metabolisme.

3. Mortalitas ayam

Hasil penelitian Nataamijaya et al. (1990) menunjukkan bahwa

mortalitas ayam buras sebanyak 20,2% pada suhu lingkungan rendah

(19-25°C ) dan 25,1% pada suhu lingkungan tinggi (25-31°C). oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam kisaran suhu lingkungan 19

sampai 31°C mortalitas ayam buras tidak dipengaruhi oleh suhu

lingkungan. Perbedaan mortalitas pada ayam buras diduga karena

perbedaan tatalaksana pemeliharaan di peternak.

Page 14: ILT kelompokkkkkkk

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

Sapi perah sangat mudah mengalami stress panas.

Stress panas terjadi apabila temperatur lingkungan berada di zona termo

netral atau toleransi sapi perah terhadap lingkungan menurun.

Sress panas pada sapi perah dapat menyebabkan perubahan hormonal,

penurunan produksi susu dan penurunan komposisi air susu,

Strategi mengurangi stress panas pada sapi perah dapat dilakukan dengan

perbaikan mutu genetik, makanan dan manajemen.

Suhu lingkungan yang tinggi di daerah tropis dapat mempengaruhi kondisi

fisiologis dan penurunan produktivitas ayam buras, berupa penurunan

produksi dan berat telur, serta bobot badan. Suhu lingkungan yang tinggi

akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme, aktivitas hormonal dan

kontrol suhu tubuh.

Penurunan produktivitas ayam buras terutama disebabkan oleh penurunan

konsumsi zat gizi maupun perubahan kondisi fisiologis ayam yang timbul

karena pengaruh suhu lingkungan tinggi. Upaya yang dapat dilakukan

untuk mengatasi penurunan produktivitas adalah penyesuaian tatalaksana

pemeliharaan dan manipulasi zat gizi pakan, antara lain melalui

penambahan vitamin C, mineral phospor atau sodium bikarbonat dalam

ransum. Penambahan vitamin C dapat memperbaiki produksi telur dan

penambahan ransum dibutuhkan untuk memperbaiki pertumbuhan ayam

buras.

Page 15: ILT kelompokkkkkkk

DAFTAR PUSTAKA

Bird, N.A., P. Hunton, W.D. Morrison dan L.J. Weber. 2003. Heat Stress in Caged Layers. Ontario-Ministry -ifAgriculture and Food.

Charles, D.R. 1974. The Definition and measurement of the climatic environment in poultry houses. In: Energy Requirement of Poultry. T.R. Morris and B. M. Freeman (Eds.). Br. Poultry Sci. Ltd., Edinburgh.

Daghir, N.J. 1995. Poultry Production in Hot Climates. CAB International.Farell, D.J. 1979. Pengaruh dari suhu terhadap kemampuan biologis dari unggas.

Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan 11. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Fuller, H.L dan M. Rendon.1977. Energitic efficiency of diferent dietary fats for

growth of young chicks. Poultry Sci. 56 : 569.

Herawati, Sri. 2008. Pengaruh Musim Terhadap Produksi Susu Sapi Perah Fries Holland (diposkan oleh Dwi Cipto Nuryanto.blog.com) (diakses 29 Maret 2009).

Huffman , H.2003. Assessing your ventilation Performance, Do you need

upgrading? Ontario-Ministry of Agricultur and food.

Mutyanto, Subiharta, D.M. Yuwono dan W. Dirjopratono. 1994. Optimalisasi

produksi ayam buras melalui perbaikan pakan dan tata laksana

pemeliharaan. J. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. Sub Balitnak Klepu,

Ungaran. 1(2): 9-14

Nataamijaya, A.G, D. Sugandi dan U. Kusnadi. 1986. Peningkatan keragaan

ayam bukan ras di daerah transmigrasi Batumarta, Sumatra Selatan.

Lokakarya Pola Usaha tani. Badan Litbang, Jakarta.

Pardue, S.L. dan J.P Thaxton. 1986. Ascorbic acid in polutry: a review. World’s

Poultry Sci.42:107-123.

Prasetyo, T. 1989. Keragaan ayam kampung yang dipelihara dengan sistem

pemisahan anak di pedesaan. Pros. Seminar Nasional tentang Unggas

Lokal. Fak. Peternakan. Univ. Diponegoro., Semarang. Him. 20-28.

Rismaniah, I., Amsar, Soebadi dan Priyono. 1989. Studi Karkas Murni Kambing

Lokal. Prosiding Penelitian Ruminansia Kecil. Ciawi, Bogor.

Page 16: ILT kelompokkkkkkk

Short, R.V.1980.The Hormanal Control of Growth at Puberty. In T.L.J Lawrence

(ed.) Growht in.

Sinurat, A.P. 1986. The Effect of Hight Ambient Temerature on Broiler Growth

and some Plasma Growth-Related Hormone Profile. Phd. Thesis.

University of Sydney, Camden, NSW, Australia.

Soeharsono. 1976. Respon Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan.

Disertasi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Thalib, Ch., T. Sugiarti and A.R. Siregar, 2002. Friesien Holstein and Their

Adaptability to the Tropical Environtment In Indonesia. International

Training of strategies of Reducing Heat Stress in Dairy Cattle. Taiwan

Livestock Reserch Institute (TLRI-COA) August 26-31, 2002, Tainan,

Taiwan, ROC.

Turner, C.D. and J.T. Bagnara, 1976. General Endocrinology. Sixth Edition. W.

B. Sauder Company. Philadelphia.P. 28: 561-597.

Yousef, M.K. 1985.. Stress Physiology in Livestock Poultry. Vol.3. CRC Press.

Inc., Boca Raton, Florida.pp. 70-75.