III. METODOLOGI KAJIAN - repository.ipb.ac.id · setempat, membuat analisa usaha (Informasi,...
-
Upload
nguyentruc -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of III. METODOLOGI KAJIAN - repository.ipb.ac.id · setempat, membuat analisa usaha (Informasi,...
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa salah satu kebijakan strategis
dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan cara memberikan
motivasi dan stimulusi melalui penyuntikan dana bantuan modal usaha bergulir.
Dimana kebijakan ini diharapkan memberikan dampak yang berkepanjangan serta
memberikan nilai tambah pada usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakat.
Selain itu kebijakan penyuntikan dana bantuan modal usaha bergulir ini
dilaksanakan mengingat peran usaha mikro, kecil dan menengah selama ini
memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut
paling tidak dapat dilihat dari Statistik usaha mandiri tahun 1997-2006 (Litbang
Media Group) sebagai berikut: (1) 99% unit usaha (40 juta unit) di Indonesia
adalah UMKM; (2) 60% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbang
oleh UMKM, (3) 96% tenaga kerja Indonesia diserap oleh UMKM dan (4) 91%
UMKM melakukan kegiatan ekspor.
Dengan adanya intervensi berupa penyediaan kredit ataupun pinjaman
bergulir yang diperuntukkan kepada kelompok masyarakat maka diharapkan akan
memudahkan masyarakat mengakses dana guna keperluan modal usaha sehingga
pada gilirannya kegiatan usahanya dapat berkembang dan kelompok semakin
dinamis. Namun pelaksanaan program-progam yang bersifat dana bergulir
ataupun memiliki komponen program yang bersifat dana bergulir selama ini
belum menunjukkan hasil yang cukup memuaskan terutama dalam hal
keberlanjutan pergulirannya. Termasuk juga kegiatan Pinjaman Bergulir Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Tanjung Balai
Karimun dirasakan belum maksimal dimana tunggakan terbesar di Kabupaten
Karimun terdapat pada Kelurahan ini. Sehingga diperlukan evaluasi terhadap
pelaksanaan ataupun pemanfaatan dana yang telah diberikan.
Terkait dengan kajian yang akan dilakukan adalah mengevaluasi program
penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang sudah dilakukan (P2KP Tahap
III). Evaluasi tersebut untuk melihat dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan output
dihasilkan. Evaluasi tersebut nantinya untuk mengetahui apakah program yang
23
telah dilaksanakan itu sudah tepat. Selain itu evaluasi tersebut juga untuk melihat
penyimpangan atau deviasi yang terjadi.
Selanjutnya untuk penyempurnaan program, digunakan Analytichal
Hierarchi Process (AHP) dari pelaksanakan dan evaluasi dana bergulir P2KP
tersebut. Dari hasil evaluasi dan analisa yang dilaksanakan diharapkan menjadi
bahan bagi pengambilan keputusan bagi mereka yang berwenang sehingga akan
diperoleh suatu strategi bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui
pelaksanaan dana bergulir P2KP. Secara bagan dapat dilihat pada gambar 6.
Keterbatasan modal usaha/ ketidakmampuan masyarakat miskin
Pentingnya usaha mikro, kecil dan menengah bagi perekonomian Bangsa
EVALUASI PROGRAM
INPUT
- KelayakanLembaga Pengelola
- Kelayakan Peminjam
- Pendanaan
PROSES - Pendampingan - Penggunaan
Dana
OUTPUT - Keadaan
Ekonomi - Perguliran
Pinjaman
Program lainnya
Program Dana Bergulir P2KP
Strategi Penyempurnaan Program
Penanggulangan Kemiskinan
Gambar 6. Diagram Alir kerangka Pemikiran
Keterangan:
: hal yang menjadi fokus kajian
: hal yang tidak menjadi fokus kajian
24
Definisi Operasional
1. Kelayakan Lembaga Pengelola:
Kondisi apabila lembaga pengelola (BKM/UPK) telah memenuhi persyaratan
dan ketentuan pokok dalam kegiatan pinjaman bergulir P2KP, dilihat dari
variable: terbentuk secara sah, pembuatan aturan dasar dan kriteria UPK.
Terbentuk Secara Sah: apabila BKM terbentuk secara sah sesuai ketentuan
P2KP dan memiliki Anggaran Dasar yang menyatakan bahwa kegiatan
Pinjaman Bergulir akan dijalankan sebagai salah satu alat penanggulangan
kemiskinan di wilayahnya yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: Apabila BKM telah memiliki Anggaran Dasar yang memuat
pernyataan bahwa dana pinjaman bergulir diperuntukkan untuk kegiatan
pinjaman bergulir saja dan pendapatan UPK hanya untuk membiayai
operasional UPK saja.
b) Jelek: Apabila BKM belum memiliki Anggaran Dasar dalam menjalankan
kegiatan dana pinjaman bergulir P2KP.
Pembuatan Aturan Dasar: Apabila BKM dengan persetujuan masyarakat telah
membuat aturan dasar pinjaman bergulir yang memuat kriteria KSM dan
anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula-mula, besar
jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman dan sistem angsuran pinjaman serta
ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM yang dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a) Baik: Apabila BKM dengan persetujuan stakeholder masyarakat (Ketua
RT, Ketua RW, tokoh masyarakat dan relawan) telah membuat aturan
dasar pinjaman bergulir.
b) Sedang: Apabila BKM telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir,
namun dalam pembuatannya tidak melibatkan stakeholder dari pihak
masyarakat secara keseluruhan.
c) Jelek: Apabila BKM belum membuat aturan dasar pinjaman bergulir.
Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK): Apabila UPK yang akan mengelola
Pinjaman Bergulir memenuhi kriteria minimal yaitu: telah mengikuti pelatihan
(Keorganisasian, rencana usaha, pembukuan dan pengelolaan kas, PERT dan
kewirausahaan), telah memahami aturan dasar pinjaman bergulir dan telah
25
memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah memiliki rekening atas nama
UPK dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP. Dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: Apabila UPK telah mengikuti pelatihan, memahami aturan dasar
pinjaman bergulir dan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah
memiliki rekening atas nama UPK dan melaksanakan sistem pembukuan
yang berlaku di P2KP dengan baik.
b) Sedang: Apabila UPK telah mengikuti pelatihan dan telah memiliki
rekening atas nama UPK, namun belum memahami keseluruhan aturan
dasar pinjaman bergulir dan belum melaksanakan sistem pembukuan yang
berlaku di P2KP secara baik.
c) Jelek: Apabila UPK belum mengikuti pelatihan, belum memahami aturan
dasar pinjaman bergulir, tidak memiliki rekening atas nama UPK dan
belum melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP.
2. Kelayakan Peminjam
Kondisi apabila KSM Peminjam dan anggotanya sebagai calon peminjam
memenuhi kriteria kelayakan yang dipersyaratkan untuk mendapat pinjaman
bergulir dari UPK dilihat dari variable: Pemetaan Swadaya, Administrasi,
Pelatihan, dan Keterwakilan Perempuan,
Pemetaan Swadaya: Apabila anggota KSM peminjam dari KSM yang ada
merupakan warga miskin yang tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya
(PS). Dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: Apabila keseluruhan anggota KSM Peminjam dari KSM yang ada
merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar Pemetaan
Swadaya (PS).
b) Sedang: Apabila minimal 60% anggota KSM Peminjam dari KSM yang
ada merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar
Pemetaan Swadaya (PS).
c) Jelek: Apabila dibawah 60% anggota KSM peminjam dari KSM yang ada
merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar Pemetaan
Swadaya (PS).
26
Administrasi: adalah kriteria kelayakan yang harus dipenuhi oleh anggota
KSM untuk mendapatkan pelayanan atau pinjaman dana bergulir dari segi
kelengkapan administrasi antara lain: Memiliki kartu tanda penduduk (KTP)
setempat, membuat analisa usaha (Informasi, keuangan dan laba/rugi usaha),
membuat pernyataan kesanggupan tanggung renteng, mempunyai tabungan
minimal 5% dari pinjaman yang diajukan dan belum pernah mendapat
pelayanan dari lembaga keuangan yang ada. Dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a) Baik: apabila dalam pengajuan proposal KSM/kelompok semua
anggotanya telah mengisi atau memenuhi seluruh kelengkapan
administrasi sebagaimana disebutkan diatas.
b) Sedang: apabila dalam pengajuan proposal KSM/kelompok minimal 60%
dari total anggotanya telah mengisi atau memenuhi seluruh persyaratan
administrasi sebagaimana disebutkan diatas.
c) Jelek: apabila dalam pengajuan proposal KSM/Kelompok, dibawah 60%
dari total anggotanya yang mengisi atau memenuhi seluruh persyaratan
adminsitrasi sebagaimana disebutkan diatas.
Pelatihan: adalah keikutsertaan anggota KSM dalam mengikuti pembekalan
tentang pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan pinjaman, skim
pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), Pengelolaan Ekonomi
Rumah Tangga (PERT), dan kewirausahaan. Dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a) Baik: Apabila seluruh anggota KSM mengikuti pembekalan tentang
pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan pinjaman, skim
pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), Pengelolaan
Ekonomi Rumah Tangga (PERT), dan kewirausahaan.
b) Sedang: Apabila walaupun tidak seluruh anggota KSM mengikuti
pembekalan sebagaimana disebutkan diatas, namun dari KSM memiliki
keterwakilan minimal satu orang (baik ketua maupun anggota) mengikuti
pelatihan/pembekalan dimaksud.
c) Jelek: Apabila tidak ada satupun dari anggota KSM yang mengikuti atau
mewakili untuk mengikuti pelaihan/pembekalan dimaksud.
27
Keanggotaan Perempuan: adalah persyaratan minimal yang harus dari setiap
KSM untuk menempatkan perempuan dalam keanggotaan di KSM tersebut.
Dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: apabila anggota KSM minimal 30% perempuan.
b) Jelek: apabila anggota KSM dibawah 30% perempuan.
3. Pendanaan
Sejumlah dana yang diterima kelurahan untuk melaksanakan kegiatan
pinjaman bergulir P2KP yang dapat dilihat dari variable: Jumlah Dana dan
Sumber Dana.
Jumlah Dana: adalah besarnya dana Pinjaman Bergulir yang diterima
masyarakat dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada dalam
satu kelurahan yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Kecil: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat < 200 juta
b) Sedang: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat 201 juta s/d
< 300 juta
c) Besar: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat > 300 juta.
Sumber Dana: Sumber atau asal kegiatan pinjaman bergulir P2KP. Dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a) Sumber dana utama: Apabila sumber atau asal dana pinjaman bergulir
hanya berasal dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang merupakan
sumber dana utama.
b) Sumber Lain: Apabila sumber atau asal dana pinjaman bergulir selain dari
dana BLM sebagai sumber dana utama, juga berasal dari APBD, dari
pihak swasta, swadaya masyarakat dan dari sumber lainnya.
4. Pendampingan
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga/badan yang telah
dibentuk/ditunjuk agar terjadinya perubahan perilaku/sikap, memperkuat
kemampuan dan upaya lainnya yang mengarah kepada kemandirian anggota
KSM dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir dengan variable: Pengelola
lokal dan Fasilitator Kelurahan.
28
Pengelola Lokal: adalah kemampuan pengelola lokal (BKM/UPK) dalam
melaksanakan kegiatan pendampingan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal dan
keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan
yang dialami.
b) Sedang: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal,
namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian masalah atau
kesulitan yang dialami.
c) Jelek: apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan pengelola lokal
dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian masalah atau
kesulitan yang dialami.
Fasilititor Kelurahan: adalah kemampuan Fasilitator Kelurahan dalam
melaksanakan kegiatan pendampingan sesuai dengan tugas dan fungsinya
yang dapat diaktegorikan sebagai berikut:
a) Baik: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan Fasilitator Kelurahan
dan keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan
yang dialami.
b) Sedang: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan Fasilitator
Kelurahan, namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian
masalah atau kesulitan yang dialami.
c) Jelek: apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan Fasilitator
Kelurahan dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian
masalah atau kesulitan yang dialami.
5. Penggunaan Dana
Adalah kegiatan yang dilakukan oleh anggota KSM dalam menggunakan dana
yang telah diberikan sampai dengan batas waktu pengembalian (10 bulan
setelah mendapatkan pinjaman) dengan variable: Jenis Usaha dan Tingkat
Pengembalian.
Jenis Usaha: Kegiatan usaha yang dijalankan oleh masyarakat dalam
menggunakan dana yang telah diberikan, baik usaha tersebut sudah berjalan
29
sebelum mendapakan pinjaman maupun baru berjalan setelah mendapatkan
pinjaman dengan pengelompokan sebagai berikut:
a) Warung: kegiatan usaha yang menjual sembako ataupun kelontong;
b) Makanan: kegiatan usaha dengan menjual makanan baik yang dijual di
depan rumah maupun dijajakan secara bekeliling. Adapun kategori usaha
yang dijalankan yaitu jualan kue, jualan gorengan, jualan bakso keliling,
jualan nasi, jualan mie atau siomay, jualan tempe, jualan es cendol, jualan
buah/rujak, jualan kerupuk, katering dan jualan jamu;
c) Non-Makanan: kegiatan usaha yang dijalankan bukan dalam bentuk
makanan ataupun warung. Adapun usaha yang dijalankan antara lain kios
bensin, pakaian bekas/rombengan, usaha M-Kios atau jualan Pulsa/voucer,
ternak ayam, ternak lele, pembuatan batako, jual TV bekas, bengkel,
menjahit dan reparasi.
Tingkat Pengembalian: adalah tingkatan KSM dalam mengembalikan dana
yang telah dipinjamkan sampai dengan jatuh tempo pembayaran (10 bulan
setelah mendapatkan pinjaman). Dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Pinjaman Lancar: KSM dengan pengembalian lancar atau membayar
pinjaman keseluruhan sampai dengan jatuh tempo.
b) Menunggak > 3 bln/kali angsuran: KSM dengan tunggakan pengembalian
3 bulan angsuran atau lebih dari 3 bulan angsuran.
c) Menunggak < 3 bln/kali angsuran: KSM dengan tunggakan pengembalian
dibawah 3 bulan angsuran.
6. Keadaan Ekonomi
Adalah suatu kondisi dimana tercapainya tujuan umum program ini dimana
ekonomi dari golongan miskin semakin meningkat yang dilihat dari variable:
peningkatan modal, penambahan aset kepemilikan, dan peningkatan
pendapatan.
Peningkatan Modal: adalah kondisi terjadinya penambahan uang yang dapat
digunakan untuk menambah penjualan atau omzet usahanya. Dapat
dikategorikan sebagai berikut:
30
a) Baik: apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan pinjaman
lebih dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum
mendapatkan pinjaman.
b) Sedang: apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan
pinjaman kurang dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan
sebelum mendapatkan pinjaman.
c) Jelek: apabila tidak terjadinya peningkatan modal sama sekali atau
menurun bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman.
Penambahan aset kepemilikan: Bertambahnya barang yang bisa diuangkan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a) Meningkat: apabila terjadinya penambahan aset produktif maupun aset
rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak
b) Tetap: apabila tidak ada perubahan aset produktif maupun aset rumah
tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak.
c) Menurun: apabila terjadinya penurunan aset produktif maupun aset rumah
tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak.
Peningkatan pendapatan: adalah penambahan jumlah pemasukan rata-rata per
hari atau perbulan dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik: apabila terjadinya peningkatan pendapatan lebih dari 20% bila
dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman.
b) Sedang: apabila terjadinya peningkatan pendapatan setelah mendapatkan
pinjaman kurang dari 20% bila dibandingkan dengan sebelum
mendapatkan pinjaman.
c) Jelek: apabila tidak terjadinya peningkatan pendapatan sama sekali bila
dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman.
7. Perguliran pinjaman
Adalah kondisi ataupun kegiatan yang dilakukan dalam rangka terjadinya
perguliran atau peminjaman kembali baik kepada warga miskin yang telah
mendapatkan maupun yang belum mendapatkan pinjaman dengan variable
sebagai berikut: Jumlah Peminjam dan Penagihan.
31
Jumlah Peminjam: adalah jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman
kembali (berulang) dengan variable sebagai berikut:
a) Baik: apabila jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali
(berulang) lebih dari 40%.
b) Jelek: apabila jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali
(berulang) kurang dari 40%.
Penagihan: adalah kegiatan yang dilakukan untuk menagih dana dari
penunggak dalam upaya untuk tetap terjaganya perguliran dana tersebut.
Dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Baik: apabila telah terbentuk tim kecil penagihan dan tim tersebut telah
melakukan upaya penagihan secara rutin kepada para penunggak.
b) Sedang: apabila belum terbentuk tim kecil penagihan namun UPK secara
rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak.
c) Jelek: apabila belum terbentuk tim kecil penagihan dan UPK tidak secara
rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak.
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian
Kajian ini dilaksanakan pada lingkup Kelurahan tepatnya di Kelurahan
Tanjung Balai Karimun, Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun.
Pemilihan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan
mempertimbangkan merupakan salah satu Kelurahan yang memiliki kendala
terbesar dalam pengembalian pinjaman. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan
Bulan Januari 2009.
3.3. Metode Kajian
3.3.1. Penelitian/Studi Kasus
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa untuk Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) Tahap I telah disalurkan dana pinjaman bergulir sebesar
Rp. 1.053.500.000 kepada 8 kelurahan sasaran di Kabupaten Karimun yang
meliputi 3 kecamatan di Pulau Karimun. Selanjutnya dari 8 Kelurahan tersebut
disalurkan kepada 376 KSM dengan total peminjam sebanyak 2147 orang
sebagaimana pada tabel 4 dibawah ini.
32
Tabel 4. Penyaluran BLM Tahap Pertama di Kabupaten Karimun
No Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah KSM Jumlah Peminjam Tg. Balai Karimun 76 434 Teluk Air 29 166 Parit 56 320
1. Karimun
Tulang 35 200 Pamak 17 97 2. Tebing Harjosari 54 308 Meral Kota 89 508 3. Meral Baran 20 114
Total 376 2.147 Sumber: Koordinator Kota (diolah)
Mengingat cakupan yang luas, besarnya jumlah pemanfaat/peminjam dana
bergulir, waktu dan tenaga yang terbatas maka kajian ini menggunakan
penelitian/studi kasus. Dimana penelitian kasus adalah suatu penelitian yang
dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi,
lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus
hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat
penelitian, penelitian kasus lebih mendalam (Arikunto,1997).
Penentuan Kelurahan Tanjung Balai Karimun dengan pertimbangan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya karena tunggakan terbesar pada
penyaluran BLM Tahap I adalah Kelurahan Tanjung Balai Karimun. Sehingga
dengan kajian pada ruang lingkup Kelurahan ini diharapkan bisa lebih mendalami
terhadap permasalahan yang terjadi dan menjadi masukan bagi penyempurnaan
program di masa yang akan datang.
3.3.2. Penentuan Responden
Responden yang berasal dari peminjam ditentukan melalui pengambilan
sampel dari populasi yaitu masyarakat miskin penerima dana pinjaman bergulir
P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun sebanyak 434 orang yang berasal dari
76 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada dengan menggunakan
perhitungan estimasi proporsi yang rumusnya sebagai berikut, Umar (2003:141)
33
n = ____N____ 1 + N e2
Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran Populasi. Dalam penelitian ini, berarti N adalah warga Kelurahan
Tanjung Balai Karimun peminjam Dana Bergulir P2KP E = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
dapat ditolerir, dalam kajian ini penulis memakai kelonggaran ketelitian sebesar 14%
sehingga n diperoleh sebesar :
n = _______434_______ = 46
1 + 434 (0.14)2
Selanjutnya 46 orang responden ini ditentukan secara acak dengan
menggunakan Random Sampling. Dalam teknik ini, peneliti mengambil
sampelnya dengan ”mencampur” subjek-subjek dalam populasi sehingga subjek-
subjek dalam populasi dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi
hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance)
dipilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subjek sama, maka penelitian
terlepas dari perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek untuk
dijadikan sampel (Arikunto,1997).
Sedangkan responden diluar peminjam (responden ahli) dilakukan dengan
metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak
secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu
atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan
memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan baik langsung maupun tidak
langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para
pengambil kebijakan yaitu: Pengurus BKM/UPK, Fasilitator Kelurahan, Lurah
Pejabat Operasional Kegiatan (PJOK) dan Kabid Pemberdayaan Masyarakat
BKPMD dan Kesbang.
Adapun komposisi dari responden secara lengkap sebagaimana tabel 5
dibawah ini:
34
Tabel 5. Komposisi Responden Peminjam dan Responden Ahli
No
Responden
Jabatan
Jumlah 1. Peminjam Anggota KSM 46 2. BKM Ketua
UPK 1 2
3. Aparat Kelurahan Lurah 1 4. Fasilitator Kelurahan Konsultan P2KP 1 5. PJOK Pendamping P2KP 1 6. Kabid Pemberdayaan
Masyarakat BKPMD dan Kesbang
Anggota Penanggung Jawab P2KP
1
TOTAL 53
3.3.3. Metode Pengumpulan Data
Pemilihan dan penentuan pengumpulan data berdasarkan pada
permasalahan yang diteliti, dan hipotesa yang hendak diuji kebenarannya. Dalam
kajian ini pengumpulan data diperoleh dari:
a. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan dari tangan pertama, atau dapat
dikatakan data primer merupakan pendapat-pendapat yang sifatnya subjektif
dari responden dan disampaikan langsung. Pengumpulan data dilakukan
melalui Observasi Lapangan (field Observation), wawancara (Interview) dan
pengisian daftar pertanyaan (kuisioner) yang dilakukan pihak-pihak terkait
atau stakeholder yang telah ditetapkan sebagai responden.
b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi
untuk melengkapi data primer. Dalam hal ini data yang digunakan adalah arsip
atau dokumen didapat dari BKM Sejahtera, Koordinator Kota P2KP
Kabupaten Karimun, Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun, dan Badan
Kependudukan dan Catatan Sipil.
Sedangkan data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan dan jenis data
adalah sebagaimana pada tabel 6 dibawah ini.
35
Tabel 6. Tujuan Kajian, Jenis data, dan Sumber Data
No Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data
1.
Mengevaluasi persiapan (Input) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
a. Kelayakan Lembaga Pengelola b. Kelayakan Peminjam c. Pendanaan
Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD, Faskel dan BKM/UPK Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
2. Mengevaluasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
a. Pendampingan b. Penggunaan Dana
Anggota KSM (Peminjam) Anggota KSM (Peminjam) Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
3. Mengevaluasi Dampak (Output) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
a. Keadaan Ekonomi b. Perguliran Peminjam
Anggota KSM (Peminjam) Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
4. Menganalisis strategi baru bagi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun.
Kuesioner AHP Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
3.3.4. Metode Analisis Data
Analisis data disajikan dengan dua metode analisis yaitu metode analisis
kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif dimaksudkan
untuk memaparkan seluruh data dan informasi baik primer maupun sekunder yang
berhubungan dengan obyek kajian dalam bentuk persentase dan deskriptif terkait
pelaksanaan dan permasalahan program mulai dari Input, Proses dan Output.
Metode analisis kuantitatif dimaksudkan untuk memaparkan data dan informasi
hasil perhitungan dan olahan data observasi yang berkaitan dengan obyek kajian.
Pengolahan dan analisis data pada pendekatan kuantitatif menggunakan tabulasi
data yang menghasilkan tabel frekuensi dan untuk penentuan strategi
penyempurnaan program menggunakan Analytichal Hierarchi Process (AHP)
yang akan dijelaskan lebih lanjut.
36
Analytical Hierarchi Process (AHP)
Analytical Hierarchi Process (AHP) merupakan suatu metode yang
digunakan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang komplek
dengan memakai perhitungan kuantitatif. Melalui proses pengekspresian masalah
dalam kerangka berfikir yang terorganisir, memungkinkan dilakukannya proses
pengambilan keputusan secara efektif. Metode yang dikembangkan pada tahun
1970-an ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai
keputusan secara rasional (judgement) agar dapat memilih prioritas alternatif
kebijakan dan sasaran.
Analisa dilakukan dengan menganalisa strategi pemerintah dengan
menyebarkan kuesioner AHP kepada expert dan merekapitulasi hasil pemilaian
expert tersebut serta menentukan strategi yang tepat dalam upaya pemanfaatan
dana bergulir P2KP. Alternatif strategi pada hirarki diperoleh melalui justifikasi
alternatif-alternatif dari studi kepustakaan dan observasi yang berkaitan dengan
obyek penelitian. Metode ini memiliki keunggulan tertentu kaena membantu
menyederhanakan persoalan yang komplek menjadi persoalan yang berstruktur,
sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait.
Menurut Saaty (1993) prinsip kerja AHP terdiri dari delapan langkah
utama sebagai berikut:
(a) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah
secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan,
kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hierarki. Tidak terdapat
prosedur yang pasti untuk mengindentifikasikan komponen-komponen sistem,
seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu
sistem hierarki. Komponen-komponen sistem dapat diidentifiksaikan
berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang
dapat dilibatkan dalam suatu sistem.
(b) Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh.
Struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari
sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi
sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan
37
–tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategis, pilihan atau skenario.
Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada
tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan
fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat dibawahnya dapat
tediri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat
dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya.
(c) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan
dimulai dari puncak hierarki yang merupakan dasar untuk melakukan
pembandingan berpasangan antar elemen yang tekait yang ada dibawahnya.
Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua
terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen
yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yangada di sebelah
kiri suatu elemen di puncak matriks.
(d) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan
perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah tiga. Setelah itu
dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i
dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar
elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan: “Seberapa kuat elemen baris
ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak
hierarki, dibandingkan dengan kolom ke-i?”. Apabila elemen-elemen yang
diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya
adalah: “Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan
dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hierarki?”.
Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang
tertera pada tabel 7. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif
pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan
dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk
bagian diatas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.
(e) Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal
utama. Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, labih mendominasi atau
mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki (X) dibandingkan dengan Fj.
Sedangkan bila F, kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X
38
dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis
diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24
memiliki nilai tujuh, maka nilai elemen F42 adalah 1/7
Tabel 7. Nilai Skala Banding Berpasangan
Intensitas Pentingnya
Definisi
Penjelasan
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya. Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya. Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas atas yang lainnya. Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x)
Sumber: Saaty (1993)
(f) Melaksanakan langkah tiga, empat dan lima, untuk semua tingkat dan gugusan
dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada
setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, terkait dengan kriteria
elemen di atasnya. Pada metode AHP terdapat matriks berpasangan yang
dibedakan menjadi: (1) Matriks pendapat Individu (MPI) dan (2) Matriks
Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang
dilakukan individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan a, yaitu
elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu
dapat dilihat pada Tabel 8.
39
Tabel 8. Matriks Pendapat Individu
X A1 A2 Aj .................. An A1 A2 Ai
........... An
a11 a21 a31
........... an1
a12 a22 a32
........... an2
a1j a2j a3j
........... anj
...........
...........
...........
...........
...........
a1n a2n a3n
........... ann
Sumber: Saaty (1993) Keterangan: X : Kriteria sebagai dasar pembanding Ai, Aj : elemen-elemen pembanding ai, aj : angka pembanding elemen baris ke-i terhadap elemen kolom ke-j yang diperoleh
dengan menggunakan skala berbanding berpasangan
Sedangkan yang dimaksud dengan Matriks Pendapat Gabungan (MPG)
adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik
pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama
dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari
MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan MPG
yang bebas dari konflik adalah:
(1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki
selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi
dengan nilai yang terendah.
(2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiplokal) pada baris dan kolom yang sama.
MPG dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Pendapat Gabungan
X A1 A2 Aj .................. An
G1 G2 Gi
........... Gn
g11 g21 g31
........... gn1
g12 g22 g32
........... gn2
g1j g2j g3j
........... gnj
........... ........... ........... ........... ...........
g1n g2n g3n
........... gnn
Sumber: Saaty (1993)
Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik
adalah: mm
kijij kag1
)(=
= π
40
dimana, = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j ijg
= elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k kaij )( = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan m
= perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m m
k 1=π
m = akar pangkat m
(g) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas.
Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor-vektor
prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai
prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah
berikut dan seterusnya.
Terdapat dua tahap pengolahan matriks pendapat, yaitu (1) pengolahan
horisontal dan (2) pengolahan certikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat
dilakukan untuk MPI dan MPG. Pemgolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan
MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi
persyaratan inkonsestensi.
a. Pengolahan Horisontal, terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan Vektor
Prioritas (Vector Eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang
memiliki Rasio Inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yangdilakukan pada
pengolahan horisonal ini adalah:
(1) Perkalian baris (Z) dengan rumus :
ij
n
ki aZ1=
= π (i,j = 1, 2,3, ... n)
(2) Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Eigenvektor adalah :
∑= =
==n
i
nij
n
k
nij
n
ki
a
aVP
1 1
1
π
π VP = (Vpi), untuk i = 1, 2, 3, ... n)
(3) Perhitungan Nilai Eigen Maks (Maks) dengan rumus :
VpaVA ij ×= )( dengan VA = (vai)
VPVAVB = dengan VB = (vbi)
41
∑=
=n
kiimaks vb
n1λ untuk i = 1, 2, 3, ... n
(4) Perhitungan Indeks Konsistensi (CPI) dengan rumus :
1−−
=n
nCI maksλ
(5) Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CI) adalah :
RICICR =
Menurut Saaty (1993), nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau
sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik
dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur
bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu
matriks pendapat.
Tabel 10. Daftar Nilai Random Indeks
Ordo Matriks (n) Indeks Random (RI) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
0 0
0,5 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,19 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Sumber: Saaty (1993)
b. Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada
tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila
didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat
ke-i terhadap sasaran utama, maka:
ijCV
∑ −×−= )1()1;( aVWitCHCV tijij
42
Untuk ; i = 1, 2, 3, ... n; j = 1, 2, 3, ... n; t = 1, 2, 3, ... n
di mana :
)1;( −itCH ij = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat di atasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal
)1( −iVWt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-t) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil perhitungan horisontal
P = jumlah tingkat hierarki keputusan r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-t)
c. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Pada pengisian judgement
pada tahap MBB (Matriks Banding Berpasangan) terdapat kemungkinan
terjadinya pemyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen
yang lainnya, sehingga diperlukan suatu uji konsistensi. Dalam AHP
penyimpangan dperbolehkan dengan toleransi Rasio Inskonsistensi dibawah
sepuluh persen. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks
konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan
menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang
menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-
masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsisten
pemilahan responden untuk analisis AHP dilakukan dengan metode Purposive
Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak secara acak
tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau
lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan
memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan langsung maupun tidak
langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para
pengambil kebijakan.
Untuk melakukan pengolahan data dengan metode AHP dibutuhkan
sistem-sistem hirarki keputusan yang berkaitan dengan masalah kajian.
Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi di lapangan serta studi literatur dapat
disajikan dengan hirarki kepentingan dan strategi terhadap Srategi
penyempurnaan pelaksanaan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan
Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun disajikan pada gambar 7.
43
Berdasarkan gambar tersebut, sistem hirarki keputusan memiliki bentuk
yang saling terkait. Struktur hirarki ini terdiri dari empat level sebagai berikut:
1. Level pertama merupakan tujuan dari dilakukannya proses hierarki analisis
yaitu penyempurnaan pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP. Tujuan ini
ditetapkan terkait dengan identifikasi di lapangan, yaitu bahwa dalam
penyaluran dan pemanfaatan dana bergulir P2KP belum maksimal. Khususnya
di Kelurahan Tanjung Balai Karimun tingkat tunggakannya merupakan
tertinggi di Kabupaten Karimun sehingga keberlanjutan dana pinjaman
bergulir tidak maksimal. Sehingga hasil kajian ini dapat digunakan sebagai
masukan untuk Pemerintah Daerah.
2. Level kedua yaitu penentuan Aspek yang berkaitan dengan evaluasi
pelaksanaan Dana Pinjaman Begulir P2KP. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya bahwa deviasi atau penyimpangan pada hasil sementara ataupun
hasil akhir (output) dari suatu program tidak terlepas dari penyimpangan yang
terjadi pada tahapan perencanaan ataupun Input program maupun pada proses
pelaksanaan suatu program. Sehingga dari hal tersebut dalam penentuan aspek
yang berperan disimpulkan yaitu:
a. Aspek Persiapan (Input). Penentuan aspek ini didasarkan pada evaluasi
terhadap persiapan ataupun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sebelum
penyaluran ataupun penyerahan dana Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) P2KP berupa dana pinjaman bergulir.
b. Aspek Pelaksanaan (Proses). Penentuan aspek ini didasarkan pada evaluasi
terhadap pelaksanaan ataupun kegiatan setelah penyaluran dana pinjaman
bergulir P2KP kepada masyarakat yang tergabung dalam anggota KSM
sebagai peminjam.
c. Aspek Dampak (Output). Penentuan aspek ini didasarkan kepada evaluasi
terhadap hasil atau dampak ekonomi yang diperoleh dari penyaluran dana
pinjaman bergulir P2KP terhadap masyarakat miskin yang mendapatkan
pinjaman dimaksud serta didasarkan pada evaluasi kegiatan atau upaya
yang dilakukan dalam rangka keberlanjutan program.
3. Level ketiga merupakan kriteria-kriteria dari aspek penyelenggaraan ataupun
pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada level kedua, yaitu:
44
a. Kriteria kelayakan lembaga pengelola, penentuan kriteria ini didasarkan
pada ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh BKM/UPK
untuk dapat mengelola dana pinjaman bergulir P2KP.
b. Kriteria kelayakan peminjam, penentuan kriteria ini didasarkan pada
ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang
tergabung didalam KSM untuk mendapatkan pelayanan atau pinjaman
dana bergulir P2KP.
c. Kriteria pendanaan, penentuan kriteria ini didasarkan pada
diperbolehkannya sumber dana yang berasal dari selain sumber dana
utama yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sedangkan untuk dana
pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun hanya
berasal dari BLM dimaksud.
d. Kriteria pendampingan, penentuan kriteria ini didasarkan pada pentingnya
aspek ini dalam upaya untuk memandirikan masyarakat dalam melakukan
kegiatan usahanya, baik kemandirian individu maupun kemandirian
kelompok.
e. Kriteria penggunaan dana, penentuan kriteria ini didasarkan pada
pentingnya evaluasi terhadap kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat
dala memanfaatkan dana yang diperolehnya dan bagaimanakah
pengembalian dana atau angsuran yang terlaksana.
f. Kriteria keadaan ekonomi, penentuan kriteria ini didasarkan kepada tujuan
yang ingin dicapai dari program ini yaitu keadaan ekonomi masyarakat
golongan miskin semakin meningkat.
g. Kriteria Perguliran pinjaman, penentuan kriteria ini didasarkan kepada
pentingnya aspek ini dalam kerangka keberlanjutan program. Dimana
perguliran atau perputaran dana dapat berjalan kepada peminjam lama
yang telah melunasi pembayarannya maupun kepada msyarakat miskin
yang belum mendapatkan pinjaman.
4. Level keempat merupakan alternatif strategi bagi penyempurnaan atau
peningkatan pemanfaatan dana bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai
Karimun yang terdiri dari:
45
a. Pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal. Pelatihan kepada
pengelola lokal dalam hal ini kepada Unit Pengelola Keuangan (UPK)
yang berada dibawah BKM sangat diperlukan mengingat SDM yang ada
belum memadai. Pelatihan ini diperlukan agar keberlanjutan program tetap
terjaga. Dimana setelah kontrak konsultan (dalam hal ini Korkot) berakhir,
UPK yang ada tetap bisa melaksanakan program ini secara mandiri. Baik
secara kelembagaan, administrasi umum maupun administrasi keuangan.
b. Revisi Pemetaan Swadaya. Pelaksanaan revisi terhadap pemetaan swadaya
yang ada diperlukan karena dari hasil evaluasi banyak dari peminjam yang
tidak terdaftar atau tercantum dalam pemetaan swadaya sebagaimana
ketentuan yang berlaku. Selain itu revisi ini dilakukan unuk menghindari
masyarakat yang tidak berhak atau bukan kelompok sasaran mendapatkan
dana pinjaman dimaksud.
c. Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank maupun non-Bank). Dalam
pelaksanaan program ekonomi bergulir P2KP ini dimungkinkan sumber
dana yang berasal diluar dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).
Dengan sosialisasi progam ini kepada pihak ketiga tersebut merupakan
suatu strategi dalam mendapatkan sumber dana lain diluar BLM dimaksud.
d. Kunjungan dan pertemuan rutin melibatkan Stakeholder dan instansi
terkait. Pertemuan rutin ini diperlukan sebagai wadah evaluasi bagi
stakeholder dan instansi terkait lainnya terhadap pelaksanaan kegiatan
yang telah dijalankan, merumuskan penyelesaian permasalahan yang ada,
dan merencanakan kegiatan kedepan.
e. Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha. Salah satu kriteria dan
permasalahan yang ada adalah besaran modal yang tidak sesuai dengan
skala usaha. Sehingga perlu penyusunan strategi dan telaahan terhadap
usaha yang ada, selanjutnya diberikan modal sesuai dengan skala usahanya
masing-masing. Sehingga keuntungan usaha dari peminjam dapat lebih
maksimal.
f. Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam. Srategi ini
diperlukan mengingat selama ini usaha yang dijalankan oleh peminjam
masih bersifat tradisional. Dari waktu ke waktu mereka hanya melakukan
46
47
kegiatan yang sama tanpa ada upaya terobosan untuk melakukan
diversifikasi usaha. Skala usahanya pun masih sebatas untuk bisa survive
atau dalam kerangka memenuhi kebutuhan dasar.
g. Membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan. Strategi ini
diperlukan karena tunggakan pinjaman merupakan permasalahan krusial
pada pelaksanaan program ini. Dengan pembentukan tim penagihan
diharapkan pelaksanaan penagihan dapat berjalan lebih maksimal.
Sedangkan mekanisme baru penagihan diperlukan agar disatu sisi
pelaksanaan penagihan tidak memberatkan penunggak dan disisi lain
pengembalian tunggakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
48
Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP
Persiapan (Input) program
Pelaksanaan (Proses) Program
Dampak (Output) Program
Kelayakan Lembaga Pengelola
Kelayakan Peminjam
Pendanaan
Pendampingan
Penggunaan Dana
Perguliran Peminjam
Keadaan Ekonomi
Pelatihan/ training secara berkala bagi
pengelola lokal
Revisi
Pemetaan Swadaya
Sosialisasi program kepada
pihak ketiga (Bank/ maupun
non-bank)
Pertemuan rutin melibatkan
Stakeholder dan instansi terkait
Penyaluran modal
sesuai dengan skala usaha
Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi
peminjam
Tujuan
Aspek
Kriteria
Strategi
Membuat tim kecil penagihan dan
mekanisme baru penagihan
Gambar 7. Hierarki Alternatif Strategi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun