III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bila dilihat per kecamatan, jumlah...
-
Upload
nguyenduong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bila dilihat per kecamatan, jumlah...
20
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kondisi umum dari lokasi
penelitian yaitu dimulai dari kondisi umum Kabupaten Wonosobo, Kecamatan
Kejajar, Dataran Tinggi Dieng hingga profil desa penelitian yaitu Desa
Igirmranak. Data dan informasi yang dipaparkan dalam bab ini bersumber pada
dokumen Wonosobo Dalam Angka tahun 2009 dan Wonosobo Dalam Angka
tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Wonosobo serta beberapa informasi yang didapat melalui wawancara dengan
beberapa stakeholders kunci.
3.1. Kabupaten Wonosobo
a. Letak dan Luas
Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Jawa Tengah yang
terletak pada 7˚ 04’13‖ - 7˚ 04’.40‖ LS, dan 109˚ 43’19‖ dan 110˚ 04’ 40‖ BT
dengan luas wilayah mencapai 98.468 hektar. Secara administratif Kabupaten
Wonosobo terbagi menjadi 15 Kecamatan, yaitu Kecamatan Wonosobo, Kertek,
Selomerto, Leksono, Garung, Kejajar, Mojotengah, Watumalang, Sapuran, Kepil,
Kalikajar, Kalibawang, Kaliwiro, Wadaslintang dan Kecamatan Sukoharjo.
Kabupaten ini berbatasan dengan:
• Kabupaten Banjarnegara, Kendal dan Batang di sebelah utara.
• Kabupaten Temanggung dan Magelang di sebelah timur.
• Kabupaten Purworejo dan Kebumen di sebelah selatan.
• Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen di sebelah Barat.
Secara lebih jelas, peta administrasi Kabupaten Wonosobo disajikan pada Gambar
2 berikut.
21
Sumber: Wonosobo Dalam Angka 2010
Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo
b. Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan
Penggunaan lahan utama di wilayah Kabupaten Wonosobo adalah untuk
tegalan/kebun, yang mana luas lahan untuk tanah kering/tegalan/kebun adalah
55.140,90 ha atau 55,99% dari total wilayah kabupaten. Penggunaan lainnya
meliputi tanah sawah yang mencakup 18.696,68 ha (18,99%), hutan negara
18.909,72 ha (19,20%), perkebunan negara/swasta seluas 2.764,51 ha (2,80%) dan
lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01%) (Gambar 3).
22
Sumber: Wonosobo Dalam Angka 2010
Gambar 3. Distribusi Penggunaan Lahan di Kabupaten Wonosobo
Tanah kering merupakan bagian terluas dari wilayah Wonosobo. Pada
wilayah tersebut penguasaan ada pada masyarakat, selain sawah dan penggunaan
lainnya. Sementara itu, hutan dikuasai oleh negara (state forest) yang
pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani, dan perkebunan oleh swasta.
Tidak ditemukan data rinci mengenai penggunaan tanah kering tersebut.
Dapat dikemukakan bahwa kondisi tanah di Kabupaten Wonosobo
tergolong subur, karena terletak di sekitar gunung api muda. Wajar jika
dimanfaatkan untuk tanaman pertanian yang menjadi mata pencaharian utama
masyarakat Wonosobo. Komoditi utama pertanian yang dikembangkan antara lain
kentang, tembakau, kopi, pepaya carica, purwaceng, jamur, kol dan wortel. Kebun
dan hutan rakyat berkembang sangat pesat, khususnya di wilayah bagian tengah
dan selatan (Nugroho, 2009).
c. Kondisi Agro-ekosistem
Wonosobo beriklim tropis dengan suhu rata-rata antara 24˚-30˚C pada
siang hari, dan turun menjadi 20˚C pada malam hari. Pada bulan Juli sampai
Agustus suhu udara terasa lebih dingin, antara 15˚-20˚C pada siang hari, dan
mencapai 12˚C pada malam hari. Hujan turun hampir sepanjang tahun, dengan
curah hujan rata-rata 4.495 mm. Mengacu pada catatan statistik, Juli merupakan
23
bulan yang paling jarang hujan, dan paling banyak terjadi hujan pada bulan
Januari. Rata-rata hari hujan adalah 196 hari dengan curah hujan rata-rata 3.400
mm, tertinggi di Kecamatan Garung (4.802 mm) dan terendah di Kecamatan
Watumalang (1.554 mm). Peta curah hujan untuk kawasan Dieng dan sekitarnya
disajikan pada Gambar 4 berikut:
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng, 2011
Gambar 4. Peta Curah Hujan Kawasan Dieng dan sekitarnya
Menurut data BPS Kabupaten Wonosobo 2010, jenis tanah di Kabupaten
Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Andosol (25%), tersebar di Kecamatan Kejajar, sebagian Garung,
Mojotengah, Watumalang, Kertek dan Kalikajar,
- Regosol (40%), terdapat di Kecamatan Kertek, Sapuran, Kalikajar, Selomerto,
Watumalang dan Garung, dan
- Tanah Podsolik (35%) terdapat di Kecamatan Selomerto, Leksono dan
Sapuran.
Bentang alam Wonosobo berupa pegunungan dengan ketinggian berkisar
antara 270 meter sampai dengan 2.250 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sulit
menemukan daerah datar di Wonosobo. Hanya 54,4 ha luas wilayah masuk dalam
24
kategori datar. Sebagian besar wilayah mempunyai tingkat kemiringan lebih dari
30% (Tabel 3). Dan beberapa wilayah kabupaten Wonosobo merupakan daerah
yang labil sehingga rawan terjadi tanah longsor.
Tabel 3. Topografi Luas Kemiringan Lahan Kabupaten Wonosobo
URAIAN LUAS (Ha)
Datar ( 3 – 8 % ) 54,4 ha
Bergelombang ( 8 – 15 % ) 24.769,1 ha
Curam ( 15 – 40 % ) 42.173,6 ha
Sangat Curam ( > 40 % ) 31.829,9 ha
Sumber: Wonosobo Dalam Angka 2010
Daerah pegunungan Wonosobo di bagian utara menjadi sumber mata air
yang mengalir beberapa sungai, yaitu Sungai Serayu, Bogowonto, Kali Putih, Kali
Galuh, Kali Semagung, dan Luk Ulo. Sebagian besar sungai ini dimanfaatkan
untuk irigasi pertanian, keperluan rumah tangga, air minum komersial dan sumber
energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Terdapat satu bendungan besar
Mrica (Sudirman) di wilayah Kabupaten Banjarnegara yang berasal dari Sungai
Serayu yang digunakan untuk irigasi dan PLTA. Aliran sungai lainnya digunakan
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Mengacu pada pembagian wilayah pengelolaan sungai, Sub Satuan Wilayah
Sungai (SSWS) di Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut :
SSWS Serayu Hulu mempunyai luas daerah tangkapan 591,34 km2 dengan
panjang sungai 45 km
SSWS Bogowonto seluas 146,10 km2 dengan panjang sungai 26,70 km
SSWS Medono seluas 196,10 km2 dengan panjang sungai 10,25 km
SSWS Luk Ulo seluas 51,27 km2 dengan Sungai Luk Ulo dengan panjang
sungai 7,50 km.
25
d. Kependudukan dan Perekonomian
Kependudukan
Hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun 2009, jumlah penduduk
Kabupaten Wonosobo adalah sebanyak 789.848 jiwa, yang terdiri dari laki-laki
398.933 jiwa dan perempuan 390.915 jiwa dengan rasio jenis kelamin 102,05.
Pertambahan penduduk dari tahun 2008 ke 2009 sebesar 5.622 jiwa berasal dari
mutasi penduduk lahir sebanyak 9.961 jiwa, meninggal sebanyak 3.733 jiwa,
datang 3.983, dan pergi 4.589. Tingkat kelahiran tertinggi sebesar 16,86% terjadi
di Kecamatan Kaliwiro dan tingkat kematian tertinggi sebesar 6,97% terjadi di
Kecamatan Kepil.
Bila dilihat per kecamatan, jumlah penduduk terbesar adalah di Kecamatan
Kertek yaitu sebanyak 77.169 jiwa, disusul Kecamatan Wonosobo sebesar 76.996
jiwa, sedangkan Kecamatan yang jumlah penduduknya paling sedikit adalah
Kecamatan Kalibawang yaitu sebesar 26.029 jiwa. Ditinjau dari pertumbuhan
penduduk selama lima tahun terakhir (2005-2009), Kecamatan Garung mengalami
pertumbuhan penduduk yang paling tinggi sebesar 0,93%, sedangkan
pertumbuhan penduduk terendah di Kecamatan Wonosobo sebesar 0,27%.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Wonosobo tahun 2009 sebesar 802
jiwa per Km2. Bila dilihat per kecamatan, angka kepadatan penduduk cukup
bervariasi. Angka kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di kecamatan
Wonosobo sebesar 2.378 jiwa per Km2 sedangkan yang paling rendah di
Kecamatan Wadaslintang sebesar 433 jiwa per Km2.
Perekonomian
Sektor pertanian memiliki perananan penting dalam perekonomian Kabupaten
Wonosobo. Merujuk pada angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2004-
2006, Sektor Pertanian menyumbang rata-rata per tahun sebesar 48,95%. Nilai
kontribusi bertambah besar jika memasukan sektor industri pengolahan berbasis
pertanian ikut diperhitungkan. Kontribusi masing-masing sektor dalam PDRB
disajikan pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Peranan masing-masing sektor dalam PDRB (%) Kabupatren Wonosobo
Atas Dasar harga Konstan Tahun 2004 - 2006
No Sektor Produk Domestik Regional Bruto (Tahun)
2004 2005 2006 1 Pertanian 48,93 49,04 49,08 2 Pertambangan dan
Penggalian 0,71 0,72 0,72
3 Industri Pengolahan 11,28 11,13 11,08 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,72 0,72 0,72 5 Bangunan 4,04 4,04 4,04 6 Perdagangan, Hotel dan
Restoran 11,60 11,65 11,74
7 Angkutan dan Komunikasi 5,93 5,89 5,86 8 Bank, Persewaan & Jasa
Perusahaan 6,14 6,15 6,12
9 Jasa-jasa 10,66 10,66 10,65 PDRB 100 100 100
Sumber: Wonosobo Dalam Angka 2009
3.2. Kecamatan Kejajar
Kecamatan Kejajar merupakan wilayah Kabupaten Wonosobo yang
seluruhnya berada di Kawasan Dieng. Luas wilayah Kecamatan Kejajar adalah
5.762 hektare yang tebagi dalam 15 desa, yaitu: Buntu, Sigedang, Tambi, Kreo,
Serang, Igirmanak, Surengede, Tieng, Parikesit, Sembungan, Jojogan, Patak
Banteng, Dieng, Sikunang dan Campursari. Desa terbesar adalah Sigedang dengan
luasan 1.081,52 hektar dan desa terkecil adalah Igirmanak 109, 86 hektar.
3.2.1 Penggunaan Lahan
Kecamatan Kejajar berada pada ketinggian antara 1.360 – 2.302 meter dari
permukaan laut. Kecamatan Kejajar memiliki suhu udara yang sejuk dan
cenderung dingin yaitu 14 – 230C. Tanah di kecamatan Kejajar terdiri dari tanah
tegalan, hutan dan perkebunan. Luas tanah tegalan mencapai luasan 3.067,31
hektar, hutan negara terdapat pada semua desa dan mencapai luasan 2.307 hektar
(Tabel 5).
27
Tabel 5 Penggunaan Lahan di Kecamatan Kejajar
No. Lahan Jumlah Prosentase
1 Pekarangan 157,21 2.7%
2 Tegalan 3.066,31 53.2%
3 Kolam 1,67 0.0%
4 Hutan Negara 2.307,20 40.0%
5 Rawa/Telaga 21,00 0.4%
6 Perkebunan 155,85 2.7%
7 Lainnya 52,67 0.9%
Jumlah 5.761,90 100.0%
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Komposisi lahan terbesar berupa tegalan yang dipakai sebagai lahan
budidaya tanaman semusim oleh masyarakat, yang mana bentuk pengusahaan
lahan ini diduga kuat sebagai merupakan salah satu sumber penyumbang erosi
terbesar di DAS Serayu.
3.2.2. Kepemilikan Lahan
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Gambar 5. Kepemilikan Lahan di Kecamatan Kejajar
28
Dari Gambar 5 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata kepemilikan lahan
untuk setiap rumah tangga di Kecamatan Kejajar adalah di bawah 1 Ha.
Keterbatasan lahan ini menyebabkan pengolahan lahan di Kejajar menjadi sangat
intensif, bahkan menurut beberapa sumber yang diwawancara, kondisi seperti ini
yang pada masa lalu akhirnya mendorong masyarakat merambah kawasan hutan
untuk menanam tanaman semusim.
3.2.3. Mata Pencaharian
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kecamatan Kejajar adalah
sebagai petani dengan komoditi yang dibudidayakan meliputi kentang, sawi,
kacang merah, daun bawang, kobis dan jagung. Secara lebih jelas, sebaran
penduduk menurut mata pencahariannya disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7 serta
gambar 3.5 berikut:
Tabel 6. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Kejajar
No. Mata pencaharian Jumlah Prosentase
1 Petani 9.539 48%
2 Buruh Tani 5.095 26%
3 Penambang 144 1%
4 Industri 688 3%
5 Bangunan 854 4%
6 Perdagangan 1.305 7%
7 Transportasi 399 2%
8 PNS/Polri 284 1%
9 Pensiunan 71 0%
10 Lainnya 1.492 8%
Jumlah 19.871 100%
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Tabel 7. Luas Panen dan Produksi Tanaman Sayuran di Kecamatan Kejajar
No Tanaman Luas Panen
(ha)
Produksi
(Ton)
Prosentase
Luas
Prosentase
Produksi
1 Bawang Putih 8 3,7 0.1% 0.0%
2 Kentang 3.920 74.993,3 40.8% 86.7%
3 Sawi 574 1.485 6.0% 1.7%
4 Kacang Merah 811 256 8.4% 0.3%
29
5 Daun Bawang 315 799 3.3% 0.9%
6 Kobis 3.970 8.999 41.4% 10.4%
Jumlah 9.598 86.536 100.0% 100.0%
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Gambar 6. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Kejajar
Melihat dari komposisi mata pencaharian masyarakat di Kecamatan
Kejajar, sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang
mengindikasikan bahwa adanya ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
keberadaan lahan pertanian. Kondisi ini menyebabkan upaya-upaya perbaikan
lingkungan yang sempat diinisiasi oleh pemerintah menjadi terhambat karena
program rehabilitasi tersebut cenderung bertentangan dengan metode pengolahan
lahan yang selama ini dianut oleh masyarakat. Perlu dicoba untuk
mengembangkan alternatif pekerjaan sampingan yang tidak berbasis lahan seperti
pembuatan kerajinan, pariwisata, pengolahan bahan mentah menjadi setengah jadi
dan sebagainya, sehingga fokus mata pencaharian masyarakat tidak hanya dari
pertanian semata.
30
3.2.4 Tingkat Pendidikan
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Kejajar
Desa SD SLTP SMA AKD
/PT
tidak/belum
tamat SD
tidak
sekolah Jumlah
01. Buntu 1.189 124 122 23 183 48 1689
02. Sigedang 1.412 132 59 16 231 72 1922
03. Tambi 1.911 352 202 21 822 186 3494
04. Kreo 699 99 52 8 165 74 1097
05. Serang 1.764 502 236 27 286 152 2967
06. Kejajar 1.289 486 349 37 93 79 2333
07. Igirmranak 257 23 7 0 87 49 423
08. Surengede 1.835 211 56 6 86 147 2341
09. Tieng 1.553 492 253 84 503 164 3049
10. Parikesit 1.017 58 26 7 157 109 1374
11. Sembungan 584 31 14 3 68 56 756
12. Jojogan 588 107 51 7 205 54 1012
13. Patakbanteng 1.286 143 59 11 78 94 1671
14. Dieng 948 211 117 17 74 63 1430
15. Sikunang 832 219 57 7 255 91 1461
16. Campursari 828 37 22 3 631 126 1647
Jumlah 17.992 3227 1682 277 3924 1564 28666
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Berdasarkan komposisi tingkat pendidikan masyarakat Kejajar, terlihat
bahwa hal mendesak lain yang perlu segera ditangani adalah peningkatan
kapasitas masyarakat. Tabel 8 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa sekitar 62%
(17.992) tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Kejajar hanya pada taraf
Sekolah Dasar (SD) saja. Tingginya jumlah masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah cenderung akan mempersulit proses persuasi dalam
mengajak masyarakat agar mau terlibat dalam upaya penyelamatan Dieng,
karena mereka tidak memahami pentingnya upaya tersebut. Diperlukan suatu
upaya peningkatan kesadaran (raising awareness) dan peningkatan kapasitas
(capacity building) yang intensif agar masyarakat di Kecamatan Kejajar dapat
memahami mengenai pentingnya menerapkan usaha tani yang ramah
lingkungan dan tentunya semua sektor yang berkepentingan harus saling
mendukung untuk mencapai tujuan tersebut.
31
Sumber: Tim Kerja Pemulihan Dieng 2011
Gambar 7. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Kejajar
3.2.5. Karakteristik Masyarakat Kejajar
Masyarakat Kejajar merupakan masyarakat agraris, dimana hampir
seluruh penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hanya saja ternyata
belum semua petani memiliki pengetahuan yang cukup memadai di bidang
pertanian itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari sejarah pertanian di Kejajar ketika
mulai booming tanaman kentang tahun 80-an, ternyata hingga saat ini belum ada
perkembangan yang berarti untuk pengelolaan pertanian. Masyarakat petani
sejauh ini hanya mengandalkan penyuluhan-penyuluhan dari agen-agen pabrik
pestisida yang sesungguhnya hanya mempromosikan produknya. Akibatnya
petani tidak mengetahui benar apa saja yang sesungguhnya dibutuhkan oleh
tanaman dan lahan pertaniannya. Mereka hanya berusaha untuk mempertinggi
hasil panen dengan menambah dosis obat atau mengganti obat dengan
kandungan yang lebih kuat. Akibatnya tanaman semakin resisten dan kandungan
bahan kimia dalam tanah semakin tinggi dan merusak struktur tanah (TKPD,
2011).
Beberapa tahun terakhir ini ketika harga kentang semakin turun
sementara harga pupuk dan obat-obatan melambung, keuntungan dari budidaya
tanaman kentang menipis. Hanya saja petani tidak mempunyai alternatif lain
untuk mengefisienkan biaya produksi maupun mengganti tanaman lain yang
punya nilai ekonomis setara dengan kentang.
32
Perhatian utama masyarakat Kejajar selama ini hanya tertuju pada
bidang pertanian, terutama tanaman kentang yang secara ekonomis cukup
menguntungkan sehingga bidang-bidang lain kurang mendapat perhatian.
Pendidikan dan ketrampilan lain belum menjadi kebutuhan karena orientasi
mereka masih pada materi dan sudah terpenuhi dari hasil tanaman kentang.
Maka salah satu dampaknya adalah minimnya pengetahuan masyarakat di
bidang-bidang lain seperti pariwisata sehingga sumber daya manusia untuk
mendukung pengelolaan menuju desa wisata masih belum memadai (TKPD,
2011).
Hutan yang sudah terlanjur gundul di Desa Kejajar belum direhabilitasi
sampai sekarang sehingga erosi terjadi hampir di seluruh kawasan desa yang
topografinya berbukit-bukit sehingga mendorong terjadi pengendapan lumpur di
daerah hilir.
3.3. Kawasan Dieng
Kawasan Dieng dapat dikatakan merupakan tulang punggung sistem
penyangga kehidupan (life support system) Kabupaten Wonosobo. Hampir semua
aktivitas ekonomi bersumber pada kawasan Dieng. Demikian pula potensi
bencana yang ada. Dengan demikian, peran dan fungsi Kawasan Dieng berupa
produktivitas ekonomi maupun jasa lingkungan, dapat terwujud apabila dikelola
secara lestari (Nugroho, 2009).
Meski demikian, tidak semua Kawasan Dieng berada seluruhnya di
Kabupaten Wonosobo. Kawasan seluas 54.974,24 ha secara administratif berada
di wilayah 6 (enam) kabupaten yaitu Kabupaten Banjarnegara, Temanggung,
Wonosobo, Kendal, Batang dan Pekalongan. Letak geografis Kawasan Dieng
adalah antara 7º 7’ 4‖ – 7 º 35’ 2‖ LS dan 109º 59’ 53‖ – 110º 04’ 34‖ BT. Secara
lebih rinci sebaran luasan dari tiap Kabupaten di Kawasan Dieng dapat dilihat
pada Tabel 9
33
Tabel 9. Luas Kawasan Dieng Dirinci Menurut Wilayah Kabupaten dan
Kecamatan
KABUPATEN KECAMATAN LUAS (Ha)
Banjarnegara
Batur 5987.96
Kalibening 1381.66
Pejawaran 2005.41
Wanayasa 2420.32
Banjarnegara Total 11.795, 35
Batang
Bawang 2232.62
Blado 2516.99
Reban 836.72
Batang Total 5.586, 33
Kendal Plantungan 1018.09
Sukorejo 523.27
Kendal Total 1.541.36
Pekalongan
Doro 191.15
Kajen 855.02
Karanganyar 551.49
Lebak Barang 2505.05
Paninggaran 1489.26
Petung Kriono 12182.68
Talun 1011.42
Pekalongan Total 18. 786,07
Temanggung
Candiroto 302.69
Ngadirejo 1315.41
Parakan 1669.07
Tretep 2330.04
Temanggung Total 5.617,21
Wonosobo
Garung 784.49
Kejajar 8031.79
Kertek 1535.3
Mojo Tengah 368.43
Watu Malang 398.17
Watumalang 145.13
34
KABUPATEN KECAMATAN LUAS (Ha)
Wonosobo 384.64
Wonosobo Total 11.647,95
Jumlah 54.974, 27
Sumber: Nugroho, 2009
Keistimewaan kawasan Dieng adalah merupakan hulu dari 8 DAS yang
mengalir ke wilayah selatan dan utara Pulau Jawa. Alirannya mengaliri ribuan ha
sawah dan mencukupi kebutuhan air bagi jutaan penduduk. Kedelapan sungai
tersebut adalah hulu DAS Serayu (seluas 22.921 ha), hulu DAS Progo (seluas
2.672,13 ha), hulu DAS Bodri Ds (seluas 3.646,62 ha), hulu DAS Lampir Ds
(seluas 5.967,56 ha), hulu DAS Sengkarang Ds (seluas 16.857,65 ha), hulu DAS
Comal (seluas 380,48 ha), dan hulu DAS Sragi (seluas 2.526,56 ha). Khusus
untuk Sungai Serayu, kawasan ini menjadi daerah tangkapan air (DTA) waduk
Sudirman yang merupakan investasi besar guna irigasi dan tenaga listrik
(Nugroho, 2009).
Dilihat dari fungsinya, hutan di dalam Kawasan Dieng diperuntukan
kawasan konservasi seluas 53,4 ha, Hutan Produksi Terbatas 26.170,08 ha, Hutan
Produksi 489,89 ha, Hutan Lindung 7.506,34 ha, dan Areal Penggunaan Lain
20.754,56 ha Seluruh hutan di Kawasan Dieng dikelola KPH Kedu Utara yang
berstatus hutan lindung. Luas hutan lindung di kawasan dataran tinggi Dieng yang
dikelola Perum Perhutani seluas 4.292,0 Ha berada di BKPH Wonosobo seluas
3.178,6 Ha dan BKPH Candiroto seluas 1.112,4 Ha, dengan rincian sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 10
35
Tabel 10 Hutan Lindung Kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo
Sumber: Nugroho, 2009
Kawasan Dieng juga merupakan habitat beragam satwa dilindungi yang
sebagian diantaranya terancam punah. Beberapa spesies yang tercatat hidup di
dataran tinggi Dieng antara lain Harimau Tutul (Panthera pardus), mamalia
endemik Jawa seperti Babi Hutan (Sus verrcosus), Owa (Hylobates moloch),
Surili (Presbytis comata), dan Lutung (Trachypithecus auratus), serta 19 species
burung endemik Jawa termasuk diantaranya Elang Jawa (Spizaetus bartelsii). Juga
terdapat tumbuhan spesifik yang hanya hidup di pegunungan Dieng yaitu
Purwoceng (Pimplinea pruacen) yang dikenal sebagai tanaman obat.
Dataran tinggi ini dikenal karena memiliki lansekap alam pegunungan
yang indah dengan warisan budaya berupa tinggalan Siwaistik dari belasan abad
silam. Tinggalan tersebut adalah delapan buah candi, yaitu Candi Arjuna, Semar,
Srikandi, Puntadewa, Sembadra, Dwarawati, Bhima, dan Gatotkaca. Selain itu
masih dijumpai beberapa struktur bangunan yang diduga sebagai tempat tinggal
para biksu, petirtaan, serta saluran air dan jalan kuna.
Warisan budaya di Dataran Tinggi Dieng sudah lama dikelola, baik segi
pelestarian maupun pemanfaatan untuk pariwisata. Namun pengelolaan kawasan
KPH Luas
B.H
ha
1 2 3 4 5 6 7
Kedu Utara
1 Wonosobo Dieng Wonosobo 1 83,7 Hutan Lindung
2 70,9 Hutan Lindung
3 444,7 Hutan Lindung
4 384,7 Hutan Lindung
5 532,3 Hutan Lindung
6 36,9 Hutan Lindung
7 513,1 Hutan Lindung
8 89,9 Hutan Lindung
9 6,7 Hutan Lindung
10 20,7 Hutan Lindung
11 230,0 Hutan Lindung
12 113,2 Hutan Lindung
Sigedang 13 68,4 Hutan Lindung
14 453,9 Hutan Lindung
15 130,5 Hutan Lindung
3.179,6
2 Candiroto Kenjuran Kendal 1 631,9 Hutan Lindung
Temanggung 4 268,8 Hutan Lindung
7 211,7 Hutan Lindung
1.112,4
4.292,0
No RPH Kabupaten Petak Fungsi Hutan Ket.
36
Dieng, baik sebagai situs bersejarah maupun objek wisata, berbenturan dengan
kepentingan lain, misalnya pertanian kentang, Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi (PLTPB), pabrik pengalengan jamur dan carica, serta pemukiman.
Kepadatan penduduk rata-rata Kawasan Dieng mencapai angka 100
jiwa/km² dengan pemilikan lahan yang rendah yaitu rata-rata sebesar 0,1 ha. Desa
yang paling padat jumlah penduduknya adalah desa Dieng, Kecamatan Kejajar
yang mencapai 190 jiwa/km². Kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan tingkat
kepemilikan lahan yang rendah ini menyebabkan terjadinya tekanan terhadap
kawasan lindung dengan adanya proses pengalihan fungsi lahan (kawasan lindung
menjadi lahan budidaya).
Konversi lahan ini menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang parah.
Lahan kritis yang sudah di atas ambang batas toleransi terjadi di mana-mana
akibat pemanfaatan lahan hutan di Pegunungan Dieng secara besar-besaran untuk
tanaman kentang. Saat ini Dieng yang masuk wilayah Banjarnegara, terdapat
4.758 hektare tanaman kentang, sedang di Wonosobo 3.000 hektare lebih. Jadi
sekitar 7.758 hektare lebih lahan di Dieng sudah menjadi tanah kritis. Lahan kritis
itu tetap bisa berproduksi, karena tanaman kentang dipacu dengan pupuk
(kandang/ kimia) dalam dosis besar. Tingkat erosi yang terjadi sudah mencapai
mencapai angka 10,7 mm/tahun atau rata-rata sebesar 161 ton/hektare/ tahun.
3.4. Profil Desa Igirmranak
Berikut akan disampaikan sekilas mengenai kondisi umum desa penelitian
yaitu Desa Igirmranak. Data-data yang disajikan disadur dari data Monografi Desa
Igirmranak tahun 2010 yang diperoleh dari kantor desa setempat.
Pada umumnya masyarakat di Desa Igirmranak tidak jauh berbeda dengan
masyarakat lainnya di Kecamatan Kejajar. Sektor pertanian masih merupakan
sumber utama untuk pendapatan mereka, disamping sektor-sektor lainnya. Luas
desa Igirmranak sekitar 109, 862 ha dengan batas wilayah sebelah Barat dengan
Desa Sureng Gede, sebelah Timur dengan Desa Wates (Kab.Temenggung),
sebelah Selatan dengan Kelurahan Kejajar serta sebelah Utara dengan kawasan
hutan. Desa Igirmranak berada pada ketinggian 1850 mdpl dengan tingkat curah
hujan yang cukup tinggi yaitu 2.246 mm/tahun. Topografi desa cukup beragam,
37
yaitu dari 1.360 mdpl – 2.302 mdpl dan suhu udara sangat sejuk yang berkisar
antara 14o – 23
o C. Jumlah penduduk desa Igirmranak hingga akhir tahun 2011
adalah sebanyak 716 jiwa yang terdiri dari 370 orang laki-laki dan 346
perempuan. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah sebanyak 213 KK.
Jarak desa dari ibukota kabupaten sekitar 21 km dan jarak dari pusat pemerintahan
kecamatan adalah sekitar 4 km. Mayoritas masyarakat di Desa Igirmranak adalah
penganut agama Islam. Infrastruktur yang tersedia di desa ini masih relatif
terbatas dimana hanya terdapat sebuah masjid dan dua buah Sekolah Dasar (SD)
saja. Akses jalan cukup baik, walaupun dibeberapa lokasi ditemukan bahu jalan
rusak akibat longsor yang terjadi.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pertanian sayuran merupakan satu-
satunya usaha pertanian yang dijalankan oleh masyarakat di desa ini. Total luas
lahan yang digunakan untuk pertanian sayur-sayuran adalah 67, 3 ha dengan hasil
total sebanyak 632 ton per tahun. Kondisi perekonomian masyarakat dapat
dikatakan masih rendah mengingat masih banyaknya ditemukan rumah-rumah
yang bersifat semi permanen maupun non permanen. Begitu pun dengan tingkat
pendidikan masyarakat dimana hampir sebagian besar hanya lulusan SD.