II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi susu sapi...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi susu sapi...
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU SEGAR
Susu sapi segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan
bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun
kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (SNI, 1998). Susu
sapi segar juga merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi karena mengandung
zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat,
mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kandungan nilai gizi
yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh
mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang
sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan
benar (Saleh, 2004).
Susu merupakan sumber protein hewani yang mempunyai peranan strategis
dalam kehidupan manusia karena mengandung berbagai komponen gizi yang
lengkap serta kompleks. Penanganan susu diperlukan tidak hanya pada produk
olahannya saja, namun sejak dari proses pemerahan, distribusi, sampai produk
olahannya (Mugen, 1987). Disisi lain, suhu sangat berpengaruh terhadap kecepatan
kerusakan susu segar, sehingga susu segar harus disimpan pada suhu kurang dari 70C
agar tidak cepat rusak selama pengiriman (Husnawati, 2002).
Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh produk susu yang
beraneka ragam, mempunyai kualitas dan kadar gizi yang tinggi; tahan selama
penyimpanan; mempermudah pemasaran dan transportasi; sekaligus meningkatkan
nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya. Proses pengolahan susu terus
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu dibidang teknologi pangan. Dengan
demikian, semakin lama akan semakin banyak jenis produk susu yang dikenal oleh
masyarakat. Hal ini sangat menggembirakan dan merupakan langkah yang sangat
tepat untuk mengimbangi laju permintaan pasar (Saleh, 2004).
4
B. KOMPOSISI SUSU
Unsur-unsur pokok dalam susu adalah air, lemak, protein, laktosa (gula susu),
dan mineral (garam-garam). Susu juga mengandung sejumlah zat-zat seperti pigmen,
enzim, vitamin, fosfolipid (bahan-bahan dengan karakteristik seperti lemak), dan
gas-gas (Bylund, 1995). Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi susu sapi dan
susu kerbau.
Tabel 1. Komposisi Susu Sapi dan Susu Kerbau
Sumber: Bylund (1995)
Nilai pH dari suatu larutan atau produk mewakili tingkat keasaman. Susu
normal merupakan larutan sedikit asam dengan nilai pH berkisar antara 6.5 dan 6.7
dengan nilai pH yang paling umum yaitu 6.6 (Bylund, 1995).
Kasein merupakan gugus nama dari kelas dominan protein dalam susu
(Bylund, 1995). Menurut Buckle et al. (1985), kasein terdiri dari campuran sekurang-
kurangnya tiga komponen protein yang diberi istilah α-kasein, β-kasein, dan γ-
kasein. Masing-masing berjumlah 40-60%, 20-30%, dan 3-7% dari total protein susu.
Komponen α-kasein dikenal sebagai campuran protein dengan fungsi yang berbeda,
terdiri dari αs-kasein yang dapat digumpalkan oleh ion kalsium k-kasein yang tidak
terpengaruh oleh ion kalsium (Hawthorn, 1981). Komponen k-kasein berjumlah 17%
dari total protein susu (Harper dan Hall, 1981). Protein whey terdiri dari laktalbumin
dan laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah sekitar 10% dari total protein susu dan
merupakan unsur kedua terbesar sesudah kasein. Laktalbumin mudah dikoagulasikan
oleh panas.
Laktosa adalah sejenis gula yang hanya ditemukan dalam susu. Laktosa
merupakan gugus komponen kimia organik yang disebut karbohidrat. Kandungan
laktosa dalam susu bervariasi berkisar antara 3.6% dan 5.5% (Bylund, 1995).
Komponen (%) Susu Sapi Susu Kerbau
Karbohidrat 4,80 4,80
Lemak 3,70 7,50
Protein 3,50 4,00
Whey protein 0,70 0,50
Abu 0,70 0,70
Kasein 2,80 3,50
5
Bylund (1995) menambahkan lagi bahwa laktosa dapat dipecah menjadi
glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase dari bakteri asam laktat. Enzim-enzim lain
dalam bakteri asam laktat kemudian merusak glukosa dan galaktosa melalui reaksi
perantara yang rumit di dalam asam laktat. Enzim-enzim tersebut terlibat dalam
reaksi perantara. Reaksi perantara tersebut mengubah laktosa menjadi asam laktat
sehingga mengakibatkan susu menjadi asam.
Lemak susu mengandung trigliserida (komponen dominan), digliserida,
monogliserida, asam lemak, sterol, karotenoid (warna kuning dari lemak), dan
vitamin-vitamin (A, D, E, dan K) (Bylund, 1995). Menurut Buckle et al. (1985),
dalam lemak susu ada sekurang-kurangnya 50 macam asam lemak yang berbeda,
dimana 60-75% bersifar jenuh, 25-30% tidak jenuh dan sekitar 4% asam lemak
polyunsaturated.
Susu mengandung sejumlah mineral-mineral. Total konsentrasinya kurang
dari 1%. Garam-garam mineral terdapat dalam larutan serum susu atau dalam
komponen kasein. Garam-garam yang paling penting adalah kalsium, sodium,
potasium, and magnesium. Garam-garam tersebut terdapat sebagai fosfat, klorida,
asam, dan kaseinat. Garam-garam potassium dan kalsium merupakan garam mineral
yang paling banyak dalam susu normal (Bylund 1995).
C. FERMENTASI SUSU
Fermentasi susu didefinisikan sebagai semua modifikasi yang terjadi pada
sifat kimia atau fisik susu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau enzim
yang dihasilkan. Proses fermentasi pada susu tidak hanya berperan dalam
menghasilkan flavor yang disukai dan tekstur produk, tetapi juga dapat menyebabkan
kerusakan dan degradasi produk. Kultur mikroba dengan sifat-sifat yang diketahui
ditambahkan ke dalam substrat susu atau produk susu dengan tujuan memastikan
berlangsungnya fermentasi yang diinginkan (Frank dan Marth, 1988).
Menurut Webb et al., (1983), fermentasi merupakan proses biologi untuk
mendapatkan energi kimia bagi pertumbuhan mikroorganisme melalui reaksi
oksidatif dengan komponen organik sebagai penerima hidrogen.
Rahman (1992) mengemukakan bahwa mikroba yang memegang peranan
penting dalam proses fermentasi susu adalah golongan bakteri asam laktat, yaitu
beberapa spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus. Peranan bakteri ini terutama
6
adalah memproduksi asam laktat, menghasilkan metabolit yang erat hubungannya
dengan flavor khas untuk produk tertentu. Robinson (1981) menambahkan bahwa
mikroorganisme yang dominan pada susu adalah bakteri asam laktat dari jenis
Streptococcus, Lactobacillus, dan Leuconostoc yang bersifat anaerob.
Platt (1990) mengemukakan empat manfaat yang diperoleh dari fermentasi
susu, yaitu : (1) sebagai pengawet alami, (2) meningkatkan nilai nutrisi, (3)
menimbulkan perubahan rasa dan tekstur yang diinginkan dan (4) meningkatkan
variasi dalam makanan. Pederson, 1971 di dalam Law 1997, menambahkan bahwa
proses fermentasi berlangsung sampai tingkat keasaman yang diinginkan tercapai
dan bervariasi pada tiap strain mikroorganisme, komposisi susu, dan temperatur
fermentasi.
Kosikowski (1982) menggolongkan produk fermentasi susu ke dalam empat
tipe, yaitu : (1) mengandung asam/alkohol, seperti kefir dan koumis, (2) berasam
tinggi, seperti susu asam Bulgarian, (3) berasam sedang, seperti yoghurt dan susu
acidophilus, dan (4) berasam rendah, seperti mentega fermentasi (cultured butter)
dan krim fermentasi (cultured cream). Menurut Hanlin dan Evancho (1992)
fermentasi susu bertujuan agar susu tidak cepat membusuk dan menghasilkan produk
susu dengan karakteristik rasa, aroma, tekstur dan lain-lain yang diinginkan,
disamping itu untuk menghindari atau mencegah hal-hal yang tidak menguntungkan
bagi kesehatan. Kosikowski (1982) menyatakan bahwa rangkaian perubahan pada
fermentasi susu yang secara umum diawali oleh aktivitas bakteri Streptococci dan
Lactobacilli memecah laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan perubahan
pada aroma, rasa, tekstur, dan nilai nutrisi susu.
Proses fermentasi dilakukan hingga pH 4.4-4.5 diikuti dengan terbentuknya
aroma yang khas oleh adanya senyawa-senyawa asam laktat, asam asetat,
asetaldehid, diasetil, dan senyawa-senyawa volatil lainnya. Pada pH asam, protein
susu mengalami koagulasi sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan koagulan yang
makin lama makin banyak (Kuswanto dan Sudarmadji, 1989).
Susu fermentasi yang merupakan salah satu produk olahan susu, diperoleh
melalui proses fermentasi susu oleh mikroorganisme tertentu sehingga dihasilkan
susu asam. Secara tradisional susu yang digunakan bisa berasal dari jenis binatang
7
mamalia yang banyak ditemukan di daerah masing-masing, seperti susu onta, susu
kambing, susu kuda, dan susu kerbau (Sari, 2007).
Komponen susu yang paling berperan selama proses fermentasi adalah
laktosa dan kasein. Laktosa digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon
dan energi, dan sebagai hasil metabolismenya dihasilkan asam laktat yang akan
menurunkan pH susu (Kosikowski, 1982).
Nilai gizi dari susu fermentasi dan minuman asam laktat berdasarkan
kandungan bahan dasarnya (susu), mengalami perubahan selama fermentasi
berlangsung seperti pemecahan karbohidrat, protein, lemak, dan perubahan unsur
lainnya (Yukuchi et al., 1992).
Komposisi produk susu fermentasi tergantung jenis susu dan metabolisme
spesifik dari pertumbuhan mikroorganisme. Komposisi susu fermentasi secara
khusus adalah sebagai berikut ini:
Tabel 2. Komposisi Susu Fermentasi
Komposisi susu fermentasi Nilai
Bahan kering
Protein
Lemak
Laktosa
Asam laktat
Karbohidrat (termasuk buah yang ditambahkan)
pH
Derajat keasaman (oSH)
14–18%
4–6%
0–10%
2–3 %
0.6–1.3%
5–25%
3.8–4.6
40–70
Sumber: Wood (1998)
Menurut Heferich dan Westhoff (1980), setengah dari 5% laktosa yang ada
dalam susu akan digunakan oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya dan sisanya
diubah menjadi asam laktat. Kasein adalah protein utama yang terdapat dalam susu.
Penurunan pH menyebabkan keseimbangan kasein terganggu dan pada titik
isoelektriknya (pH 4.6) kasein akan menggumpal membentuk koagulan sehingga
berbentuk semi padat.
8
D. DADIH
Dadih merupakan makanan spesifik masyarakat daerah Minangkabau
Sumatera Barat yang merupakan hasil fermentasi susu kerbau secara alami yang
melibatkan berbagai macam mikroorganisme. Dadih berwarna putih dan hampir
seperti tahu, bisa dipotong dan dimakan dengan memakai sendok. Sirait (1993)
menyatakan bahwa dadih adalah produk dari susu kerbau yang difermentasikan
secara alami dalam wadah bambu pada suhu kamar selama 24-48 jam. Produk ini
termasuk golongan susu fermentasi seperti yoghurt dan kefir. Tabel 3 menunjukkan
nilai gizi dadih di Kabupaten Agam dan Solok.
Tabel 3. Rataan Zat Gizi Dadih dari Kabupaten Agam dan Solok
Karakteristik Rataan
Agam Solok
Kadar air (%)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
Kadar abu (%)
Total asam tertitrasi (%)
pH
82.40
7.06
8.17
0.91
1.281
4.8
81.79
6.91
7.98
0.92
1.322
4.76
Sumber : Sirait, 1993
Sayuti (1992) menyebutkan bahwa proses pembuatan dadih susu kerbau yang
dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Solok Sumatera Barat, ditemukan secara
tidak sengaja, yaitu berawal dari kebiasaan masyarakat di sana yang mengkonsumsi
susu kerbau dan menyimpannya dalam tempurung kelapa. Setelah dua hari terjadi
penggumpalan susu dan cairan berwarna kehijauan yang memisah. Disebutkan juga
bahwa rata-rata tingkat energi yang berasal dari dadih di Kabupaten Solok
perkeluarga adalah 0.4% dengan kisaran 0-5.5%.
Terjadinya dadih pada prinsipnya adalah proses penggumpalan susu kerbau
yang disebabkan oleh adanya asam-asam yang dihasilkan dari perombakan
karbohidrat dalam susu kerbau oleh mikroba tertentu (Azria, 1986). Sayuti (1992)
menyebutkan bahwa ada tiga hal pokok dalam proses pembuatan dadih, yaitu
persiapan bambu, pemerahan susu, dan proses terjadinya dadih.
9
Pembuatan dadih dapat dimodifikasi dengan menggunakan susu sapi yang
dihomogenisasi dan dipekatkan terlebih dahulu. Pemekatan susu ini dapat dilakukan
dengan menguapkan susu hingga volume 30%, 50%, dan 70% (Azria, 1986).
Menurut Tamine dan Deeth (1979), penguapan susu bertujuan meningkatkan total
padatan yang akan memperbaiki stabilitas dan viskositas dari produk. Sugitha (1998)
juga berhasil membuat dadih dari susu sapi dengan menggunakan rekayasa starter
Streptococcus lactis tanpa menggunakan tabung bambu. Berikut ini adalah proses
pembuatan dadih susu kerbau, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan proses
pembuatan dadih susu sapi ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Dadih Tradisional (Sirait, 1993)
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Dadih Susu Sapi menurut (a) Azria
(1986) dan (b) Sugitha (1998)
Susu sapi murni (200 ml)
Homogenisasi
Penguapan susu (30%, 50%, 70%)
DADIH (a)
Fermentasi
(48 jam, suhu kamar (30oC)
Penuangan ke dalam bambu
(ditutup dengan plastik lalu diikat)
Pendinginan susu hingga suhu
kamar (30oC)
Pemanasan (90oC selama 30 menit)
Susu sapi murni (200 ml)
DADIH (b)
Fermentasi
(48 jam, suhu kamar (30oC)
Inokulasi 3% Starter S. lactis
Susu kerbau
Penuangan ke dalam bambu
(ditutup dengan daun pisang yang sudah
dilayukan di atas api dan diikat)
Fermentasi
(pada suhu ruang
selama 48 jam)
Dadih
10
Menurut Julianto (2000), proses penguapan dalam pembuatan dadih dapat
dilakukan tanpa menggunakan evaporator vacuum, akan tetapi dapat digantikan
dengan pemanasan secara manual. Selanjutnya dijelaskan bahwa tingkat penguapan
terbaik yang digunakan dalam pembuatan dadih adalah tingkat penguapan 50% dari
volume awal susu karena mempunyai kadar air yang paling rendah dibandingkan
dengan penguapan lainnya sehingga diperoleh dadih susu sapi yang mempunyai
penampakan dan karakteristik yang menyerupai dadih susu kerbau.
Proses terjadinya dadih adalah proses fermentasi secara alami. Sirait et al.
(1995) menyebutkan bahwa jenis-jenis bakteri yang terdapat dalam dadih susu
kerbau tradisional yang berasal dari Sumatera Barat terdiri dari kelompok bakteri
Gram positif sebanyak 73.74% dan bakteri Gram negatif sebanyak 26.26%. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menginformasikan bahwa bakteri yang
terkandung di dalam dadih didominasi oleh bakteri Lactobacillus plantarum, juga
ditemukan bakteri Gram positif lainnya, yaitu Lactobacillus brevis, Streptococcus
agalactiae, Bacillus cereus, dan Streptococcus uberis, sedangkan bakteri kelompok
Gram negatif, yaitu Escherichia coli dan Klebsiella sp.
Sugitha (1998) menjelaskan bahwa dadih yang dibuat dari susu kerbau dan
susu sapi yang dipasteurisasi dan difermentasi dengan penambahan starter
Streptococcus lactis sebanyak 3%, dapat meningkatkan daya cerna protein
dibandingkan dengan tanpa starter.
Dadih yang baik adalah yang berwarna putih dengan konsistensi menyerupai
susu asam (yoghurt) dan aroma khas susu asam (Sirait, 1993). Sirait et al., (1995)
menambahkan bahwa hasil analisa nutrisi dadih sangat bervariasi dengan kadar air
82.10%, kadar protein 6.99%, kadar lemak 8.08%, keasaman 130.15oD, dan pH 4.99.
E. BAKTERI ASAM LAKTAT
Bakteri asam laktat ditemukan secara dominan dalam fermentasi spontan dan
memegang peranan penting dalam produk fermentasi. Kemampuannya memproduksi
asam laktat menyebabkan turunnya pH, sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme perusak (Gilliland, 1985).
Menurut Oberman (1985), bakteri asam laktat berperan dalam menghasilkan
beberapa produk makanan. Asam laktat yang terbentuk selama proses fermentasi
memiliki beberapa keuntungan fisiologis, seperti meningkatkan penggunaan kalsium,
11
fospor, dan zat besi, merangsang sekresi cairan lambung, serta sebagai sumber energi
dalam proses respirasi. Disamping itu, asam laktat dalam bentuk terdisosiasi
mempunyai efek bakteriostatik (kadang-kadang bakterisidal) terhadap mikroba
pembentuk spora dan koliform.
Nilai gizi susu fermentasi relatif sama dengan susu yang tidak difermentasi,
namun proses fermentasi membuat zat gizi mudah dicerna. Adanya enzim laktase
(β-galactosidase) pada bakteri asam laktat menurunkan kandungan laktosa dan
mengubahnya menjadi asam laktat sehingga meningkatkan toleransi produk untuk
orang yang mengalami defisiensi laktase (lactose intolerance) (Oberman, 1985).
Bakteri asam laktat yang digunakan dalam fermentasi susu dapat diinokulasi pada
media susu yang berkadar lemak tinggi atau pada susu skim yang berkadar lemak
rendah. Laktosa merupakan karbohidrat utama pada susu dan merupakan disakarida
yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa pada susu tersebut digunakan
sebagai sumber energi dan sumber karbon selama pertumbuhan bakteri (Buckle et
al., 1985). Adanya asam laktat dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas
bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri-bakteri tersebut dapat mengubah gula susu
(laktosa) menjadai asam laktat.
Laktosa + H2O Glukosa + Galaktosa
Yukuchi et al. (1992) menegaskan bahwa aktivitas enzim lipase yang
dihasilkan oleh bakteri asam laktat relatif lebih rendah dan hanya terjadi perubahan
penurunan kadar lemak yang sedikit dibandingkan dengan sebelum fermentasi.
Walaupun perubahan yang terjadi sangat kecil dan kurang berpengaruh terhadap nilai
gizi, tetapi sangat penting sebagai komponen pembentuk flavor dalam fermentasi
susu.
Bakteri-bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat, karbon dioksida,
dan etanol dari heksosa dalam jumlah yang sama disebut sebagai bakteri asam laktat
heterofermentative. Semua anggota dari genera Pediococcus, Streptococcus,
Lactococcus, dan Vagococcus serta beberapa Lactobacilli adalah bakteri asam laktat
homofermentative. Sedangkan bakteri asam laktat heterofermentative terdiri dari
Leuconostoc, Oenococcus, Weissela, Carnobacterium, Lactosphaera, dan beberapa
Lactobacilli (Jay et al., 2005).
laktase
12
Menurut Jay et al. (2005), genus Lactobacillus dibagi menjadi tiga genera,
antara lain: Betabacterium, Streptobacterium, dan Thermobacterium. Semua
Lactobacilli yang bersifat heterolaktat adalah betabacteria. Streptobacteria
(misalnya L. casei dan L. plantarum) memproduksi hingga 1.5% asam laktat dengan
pertumbuhan optimal pada suhu 30oC, sedangkan Thermobacteria (seperti L.
acidophilus dan L. delbrueckii subsp. bulgaricus) dan memproduksi asam laktat
hingga 3% dan tumbuh optimal pada suhu 40oC.
Jay et al. (2005) menambahkan bahwa bakteri asam laktat Thermophili
mempunyai suhu pertumbuhan optimum 40-45oC dan digunakan pada suhu 30-50
oC.
Bakteri asam laktat thermophilus yang sangat penting adalah Streptococcus
salivarius subsp. thermophilus (dikenal sebagai S. thermophilus) dan Lactobacillus
species Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus (dikenal sebagai L. bulgaricus),
Lactobacillus helveticus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis (dikenal sebagai
Lactobacillus lactis). Penggunaan divisi-divisi ini tidak berarti kaku (hanya dibatasi
teknologi proses pada suhu 40-45oC) dan banyak starter instan bakteri asam laktat
thermophilus yang digunakan pada teknologi mesofilik (misalnya S. thermophilus).
Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya
berdasarkan pertumbuhannya pada suhu 45oC dan tidak dapat tumbuh pada suhu
10oC. Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk kokus dengan diameter
0.7-0.9 µm yang kadang-kadang membentuk rantai, termasuk Gram positif,
mereduksi ”litmus milk”, tidak berspora, bersifat thermodurik dan menyukai suasana
mendekati netral dengan pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 6.5 ( Helferich
dan Westhoff, 1980). Tamine dan Robinson (1989), menambahkan bahwa beberapa
strain Streptococcus thermophilus mampu tumbuh pada suhu 50oC dan tahan
terhadap pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit. Bakteri ini tidak toleran
terhadap konsentrasi garam yang lebih dari 6.5%.
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus memfermentasi beberapa gula,
memproduksi D(+) laktat dan asetaldehida dari laktosa dalam susu, dan beberapa
strain bakteri jenis ini memproduksi eksopolisakarida. Pertumbuhan rendah terjadi
pada suhu <10oC, dan kebanyakan strain bakteri ini mampu tumbuh pada suhu 50-
55oC (Hammes dan Vogel, 1995 di dalam Law, 1997).
13
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang,
homofermentatif, Gram positif, dengan kebutuhan nutrisi yang lengkap untuk
pertumbuhannya dan mempunyai suhu pertumbuhan optimal sekitar 45oC (Tamine
dan Robinson, 1999). Bakteri ini tumbuh sangat baik pada pH optimum 5.5 dan
pertumbuhannya berhenti pada pH 3.5-3.8 (Jay, 1978). Menurut Rogosa (1974),
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang atau lonjong,
membentuk koloni dengan diameter 1-3 µm, tidak bergerak (nonmotil), dan
mengkoagulasi susu pada keasaman sekitar 1.6% asam laktat. Menurut Oberman
(1985), jika kedua bakteri asam laktat ditumbuhkan pada suhu sekitar 42oC, maka
pada awal inkubasi Streptococcus thermophilus akan tumbuh lebih dulu, dan akan
memproduksi asam laktat, asam asetat, asetaldehid, dan asam format. Adanya asam
format dan penurunan pH dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus.
Lactobacillus bulgaricus selanjutnya akan memproduksi asam amino, antara lain:
valin, histidin, dan glisin yang dibutuhkan untuk Streptococcus thermophilus.
Menurut Tamime dan Robinson (1989), starter campuran Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus, akan menghasilkan banyak asam
daripada bila hanya menggunakan satu jenis starter. Yoghurt dengan mutu yang baik
dapat dicapai dengan penggunaan kedua bakteri asam laktat tersebut dengan
perbandingan yang tepat. Perbandingan yang baik dalam penggunaan bakteri ini
untuk memproduksi yoghurt adalah 1:1 (Rahman et al., 1992; Overby, 1988).
Teixeira et al. (1994) di dalam Robinson (2002) melaporkan bahwa tingkat
kematian L. delbrueckii subsp. bulgaricus selama proses spray drying dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti yang disebutkan di bawah ini:
� rasio ketahanan hidup logaritmik menurun dengan meningkatnya suhu udara
keluaran.
� energi aktivasi terhitung (Ea) di atas 70oC dan di bawah 70
oC, secara berturut-
turut adalah 33.5 dan 86 kJ/mol.
� hubungan antara entropi dan entalpi aktivasi untuk spray drying dan
pemanasan dalam media cair adalah linear; data untuk pengering berada
dalam dareah entropi negatif.
� suhu penyimpanan dan water activity (Aw) yang tinggi mengurangi tingkat
kemampuan hidup dari sel mikrobial kering.
14
� tingkat kemampuan hidup L. delbrueckii subsp. bulgaricus lebih tinggi
dengan adanya mono-na-glutamat dan asam askorbat selama penyimpanan,
secara berturut-turut yaitu 4oC dan 20
oC.
� sel yang diawetkan sensitif terhadap NaCl, antibiotik, dan lisozim karena
dapat merusak membran sel, DNA, dan dinding sel.
� rasio tidak jenuh: asam lemak jenuh dari membran sel mikroba menurun
setelah spray-drying dan selama penyimpanan dalam kemasan berudara,
indikasi oksidasi lipid (Teixeira et al. (1996) di dalam Robinson (2002)).
Lactobacillus casei tergolong bakteri asam laktat yang bersifat
homofermentatif, gram positif. Lactobacillus casei tumbuh pada kisaran suhu 15-
410C (suhu optimum 37
0C) dan pH di atas 3.5. Lactobacillus casei termasuk dalam
golongan bakteri probiotik yang mampu bertahan dalam lambung dan cairan
empedu, mampu mencapai, dan berkoloni pada selaput lendir usus kecil. Bakteri ini
berkembang dan menghasilkan asam laktat yang berfungsi menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan dan memacu bakteri yang berguna seperti
Bifidobacteria (Widodo, 2003). Menurut Wibowo (1989) Lactobacillus casei mampu
memfermentasi sitrat membentuk diasetil, dan pada susu yang diperkaya dengan
sitrat akan memperbesar pembentukan diasetil sebagai bahan “flavor”.
F. PENGERINGAN SEMPROT
Pengeringan semprot diketahui sebagai proses yang cocok untuk pengeringan
yoghurt karena proses tersebut memberikan persiapan produk yang stabil dan
fungsional. Akan tetapi, dilaporkan bahwa sebagian besar aroma komponen-
komponen dan karakteristik rheological yoghurt hilang selama proses pengeringan.
Diketahui bahwa terjadi perubahan-perubahan kompleks dalam sifat-sifat morfologi
(ukuran, bentuk, dan penampakan) selama proses pengeringan dan bahwa daya
simpan komponen-komponen volatil dan perlindungan terhadap zat-zat yang
berkaitan dengan porositas dan integritas mikrokapsul (Perez Silva et al., 1997 di
dalam Kumar dan Mishra, 2004).
Pengeringan semprot merupakan salah satu alat yang mengubah bentuk
produk dari bentuk cair, bubur, pasta ke bentuk kering berupa tepung, butiran, atau
gumpalan (Master, 1979). Penggunaan pengering semprot mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya akan menghasilkan produk dengan kondisi yang seragam
15
dan proses pengeringan yang lebih cepat (Baclger dan Bonchew, 1988). Keuntungan
lain yang dapat diperoleh adalah produk akan menjadi kering tanpa bersentuhan
dengan permukaan logam panas.
Master (1979) mengatakan bahwa ada empat tahap proses dalam pengeringan
semprot yaitu, (1) penyemprotan bahan melalui alat penyemprot atau atomisasi, (2)
kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air dari
bahan dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya.
Taib et al., (1988) menyatakan bahwa larutan dengan viskositas tinggi yang
akan dikeringkan dilewatkan melalui lubang kecil (nozzle) dan disemprotkan ke
dalam ruang pengering. Penyemprotan bahan dapat dilakukan melalui cairan yang
berputar dengan kecepatan tinggi yang menyebabkan zat cair akan menguap dengan
cepat karena adanya kontak permukaan yang luas dengan udara kering bersuhu
tinggi.
Master (1979) menyatakan bahwa pada tahap pertama yaitu tingkat atomisasi
atau penyemprotan bahan dipengaruhi oleh kecepatan putaran piringan, bentuk
atomiser, kecepatan alir produk, dan sifat produk. Tahap kedua meliputi kontak
antara partikel-partikel bahan dengan udara panas yang terjadi di dalam ruang
pengeringan (drying chamber).
Menurut Kjaergaard (1974), tahap ke tiga merupakan tahap evaporasi.
Evaporasi terjadi karena adanya kontak udara droplet dengan udara pengering
sehingga terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet, yang mengakibatkan
air dalam droplet akan menguap. Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang
bersinggungan dengan udara pengering. Tahap keempat merupakan tahap terakhir,
yaitu tahapan pemisahan produk dari udara kering (Master, 1979).
Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: suhu,
kecepatan volume aliran udara pengering, kelembaban udara, keadaan air awal, dan
tekanan. Produk yang berbeda akan memberikan kondisi optimum pada pengering
semprot yang berbeda pula. Menurut Master (1979), suhu yang sering digunakan
dalam proses pengeringan diantaranya adalah suhu 170-200oC untuk produk susu;
untuk produk kopi dan teh suhu yang umum digunakan adalah 250oC dan untuk
produk buah-buahan digunakan kisaran suhu 135-180oC (Kumalasari, 2001).
16
Robinson (2002) menyatakan bahwa tidak ada bahaya mikrobiologi yang
melekat pada ruang pengering yang melalui tempat keluarnya bubuk. Suhu udara
masuk dipasang pada kisaran 190-250oC dan penyerapan udara sangat efisien dengan
penggunaan filter (penyaringan). Penting bahwa penempatan air inlet (masuknya
udara) berdekatan dari lubang keluaran udara.
Peri dan Pompei (1976) di dalam Kumar dan Mishra (2004) menyatakan
bahwa kondisi proses selama pengeringan semprot yoghurt harus disesuaikan
sedemikian rupa supaya temperatur produk tidak melebihi 80oC dan kadar
kelembapan residu (sisa) yaitu 10%.