II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air...
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bendungan
Menurut Tančev (2005) bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan
laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk
mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Beberapa dam juga memiliki bagian yang
disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.
Bendungan (dam) dan bendung (weir) sebenarnya merupakan struktur yang berbeda. Bendung
(weir) adalah struktur bendungan berkepala rendah (lowhead dam), yang berfungsi untuk menaikkan
muka air, biasanya terdapat di sungai. Air sungai yang permukaannya dinaikkan akan melimpas
melalui puncak/mercu bendung (overflow) dapat digunakan sebagai pengukur kecepatan aliran air di
saluran/sungai. Di negara dengan sungai yang cukup besar dan deras alirannya, serangkaian bendung
dapat dioperasikan membentuk suatu sistem transportasi air.
Bendungan (dam) dapat diklasifikasikan menurut struktur, tujuan atau ketinggian. Berdasarkan
struktur dan bahan yang digunakan, bendungan dapat diklasifikasikan sebagai dam kayu, dam tanah
(embankment dam) atau dam batu/semen (masonry dam), dengan berbagai subtipenya. Tujuan
dibuatnya termasuk menyediakan air untuk irigasi atau penyediaan air di perkotaan, meningkatkan
navigasi, menghasilkan tenaga hidroelektrik, menciptakan tempat rekreasi atau habitat untuk ikan dan
hewan lainnya, pencegahan banjir dan menahan pembuangan dari tempat industri seperti
pertambangan atau pabrik.
2.1.1 Komponen bendungan
Komponen bendungan terdiri dari (Tančev ,2005) :
1. Badan bendungan (body of dams)
Badan bendungan adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan
umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain seperti pintu air atau tanggul
digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air ke dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan
air memberikan listrik yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan untuk menyediakan listrik
bagi jutaan konsumen.
2. Pondasi (foundation)
Pondasi adalah bagian dari bendungan yang berfungsi untuk menjaga kokohnya bendungan.
3. Pintu air (gates)
Pintu air digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran baik yang
terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air adalah :
a. Daun pintu (gate leaf), adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat
digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame), adalah alur dari baja atau besi yang dipasang
masuk ke dalam beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai
dengan yang direncanakan.
4
c. Angker (anchorage), adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk
menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan dari pintu air ke
dalam konstruksi beton.
d. Hoist, adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan ditutup dengan
mudah.
4. Bangunan pelimpah (spill way)
Bangunan Pelimpah (spill way) adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan air
banjir yang masuk ke dalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Bagian-bagian
penting dari bangunan pelimpah :
a. Saluran pengarah dan pengatur aliran (control structures), digunakan untuk mengarahkan dan
mengatur aliran air agar kecepatan alirannya kecil tetapi debit airnya besar.
b. Saluran pengangkut debit air (saluran peluncur, chute, discharge carrier, flood way),
makin tinggi bendungan, makin besar perbedaan antara permukaan air tertinggi di dalam
waduk dengan permukaan air sungai di sebelah hilir bendungan. Apabila kemiringan saluran
pengangkut debit air dibuat kecil, maka ukurannya akan sangat panjang dan berakibat
bangunan menjadi mahal. Oleh karena itu, kemiringannya terpaksa dibuat besar, dengan
sendirinya disesuaikan dengan keadaan topografi setempat.
c. Bangunan peredam energy (energy dissipator), digunakan untuk menghilangkan atau setidak-
tidaknya mengurangi energi air agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan
instalasi lain di sebelah hilir bangunan pelimpah.
5. Kanal (canal)
Kanal (canal) digunakan untuk menampung limpahan air ketika curah hujan tinggi.
6. Reservoir
Reservoir digunakan untuk menampung/menerima limpahan air dari bendungan.
7. Stilling basin
Stilling basin memiliki fungsi yang sama dengan energy dissipater.
8. Katup (kelep, valves)
Katup (kelep, valves) fungsinya sama dengan pintu air biasa, hanya dapat menahan tekanan yang
lebih tinggi (pipa air, pipa pesat dan terowongan tekan). Merupakan alat untuk membuka, mengatur
dan menutup aliran air dengan cara memutar, menggerakkan kea rah melintang atau memenjang di
dalam saluran airnya.
9. Drainage gallery
Drainage gallery digunakan sebagai alat pembangkit listrik pada bendungan.
2.1.2 Fungsi Bendungan
Fungsi bendungan adalah sebagai berikut (Tančev,2005):
1. Pembangkit listrik tenaga air. Banyak negara memiliki sungai dengan aliran air yang memadai,
yang dapat dibendung dan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
2. Untuk Menstabilkan aliran air/irigasi: Bendungan sering digunakan untuk mengontrol dan
menstabilkan aliran air, untuk pertanian tujuan dan irigasi. Mereka dapat membantu menstabilkan
atau mengembalikan tingkat air danau dan laut pedalaman. Mereka menyimpan air untuk minum
dan kebutuhan manusia secara langsung.
5
3. Untuk Pencegahan banjir: Bendungan diciptakan untuk pengendalian banjir.
4. Untuk Reklamasi: Bendungan (sering disebut tanggul-tanggul atau tanggul) digunakan untuk
mencegah masuknya air ke suatu daerah yang seharusnya dapat tenggelam, sehingga para
reklamasi untuk digunakan oleh manusia.
5. Untuk Air pengalihan: Bendungan yang digunakan untuk tujuan hiburan.
2.2 Analisis Kestabilan Bendungan Tipe Urugan (Embankment)
Menurut Pangular (1985) analisis kestabilan bendungan tipe urugan memiliki cara yang sama
dengan analisis kestabilan lereng. Analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, komputasi dan grafik.
Analisis kestabilan lereng dengan cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati
langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan
pengalaman dilapangan. Akan tetapi cara ini dinilai kurang teliti, karena tergantung dari pengalaman
seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan dan dilakukan dengan
memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
Cara komputasi dilakukan dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius, Bishop,
Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung faktor keamanan
lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah
adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi: (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa kasus
pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan
kedalaman, (d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau
terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah. Dalam menghitung besar
faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang
mempunyai bidang gelincir saya yang dapat dihitung.
Cara grafik dilakukan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu,
Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana.
Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan
arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan
strike/dip lapisan batuan.
Menurut Sowers (1975), tipe longsoran terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan kepada posisi
bidang gelincirnya, yaitu longsoran kaki lereng (toe failure), longsoran muka lereng (face failure), dan
longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif
agak curam (>450) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar
(>300). Longsoran muka lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer),
dimana ketinggian lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang
berada di atas lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng
yang tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa
lapisan lunak (soft seams).
6
2.2.1 Metode Fellenius
Ada beberapa metode komputasi untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum
digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939) dalam Baker (1978). Metode ini
banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang
gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).
Perhitungan stabilitas lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa
longsoran menjadi segmen-segmen seperti contoh pada Gambar 1. Dimana Wi adalah berat segmen
tanah (kN/m),li adalah panjang busur lingkaran pada segmen yang dihitung (m), xi adalah jarak
horisontal dari pusat gelincir ke titik segmen (m), dan R adalah jari-jari lingkaran keruntuhan.
Gambar 1. Analisis kestabilan lereng menggunakan metode Fellenius
Untuk tanah kohesif (Ø=0), maka :
(1)
Dimana:
Cu = kuat geser tanah tak terdrainase
Ɵ = sudut antara bidang horizontal dengan garis kerja kohesi
L = panjang total busur gelincir
(2)
ω = sudut busur lingkaran gelincir
Untuk tanah c- Ø, maka:
(3)
Dimana :
C = kuat geser tanah
W = berat segmen tanah
7
Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan
berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri atas beberapa elemen vertikal. Lebar
elemen dapat dambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat
dianggap garis lurus.
Berat total tanah/ batuan pada suatu elemen (W) termasuk beban luar yang bekerja pada
permukaan lereng (Gambar 2a dan 2b) Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada
dasar elemen sehingga pengaruh gaya T dan E yang disamping elemen dapat diabaikan. Faktor
keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dan penyebab longsor. Pada gambar momen
tahanan geser pada bidang longsor adalah :
Mpenahan = R . r
(4)
Dimana :
R = gaya geser
r = jari-jari bidang longsor
Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :
R = S . b = b (c’ + σ tan Φ’) (5)
Dimana :
b = lebar irisan
𝜎 = 𝑊𝑡 .cos 𝛼
𝑏 (6)
Momen penahan yang ada sebesar :
Mpenahan = r (c’b + Wt cos α tan Φ’)
(7)
Komponen tangensial Wt, yang bekerja sebagai penyebab longsoran yang menimbulkan momen
penyebab sebesar:
Mpenyebab = (Wt sin α) . r
(8)
Faktor keamanan dari lereng menjadi :
(9)
8
Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan
bekerja pada dasar elemen yang ada di bawah air tesebut. Dalam hal ini tahanan geser harus
diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga
rumus menjadi:
(10)
Dimana :
u = tegangan air pori di dasar bidang longsoran.
Persamaan di atas dapat dijelaskan dalam Gambar 2 :
(a) (b)
Gambar 2. (a) Model irisan pada lereng. (b) Penguraian gaya – gaya dalam metode Fellenius.
2.2.2 Metode Bishop
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode Swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-
gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran.
Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang
luncur, serta letak rekahan. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak
rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode yang sangat popular dalam analisis
kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil
perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan
metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti metode Spencer atau metode
kesetimbangan batas umum, jarang lebih besar dari 5 %. Metode ini sangat cocok digunakan untuk
pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor
keamanan minimum.
Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya gaya (horisontal dan vertikal) dengan
memperhatikan keseimbangan momen dari masing masing potongan, seperti pada Gambar 3 metode
ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.
9
Gambar 3. Analisis stabilitas lereng menggunakan metode Bishop.
Faktor keamanan dari Metode Bishop :
Dimana:
W = berat segmen tanah
cb = kohesi tanah
Ɵ = sudut antara bidang horisontal dengan garis kerja kohesi
Φ = sudut gesek dalam
β = kemiringan lereng
Cara analisa Bishop (1955) dalam dalam Baker (1978) menggunakan cara elemen dimana gaya
yang bekerja pada tiap elemen ditunjukan pada gambar seperti pada Gambar 4. Persyaratan
keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor keamanan terhadap
longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang
longsor (Stersedia) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).
Gambar 4. Penguraian gaya – gaya dalam metode Bishop.
(11)
10
Dimana :
W = berat tanah dan beban di atasnya yang lain bila ada
N = N’ + ul
N = Gaya normal total
N’ = Gaya normal efektif
ul = Gaya akibat tekanan air pori
u = Tekanan air pori yang bekerja di dasar potongan sebesar W
FK =
1
𝑚 .𝑎 (𝑐 ′ 𝑏 + 𝑊 – 𝜇𝑏 tan Ɵ′)
𝑊 sin 𝛼
(12)
FK = 𝑆𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
𝐵 . 𝑆𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
(13)
Bila kekuatan geser tanah adalah :
Stersedia = c’ + (σ – π) tan Ɵ’
= c’ + σ tan Ɵ’
(14)
maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :
Sperlu = 1
𝐹𝐾 c’ + (σ – π) tan Ɵ’
(15)
Harga m.a dapat ditentukan dari Gambar 5 . Cara penyelesaiannya merupakan coba ulang (trial and
errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan faktor keamanan di atas, dengan
menggunakan Gambar 5 untuk mempercepat perhitungan.
Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop.
Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut
negatif (-) di lereng paling bawah mendekati 300 . Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat
11
dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat
dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.
2.2.3 Metode Janbu
- Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur
lingkaran.
- Bidang longsor pada analisis metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada
massa batuan atau tanah.
- Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah.
Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang
memiliki faktor keamanan terendah.
Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :
Qp = Ap (c . Nc’ + q’ . Nq’)
(16)
Dimana :
c = kohesi tanah (kN/m2)
Nc’, Nq’ = faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu
untuk memudahkan mencari Nc’ dan Nq’ dapat menggunakan grafik pada Gambar 6. Janbu (1945)
dalam Baker (1978) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan
untuk semua bentuk bidang longsor (Gambar 7 dan 8)
Gambar 6. Faktor daya dukung izin dengan sudut geser dalam.
12
Gambar 7. Analisa kemantapan lereng Janbu.
Gambar 8. Sistem gaya pada suatu elemen menurut cara Janbu.
Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti persamaan di
bawah ini:
Ʃ S sin α + N cos α = Ʃ ∆ W, dimana Ʃ ∆ T = 0
(17)
Ʃ ( -S cos α + N sin α ) = -Q dimana Ʃ ∆ E + Q = 0
(18)
Kriteria kemantapan lereng menggunakan rumus yang terakhir. Berdasarkan kriteria keruntuhan
Coloumb, faktor keamanan dapat dikutip dengan rumus :
(19)
Dimana :
α = cos 2 α ( 1 + tan α tan Ɵ/F )
13
Dari kondisi momen keseimbangan diperoleh :
T = -tan α E
EX = 𝐸 𝑛~
Keadaan keseimbangan setiap potongan menghasilkan :
Tx = -tan αt (𝐵 −𝐴
𝐹)𝑛
0
Cara perhitungan :
Pada rumus yang dipakai terdapat besaran t yang tidak diketahui apabila kondisi tegangan tidak
diketahui. Meskipun demikian dengan membuat asumsi kedudukan gaya yang bekerja, harga yang
cukup teliti dari Tx dapat diperoleh dari rumus. Harga To dan Fo dihitung untuk kondisi t = 0 , dari
harga To dapat diperoleh d To/dx dan apabila disubtitusi ke rumus akan diperoleh harga TI dan FI dan
harga seterusnya.
2.3 Gempa Bumi
Menurut Chopra (1995) Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada
permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa. Energi yang
dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran. Gelombang getaran
yang sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.
2.3.1 Penyebab Terjadinya Gempa
Banyak teori yang telah dikemukan mengenai penyebab terjadinya gempa bumi. Sebab-sebab
terjadinya gempa adalah sebagai berikut (Chopra ,1995):
1. Runtuhnya gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun, kenyataannya
keruntuhan yang menyebabkan terjadinya gempa bumi tidak pernah terjadi.
2. Tabrakan meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam
susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran
mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-
kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi
jika massa meteor cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang
sekali terjadi. Kejadian ini sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar.
3. Letusan gunung berapi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa
terjadi sebelum gunung api meletus. Gempa bumi jenis ini disebut gempa vulkanik dan jarang
terjadi bila dibandingkan dengan gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka getaran
dan goncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Sejarah mencatat, di
Indonesia pernah terjadi letusan gunung berapi yang sangat dahsyat pada tahun 1883 yaitu
meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan
goncangan dan bunyi yang terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga
14
menyebabkan adanya gelombang pasang “Tsunami” setinggi 36 meter dilautan dan letusan ini
memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai
menengah, gempa ini umumnya berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.
4. Kegiatan tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup besar berasal dari
kegiatan tektonik. Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan oleh proses pembentukan gunung,
pembentukan patahan, gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan
bagian-bagian benua yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan
lebih dari 5 skala Richter.
Dari berbagai teori yang telah dikemukakan, maka teori lempeng tektonik inilah yang dianggap
paling tepat. Teori ini menyatakan bahwa bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras (lapisan
litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer dan lempemg-lempeng tersebut terus
bergerak dengan kecepatan 8 km per tahun sampai 12 km per tahun. Pergerakan lempengan-
lempengan tektonik ini menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara perlahan-lahan. Gempa
tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut.
Daerah yang paling rawan gempa umumnya berada pada pertemuan lempeng-lempeng tersebut.
Pertemuan dua buah lempeng tektonik akan menyebabkan pergeseran relatif pada batas lempeng
tersebut, yaitu:
1. Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu lempeng mengalah dan dipaksa turun ke
bawah. Peristiwa inilah yang paling banyak menyebabkan gempa bumi.
2. Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng terhadap lempeng yang lain.
3. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal satu lempeng terhadap yang lainnya.
4. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi antara lempeng lautan dan lempeng benua.
2.3.2 Parameter Dasar Gempa Bumi
Beberapa parameter dasar gempa bumi (Chopra,1995), yaitu:
1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam bumi.
2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan
bumi.
3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.
4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempa bumi.
5. Amplification factor, yaitu faktor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan
tanah akibat jenis tanah tertentu.
Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan secara kuantitatif
dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala
Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi
adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan
oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala
Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan
15
melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai
intensitas gempa bumi.
2.3.3 Jenis – jenis gelombang gempa
Gelombang gempa (seismic waves) adalah gelombang-gelombang yang menjalar di bumi,
biasanya dihasilkan oleh gempa tektonik. Walaupun bisa juga gelombang ini muncul karena ledakan
buatan, misalnya akibat percobaan bom nuklir bawah tanah. Secara umum gelombang gempa
dikategorikan menjadi Body Wave dan Survace Wave (Tim pembina olimpiade kebumian
Indonesia,2010).
1. Body Wave
Body Wave adalah gelombang yang merambat di interior bumi. Terdiri atas :
a. P-Wave/Compressional Wave/Gelombang primer, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Gambar 9. Ilustrasi Gelombang P-Wave/Compressional Wave/Gelombang primer
- Gelombang longitudinal (arah gerak partikel searah dengan arah rambatan).
- Kecepatan 330 m/det di udara, 1450 m/det di air, dan sekitar 5000m/det di granit.
- Bisa merambat di segala jenis medium (padat,cair dan gas).
- Relatif paling kecil dampak kerusakaannya dibandingkan dengan S-Wave dan Surface Wave
yang sangat merusak.
- Amplitudo kecil.
b. S-Wave/Shear Wave/Gelombang sekunder, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Gambar 10. Ilustrasi gelombang S-Wave/Shear Wave/Gelombang sekunder.
16
- Gelombang transversal (arah gerak partikel tegak lurus dengan arah rambatan).
- Kecepatan 60% dari P-Wave.
- Hanya bisa merambat di medium padat saja.
- Efek merusak lebih besar dari P-Wave.
- Amplitudo lebih besar dai P-Wave.
2. Surface Wave
Surface Wave adalah gelombang yang merambat di sepanjang permukaan bumi. Terdiri atas:
a. Love Wave
Gambar 11. Ilustrasi Love Wave.
- Gelombang transversal (arah gerak partikel tegak lurus dengan arah rambatan).
- Kecepatan 70% dari S-Wave.
- Paling merusak, terutama di daerah dekat episentrum.
- Getaran yang dirasakan manusia pertama kali.
- Ditemukan oleh A.E.H Love pada 1911.
b. Rayleigh Wave
Gambar 12. Ilustrasi Rayleigh Wave.
- Gerakan eliptik retrograde/ “ground rolling” (tanah memutar ke belakang tapi secara umum
gelombangnya merambat ke depan, analog dengan gelombang laut).
- Sedikit lebih cepat dari Love Wave (90% dari kecepatan S-Wave).
- Ditemukan oleh Lord Rayleigh pada 1885.
17
2.3.4 Pengaruh Gempa terhadap Bangunan
Menurut Agus (2002) gempa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap bangunan
sehingga harus diperhitungkan dengan benar dalam perencanaan struktur tahan gempa dengan tingkat
keamanan yang dapat diterima. Kekuatan dari gerakan tanah akibat gempa bumi pada beberapa tempat
disebut intensitas gempa. Komponen-komponen dari gerakan tanah yang dicatat oleh alat pencatat
gempa accelerograph untuk respons struktur adalah amplitudo, frekuensi, dan durasi. Selama terjadi
gempa terdapat satu atau lebih puncak gerakan. Puncak ini merupakan efek maksimum dari gempa.
Selama terjadi gempa, bangunan mengalami perpindahan vertikal dan horizontal. Gaya gempa
dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur yang umumnya
direncanakan terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu,
struktur jarang runtuh akibat gaya gempa vertikal. Sebaliknya gaya gempa horizontal bekerja pada
titik-titik yang lemah pada struktur yang tidak cukup kuat dan akan menyebabkan keruntuhan. Oleh
karena itu, perancangan struktur tahan gempa adalah meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya
horizontal yang umumnya tidak cukup.
Gerakan permukaan bumi menimbulkan gaya inersia pada struktur bangunan karena adanya
kecenderungn massa bangunan (struktur) untuk mempertahankan dirinya. Besarnya gaya inersia
mendatar (F) tergantung dari massa bangunan (m), percepatan permukaan a dan sifat struktur. Apabila
bangunan dan pondasinya kaku, maka menurut hukum kedua Newton, percepatan yang ditimbulkan
oleh gaya yang bekerja pada benda berbanding lurus dengan besar gayanya dan berbanding terbalik
dengan massa benda. Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah demikian, karena semua struktur
tidaklah benar-benar sebagai massa yang kaku tetapi fleksibel. Suatu bangunan bertingkat banyak
dapat bergetar dengan berbagai bentuk karena gaya gempa yang dapat menyebabkan lantai pada
berbagai tingkat mempunyai percepatan dalam arah yang berbeda-beda.
2.3.5 Tingkat Layanan
Perencanaan struktur atau bangunan yang baik mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan
tingkat keamanan yang memadai, struktur harus dirancang dapat memikul gaya gempa atau gaya
horizontal. Struktur harus mempunyai tingkat layanan akibat gaya gempa yang terdiri dari
(Agus,2002):
1. Serviceability
Serviceability diperhitungkan jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam
waktu ulang yang besar mengenai suatu struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan
seperti aktivitas normal di dalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Dengan kata lain, tidak
dibenarkan terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun elemen non-struktur
yng ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan kontrol dan batas simpangan (drift) yang terjadi
semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya
gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berperilaku elastik.
2. Kontrol kerusakan (damage control)
Kontrol kerusakan dilakukan jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan
umur rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan tanpa terjadi
kerusakan pada komponen struktur ataupun non-struktur, dan diharapkan struktur masih dalam batas
elastis.
18
3. Survival
Survival yang dimaksud adalah jika terjadi gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur rencana
bangunan membebani suatu struktur, maka struktur tersebut direncanakan untuk dapat bertahan dengan
tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan
batas ini adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia.
2.3.6 Sifat Struktur
Sifat dari struktur yang menjadi syarat utama perencanaan bangunan tahan gempa adalah sebagai
berikut (Agus,2002):
1. Kekuatan (strength)
Kekuatan dapat kita artikan sebagai ketahanan dari struktur atau komponen struktur atau bahan
yang digunakan terhadap beban yang membebaninya. Perencanaan kekuatan suatu struktur tergantung
pada maksud dan kegunaan struktur tersebut.
2. Daktilitas (ductility)
Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara
berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya
pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
3. Kekakuan (stiffness)
Deformasi akibat gaya lateral perlu dihitung dan dikontrol. Perhitungan yang dilakukan
berhubungan dengan sifat kekakuan. Deformasi pada struktur dipengaruhi oleh besar beban yang
bekerja. Hubungan ini merupakan prinsip dasar dari mekanika struktur, yaitu sifat geometri dan
modulus elastisitas bahan. Kekakuan mempengaruhi besarnya simpangan pada saat terjadi gempa.
Simpangan (drift) dapat diartikan sebagai perpindahan lateral relatif antara dua tingkat bangunan yang
berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan. Simpangan lateral
dari suatu sistem struktur akibat beban gempa perlu ditinjau untuk menjamin kestabilan struktur,
keutuhan secara arsitektural, potensi kerusakan komponen non-struktur, dan kenyamanan penghuni
gedung pada saat terjadi gempa. Selain itu, besarnya simpangan dibatasi untuk mengurangi efek P-
delta. Besarnya simpangan yang diperbolehkan diatur dalam peraturan perencanaan bangunan.
2.3.7 Metode Analisis Gaya Gempa
Metode analisis gempa yang digunakan untuk merencanakan bangunan tahan gempa dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu analisis statik dan analisis dinamik (Chopra,1995). Dalam
menganalisis perilaku struktur yang mengalami gaya gempa, semakin teliti analisis dilakukan,
perencanaannya semakin ekonomis dan dapat diandalkan. Untuk bangunan satu tingkat dapat
direncanakan hanya dengan menetapkan besarnya beban lateral yang dapat ditahan elemen struktur
dan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam peraturan.
Untuk bangunan berukuran sedang, prosedur analisis dapat dilakukan dengan metode analisis
statik sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan. Untuk bangunan yang besar dan
mempunyai nilai kepentingan yang besar harus menggunakan metode analisis dinamik. Selain itu,
analisis dinamik juga harus dilkakukan untuk struktur yang mempunyai kekakuan atau massa yang
berbeda-beda tiap tingkatnya.
19
Pemilihan metode analisis antara analisis statik dan dinamik umumnya ditentukan dalam
peraturan perencanan yang berlaku. Pemilihan metode analisis tergantung pada bangunan tersebut
apakah termasuk struktur gedung beraturan atau tidak beraturan. Jika suatu bangunan termasuk
struktur bangunan beraturan yang didefinisikan dalam peraturan perencanan, maka analisis gempa
dilakukan dengan analisis statik. Sebaliknya, jika suatu struktur termasuk struktur bangunan tidak
beraturan, maka analisis gempa dilakukan dengan cara dinamik.
2.3.7.1 Analisis Statik
Analisis statik dapat kita bagi menjadi dua jenis yaitu (Chopra,1995):
1. Analisis statik linear
Analisis statik nonlinear dapat digunakan untuk berbagai tujuan, di antaranya yaitu untuk
menganalisis struktur yang mempunyai material dan geometri yang tidak linear, untuk membentuk
kekakuan P-delta setelah analisis linear, untuk memeriksa konstruksi dengan perilaku material yang
bergantung pada waktu, untuk melakukan analisis beban dorong statik dan lain-lain. Analisa beban
dorong statik merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu terhadap
gempa.
2. Analisis statik nonlinear
Analisis statik nonlinear secara langsung menghitung redistribusi gaya-gaya dan deformasi yang
terjadi pada struktur ketika mengalami respons inelastis. Oleh karena itu, analisis statik nonlinear lebih
akurat daripada analisis statik linear. Namun, analisis statik nonlinear tidak dapat digunakan untuk
menganalisis respons struktur bangunan tinggi yang fleksibel. Untuk itu, prosedur analisis dinamik
nonlinear harus dilakukan untuk bangunan tinggi atau bangunan dengan ketidakteraturan dalam arah
vertikal yang cukup besar.
2.3.7.2 Analisis Dinamik
Menurut Chopra (1995) gaya lateral yang bekerja pada struktur selama terjadi gempa tidak dapat
dievaluasi secara akurat oleh metode analisis statik. Analisis dinamik dipakai untuk memperoleh hasil
evaluasi yang lebih akurat dari gaya gempa dan perilaku struktur. Struktur yang didesain secara statik
dapat ditentukan apakah struktur tersebut cukup aman berdasarkan hasil responsnya dengan analisis
dinamik. Jika dari hasil respons tersebut struktur dinyatakan tidak aman, desain struktur tersebut harus
dimodifikasi agar memenuhi syarat struktur tahan gempa. Proses perencanaan bangunan tahan gempa
dapat dilihat pada Gambar 13. Analisis dinamik dapat kita bagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Analisis dinamik linear
Respons elastis dari suatu struktur akibat gaya gempa dapat ditentukan dengan analisis model.
Riwayat waktu dari respons tiap ragam karakteristik harus diperoleh terlebih dahulu dan kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh respons riwayat waktu dari kumpulan massa dengan sistem “n” derajat
kebebasan. Prosedur ini dinamakan analisis riwayat waktu. Analisis respons dinamik riwayat waktu
linear adalah suatu cara analisis untuk menentukan riwayat respons dinamik struktur gedung 3 dimensi
yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan tanah akibat gempa rencana pada taraf pembebanan
gempa nominal sebagai data masukan dimana respons dinamik dalam setiap interval waktu dihitung
dengan metode integrasi langsung atau dapat juga melalui metode analisis ragam.
20
Analisis riwayat waktu tidak selamanya diperlukan karena sering kali hanya nilai maksimum
respons yang diperlukan untuk perencanaan gempa. Dalam hal ini, nilai maksimum dari respons tiap
ragam diperoleh dari desain spektra dan ditambahkan untuk menentukan respons maksimum dari
keseluruhan sistem. Prosedur ini dinamakan analisis ragam spektrum respons. Analisis ragam
spektrum respons adalah suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung
beraturan 3 dimensi yang berperilaku secara elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa dimana
respons dinamik total struktur gedung tersebut didapat sebagai hasil superposisi dari respons dinamik
maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spectrum respons gempa rencana. Namun,
metode ini tidak dapat digunakan jika ada ragam dimana periode getaran translasional atau torsional
mendekati nilai periode alami. Dalam hal ini, harus digunakan integrasi langsung dari persaman
geraknya.
2. Analisis dinamik nonlinear
Gaya gempa rencana, gaya dalam, dan perpindahan (displacement) dari sistem yang
menggunakan prosedur analisis dinamik nonlinear ditentukan dengan analisis respons dinamik
inelastis. Dengan analisis dinamik nonlinear, displacement yang direncanakan tidak ditentukan dengan
target displacement tetapi ditentukan secara langsung melalui analisis dinamik dengan riwayat gerakan
tanah (ground-motion histories). Analisis ini sangat dipengaruhi oleh terhadap asumsi dalam
pemodelan dan gerakan tanah yang mewakilinya.
Analisis dinamik nonlinear mempunyai dasar-dasar, pendekatan dalam pemodelan, dan kriteria-
kriteria yang hampir sama dengan prosedur untuk analisis statik nonlinear. Perbedaan utamanya yaitu
perhitungan respons untuk analisis dinamik nonlinear ini menggunakan analisis riwayat waktu.
Analisis respons dinamik riwayat waktu nonlinear adalah suatu cara analisis untuk menentukan
riwayat waktu respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh (linear)
maupun elastoplastis (nonlinear) terhadap gerakan tanah akibat gempa rencana sebagai data masukan
dimana respons dinamik dalam setiap interval waktu dihitung dengan metode integrasi langsung.
Gambar 13. Proses perencanaan bangunan tahan gempa.
21
2.4 Geo Studio 2007
Geo Studio Office adalah sebuah paket aplikasi untuk pemodelan geoteknik dan geo lingkungan.
Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W,QUAKE/W,TEMP/W, dan CTRAN/W yang
sifatnya terintegrasi sehingga memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk ke produk
yang lain. Fitur ini cukup unik dan memberikan fleksibilitas untuk digunakan dalam menyeselasikan
berbagai macam permasalahan geo teknik dan geo lingkungan.
SLOPE/W merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan tanah dan
kemiringan batuan. Dengan SLOPE/W dapat dilakukan analisis masalah baik secara sederhana maupun
kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai
permukaan yang miring, kondisi tekan pori air, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. Selain itu dapat
juga digunakan elemen tekan pori air yang terbatas, tegangan statis atau tegangan dinamik pada
analisis kestabilan lereng serta dapat juga dikombinasikan dengan analisis probabilistik.
SEEP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis rembesan air tanah,
masalah kelebihan disipasi tekanan pori air. Dengan SEEP/W dapat dipertimbangkan analisis mulai
dari masalah tingkat kejenuhan yang tetap sampai yang tidak jenuh tergantung dari masalah itu terjadi.
SIGMA/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis tekanan geoteknik dan
masalah masalah deformasi. Dengan SIGMA/W dapat dipertimbangkan analisis mulai dari masalah
deformasi sederhana hingga masalah tekanan efektif lanjutan secara bertahap dengan menggunakan
model konstitutif tanah seperti linear-elastis, anisotropik linier-elastik, nonlinier-elastis (hiperbolik),
elastis-plastik atau Cam-clay.
QUAKE/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis gerakan dinamis dari
struktur bumi hingga menyebabkan gempa bumi. QUAKE/W sangat cocok sekali untuk menganalisis
perilaku dinamis dari bendungan timbunan tanah, tanah dan kemiringan batuan, daerah di sekitar tanah
horizontal dengan potensi tekanan pori-air yang berlebih akibat gempa bumi.
TEMP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis masalah panas bumi.
Software ini dapat menganalisis masalah konduksi tingkat panas yang tetap. Pengguna dapat
mengontrol tingkat di mana panas diserap atau dibebaskan selama fase perubahan. Kondisi batas
termal dapat ditentukan dari memasukan data iklim dan kondisi batas disediakan untuk thermosyphons
dan pipa pembekuan.
CTRAN/W adalah salah satu software yang dalam penggunaannya berhubungan dengan SEEP/W
untuk pemodelan transformasi kontaminasi. CTRAN/W dapat menganalisa masalah yang sederhana
seperti pergerakan partikel dalam gerakan air atau serumit menganalisis proses yang melibatkan difusi,
dispersi, adsorpsi, peluruhan radioaktif dan perbedaan massa jenis.
VADOSE/W adalah salah satu software yang berhubungan dengan lingkungan, permukaan tanah,
zona vadose dan daerah air tanah lokal. Software ini dapat menganalisa masalah batas fluks seperti:
1. Rancangan dan memonitor performa satu atau lebih lapisan yang menutupi
tambang dan fasilitas limbah rumah.
2. Menentukan iklim yang mengontrol distribusi tekanan pori-air pada lereng untuk digunakan
dalam analisis stabilitas
3. Menentukan infiltrasi, evaporasi dn transpirasi dari proyek-proyek pertanian atau irigasi
22
2.5 Structure Analysis Program (SAP) 2000
Program SAP2000 merupakan pengembangan program SAP yang dibuat oleh Prof. Edward L.
Wilson dari University of California at Berkeley,US sekitar tahun 1970. Untuk melayani keperluan
komersial dari program SAP, pada tahun 1975 dibentuk perusahaan Computer & Structure, Inc.
dipimpin oleh Ashraf Habirullah, di mana perusahaan tersebut sampai saat ini masih tetap eksis dan
berkembang.
Sebagai program komputer analisa struktur yang dikembangkan cukup lama dari lingkungan
universitas di mana source code pada awal mulanya dapat dipelajari, program SAP menjadi cikal bakal
program-program analisa struktur lain di dunia. Dengan reputasi lebih dari 30 tahun, program SAP
dikenal secara luas dalam komunitas rekayasa, khususnya di bidang teknik sipil.
Dalam bukunya yang berjudul “SAP-A General Structural Analysis Program” dijelaskan bahwa
program SAP mula-mula dikembangkan dalam versi main-frame. Sekitar tahun 1980 dibuat versi PC-
nya, yaitu SAP80, dan tahun 1990 dengan versi SAP90, semuanya dalam sistem operasi DOS. Ciri-ciri
keduanya adalah menggunakan file sebagai cara untuk memasukan input data dalam
mengoperasikannya. Ketika PC beralih dari sistem operasi DOS (teks) ke sistem operasi windows
(grafis), versi SAP2000 dikeluarkan. Saat ini, versi SAP2000 terakhir adalah v 15.0 Versi ini cukup
canggih, karena dapat digunakan untuk melakukan analisa non-linear (deformasi besar, gap/kontak),
jkabel, beban ledak, tahapan konstruksi, dan sebagainya.
2.6 Peraturan Kegempaan
Peraturan mengenai kegempaan yang masih digunakan saat ini sebagai standar yang dijadikan
acuan untuk perencanaan bangunan tahan gempa yaitu SNI 1726 2002 dan rancangan SNI 1726 2010
untuk periode ulang 500 tahun. Selain mengacu pada kedua standar tersebut, untuk analisis bendungan
tipe urugan ini digunakan juga pedoman konstruksi dan bangunan yang dikeluarkan oleh Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban
gempa (Pd T-14-2004-A) untuk periode ulang 50 dan 100 tahun.