II. TINJAUAN PUSTAKA A. Temu lawakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5602/3/BAB II.pdf · Pati...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Temu lawakeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5602/3/BAB II.pdf · Pati...
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Temu lawak
Temu lawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) adalah salah satu tumbuhan obat
keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional di Indonesia (Sidik et al. 1992; Prana 2008). Kasiat temu lawak
sebagai upaya pemelihara kesehatan, disamping sebagai upaya peningkatan
kesehatan atau pengobatan penyakit. Temu lawak sebagai obat atau bahan obat
tradisional akan menjadi tumpuan harapan bagi pengembangan obat tradisional
Indonesia sebagai sediaan fitoterapi yang kegunaan dan keamanan dapat
dipertanggungjawabkan (Sidik et al. 1992).
Menurut (Rosengarten, 1973) klasifikasi temu lawak yaitu:
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatopchyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb
Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia, termasuk tanaman tahunan
yang tumbuh merumpun dengan batang semu dan habitatnya dapat mencapai
ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas beberapa anakan dan
tiap anakan memiliki 2-9 helai daun. Daun tanaman temulawak bentuknya panjang
5
dan agak lebar. Panjang daunnya sekitar 50-55 cm dan lebar ± 18 cm. warna bunga
umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning tua dan pangkal bunganya
berwarna ungu. Tanaman temu lawak menghasilkan rimpang temu lawak yang
bentuknya bulat seperti telur dengan warna kulit rimpang sewaktu masih muda
maupun tua adalah kuning kotor. Warna daging rimpang adalah kuning dengan cita
rasa pahit, berbau tajam dan keharumannya sedang. Untuk sistem perakaran
tanaman temu lawak termasuk tanaman yang berakar serabut dengan panjang akar
sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Rukmana, 1995).
Gambar 1. Rimpang Temu lawak
Rimpang temu lawak (daging buah) mempunyai kandungan senyawa kimia
yang bermanfaat untuk pengobatan. Komponen utama yang terkandung dalam
rimpang temu lawak yaitu 48-59,64% zat tepung, 1,6-2,2% kurkumin dan 1,48-
1,63% minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta
antiinflamasi (Anonima, 2004 dalam Istafid 2006). Berikut tabel komposisi gizi
temulawak menurut Said, 2007 kandungan rimpang temu lawak kering disajikan
pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komposisi gizi temu lawak kering
Kandungan Nilai (%)
Air 13,98
Minyak Atsiri 3,81
Pati 41,45
Serat 12,62
Abu 4,62
Abu tak larut asam 0,56
Sari dalam alcohol 9,48
Sari dalam air 10,90
Kurkumin 2,29
Sumber: Said, 2007.
Manfaat rimpang temu lawak telah digunakan secara luas dalam rumah tangga
dan industri. Penggunaan rimpang temu lawak dalam bidang industri antara lain
industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Peningkatan
penggunaan temu lawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik pengolahan
yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh
teknik ekstraksi, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, konsentrasi pelarut,
nisbah bahan dengan pelarut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan
pengeringan (Bombaderlli, 1991; Wijesekera, 1991 dalam Sembiring et al., 2006).
Kandungan kimia rimpang temu lawak yang dapat dimanfaatkan dalam
bidang industri makanan, minuman maupun farmasi adalah pati, kurkuminoid dan
minyak atsiri. Fraksi pati merupakan komponen terbesar dalam rimpang temu
lawak. Pati berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena mengandung
sedikit kurkuminoid serta memiliki sifat mudah dicerna sehingga dapat digunakan
sebagai bahan campuran makanan bayi maupun untuk pengental sirup.
Pencampuran pati temu lawak dengan pati serelia dalam pembuatan roti dapat
mengurangi sifat basi dari produk yang dihasilkan (Herman, 1985 dalam Sembiring
7
et al., 2006). Berikut tabel komposisi kandungan kimia pada rimpang temu lawak
dan khasiat untuk kesehatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kandungan kimia temu lawak dan manfaatnya
No. Kandungan Kimia Khasiat untuk Kesehatan
1. Zat tepung Meningkatkan kerja ginjal, acnevulgaris,
antiinflamasi (antiradang), antihepatotoksik
(antikeracunan empedu), antikolestrol,
anemia, antioksidan, antikanker,
antimikroba, sakit limpa, asma, produksi
ASI, meningkatkan nafsu makan, obat
jerawat, sakitpinggang, sakit kepala, sakit
cangkrang, cacar air, sariawan, asma, sakit
perut waktu haid.
2. Kurkumin
3. Minyak asiri
4. Kurkuminoid
5. Fellandrean
6. Turmerol
7. Kamfer
8. Glukosida
9. Foluymetik
10. Karbinol
(Sumber : Anonimb, 2002 dalam Istafid 2006).
Temulawak juga mampu menghambat pembelahan sel-sel tumor dan
pembentukan jaringan kista di paruparu dan jaringan perut, serta memiliki aktivitas
antiproliferasi terhadap sel kanker payudara MCF-7. Selain xantorrhizol, terdapat
senyawa lain dari temulawak yaitu á-kurkumen, ar-turmeron, dan α-atlanton.
Kurkumin dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (Choi et al. 2004). Selain itu
menurut Yasni et al. (1994), α-kurkumene merupakan salah satu komponen aktif
yang dapat menurunkan trigliserida. Kurkumin berwarna kuning, dengan bau yang
karakteristik, rasa yang tajam, bersifat antiseptik, dan dapat digunakan sebagai
pewarna alami pada bahan pangan (Liang et al. 1985 dalam Yunilas dan Sinaga
2005).
Menurut Ruslay et al. (2007), komponen aktif temu lawak sebagai fraksi
antiokasidan yaitu bisdemethoxycurcumin, demethoxycurcumin, dan curcumin.
Kurkumin memiliki aktivitas biologi yang tinggi dan berpotensi sebagai
antioksidan (Jayaprakarsha et al. 2005) karena adanya atom H dari senyawa fenolik
8
(Priyadarsii et al. 2003). Kurkumin juga bermanfaat sebagai zat anti-inflamasi
(antiradang) (Setiawan, 2011) dan memiliki aktivitas hipokolesterolemik (Fujiwara
et al. 2008). Dari beberapa tumbuhan Curcuma tersebut dilaporkan beberapa
spesies yang telah diteliti mengandung senyawa fenol turunan diarilheptanoid dan
kurkuminoid dan senyawa seskuiterpen. Beberapa senyawa kurkuminoid yang
telah ditemukan pada C. domestica dan C. longa antara lain kurkumin (1),
demetoksikurkumin (2), bis(4hidroksisinamoil)-metan (3), dihidrokurkumin (4),
1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,4,6 heptatrien-3-on (5), 1-hidroksi-1,7-bis (4 -
hidroksi-3-metoksifenil)-6-hepten-3,5-dion (6), 1,7bis(4-hidroksifenil)-1-hepten-
3,5-dion (7), 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on (8), dan calebin A (9).
Gambar 2. Jenis senyawa kurkumioid pada C. domestica dan C. Longa
Sumber: Park (2002).
9
Selain senyawa kurkuminoid, dari C. domestica juga ditemukan senyawa
seskuiterpen keton jenis bisabolen, seperti α-tumeron (10), β-tumeron (11), kurlon
(12),4-hidroksibisabola2,10-dien-4-on (13), dan bisakuron (14).
Gambar 3. Jenis senyawa seskuiterpen keton jenis bisabolen pada C.
domestica
Sumber: Matsuo (1992).
Senyawa kurkuminoid dan seskuiterpen keton jenis bisabolen pada C.
domestika dan C. longa juga di temukan pada C. xanthorrhiza Roxb. dengan fraksi
kurkumin sebesar 1,6-2,2% pada rimpang segar temu lawak (Anonima, 2004 dalam
Istafid 2006) dan temu lawak kering sebesar 2,29% (Said, 2007). Selain kurkumin,
senyawa fenol berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan
radikal bebas dan radikal peroksida dehingga dapat mencegah penyakit kanker
(Kelloff et al. 2000). Senyawa fenol bisa berfungsi sebagai antioksidan karena
kemampuannya meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga
efektif dalam menghambat oksidasi lipida (Kinsella et al, 1993).
Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatic dengan satu
atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol pada bahan makanan dapat
10
dikelompokkan menjadi fenol sederhana dan asam folat (P-kresol, 3-etil fenol, 3,4-
dietil fenol, hidroksiquinon, vanilin dan asam galat), turunan asam hidroksi sinamat
(p-kumarat, kafeat, asam fenolat dan asam kloregenat) dan flavonoid (katekin,
proantosianin, antisianidin, flavon, flavonol dan glikosidanya. Fenol juga dapat
menghambat okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal
bebas. Senyawa fenol (AH) jika berdiri sendiri tidak aktif sebagai antioksidan,
substitusi grup alkil pada posisi 2, 4 dan 6 dapat meningkatkan densitas elektron
gugus hidroksil, sehingga meningkatkan keaktifannya terhadap radikal lipid.
Reaksi fenol dengan radikal lipid membentuk radikal fenoksil (A-) yang dapat
terokidasi lebih lanjut menghasilkan reaksi radikal bebas sebagai berikut,
AH + ROO- A- + ROOH
AH + RO- A- + ROH
A- + O2 AOO-
AOO- + RH AOOH + R-
A- + RH AH + R- (Widiyanti, 2006)
Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat anti mikroba adalah
fenol dan senyawa fenoli, alkohol, logam berat dan senyawanya, zat warna dan
deterjen, senyawa ammonium khemosterilan. Kurkumin adalah suatu
persenyawaan fenolitik maka makanisme kerjanya sebagai anti mikroba mirip
dengan sifat persenyawaan fenol lainnya (Pelezer et al, 1997). Temulawak juga
mengandung senyawa fitokimia yang memiliki efek yang baik bagi kesehatan,
antara lain alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, dan triterpenoid (Subagja, 2014).
11
B. Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas,
dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas
(Anonimc, 2008).
Antioksidan bekerja dengan cara menghentikan pembentukan radikal bebas,
menetralisir serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah terjadi
(Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai
upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak,
memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa
pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang
terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi.
Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam
kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan
tidak hanya digunakan dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet
dan sebagainya (Tahir et al, 2003).
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua macam, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetis (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Antioksidan alami dapat diperoleh dari ekstrak bagian tanaman rempah-rempah
atau tanaman obat-obatan seperti akar, batang, daun, bunga dan biji. Senyawa yang
berperan senyawa antioksidan di dalam ekstrak adalah fenol, amina aromatik,
vitamin C, tokoferol, vitamin E, flavonoid dan lain sebagainya (Sukardi, 2003).
12
Sedangkan antioksidan sintetis merupakan antioksidan buatan yang memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Contoh antioksidan sintetis adalah
butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), ester dari asam galat,
misalnya gallate propil (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu
sebagai berikut:
a. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya
radikal bebas baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum
sampai bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat
terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting
karena dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan
radikal bebas. Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-
mineral seperi mangan, seng, tembaga, dan selenium yang harus
terdapat dalam makanan dan minuman.
b. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap radikal bebas serta
mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan
yang lebih besar. Contoh yang popular dari antioksidan sekunder adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-
buahan.
c. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang
termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin
13
sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel.
Enzim tersebut bermanfaat untuk memperbaiki DNA pada penderita
kanker.
d. Oxygen Scavanger yang mengikat oksigen sehingga tidak mendukung
reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau Sequesstrants mengikat logam yang mampu
mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino
(Kumalaningsih, 2006).
Dalam uji DPPH, kemampuan scavenging terhadap DPPH dilakukan
dengan mengamati penurunan absorbansi pada 515-517 nm. Penurunan absorbansi
terjadi karena penambahan elektron dari senyawa antioksidan pada elektron yang
tidak berpasangan pada gugus nitrogen dalam struktur senyawa DPPH. Larutan
DPPH berwarna ungu. Intensitas warna ungu akan menurun ketika radikal DPPH
tersebut berikatan dengan hidrogen. Semakin kuat aktivitas antioksidan sampel
maka akan semakin besar penurunan intensitas warna ungunya (Osawa, 1981).
Mekanisme reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan
adalah DPPH• + AH• → DPPH-H + A. Reaksi yang cepat dari radikal DPPH terjadi
dengan beberapa fenol, misalnya α-tokoferol, tetapi reaksi sekunder lambat
menyebabkan penurunan absorbansi yang progresif, sehingga keadaan steady state
tidak akan dicapai untuk beberapa jam (Pokorny, 2001).
Kurkumin yang terdapat dalam temulawak juga adalah antioksidan alam
yang lain dimana aktifitasnya leih besar dibanding dengan α tokoferol jika diuji
dalam minyak (Wahyudi, 2006). Kurkumin merupakan molekul dengan kadar
14
polifenol yang rendah namun memiliki aktivitas biologi yang tinggi antara lain
potensi sebagai antioksidan (Jayaprakasha et al, 2005 dan Jayaprakasha et al,
2006). Kurkumin dan desmetoksi kurkumin merupakan zat penyusun kurkuminoid
rimpang temulawak yang mempunyai warna kuning atau kuning jingga berbentuk
serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial,
dan alkali hidroksida. Kurkumin tidak larut dalam air dan dietileter. Struktur kimia
kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-
demetoksikurkumin ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 5. Struktur kimia kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-
demetoksikurkumin
Sumber: Majeed et al (1995).
Kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak bersifat toksik (Kiso, 1985
dalam Kiswanto, 2009). Secara kimiawi, kurkuminoid pada rimpang temulawak
merupakan turunan dari diferuloilmetan yakni senyawa dimetoksi diferuloilmetan
(kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksikurkumin). Menurut
Sidik et al, (2006) kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering
15
berkisar 3,16%. Sedangkan kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temu
lawak sekitar 58 -71% dan desmetoksikurkumin berkisar 29 – 42%.
Menurut Tonnesen dan Karlsen (1985) kurkuminoid terdiri dari
bisdemethoksikurkumin, demethoksikurkumin dan kurkumin merupakan senyawa
yang peka terhadap lingkungan. Kurkumin dapat mengalami degradasi karena
pengaruh pH, suhu, cahaya serta radikal – radikal. Green (1988) menyatakan
bahwa kurkumin, dan desmetoksi kurkumin sangat terpengaruh oleh pemanasan.
Namun meskipun demikian menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pudjihartati (1999), pada kurkuminoid standar, peningkatan suhu tidak
menurunkan kadar kurkuminoid. Hal ini menunjukkan kurkuminoid murni (97%)
relatif stabil selama terjadinya peningkatan suhu.
Hasil penelitian Liang et al, 1985 dalam Srijanto et al., (2004), kurkuminoid
rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri
sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah pembentukan lemak dalam
sel hati dan sebagai antioksidan. Selain kurkumin, senyawa fenol yang terdapat
pada temulawak bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya
meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam
menghambat oksidasi lipida (Kinsella et al, 1993).
C. Serat Kasar
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan sisefinisikan sebagai fraksi
yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol (Suparjo, 2010). Serat kasar ditentukan
dengan cara mendidikan sisa makanan dari ekstraksi eter secara bergantian dengan
16
asam dan alkali dengan konsentrasi tertentu, sisa bahan organiknya merupakan
serat kasar (Hernawati, 2010).
Serat kasar merupakan bagian dari pakan yang terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, lignin dan polisakarida lain yang berfungsi sebagai bagian
pelindung. Menurut Tilman et al. (1998) analisis Van Soest menggolongkan zat
pakan menjadi isi sel dan dinding sel yaitu Neural Detergent Soluble (NDS) dan
Neural Detergent Fiber (NDF). NDF dicerna larutan detergent asam yaitu Acid
Detergent Fiber (ADF) dan Acid Detergent Soluble (ADS). Menurut Poedjiadi dan
Supriyanti (2006) Neural Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)
merupakan zat atau bahan yang membentuk dinding sel tanaman termasuk
golongan ini adalah kutin, lignin, selulosa, hemiselulosa dan pentosan-pentosan.
Serat ataupun senyawa-senyawa yang termasuk dalam serat mempunyai sifat kimia
yang tidak larut dalam air, asam atau basa meskipun dengan pemanasan atau
hidrolisis (Sitompul dan Martini, 2005)
Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami
proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan
di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat
yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia
tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu, serat kasar masih
mengandung perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa,
50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.
17
Selulosa merupakan polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati
(C6H10O5)n. Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan
makanan kecuali pada hewan ruminansia (sapi, domba, dan kambing) yang
mempunyai mikroorganisme selulotik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat
mencerna selulosa sehingga bermanfaat bagi ternak. Pada proses pencernaan
banyak energi yang hilang dengan demikian zat makanan tersebut mempunyai
nilai gizi yang rendah dibandingkan zat pati yang mudah dicerna. Selulosa lebih
tahan terhadap pereaksi kimia dari pada pati. Asam lemah dan alkali lemah
mempunyai pengaruh kecil terhadap selulosa akan tetapi zat tersebut dapat
dihidrolisis oleh asam kuat menjadi glukosa. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh
jaringan hewan mamalia tidak dapat melarutkannya, hanya bakteri yang dapat
menguraikan (Anggorodi, 1984). Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang
terdapat cukup banyak sebagai material stuktur dinding sel semua tanaman.
Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari
berat kering tanaman.
Hemiselulosa merupakan polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut
dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Istilah hemiselulosa menunjukan
golongan zat-zat yang termasuk didalamnya pentosan dan berbagai heksosan yang
kurang peka terhadap zat-zat kimia dibandigkan selulosa (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2006). Sejumlah polisakarida termasuk didalamnya arabun, galaktan,
mannan, xilan, dan asam uronat terapat dalam bagian hemiselulosa tumbuh-
tumbuhan. Dari zat-zat tersebut yang terpenting adalaah xilan aan asam
18
poliglukuronat. Xilan bila dihidrolisis menghasilkan gula pentose yaitu xilosa
(Anggorodi, 1984).
Menurut Tillman et al (1989), hemiselosa adalah polisakarida pada dinding sel
tanaman yang larut dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Selulosa dan
hemiselulosa dapat dihidrolisa oleh jasad renik dalam saluran pencernaan
ruminansia dengan enzim selulase dan hemiselulase, hasil fermentasinya adalah
VFA (Volatile Fatty Acid). Jumlah hemisululosa biasanya antara 15-30% dari berat
kering hijauan. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk
mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan
silang dengan lignin membentuk struktur yang kuat.
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama
lain, mengandung karbon, hydrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih
tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi
kimia termasuk degradasi enzimatik, karena itu keberadaannya dapat menghambat
proses pencernaan. Kandungan lignin pada tanaman akan bertambah seiring
bertambahnya umur tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman
sudah dewasa (Tillman et al, 1989). Menurut Zulbadri et al (1999), batas optimal
lignin yang masih dapat ditoleransi oleh ternak ruminansia adalah 7%, jika lebih
dari 7% akan berpengaruh terhadap kecernaan zat-zat pakan lainnya karena itu,
hijauan pakan yang menganbdung lignin yang tinggi, mempunyai tingkat
kecernaan yang rendah.
Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk mencegah terjadinya
penyakit-penyakit degeneratif. United State Food Dietary Analysis menyatakan
19
anjuran untuk total dietary fiber adalah 25 g / 2000 kalori atau 30 g / 3000 kalori.
American Diabetic Assosiation menetapkan kebutuhan serat 25-50 g/hari untuk
pencegahan penyakit diabetes. Pada sensus nasional pengelolaan diabetes di
Indonesia menyarankan konsumsi serat sebanyak 25 g/hari walaupun sudah ada
ketetapan tersebut tetapi harus diperhatikan kebiasaan makan, penyakit yang
diderita dan keluhan-keluhan lainnya (Lestiani dan Aisyah, 2011).
D. Blanching
Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu
bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan, dan
mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan. Namun dalam
penelitian ini proses blanching lebih ditunjukan untuk menginaktivasi enzim
terutama enzim polifenoloksidase yang dapat menyebabkan pencoklatan pada
buah dan sayuran (Fellows, 2000). Selain untuk menghambat proses oksidasi,
proses blanching juga bertujuan untuk memperbaiki flavor atau aroma dari bahan
pangan, mengurangi jumlah mikroba yang hidup dalam bahan pangan, melayukan
jaringan bahan pangan, menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki,
mengeluarkan udara dari jaringan bahan serta menghilangkan kotoran atau getah
(Muchtadi, 2010).
Blanching merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan
aktivitas enzimatis sebelum masuk pada proses selanjutnya. Namun, proses
blancing juga menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, seperti kehilangan
warna, aroma, tekstur dan nutrisi (Pala, 1983; Pizzocaro et al, 1995).
20
Perlakuan blanching dapat dilakukan dengan empat metode yaitu dengan
blanching menggunakan air panas dan pendinginan dengan air dingin, blanching
dengan air panas dan pendinginan dengan udara dingin, blanching dengan uap
panas dan pendinginan dengan air dingin, serta blanching dengan uap panas dan
pendinginan dengan udara dingin (Fellows, 2016).
Pada penelitian ini proses blanching dilakukan dengan metode blanching
dengan air panas yang menggunakan dua variasi larutan blanching yaitu asam sitrat
dan asam askorbat. Digunakan asam sitrat dan askorbat karena merupakan salah
satu jenis antioksidan primer yang mempunyai mekanisme kerja yaitu senyawa
yang mengakhiri rantai radikal bebas dalam jenis reaksi oksidasi. Beberapa
senyawa antioksidan jika dicampur dapat mempengaruhi kinerjanya dengan efek
sinergi. Sinergi yaitu senyawa yang mempunyai sedikit sifat antioksidan tetapi
dapat memperbesar efek dari antioksidan primer. Asam askorbat dan asam sitrat
memberi efek sinergi terhadap antioksidan yang lain dan sering dipakai sebagai
antioksidan dalam pangan (Ketaren, 1986).
Salah satu pelarut polar yang banyak digunakan untuk melarutkan zat kimia
adalah air. Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, artinya satu
molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu
atom oksigen. Air mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
pada kondisi standar, yaitu tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0°C). Air
termasuk dalam pelarut polar sehingga mampu mengekstrak senyawa alkaloid
kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida
(Harborne, 1987).
21
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau,
jernih, tidak mempunyai rasa. Air (H2O) meupakan komponen penting dalam bahan
makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan
produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air
sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Syarif dan Irawati,
1988).
Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik yang banyak digunakan dalam
makanan, minuman, deterjen dan obat-obatan. Nama IUPAC asam sitrat adalah
asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat.
Gambar 6. Struktur Asam Sitrat
Sumber : Wouters et al (2012).
Asam sitrat memiliki bobot molekul 192,12 pKa 3,09; 4,75; 6,41 dan melebur
pada suhu 153ºC. Asam sitrat berbentuk hablur bening, tidak berwarna atau serbuk
hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa
sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering. Asam sitrat sangat mudah
larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Anonimd,
1995).
Proses blanching dengan larutan asam sitrat diketahui dapat mempercepat
proses perpindahan air sehingga proses pengeringan berlangsung dengan lebih
cepat (Pangavhane et al., 1999), asam sitrat berfungsi menjaga warna alami produk
22
dikarenakan reaksinya yang akan menurunkan pH pada jaringan produk, sehingga
akan mengurangi pembentukan enzymatic product (Voragen & Pilnik, 1995).
Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting
untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan
tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk
kebutuhannya sendiri. Akan tetapi manusia dan golongan primate lainnya tidak
dapat mensintesa asam askorbat disebabkan karena tidak memiliki enzim
gulunolactone oxidase, begitu juga dengan marmot dan kelelawar pemakan buah.
Oleh sebab itu, asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah,
sayuran, atau tablet suplemen Vitamin C. Banyak keuntungan di bidang kesehatan
yang didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti
atherogenik, immunomodulatory dan mencegah flu (Naidu, 2003). Akan tetapi
untuk dapat berfungsi dengan baik sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat
ini harus terjaga agar tetap dalam kadar yang relatif tinggi di dalam tubuh (Yi li,
2007 dalam Siregar, 2009).
Penelitian mengenai beras analog bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia,
tetapi masih terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Secara
fisik beras siger ini memiliki tekstur yang lengket dan lebih kenyal di banding beras
padi setelah dimasak. Beras siger yang dihasilkan saat ini berwarna putih
kecoklatan. Hal ini terjadi karena adanya reaksi pencoklatan pada saat proses
pembuatan beras siger. Pencoklatan beras siger terjadi pada saat proses pengukusan
adonan sebelum dicetak dengan ekstruder. Pada saat pengukusan terjadinya
pemecahan ikatan glikosidik dari pati dan menghasilkan glukosa yang berikatan
23
dengan asam amino menghasilkan zat melanoidin berwarna coklat (Buera et al,
1987). Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan menciptakan kondisi asam pada
saat proses pengukusan. Pada kondisi asam, ikatan glikosodik pada pati tidak
mengalami pemecahan sehingga reaksi pencoklatan dapat dihindari.
Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat kondisi asam pada saat
pengukusan beras siger yaitu asam askorbat atau vitamin C. Vitamin berperan
sebagai zat antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas, sehingga dapat
mencegah beberapa penyakit seperti kanker, jantung, dan penuaan dini. Beras siger
termasuk bahan pangan yang rendah kalori sehingga sangat direkomendasikan bagi
penderita diabetebes namun yang dihasilkan saat ini memiliki kandungan nutrisi
yang cukup rendah seperti vitamin C. Penambahan vitamin C pada beras siger
semakin bermanfaat bagi penderita diabetes dalam mengendalikan glukosa darah.
Menurut Subroto (2006) menyatakan bahwa pentingnya vitamin C untuk
pengaturan glukosa darah telah terbukti yaitu dengan pemberian 2 g vitamin C
perhari dapat mengendalikan kadar glukosa darah dan trigliserida. Besarnya
manfaat vitamin C baik untuk tubuh maupun untuk makanan itu sendiri, membuat
pentingnya penambahan vitamin C pada pembuatan beras siger. Oleh karena itu,
perlu diketahui proses pembuatan beras siger dan penambahan asam askorbat yang
tepat agar diperoleh beras yang berkualitas baik dan mirip dengan beras padi. Hal
ini dimaksudkan agar masyarakat saat mengonsumsi nasi dari beras siger sama
dengan mengonsumsi nasi dari beras padi.
Penambahan asam askorbat dapat menghambat reaksi pencoklatan.
Menurut Djauhari (1998) menyatakan bahwa penggunaan 0,3% asam askorbat
24
dapat menghambat reaksi pencoklatan pada irisan ubi jalar untuk tujuan tepung
terfermentasi. Selain itu, penambahan asam askorbat berpengaruh nyata terhadap
warna beras siger karena penambahan asam askorbat dapat menurunkan pH selama
pengukusan sehingga menghambat terjadinya reaksi maillard. Reaksi pencoklatan
umumnya terjadi pada pH 9. Menurut Erikson (1981) yang menyatakan bahwa pada
pH rendah banyak grup amino yang terprotonasi sehingga hanya sedikit asam
amino yang tersedia untuk reaksi pencoklatan, hal ini terjadi karena pengukusan
yang singkat mengurangi resiko terjadinya reaksi pencoklatan.
E. Serbuk Instan
Serbuk instan didefinisikan sebagai produk pangan berbentuk butiran-butiran
(serbuk) yang praktis dalam penggunaannya atau mudah untuk disajikan
(Anariawati, 2009). Menurut Oktaviany (2002), minuman instan merupakan
produk jenis minuman yang berdaya tahan lama, cepat saji, praktis, dan mudah
dalam pembuatannya. Terbuat dari bahan buah-buahan, rempah-rempah, biji-
bijian, dan daun yang dapat langsung diminum dengan cara diseduh dengan air
matang baik dingin maupun panas (Prasetyo, 2003).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996, serbuk minuman
tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang
dibuat dari campuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa tambahan
makanan yang diizinkan. Menurut standar mutu serbuk minuman tradisional
keadaan warna normal, bau dan rasa normal, khas rempah, kadar air pada minimum
serbuk tradisional maksimal 3% dan kadar abu 1,5%.
25
Keuntungan dari suatu bahan ketika dijadikan minuman serbuk adalah mutu
produk dapat terjaga dan tanpa pengawet. Semua hal tersebut dimungkinkan
karena minuman serbuk instan merupakan produk dengan kadar air yang cukup
rendah yaitu sekitar 3-5%. Melalui proses pengolahan tertentu, minuman serbuk
instan tidak akan mempengaruhi kandungan atau khasiat dalam bahan (Rengga dan
Handayani, 2004). Standar mutu serbuk minuman penyegar dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu minuman bubuk berdasarkan SNI 01-4320-1996
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Warna Normal
2 Bau normal, khas rempah
3 Rasa Normal, khas rempah
4 Kadar air, b/b % 3,0 – 5,0
5 Kadar abu, b/b % maksimal 1,5
6 Jumlah gula (dihitung sebagai
sakarosa)
% maksimal 85%
7 Bahan tambahan makanan
8.1 Pemanis buatan
Sakarin
Siklamat
tidak boleh ada
tidak boleh ada
8.2 Pewarna tambahan esuai SNI 01-0222-1995
9 Cemaran logam
9.1 Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,2
9.2 Tembaga (Cu) mg/kg maksimal 2,0
9.3 Seng (Zn) mg/kg maksimal 50
9.4 Timah (Sn) mg/kg maksimal 40
10 Merkuri (Hg) mg/kg tidak boleh ada
11 Cemaran arsen (As) mg/kg maksimal 0,1
12.1 Cemaran mikroba
12.2 Angka lempeng total koloni/g 3 x 103
12.3 Coliform APM/g < 3
Sumber : Anonime, 1996
Produk minuman instan bukan hanya sebagai minuman penyegar juga sebagai
minuman yang memiliki aspek fungsional bagi kesehatan, yaitu menjaga
kesegaran tubuh (Rengga dan Handayani, 2004). Pangan fungsional adalah
26
golongan makanan atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang
diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan atau dapat mencegah penyakit
tertentu (Tangkeallo dan Widyaningsih, 2014). Salah satu komponen bagi tubuh
manusia adalah antioksidan. Asupan antioksidan setiap hari dapat mengurangi
peluang munculnya gejala penyakit degeneratif dan mampu memperlambat
penuaan (Aisyah, 2009).
Serbuk instan dapat dibuat dari bahan dasar yang dikelompokkan dalam empat
kelompok, yaitu empon-empon, buah-buahan, biji-bijian, dan daun. Empon-empon
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar minuman serbuk instan antara lain
empon-empon, misalnya temulawak, kencur, jahe, lempuyang, dan temu kunyit.
Pengolahan empon-empon dalam pembuatan minuman serbuk instan untuk
mengurangi rasa yang kurang disukai, misalnya pahit, getir serta aroma langu dapat
ditambahkan bahan lain (Anariawati, 2009).
Bahan lain yang juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan serbuk instan
adalah gula. Dimana gula menjadi penyebab kristalisasi. Gula pasir yang digunkan
dalam pembuatan serbuk instan adalah gula pasir yang berwarna putih bersih.
Penambahan gula pasir dalam pembuatan serbuk instan adalah sebagai pemanis
dan bahan pengkristal. Selain itu, gula juga berfungsi sebagai bahan pengawet
alami dan serbuk instan. Pada umumnya gula yang digunakan dalam pembuatan
serbuk instan (pengkristalan) minimal 78% atau 78 g dalam tiap 100 ml ekstrak
bahan dasar (Anariawati, 2009). Selain gula juga dibutuhkan air sebagai bahan
campuran. Fungsi air dalam pembuatan serbuk instan adalah sebagai pencuci
bahan, sebagai cairan dalam proses pemlansiran, pada pemblenderan bahan air
27
ditambahkan untuk pengambilan ekstrak. Air yang digunkan dalam proses
pembuatan (pemasakan) serbuk instan adalah air yang bersih dan sehat dengan
perbandingan air dan bahan 500 ml : 500 g (Anariawati, 2009).
Proses pembuatan minuman instan secara umum terdiri dari dua tahapan, yaitu
proses ekstraksi dan proses pengeringan atau penguapan. Pengeringan diartikan
sebagai proses penggunaan energi panas pada kondisi terkontrol untuk
memindahkan mayoritas kandungan air bahan dengan penguapan. Proses
pengeringan pada dasarnya adalah terjadinya penguapan air ke lingkungan karena
perbedaan tekanan uap air antara lingkungan dengan bahan yang dikeringkan.
Semakin tinggi perbedaan tekanan antara bahan dengan udara pengering, semakin
cepat proses penguapan (Fellows, 2000).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan makanan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
bantuan energi panas. Tujuan utama pengeringan bahan makanan adalah untuk
memperpanjang umur simpan dengan mengurangi aω-nya sehingga
mikroorganisme tidak tumbuh (Muchtadi, 1989). Keuntungan proses pengeringan
adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih ringan sehingga
memudahkan dan menghemat ruang pengangkutan dan pengemasan (Rankell et al,
1987), namun makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang rendah
dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi
perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lainnya, meskipun perubahan-perubahan
tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan pangan yang dikeringkan (Winarno et al, 1980).
28
Metode lain yang efektif digunakan dalam pembuatan minuman serbuk yaitu
dengan menggunakan metode atau prinsip kristalisasi yaitu proses yang dilakukan
dengan pemberian panas pada bahan sampai terbentuk kristal. Kristalisasi, yaitu
proses pemisahan dan alih massa dari fase cair menjadi kristal padat murni.
Komponen-komponen yang dapat larut dalam larutan beralih melalui kondisi yang
disesuaikan menjadi larutan lewat jenuh sehingga terjadi pembentukan kristal,
umumnya terjadi melalui penurunan suhu atau pemekatan larutan (Earle, 2000).
Tahapan yang dilakukan dalam proses kristalisasi antara lain, pencucian dan
penghalusan bahan, kemudian proses pemasakan atau kristalisasi yaitu ekstrak
bahan ditambah gula, biasanya menggunakan api kecil dan dilakukan pengadukan
terus menerus sampai terbentuk kristal. Proses selanjutnya adalah pengayakan
serbuk atau kristal yang telah jadi hingga diperoleh bubuk yang lembut.
Keuntungan metode ini adalah biaya cukup murah, proses cepat dan serbuk yang
dihasilkan banyak (Rengga dan Handayani, 2004).
F. Hipotesis
Pengaruh blanching dengan konsentrasi dan variasi larutan blanching pada
temu lawak diduga berpengaruh terhadap kadar air, serat kasar, aktivitas
antioksidan, fenol total, dan tingkat kesukaan terhadap serbuk instan temu lawak.