II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. -...
-
Upload
trannguyet -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. -...
FTIP001628/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daun Singkong
Daun singkong merupakan daun dari tanaman singkong (Manihot utilissima)
yang berbentuk menjari dan berwarna hijau. Daun singkong umumnya berbelah agak
dalam seperti jari tangan, jumlah belahan helai atau sirip daun pada satu tangkai
berkisar antara 5 sampai 9 buah. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau dengan
panjang antara 5-30 cm. Warna tangkai daun bervariasi dari hijau muda ke hijau
kekuning-kuningan (Sosrosoedirdjo, 1978). Foto daun singkong dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Bentuk Daun Singkong
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Daun singkong dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai kingdom
Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub-kelas Rosidae, ordo
Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Manihot, spesies Manihot utilissima Burn
Batang
Daun
FTIP001628/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
F (Tjitrosoepomo, 2005). Daun yang dihasilkan dapat mencapai 20 ton/Ha pada
singkong yang ditanam khusus dan diambil daunnya (Rubatzky, 1998).
Daun biasanya dipanen dari kultivar tipe manis yang mengandung glukosida
rendah. Daun yang masih muda biasanya dimakan sebagai lalapan baik mentah
maupun direbus terlebih dahulu. Daun yang sudah tua dimanfaatkan untuk makanan
ternak. Manfaat daun singkong untuk terapi antara lain mencegah anemia, mencegah
konstipasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Daun singkong adalah sumber
vitamin C yang baik serta mengandung sekitar 30% protein berdasarkan bobot kering.
Daun singkong merupakan sumber karotenoid, protein, dan mineral. Kandungan gizi
daun singkong dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Singkong dalam 100 g Bdd
Kandungan Jumlah
Energi (kkal) 50,00
Air (g) 84,40
Protein (g) 6,20
Lemak (g) 1,10
Karbohidrat (g) 7,10
Serat (g) 2,40
Abu (g) 1,20
Kalsium (mg) 166,00
Fosfor (mg) 99,00
Besi (mg) 1,30
Karoten total (g) 7.052,00
Tiamin (mg) 0,04
Riboflavin (mg) 0,10
Niasin (mg) 1,80
Vitamin C (mg) 103,00 Sumber : Persagi (2009)
FTIP001628/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
2.2. Bayam
Jenis bayam yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia adalah Amaranthus
tricolor atau dikenal dengan bayam cabut karena dipanen dengan cara dicabut seluruh
bagian tanaman beserta akarnya. Bayam cabut dipanen pada saat tanaman berumur
30-40 hari setelah disebar dengan tinggi sekitar 20 cm (Bandini dan Azis, 1995).
Bentuk daun bayam terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk Bayam Cabut (A. Tricolor L.)
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Bayam cabut dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai divisi
Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Amaranthaceae, famili Amarantaceae,
genus Amaranthus, spesies Amaranthus tricolor L. Ciri tanaman bayam adalah
daunnya berbentuk delta agak bulat dengan ujung agak meruncing dan urat-urat daun
yang jelas. Batang tumbuh agak tegak, tebal, berdaging, dan banyak mengandung air
(Bandini dan Azis, 1995). Kandungan zat gizi daun bayam secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.
Batang
Daun
Akar
FTIP001628/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
Tabel 2. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Bayam dalam 100 g Bdd
Kandungan Jumlah
Energi (kkal) 16,00
Air (g) 94,50
Protein (g) 0,90
Lemak (g) 0,40
Karbohidrat (g) 2,90
Serat (g) 0,70
Abu (g) 1,30
Kalsium (mg) 166,00
Fosfor (mg) 76,00
Besi (mg) 3,50
Karoten total (g) 2.293,00
Tiamin (mg) 0,04
Riboflavin (mg) 0,10
Niasin (mg) 1,00
Vitamin C (mg) 41,00 Sumber : Persagi (2009)
2.3. Pepaya
Pepaya (Carica papaya Linn.) dapat tumbuh sangat cepat, sebab pada bulan
ke-5 atau ke-6 setelah ditanam, pohonnya sudah setinggi orang dewasa dan sudah
mulai berbuah. Pepaya merupakan tumbuhan yang banyak dibudidayakan di mana-
mana. Bentuk daun pepaya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Daun Pepaya
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Daun
Batang
FTIP001628/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
Pepaya termasuk jenis tanaman perdu dengan tinggi sekitar 10 m yang
memiliki akar tunggang dan bercabang dengan warna akar putih kekuningan. Batang
tumbuhan berwarna putih kotor, tidak berkayu, berbentuk silindris dan berongga.
Daun pepaya berwarna hijau tua dengan ujung runcing, tepi bergerigi dengan
diameter 25-27 cm, pertulangan menjari, dan pangkal tangkai 25-100 cm (Rukmana,
1995).
Tata nama atau sistematika (taksonomi) tanaman pepaya menurut Rukmana
(1995) diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-
divisi Angiospermae, kelas Dycotiledonae, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus
Carica, spesies Carica papaya Linn. Kandungan zat gizi daun pepaya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Energi dan Zat Gizi Daun Pepaya dalam 100 g Bdd
Kandungan Jumlah
Energi (kkal) 87,00
Air (g) 75,40
Protein (g) 8,00
Lemak (g) 2,00
Karbohidrat (g) 11,90
Serat (g) -
Abu (g) 2,70
Kalsium (mg) 353,00
Fosfor (mg) 63,00
Besi (mg) 0,80
Karoten total (g) 18.250,00
Tiamin (mg) 0,15
Riboflavin (mg) -
Niasin (mg) -
Vitamin C (mg) 140,00 Sumber : Persagi (2009)
FTIP001628/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
23
2.4. Pigmen Klorofil
Klorofil adalah zat warna (pigmen) hijau daun yang terbentuk dari proses
fotosintesa pada tumbuh-tumbuhan, menjadi penyebab warna sayuran berdaun dan
beberapa buah. Klorofil dari tanaman hijau akan terurai pada saat senesense dan
warna hijau cenderung hilang karena adanya degradasi pigmen klorofil akibat kondisi
internal tumbuhan yang semakin matang (Clydesdale et al., 1976). Klorofil berwarna
hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum cahaya
visible (Gross, 1991).
Klorofil merupakan porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol, dimana
keempat cincin berikatan dengan ion Mg2+
. Klorofil termasuk senyawa organik yang
bersifat non polar karena memiliki rantai hidrokarbon gugus fitol yang larut lemak.
Walaupun memiliki cincin porfirin yang polar, namun gugus fitol sangat panjang
dengan rumus (C20H39OH) sangat mempengaruhi kelarutan klorofil (Socaciu, 2008).
Pelarut organik digunakan untuk mengekstrak klorofil yang bersifat non polar salah
satunya dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Pelarut organik akan
menghancurkan senyawa kompleks klorofil-protein dan mengekstrak pigmen terus
menerus. Kondisi ekstrak sebaiknya dalam keadaan netral untuk menghindari
pembentukan feofitin (Gross, 1991).
Klorofil yang terkandung pada tanaman tingkat tinggi umumnya terdiri dari
klorofil a dan klorofil b. Klorofil b mirip dengan klorofil a, perbedaannya hanya
klorofil b memiliki gugus aldehid pada C-7 tetrapirol sedangkan pada posisi yang
sama klorofil a memiliki gugus metil dapat dilihat pada Gambar 4. Rumus empiris
klorofil a adalah C55H72O5N4Mg dan klorofil b adalah C55H70O6N4Mg (Setiari, 2009).
FTIP001628/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
24
Gambar 4. Rumus Bangun Klorofil a dan Klorofil b
(Winarno, 2008)
Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan
dalam penyerapan spektrum, biru-hijau untuk klorofil a, dan kuning-hijau untuk
klorofil b (Gross, 1991). Klorofil b lebih tahan terhadap panas dibandingkan klorofil
a. Penentuan jumlah klorofil dengan metode spektrofotometri merupakan cara yang
paling umum digunakan dalam menentukan kandungan klorofil a dan klorofil b
(Fardiaz, 1991). Menurut Eskin (1979), klorofil a dan b biasanya terdapat dalam daun
tanaman dengan perbandingan 3:1. Klorofil a terdapat sekitar 75% dari pigmen hijau
tanaman, terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Klorofil Dari Daun Singkong
No. Kandungan Klorofil Nilai (g/g bahan)
1. Klorofil a 1.493,6
2. Klorofil b 519,9
3. Total klorofil 2.013,5
4. Rasio a:b 2,9 : 1 Sumber: Alsuhendra (2004)
FTIP001628/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
25
2.4.1. Faktor yang Pengaruhi Kestabilan Klorofil
Reaksi yang umum terjadi pada klorofil yaitu degradasi klorofil yang
disebabkan oleh kondisi saat proses pemanenan atau perlakuan pasca panen. Faktor
yang mempengaruhi degradasi klorofil yaitu asam, pemanasan, dan aktivitas enzim.
Salah satu sifat kimia klorofil yang paling penting adalah ketidakstabilan yang
ekstrim. Selain itu, klorofil sangat peka terhadap cahaya. Cahaya dapat menyebabkan
reaksi protopigmen pada klorofil. Oleh karena itu, pengerjaan klorofil dan
penyimpanan zat warna harus dilakukan dalam ruangan gelap atau ruang redup
dengan cahaya yang aman dan sejuk. Degradasi klorofil atau kerusakan klorofil
tersebut digambarkan secara skematik pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Degradasi Klorofil Oleh Enzim dan Asam
(Tranggono dan Sutardi, 1990)
Pemanasan dalam suasana asam akan menyebabkan denaturasi protein
sehingga memudahkan terjadinya hidrolisis terhadap gugus fitol dan substitusi inti
magnesium dari cincin porfirin dengan hidrogen. Berdasarkan skema di atas dapat
FTIP001628/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
26
terlihat bahwa apabila gugus fitol lepas oleh aktivitas enzim klorofilase, sejenis enzim
esterase yang aktif pada pelarut organik dan terikat kuat pada lipoprotein, klorofil
akan berubah menjadi klorofilid yang larut dalam air (Fardiaz, 1991). Apabila atom
Mg2+
dalam molekul klorofil atau klorofilida disubstitusi oleh ion H+ akibat suasana
asam lingkungannya atau terlepas akibat panas, maka akan terbentuk feofitin dan
warna hijau akan berubah menjadi warna hijau kecoklatan (Clysdale et al., 1976).
Selanjutnya apabila gugus fitol dari feofitin ini lepas, akan terbentuk
feoforbida yang bersifat larut air. Klorofil dan feofitin larut dalam pelarut organik
namun tidak larut dalam air, sedangkan klorofilid dan feoforbid yang tidak memiliki
gugus fitol tidak larut dalam pelarut organik tapi larut dalam air (deMan, 1997).
Klorofil terdegradasi secara kimia, yang meliputi reaksi feofitinasi, reaksi
pembentukan klorofilid, dan reaksi oksidasi sebagai berikut:
a. Reaksi feofitinasi
Reaksi feofitinasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna
hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena denaturasi protein pelindung dalam
kloroplas yang mengakibatkan ion Mg2+
di pusat molekul klorofil terlepas dan
diganti oleh ion H+ sehingga membentuk feofitin (Gross, 1991). Feofitin adalah
derivat klorofil bebas magnesium yang secara mudah didapat dari klorofil
dengan perlakuan asam (Clysdale et al., 1976).
Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan
kerusakan klorofil. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein
sehingga klorofil menjadi tidak terlindungi lagi. Selama pemanasan, asam-asam
FTIP001628/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
27
organik dalam jaringan dibebaskan yang mengakibatkan pembentukan feofitin.
Feofitin dapat kehilangan fitol membentuk feoforbid (Gross, 1991).
b. Reaksi pembentukan klorofilid
Klorofil dapat dengan mudah dihidrolisis untuk menghasilkan klorofilid
dan fitol. Hidrolisis terjadi di bawah kondisi asam maupun basa. Biasanya
klorofilid terbentuk secara enzimatik oleh klorofilase, suatu enzim yang sering
ditemukan dalam jaringan tanaman hijau (Gross, 1991). Klorofilid merupakan
senyawa yang berwarna hijau, mempunyai sifat spektral yang sama dengan
klorofil, tetapi lebih larut dalam air. Klorofilid juga dapat kehilangan ion
magnesium yang diganti dengan ion hidrogen membentuk feoforbid
(Clydesdale et al., 1976).
Enzim klorofilase (klorofil klorofilid hidrolase) adalah jenis enzim
esterase yang memiliki sifat unik. Enzim ini mengkatalis hidrolisis ikatan ester
antara residu asam 7-propionat pada cincin D dari cincin makrosiklik dengan
fitol, baik pada klorofil maupun feofitin (Gross, 1991). Enzim ini berada
intramembran pada membran tilakoid dan pada suhu kamar, enzim hanya aktif
jika ada pelarut-pelarut organik, sedangkan pada pelarut air enzim akan
berfungsi optimal pada kisaran suhu 65-75C. Hal ini diakibatkan oleh keadaan
enzim yang terikat pada lipoproteinlamela (Clydesdale et al., 1976).
Beberapa usaha untuk menstabilkan warna hijau dari jaringan tanaman
antara lain dilakukan dengan cara mengubah klorofil menjadi klorofilid.
Menurut Clydesdale et al., (1976) surfaktan atau deterjen non-ionik mampu
FTIP001628/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
28
melindungi warna hijau. Perendaman bahan dalam larutan natrium bikarbonat
(soda kue) dapat menghambat substitusi magnesium oleh ion H+ dengan
membuat suasana alkali karena klorofil stabil dalam suasana basa (deMan,
1997).
Klorofilase menghidrolisis hanya 40% klorofil dalam kompleks klorofil-
protein. Namun dengan keberadaan deterjen, semua klorofil dapat dihidrolisis
(Gross, 1991). Feoforbid a dan b adalah klorofilid yang juga kehilangan
magnesium, jadi tidak memiliki gugus fitol maupun Mg. Senyawa ini dapat
dibuat dengan cara perlakuan asam pada klorofilid (Gross, 1991).
c. Reaksi oksidasi
Reaksi oksidasi dapat dibagi menjadi reaksi oksidasi non-enzimatis dan
reaksi oksidasi enzimatik. Reaksi oksidasi non-enzimatik terjadi karena
pemanasan dan selama penyimpanan. Reaksi ini menyebabkan warna hijau
klorofil semakin memudar karena klorofil sensitif terhadap panas dan oksigen.
Selain berpengaruh terhadap feofitin, pemanasan juga berpengaruh terhadap
aktivitas enzim klorofilase. Pengaruh blansir pada sayuran hijau terhadap
pembentukan klorofilid dan feoforbid menunjukkan bahwa blansir pada suhu
82,2C meningkatkan aktivitas enzim klorofilase, tetapi blansir pada suhu
100C justru membuat klorofilase inaktif (Gross, 1991). Reaksi oksidasi
enzimatik terjadi dengan adanya enzim lipoksigenase (linoleat oksidoreduktase)
yang mengkatalis reaksi jika diinkubasi dengan asam linoleat atau linolenat
(Eskin, 1979).
FTIP001628/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
29
2.4.2. Ekstraksi Pigmen Klorofil
Ekstraksi merupakan salah satu pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Pemisahan atau
pengambilan komponen dari bahan sumbernya dapat dilakukan dengan pengempaan
atau penekanan, pemanasan, dan penggunaan pelarut. Metode yang digunakan untuk
memperoleh ekstrak pigmen adalah metode yang dapat mempertahankan klorofil
sebaik mungkin seperti keadaan alaminya.
Ekstraksi yang dilakukan biasanya menggunakan metode maserasi melalui
perendaman bagian tanaman dalam larutan. Prosedur ekstraksi pigmen klorofil
dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan baku, penghancuran,
ekstraksi dengan pelarut (maserasi), dan pemekatan. Penghancuran dilakukan
menggunakan grinder yang secara efektif dapat merusak jaringan tanaman dan
mempercepat proses ekstraksi pigmen (Francis, 1982).
Proses ekstraksi klorofil ini dilaksanakan dengan cepat dan dalam kondisi
sinar yang redup untuk mencegah reaksi degradasi. Menurut Vargas dan Lopez
(2003), menciptakan lingkungan yang sedikit alkalis merupakan usaha positif untuk
mencegah pelepasan Mg dari klorofil. Menurut Blaire dan Agnes (1943) dikutip
Winarno (2008), warna hijau dapat dipertahankan dengan menggunakan natrium
bikarbonat. Reaksi natrium bikarbonat dalam air berlangsung sebagai berikut:
NaHCO3 Na+ + HCO3
-
HCO3- + H2O H2CO3+ OH
-
Na+ + OH
- NaOH
FTIP001628/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
30
Natrium bikarbonat akan terionisasi dalam air membentuk H2CO3 dan ion OH- yang
bersifat basa dapat menetralkan asam-asam yang dilepas dari dalam jaringan daun
selama proses pemanasan sehingga dapat mencegah pelepasan ion Mg dari inti
porifirin.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari (2011), tahapan-
tahapan yang dilakukan pada penelitian utama pembuatan bubuk pigmen klorofil
ialah tahapan pembuatan ekstrak cair pigmen klorofil dari proses ekstraksi daun
menggunakan pelarut etanol 96% yang telah ditambahkan natrium bikarbonat 1000
ppm. Perbandingan antara daun dan volume larutan pelarut adalah 1:4. Proses
ekstraksi berlangsung secara maserasi dengan selama 12 jam.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi melalui
perendaman bagian tanaman dalam larutan sesuai diagram proses. Pigmen klorofil
memiliki gugus fitol yang hanya larut oleh pelarut organik, salah satunya etanol.
Etanol merupakan pelarut lemak yang lebih aman digunakan untuk dikonsumsi jika
dibandingkan asam organik lainnya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Selama proses ekstraksi dengan maserasi berlangsung, warna klorofil dari daun
perlahan-lahan keluar (Francis, 1982). Natrium bikarbonat ditambahkan untuk
menghindari pengaruh kondisi asam. Menurut Vargas dan Lopez (2003), selain
natrium bikarbonat secara umum dapat ditambahkan CaCO3, MgCO3, NaHCO3, atau
Na2CO3.
Menurut Wirakusumah (2006), klorofil memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya diserap dengan mudah oleh tubuh. Selain itu, klorofil ini mengandung
senyawa-senyawa lain dari kloroplas kompleks (termasuk beta karoten dan vitamin
FTIP001628/031
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
31
K) yang mempunyai manfaat untuk kesehatan. Namun, ekstrak yang dihasilkan masih
memiliki kandungan etanol sehingga tidak dapat langsung digunakan apalagi
dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penghilangan kadar etanol dalam
pigmen klorofil tersebut salah satunya dengan penguapan etanol menggunakan
evaporator vakum. Tahap ini bertujuan untuk memisahkan pelarut sehingga diperoleh
ekstrak murni yang pekat sekitar 2-4% termasuk klorofil, feofitin, klorofilin,
feoforbid, klorin, dan purin.
2.5. Mikroenkapsulasi Pigmen Klorofil
Mikroenkapsulasi didefinisikan sebagai teknologi penyalutan zat aktif yang
berupa padatan, cairan, maupun gas dalam kapsul yang sangat kecil (diameter kapsul
1-800 m) dengan suatu bahan matriks untuk melindungi sifat-sifat tertentu selama
penyimpanan, distribusi, dan penggunaan. Mikroenkapsulasi dapat memberi
perlindungan pada bahan inti dan menjaga warna dari faktor-faktor fisik dan kimia
(Dubey et. al., 2009). Mikroenkapsulasi sering dilakukan untuk meningkatkan umur
simpan dan menjaga kualitas nutrisi, penampilan, serta menghambat pertumbuhan
mikroogranisme patogen.
2.5.1 Penggunaan Dekstrin Sebagai Bahan Penyalut
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nurliasari (2010), bahan
penyalut terbaik pada pembuatan bubuk pigmen klorofil kangkung ialah dekstrin
dibandingkan gum arab. Menurut Glicksman (1969), gum arab memiliki berat
molekul yang lebih besar dibandingkan dekstrin. Dekstrin memiliki berat molekul
4.500-85.000, sedangkan gum arab memiliki berat molekul 250.000-1.000.000. Berat
FTIP001628/032
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
32
molekul gum arab yang lebih besar menyebabkan titik didihnya lebih tinggi sehingga
sukar larut jika dilarutkan pada suhu ruang (Glicksman, 1969 dikutip Sadikin, 1993).
Menurut Fennema (1976), dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah.
Hal tersebut sangat menguntungkan jika pemakaian dekstrin dimaksudkan sebagai
bahan penyalut, karena dapat meningkatkan volume produk yang dihasilkan dalam
bentuk bubuk. Perpaduan antara viskositas yang rendah dan konsentrasi yang tinggi
menghasilkan kekuatan film yang tinggi. Sifat film ini sangat penting dalam
enkapsulasi, dimana komponen enkapsulat harus terlindungi dengan kuat oleh lapisan
film pengenkapsulat.
Berdasarkan hasil penelitian Wulandari (2011), konsentrasi dekstrin terbaik
yang ditambahkan sebagai bahan penyalut ialah 50%. Peningkatan konsentrasi bahan
penyalut akan meningkatkan berat molekul bahan yang dikeringkan, sehingga suhu
transisi gelas bahan dan total padatan pada bahan yang akan dikeringkan meningkat.
Transisi gelas merupakan transisi yang terjadi pada kisaran suhu tertentu dimana
padatan yang bersifat amorf berubah menjadi liquid dan kental.
2.5.2. Pengeringan Oven Vakum
Mikroenkapsulasi dengan pengering oven vakum merupakan metode yang
sederhana. Pengering oven vakum terdiri dari suatu kabinet dengan rak berongga
yang berlubang. Produk yang akan dikeringkan diletakkan dalam nampan yang
ditempatkan di atas rak-rak tersebut. Unit pengering kemudian ditutup rapat
kemudian dihampakan. Media pemanas dialirkan melalui rak berongga ini sehingga
dapat memanasi produk yang dikeringkan (Desrosier, 1988).
FTIP001628/033
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
33
Gambar 6. Alat Pengering Oven Vakum
(Dokumentasi Pribadi, 2011)
Menurut Earle (1983), pengering oven vakum besarnya sama dengan alat
pengering oven yang berupa lemari pengering, namun pengering oven vakum
beroperasi dalam keadaan hampa udara dan pindah panas yang terjadi secara
konduksi dan radiasi (pemancaran). Ruang pengering vakum biasanya menyerupai
boks dengan sebuah pintu depan dan dilengkapi pipa penghubung untuk
mengeluarkan udara dan uap air dari ruang pengering, serta dilengkapi dengan
beberapa lempengan berongga yang menjaga rak bahan yang dikeringkan. Medium
pemanas disirkulasikan melalui bagian dalam lempengan atau plat tersebut.
Penggunaan pemanas listrik (skala kecil) dan sumber panas lain dapat digunakan
untuk mensuplai panas yang diperlukan dalam pengeringan.
Kelebihan metode ini dibandingkan dengan oven biasa (tanpa vakum) adalah
sirkulasi udara yang terjadi selama proses pemanasan lebih baik karena menggunakan
pompa vakum sehingga pengeringan merata selain itu waktu pengeringan lebih cepat
sehingga dapat mempertahankan kestabilan material dalam sampel. Biasanya
pengeringan dilakukan pada suhu terkontrol. Alat ini digunakan untuk mengeringkan
Pengatur suhu
Pengukur tekanan
Tombol nyala
Tombol penekan
kunci pintu oven
vakum
Rak pengering
Temperatur
FTIP001628/034
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
34
bahan yang sensitif terhadap panas, biasanya menggunakan suhu tidak kurang dari
40°C. Oven vakum biasanya dioperasikan sebagai operasi batch (Hall, 1979).
Referensi tekanan oven vakum berkisar antara 22-28 in.Hg dan kelembaban 84,8%.
2.6. Penentuan Total Klorofil dengan Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan cara yang paling umum dalam menentukan
kandungan klorofil. Menurut Khopkar (2000), spektrofotometer adalah alat yang
terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Spektrofotometer memberikan akurasi yang tinggi dan kemampuan
pengukuran warna yang absolut serta banyak digunakan dalam riset. Alat ini cocok
untuk analisis warna yang rumit karena dapat menentukan spektrum pantul untuk
setiap panjang gelombang (MacDougall, 2002). Hasil analisis kadar zat warna hijau
diperoleh berdasarkan kurva serapan cahaya (absorbansi) dan panjang gelombang
maksimum dengan spektrofotometer. Analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan
spektrofotometer UV-visible tersebut dapat memberikan hasil dengan ketelitian yang
cukup tinggi dan sampel yang dibutuhkan untuk pengukuran pun tidak banyak.
Larutan yang berwarna akan menyerap panjang gelombang sinar tertentu.
Setiap larutan akan menyerap panjang gelombang tertentu secara maksimal. Angka
serapan terbesar untuk panjang gelombang tertentu menggambarkan panjang
FTIP001628/035
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
35
gelombang yang paling sesuai untuk larutan tersebut. Angka ini tergantung dari zat
terlarut dan pelarutnya.
Menurut metode AOAC (1970), tahapan pertama penentuan kandungan
klorofil ialah dengan melarutkan ekstrak klorofil dalam pelarut aseton 85% dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 dan 642,5 nm lalu dihitung nilai
total klorofilnya menggunakan rumus sebagai berikut:
Total Klorofil (mg/L) = 7,12 (A660) + 16,8 (A642,5)
Klorofil a (mg/L) = 9,93 (A660) – 0,777 (A642,5)
Klorofil b (mg/L) = 17,6 (A660) – 2,81 (A642,5)