II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunoglobulin Y (IgY) · mamalia melalui plasenta. IgY pada kuning telur...
-
Upload
nguyenminh -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunoglobulin Y (IgY) · mamalia melalui plasenta. IgY pada kuning telur...
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunoglobulin Y (IgY)
Imunoglobulin adalah molekul glikoprotein yang diproduksi oleh sel plasma
sebagai respon dari imunogen dan berfungsi sebagai antibodi (Mayer 2005). Secara
umum pada mamalia terdapat lima jenis imunoglobulin yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan
IgE (Bellanti 1993). Imunoglobulin tersusun atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan
(heavy and light chain) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida sehingga membentuk
struktur Y (Stowell 2002). Struktur imunoglobulin ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur Imunoglobulin (Stowell 2006)
Pada awal 1893 Klemperer mempublikasikan penelitiannya mengenai protein
yang terdapat didalam kuning telur mampu menetralkan antigen (Anonim a 2007).
Kuning telur merupakan bagian dari telur yang menyediakan sumber makanan untuk
pertumbuhan embrio di dalamnya. Kuning telur menggantung didalam albumin
melalui dua pita spiral yang disebut kalaza. Kuning telur mengandung vitamin,
mineral, lemak, kolesterol, protein, serta antibodi (Imunoglobulin Y) (Wikipedia
2007).
Menurut Carlander (2002), terdapat tiga fraksi immunoglobulin (Ig) pada ayam
yang sama dengan Ig mamalia yaitu IgA, IgM, dan IgY. Dari tiga fraksi tersebut IgY
merupakan yang terbanyak ditemukan pada serum serta telur (Szabo et al. 1998,
Rantai ringan
Rantai berat
Ikatan disulfida
4
Carlander 2002, Raj et al. 2004). Secara filogenetik IgY tidak serupa dengan IgG
mamalia (Raj et al. 2004) namun ia memiliki fungsi biologis yang sama dengan IgG
mamalia (Warr et al. 1995). IgY ditransportasikan ke telur sama dengan transfer IgG
mamalia melalui plasenta. IgY pada kuning telur merupakan maternal antibodi yang
diturunkan pada ayam yang baru menetas.
Dilihat dari sifat transfer antibodi tersebut, maka ayam petelur memiliki potensi
efektif sebagai produsen antibodi. Antibodi spesifik yang dihasilkan oleh ayam
memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan antibodi yang dihasilkan
mamalia. Menurut Carlander (2002), antibodi dalam sebutir telur berisi sama dengan
antibodi yang dihasilkan sekali pemanenan darah kelinci. IgY yang terkandung
dalam sebutir telur adalah 100-400 mg atau 10-20mg/ml kuning telur. Jumlah IgY
yang terdapat didalam telur dipengaruhi ukuran telur serta konsentrasi maternal
antibodi dalam serum.
Struktur IgY mirip dengan IgG mamalia, IgY memiliki dua rantai ringan dan dua
rantai berat. Berat molekul (BM) IgY 167250 Da sedikit lebih besar daripada IgG
(160000 Da). Rantai berat (H chain) yang disebut upsilon (υ) mempunyai BM 65105
Da dengan satu daerah variabel (V) dan empat daerah konstan (C). Rantai ringan
(BM 18660 Da) terdiri dari satu domain variabel dan satu domain konstan (Carlander
2002). Perbandingan antara IgG dan IgY akan ditunjukkan pada Tabel 1.
Karakter penting yang dimiliki oleh IgY yang tidak dimiliki oleh antibodi
mamalia antara lain : Ig Y lebih resisten terhadap pengaruh suhu dan pH (Szabo et
al. 1998), IgY tidak berikatan dengan protein A Staphylococcus dan protein G
Streptococcus (Akerstrom et al. 1985), tidak berikatan dengan faktor rheumatoid
dalam darah (Larsson & Sjoquist 1990), tidak mengaktifkan faktor komplemen
mamalia (Larsson et al. 1993) sehingga tidak merangsang timbulnya efek samping,
tidak berikatan dengan reseptor Fc bakteri (Schmidt et al. 1993), dan kemampuan
mengikat antibodi sekunder 3 hingga 5 kali lebih kuat (Horton et al.1984). Gambar 2
akan menunjukkan struktur IgG dan IgY.
5
Tabel 1 Perbandingan antara IgG dan IgY
IgG IgY
Hewan penghasil Mamalia Unggas, reptil, amfibi
Sumber Serum Kuning telur
Berat molekul (SDS-PAGE)
150 kDa 180 kDa
Berat molekul (MALDI- TOF MS)
150 kDa 167 kDa
Struktur dasar Regio hinge fleksibel, regio Fc lebih pendek dengan satu pasang grup karbohidrat
Regio hinge sempit dan kurang fleksibel, regio Fc lebih panjang dengan dua pasang grup karbohidrat
Reaksi silang Bereaksi dengan antibodi manusia
Tidak bereaksi dengan antibodi manusia
Afinitas purifikasi Protein A atau G Protein L
Kestabilan Stabil pada pH 3-10, suhu 700C
Stabil pada pH 4-9, suhu 650C
Hidrofobisitas Kurang hidrofobik dibandingkan IgY
Regio Fc hidrofobik
Produktivitas Terbatas dalam durasi dan jumlah
Durasi panjang dalam menghasilkan antibodi dengan jumlah besar
(Sumber : Anonim b 2007)
Gambar 2 Struktur IgG dan IgY (Szabo et al. 1998)
6
Menurut Raj et al. (2004), IgY sangat stabil pada kondisi normal, IgY dapat
disimpan selama 10 tahun pada suhu 4 0C, selama 6 bulan pada suhu kamar, dan
satu bulan pada suhu 37 0C tanpa ada antibodi yang hilang. Sementara itu Shin et
al. (2002) menyatakan bahwa IgY stabil pada suhu 40 0C , dan hanya kehilangan
20% aktivitasnya pada pemanasan dengan suhu 600C selama 10 menit serta stabil
pada pH 4 s/d pH 8. Carlander (2002) memaparkan bahwa pada tahun 1893
Klemperer mendapatkan imunitas pasif pada unggas yang ditunjukkan dengan
adanya transfer imunitas melawan toxin tetanus dari induk unggas pada anak ayam,
dan imunitas ini terjadi karena transfer IgY dari induk kepada anaknya.
Pemanfaatan IgY sebagai bahan bioaktif pada makanan, nutraceutical dan
kosmetik telah banyak dikembangkan terutama di Jepang. Produk yogurt yang
mengandung IgY spesifik H. pylori telah terbukti dapat menekan infeksi H. pylori. IgY
spesifik Bacteriodes gengivalis telah dikembangkan untuk memperbaiki kebersihan
mulut. Biofilter dengan IgY spesifik anti influenza terbukti mampu menginaktifkan
virus influenza sampai 99.99% (Abdou & Kim 2005).
2.2 Karies Gigi
Karies atau Caries berasal dari bahasa latin yang berarti busuk (Rot). Di
Eropa pada abad pertengahan, kata rot digunakan dalam ilmu kedokteran sebagai
busuk pada tulang (osteomielitis) dan busuk pada gigi (rotten teeth). Kemudian
pembusukan pada gigi disebut sebagai tooth decay atau dental caries (karies gigi)
(Mount & Hume 2006). Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di
dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email
(permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam
gigi. Di dalam mulut, bakteri, sisa makanan, dan saliva menyatu membentuk plak
yang menempel pada gigi. Plak mulai menyatu dengan gigi sekitar 20 menit setelah
makan, jika plak tidak dibersihkan secara rutin maka akan timbul karies (Wikipedia
2006). Plak gigi adalah material yang menempel pada gigi, terdiri dari kumpulan
bakteri (60-70% dari volume plak), polimer saliva, dan produk ekstrasel bakteri.
Secara alamiah plak membentuk biofilm dimana kumpulan bakteri ini dapat
mencapai ketebalan 300-500 sel pada permukaan gigi. Tingginya konsentrasi
metabolit yang berasal dari kumpulan bakteri akan menyebabkan sakit gigi (Todar
2002).
7
Kasus karies gigi menyebar di seluruh dunia secara global, penyakit ini
menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi, infeksi, bahkan kematian. Terdapat empat
faktor yang mempengaruhi kemunculan karies, yaitu email gigi (dentin), bakteri yang
bersifat kariogenik, fermentasi karbohidrat (misalnya sukrosa), serta lamanya waktu
interaksi ketiga faktor tersebut (Wikipedia 2006). Proses karies gigi berawal ketika
bakteri normal pada rongga mulut beraktivitas dan berkumpul disekitar gigi
membentuk masa lengket berwarna krem yang dikenal sebagai plak (Wikipedia
2006). Bakteri yang membentuk plak ini kemudian menghasilkan asam laktat yang
dapat menyebabkan demineralisasi (melarutnya) email gigi. Asam laktat ini
dihasilkan dari proses fermentasi karbohidrat (Todar 2002). Terkikisnya mineral
email gigi (demineralisasi) adalah proses yang berjalan dinamis, apabila kondisi
asam ternetralkan dengan adanya mineral penting dari saliva, obat kumur, pasta gigi
maka pembentukan mineral kembali (remineralisasi) dapat muncul dan memperbaiki
kondisi gigi yang mengalami karies (Wikipedia 2006).
Gambar 3 Karies Gigi (Bratthall 2004)
Karies gigi (Gambar 3) menyebabkan hilangnya mineral gigi secara progresif
diikuti dengan invasi bakteri pada gigi yang demineralisasi. Karies merupakan
penyakit yang bersifat komplek karena terdapat beberapa faktor yang saling
berkaitan (Mount &Hume 2006) yaitu sebagai berikut :
1. Karies adalah penyakit bakterial : Terdapat banyak bukti yang menunjukkan
bahwa karies membutuhkan proporsi mutan streptococcus (MS) yang
8
berlimpah pada plak gigi. Bakteri ini melekat pada gigi, memproduksi asam
laktat, mampu bertahan hidup lebih baik pada kondisi asam, serta
menghasilkan polisakarida ekstrasel dari sukrosa. Infeksi bakteri penyebab
karies umumnya terjadi pada usia muda di masa kanak-kanak. Baktrei
penyebab karies dapat ditularkan dari orangtua atau teman sepermainan.
Selain MS, laktobacillus dan Actinomyces viscosus juga berperan dalam
munculnya karies gigi.
2. Karies dipengaruhi oleh diet sukrosa : Diet sukrosa mengubah ketebalan dan
sifat kimia plak bakteri. Mutan streptococcus dan bakteri plak lain
menggunakan monosakarida dan disakarida untuk membangun polisakarida
ekstrasel. Hal ini mempertebal plak dan mengubah lingkungan ekstrasel dari
cairan menjadi gel. Gel yang tebal (plak) menyebabkan perkembangan
lingkungan asam yang melawan permukaan gigi dari perlindungan buffer
saliva. Plak yang tidak mengalami kontak dengan sukrosa akan lebih tipis
dan terlindung oleh buffer saliva. Diet yang banyak mengandung sukrosa
meningkatkan resiko karies.
3. Karies digerakkan oleh frekuensi makan : Setiap kali bakteri didalam plak
mengalami kontak dengan makanan atau minuman yang mengandung gula,
mereka menggunakannya untuk metabolisme dan memproduksi asam
organik sebagai metabolit. Apabila asam ini tidak bercampur dengan buffer
saliva, maka akan menyebabkan larutnya permukaan gigi (demineralisasi).
Frekuensi makan yang tinggi dapat meningkatkan resiko karies.
4. Karies dimodifikasi oleh flouride : Mineral pada email, cementum, dan dentin
mengandung kalsium fosfat yang disebut apatit. Apatit pada gigi yang baru
banyak mengandung karbonat, sedikit flouride, dan mudah terkikis. Siklus
parsial demineralisasi yang diikuti dengan remineralisasi pada lingkungan
yang kaya flouride membentuk apatit dengan sedikit karbonat, flouride lebih
banyak, dan tidak mudah terkikis. Pemberian flouride secara topikal juga
mengurangi produksi asam oleh bakteri plak. Flouride yang terdapat pada
makanan dan minuman, pasta gigi, obat kumur dapat membantu mengurangi
resiko karies karena membantu remineralisasi pada gigi.
5. Karies dimodifikasi oleh saliva : Sirkulasi saliva (salivary flow) merupakan
buffer yang efektif untuk menjaga keseimbangan demineralisasi dan
9
remineralisasi gigi. Resiko karies menjadi lebih tinggi apabila salivary flow
kurang dari 0,7 ml/ menit.
Karies gigi berkaitan erat dengan Mutan streptococcus (MS) terutama S.
mutan dan S.sobrinus karena bakteri ini merupakan penyebab munculnya plak pada
hewan dan manusia (Michael et al. 1990, Seminario et al. 2005). Karies gigi mulai
dikaitkan dengan MS setelah sukrosa menjadi salah satu komponen pangan pada
diet manusia. Karies dapat muncul pada diet yang mengandung banyak karbohidrat
serta higiene mulut yang kurang baik. Bakteri dapat menghasilkan H2S, NH3, toksin,
enzim dan antigen lain yang dapat menimbulkan efek radang. Apabila proporsi MS
pada plak gigi mencapai 2-10% maka individu tersebut memiliki resiko yang tinggi
terhadap karies gigi, sedangkan jika proporsinya kurang dari 0.1% maka resiko
terhadap karies gigi kecil (Mount & Hume 2006). Menurut Mount & Hume (2006)
karies dapat diobati dengan cara :
a. Mengubah kondisi mikroflora dengan menggunakan chlorhexidine dan
flouride
b. Perbaikan higiene mulut
c. Mengurangi konsumsi gula dan sukrosa
d. Mengurangi jumlah makan
e. Meningkatkan salivary flow
f. Diharapkan di masa depan pengobatan karies dapat menggunakan
antibodi spesifik.
2.3 Mutan Streptococcus
Mutan streptococcus (MS) adalah streptococcus yang ditemukan pada plak
gigi, dapat memfermentasi manitol, sorbitol, dan memproduksi ekstraseluler glukan
dari sukrosa serta bersifat kariogenik pada hewan model (Loesche 1986). MS
memiliki delapan serotipe (a-h) yang dibedakan berdasarkan karbohidrat dinding
selnya dan hibridisasi DNA (Loesche 1986, Michaek & Childers 1990). Karakteristik
grup mutan streptococcus ditunjukkan pada Tabel 2. Bakteri yang termasuk MS
antara lain : Streptococcus cricetus (a), S. rattus (b), S. mutan (c, e, f), S. sobrinus
(d, g), S. downei (h), S. macacae (c), S. ferus (c) (Gronroos 2000). Beberapa
serotipe ini menunjukkan reaksi silang terutama serotipe a, d, g,h dan c, e, f.
10
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa hampir seluruh populasi manusia
didunia membawa mutan streptococcus (Loesche 1986). Gronroos (2000)
memaparkan bahwa MS terdapat pada populasi dengan prevalensi karies mulai
tinggi, rendah, dan sangat rendah. Mikroorganisme ini dibawa oleh 33-75% anak-
anak dalam usia 4 tahun-an, dan 80-90% orang dewasa. Mutan streptococcus
serotipe c (S. mutan) merupakan yang terbanyak ditemukan pada plak dan saliva
dari manusia.
Tabel 2 Karakteristik Grup Mutan Streptococcus
Spesies Mol% G + C Serotipe Polisakarida
Dinding Sel*
S. mutans 36-38 c, e, f Rha, Glc
S. rattus 41-43 b Rha, Gal, Gro
S. sobrinus 44-46 d, g Rha, Glc, Gal
S. cricetus 42-44 a Rha, Glc, Gal
S. downei 41-42 h Belum diketahui
S. macacae 35-36 c Belum diketahui
S. ferus 43-45 c Rha, Glc
Keterangan * : Rha, rhamnose; Glc, glukosa; Gal, galaktosa; Gro, gliserol (Sumber :
Gronroos 2000)
Mutan streptococcus bersifat asidogenik dan asidurik dan dapat melekat
pada permukaan gigi. Bakteri ini memproduksi polisakarida intrasel dan ekstrasel
dari sukrosa. Kariogenitas MS dipengaruhi oleh tiga kondisi yaitu : kemampuan
kolonisasi pada permukaan gigi, kemampuan memproduksi asam lebih cepat
daripada netralisasi lokal pada plak gigi, serta kemampuan MS membuat pH lebih
rendah daripada pH kritis untuk melarutnya email gigi (Seminario et al. 2005).
2.3.1 Transmisi Mutan Streptococcus
Pada saat manusia lahir, rongga mulut dalam keadaan steril namun dengan
cepat terkontaminasi oleh bakteri dari lingkungan, biasanya berasal dari ibu saat
menyusui pertama kali. Ekologi mulut berbeda pada tiap tahapan usia dan hal ini
mempengaruhi komposisi mikroflora normal. S. salivarius dominan berada pada
11
rongga mulut (98% dari total mikroflora dalam mulut) sampai dengan munculnya gigi
(usia 6-9 bulan). Erupsi gigi pada tahun pertama dipicu oleh kolonisasi S. mutan dan
S. sanguis (Todar 2002).
Mikroflora normal memberikan beberapa keuntungan bagi inangnya, antara
lain : 1) Mikroflora normal menempati lokasi yang tersedia sehingga menyulitkan
bakteri yang bukan flora normal untuk kolonisasi, 2) Mikroflora normal memberi
kontribusi dalam sintesis vitamin dan respon imun dengan menginduksi antibodi
yang mungkin bereaksi silang dengan bakteri patogen, 3) Mikroflora normal
memproduksi peroksidase dan bakteriosin. Mikroflora normal dapat menimbukan
kerusakan pada inang apabila bakteri ini bersifat patogen oportunistik (Todar 2002).
Secara umum keberadaan mikroorganisme pada inang adalah melalui
transmisi langsung dan tidak langsung (melalui vektor). Patogen juga bisa
ditransmisikan melalui makanan dan air. Saliva dianggap sebagai media transportasi
terpenting dalam transmisi MS melalui kontak fisik. Ibu merupakan sumber infeksi
utama terhadap bayinya. MS yang diisolasi dari pasangan ibu dan anak memiliki
tingkat kesamaan strain 71%, serta 51,4% genotipe MS yang ditemukan pada anak
ditemukan pula pada ibunya. Dugaan yang lain adalah kolonisasi awal dipengaruhi
diet bayi yang mengandung karbohidrat. Setelah MS mencapai kolonisasi secara
stabil, maka bakteri ini akan terus berada pada rongga mulut (Gronroos 2000).
2.3.2 Patogenitas Mutan Streptococcus
Mutan streptococcus memiliki beberapa sifat fisiologi dan biokimia yang
melibatkannya sebagai inisiator karies gigi (Todar 2002). Sifat-sifat tersebut antara
lain :
1. Mutan streptococcus termasuk flora normal pada rongga mulut manusia dan
biasanya muncul dalam jumlah besar. Bakteri ini sudah terkolonisasi pada
permukaan gigi, bersama komponen saliva seperti mucin mereka membentuk
lapisan tipis yang disebut pelikel email. Mucin yang terserap bertindak sebagai
reseptor molekuler untuk ligan pada permukaan sel bakteri.
2. Mutan streptococcus memiliki enzim glikosiltransferase yang bertindak sebagai
ligan bakteri untuk perlekatan dan mempolimerisasi glukosa yang berasal dari
diet sukrosa menjadi glukan yang memicu munculnya formasi plak.
12
3. Mutan streptococcus memproduksi asam laktat dari diet karbohidrat yang
menyebabkan demineralisasi email gigi. Mutan streptococcus memproduksi
asam laktat dalam jumlah besar dan lebih toleran pada kondisi asam.
4. Mutan streptococcus menyimpan polisakarida dari diet sukrosa dan digunakan
sebagai cadangan karbon dan energi sebagai sumber untuk produksi asam
laktat. Bakteri ini juga membentuk intraseluler polisakarida yang disimpan di
dalam sel dan kemudian dimetabolisme menjadi asam laktat.
Gambar 4 Patogenitas Mutan Streptococcus (Smith 2003)
Kolonisasi bakteri pada permukaan gigi diawali dengan perlekatan (adhesi)
bakteri pada permukaan gigi. Perlekatan bakteri streptococcus yang kariogenik pada
permukaan gigi terbukti mengawali formasi plak dan akhirnya menyebabkan karies
gigi (Olson et al. 1972). Perlekatan diawali dengan interaksi antara protein bakteri
(molekul adhesi) dengan reseptor permukaan gigi. Molekul adhesi umumnya adalah
lektin yang berikatan dengan reseptor sakarida atau reseptor protein (Gibbons
1989). Molekul adhesi ini sering dihubungkan dengan antigen I/II yang terdapat pada
bakteri MS. Patogenitas MS (Gambar 4) didasari terjadinya erosi mineral pada email
gigi oleh asam laktat, yang merupakan produk akhir bakteri. Konsentrasi asam laktat
dipengaruhi oleh jumlah streptococcus yang asidogenik pada plak gigi. Kemampuan
GTF Protein pengikat glukan Molekul adhesi Reseptor saliva Sukrosa Glukan
Permukaan gigi
13
MS untuk berikatan pada sintesis glukan dengan glikosiltransferase diduga
merupakan faktor penting dalam perkembangan plak gigi yang mengandung bakteri
ini (Smith et al. 1998). Proses akumulasi bakteri pada plak di inisiasi oleh enzim
glikosiltransferase. Sementara penyatuan MS dengan bakteri oral lainnya adalah
melalui interaksi antar sel bakteri dan diperantarai oleh glucan binding protein (Smith
2003). Pada kondisi nutrisi rendah MS mendegradasi polisakarida (sukrosa,
fruktosa, glukosa) menjadi asam laktat dan menyebabkan larutnya email gigi
(Seminario et al. 2005, Bratthall 2004). Kombinasi plak gigi dan asam laktat yang
menciptakan kondisi asam pada gigi serta melarutkan email gigi memicu terjadinya
karies ( Wikipedia 2006 ; Mount & Hume 2006).
2.3.3 Streptococcus sobrinus
Gambar 5 Hubungan Filogenetik Bakteri Streptococcus Oral (Gronroos 2000)
Streptococcus sobrinus adalah salah satu anggota dari grup mutan
streptococcus dan berhabitat di permukaan gigi. Bakteri ini memiliki diameter 0,5
mm, berpasangan atau berbentuk rantai. Koloni pada agar sukrosa berdiameter 1
mm, kasar, saling bertumpukkan, kadang-kadang terdapat runtuhan glukan disekitar
14
koloni. Beberapa strain menunjukkan α hemolisis atau non hemolisis pada agar
darah. S. sobrinus dapat memfermentasi manitol, inulin, dan laktosa namun
bervariasi pada kemampuan memfermentasi sorbitol, melibiose, dan raffinose. S.
sobrinus tidak memproduksi amonia dari arginin serta tidak menghidrolisis eskulin.
Habitat primer S. sobrinus adalah pada gigi manusia. Setelah berkolonisasi pada
gigi, bakteri ini dapat terdeteksi di saliva, lidah, membran mukosa oral, bahkan gigi
palsu dan peralatan kedokteran gigi (Gronroos 2000). Hubungan filogenetik S.
sobrinus dengan bakteri streptococcus oral lainnya ditunjukkan pada Gambar 5.
Streptococcus sobrinus bersifat patogen pada hewan coba dan merupakan
salah satu penyebab utama karies gigi pada manusia (Sneath et al. 1986, Michael et
al. 1990). S. sobrinus umumnya ditemukan bersama-sama dengan S. mutan.
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi yang berbeda mengenai keberadaan
S. sobrinus. Prevalensi S. sobrinus di laporkan dalam jumlah yang sedikit, namun
pada subjek spesifik prevalensinya lebih tinggi dibandingkan S. mutan (Gronroos
2000).
Sukrosa dan enzim glikosiltransferase berperan penting dalam kolonisasi S.
sobrinus pada permukaan gigi (Loesche 1986). Molekul adhesi yang bertindak
sebagai perantara perlekatan S. sobrinus adalah antigen I/II atau disebut antigen
protein permukaan (Spa A). Spa A memiliki berat molekul 185000 Da (Robert et al.
1991). Enzim glikosiltransferase (GTF) berperan sebagai inisiator pembentukan plak
gigi. S. sobrinus memiliki GTF-S dan GTF-I (Loesche 1986). Selain GTF dan
molekul adhesi, S. sobrinus memiliki glucan binding protein (GBP) yang merupakan
mediator asosiasi dinding sel bakteri karena protein ini dapat berikatan dengan α 1-6
glukan. S. sobrinus memiliki GBP 2, GBP 3, dan GBP 5 (Smith et al. 1998).
2.4 Fagositosis
Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang bersifat non
spesifik (Kresno 2001). Menurut Kuby (1997), fagositosis adalah proses pergerakan
dan penghancuran benda asing yang dilakukan oleh sel-sel fagositik. Sementara itu
Baratawidaja (2006) menyatakan bahwa fagositosis ialah proses yang melibatkan
pengenalan antigen/ mikroba, menelan, mencerna, dan mendegradasi mikroba. Sel-
sel fagosit antara lain sel polimorfonuklear (netrofil, eosinofil, basofil) dan sel
15
mononuklear (makrofag). Sel fagosit , misalnya makrofag berfungsi untuk menelan
dan menghancurkan partikel asing dengan proses endositosis. Sel ini membersihkan
dan menghancurkan bakteri tertentu, sel-sel rusak, sel tumor, benda koloid dan
molekul besar (Bellanti 1993).
Sel fagosit menelan mikroba dengan cara endositosis dan proses
pembentukan fagosom. Setelah mikroba terperangkap di dalam kantung fagosom,
mikroba dihancurkan dengan proses oksidasi reduksi, kondisi asam, atau lisozim
yang menyebabkan gangguan metabolisme mikroba. Proses fagositosis dapat
berjalan dengan baik apabila sel fagosit berada dekat dengan partikel bakteri. Untuk
mencapai hal tersebut, sel fagosit harus bergerak menuju sasaran. Pergerakan ini
dirangsang oleh zat atau mediator tertentu yang disebut faktor kemotaktik/
leukotaktik. Faktor kemotaktik berasal dari bakteri, netrofil/ makrofag, atau
komplemen. Selain faktor kemotaktik, proses fagositosis dipermudah oleh
opsonisasi (Kresno 2001).
Gambar 6 Proses Opsonisasi dan Fagositosis Bakteri (Anonim c 2007)
Bakteri ekstrasel Opsonisasi
Ingesti oleh makrofag
Digesti dalam lisosim
16
Opsonisasi adalah proses pelapisan antigen oleh suatu substansi yang disebut
opsonin agar lebih mudah untuk difagosit. Opsonin ialah substansi yang berikatan
dengan antigen dan menginduksi terjadinya fagositosis oleh makrofag atau netrofil
(Clayman 1989). Dua substansi yang berperan pada opsonisasi adalah antibodi dan
komplemen. Opsonisasi dengan antibodi/ imunoglobulin atau komplemen
mempermudah fagositosis karena sel fagosit memiliki resptor untuk fraksi Fc dari
imunoglobulin serta reseptor C3 dari komplemen. Hal ini mempererat hubungan
antara sel fagosit dan sasaran ( Kuby 1997). Proses opsonisasi dan fagositosis
ditunjukkan pada Gambar 6.