II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kopi Arabika. TINJAUAN... · kering tiga bulan per tahun...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kopi Arabika. TINJAUAN... · kering tiga bulan per tahun...
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kopi Arabika
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2010),
Kopi Arabika adalah spesies asli yang berasal dari Ethiopia. Kopi Arabika tumbuh
di Afrika Barat, India Barat, Brazil, dan Jawa. Kopi Arabika merupakan tanaman
perdu tahunan yang memiliki akar tunggang, tingginya antara 7-12 m dan
mempunyai cabang. Percabangan sekunder sangat aktif bahkan pada cabang
primer di atas permukaan tanah membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah.
Panjang cabang primer rata-rata mencapai 123 cm sedangkan ruas cabangnya
pendek-pendek. Batang tanaman Kopi Arabika berkayu, keras, dan tegak dengan
warna putih keabu-abuan. Beberapa sifat penting Kopi Arabika antara lain.
1. Syarat tumbuh Kopi Arabika pada daerah yang ketinggiannya antara
700-1700 m dpl dan suhu 16-20°C. Daerah yang iklimnya kering atau bulan
kering tiga bulan per tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat
hujan kiriman.
2. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.
3. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 kuintal kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai
harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Produksi Kopi
Arabika bisa mencapai 15-20 kuintal/ha/th apabila dikelola secara intensif.
4. Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Beberapa varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak
diusahakan di Indonesia antara lain Abesinia, Pasumah, Marago Type,
dan Congensis.
10
2.2 Budidaya Kopi Arabika
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2010),
adapun langkah-langkah dalam budidaya Kopi Arabika, antara lain.
1. Persemaian
Benih yang digunakan harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak
dari bahan yang dikehendaki. Biji diperoleh setelah benih kulit, dan daging buah
dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu, setelah itu benih diangin-anginkan
selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian
disemaikan pada media yang sudah disiapkan. Tanaman persemaian harus dipacu
kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Bagian atas
bedengan diberi lapisan pasir tepat kira-kira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan
dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup, tetapi tidak tergenang. Benih
dipindahkan ke tempat persemaian lapangan setelah berusia tiga bulan.
2. Penanaman
Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan semak, membongkar
tunggul atau akar pohon yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran.
Pengajiran adalah cara untuk mengatur jarak tanam agar rapi, lurus, dan teratur
dengan menggunakan ajir (bilahan bambu atau tongkat dari kayu). Jarak tanam
berbentuk segi empat 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpang sari 2 x 4 m.
Lubang tanam dibuat tiga bulan sebelum ditanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm
dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah
2-4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah
minimal tiga pasang.
11
Penanaman Kopi Arabika memerlukan pohon pelindung yang hendaknya
sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohon yang ditanam seperti lamtoro,
dadap, dan sengon. Pohon pelindung selain berguna untuk melindungi tanaman
kopi, juga berguna untuk memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit,
mengurangi biaya penyiangan, dan dapat menurunkan suhu air dan tanah pada
musim panas.
3. Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah
tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali dalam sebulan pada tanaman
muda sedangkan untuk tanaman dewasa dua kali dalam sebulan yang bertujuan
meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun yaitu
awal musim hujan dan akhir musim hujan.
4. Panen
Ukuran kematangan buah kopi ditandai oleh perubahan kulit buah telah
merah. Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa
masak penuh terlampaui (over ripe). Sistem petik merah akan menghasilkan kopi
pasar bermutu tinggi dengan rendemen yang tinggi sekitar 20-22%. Tanaman
Kopi Arabika sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Buah kopi yang
bisa dipetik pada panen pertama hanya sedikit. Jumlah tersebut semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya setelah berumur
7-9 tahun. Tanaman Kopi Arabika mampu berproduksi rata-rata 5-7
kuintal/ha/tahun pada saat umur tersebut.
5. Pascapanen (pengolahan hasil)
Ada dua cara pengolahan buah Kopi Arabika, antara lain.
12
a. Pengolahan kering (dry process)
Pengolahan kering biasanya dilakukan pada buah kopi yang belum masak
(masih hijau) dan kelewat masak, serta buah kopi yang cacat lainnya. Buah kopi
disortasi dengan cara memisahkan buah kopi yang masak dari buah yang belum
masak dan kelewat masak, buah cacat dan kotoran lainnya. Buah kopi dijemur
selama 10-15 hari hingga kadar air kurang dari 13% setelah disortasi, setelah
proses penjemuran buah kopi dikupas dengan mesin pengupas (huller).
b. Pengolahan basah (wet process)
Buah kopi yang baik dan masak dipisahkan dari buah busuk, mentah, dan
kotoran lainnya. Buah kopi dimasukkan ke dalam bak sortasi buah yang berisi air.
Air yang digunakan adalah air yang bersih dan bebas dari kotoran yang dapat
mencemari biji kopi. Buah yang mengapung (terserang bubuk buah) dipisahkan
dari buah yang tenggelam dan selanjutnya diolah terpisah. Buah kopi dikupas
dengan mesin pengupas (pulper) tipe silinder setelah proses sortasi, kemudian biji
kopi difermentasi. Tahap fermentasi hanya dilakukan untuk pengolahan Kopi
Arabika. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang
tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Tujuan lain
proses fermentasi ini adalah untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong
terbentuknya kesan mild pada citarasa seduhannya.
Prinsip fermentasi adalah pernguraian senyawa-senyawa yang terkandung
di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari
udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji kopi di
dalam genangan air) dan secara kering tanpa rendaman air. Cara sederhana untuk
fermentasi kering adalah dengan menyimpan biji kopi HS basah dalam karung
13
plastik yang bersih atau dapat juga dilakukan dengan menumpuk biji kopi HS
basah di dalam bak semen dan kemudian ditutup dengan karung goni, dan
dilakukan pembalikan minimal satu kali sehari. Akhir fermentasi ditandai dengan
mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi
biji Kopi Arabika berkisar 12-36 jam.
Biji kopi dicuci untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang
masih menempel dikulit tanduk setelah proses fermentasi. Proses pencucian ini
dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin. Kopi gabah (kopi
HS) yang telah dicuci ditiriskan selama beberapa jam. Proses selanjutnya adalah
pengeringan. Kopi HS harus dijemur sampai kadar air 30%, selanjutnya dapat
dikeringkan dengan mesin pada suhu maksimum 45oC atau dijemur terus hingga
kering. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas yang bersih.
Pengeringan ini dilakukan sampai kadar air kopi lebih rendah dari 12%.
c. Penggerbusan (Hulling)
Buah kopi kering digiling dengan mesin huller untuk mendapatkan biji
kopi Ose (kopi beras) atau dapat juga dilakukan dengan cara ditumbuk.
Penggerbusan dilakukan terhadap kopi HS yang cukup kering.
d. Penyimpanan
i. Biji kopi HS atau kopi beras dapat disimpan setelah cukup kering, dengan
kadar air 12%.
ii. Biji kopi harus dikemas dan disimpan dengan bahan kemas dari ruang
simpan yang tidak lembab, aerasi baik, bersih, dan bebas dari bahan yang
berbau asing dan hama gudang.
14
iii. Penyimpanan kopi bisa secara curah atau dalam karung. Penyusunan
karung dalam gudang menggunakan palet (landasan kayu) dengan jarak
dari lantai 10 cm, 60 cm dari dinding, dan 60 cm antartumpukan.
Penyusunan karung dengan sistem kunci lima dengan tinggi tumpukan
kurang dari 20 karung.
iv. Selama penyimpanan dilakukan pengawasan mutu biji kopi secara
periodik (setiap bulan) meliputi kadar air, serangan hama, dan jamur.
Penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari tiga bulan.
6. Proses pengolahan kopi bubuk
Kopi yang akan diolah menjadi bubuk kopi biasanya masih dalam bentuk
kopi Ose. Kopi Ose diolah menjadi kopi bubuk untuk menghasilkan nilai tambah.
Berikut ini proses pengolahan yang dilakukan (Puslitkoka Jember, 2013).
a. Penyangraian
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses
sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis. Secara
kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari
ruang sangrai. Secara fisik, reaksi pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang
umum adalah 195-205oC. Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7-30 menit
tergantung pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai
adalah sebagai berikut.
i. Suhu 190-195oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)
ii. Suhu 200-205oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)
15
iii. Suhu > 205oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung
agak hitam)
b. Penghalusan biji kopi sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk
mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk
citarasa dan senyawa penyegar mudah larut saat diseduh ke dalam air panas.
c. Pengemasan
Kopi bubuk dikemas dalam kemasan alumunium foil atau pembungkus
dari plastik dan di-press panas. Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan
terjaga dengan baik pada kemasan vakum, supaya kandungan oksigen di dalam
kemasan minimal.
2.3 Konsep Nilai Tambah
Menurut Hayami et. al (1987 dalam Kementrian Keuangan RI, 2012)
menyatakan nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditi
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam
suatu produksi. Definisi lain nilai tambah menurut Hayami et.al (1987 dalam
Maimun, 2009) adalah selisih antara komoditi yang mendapat perlakuan pada
tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung.
Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor
seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.
Metode Hayami merupakan salah satu metode analisis nilai tambah yang
sering dipakai. Hayami menerapkan analisis nilai tambah pada subsistem
16
pengolahan (produksi sekunder). Produksi sekunder merupakan kegiatan produksi
yang mengubah bentuk produk primer.
Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan,
yaitu biaya penggantian untuk keausan dan kelapukan modal dalam produksi. Ada
dua konsep nilai tambah berdasarkan penyusutan yaitu nilai tambah netto dan
nilai tambah brutto. Nilai tambah netto adalah nilai yang memperhitungkan
penyusutan yang terjadi, sedangkan nilai tambah brutto adalah nilai yang tidak
memperhatikan penyusutan (Sicat dan Arndt, 1991 dalam Nur, 2013).
Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk
pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar.
Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku
yang digunakan, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga
output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan harga input lain. Menurut
Hayami et.al (1987 dalam Pertiwi, 2013) dalam analisis nilai tambah terdapat tiga
komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output
yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang
menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah
satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari
satu satuan input.
Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan
dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan,
serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi cenderung padat karya maka
proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian
17
keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal
maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian
tenaga kerja.
2.4 Analisis Finansial
Gittinger (1986 dalam Nisa, 2014) menyatakan aspek finansial merupakan
proyeksi anggaran dan pengeluaran pada masa yang akan datang pada setiap
tahunnya. Analisis aspek finansial proyek membahas analisis biaya manfaat
proyek, serta kriteria kelayakan investasi.
2.4.1 Analisis biaya dan manfaat
Menurut Ichsan dkk, (2000) biaya didefinisikan sebagai manfaat (benefit)
yang dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa, sedangkan manfaat
(benefit) adalah hasil yang diharapkan dari suatu investasi. Biaya yang diperlukan
untuk suatu bisnis antara lain.
a. Biaya modal, yaitu dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka
panjang, seperti tanah, bangunan, alat dan mesin, dan lain-lain.
b. Biaya operasional, yaitu dana yang dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan
yang diperlukan pada saat bisnis mulai dilaksanakan. Contoh biaya ini adalah
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya perlengkapan.
c. Biaya lain-lain, seperti pajak, bunga pinjaman, dan asuransi.
2.4.2 Kriteria kelayakan investasi
Kriteria investasi adalah alat ukur yang menentukan apakah suatu proyek
layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria investasi dapat dibedakan atas
dua kategori, diantaranya.
18
1. Undiscounted criteria adalah kriteria investasi yang tidak memperhitungkan
suku bunga yang berlaku. Kriteria investasi ini mempergunakan analisis PBP
yang digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi dapat kembali
dengan adanya keuntungan yang dihasilkan oleh usaha dengan satuan waktu.
Kelemahan metode ini adalah sulitnya menentukan periode pengembalian
maksimum sebagai angka pembanding. Metode ini mengabaikan nilai waktu
uang dan aliran kas setelah periode pengembalian.
2. Discounted criteria adalah kriteria investasi yang memperhitungkan suku
bunga yang berlaku. Kriteria investasi ini menggunakan analisis NPV, Net
B/C, IRR, dan analisis sensitivitas.
a. Net B/C
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah NPV yang positif
dengan jumlah NPV yang negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat
berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu
bisnis dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu
(Net B/C ≥ 1). Suatu bisnis dikatakan tidak layak dilaksanakan apabila nilai Net
B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), karena manfaat yang akan diperoleh dari
suatu bisnis lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk
pelaksanaan bisnis tersebut.
b. NPV
NPV merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu
bisnis yang nilainya diperoleh dari selisih antara nilai kini (present value) arus
manfaat dengan nilai kini (present value) arus biaya. NPV dari suatu bisnis
merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan
19
pengeluaran awal. Suatu bisnis dikatakan layak dilaksanakan jika usaha tersebut
memiliki nilai NPV lebih besar dari nol (NPV > 0), dan sebaliknya bila NPV
usaha tersebut kurang dari nol (NPV < 0) maka hasil usaha tersebut tidak dapat
menutupi biaya yang telah dikeluarkan, sehingga usaha tersebut tidak layak
dilaksanakan dan bila nilai NPV suatu usaha tepat sama dengan nol (NPV = 0),
artinya usaha tersebut mengembalikan tepat sebesar biaya investasi. Menurut
Soekartawi (1986 dalam Candraningtyas, 2013), menyebutkan bahwa cara
perhitungan NPV merupakan cara yang praktis untuk menentukan kelayakan
suatu usaha. Cara ini juga memiliki kekurangan, yaitu dibutuhkannya penentuan
suku bunga yang tepat dan benar sebelum menghitung nilai NPV.
c. IRR
Menurut Ichsan dkk, (2000), IRR adalah tingkat bunga (diskonto) yang
akan menyebabkan nilai sekarang bersih sama dengan nol, sebab jika nilai
sekarang bersih sama dengan nol, maka nilai sekarang aliran kas masuk akan
sama dengan nilai sekarang pengeluaran awal investasi. IRR menunjukkan
seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Suatu
bisnis dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh bisnis tersebut lebih besar
dari tingkat diskonto, jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat
diskonto, maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Sama halnya
dengan NPV, IRR pun memiliki kelemahan. Kelemahan IRR adalah
pengerjaannya yang paling sulit di antara semua analisis investasi yang ada, akan
tetapi untuk perusahaan menengah ke atas, analisis inilah yang paling banyak
digunakan (Ichsan, dkk 2000).
20
d. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk melihat apa yang akan terjadi
dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar
perhitungan biaya atau manfaat (Pudjosumarto 2002 dalam Sari, 2013).
Perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat seperti perubahan harga input
dan output (perubahan faktor eksternal). Perubahan faktor eksternal tersebut akan
berpengaruh terhadap kriteria kelayakan investasi suatu usaha.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini yaitu
penelitian dari Dewi (2015), Rahayuni (2013), dan Nisa (2014). Penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2015) yang berjudul ‘Analisis Finansial dan Nilai Tambah
Pengolahan Kopi Arabika di Koperasi Tani Manik Sedana Kabupaten Bangli’
menjelaskan tentang perhitungan nilai tambah dari kegiatan pengolahan kopi serta
kelayakan usaha pengolahan kopi dilihat dari aspek finansial. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa pengolahan dari gelondong merah menjadi kopi HS dan
gelondong merah menjadi kopi bubuk menghasilkan nilai tambah sebesar
Rp 1.875,05 dan Rp 6.642,34 per kilogram bahan baku. Berdasarkan kriteria
investasi, pengolahan Kopi Arabika ini layak secara finansial dengan NPV
sebesar Rp 667.757.620,00; IRR sebesar 28,70%; dan Net B/C sebesar 2,00.
Usaha ini akan menjadi tidak layak apabila harga jual kopi HS dan kopi
bubuk menurun.
Penelitian Rahayuni (2013) yang berjudul ‘Analisis Nilai Tambah Usaha
Pengolahan Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli’
menjelaskan tentang proses pengolahan kopi dengan sistem olah basah dan olah
21
kering, nilai tambah dari kegiatan pengolahan kopi serta kendala-kendala yang
dihadapi usaha pengolahan kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
nilai tambah usaha pengolahan kopi Tri Guna Karya untuk kopi HS
Rp 4.094,09/kg, kopi bean Rp 5.015,73/kg, kopi Ose sebesar Rp 2.529,30/kg.
Pengolahan kopi Sari Mukti menghasilkan nilai tambah untuk kopi HS sebesar
Rp 2.291,95/kg, kopi bean sebesar Rp 3.153,06 /kg dan kopi Ose sebesar
Rp 2.092,87/kg. Serta kendala yang dihadapi dari segi teknis yaitu kurangnya alat,
cuaca yang kurang mendukung dan sulitnya pemasaran.
Penelitian Nisa (2014) yang berjudul ‘Analisis Kelayakan Usaha
Pengolahan Kopi pada Kelompok Usaha Bersama Robusta Akur di Kabupaten
Temanggung’. Penelitian ini menjelaskan tentang kelayakan usaha pengolahan
kopi dilihat dari aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek non finansial
terdiri atas aspek pasar, teknis, manajemen, sosial, dan lingkungan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa, usaha pengolahan kopi layak dijalankan dengan nilai NPV
yang diperoleh sebesar Rp 43.507.123, IRR sebesar 30,16 persen, Net B/C sebesar
1,50, Gross B/C sebesar 1,04, dan PBP selama 8,81 tahun. Analisis sensitivitas
dengan pendekatan switching value diperoleh batas maksimal penurunan jumlah
produksi sebesar 12,74 persen dan kenaikan biaya biaya bahan baku sebesar 29,45
persen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengolahan kopi
peka terhadap perubahan jumlah produksi namun tidak peka terhadap perubahan
biaya bahan baku.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka penelitian ini memiliki
persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dan
perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
22
Tabel 2.1
Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis
No. Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan
1. Dewi (2015) - Komoditi Kopi Arabika
- Metode Hayami untuk analisis nilai tambah
- Krtiteria investasi yang
digunakan (NPV, Net
B/C, dan IRR)
- Melakukan analisis
sensitivitas
- Lokasi penelitian berada
dalam satu kecamatan, namun berbeda pada Unit
Usaha Produktif
pengolahan Kopi Arabika
- Penelitian ini tidak
melakukan analisis kendala
usaha pengolahan kopi.
2. Rahayuni (2013) - Komoditi Kopi Arabika
- Metode Hayami untuk
analisis nilai tambah
- Analisis kendala usaha
pengolahan kopi
- Lokasi penelitian berada
dalam satu kecamatan,
namun berbeda pada Unit
Usaha Produktif
pengolahan Kopi Arabika - Penelitian ini tidak
melakukan analisis kelayak
usaha
3. Nisa (2014) - Kriteria investasi yang
digunakan (NPV, IRR,
Net B/C, dan PBP)
- Melakukan analisis
sensitivitas
- Komoditi yang diteliti yaitu
kopi Robusta
- Lokasi penelitian berada di
Provinsi Jawa Tengah
- Menganalisis kelayakan usaha dari aspek non
finansial
- Tidak melakukan analisis
nilai tambah
- Tidak melakukan analisis
kendala usaha
2.6 Kerangka Pemikiran
Daerah Kintamani merupakan salah satu penghasil Kopi Arabika dengan
luas tanam terluas di Provinsi Bali. Petani kopi di Provinsi Bali tergabung dalam
kelompok atau lembaga tradisional yang disebut dengan subak abian. Subak
Abian Ulian Murni merupakan salah satu subak abian penghasil komoditi Kopi
Arabika. Subak Abian Ulian Murni membentuk Unit Usaha Produktif (UUP) yang
bertujuan melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran Kopi Arabika untuk
meningkatkan pendapatan.
Kegiatan pengolahan kopi pada UUP Ulian Murni semakin berkembang
setelah adanya bantuan berupa sarana dan prasarana pengolahan kopi dari Dinas
23
Perkebunan Provinsi Bali. Pemerintah Provinsi Bali juga memberikan bantuan
kredit modal kerja untuk membantu UUP dalam membeli bahan baku dari para
petani Kopi Arabika. Sampai saat ini produk yang telah dihasilkan yaitu kopi HS
dan kopi bubuk.
Kegiatan pengolahan kopi di UUP Ulian Murni dari kopi gelondong merah
menjadi kopi HS hingga menjadi kopi bubuk menciptakan nilai tambah pada
produk tersebut. Nilai tambah perlu dihitung untuk mengetahui keuntungan yang
didapatkan dari proses pengolahan kopi sehingga memacu perusahaan untuk terus
melakukan pengembangan terhadap produk yang dijual agar memiliki nilai
tambah guna meningkatkan pendapatan. Nilai tambah dihitung dengan metode
Hayami pada penelitian ini.
Penelitian ini juga melakukan analisis terhadap kelayakan usaha UUP
Ulian Murni yang dilihat dari aspek finansial. Aspek finansial usaha dianalisis
dengan menggunakan kriteria investasi yaitu terdiri dari NPV, IRR, Net B/C,
PBP, dan analisis sensitivitas.
UUP Ulian Murni menghadapi kendala-kendala dalam melakukan usaha
pengolahan kopi. Kendala-kendala usaha tersebut dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian ini kemudian dapat ditarik kesimpulan yang selanjutnya dapat
dijadikan rekomendasi bagi pengelola usaha. Kerangka penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 2.1
24
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha
Pengolahan Kopi Arabika pada UUP Ulian Murni Kabupaten Bangli
Unit Usaha Produktif (UUP) Ulian
Murni
Usaha Pengolahan Kopi Arabika
Nilai Tambah Akibat
Perubahan Bentuk
Kelayakan Usaha
Kendala-kendala
Usaha
Analisis Metode
Hayami
Analisis
Deskriptif
Hasil dan pembahasan
Rekomendasi
Analisis Kelayakan
Finansial dengan kriteria
investasi:
- Net B/C
- NPV
- IRR
- PBP
- Analisis Sensitivitas