ii - unmermadiun.ac.id fileNomor 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. ... telah disusun...
Transcript of ii - unmermadiun.ac.id fileNomor 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. ... telah disusun...
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar pengesahan
Lembar telah diseminarkan
Abstrak
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………….…………………………….………… 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………………….. 1
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 4
E. Lingkup Penelitian ……………………………………………………… 4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu ……………………………………………………… 5
B. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………….. 7
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ………………………………………………………….. 25
B. Obyek Penelitian ……………………………………………………… 25
C. Tempat dan waktu penelitian …………………………………………… 25
D. Jenis dan sumber data …………………………………………………… 25
E. Definisi operasional variabel ……………………………………………… 26
F. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………… 27
G. Metode Analisis ……………………………………………………… 28
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran umum obyek penelitian ……………………………………… 29
B. Penyajian Data …………………………………………………………… 31
C. Pembahasan ……………………………………………………………… 39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 41
B. Saran ……………………………………………………………………. 41
C. Saran untuk penelitian berikutnya ……………………………………….. 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
ABSTRAK
PROSES PENYUSUNAN RAPB DESA DI DESA NGENGOR,
KECAMATAN PILANGKENCENG, KABUPATEN MADIUN
Oleh:
Nurharibnu Wibisono, SE, Ak, M.Si1)
Herry Purnomo, SE, M.Aks2)
1 & 2) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Madiun
Email: [email protected]
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini meneliti
proses nyata penyusunan APBDesa di desa Ngengor, kecamatan Pilangkenceng,
kabupaten Madiun apakah sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 37 tahun
2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Penelitian ini dilakukan mulai bulan
Oktober sampai dengan Januari 2015. RAPBDesa Ngengor telah disusun dengan
mekanisme yang benar, karena sesuai dengan tahapan yang ada di Permendagri
Nomor 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. RAPBDesa Ngengor
telah disusun berdasarkan RPJMDesa dan RKPDesa Ngengor yang sudah dibuat
sebelumnya. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan Musrenbang Desa masih
sangat rendah. Tetapi keterlibatan Kepala Dusun dalam pembuatan RPJMDesa
sangat aktif, karena setiap dusun diharuskan membuat kajian potensi dan masalah
yang ada di dusunnya. Selanjutnya laporan kajiannya dijadikan bahan penyusunan
RPJMDesa.
Kata Kunci: Proses penyusunan RAPDesa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 200
ayat (1) menjelaskan bahwa: “Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota
dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan
permusyawaratan desa”. Dari pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa
pemerintahan desa bukanlah menjadi bagian/perangkat pemerintah
kabupaten/kota, karena sesungguhnya pemerintahan desa memiliki hak
otonomi tersendiri untuk mengelola pemerintahannya.
Perencanaan pembangunan desa meliputi rencana kegiatan dalam
rangka pengendalian dan pembinaan di tingkat kabupaten dan kecamatan,
serta penyusunan rencana lokasi dan alokasi dana. Dalam rangka
pengintergrasian perencanaan pembangunan dalam sistem pembangunan
daerah, maka desa perlu menyusun dokumen perencanaan pembangunan desa,
berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) dan
Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPT-Desa).
Yossy Suparyo (2013) dalam forum Gerakan Desa Membangun
(GDM) bermaksud menggalang kekuatan pengarusutamaan isu perdesaan di
ruang publik pada awal gerakan, GDM fokus mendorong komunitas warga di
perdesaan untuk bersuara, kini dia mulai mempengaruhi komunitas kelas
menengah dan penentu kebijakan untuk mendukung inisiatif kreatif
masyarakat desa.
Menurut Yossy Suparyo (2013), perubahan sosial lahir dari kemampuan
masyarakat akar rumput untuk mengorganisasi diri, sekaligus
mengomunikasikan gagasannya secara apik ke pelbagai kalangan. GDM
percaya perubahan bisa diraih melalui kepemimpinan gagasan, melalui tiga
cara, yaitu (1) mendorong semakin banyak masyarakat perdesaaan untuk
bersuara, (2) kemampuan mengelola pengalaman organisasi menjadi
pengetahuan ilmiah, dan (3) mempengaruhi para penentu kebijakan publik
untuk mengadopsi pengetahuan dan praktik baik tata kelola perdesaan dalam
peraturan dan perundang-undangan.
Penyelenggaraan pemerintahan desa didasarkan pada PP 72 tahun 2005
tentang Desa. Selanjutnya PP tentang Desa ini disempurnakan dengan UU
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dalam implementasinya diterbitkan PP
Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 tahun 2014
dan PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Alokasi Anggaran Dana Desa.
Pada Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dijelaskan pada
pasal 72 ayat (4) bahwa alokasi dana desa (ADD) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi DAK.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa bahwa keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa barang/jasa yang dapat dijadikan barang milik desa berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban desa menimbulkan
pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa yang tertuang dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan merupakan rencana
tahunan pemerintah desa yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan tugas
pemerintahan desa baik untuk belanja operasional pemerintah desa maupun
dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa.
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau
kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan
ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini
yang dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa
pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu
melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan
masalah utama yang sedang dihadapi.
Dalam pasal 78 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dijelaskan
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa
dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan.
Dalam pasal 3 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dijelaskan
pengaturan desa berazaskan: rekognisi, keberagaman, kebersamaan,
kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan keberlanjutan.
Dalam pasal 6 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa
bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa.
Azas pengelolaan keuangan desa, sebagimana dijelaskan dalam
Permendagri Nomor 37 tahun 2007 pasal 2, keuangan desa dikelola
berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran.
Di dalam pasal 79 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dijelaskan
bahwa: (1) Pemerintah desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa
sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota. (2) Perencanaan pembangunan desa
sebagimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut
RPJM Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana pembangunan tahunan desa, selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
Permendagri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa dan PP Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa menyebutkan
bahwa RPJMDesa disusun dalam jangka waktu 5 tahun. Sedangkan UU
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa RPJMDesa berjangka
waktu 6 tahun.
Pada pasal 79 ayat (3) disebutkan bahwa RPJMDesa dan RKP-Desa
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Di dalam penyusunan RPJMDesa dan
RKP-Desa harus mengikut sertakan masyarakat melalui mekanisme
pengkajian potensi dan masalah desa yang melibatkan partisipasi masyarakat.
Rencana-rencana pembangunan yang telah disusun dan ditetapkan bersama
dalam suatu forum musyawarah (musrenbangdes) hendaknya dapat dilakukan
secara baik.
Obyek penelitian ini adalah Desa Ngengor, Kecamatan Pilangkenceng,
Kabupaten Madiun. Desa Ngengor terdiri dari 2 dusun (RW), terletak di
bagian barat laut kabupaten Madiun, dengan jarak sekitar 2 km dari
kecamatan Pilangkenceng. Peneliti ingin mengetahui proses penyusunan
RAPBDesa yang telah dilakukan sebelumnya, apakah sudah sesuai dengan
mekanisme perundangan yang berlaku. Mengingat UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa dan peraturan di bawahnya masih baru diundangkan dan baru
tahap sosialisasi, maka dalam proses perjalanannya yang dijadikan acuan
masih Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah
penelitian yang berupa pertanyaan penelitian, yaitu :
1. Bagaimanakah mekanisme penyusunan RAPBDesa di Desa Ngengor
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun?
2. Apakah penyusunan RAPBDesa di Desa Ngengor, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten Madiun telah sesuai dengan Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa?
3. Apakah RAPB Desa yang disusun mencerminkan kebutuhan
pembangunan yang diinginkan oleh masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui mekanisme penyusunan RAPDesa di Desa Ngengor,
Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun.
2. Untuk mengetahui kesesuaian penyusunan RAPBDesa Ngengor,
Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun dengan Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007.
3. Untuk mengetahui apakah RAPB Desa yang disusun mencerminkan
kebutuhan pembangunan yang diinginkan oleh masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Untuk mengetahui mekanisme dan kesesuaian penyusunan
RAPBDesa Ngengor, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun
dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
b. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi penelitian
selanjutnya.
2. Bagi Desa
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun APB Desa pada periode berikutnya.
E. Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada proses penyusunan APBDesa pada
Desa Ngengor, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 tahun 2007 Pengelolaan
Keuangan Desa mengingat implementasi UU nomor Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa beserta perundangan turunannya masih bersifat sosialisasi dan
transisi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian dan kajian yang secara khusus mengambil obyek penelitian
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) jumlahnya masih
sangat sedikit (jarang dilakukan), namun penelitian yang mengambil topik
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) saat ini sudah
mulai banyak dilakukan.
Hasil penelitian Abdussakur (2012), menunjukkan bahwa (1)
Pelaksanaan kebijakan APBDesa di wilayah kecamatan Batu Benawa,
kabupaten Hulu Sungai Tengah, Privinsi Kalimantan Selatan sudah sesuai
dengan Peraturan Bupati Hulu Sungai Tengah nomor 10 tahun 2007 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapantan dan Belanja Desa (APBDesa)
kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tetapi prakteknya tidak memadukan antara
top down dan bottom up karena adanya ketimpangan dan lebih dominan top
down. (2) Dilihat dari dokumen perubahan APDesa dari desa Baru, desa
Pagat, dan desa Layuh tampak sekali bahwa Perdes tersebut seperti formalitas
yang dimintakan oleh Pemerintah Daerah untuk melengkapi formalitas berkas
saja. (3) Faktor-faktor yang menentukan implementasi kebijakan APBDesa di
kecamatan Batu Benawa adalah perencana dan pelaksana kebijakan
APBDesa, keberadaan aspek pemasukan desa dan tingkat urgensi program.
Helmiyanti (2007) dalam penelitiannya tentang Pertisipasi Masyarakat
Dalam Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Evaluasi APB Desa Di Desa
Pekalangan Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso, menyimpulkan
bahwa Partisipasi Masyarakat Dalam Proses APB Desa nampak jelas dan
tergambar dalam beberap hal, pertama; antusias yang diwujudkan dengan
peran aktif masyarakat desa Pekalangan dalam menghadiri kegiatan
Musrembang guna merumuskan program pembangunan apa saja yang
menjadi skala prioritas untuk segera dilaksanakan. Kedua, nampak pada
keakifan para tokoh masyarakat yang notabene perwujudan dari aspirasi
kalangan masyarakat desa untuk turut mengemukakan aspirasinya berupa
pendapat, usul maupun ide yang kesemunya bersumber dari masyarakat desa
Pekalangan.
Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah LAN (2006) dalam hasil
kajiannya menyimpulkan bahwa dalam hal perencanaan pembangunan desa,
sebagaimana diungkapkan di atas, belum semua pemerintah desa menyusun
dokumen perencanaan (RPJMDes dan RKPDes), sebagaimana amanat
peraturan perundangan. Adapun bagi pemerintah desa yang telah menyusun
dokumen perencanaan, dalam praktiknya belum mengakomodir prinsip
perencanaan partisipatif.
Persamaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitoian terdahulu
adalah bahwa sama-sama mengambil obyek Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa), sama-sama mengkaji partisipasi mayarakat dalam
APBDesa tersebut.
Sedangkan perdedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu
adalah obyek lokasi penelitian yang berbeda dan penelitian saat ini lebih
menekankan pada proses kepatuhan penyusunan RAPB Desa sesuai dengan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007. Sedangkan pada beberapa penelitian
terdahulu lebih fokus meneliti pada obyek anggarannya.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pemerintahan Desa
Penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan UU No. 32 Tahun
2004, PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, dan UU nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, maka Desa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Amanat UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 200
ayat (1): “Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk
pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan
permusyawaratan desa”. Dari pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa
pemerintahan desa bukanlah menjadi bagian/perangkat pemerintah
kabupaten/kota, karena sesungguhnya pemerintahan desa memiliki hak
otonomi tersendiri untuk mengelola pemerintahannya.
Dalam pasal 1 ayat (1) UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
disebutkan banhwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dengan kondisi yang demikian, maka pemerintahan desa dituntut
untuk mampu menjalankan segala kewenangan yang menjadi tanggung
jawabnya. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan desa, yaitu:
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-
perundangan diserahkan kepada desa (Pasal 206 UU No. 32/2004).
2. Keuangan Desa dan APBDesa
Menurut Permendagri nomor 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa pasal:
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
(2) Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa.
(3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat
APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.
(4) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya
disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa, dinyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Desa.
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa disepakati bersama
oleh kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa
kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati melalui camat
paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi lebih lanjut.
Dalam permendagri nomor 113 tahun 2014 APBDesa terdiri dari:
a. Pendapatan Desa, yaitu :
1) Pendapatan Asli Desa, meliputi :
a) Hasil usaha desa
b) Hasil kekayaan/aset desa
c) Swadaya, partisipasi dan gotong royong
d) Lain-lain pendapatan asli desa yang sah
2) Dana Transfer, meliputi :
a) Dana Desa
b) Bagi hasil pajak dan retribusi dari Daerah Kabupaten/Kota
c) Alokasi Dana Desa
d) Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi
e) Bantuan Keuangan dari APBD Kabupaten/Kota
3) Pendapatan lain-lain, meliputi :
a) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat
b) Pendapatan lain-lain yang sah
b. Belanja Desa, yaitu :
1) Penyelenggaraan pemerintahan Desa
2) Pelaksanaan pembangunan Desa
3) Pembinaan kemasyarakatan Desa
4) Pemberdayaan masyarakat Desa
5) Belanja tak terduga
c. Pembiayaan Desa, yaitu :
1) Penerimaan pembiayaan
2) Pengeluaran pembiayaan
3. Belanja Desa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan Nomor 3 Tentang Laporan Arus Kas dinyatakan
bahwa belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, belanja
desa adalah semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam
rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa. Klasifikasi Belanja
Desa terdiri atas kelompok:
a. Penyelenggaraan pemerintahan Desa
b. Pelaksanaan pembangunan Desa
c. Pembinaan kemasyarakatan Desa
d. Pemberdayaan masyarakat Desa
e. Belanja tak terduga
Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan
kebutuhan desa yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa
(RPKDesa). Di masing-masing kegiatan tersebut kemudian diperinci
berdasarkan jenis belanja, antara lain:
a. Belanja pegawai
Belanja pegawai adalah pengeluaran dan penghasilan tetap dan
tunjangan bagi kepala desa dan perangkat desa, serta tunjangan BPD.
Belanja Pegawai dianggarkan dalam kelompok Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, kegiatan pembayaran penghasilan tetap dan
tunjangan yang pelaksanaannya dibayarkan setiap bulan.
b. Belanja barang dan jasa
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran pembelian/pengadaan
barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan.
Belanja barang dan jasa antara lain:
1) Alat tulis kantor
2) Benda pos
3) Bahan/material
4) Pemeliharaan
5) Cetak/penggandaan
6) Sewa kantor desa
7) Sewa perlengkapan dan peralatan kantor
8) Makanan dan minuman rapat
9) Pakaian dinas dan atributnya
10) Perjalanan dinas
11) Upah kerja
12) Honorarium narasumber/ahli
13) Operasional pemerintah desa
14) Operasional bpd
15) Insentif rukun tetangga / rukun warga
16) Pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat
c. Belanja modal
Belanja modal adalah pengeluaran dalam rangka pembelian
/pengadaan barang atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12
(dua belas) bulan. Pembelian/pengadaan barang atau bangunan
digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan kewenangan desa.
d. Belanja tak terduga
Dalam keadaan darurat atau Keadaan Luar Biasa (KLB),
pemerintah Desa dapat melakukan belanja yang belum tersedia
anggarannya. Keadaan darurat atau KLB merupakan keadaan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang dan/atau mendesak.
Keadaan darurat tersebut antara lain dikarenakan bencana alam, sosial,
kerusakan sarana dan prasarana. Kegiatan dalam keadaan darurat
dianggarkan dalam belanja tidak terduga.
4. Rencana Kerja Pembangunan Desa
a. Pengertian Rencana Kerja Pembangunan Desa
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (2007) Rencana Kerja
Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP-Desa) adalah
dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun dan merupakan
penjabaran dari RPJM-Desa yang memuat rancangan kerangka
ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang
dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan
pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah dan RPJM-Desa.
Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya didesa-desa
diselenggarakan musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP Desa). Penyusunan dokumen RKP Desa
selalu diikuti dengan penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa), karena suatu rencana apabila tanpa
anggaran sepertinya akan menjadi dokumen atau berkas belaka. Kedua
dokumen ini tidak terpisahkan, dan disusun berdasarkan musyawarah
dan mufakat. RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan
infomasi publik. Pemerintah desa merupakan lembaga publik yang
wajib menyampaikan informasi publik kepada warga masyarakat.
Keterbukaan dan tanggung gugat kepada publik menjadi prinsip
penting bagi pemerintah desa.
RKP Desa ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala
Desa dan disusun melalui forum musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) tahunan atau biasa disebut musrenbang
Desa. Dokumen RKPDesa kemudian menjadi masukan (input)
penyusunan dokumen APB Desa dengan sumber anggaran dari
Alokasi Dana Desa (ADD), Pendapatan Asli Desa (PA Desa), swadaya
dan pastisipasi masyarakat, serta sumber-sumber lainnya yang tidak
mengikat.
b. Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa
Proses penyusunan dokumen RKP Desa dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri (2007) dibagi dalam tiga tahapan, sebagai
berikut :
1) Tahap Persiapan Musrenbang Desa
Merupakan kegiatan mengkaji ulang dokumen RPJM Desa,
mengkaji ulang dokumen RKP Desa tahun sebelumnya, melakukan
analisa data dan memverifikasi data ke lapangan bila diperlukan.
Analisis data yang dilakukan seringkali disebut sebagai “analisis
kerawanan desa” atau ”analisis keadaan darurat desa” yang
meliputi data KK miskin, pengangguran, jumlah anak putus
sekolah, kematian ibu, bayi dan balita, dan sebagainya. Hasil
analisis ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan penyusunan
draft rancangan awal RKP Desa dan perhitungan anggarannya.
2) Tahap Pelaksanaan Musrenbang Desa
Merupakan forum pertemuan warga dan berbagai
pemangku kepentingan untuk memaparkan hasil “analisis keadaan
darurat/kerawanan desa”, membahas draft RKP Desa, menyepakati
kegiatan prioritas termasuk alokasi anggarannya. Pasca
Musrenbang, dilakukan kegiatan merevisi RKP Desa berdasarkan
masukan dan kesepakatan, kemudian dilakukan penetapan dengan
Surat Keputusan (SK) Kepala Desa.
3) Tahap Sosialisasi
Merupakan sosialisasi dokumen RKP Desa kepada
masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Dokumen RKP
Desa selanjutnya akan menjadi bahan bagi penyusunan APB Desa.
RKP Desa dan APB Desa wajib dipublikasikan agar masyarakat
dapat terlibat dalam kegiatan dan melakukan pengawasan
partisipatif terhadap pelaksanaannya.
c. Langkah - langkah penyusunan dokumen dalam RKP Desa
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (2007)
langkah-langkah dalam menyusun dokumen dalam Rencana Kerja
Pembangunan Desa sebagai berikut :
1) Pembentukan dan persiapan Pokja (Tim) Perencana Desa
Penyusunan RKP Desa merupakan kelanjutan dari proses
penyusunan RPJM Desa, dan pelaksanaan kegiatannya tetap
dijalankan oleh Pokja (Tim) Perencana Desa yang sama. Beberapa
istilah sering dipergunakan untuk tim ini, yaitu Tim Penyelenggara
Musrenbang (TPM) Desa atau Tim Penyusun RKP Desa. Istilah
apa pun yang digunakan, intinya adalah tim yang bertugas
menyelenggarakan dan memandu proses sejak dari persiapan,
pelaksanaan musrenbang sampai paska musrenbang.
Keluaran (output) dari tahap ini adalah:
a) SK Kepala Desa tentang Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim
Penyusun RKP Desa atau Tim Penyelenggara Musrenbang
Desa yang bertugas memfasilitasi dan menyusun dokumen
RKP Desa.
b) Pokja (Tim) Perencana desa yang siap menjalankan tugasnya
setelah memperoleh pembekalan yang diperlukan.
Susunan tim ini biasanya sebagai berikut:
a) Kepala Desa selaku pembina dan pengendali kegiatan;
b) Sekretaris Desa selaku penanggungjawab kegiatan (Ketua
Tim);
c) Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa selaku
penanggungjawab pelaksana kegiatan, termasuk membentuk
tim pemandu.
Tugas-tugas tim RKP Desa ini antara lain: melakukan
pertemuan/rapat-rapat panitia, membentuk Tim Pemandu,
mengidentifikasikan peserta dan mengundang peserta, menyusun
jadwal dan agenda, dan menyiapkan logistik.
2) Mereview (mengkaji ulang) Dokumen RPJM Desa
Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim Penyusun RKP Desa
atau Tim Penyelenggara Musrenbang Desa melakukan reviuw
terhadap dokumen RPJM Desa dan dokumen RKP Desa tahun lalu
sebagai tahap awal pelaksanaan tugasnya. Bagi desa–desa yang
sudah mempunyai RPJM Desa, penyusunan RKP Desa dilakukan
dengan merujuk pada program dan kegiatan indikatif yang sudah
disusun dalam dokumen rencana 5 tahun tersebut. Sedang bagi
desa yang belum mempunyai RPJM Desa, pada tahap pra
musrenbang RKP Desa harus dimulai dari penggalian kebutuhan
dan permasalahan masyarakat melalui musyawarah dusun/RW.
3) Analisis Data Kerawanan Desa
Untuk penyusunan RKP Desa, kajian desa bersama
masyarakat (Participatory Rural Appraisal/PRA dengan proses
yang cukup panjang yaitu musyawarah dusun/RW dan kajian
kelompok sektoral) tidak perlu dilakukan. PRA cukup dilakukan
setiap penyusunan RPJM Desa. Walau dokumen RPJM Desa sudah
menyusun program dan kegiatan indikatif selama 5 tahun, namun
data/informasi terkini perlu dicek kembali. Analisis data yang
dilakukan disebut sebagai “analisis kerawanan desa” atau ”analisis
keadaan darurat desa”. Hasil analisis ini akan menjadi salah satu
materi yang dipaparkan saat pelaksanaan musrenbang.
Kegiatan ini melibatkan kepala dusun, pemuda dan
perempuan. Hasilnya didampingkan dengan data tahun lalu, untuk
dianalisa dan dicari program apa yang lebih baik dilanjutkan,
ditambah, dikurangi, dan sebagainya. Jadi, sifat dokumen RPJM
Desa tidaklah “harga mati” tetapi juga bukan berarti dengan mudah
diubah/diganti program maupun kegiatannya.
Analisis data kerawanan ini digunakan untuk mengkaji
ulang dokumen RPJM Desa, khususnya mengenai prioritas
masalah dan kegiatan yang akan disusun untuk RKP Desa tahun
berikutnya. Data-data kerawanan desa meliputi:
a) Berapa jumlah KK miskin sekarang;
b) Berapa warga yang menganggur sekarang;
c) Berapa anak yang putus sekolah dan yang rawan putus sekolah
sekarang;
d) Berapa jumlah kematian ibu, bayi dan balita selama setahun
terakhir;
e) Berapa orang (terutama ibu, bayi, balita) yang mengalami
kurang gizi;
f) Berapa kasus wabah penyakit yang terjadi selama setahun
terakhir;
g) Dan sebagainya yang dianggap isu-isu darurat/rawan terkait
kemiskinan, gangguan kesejahteraan atau gangguan
pemenuhan 10 hak dasar.
4) Penyusunan Draft Rancangan Awal RKP Desa
Sama seperti cara penyusunan draft rancangan awal RPJM
Desa, draft RKP Desa bisa dilakukan dengan Lokakarya Desa yang
melibatkan warga masyarakat, bisa juga dilakukan dengan rapat
Pokja (Tim) Perencana desa. Secara umum, langkah-langkah
penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa sama saja, hanya
penyusunan RKP Desa lebih ringkas/sederhana. Untuk RKP Desa
dilakukan lokakarya desa. Peserta lokakarya adalah berbagai
komponen desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua
LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh
Masyarakat dan Wakil Perempuan), biasanya juga melibatkan
unsur kecamatan dan unsur UPTD atau SKPD.
Proses lokakarya penyiapan RKP Desa adalah sebagai berikut:
a) Persiapan:
Menyusun jadwal dan agenda, mengumumkan secara terbuka
kepada masyarakat mengenai agenda lokakarya desa, membuka
pendaftaran/mengundang calon peserta, menyiapkan peralatan,
bahan materi dan notulen.
b) Pelaksanaan:
Pendaftaran peserta lokakarya.
Pemaparan tujuan, metode serta keluaran lokakarya oleh
Tim Perencana Desa.
Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program desa.
Narasumber dari Desa: tokoh masyarakat, pengurus
Kelembagaan Masyarakat Desa, LSM yang bekerja di Desa
tersebut. Topik-topik pembahasannya adalah: Evaluasi
pembangunan tahun sebelumnya (RKP Desa
sebelumnya),Pemaparan dan analisa kegiatan di dalam
dokumen RPJM Desa dan Pemaparan dan analisa keadaan
darurat desa.
Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program supra
desa. Narasumber: dari Kecamatan (Camat /yang mewakili,
Kasi PMD, Kepala UPTD/yang mewakili) dan Kabupaten
(DPRD dari Dapil yang bersangkutan, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat).
Pengembangan draft rancangan awal RKP Desa : Penentuan
draf prioritas pembangunan tahun yang akan datang dan
Penyusunan draf matrik program dan kegiatan RKP Desa.
Penandatanganan berita acara dan penutupan lokakarya.
5) Persiapan Teknis/logistik Musrenbang
Setelah dokumen draft RKP Desa tersusun, panitia
pendukung bertugas untuk menyiapkan logistik (tempat, alat dan
bahan/materi) untuk kegiatan pelaksanaan musrenbang. Undangan
disebarkan kepada warga masyarakat dan pemangku kepentingan
serta kegiatan diumumkan secara terbuka.
Jadual dan agenda disusun oleh tim pemandu. Tim pemandu
dan tim notulen mengadakan persiapan teknik memandu dan
mendokumentasikan hasil musrenbang.
6) Pelaksanaan Musrenbang RKP Desa
Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan pihak
yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak
yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati
rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya (tahun yang
direncanakan).
Perserta Musrenbang RKP Desa adalah berbagai komponen
desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM
sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh Masyarakat
dan Wakil Perempuan), unsur Kecamatan, unsur SKPD, ditambah
unsur DPRD dari daerah pemilihan (dapil) bersangkutan.
Tujuan musrenbang RKP Desa:
a) Menyusun prioritas kebutuhan/masalah yang akan dijadikan
kegiatan untuk penyusunan RKP Desa dengan pemilahan sbb :
Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri dan
dibiayai oleh APB Desa yang bersumber dari Pendapatan Asli
Desa (PA Desa), Alokasi Dana Desa (ADD), dana swadaya
desa/masyarakat, dan sumber lain yang tidak mengikat, dan
Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri
yang dibiayai oleh APBD kabupaten/kota, APBD Propinsi,
APBN.
b) Menyiapkan prioritas masalah daerah yang ada di desa yang
akan diusulkan melalui musrenbang kecamatan untuk menjadi
kegiatan pemerintah daerah (UPTD dan atau SKPD);
c) Menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan
persoalan daerah yang ada di desanya pada forum musrenbang
kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah
(UPTD dan atau SKPD) tahun berikutnya.
Yang perlu diperhatikan :
a) Pada prakteknya, lebih banyak desa membawa usulan kegiatan
skala desa ke musrenbang kecamatan sehingga tidak dapat
diakomodir oleh program supra desa terutama SKPD. Usulan
yang dibawa dari desa ke atas semestinya yang bukan kegiatan
skala desa, tapi kegiatan skala kecamatan atau kabupaten.
b) Seringkali terjadi kesulitan dalam memilah antara kegiatan
skala desa dengan skala kabupaten. Biasanya akan muncul
usulan kegiatan baru yang di bawa oleh peserta musrenbang
yang tidak mengikuti proses sebelumnya.
c) SKPD dan anggota DPRD belum terlibat sehingga usulan
untuk skala kabupaten kadang tidak sinkron dengan Rancangan
Renstra SKPD.
d) Masih minimnya keterlibatan warga miskin dan perempuan
sehingga perlu diterapkan kuota jumlah peserta perempuan.
7) Rapat kerja Pokja (Tim) Rencana Desa
Draft RKP Desa kemudian diperbaiki berdasarkan hasil
musrenbang di dalam rapat Pokja (Tim) Perencana Desa. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan dokumen RKP Desa oleh Kades.
8) Penyusunan SK Kades tentang RKP Desa
Penyusunan draf Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP
Desa dilakukan oleh sekretaris desa. Draft Surat Keputusan Kepala
Desa tentang RKP Desa diserahkan kepada Kepala Desa untuk
ditetapkan menjadi Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP
Desa.
9) Sosialisasi
Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib
disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah desa. Materi
Sosialiasasi adalah Lampiran SK RKP Desa yang memuat program
dan kegiatan tahun bersangkutan. Media sosialisasi RKP Desa
sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing - masing desa.
Beberapa alternatif media sosialisasi yang bisa digunakan antara
lain: Forum masyarakat baik formal maupun non formal, poster
RKP Desa dan APB Desa, papan informasi desa, papan informasi
dusun/RW/RT, dan sebagainya.
Sasaran sosialisasi di tingkat desa adalah: warga masyarakat
pada umumnya, toga, tomas, Lembaga Masyarakat Desa (LKMD,
PKK, RW, RT, dsb), kelompok-kelompok kepentingan (kelompok
tani, kelompok pedagang, nelayan, perempuan pedagang kecil,
dsb.).
Sasaran sosialisasi di tingkat supra desa adalah: Pemerintah
(kecamatan, BAPPEDA, SKPD terkait), DPRD (Komisi DPRD
terkait, anggota DPRD dari perwakilan daerah pemilihan
bersangkutan).
6. Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa)
Helmiyanti (2007), dalam implementasi APB Desa terdapat
tahapan-tahapan yang meliputi; proses perencanaan yang dilakukan
melalui mekanisme Musrembang Desa (musyawarah Desa) yang dihadiri
segenap perangkat Pemerintah Desa serta tokoh-tokoh masyarakat sebagai
perwakilan warga desa yang kemudian bersatu dalam forum Musrembang
untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang menjadi skala prioritas
dalam satu tahun kedepan.
Sebagaimana Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 12 tahun
2006 tentang PAMDKB, yang menetapkan bahwa dalam rangka
pelaksanaan kegiatan harus menggunakan pendekatan pola pemberdayaan
masyarakat di lingkungan desa tempat program tersebut dilaksanakan.
Partisipasi Masyarakat Dalam Proses APB Desa dapat diwujudkan dalam
beberap hal berikut ini :
a. Peran aktif masyarakat desa dalam menghadiri kegiatan Musrembang
guna merumuskan program pembangunan apa saja yang menjadi skala
prioritas untuk segera dilaksanakan.
b. APB Desa harus memperhatikan prinsip-prinsip pokok dalam petunjuk
pelaksanaan penganggaran dan menjemen keuangan desa, yang
diantaranya berupa; pertama, proses penentuan bidang garapan yang
menjadi skala prioritas dan menuntut untuk segera diwujutkan.
c. Sosialisasi dan pelatihan pelaksanaan pembangunan yang terwujud
dengan terlaksananya program PAMDKB yang dianggarkan dari APB
Desa.
Partisipasi masyarakat dalam proses APB Desa terangkum dalam
beberapa bentuk yang meliputi pengawasan yang dilakukan masyarakat
sebagai wujud partisipasi dilakukan secara langsung datang ke lapangan
pada waktu kegiatan pembangunan dilaksanakan yang selanjutnya
melahirkan argumen mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan.
Pada pasal 2 Permendagri nomor 37 tahun 2007 disebutkan bahwa
keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
7. Kondisi Riil Pelaksanaan Pemerintahan Desa
Praktek pemerintahan di desa dari hasil pengamatan dan penelitian
beberapa peneliti menurut Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah LAN
(2006) didindikasikan beberapa hal berikut :
a. Dalam hal pengelolaan keuangan desa, persoalan mendasar adalah
belum dilaksanakannya kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai
implementasi PP No. 72 Tahun 2005. Hal ini disebabkan belum
siapnya SDM aparatur desa yang akan mengelola ADD. Selain
persoalan SDM desa, belum dilaksanakannya ADD juga disebabkan
minimnya sumber-sumber pendapatan desa untuk menopang APBDes.
Memang diakui, beberapa kabupaten telah melaksanakan ADD, namun
baru Kabupaten Malang-Provinsi Jawa Timur yang telah
melaksanakan ADD proporsional (ADDP). Sementara kabupaten/kota
lainnya baru melaksanakan ADD minimal (ADDM), dimana semua
desa mendapatkan bagian yang sama tanpa melihat kondisi desa yang
bersangkutan.
b. Dalam hal kepemimpinan kepala desa, sebagian besar kepala desa
belum memiliki kompetensi yang memadai untuk menyelenggarakan
pemerintahan desa. Hal ini dihubungkan dengan kemampuan mereka
untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Dalam hal manajemen pelayanan kepada masyarakat, masih belum
menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Pelayanan eksternal
yang diberikan masih dihadapkan pada ciri-ciri sebagai berikut: sulit,
mahal dan lambat.
d. Sebagian besar narasumber menginginkan agar desa-desa di Luar Jawa
dan desa-desa di provinsi kepulauan (contoh: desa di Kepulauan Riau)
diberikan perlakuaan berbeda dengan desa-desa di Pulau Jawa dan
desa-desa di pulau besar. Mengapa? Karena desa-desa di luar Jawa dan
di provinsi kepulauan memiliki tantangan geografis yang sangat berat,
sehingga membutuhkan rasa keadilan dalam pemberian anggaran
pemberdayaan.
e. Kapasitas pemerintahan desa di Indonesia dapat dikatakan masih
sangat minim, terutama jika dihadapkan pada tuntutan perundang-
undangan. Oleh karenanya, implementasi PP No 72 Tahun 2005
beserta peraturan pelaksananya memerlukan ’capacity building’
pemerintahan desa dari semua aspeknya, baik menyangkut
perencanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa,
penyusunan kebijakan desa, kepemimpinan desa dan manajemen
pelayanan desa.
8. Kerangka pemikiran Penelitian
Kerangka Pemikiran dalam konsep penelitian ini sebagaimana
dalam gambar di bawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pemerintah
Desa
Permendagri
Potensi Desa No 37 Th. 2007
Kebutuhan
Masyarakat Desa
Musyawarah
Desa
Masalah Desa
Menyusun
RPJMDesa
dan RKP Desa
RAPB DESA
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menurut Nur
Indriantoro dan Supomo (2003: 12) penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam
kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas, penelitian dengan paradigma
kualitatif juga disebut dengan pendekatan konstruktifis.
Dalam penelitian ini yang diteliti adalah proses nyata penyusunan
APBDesa di Desa Ngengor kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun
untuk ditelaah atau dianalisa apakah proses penyusunan RAPBDesa Ngengor
sudah sesuai dengaan ketentuan atau aturan yang ada, yaitu Peraturan Menteri
Dalam Negeri No 37 tahun 2007 tentang pengelolaan Keuangan Desa. Hal ini
menginga implementasi UU nomor Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa beserta
perundangan turunannya masih bersifat sosialisasi dan transisi.
B. Objek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah APBDesa
Ngengor Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun, terutama dalam hal
proses penyusunan APBDesa yang telah dilakukan oleh Desa Ngengor.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di di Desa Ngengor Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur. Yang dilakukan
September 2014 sampai dengan Januari 2015.
D. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
a. Data Dokumenter, yang menurut Nur Indriantoro dan Supomo (2003: 146)
adalah jenis data penelitian yang antara lain berupa: faktur, jurnal, surat,
notulen dan laporan-laporan. Dalam penelitian ini dokumen yang
digunakan antara lain : laporan kajian potensi dan masalah Dusun,
RPJMdesa, RKPDesa dan RAPBDesa dari Desa Ngengor.
b. Data Subyek, yaitu data yang berupa opini, sikap, pengalaman atau
karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek
penelitian. Dalam penelitian ini data tersebut diperoleh melalui wawancara
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyusunan RAPBDesa,
yaitu : Kepala Desa, Kepala Urusan Pembangunan Desa, Ketua BPD, dan
Kepala Dusun mengenai gambaran umum dan prosedur-prosedur dalam
melakukan atau menyusun RAPBDesa Ngengor.
Sedangkan sumber data yang digunakan penulis dalam penulisan
skripsi ini adalah data sekunder, Nur Indriantoro dan Supomo (2003: 146) Nur
Indriantoro dan Supomo (2003: 146) yaitu data yang diperoleh tidak secara
langsung, namun melalui media perantara (catatan dari pihak lain). Data-data
sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain laporan potensi dan
masalah desa di Desa Ngengor, RPJMDesa Ngengor, RKPDesa Ngengor dan
RAPBDesa Ngengor.
E. Definisi Operasional variabel
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penelitian yang
akan dilaksanakan penulis, maka berikut ini definisi operasional dari variabel
variabel penelitian ini, yaitu :.
1. RPJMDesa Ngengor Yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa Ngengor selama 5 (lima) tahun.
2. RKPDesa Ngengor Yaitu Rencana Kerja Pembangunan Desa Ngengor
yang merupakan Penjabaran dari RPJMDesa setiap tahunnya.
3. APBDesa, Yaitu anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Ngengor yang
disusun berdasarkan RKPDesa Ngengor.
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan bahan-bahan
kepustakaan, dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan penulisan
skripsi ini. Dalam penelitian ini data-data yang di maksud digunakan
untuk menyusun Landasan Teori, yang terdiri dari Kajian Penelitian
terdahulu dan Tinjauan Pustaka
b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan teknik :
1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan secara langsung dalam perusahaan untuk
mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini pengamatan secara langsung yang dilakukan
antara lain untuk mengetahui : bukti fisik RPJMDesa Ngengor,
RKPDesa Ngengor dan APBDesa Ngengor.
2) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan wawancara atau tanya-jawab dengan pihak perusahaan
yang ditunjuk atau pejabat berwenang tentang hal-hal yang yang ada
hubungannya penelitian ini. Dalam penelitian ini hal-hal yang
dimaksud antara lain : Karakteristik Desa Ngengor, proses Musdes dan
Musrenbangdesa yang dilakukan di Desa Ngengor
3) Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
meminjam atau mengcopy dokumen-dokumen perusahaan yang
relevan dengan obyek penelitian. Dalam penelitian ini dokumen-
dokumen yang yang dimaksud antara lain : Laporan potensi dan
masalah Desa Ngengor, RPJMDesa Ngengor, RKPDesa Ngengor dan
APBDesa Ngengor.
G. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif kuatitatif dengan prespektif historical research. (Nur
Indriantoro dan Supomo (2003:30) yaitu metode analisa dengan cara
melakukan penelusuran terhadap beberapa hal yang telah dilakukan (history)
untuk dibandingkan dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian
ini kriteria yang ditetapkan/disepakati adalah Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 37 tahun 2007 tentang pengelolaan Keuangan Desa.
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Karakteristik Desa dan Pemerintahan Desa
Mayoritas penduduknya bercocok tanam sebagai petani. Desa Ngegor
termasuk wilayah yang tidak memiliki pegunungan dan sebagian besar
dataran rendah. Letak Desa Ngengor berada diantara 4 desa lain, yaitu:
sebelah barat berbatasan dengan desa Gandul, sebelah timur berbatasan
dengan desa Kenongorejo, sebelah selatan berbatasan dengan desa
Pilangkenceng, dan sebelah utara berbatasan dengan desa Kabupaten
Bojonegoro.
Desa Ngengor berada cukup jauh dari pusat perkotaan Kecamatan
Pilangkenceng (2 km), sehingga sebagian besar penduduknya kurang
berakses pada fasilitas-fasilitas yang dimiliki kecamatan. Luas Wilayah
Desa Ngengor keseluruhan adalah 131.535 Ha, di mana seluas 18.535 Ha
adalah pemukiman penduduk dan sisanya adalah lahan kering dan areal
persawahan.
Desa Ngengor terdiri dari 2 dusun (RW), yaitu:
1. Dusun Ngengor I, Nama Kasun Agus Ansori, ST, terdiri 1 RW, 8 RT
2. Dusun Ngengor II, Nama Kasun Rohmat, terdiri 1 RW, 7 RT
Pemerintahan desa Ngengor terdiri dari:
1. Kepala Desa dan Perangkat Desa
- Satu orang Kepala Desa
- Satu orang Sekretaris Desa
- 2 orang Kepala Dusun
- 1 orang pelaksana Teknis Lapangan
- 4 orang Staf Urusan
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
- Satu Orang Ketua
- Satu Orang Sekretaris
- 3 Orang Anggota
Saat ini Desa Ngengor dipimpin oleh Kepala Desa yang bernama
Rdjianto, SH. Ketua BPD-nya adalah Pujiono, S.Sos. Sedangkan Ketua
LPKMD-nya adalah Wasis Agung, S.Ag
2. Potensi Desa
Desa Ngengor mempunyai berbagai potensi antara lain: swadaya
dana, tenaga/SDM (skill), kepedulian (sense of social), banyak petani
handal, areal sawah cukup luas di dukung tepian hutan lahan pesanggem,
kepedulian pemerintahan desa, lembaga desa yang efektif (RPJMD Desa
Ngengor Tahun 2013-2018).
3. Karakteristik Penduduk
Pada tahun 2012, penduduk desa Ngengor berjumlah 2.598 jiwa,
dengan jumlah laki-laki 842 orang, jumlah perempuan 1.420 jiwa dan laki-
laki 1.178 jiwa.
Berdasarkan mata pencahariannya, penduduk Desa Ngengor terbagi
dalam:
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1 Petani 658
2 Buruh Tani 209
3 PNS / Pegawai Pemerintahan 36
4 Pegawai Swasta 35
5 Usaha Sendiri 25
6 Pekerja disektor lain 9
7 pengangguran 44
Total 1.016
Sumber:RPJMD Desa Ngengor Tahun 2013-2018
Adapun masyarakat desa Ngengor juga ada yang mempunyai home
industri berupa pembuatan tempe, kerajinan seperti anyaman bambu dan
lain-lain. Namun demikian dilihat dari jumlah penduduk yang produktif
masih jauh dari standar kinerja yang dibutuhkan mengingat masyarakat
desa Ngengor lebih banyak sebagai buruh tani.
B. Penyajian Data
1. Ketentuan Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37
Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
a. Struktur APBDesa terdiri dari:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari:
a. Pendapatan Desa
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa
2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di
atas, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh desa.
3) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, terdiri
dari:
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa)
b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota
c. Bagian dari Restibusi Kabupaten/Kota
d. Alokasi Dana Desa (ADD)
e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa Lainnya;
f. Hibah;
g. Sumbangan Pihak Ketiga.
4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas,
meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
5) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari:
a. Belanja Langsung, dan
b. Belanja Tidak Langsung
6) Belanja langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf a, terdiri
dari:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal;
7) Belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b,
terdiri dari:
a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;
b. Belanja Subsidi;
c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah);
d. Belanja Bantuan Sosial;
e. Belanja Bantuan Keuangan;
f. Belanja Tak Terduga
8) Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c di atas,
meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya:
9) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas,
terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan; dan
b. Pengeluaran Pembiayaan
10) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di
atas, mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya.
b. Pencairan Dana Cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
d. Penerimaan Pinjaman.
11) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di
atas, mencakup:
a. Pembentukan Dana Cadangan.
b. Penyertaan Modal Desa
c. Pembayaran Utang
b. Tahapan penyususnan RAPBDesa
Penyususnan RAPBDesa harus melalui tahapan sebagai berikut:
1) Menyusun Renacana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
a. RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan
penjabaran dari visi dan misi dari Kepala Desa yang terpilih,
b. Setelah berakhir jangka waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih
menyusun kembali RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun;
c. RPJMDesa sebagaimana dimaksud pada nomor 1 di atas
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Desa
dilantik;
d. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
menyusun RKPDesa yang Merupakan Renacana
Pembangunan Desa;
e. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan
Januari tahun anggaran sebelumnya.
2) Menetapkan Rancangan RAPB Desa
a. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa berdasarkan pada RKPDesa;
b. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh persetujuan;
c. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa
sebagaimana dimaksud pada poin (b) di atas kepada BPD untuk
dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama;
d. Penyampaian ramcangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 di atas, paling lambat minggu pertama bulan
November tahun anggaran sebelumnya;
e. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada poin (c) di atas,
menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa;
f. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui
bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi;
g. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana
dimaksud ayat 2 di atas, ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan
setelah APBD Kabupaten / Kota ditetapkan.
3) Melakukan Evaluasi RAPB Desa
a. Bupati/Walikota harus menetapkan Evaluasi Rancangan
APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja;
b. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud di atas, melampaui
batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rncangan
Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa;
c. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes
tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa
bersama BPD Melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;
d. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan
BPD, dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancanan Peraturan
Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota
membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran
sebelumnya;
e. Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya pagu
tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
di atas, ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota;
f. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) di atas, Kepala Desa harus
memperhatikan pelaksanaan Peraturan Desa dan selanjudnya
Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud;
g. Pencabutan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
di atas, dilakukan dengan Peraturan Desa tentang Pencabutan
Peraturan Desa tentang APBDesa;
h. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
4) Membuat Perubahan RAPB Desa
a. Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:
1. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
antar jenis belanja
2. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran
(SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun
berjalan.
3. Keadaan darurat
4. Keadaan luar biasa
b. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
c. Perubahan APBDesa terjadi bila Pergeseran anggaran yaitu
Pegeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara
merubah peraturan desa tentang APBDesa.
d. Penggunaan SilPA tahun sebelumnya dalam perubahan
APBDesa, yaitu Keadaan yang menyebabkan sisa lebih
perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan.
e. Pendanaan keadaan Darurat
f. Pendanaan keadaan Luar Biasa
g. Selanjutnya tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama
dengan tata cara penetapan pelaksanaan APBDesa.
c. Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa
1) Sekretaris Desa menyususn Rancangan Peraturan Desa tentang
Pertanggujawaban Pelaksanaan APBDesa dan Rancangan Keputusan
Kepala Desa tentang Pertanggunganjawaban Kepala Desa;
2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas,
menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD;
3) Berdasarkan persejutuan Kepala Desa dengan BPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di atas, maka Rancangan Peraturan Desa
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dapat
ditetapkan menjadi Peraturan Desa;
4) Jangka waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
atas, dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
d. Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBDesa
1) Peraturan Desa tentang Pertaanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa
dan Keputusan Kepala Desa tentang Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (3) di atas, disampaikan kepada Bupati/Walikota
melalui Camat;
2) Waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas,
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan.
2. Kondisi Riil Di Lapangan Tentang Penyusunan RAPBDesa
Penjelasan Kepala Desa Ngengor sebagai berikut:
“Pelaksanaan penyusunan RAPBDesa merupakan kegiatan rutin
tahunan tanpa ada kendala. Masing-masing pihak sudah tahu apa
yang harus disiapkan dan dikerjakan. Penyusunan RAPBDesa
didasarkan pada RPJMDesa 5 tahunan, dievaluasi tahunan
berdasarkan masukan dari stakeholders dan tim pelaksana.
Keterlibatan Kepala Dusun dalam pembuatan RPJMDesa sangat
aktif, karena setiap dusun diharuskan membuat kajian potensi dan
masalah yang ada di dusunnya. Penyusunan RPJMDesa
didasarkan pada Permendagri nomor 37 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa”.
Di sisi lain, hasil keterangan dari tokoh masyarakat menyebutkan
bahwa:
“Musrenbang adalah tradisi tahunan. Partisipasi masyarakat
dalam Musrenbang Desa masih sangat rendah. Masyarakat
diundang di balai desa pada saat Musrenbang Desa. Materi
Musrenbang Desa sudah disiapkan oleh Sekretaris Desa (Tim
Pelaksana) berdasarkan masukan dari Kepala Dusun. Dalam
Musrenbang Desa, masyarakat sedikit menyampaikan usulan dan
hanya mengamini saja”.
Selanjutnya berdasarkan RPJMDesa 5 Tahunan harus di
breakdown secara tahunan menjadi RAPBDesa. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan pada Desa Ngengor, diperoleh data-data
pendukung lapangan yang relevan dengan penyusunan RAPBDesa
Ngengor berikut:
a. Bahwa di desa Ngengor telah disusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP).
1) Berdasarkan informasi dari Radjianto, SH selaku Kepala Desa
Ngengor, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun telah
mempunyai dokumen RPJMDesa periode tahun 2012-2017.
2) Penyusunan RPJM diawali dari adanya kajian tentang potensi dan
masalah di tiap-tiap dusun, yang dilakukan oleh kepala dusun
dengan melibatkan warga di dusun yang bersangkutan.
3) Hasil kajian tentang potensi dan masalah di tiap-tiap dusun
kemudian dibawa oleh kepala dusun dalam musyawarah desa
(musdes) yang membahas tentang RPJM desa oleh Kepala Desa
dengan melibatkan semua unsur yang ada di desa, di antaranya
BPD, Karang Taruna dan Tokoh masyarakat, namun dalam
kenyataannya berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa
dan Kepala Dusun keterlibatan Karang Taruna dan Tokoh
masyarakat dan musyawarah desa (musdes) sangat kurang,
walaupun sudah diundang, sebagian besar tetap tidak hadir.
4) Hasil RPJM Desa yang disepakati dalam musyawarah Desa
(musdes) tersebut kemudian ditetapkan sebagai peraturan desa oleh
kepala desa.
5) Kepala desa kemudian menyusun Rencana Kerja Pembangunan
(RKPDesa) yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa
berdasarkan hasil musyawarah rencana pembangunan desa.
6) Berdasarkan informasi kepala desa Ngengor biasanya penyusunan
RKPDesa diselesaikan pali lambat akhir bulan Maret tahun
anggaran yang sebelumnya dan juga ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Desa.
b. Proses penyusunan APBDesa yang dilakukan di Desa Ngengor
berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Ngengor dilakukan
sebagai berikut:
1) Sekretaris Desa Ngengor menyusun Rancangan peraturan Desa
(Raperdes) tentang APBDesa
2) Sekretaris Desa Ngengor menyampaikan Rancangan Peraturan
Desa (Raperdes) tentang APBDesa kepada kepala desa dan
selanjutnya dibahas bersama BPD untuk memperoleh persetujuan
bersama.
3) Biasanya penyampaian Rancangan Peraturan Desa (Raperdes)
tentang APBDesa paling lambat minggu pertama bulan November
tahun anggaran sebelumnya.
4) Pembahasan Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) tentang
APBDesa meninikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa
5) Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) tentang APBDesa
ditetapkan pali lambat satu bulan setelah APBD Kabupaten Madiun
ditetapkan.
C. Pembahasan
Berdasarkan penyajian data dan fakta-fakta penelitian di lapangan di
atas, maka sebenarnya bahwa RAPBDesa Ngengor telah disusun dengan
mekanisme yang benar, karena sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang
ada di Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 37 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Pada tahap awal dilaksanakan Musyawarah Rencana Pembangunan
Desa (Musrenbang Desa atau Musyawarah Desa) yang merupakan kegiatan
musyawarah yang dihadiri segenap pemangku kepentingan (stakeholder)
yang terdiri dari perangkat Pemerintah Desa, tokoh-tokoh masyarakat sebagai
perwakilan warga desa yang kemudian bersatu dalam Forum Musrenbang
untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang menjadi skala prioritas
dalam 1 tahun ke depan untuk RKPDes dan 5 Tahun untuk RPJMDes.
Dalam proses penyusunan RPJMDesa telah berdasarkan kajian
potensi, masalah dan pembangunan yang diinginkan masyarakat di tingkat
dusun, meskipun yang hadir dalam musyawarah desa sangat terbatas. Namun
demikian, partisipasi masyarakat dusun dalam musrenbang tergolong rendah
karena pada umumnya menyerahkan urusan usulan pembangunan pada ketua
RT dan RW (kepala dusun).
RKPDes yang disusun telah mempertimbangkan kerangka pendanaan
yang dimutahirkan, program pembangunan desa, rencana kerja dan
pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditenpuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Selanjutnya telah ditetapkan Peraturan Desa (Perdes) untuk
pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Desa
Ngengor. Dalam setiap tahun anggaran, Kades Ngengor juga telah
melaksanakan pertangungjawaban dalam bentuk laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPj) dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa (LPPD) kepada Bupati yang merupakan indikator keberhasilan dari
proses tersebut. Sehingga RPJMDesa dan RAPBDesa Ngengor yang disusun
telah disusun dengan mencerminkan kebutuhan pembangunan yang
diinginkan oleh masyarakat.
Di sisi lain partisipasi masyarakat dalam kegiatan Musrenbang Desa
masih sangat rendah. Tetapi keterlibatan Kepala Dusun dalam pembuatan
RPJMDesa sangat aktif, karena setiap dusun diharuskan membuat kajian
potensi dan masalah yang ada di dusunnya. Laporan kajiannya dijadikan
bahan penyusunan RPJMDesa. Selanjutnya RAPBDesa disusun berdasarkan
RPJMDesa dan RKPDesa Ngengor yang sudah dibuat sebelumnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan hasil
penelitiannya yaitu:
1. RAPBDesa Ngengor telah disusun dengan mekanisme yang benar,
karena sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada di peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 37 tahun 2007 tentang pengelolaan
Keuangan Desa.
2. RAPBDesa Ngengor telah disusun berdasarkan RPJMDesa dan
RKPDesa Ngengor yang sudah dibuat sebelumnya.
3. Partisipasi masyarakat dusun dalam musrenbang masih sangat rendah.
Tetapi keterlibatan Kepala Dusun dalam pembuatan RPJMDesa sangat
aktif, karena setiap kasun selalu membuat kajian potensi dan masalah
yang ada di dusunnya, yang kemudian laporan kajiannya dijadikan
bahan dalam menyusun RPJMDesa.
B. Saran
saran yang bisa diberikan kepada Desa Ngengor, kecamatan
Pilangkenceng, kabupaten Madiun yaitu:
1. sebaiknya tetap mempertahankan proses penyusunan RAPBDesa yang
telah dilakukan dengan mengacu pada peraturan Menteri Dalam Negeri
No.37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
2. Sebaiknya tetap mempertahankan ciri/karakteristik pembuatan kajian
potensi dan masalah desa sebagai bahan dalam menyusun RPJMDesa.
3. Lebih meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dusun dan kelompok
masyarakat dalam Musyawarah Desa atau Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa (musrenbangdes). Dengan harapan aspirasi mereka
bisa mewarnai RPJMDesa ataupun RKPDesa, sehingga pembangunan
yang dilakukan berpihak pada kebutuhan masyarakat.
C. Saran Untuk Penelitian Berikutnya
1. Perlu membandingkan proses penyusunan RAPB Desa antara desa
kategori maju dengan desa kategori miskin.
2. Perlu untuk menetili keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan
RAPBDesa, tingkat intelektualitas masyarakat atau aparatur desa dalam
hubungannya dengan penyusunan RAPBDesa, serta keterlibatan BPD
dalam proses penyusunan RAPBD.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussakur. 2012. Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal Vol. 1 No. 2
(2012). Implementasi Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(Apbdes) di Wilayah Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai
Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.
Helmiyanti, Helmiyanti. 2007. Thesis: Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan
Pemerintahan Desa (Studi Tentang Pertisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Evaluasi APB Desa Di Desa Pekalangan
Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso. University of
Muhammadiyah Malang.
Kepmendagri Nomor: 050-187/Kep-Bangda/2007 tentang Pedoman Penilaian dan
Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang).
Nur Indriantoro dan Supomo. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. BPFE,
Yogyakarta
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 tahun 2007 tentang Perencanaan
Pembangunan Desa.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Alokasi Anggaran Dana Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Pusat kajian kinerja otonomi daerah LAN tahun 2006
RPJMDesa Ngengor tahun 2013-2018.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembangunan Desa.
________ Program Capacity Building- CB. 2008.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Yossy Suparyo. 2013. Makalah: Gerakan Desa Membangun (GDM).
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP)
PROSES PENYUSUNAN RAPB DESA DI DESA NGENGOR,
KECAMATAN PILANGKENCENG, KABUPATEN MADIUN
Nurharibnu Wibisono, SE, Ak, M.Si1)
Herry Purnomo, SE, M.Aks2)
1 & 2) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Madiun
Email: [email protected]
ABSTRAK
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini meneliti
proses nyata penyusunan APBDesa di desa Ngengor, kecamatan Pilangkenceng,
kabupaten Madiun apakah sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 37 tahun
2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. RAPBDesa Ngengor telah disusun
dengan mekanisme yang benar, karena sesuai dengan tahapan yang ada di
Permendagri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
RAPBDesa Ngengor telah disusun berdasarkan RPJMDesa dan RKPDesa
Ngengor yang sudah dibuat sebelumnya. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan
Musrenbang Desa masih sangat rendah. Tetapi keterlibatan Kepala Dusun dalam
pembuatan RPJMDesa sangat aktif, karena setiap dusun diharuskan membuat
kajian potensi dan masalah yang ada di dusunnya. Selanjutnya laporan kajiannya
dijadikan bahan penyusunan RPJMDesa.
Kata Kunci: Proses penyusunan RAPDesa
PENDAHULUAN
F. Latar Belakang
Amanat UU No. 32 Tahun 2004,
Pasal 200 ayat (1): “Dalam
pemerintahan daerah kabupaten/kota
dibentuk pemerintahan desa yang
terdiri dari pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa”. Dari
pasal tersebut dapat dijelaskan
bahwa pemerintahan desa bukanlah
menjadi bagian/perangkat
pemerintah kabupaten/kota, karena
sesungguhnya pemerintahan desa
memiliki hak otonomi tersendiri
untuk mengelola pemerintahannya.
Menurut Yossy Suparyo (2013),
perubahan sosial lahir dari
kemampuan masyarakat akar rumput
untuk mengorganisasi diri, sekaligus
mengomunikasikan gagasannya
secara apik ke pelbagai kalangan.
GDM percaya perubahan bisa diraih
melalui kepemimpinan gagasan,
melalui tiga cara, yaitu (1)
mendorong semakin banyak
masyarakat perdesaaan untuk
bersuara, (2) kemampuan mengelola
pengalaman organisasi menjadi
pengetahuan ilmiah, dan (3)
mempengaruhi para penentu
kebijakan publik untuk mengadopsi
pengetahuan dan praktik baik tata
kelola perdesaan dalam peraturan
dan perundang-undangan.
Penyelenggaraan pemerintahan
desa didasarkan pada PP 72 tahun
2005 tentang Desa. Selanjutnya PP
tentang Desa ini disempurnakan
dengan UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa. Dalam
implementasinya diterbitkan PP
Nomor 43 tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6
tahun 2014 dan PP Nomor 60 tahun
2014 tentang Alokasi Anggaran
Dana Desa.
Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan Desa
bahwa keuangan desa adalah semua
hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa barang/jasa yang
dapat dijadikan barang milik desa
berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban
desa menimbulkan pendapatan,
belanja dan pengelolaan keuangan
desa yang tertuang dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes) dan merupakan rencana
tahunan pemerintah desa yang
digunakan untuk membiayai
pelaksanaan tugas pemerintahan desa
baik untuk belanja operasional
pemerintah desa maupun dalam
rangka pemberdayaan masyarakat
desa.
Dalam pasal 6 UU Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa, Kepala Desa
bertugas menyelenggarakan
pemerintahan desa, melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, pemberdayaan
masyarakat desa.
Pasal 78 UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, menyebutkan bahwa
Pembangunan Desa bertujuan
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan
kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi
lokal, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan.
Azas pengaturan desa
sebagaimana disebutkan dalam pasal
3 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa, yaitu: rekognisi, keberagaman,
kebersamaan, kegotongroyongan,
kekeluargaan, musyawarah,
demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan, dan
keberlanjutan.
Sedangkan azas pengelolaan
keuangan desa, sebagimana
dijelaskan dalam Permendagri
Nomor 37 tahun 2007 pasal 2,
keuangan desa dikelola berdasarkan
azas-azas transparan, akuntabel,
partisipatif, serta dilakukan dengan
tertib dan disiplin anggaran.
Hasil penelitian Abdussakur
(2012), menunjukkan bahwa (1)
Pelaksanaan kebijakan APBDesa di
wilayah kecamatan Batu Benawa,
kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Provinsi Kalimantan Selatan sudah
sesuai dengan Peraturan Bupati Hulu
Sungai Tengah nomor 10 tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapantan dan Belanja
Desa (APBDesa) kabupaten Hulu
Sungai Tengah. Tetapi prakteknya
tidak memadukan antara top down
dan bottom up karena adanya
ketimpangan dan lebih dominan top
down. (2) Dilihat dari dokumen
perubahan APDesa dari desa Baru,
desa Pagat, dan desa Layuh tampak
sekali bahwa Perdes tersebut seperti
formalitas yang dimintakan oleh
Pemerintah Daerah untuk
melengkapi formalitas berkas saja.
(3) Faktor-faktor yang menentukan
implementasi kebijakan APBDesa di
kecamatan Batu Benawa adalah
perencana dan pelaksana kebijakan
APBDesa, keberadaan aspek
pemasukan desa dan tingkat urgensi
program.
Helmiyanti (2007) menyimpulkan
bahwa Partisipasi Masyarakat Dalam
Proses APB Desa nampak jelas dan
tergambar dalam beberapa hal.
Pertama, antusias yang diwujudkan
dengan peran aktif masyarakat desa
Pekalangan dalam menghadiri
kegiatan Musrembang guna
merumuskan program pembangunan
apa saja yang menjadi skala prioritas
untuk segera dilaksanakan. Kedua,
nampak pada keakifan para tokoh
masyarakat yang notabene
perwujudan dari aspirasi kalangan
masyarakat desa untuk turut
mengemukakan aspirasinya berupa
pendapat, usul maupun ide yang
kesemunya bersumber dari
masyarakat desa Pekalangan.
Pusat Kajian Kinerja Otonomi
Daerah LAN (2006)
mengindikasikan bahwa kapasitas
pemerintahan desa di Indonesia
dapat dikatakan masih sangat minim,
terutama jika dihadapkan pada
tuntutan perundang-undangan. Oleh
karenanya, implementasi PP Nomor
72 Tahun 2005 beserta peraturan
pelaksananya memerlukan ’capacity
building’ pemerintahan desa dari
semua aspeknya, baik menyangkut
perencanaan pembangunan desa,
pengelolaan keuangan desa,
penyusunan kebijakan desa,
kepemimpinan desa dan manajemen
pelayanan desa.
Peneliti tertarik mengetahui
proses penyusunan RAPBDesa,
apakah sudah sesuai dengan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Mengingat UU Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa dan peraturan di
bawahnya masih baru diundangkan
dan baru tahap sosialisasi, maka
dalam proses perjalanannya yang
dijadikan acuan masih Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
G. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang,
maka rumusan masalah yang
dimunculkan adalah:
1. Bagaimanakah mekanisme
penyusunan RAPBDesa di Desa
Ngengor Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten
Madiun?
2. Apakah penyusunan RAPBDesa
di Desa Ngengor, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten
Madiun telah sesuai dengan
Permendagri Nomor 37 Tahun
2007 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa?
3. Apakah RAPB Desa yang disusun
mencerminkan kebutuhan
pembangunan yang diinginkan
oleh masyarakat?
H. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui mekanisme
penyusunan RAPDesa di Desa
Ngengor, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten
Madiun.
2. Untuk mengetahui kesesuaian
penyusunan RAPBDesa
Ngengor, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten
Madiun dengan Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007.
3. Untuk mengetahui apakah RAPB
Desa yang disusun mencerminkan
kebutuhan pembangunan yang
diinginkan oleh masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
4. Pemerintahan Desa
Penyelenggaraan pemerintahan
desa berdasarkan UU No. 32 Tahun
2004, PP No. 72 Tahun 2005 tentang
Desa, dan UU nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, maka Desa telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari
penyelenggaraan pemerintahan
daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pasal 1 ayat (1) UU
nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
disebutkan banhwa Desa adalah desa
dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dengan kondisi yang demikian,
maka pemerintahan desa dituntut
untuk mampu menjalankan segala
kewenangan yang menjadi tanggung
jawabnya. Menurut UU No. 32
Tahun 2004 terdapat 4 (empat)
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan desa,
yaitu:
e. urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal-usul
desa;
f. urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
g. tugas pembantuan dari
Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
h. urusan pemerintahan lainnya
yang oleh peraturan perundang-
perundangan diserahkan kepada
desa (Pasal 206 UU No.
32/2004).
5. Keuangan Desa dan APBDesa
Menurut Permendagri nomor
37 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa pasal:
(5) Keuangan Desa adalah semua hak
dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan
desa yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala
bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan
kewajiban desa tersebut.
(6) Pengelolaan Keuangan Desa
adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan,
penganggaran, penatausahaan,
pelaporan, pertanggung-jawaban
dan pengawasan keuangan desa.
(7) Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa, selanjutnya disingkat
APBDesa adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan
desa yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa,
dan ditetapkan dengan peraturan
desa.
(8) Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa yang selanjutnya
disebut PTPKD adalah perangkat
desa yang ditunjuk oleh Kepala
Desa untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan desa.
Rancangan peraturan desa
tentang APBDesa disepakati bersama
oleh kepala desa dan Badan
Permusyawaratan Desa paling
lambat bulan Oktober tahun berjalan.
Rancangan peraturan desa tentang
APBDesa kemudian disampaikan
oleh kepala Desa kepada bupati
melalui camat paling lambat 3 (tiga)
hari sejak disepakati untuk dievaluasi
lebih lanjut. Dalam Permendagri
nomor 113 tahun 2014 APBDesa
terdiri dari:
d. Pendapatan Desa, yaitu :
4) Pendapatan Asli Desa,
meliputi:
5) Dana Transfer, meliputi :
6) Pendapatan lain-lain, meliputi :
e. Belanja Desa, yaitu :
6) Penyelenggaraan pemerintahan
Desa
7) Pelaksanaan pembangunan
Desa
8) Pembinaan kemasyarakatan
Desa
9) Pemberdayaan masyarakat
Desa
10) Belanja tak terduga
f. Pembiayaan Desa, yaitu :
3) Penerimaan pembiayaan
4) Pengeluaran pembiayaan
6. Rencana Kerja Pembangunan
Desa
b. Pengertian Rencana Kerja
Pembangunan Desa
Dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37 tahun 2007,
Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKP-Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 1 (satu)
tahun dan merupakan penjabaran
dari RPJM-Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa,
dengan mempertimbangkan
kerangka pendanaan yang
dimutahirkan, program prioritas
pembangunan desa, rencana kerja
dan pendanaan serta prakiraan maju,
baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah desa maupun yang
ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat dengan
mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa.
Setiap tahun pada bulan Januari,
biasanya di desa-desa
diselenggarakan musrenbang untuk
menyusun Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP Desa).
Penyusunan dokumen RKP Desa
selalu diikuti dengan penyusunan
dokumen Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa).
RKP Desa ditetapkan dengan
Surat Keputusan (SK) Kepala Desa.
Dokumen RKPDesa kemudian
menjadi masukan (input) penyusunan
dokumen APB Desa dengan sumber
anggaran dari Alokasi Dana Desa
(ADD), Pendapatan Asli Desa (PA
Desa), swadaya dan pastisipasi
masyarakat, serta sumber-sumber
lainnya yang tidak mengikat.
d. Penyusunan Rencana Kerja
Pembangunan Desa
Proses penyusunan dokumen RKP
Desa dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007,
dibagi dalam tiga tahapan, sebagai
berikut :
2) Tahap Persiapan Musrenbang
Desa
Tahap ini merupakan kegiatan
mengkaji ulang dokumen RPJM
Desa, mengkaji ulang dokumen RKP
Desa tahun sebelumnya, melakukan
analisa data dan memverifikasi data
ke lapangan bila diperlukan. Analisis
data yang dilakukan seringkali
disebut sebagai “analisis kerawanan
desa/keadaan darurat desa”. Hasil
analisis ini dilakukan sebagai bahan
pertimbangan penyusunan draft
rancangan awal RKP Desa dan
perhitungan anggarannya.
5) Tahap Pelaksanaan
Musrenbang Desa
Merupakan forum pertemuan
warga dan berbagai pemangku
kepentingan untuk memaparkan hasil
“analisis keadaan darurat/kerawanan
desa”, membahas draft RKP Desa,
menyepakati kegiatan prioritas
termasuk alokasi anggarannya. Pasca
Musrenbang, dilakukan kegiatan
merevisi RKP Desa berdasarkan
masukan dan kesepakatan, kemudian
dilakukan penetapan dengan Surat
Keputusan (SK) Kepala Desa.
6) Tahap Sosialisasi
Merupakan sosialisasi dokumen
RKP Desa kepada masyarakat dan
seluruh pemangku kepentingan.
Dokumen RKP Desa selanjutnya
akan menjadi bahan bagi penyusunan
APB Desa. RKP Desa dan APB Desa
wajib dipublikasikan agar
masyarakat dapat terlibat dalam
kegiatan dan melakukan pengawasan
partisipatif terhadap pelaksanaannya.
f. Langkah - langkah penyusunan
dokumen dalam RKP Desa
Berdasarkan Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Perencanaan
Pembangunan Desa langkah-langkah
dalam menyusun dokumen dalam
Rencana Kerja Pembangunan Desa
sebagai berikut:
3) Pembentukan dan persiapan
Pokja (Tim) Perencana Desa
Penyusunan RKP Desa
merupakan kelanjutan dari proses
penyusunan RPJM Desa, dan
pelaksanaan kegiatannya tetap
dijalankan oleh Pokja (Tim)
Perencana Desa yang sama.
Beberapa istilah sering dipergunakan
untuk tim ini, yaitu Tim
Penyelenggara Musrenbang (TPM)
Desa atau Tim Penyusun RKP Desa.
Istilah apa pun yang digunakan,
intinya adalah tim yang bertugas
menyelenggarakan dan memandu
proses sejak dari persiapan,
pelaksanaan musrenbang sampai
paska musrenbang.
Keluaran (output) dari tahap ini
adalah:
c) SK Kepala Desa tentang Pokja
(Tim) Perencana Desa atau Tim
Penyusun RKP Desa atau Tim
Penyelenggara Musrenbang Desa
yang bertugas memfasilitasi dan
menyusun dokumen RKP Desa.
d) Pokja (Tim) Perencana desa yang
siap menjalankan tugasnya setelah
memperoleh pembekalan yang
diperlukan.
Susunan tim ini biasanya sebagai
berikut:
d) Kepala Desa selaku pembina dan
pengendali kegiatan;
e) Sekretaris Desa selaku
penanggungjawab kegiatan
(Ketua Tim);
f) Lembaga Pemberdayaan
Kemasyarakatan Desa selaku
penanggungjawab pelaksana
kegiatan, termasuk membentuk
tim pemandu.
Tugas-tugas tim RKP Desa ini
antara lain: melakukan pertemuan/
rapat-rapat panitia, membentuk Tim
Pemandu, mengidentifikasikan
peserta dan mengundang peserta,
menyusun jadwal dan agenda, dan
menyiapkan logistik.
4) Me-review Dokumen RPJM
Desa
Pokja (Tim) Perencana Desa atau
Tim Penyusun RKP Desa atau Tim
Penyelenggara Musrenbang Desa
melakukan review terhadap dokumen
RPJM Desa dan dokumen RKP Desa
tahun lalu sebagai tahap awal
pelaksanaan tugasnya. Bagi desa–
desa yang sudah mempunyai RPJM
Desa, penyusunan RKP Desa
dilakukan dengan merujuk pada
program dan kegiatan indikatif yang
sudah disusun dalam dokumen
rencana 5 tahun tersebut. Sedang
bagi desa yang belum mempunyai
RPJM Desa, pada tahap pra
musrenbang RKP Desa harus
dimulai dari penggalian kebutuhan
dan permasalahan masyarakat
melalui musyawarah dusun/RW.
6) Analisis Data Kerawanan Desa
Untuk penyusunan RKP Desa,
kajian desa bersama masyarakat
(Participatory Rural Appraisal/PRA
dengan proses yang cukup panjang
yaitu musyawarah dusun/RW dan
kajian kelompok sektoral) tidak perlu
dilakukan. PRA cukup dilakukan
setiap penyusunan RPJM Desa.
Walau dokumen RPJM Desa sudah
menyusun program dan kegiatan
indikatif selama 5 tahun, namun
data/informasi terkini perlu dicek
kembali. Analisis data yang
dilakukan disebut sebagai “analisis
kerawanan desa” atau ”analisis
keadaan darurat desa” untuk
dipaparkan pada saat pelaksanaan
musrenbang desa.
Kegiatan ini melibatkan kepala
dusun, pemuda dan perempuan.
Hasilnya didampingkan dengan data
tahun lalu, untuk dianalisa dan dicari
program apa yang lebih baik
dilanjutkan, ditambah, dikurangi, dan
sebagainya. Jadi, sifat dokumen
RPJM Desa adalah bisa diganti
program maupun kegiatannya.
Analisis data kerawanan ini
digunakan untuk mengkaji ulang
dokumen RPJM Desa, khususnya
mengenai prioritas masalah dan
kegiatan yang akan disusun untuk
RKP Desa tahun berikutnya. Data-
data kerawanan desa meliputi:
a) Jumlah KK miskin sekarang;
b) Jumlah pengangguran sekarang;
c) Jumlah anak putus sekolah dan
yang rawan putus sekolah
sekarang;
d) Jumlah kematian ibu, bayi dan
balita selama setahun terakhir;
e) Jumlah orang (terutama ibu, bayi,
balita) yang mengalami kurang
gizi;
f) Jumlah kasus wabah penyakit
yang terjadi selama setahun
terakhir;
g) Dan sebagainya yang dianggap
isu-isu darurat/rawan terkait
kemiskinan, gangguan kesejahte-
raan atau gangguan pemenuhan
10 hak dasar.
8) Penyusunan Draft Rancangan
Awal RKP Desa
Sama seperti cara penyusunan
draft rancangan awal RPJM Desa,
draft RKP Desa bisa dilakukan
dengan Lokakarya Desa yang
melibatkan warga masyarakat, bisa
juga dilakukan dengan rapat Pokja
(Tim) Perencana desa. Secara umum,
langkah-langkah penyusunan RPJM
Desa dan RKP Desa sama saja,
hanya penyusunan RKP Desa lebih
ringkas/sederhana. Untuk RKP Desa
dilakukan lokakarya desa. Peserta
lokakarya adalah berbagai komponen
desa (terdiri dari Sekretaris Desa
sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai
Sekretaris dan beranggotakan : LPM,
Tokoh Masyarakat dan Wakil
Perempuan), biasanya juga
melibatkan unsur kecamatan dan
unsur UPTD atau SKPD.
Proses lokakarya penyiapan RKP
Desa adalah sebagai berikut:
c) Persiapan:
Menyusun jadwal dan agenda,
mengumumkan secara terbuka
kepada masyarakat mengenai agenda
lokakarya desa, membuka
pendaftaran/mengundang calon
peserta, menyiapkan peralatan, bahan
materi dan notulen.
d) Pelaksanaan:
Pendaftaran peserta lokakarya.
Pemaparan tujuan, metode serta
keluaran lokakarya oleh Tim
Perencana Desa.
Pemaparan dan analisa kebijakan
dan arah program desa.
Narasumber dari Desa: tokoh
masyarakat, pengurus
Kelembagaan Masyarakat Desa,
LSM yang bekerja di Desa
tersebut. Topik-topik pembaha-
sannya adalah: Evaluasi
pembangunan tahun sebelumnya
(RKP Desa sebelumnya),
Pemaparan dan analisa kegiatan di
dalam dokumen RPJM Desa dan
Pemaparan dan analisa kerawanan
desa.
Pemaparan dan analisa kebijakan
dan arah program supra desa.
Narasumber: dari Kecamatan
(Camat / yang mewakili, Kasi
PMD, Kepala UPTD/yang
mewakili) dan Kabupaten (DPRD
dari Dapil yang bersangkutan,
Dinas Pemberdayaan
Masyarakat).
Pengembangan draft rancangan
awal RKP Desa: Penentuan draf
prioritas pembangunan tahun
yang akan datang dan Penyusunan
draf matrik program dan kegiatan
RKP Desa.
Penandatanganan berita acara dan
penutupan lokakarya.
5) Persiapan Teknis/logistik
Musrenbang
Setelah dokumen draft RKP Desa
tersusun, panitia pendukung bertugas
untuk menyiapkan logistik (tempat,
alat dan bahan/materi) untuk
kegiatan pelaksanaan musrenbang.
Undangan disebarkan kepada warga
masyarakat dan pemangku
kepentingan serta kegiatan
diumumkan secara terbuka.
Jadual dan agenda disusun oleh
tim pemandu. Tim pemandu dan tim
notulen mengadakan persiapan
teknik memandu dan mendokumen-
tasikan hasil musrenbang.
12) Pelaksanaan Musrenbang
RKP Desa
Perserta Musrenbang RKP Desa
adalah berbagai komponen desa
(terdiri dari Sekretaris Desa sebagai
Ketua, Ketua LPM sebagai
Sekretaris dan beranggotakan : LPM,
Tokoh Masyarakat dan Wakil
Perempuan), unsur Kecamatan, unsur
SKPD, ditambah unsur DPRD dari
daerah pemilihan (dapil)
bersangkutan.
Tujuan musrenbang RKP Desa:
d) Menyusun prioritas kebutuhan/
masalah yang akan dijadikan
kegiatan untuk penyusunan RKP
Desa dengan pemilahan sbb:
Prioritas kegiatan desa yang akan
dilaksanakan desa sendiri dan
dibiayai oleh APB Desa yang
bersumber dari PA Desa,
ADDesa, dana swadaya
desa/masyarakat, dan sumber lain
yang tidak mengikat, dan Prioritas
kegiatan desa yang akan
dilaksanakan desa sendiri yang
dibiayai oleh APBD kabupaten,
APBD Propinsi, APBN.
e) Menyiapkan prioritas masalah
daerah yang ada di desa yang
akan diusulkan melalui
musrenbang kecamatan untuk
menjadi kegiatan pemerintah
daerah (SKPD);
f) Menyepakati Tim Delegasi Desa
pada forum musrenbang
kecamatan untuk penyusunan
program pemerintah daerah
(SKPD) tahun berikutnya.
15) Rapat kerja Pokja (Tim)
Rencana Desa
Draft RKP Desa kemudian
diperbaiki berdasarkan hasil
musrenbang di dalam rapat Pokja
(Tim) Perencana Desa. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan dokumen
RKP Desa oleh Kades.
16) Penyusunan SK Kades tentang
RKP Desa
Penyusunan draf Surat Keputusan
Kepala Desa tentang RKP Desa
dilakukan oleh sekretaris desa. Draft
Surat Keputusan Kepala Desa
tentang RKP Desa diserahkan
kepada Kepala Desa untuk
ditetapkan menjadi Surat Keputusan
Kepala Desa tentang RKP Desa.
18) Sosialisasi
Peraturan Desa dan peraturan
pelaksanaannya wajib disebarluaskan
kepada masyarakat oleh pemerintah
desa. Materi Sosialiasasi adalah
Lampiran SK RKP Desa yang
memuat program dan kegiatan tahun
bersangkutan. Media sosialisasi yang
bisa digunakan antara lain: Forum
masyarakat baik formal maupun non
formal, poster RKP Desa dan APB
Desa, papan informasi desa, papan
informasi dusun/RW/RT, dan
sebagainya.
Sasaran sosialisasi di tingkat desa
adalah: warga masyarakat pada
umumnya, toga, tomas, Lembaga
Masyarakat Desa (LKMD, PKK,
RW, RT, dsb), kelompok-kelompok
kepentingan (kelompok tani,
kelompok pedagang, nelayan,
perempuan pedagang kecil, dsb.).
14. Kerangka pemikiran
Penelitian
Kerangka Pemikiran dalam
konsep penelitian ini sebagaimana
dalam gambar di bawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Pemerintah
Desa
Potensi Desa
Kebutuhan
Masyarakat Desa Musyawarah
Desa
Masalah Desa Permendagri
No 37 Th. 2007
Menyusun
RPJMDesa dan
RKP Desa
RAPB Desa
1
METODE PENELITIAN
E. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, menurut Nur
Indriantoro dan Supomo (2003: 12)
penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menekankan pada pemahaman
mengenai masalah-masalah dalam
kehidupan sosial berdasarkan kondisi
realitas, penelitian dengan paradigma
kualitatif juga disebut dengan
pendekatan konstruktifis.
Dalam penelitian ini yang diteliti
adalah proses penyusunan APBDesa
di Desa Ngengor kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun,
apakah sudah sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 tahun 2007 tentang
pengelolaan Keuangan Desa. Hal ini
mengingat implementasi UU nomor
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
beserta perundangan turunannya
masih bersifat sosialisasi dan transisi.
Penelitian ini dilakukan pada
bulan September 2014 sampai
dengan Januari 2015.
F. Jenis Data
Adapun jenis data yang
digunakan dalam penulisan ini
adalah:
c. Data Subyek (Primer), yaitu data
yang berupa opini, sikap,
pengalaman atau karakteristik dari
seseorang atau sekelompok orang
yang menjadi subyek penelitian.
Dalam penelitian ini data tersebut
diperoleh melalui wawancara
dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dalam
penyusunan RAPBDesa, yaitu:
Kepala Desa, Kepala Urusan
Pembangunan Desa, Ketua BPD,
dan Kepala Dusun mengenai
gambaran umum dan prosedur-
prosedur dalam melakukan atau
menyusun RAPBDesa Ngengor.
d. Data sekunder, antara lain laporan
potensi dan masalah desa di Desa
Ngengor, RPJMDesa Ngengor,
RKPDesa Ngengor dan
RAPBDesa Ngengor.
J. Definisi Operasional variabel
Definisi operasional variabel:
4. RPJMDesa Ngengor Yaitu
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa Ngengor selama
5 (lima) tahun.
5. RKPDesa Ngengor Yaitu
Rencana Kerja Pembangunan
Desa Ngengor yang merupakan
Penjabaran dari RPJMDesa setiap
tahunnya.
6. APBDesa, Yaitu anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa
Ngengor yang disusun
berdasarkan RKPDesa Ngengor.
M. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah:
c. Penelitian Kepustakaan (Library
Research)
d. Penelitian Lapangan (Field
Research), yaitu observasi,
wawancara, dan dokumentasi
yang terkait dengan proses
penyusunan RAPBDesa Ngengor
yang diperoleh dari stakeholders
(Kepala Desa, anggota BPD, dan
perangkat desa, dan tim pelaksana
kegiatan).
N. Metode Analisis
Metode analisis penelitian ini
adalah deskriptif kuatitatif dengan
prespektif historical research. (Nur
Indriantoro dan Supomo (2003:30)
yaitu metode analisa dengan cara
melakukan penelusuran terhadap
2
beberapa hal yang telah dilakukan
(history) untuk dibandingkan dengan
kriteria yang sudah ditetapkan.
Dalam penelitian ini kriteria yang
ditetapkan/disepakati adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No
37 tahun 2007 tentang pengelolaan
Keuangan Desa.
PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
D. Gambaran Umum Obyek
Penelitian
4. Karakteristik Desa dan
Pemerintahan Desa
Mayoritas penduduknya bercocok
tanam sebagai petani. Desa Ngegor
termasuk wilayah yang tidak
memiliki pegunungan dan sebagian
besar dataran rendah. Letak Desa
Ngengor berada di antara 4 desa lain,
yaitu: sebelah barat berbatasan
dengan desa Gandul, sebelah timur
berbatasan dengan desa
Kenongorejo, sebelah selatan
berbatasan dengan desa
Pilangkenceng, dan sebelah utara
berbatasan dengan desa Kabupaten
Bojonegoro.
Desa Ngengor berada cukup dekat
dari pusat kota Kecamatan
Pilangkenceng, yaitu sekitar 2 km.
Desa Ngengor terdiri dari 2 dusun
(RW), yaitu:
3. Dusun Ngengor I, Nama Kasun
Agus Ansori, ST, terdiri 1 RW, 8
RT
4. Dusun Ngengor II, Nama Kasun
Rohmat, terdiri 1 RW, 7 RT
Pemerintahan desa Ngengor
terdiri dari:
3. Kepala Desa dan Perangkat Desa
- Satu orang Kepala Desa
- Satu orang Sekretaris Desa
- 2 orang Kepala Dusun
- 1 orang pelaksana Teknis
Lapangan
- 4 orang Staf Urusan
4. Badan Permusyawaratan Desa
(BPD)
- Satu Orang Ketua
- Satu Orang Sekretaris
- 3 Orang Anggota
Saat ini Desa Ngengor dipimpin
oleh Kepala Desa yang bernama
Radjianto, SH. Ketua BPD-nya
adalah Pujiono, S.Sos. Sedangkan
Ketua LPKMD-nya adalah Wasis
Agung, S.Ag.
E. Penyajian Data
3. Ketentuan Dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor
37 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa
a. Struktur APBDesa Ngengor
terdiri dari:
12) Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa)
terdiri dari: Pendapatan Desa,
Belanja Desa; dan Pembiayaan
Desa.
13) Pendapatan Desa
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a di atas,
meliputi semua penerimaan
uang melalui rekening desa
yang merupakan hak desa
dalam 1 (satu) tahun anggaran
yang tidak perlu dibayar
kembali oleh desa.
14) Pendapatan Desa
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) di atas, terdiri dari:
h. Pendapatan Asli Desa
(PADesa)
i. Bagi Hasil Pajak
Kabupaten/Kota
j. Bagian dari Restibusi
Kabupaten/Kota
k. Alokasi Dana Desa (ADD)
3
l. Bantuan Keuangan dari
Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Desa
Lainnya;
m. Hibah;
n. Sumbangan Pihak Ketiga.
15) Belanja desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf b
di atas, meliputi semua
pengeluaran dari rekening desa
yang merupakan kewajiban
desa dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya
kembali oleh desa.
16) Belanja Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 4 di atas,
terdiri dari:
a. Belanja Langsung, dan
b. Belanja Tidak Langsung
17) Belanja langsung
sebagaimana dimaksud pada
ayat 5 huruf a, terdiri dari:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal;
18) Belanja tidak langsung
sebagaimana dimaksud pada
ayat 5 huruf b, terdiri dari:
a. Belanja
Pegawai/Penghasilan Tetap;
b. Belanja Subsidi;
c. Belanja Hibah (Pembatasan
Hibah);
d. Belanja Bantuan Sosial;
e. Belanja Bantuan Keuangan;
f. Belanja Tak Terduga
19) Pembiayaan desa
sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf c di atas, meliputi
semua penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran
berikutnya.
20) Pembiayaan Desa
sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) di atas, terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan;
dan
b. Pengeluaran Pembiayaan
21) Penerimaan pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) di atas, mencakup:
e. Sisa lebih perhitungan
anggaran (SilPA) tahun
sebelumnya.
f. Pencairan Dana Cadangan.
g. Hasil penjualan kekayaan
desa yang dipisahkan.
h. Penerimaan Pinjaman.
22) Pengeluaran pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) di atas, mencakup:
d. Pembentukan Dana
Cadangan.
e. Penyertaan Modal Desa
f. Pembayaran Utang
b. Tahapan penyususnan RAPB
Desa
Penyususnan RAPBDesa harus
melalui tahapan sebagai berikut:
5) Menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMD)
dan Rencana Kerja Pembangunan
Desa (RKPDesa)
a. RPJMD untuk jangka waktu 5
(lima) tahun merupakan
penjabaran dari visi dan misi dari
Kepala Desa yang terpilih,
b. Setelah berakhir jangka waktu
RPJMD, Kepala Desa terpilih
menyusun kembali RPJMD untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun;
c. RPJMDesa sebagaimana
dimaksud pada nomor 1 di atas
ditetapkan paling lambat 3 (tiga)
4
bulan setelah Kepala Desa
dilantik;
d. Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
menyusun RKPDesa yang
merupakan Rencana
Pembangunan Desa;
e. Penyusunan RKPDesa
diselesaikan paling lambat akhir
bulan Januari tahun anggaran
sebelumnya.
6) Menetapkan Rancangan RAPB
Desa
h. Sekretaris Desa menyusun
Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa berdasarkan
pada RKPDesa;
i. Sekretaris Desa menyampaikan
rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa kepada Kepala Desa
untuk memperoleh persetujuan;
j. Kepala Desa menyampaikan
rancangan Peraturan Desa
sebagaimana dimaksud pada poin
(b) di atas kepada BPD untuk
dibahas bersama dalam rangka
memperoleh persetujuan bersama;
k. Penyampaian ramcangan
Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 di atas,
paling lambat minggu pertama
bulan November tahun anggaran
sebelumnya;
l. Pembahasan sebagaimana
dimaksud pada poin (c) di atas,
menitikberatkan pada kesesuaian
dengan RKPDesa;
m. Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa yang telah
disetujui bersama sebelum
ditetapkan oleh Kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat
3 di atas, paling lambat 3 (tiga)
hari kerja disampaikan kepada
Bupati/Walikota untuk dievaluasi;
n. Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa sebagaimana
dimaksud ayat 2 di atas,
ditetapkan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah APBD Kabupaten /
Kota ditetapkan.
7) Melakukan Evaluasi RAPB Desa
a. Bupati/Walikota harus
menetapkan Evaluasi Rancangan
APBDesa paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja;
b. Apabila hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud di atas,
melampaui batas waktu dimaksud,
Kepala Desa dapat menetapkan
Rncangan Peraturan Desa tentang
APBDesa menjadi Peraturan
Desa;
c. Dalam hal Bupati/Walikota
menyatakan hasil evaluasi
Raperdes tentang APBDesa tidak
sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi,
Kepala Desa bersama BPD
Melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi;
d. Apabila hasil evaluasi tidak
ditindaklanjuti oleh Kepala Desa
dan BPD, dan Kepala Desa tetap
menetapkan Rancanan Peraturan
Desa tentang APBDesa menjadi
Peraturan Desa, Bupati/Walikota
membatalkan Peraturan Desa
dimaksud dan sekaligus
menyatakan berlakunya pagu
APBDesa tahun anggaran
sebelumnya;
e. Pembatalan Peraturan Desa dan
pernyataan berlakunya pagu tahun
anggaran sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat
5
(4) di atas, ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Walikota;
f. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) di atas,
Kepala Desa harus
memperhatikan pelaksanaan
Peraturan Desa dan selanjudnya
Kepala Desa bersama BPD
mencabut peraturan desa
dimaksud;
g. Pencabutan peraturan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) di atas, dilakukan dengan
Peraturan Desa tentang
Pencabutan Peraturan Desa
tentang APBDesa;
h. Pelaksanaan pengeluaran atas
pagu APBDesa tahun sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) di atas, ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
8) Membuat Perubahan RAPB Desa
h. Perubahan APBDesa dapat
dilakukan apabila terjadi:
5. Keadaan yang menyebabkan
harus dilakukan pergeseran
antar jenis belanja
6. Keadaan yang menyebabkan
sisa lebih perhitungan
anggaran (SilPA) tahun
sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan.
7. Keadaan darurat
8. Keadaan luar biasa
i. Perubahan APBDesa hanya dapat
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali
dalam keadaan luar biasa.
j. Perubahan APBDesa terjadi bila
Pergeseran anggaran yaitu
Pegeseran antar jenis belanja
dapat dilakukan dengan cara
merubah peraturan desa tentang
APBDesa.
k. Penggunaan SilPA tahun
sebelumnya dalam perubahan
APBDesa, yaitu Keadaan yang
menyebabkan sisa lebih
perhitungan anggaran (SilPA)
tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan.
l. Pendanaan keadaan Darurat
m. Pendanaan keadaan Luar Biasa
n. Selanjutnya tata cara pengajuan
perubahan APBDesa adalah sama
dengan tata cara penetapan
pelaksanaan APBDesa.
c. Penetapan
Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa
5) Sekretaris Desa menyususn
Rancangan Peraturan Desa
tentang Pertanggujawaban
Pelaksanaan APBDesa dan
Rancangan Keputusan Kepala
Desa tentang
Pertanggunganjawaban Kepala
Desa;
6) Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di atas,
menyampaikan kepada Kepala
Desa untuk dibahas bersama
BPD;
7) Berdasarkan persejutuan Kepala
Desa dengan BPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di atas,
maka Rancangan Peraturan Desa
tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa dapat
ditetapkan menjadi Peraturan
Desa;
8) Jangka waktu penyampaian
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) di atas, dilakukan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
6
d. Penyampaian Laporan
Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa
3) Peraturan Desa tentang
Pertaanggungjawaban Pelaksana-
an APBDesa dan Keputusan
Kepala Desa tentang Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Desa
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (3) di atas,
disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui Camat;
4) Waktu penyampaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di atas,
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah peraturan desa ditetapkan.
4. Kondisi Riil Di Lapangan
Tentang Penyusunan
RAPBDesa
Penjelasan Kepala Desa Ngengor
sebagai berikut:
“Pelaksanaan penyusunan
RAPBDesa merupakan kegiatan
rutin tahunan tanpa ada kendala.
Masing-masing pihak sudah tahu
apa yang harus disiapkan dan
dikerjakan. Penyusunan RAPBDesa
didasarkan pada RPJMDesa 5
tahunan, dievaluasi tahunan
berdasarkan masukan dari
stakeholders dan tim pelaksana.
Keterlibatan Kepala Dusun dalam
pembuatan RPJMDesa sangat aktif,
karena setiap dusun diharuskan
membuat kajian potensi dan masalah
yang ada di dusunnya. Penyusunan
RPJMDesa didasarkan pada
Permendagri nomor 37 tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan
Desa”.
Di sisi lain, hasil keterangan dari
tokoh masyarakat menyebutkan
bahwa:
“Musrenbang adalah tradisi
tahunan. Partisipasi masyarakat
dalam Musrenbang Desa masih
sangat rendah. Masyarakat
diundang di balai desa pada saat
Musrenbang Desa. Materi
Musrenbang Desa sudah disiapkan
oleh Sekretaris Desa (Tim Pelaksana
Musrenbang Desa) berdasarkan
masukan dari Kepala Dusun. Dalam
Musrenbang Desa, masyarakat
sedikit menyampaikan usulan dan
hanya mengamini saja”.
Selanjutnya berdasarkan
RPJMDesa 5 Tahunan harus di
breakdown secara tahunan menjadi
RAPBDesa. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan pada
Desa Ngengor, diperoleh data-data
pendukung lapangan yang relevan
dengan penyusunan RAPBDesa
Ngengor berikut:
c. Bahwa di desa Ngengor telah
disusun RPJM dan RKP.
7) Berdasarkan informasi dari
Radjianto, SH selaku Kepala
Desa Ngengor, Kecamatan
Pilangkenceng, Kabupaten
Madiun telah mempunyai
dokumen RPJMDesa periode
tahun 2012-2017.
8) Penyusunan RPJM diawali dari
adanya kajian tentang potensi
dan masalah di tiap-tiap dusun,
yang dilakukan oleh kepala
dusun dengan melibatkan
warga di dusun yang
bersangkutan.
9) Hasil kajian tentang potensi
dan masalah di tiap-tiap dusun
kemudian dibawa oleh kepala
dusun dalam musyawarah desa
(musdes) yang membahas
tentang RPJM desa oleh
Kepala Desa dengan
7
melibatkan semua unsur yang
ada di desa, di antaranya BPD,
Karang Taruna dan Tokoh
masyarakat, namun dalam
kenyataannya berdasarkan
hasil wawancara dengan
Kepala Desa dan Kepala
Dusun keterlibatan Karang
Taruna dan Tokoh masyarakat
dan musyawarah desa
(musdes) sangat kurang,
walaupun sudah diundang,
sebagian besar tetap tidak
hadir.
10) Hasil RPJM Desa yang
disepakati dalam musyawarah
Desa (musdes) tersebut
kemudian ditetapkan sebagai
peraturan desa oleh kepala
desa.
11) Kepala desa kemudian
menyusun Rencana Kerja
Pembangunan (RKPDesa)
yang merupakan penjabaran
dari RPJMDesa berdasarkan
hasil musyawarah rencana
pembangunan desa.
12) Berdasarkan informasi kepala
desa Ngengor biasanya
penyusunan RKPDesa
diselesaikan pali lambat akhir
bulan Maret tahun anggaran
yang sebelumnya dan juga
ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Desa.
d. Proses penyusunan APBDesa
yang dilakukan di Desa Ngengor
berdasarkan hasil wawancara
dengan Kepala Desa Ngengor
dilakukan sebagai berikut:
6) Sekretaris Desa Ngengor
menyusun Rancangan
peraturan Desa (Raperdes)
tentang APBDesa
7) Sekretaris Desa Ngengor
menyampaikan Rancangan
Peraturan Desa (Raperdes)
tentang APBDesa kepada
kepala desa dan selanjutnya
dibahas bersama BPD untuk
memperoleh persetujuan
bersama.
8) Biasanya penyampaian
Rancangan Peraturan Desa
(Raperdes) tentang APBDesa
paling lambat minggu pertama
bulan November tahun
anggaran sebelumnya.
9) Pembahasan Rancangan
Peraturan Desa (Raperdes)
tentang APBDesa
meninikberatkan pada
kesesuaian dengan RKPDesa
10) Rancangan Peraturan Desa
(Raperdes) tentang APBDesa
ditetapkan pali lambat satu
bulan setelah APBD
Kabupaten Madiun ditetapkan.
F. Pembahasan
Berdasarkan penyajian data dan
fakta-fakta penelitian di lapangan di
atas, maka sebenarnya bahwa
RAPBDesa Ngengor telah disusun
dengan mekanisme yang benar,
karena sudah sesuai dengan tahapan-
tahapan yang ada di Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 37 tahun
2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
Pada tahap awal dilaksanakan
Musrenbang Desa yang merupakan
kegiatan musyawarah yang dihadiri
segenap pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terdiri dari
perangkat Pemerintah Desa, tokoh-
tokoh masyarakat sebagai perwakilan
warga desa yang kemudian bersatu
dalam Forum Musrenbang untuk
merumuskan kebijakan pembangu-
8
nan yang menjadi skala prioritas
dalam 1 tahun ke depan untuk
RKPDes dan 5 tahun untuk
RPJMDes.
Dalam proses penyusunan
RPJMDesa telah berdasarkan kajian
potensi, masalah dan pembangunan
yang diinginkan masyarakat di
tingkat dusun, meskipun yang hadir
dalam musyawarah desa sangat
terbatas. Namun demikian,
partisipasi masyarakat dusun dalam
musrenbang tergolong rendah karena
pada umumnya menyerahkan urusan
usulan pembangunan pada ketua RT
dan RW (kepala dusun).
RKPDes yang disusun telah
mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutahirkan,
program pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan
maju, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah desa
maupun yang ditenpuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat
dengan mengacu kepada Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Selanjutnya telah ditetapkan
Peraturan Desa (Perdes) untuk
pengesahan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes) Desa
Ngengor. Dalam setiap tahun
anggaran, Kades Ngengor juga telah
melaksanakan pertangungjawaban
dalam bentuk laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPj) dan
Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa (LPPD) kepada
Bupati yang merupakan indikator
keberhasilan dari proses tersebut.
Sehingga RPJMDesa dan RAPBDesa
Ngengor yang disusun telah disusun
dengan mencerminkan kebutuhan
pembangunan yang diinginkan oleh
masyarakat.
Di sisi lain partisipasi
masyarakat dalam kegiatan
Musrenbang Desa masih sangat
rendah. Tetapi keterlibatan Kepala
Dusun dalam pembuatan RPJMDesa
sangat aktif, karena setiap dusun
diharuskan membuat kajian potensi
dan masalah yang ada di dusunnya.
Laporan kajiannya dijadikan bahan
penyusunan RPJMDesa. Selanjutnya
RAPBDesa disusun berdasarkan
RPJMDesa dan RKPDesa Ngengor
yang sudah dibuat sebelumnya.
Hasil penelitian sekarang
berseberangan dengan penelitian
Helmiyanti (2007) menyimpulkan
bahwa Partisipasi Masyarakat Dalam
Proses APB Desa nampak jelas dan
nyata.
Namun hasil penelitian saat ini
mirip dengan hasil penelitian
Abdussakur (2012), bahwa
penyusunan APB Desa lebih banyak
aspek formalitas. Sedangkan APB
Desa adalah turunan dari
Musrenbangdes.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan:
4. RAPBDesa Ngengor telah
disusun dengan mekanisme yang
benar, karena sudah sesuai dengan
tahapan-tahapan yang ada di
peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 37 tahun 2007 tentang
pengelolaan Keuangan Desa.
5. RAPBDesa Ngengor telah
disusun berdasarkan RPJMDesa
dan RKPDesa Ngengor yang
sudah dibuat sebelumnya.
6. Partisipasi masyarakat dusun
dalam musrenbang masih sangat
rendah. Tetapi keterlibatan Kepala
Dusun dalam pembuatan
RPJMDesa sangat aktif, karena
9
setiap kasun selalu membuat
kajian potensi dan masalah yang
ada di dusunnya, yang kemudian
laporan kajiannya dijadikan bahan
dalam menyusun RPJMDesa.
B. Saran
Saran yang bisa diberikan yaitu:
4. Sebaiknya tetap mempertahankan
ciri/karakteristik pembuatan
kajian potensi dan masalah desa
sebagai bahan dalam menyusun
RPJMDesa.
5. Hendaknya pemerintah desa dan
Tim Penyelenggara Musrenbang
Desa (TPM) lebih mendorong
peningkatan partisipasi aktif
masyarakat dusun dan kelompok
masyarakat dalam Musyawarah
Desa atau Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa. Hal ini
dengan harapan aspirasi mereka
bisa mewarnai RPJMDesa
ataupun RKPDesa, sehingga
pembangu-nan yang dilakukan
berpihak pada kebutuhan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
________ Program Capacity
Building- CB. 2008.
Abdussakur. 2012. Jurnal Ilmu
Politik dan Pemerintahan Lokal
Vol. 1 No. 2 (2012). Implementasi
Kebijakan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (Apbdes) di
Wilayah Kecamatan Batu Benawa
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Provinsi Kalimantan Selatan.
Helmiyanti, Helmiyanti. 2007.
Thesis: Partisipasi Masyarakat
Dalam Kegiatan Pemerintahan
Desa (Studi Tentang Pertisipasi
Masyarakat Dalam Perencanaan,
Pelaksanaan, Dan Evaluasi APB
Desa Di Desa Pekalangan
Kecamatan Tenggarang
Kabupaten Bondowoso.
University of Muhammadiyah
Malang.
Kepmendagri Nomor: 050-187/Kep-
Bangda/2007 tentang Pedoman
Penilaian dan Evaluasi
Pelaksanaan Penyelenggaraan
Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang).
Nur Indriantoro dan Supomo. 2003.
Metode Penelitian Kualitatif.
BPFE, Yogyakarta
Yossy Suparyo. 2013. Makalah:
Gerakan Desa Membangun
(GDM).
Peraturan Menteri Dalam Negeri No
37 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 66 tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
2014 tentang Alokasi Anggaran
Dana Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)
PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa
Pusat kajian kinerja otonomi daerah
LAN tahun 2006
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Perencanaan
Pembangunan Desa.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa