ii · 2014. 6. 8. · Cuaca/iklim dapat ber pengaruh langsung terhadap ternak, contohnya ternak...
Transcript of ii · 2014. 6. 8. · Cuaca/iklim dapat ber pengaruh langsung terhadap ternak, contohnya ternak...
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Buku Ajar Klimatologi (Suatu Pengantar) yang terdiri dari 13
modul ajar dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Modul Klimatologi ini dibuat sebagai sarana penunjang untuk memperlancar
proses belajar mengajar bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin.
Penyusunan Buku Ajar ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dana
Fakultas Kehutanan dan dosen-dosen pengasuh mata kuliah Klimatologi. Untuk itu
tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
langsung maupun tidak langsung didalam penulisan Buku Ajar Klimatologi
Akhirnya kami berharap semoga Buku Ajar Klimatologi ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Makassar, September 2009
Tim Penyusun
-
• Klimatologi
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Manfaat dan Peranan Cuaca/Iklim
Cuaca merupakan peristiwa fisik yang berlangsung di atmosfer pada suatu
saat dan tempat/ruang tertentu, yang dinyatakan dalam berbagai variable disebut
unsur-unsur cuaca. Unsur-unsur ini diamati satu atau beberapa kali dalam sehari
sebagai data cuaca diurnal, yang selanjutnya hasil pengamatannya dalam setahun
sebagai data harian dari setahun. Jika data pengamatan dikumpulkan selama
beberapa tahun yang merupakan data historis jangka panjang tentang perilaku
atmosfer yang mencirikan iklim. Sehingga hasil pengamatan data tersebut
merupakan informasi penting pada berbagai bidang terutama yang berkaitan
dengan kehidupan manusia seperti kehutanan dan pertanian dalam arti luas,
penerbangan, hidrologi & pengairan serta kesehatan masyarakat. Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari informasi cuaca/iklim adalah :
1. Sebagai peringatan dini dari dampak negative yang ditimbulkan
oleh cuaca/iklim yang ekstrim seperti banjir, kekeringan dan angin
kencang
2. Menyelenggarakan kegiatan atau usaha dibidang teknik, ekonomi
dan sosial yang sesuai dengan ciri dan sifat cuaca/iklim, sehingga
dapat dihindari kerugian yang diakibatkannya
3. Melaksanakan kegiatan tersebut sebaiknya memamfaatkan pula
tehnologi pemanfaatan sumber daya cuaca/iklim.
1.2. Istilah dan Batasan Cuaca/Iklim Cuaca : Semua proses/peristiwa fisik yang terjadi/berlangsung di atmosfer
pada suatu saat dan tempat 2tertentu atau nilai sesaat dari atmosfer serta
perubahannya dalam jangka pendek disuatu tempat tertentu dibumi.
Pernyataan secara kuantitatif dari cuaca umumnya digunakan untuk tujuan
ilmiah, sedangkan secara kualitatif merupakan pernyataan masyarakat awam
seperti tiupan angin lemah, langit cerah, dan cuaca buruk. Cuaca akan dicatat terus
menerus pada jam-jam tertentu secara rutin menghasilkan suatu seri data cuaca
yang selanjutnya dapat digunakan menentukan iklim.
Iklim : penyebaran cuaca dari waktu ke waktu (hari demi hari, bulan demi
bulan dan tahun demi tahun) dan termasuk didalamnya harga rata-rata dan harga-
-
• Klimatologi
2
harga ekstrim (yaitu maksimum dan minimum) atau keadaan rata-rata cuaca pada
suatu periode yang cukup lama atau daerah yang cukup luas.
Mengingat iklim adalah sifat cuaca dalam jangka waktu panjang dan pada
daerah yang luas , maka data cuaca yang digunakan untuk menyusunnya
seyogiyanya dapat mewakili keadaan atmosfer seluas mungkin diwilayah yang
bersangkutan.
Sifat data cuaca dan iklim adalah data diskontinyu yang terdiri dari
pancaran surya, lama penyinaran surya, presipitasi (hujan, hujan es, salju dan
embun) dan penguapan (evaporasi dan transpirasi). Penyajian datanya dalam
bentuk nilai akumulasi dan ditampilkan dalam grafik histogram. Sedangkan data
kontinyu yang terdiri dari suhu, kelembaban, tekanan udara dan angin disajikan
dalam angka-angka sesaat atau rata-rata dan grafiknya dalam bentuk kurva.
1.3. Unsur-unsur dan Pengendali Cuaca/Iklim Cuaca dan iklim merupakan ramuan dari berbagai unsur dan dalam ilmu
fisika disebut besaran. Adapun unsur tersebut antara lain : a). pancaran surya,
bumi dan atmosfer b). Suhu udara dan tanah, c). Tekanan udara, d). angin, e)
Kelembaban udara dan tanah, f). Keawanan, g). Presipitasi, h). Penguapan
(Evapotranspirasi) . Jika salah satu unsur cuaca berubah (terutama pancaran
surya) maka satu atau lebih unsur lainnya akan berubah, perubahan secara
menyeluruh itulah yang disebut perubahan cuaca.
Cuaca berubah dari waktu kewaktu, oleh karena adanya rotasi dan revolusi
bumi. Rotasi bumi akan menimbulkan siang dan malam hari , sedangkan
revolusi bumi akan menimbulkan musim. Daerah subtropika dikenal adanya 4
musim yakni musim panas, musim salju, musim gugur dan musim semi,
sedangkan daerah tropika dikenal musim hujan dan kemarau serta peralihan kedua
musim.
Iklim akan berbeda dari suatu lokasi/daerah kelain lokasi/daerah.
Perubahan dan perbedaan cuaca/iklim disebabkan oleh pengendali cuaca/iklim
yaitu : (a) altitude (ketinggian tempat), (b) latitude (lintang), (c) penyebaran
daratan dan perairan, (d) daerah-daerah tekanan tinggi dan rendah, (e) arus-arus
laut, (f) gangguan-gangguan atmosfer, (g) satu atau lebih unsur cuaca dan iklim
(terutama pancaran surya).
-
• Klimatologi
3
1.4. Mekanisme Pembentukan Cuaca/Iklim Penyerapan energi surya oleh permukaan bumi akan mengaktifkan
molekul-molekul gas atmosfer sehingga terjadi pembentukan cuaca. Perubahan
sudut datang surya tiap saat dalam sehari atau setahun pada suatu lokasi dibumi
akan mengakibatkan perubahan jumlah energi surya. Perubahan tersebut meliputi
pemanasan dan pendinginan udara, peningkatan dan penurunan tekanan udara,
gerakan vertical dan horizontal udara, penguapan dan kondensasi (pengembunan),
pembentukan awan, presipitasi. Oleh karena itu interaksi antara unsur-unsur
cuaca dengan faktor pengendalinya akan membentuk cuaca sesaat yang dalam
jangka panjang akan membentuk tipe-tipe iklim.
Gambar 1.1. Mekanisme pembentukan cuaca/iklim (Threwarta, G.T, 1968)
1.5. Cabang-cabang Meteorologi/Klimatologi Ilmu tentang cuaca disebut meteorology dan ilmu tentang iklim disebut
klimatologi adalah dua ilmu pengetahuan fisika yang membahas tentang proses
dan gejala serta penyebarannya menurut ruang dan waktu yang terjadi di atmosfer
bumi.
Meskipun kedua cabang ilmu ini terlepas satu sama lain, tetapi keduanya
sulit dipisahkan. Meteorologi lebih menekankan pada proses terjadinya cuaca
(kenapa terjadi hujan lebat, suhu ekstrim, awan), sedangkan klimatologi lebih
menekankan pada penyebaran dari hasil proses tersebut (misalnya penyebaran
1. Penerimaan intensitas dan lama penyinaran surya 2. Suhu udara 3. Kelembaban 4. Tekanan udara 5. Kec. & Arah angin 6. Evaporasi 7. Presipitasi 8. Suhu tanah
Distribusi/penyebaran tipe cuaca/iklim
1. Pancaran surya 2. Latitude 3. Altitude 4. Posisi tempat ter-
hadap lautan 5. Pusat tekanan
tinggi & rendah 6. Aliran massa
udara 7. Halangan oleh
pegunungan 8. Arus laut 9. Satu atau lebih
unsur cuaca/iklim
-
• Klimatologi
4
suhu udara, curah hujan, frekuensi terjadinya banjir dan kekeringan) baik harian
maupun tahunan.
Cabang-cabang Meteorologi/Klimatologi : Klimatograf, Meteorologi/
Klimatologi fisik, Meteorologi/Klimatologi dinamik, dan Meteorologi/
Klimatologi Terapan (Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kelautan dan
Kehutanan). Sedangkan ruang lingkup Klimatologi dapat dilihat pada Bagan
dibawah ini :
Gambar 1.2. Ruang Lingkup Klimatologi
1.6. Hubungan antara cuaca/iklim dengan kehutanan/pertanian Ruang lingkup klimatologi pertanian terbentang antara lapisan tanah
sedalam perkaran tanaman hingga lapisan udara tertinggi yang berhubungan
dengan penyebaran biji, spora, tepung sari dan serangga. Dibidang kehutanan
ruang lingkup klimatologi dapat dimulai dari beberapa meter di bawah permukaan
tanah sampai beberapa meter di atas permukaan tajuk pohon. Secara makro,
hubungan iklim dengan vegetasi hutan dapat dilihat dengan jelas pada penyebaran
tipe/formasi hutan di dunia berdasarkan letak lintangnya. Selain iklim yang alami,
juga diperhatikan keadaan lingkungan buatan seperti penghalang angin, naungan,
irigasi, rumah kaca, gudang tempat penyimpanan produksi pertanian dan kandang
KLIMATOLOGI DINAMIKA
KLIMATOLOGI
KLIMATOGRAFI KLIMATOLOGI KLIMATOLOGI FISIK
PENDEKATAN ANALISIS
Diskripti Statistik Matematik Sinopti
RUANG
MESOKLIMATOLOGMIKROKLIMATOLOG MAKROKLIMATOLOG
-
• Klimatologi
5
ternak. Hubungan antara cuaca/iklim dengan kehutanan/pertanian dapat
diperhatikan sbb :
1. Hutan Cuaca/iklim dapat mempengaruhi kondisi dan penyebaran vegetasi hutan dari
satu tempat ke tempat lain. Vegetasi hutan pada daerah tropis adalah yang
paling tinggi keragamannya dan semakin ke kutub pertumbuhan dan
penyebaran vegetasi hutan semakin dibatasi.
2. Tanah
Tanah adalah hasil pelapukan
batuan selama periode waktu
lama yang diakibatkan oleh
perubahan cuaca.
Cuaca/iklim dapat
mempengaruhi sifat-sifat
kimia dan fisika tanah serta
organisme yang ada
didalamnya.
-
• Klimatologi
6
3. Tanaman Dimulai dari fase per
kecambahan, fase vegetatif,
generatif dan panen di
pengaruhi oleh lingkungan,
demikian juga pasca panen.
Kualitas produksi tanaman
yang dipanen pada musim
hujan sangat berbeda jika di
panen pada musim kemarau.
Faktor-faktor iklim dapat berperan mencegah terjadinya kebakaran hutan.
Contoh musim kemarau yang pendek, sering ada hujan dapat mencegah
terjadinya kebakaran hutan atau padang rumput.
4. Peternakan Cuaca/iklim dapat ber
pengaruh langsung terhadap
ternak, contohnya ternak sapi
perah agar hasil susunya
berkualitas dan berkuantitas
maka sebaiknya dipelihara di
pegnungan. Pengaruh secara
langsung melalui
makanannya yang berasal
dari hijauan maupun biji-
bijian.
Penyebaran geografis ternak, seperti kerbau dan sapi. Contoh kerbau lebih
banyak ditemukan pada daerah basah, banyak hujan dan daerah rawa.
Sedangkan sapi tumbuh baik jika diternakkan di tempat yang agak kering.
5. Hama dan penyakit Pada musim hujan kondisi iklim menjadi lembab sehingga banyak tanaman
diserang penyakit, pada musim kemarau diserang hama. Tinggi rendahnya
populasi hama & penyakit tergantung pada keadaan lingkungan. Keadaan
-
• Klimatologi
7
lembab menyebabkan jumlah penyakit akan optimum dan keadaan suhu yang
tinggi serta kering jumlah hama optimum. Cuaca/iklim dapat mempengaruhi
organisme hama atau penyakit dan tanaman yang terserang. Proteksi terhadap
hama & penyakit dengan menggunakan pestisida dapat dicari pada saat yang
tepat karena aplikasinya tergantung pada hujan, angin, suhu dan unsure cuaca
lainnya.
6. Bangunan-bangunan pertanian Merencanakan bangunan-bangunan pertanian seperti tingginya bendungan,
dalamnya saluran draenase harus memperhitungkan keadaan cuaca/iklim
setempat. Kandang ternak agar kuat mendapat terpaan angin maka sebaiknya
ditanami pohon-pohon pelindung angin. Disamping itu dapat melindungi
ternak agar tidak mengenai langsung angin seingga dapat mengganggu
kesehatannya. Demikian juga mesin-mesin pertanian yang kondisi lembab
dapat berakibat cepat mengalami karat.
7. Modifikasi cuaca/iklim Secara makro manusia belum dapat mengendalikan cuaca/iklim, tapi secara
mikro sudah banyak yang dilakukan seperti irigasi, Air tidak didapat kan dari
hujan melainkan melalui saluran irigasi yang datang dari waduk. Waduk
merupakan hasil modifikasi hujan. Demikian juga halnya dengan pohon-
pohon pelindung menaungi terhadap matahari langsung.
8. Pengukuran iklim pada Percobaan Agronomi Masalah-masalah seperti banyaknya air irigasi yang diperlukan untuk padi
sawah, waktu pemupukan, seleksi tanaman tertentu. Iklim berpengaruh nyata
pada setiap fase kegiatan pertanian, demikian pula perencanaan kegiatan
pertanian sehari-hari sampai jangka panjang tidak luput dari pengaruh
cuaca/iklim. Penerapan suatu hasil penelitian harus selalu diikuti dengan
pengukuran cuaca/iklim agar dapat dibahas pengaruh yang baik dan buruk,
serta ketahanan tanaman terhadap hama & penyakit pada berbagai keadaan
cuaca/iklim.
Dengan hasil pengukuran tersebut dapat diketahui cara memilih tempat yang
sesuai untuk tanaman tertentu atau memilih tanaman yang sesuai untuk suatu
tempat tertentu. Selanjutnya dapat diketahui dimana daerah-daerah yang
-
• Klimatologi
8
sesuai dengan dukungan data cuaca/iklim secara kuantitatif, untuk
mengembangkan suatu usaha pertanian agar mendapat nilai tambah.
-
• Klimatologi
9
II. ATMOSFER
2.1. Pengertian dan Fungsi Atmosfer Atmosfer merupakan selimut tebal dari berbagai macam gas (termasuk aerosol)
yang menyelimuti seluruh permukaan bumi. Gas tersebut terdiri dari udara kering dan
uap air, sedangkan aerosol merupakan bahan padat. Atmosfer yang menyelimuti seluruh
permukaan bumi berfungsi sebagai :
(a) Pelindung bumi terhadap pemanasan dan pendinginan yang
berlebihan (tanpa atmosfer suhu pada siang hari > 93oC dan malam
hari dapat mencapai – 1840C)
(b) Penyaring (filter) terhadap sinar surya yang berbahaya bagi mahluk
hidup (yaitu sinar UV yang dapat menyebabkan kanker kulit pada
manusia).
(c) Penyedia bahan baku bagi mahluk hidup (yaitu CO2 dalam proses
fotosintesis dan O2 dalam proses respirasi).
(d) Pengatur kelestarian mekanisme terjadinya cuaca & iklim.
2.2. Komposisi Atmosfer
Komposisi atmosfer terdiri dari : udara kering, uap air, dan aerosol. Komposisi
udara kering dan uap air pada ketinggian dibawah 100 km terdiri atas :
(a) Gas utama : N2, O2, Ar, CO2, dan HO2 yang mendominasi sekitar
99.98% - 99,99% volume udara.
(b) Gas penyerta:
- Permanen : Ne, He, Kr, Xe, dan H2O - Tidak permanen : CO, CH4, HC, NO, NO2, N2O, NH3, SO2
dan O3.
Sedangkan gas-gas yang mempunyai peranan penting secara meteorologis adalah CO2,
H2O, O3, dan aerosol.
-
• Klimatologi
10
Tabel 2.1 Komposisi Atmosfer Bumi s/d Ketinggian 100 km (udara kering & uap air)
Gas (Zat)
Berat Molekul
Banyaknya (Bagian Total Molekul)
Nitrogen (N2) 28.016 78.07%
Oksigen (O2) 32.00 20.95% Argon (Ar) 39.94 0.93% Uap Air (H2O) 18.02 0-4% Karbon Dioksida (CO2) 44.01 325 ppm Neon (Ne) 20.18 18 ppm Helium (He) 4.00 5 ppm Krypton (Kr) 83.70 1 ppm Hidrogen (H2) 2.02 0.5 ppm Ozone (O3) 48.00 0-12 ppm
Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) terutama dihasilkan dari pelapukan bahan organik oleh
mikroorganisme secara alami dalam tanah dan pembakaran bahan bakar fosil. Gas
tersebut yang ada diatmosfer akan diserap oleh tanaman sebagai bahan baku dalam
proses fotosintesis dan sebagai penyerap yang baik terhadap radiasi bumi dan atmosfer
secara selektif serta pada umumnya tidak menyerap radiasi surya sebagai radiasi
gelombang pendek.
Laju kenaikan konsentrasi CO2 cenderung meningkat meskipun saat terakhir ini
peningkatannya relatif lambat. Secara global kenaikan gas ini sekitar 11% dengan
konsentrasi 294 – 321 ppmv (1870-1970). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
dari 30 stasiun di dunia pada tahun 1992, konsentrasi gas tersebut mencapai 370 ppmv
dengan laju kenaikan sekitar 0.4% dan meningkatkan suhu udara sekitar 0.2-0.50C.
Uap air (H2O)
Uap air berasal dari penguapan (evapotranspirasi) yang terjadi di permukaan
bumi dan merupakan sumber utama bagi pembentukan awan dan presipitasi. Di
samping sebagai penyerap radiasi surya, bumi dan atmosfer, juga dapat berfungsi
sebagai bahan pemindah energi kalor (bahang ) laten.
Kandungan uap air didaerah subtropika bervariasi dari 0 pada saat angin kering
bertiup hingga 3% volume pada saat angin laut bertiup pada musim panas. Sedangkan
-
• Klimatologi
11
pada daerah tropika, karena suhu udara rata-rata lebih tinggi sehinga dapat mencapai
4% volume atau 3% dari massa atmosfer.
Ozone (O3)
Gas ini dihasilkan secara alamiah dari proses ionisasi pada ketinggian 80-100
km dengan melalui reaksi :
UV
O2 20
O2 + O + M O3 + M (Faktor kesetimbangan dan
Momentum berupa gas lain)
Ozone tersebut dapat terurai lagi menjadi oksigen jika sinar ultra violet
berlebihan atau adanya rampasan dari gas lain hasil industri. Misalnya CFC dapat
mengeluarkan atom klorin yang merampas satu atom O dari molekul O3 atau dengan
faktor kesetimbangan dan momentum secara secar alami dengan atom O seperti pada
reaksi berikut :
O3 + O + M 2O2 + M(sinar UV berlebihan )
O3 O2 + M (rampasan satu atom O dari O3
Oleh atom klorin dari CFC).
Dampak negatif dari kegiatan manusia yang dapat menyebabkan menipisnya
lapisan ozon adalah terjadinya kerusakan secara fisik oleh pesaawat supersonik/
antariksa dan akibat senyawa gas yang mengandung sulfat dan nitrat. Ozone dapat
berfungsi sebagai penyerap yang baik terhadap sinar UV yang berbahaya bagi
kehidupan manusia dan kehidupan lainnya serta dapat menyerap radiasi bumi pada
panjang gelombang tertentu.
Aerosol
Aerosol merupakan partikel-partikel kecil (zarah) di atmosfer sebagai :
1. Debu 20 % (terutama dihasilkan daerah kering)
2. Kristal garam 40% (dihasilkan dari pecahan ombak lautan)
3. Abu10% ( dihasilkan dari letusan gunung berapi dan pembakaran)
4. Asap 5 % (dihasilkan dari letusan gunung berapi dan pembakaran)
5. Lain-lain 25% (terutama dihasilkan oleh mokroorganisme)
-
• Klimatologi
12
Aerosol berfungsi sebagai inti-inti kondensasi dan memencarkan radiasi surya
kesegala arah. Keberadaanya di atmosfer tergantung pada massanya, pemanasan dan
pendinginan di permukaan bumi serta angin.
2.3. Struktur Lapisan Atmosfer
Atmosfer dapat dibagi atas beberapa lapisan berdasarkan penyebaran suhu,
komposisi dan sifat gas yang dikandung atmosfer, dan peristiwa fisik yang belangsung.
Berdasarkan ketinggiannya, atmosfer dibagi atas empat lapisan, mulai dari bawah
adalah: trofosfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Pengukuran suhu udara panas
setiap batas ketinggian, dilakukan berbagai cara dan menggunakan berbagai wahana.
Setiap cara dan wahana hanya berlaku dan digunakan untuk sesuatu lapisan tertentu.
Misalnya pengukuran suhu mulai permukaan bumi sampai ketinggian 30 km
menggunakan radiosonde. Sedangkan pada ketinggian 30-90 km menggunakan roket,
dan pada ketinggian diatas 90 km menggunakan satelit. Dengan berdasarkan hasil
pengukuran tersebut, maka diatmosfer dibagi atas empat lapisan dengan batas-batas dan
cirri-ciri penyebaran suhu diperlihatkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Ketinggian dari lapisan-lapisan atmosfer
Troposfer
Merupakan lapisan terbawa dari atmosfer yang terletak pada ketinggian mulai
permukaan bumi (laut) sampai pada ketinggian 8 km di daerah kutub dan 16 km di
daerah ekuator atau dengan rata-rata ketinggian (altitude) 12 km. Pada lapisan ini terjadi
penurunan suhu menurut ketinggian (sehingga disebut lapisan gradient suhu) dengan
-
• Klimatologi
13
laju penurunan sebesar 0.65 0C tiap naik 100 m yang dikenal. Sebagai laju penurunan
suhu normal. Karena merupakan nilai rata-rata pada semua lintang dan waktu.
Sumber bahan utama dari dari lapisan atmosfer ini adalah permukaan bumi
yang menyerap radiasi surya. Trofosfer mengandung kira-kira 75% udara kering dan
hampir 100% uap air dan aerosol. Oleh karena itu, trofosfer merupakan lapisan yang
memiliki gejala cuaca, atau dikatakan pula sebagai lapisan pembuat cuaca, yang secara
langsung penting bagi kehuidupan dipermukaan bumi dan di atmosfer (aerobiologi).
Pergerakan udara baik secara lokal maupun secara umum (global), baik secara
horizontal (disebut angin) maupun secara vertical (disebut arus udara) pada umumnya
terjadi pada lapisan ini. Tetapi dekat dengan permukaan, kecepatan angin semakin kecil,
karena adanya kekerasan permukaan yang menyebabkan terjadinya gaya gesekan dan
pengaruhnya dapat mencapai ketinggian1.5 km. Oleh karena itu, lapisan diatas 1.5 km
disebut atmosfer bebas, sedangkan dibawahnya disebut lapisan batas atmosfer dan
dibawah ketinggian 100 m disebut lapisan batas permukaan. Lapisan trofosfer`diakhiri
dengan suatu lapisan udara yang relatif tipis, yang sifatnya isoternal dengan suhu sekitar
-60 0C dan disebut tropopause. Tropopause merupakan lapisan antara trofosfer dengan
strafosfer di atasnya.Lapisan ini atau sedikit dibawahnya juga dikenal sebagai langit-
langit cuaca, karena merupakan batas terjadinya komveksi (olakan) dan tuberlensi
(golakan) atmosfer.
Stratosfer
Strotosfer merupakan lapisan atmosfer kedua setelah trofosfer yamg terletak
diatas tropopause sampai ketinggian 50 km diatas permukaan bum (laut). Bila pada
lapisan trofosfer terjadi gradien suhu, maka pada lapisan ini justru terjadi kenaikan suhu
menurut ketinggian yang disebut inversi suhu.
Lapisan ini, mulai dari lapisan batas sampai ketinggian 50 km, terdiri atas tiga
sub lapisan dengan laju perubahan suhu yang berbeda yaitu:
a. Strotosfer bawah (12-20km) sebagai lapisan isoternal
b. Strotosfer tengah (20-35 km) sebagai lapisan inversi suhu
c. Strotosfer atas (35-50 km) sebagai lapisan inversi suhu yang kuat
Lapisan ini merupakan lapisan amosfer utama yang mengandung ozone terutama pada
ketinggian 15-35 km dengan konsentrasi tertinggi pada ketinggian 22.0-22.5 km, yang
dikenal sebagai ozonosfer. Konsentrasi O3 di atmosfer bervariasi menurut waktu dan
tempat. Makin jauh dari kutub utara,O3 semakin rendah, sebaliknya tertinggi
-
• Klimatologi
14
diotemukan pada daerah ekuator pada bulan juni sekitar 240x10-3cm dan disebut
stratopause. Stratopause merupakan lapisan batas antara strafosfer dengan lapisan
mesosfer di atasnya.
Mesosfer
Mesosfer merupakan lapisan ketiga dari atmosfer yang terletak pada ketinggian
50-80 km. Pada lapisan ini terjadi penurunan suhu menurut ketinggian (gradien suhu)
seperti yang terjadi pada lapisan pertama sampai mencapai puncaknya dengan suhu
setinggi -90oC, yang disebut mesopause dan merupakan lapisan isotermal seperti kedua
lapisan batas di bawahnya.
Pada lapisan ini terjadi penguraian molekul oksigen menjadi atom oksigen, yang
pada akhirnya akan menghasilkan molekul O3 dalam proses ionosasi terutama pada
lapisan atas dan lapisan ini lebih terbuka terhadap sinar ultra Violet. Setelah O3
terbentuk kemudian akan turun ke lapisan stratosfer terutama pada ketinggian 15-35 km.
Termosfer
Termosfer merupakan lapisan keempat dari atmosfer yamg terletak pada
ketinggian 80-100 km, tetapi berakhirnya lapisan ini banyak pendapat lain. Misalnya
ada yang mengatakan 250 km dan bahkan 500 km. Diatas 100 km, atmosfer sangat
dipengaruhi oleh sinar x dan radiasi ultra violet dari srya menghasilkan ionisasi. Dalam
proses ini, terjadilah ion positif dan electron bebas yang bermuatan negative. Daerah
degan konsentrasi electron bebas yang tinggidisebut ionopsfer.
Pada lapisan ini terjadi kenaikan suhu menurut ketinggian (lapisan inversi suhu)
seperti yang terjadi pada lapisan stratosfer : lapisan ini pada umumnya terdiri dari
molekul-molekul oksigen dan dan nitrogen serta atom oksigen.
Lapisan atmosfer dibawah mesopause mempunyai komposisis atmosfer yang
relatif homogen, sebaliknya diatas mesopause komposisi atmosfer tidak homogen lagi.
Hal ini disebabkan oleh gerakan mikroskopik dari setiap molekul dan atom. Terjadinya
inversi suhu pada lapisan ini oleh karena adanya penyebaran sinar ultra violet oleh atom
oksigen seperti yang terjadi pada lapisan kedua (strafosfer).
-
• Klimatologi
15
-
• Klimatologi
16
III. PANCARAN SURYA 3.1. Konsep Radiasi
Perpindahan energi kalor (bahang) dari suatu tempat kelain tempat
dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik baik tanpa perantara
maupun dengan perantara. Energi tersebut mempunyai sifat-sifat seperti partikel
dan gelombang yang berpindah dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya
(c = 3x108 m.s-1). Jumlahnya tergantung pada λ. Seperti yang dirumuskan oleh
Planck dengan persamaan :
λhce = ………. (1)
Dimana : h adalah tetapan planck (6.63x10-34Js-1), c = 3x108 m.s-1, λ panjang
gelombang (µm). Misalnya foton hijau dengan λ = 0.55 µm (5.5x10-7 m) akan
mengandung energi sebanyak 3.6x10-19 J.
Perhitungan energi seperti diatas biasanya ditujukan untuk mengetahui
energi yang diperoleh dari reaksi fotokimia seperti pada proses fotosintesa.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah energi foton yang dipancarkan per satuan
luas dan per satuan waktu disebut kerapatan aliran foton dapat ditentukan melalui
persamaan :
( )( )λρ
λρρfotonenergijumlah
energialiranfotonaliran∫
∫= ……… (2)
Jumlah energi foton merupakan integral dari suatu kisaran panjang gelombang.
Jika radiasi aktif proses fotosintesa (PAR) yang terletak pada kisaran λ =0.4-0.7
µm mempunyai medan λ = 0.51 µm, berdasarkan persamaan (1) maka medan
panjang gelombang tersebut akan memancarkan energi sebanyak 2.3x105 JE-1.
Jika dihitung jumlah energi surya yang tiba dipermukaan bumi (insolasi) sebanyak
500 Wm-2, dengan melalui persamaan (2) akan diperoleh kerapatan aliran foton
sebanyak 2.1x10-3 Em-2.S-1.
-
• Klimatologi
17
3.2. Radiasi Matahari (Pancaran Surya) Pancaran surya dapat dibagi berdasarkan fungsi masing-masing, yaitu
intensitas surya, kualitas surya dan panjang hari dan lama penyinaran surya tiap
komponen akan berbeda efeknya terhadap mahluk hidup dan tumbuhan atua
tanaman.
Intensitas pancaran surya, adalah jumlah energi yang dipancarkan oleh
surya perstuan waktu per satuan luas atau disebut juga kerapatan aliran pancaran,
yang dapat dinyatakan dalam satuan kal.cm-2.menit-1, Jm-2.S-1, KJm-2.S-1, atau
MJm-2.S-1.
Hukum Stefan-Boltzmann, setiap permukaan benda dengan suhu di atas
0oK akan memancarkan energi pancaran dari seluruh panjang gelombang sinar
yang dipancarkan oleh permukaaan tersebut. Jumlah energi ini sangat ditentukan
oleh suhu permukaan semakin tinggi pula energi yang dipancarkan dengan
mengikuti persamaan Stefan-Boltzmann sbb :
R = σ.T4 ……… (3)
Persamaan di atas hanya berlaku bagi benda dengan permukaan hitam
sempurna. Tetapi benda tersebut tidak diketemukan di alam dan hanya mendekati
sifat tersebut. Oleh karena itu disesuaikan dengan memasukkan suatu komponen
baru yang nilainya relative tetap untuk setiap macam benda, yang disebut sifat
memancarkan (emisivitas, ε), sehingga persamaan tersebut berubah :
R = ε.σ.T4 ……… (4)
Emisivitas permukaan benda-benda dialam bernilai 0.90-0.98, sedangkan
permukaan benda hitam bernilai 1 (satu).
Kualitas pancaran surya, membicarakan mengenai panjang gelombang
dari semua sinar yang dipancarkan oleh permukaan surya, panjang gelombang
adalah 0.2-100 µm. Tetapi sekitar 99% panjang gelombang sinar surya berda
pada kisaran 0.3-4.0 µm, oleh karena itu pancaran surya digolongkan sebagai
pancaran gelombang pendek (short wave radiation).
Dengan berdasarkan hokum Planck maka energi yang dipancarkan tiap
panjang gelombang sinar adalah berbeda. Akan tetapi panjang gelombang sinar
dengan jumlah energi pacaran maksimum (λmaks) bergantung pada suhu
-
• Klimatologi
18
permukaan (T) yang memancarkan sinar seperti dinuyatakan oleh Wien (hokum
Wien) :
Τ=αλ maks …………(5)
Dimana α tetapan Wien 2897 µm.oK,. Dengan persamaan tersebut maka surya
dengan dengan suhu permukaan diperkirakan 6000oK, maka λmaks = 0.48 µm.
Bila setiap sinar tersebut dihubungkan dengan efek fisik dan biologinya
maka sinat surya digolongkan atas : (a) sinar ultra violet (UV) dengan λ = 0.3-0.4
µm, (b) sinar tampak (visible light) dengan λ= 0.4-0.7 µm dan (c) snar infra merah
(infra red) atau dekat infra merah (NIR) dengan λ = 0.7- 4.0 µm.
Panjang hari dan lama penyinaran surya, periode sampai mulai terbit
sampai terbenamnya surya, sedangkan lama penyinaran adalah lamanya surya
bersinar cerah (0,2 sampai 0,4 kal. Cm2m-1. selama siang hari. Panjang hari
berbeda menurut lintaqng dan waktu semakin jauh dari equator maka panjang hari
semakin pendek, bergantung pada waktu/musim. Jika surya berada dibelahan
bumi utara (periode musim panas) maka panjang hari semakin panjang, dan
sebaliknya dibelahan bumi selatan. Data lama penyinaran surya digunakan untuk
menduga intensitas pancaran surya melalui persamaan:
Faktor-faktor yang mempengaruhi insolasi
Intensitas pancaran surya pada suatu saat dan tempat tertentu sebelum
mengalami pemantulan di permukaan bumi (albedo) disebut radiasi global (global
radiation) yang terdiri dari radiasi langsung (direct radiation) dan radiasi tidak
langsung (indirect radiation). Kedua macam pancaran radiasi tersebut berkorelasi
negative.
Hukum Stefan-Boltzmann mengasumsikan bahwa jika surya dengan suhu
permukaan 6000oK memancarkan energi radiasi sebanyak 73,5 juta Watt.m-2.
Tetapi jumlah ini akan berkurang setelah tiba di puncak atmosfer dan akan
berkurang lagi setelah tiba dipermukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh berbagai
factor yakni intensitas pancaran surya di permukaannya, factor astronomis dan
transparansi atmosfer.
-
• Klimatologi
19
Intensitas Surya Di Permukaannya. Nilainya bergantung dengan suhu
permukaan, ketika surya permukaan turun, maka intensitas juga menurun.
Demikian sebaliknya, perubahan intensitas akan mengakibatkan pancaran
berfluktuasi sekitar 1,5 % dalam kurun waktu tertentu.
Faktor-faktor Astronomis. Faktor ini menyangkut tentang perubahan letak
kedudukan bumi terhadap surya, yang menyebabkan perbedaan sudut jatuh sinar
dari Zenith. Perbedaan itu berkaitan dengan rotasi dan revolusi bumi. Perubahan
kedudukan bumi terhadap surya akan mengakibatkan tiga aspek perubahan yaitu:
a. Jarak antara surya dan bumi
b. Panjang hari
c. Sudut jatuh sinar
a. Jarak antara surya dan bumi. Lintasan bumi mengitari dimana matahari
berada di salah satu fokusnya. Dengan demikian setiap tempat dan lintang akan
berbeda jarak antara surya dan bumi akan berbeda jarak setiap waktu. Ada 4 hari
atau tanggal yang dianggap penting dalam setahun, terutama posisi surya terhadap
matahari yaitu tanggal 3 januari, 4 april, 4 Juli, 5 Oktober setiap tahun. Karena
tanggal 3 Januari dan 4 Juli tercapai jarak terdekat dan terjauh antara surya dan
bumi yang disebut secara berturut-turut perihelion dengan jarak 147,3 x 106 km
dan apelion dengan jarak 152,1 x 106 km. Sedangkan tanggal 4 April dan 5
Oktober tercapai jarak rata-rata sekitar 149,7 x 106 km. Intensitas pancaran surya
yang tiba dipuncak atmosfer pada kisaran 1350-1400 Wm-2 (1.94-2.01 kal.cm-
2.menit-1) disebut tetapan surya (solar constant). Intensitas surya pada saat terdekat
dan terjauh secara berurutan adalah 2.01 kal.cm-2.menit-1 dan 1.88 kal.cm-2.menit-1
disebut angot radiation atau extra terrestrial radiation.
Bila diketahui jarak (ro ) tercapainya Ra, maka dapat ditentukan melalui
hubungannya dengan jarak rata-rata (ro) dan tetapan surya (Ro) dengan melalui
persamaan :
RorRar oa22 44 ππ =
RorrRa
a
o⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= 2
2
-
• Klimatologi
20
RorrRa
a
2
0⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
2
/ ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
o
a
rr
RoRa
2RorRa= …………….. (6) Dimana ra/ro = r, disebut “ radius factor” (factor jarak). Faktor jarak radiasi angot
juga bervariasi menurut waktu dan tempat atau lintang.
Panjang hari, Jika tidak ada atmosfer maka perbedaan penerimaan pancaran
surya dipermukaan bumi pada suatu waktu tertentu hanya disebabkan oleh
perbedaan sudut datang surya dari zenith (z), yang ditentukan oleh sudut deklinasi
(δ), letak lintang (φ) dan sudut waktu (h) dengan bentuk hubungan :
Cos z = sin φ sin δ + Cos φ Cos δCos h ………………… (7)
Sudut deklinasi ditentukan oleh waktu atau tanggal (No) dengan persamaan sbb:
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +−=
365102cos4.23 Noπδ ………………. (8)
Nilai No dihitung mulai tanggal 1 Januari, sehingga tanggal 1 Januari sebagai hari
pertama sampai dengan tanggal 31 Desember sebagai hari ke 365 untuk tahun non
kabisat. Pada saat surya terbit atau terbenam, maka z = 90o dan sudut h setara
dengan setengah panjang hari (H) yang ditentukan melalui pemecahan persamaan
seperti berikut :
Cos z = sin φ sin δ + Cos φ Cos δCos h
Cos 90 = 0
0 = sin φ sin δ + Cos φ Cos δCos h
Cos H = - tgφ tgδ
H = arc. Cos (-tgφ tgδ)
Sedangkan panjang hari adalah 2H = N, oleh karena selama satu siklus rotasi
bumi (360o) memerlukan waktu 24 jam, maka :
N = 2H (24/360o)
-
• Klimatologi
21
Sudut jatuh sinar (angle of incidence). Perubahan sudut jatuh sinar terutama
sebagai akibat rotasi bumi, sedangkan jarak antara surya dan bumi dan panjang
hari terutama akibat revolusi bumi. Perubahan ini mengakibatkan variasi insolasi
harian pada suatu tempat di permukaan bumi seperti dikemukakan oleh Lambert
(hukum cosinus Lambert), intensitas pancaran dalam suatu arah dari permukaan
yang memancarkan energi radiasi pada suatu permukaan (horizontal) di bumi
akan bervariasi menurut kosinus sudut antara garis normal pada permukaan
dengan arah pancaran yang dapat dinyatakan dalam persamaan :
δcos=IoI
…………….. (9)
Dimana I (Intensitas pancaran surya pada saat berada pada posisi sudut jatuh sinar
γ dari zenith) dan Io (Intensitas pancaran surya pada saat berada di zenith.
Transparansi atmosfer. Sinar surya memasuki atmosfer maka akan
terjadi pengurangan yang tiba dipuncak atmosfer. Pengurangan tersebut akibat
penyerapan secara selektif dari molekul-molekul udara kering (O, O3) dan uap air,
pemencaran oleh aerosol serta pemantulan oleh awan. Penyerapan (absorption)
Merupakan proses penyampaian energi pancaran pada molekul-molekul
bahan yang bersifat selektif terhadap panjang gelombang sinar. Atom O menyerap
sinar ultraviolet pada λ = 0.12-0.18 µm, Ozon pada λ = 0.22-0.33 µm dan 0.44-
0.76 µm, uap air pada λ = 0.93; 1.13; 1.42; 1.47µm dan karbon dioksida pada λ =
2.7 µm.
Pemencaran (scattering)
Pemencaran adalah pembelokan sinar kesegala arah oleh molekul-molekul
udara kering dan partikel-partikel padat yang kecil (disebut aerosol) atau cair di
atmosfer terhadap sinar yang datang padanya. Pemencaran berdasarkan ukuran
partikel maka partikel dengan diameter yang relative kecil oleh partikel Reyleigh
disebut true scattering akan menimbulkan warna biru dilangit sebaliknya partikel
Mie dengan ukuran diameter besar disebut scattering yang dapat menyebabkan
warna merah dilangit.
Penyerapan dan pembauran penyebab terjadinya turbiditas yang dapat
mengurangi sifat tembus atmosfer terhadap energi pancaran, terutama terhadap
-
• Klimatologi
22
sinar tampak yang disebabkan oleh debu, tepungsari, dan uap air. Besar kecilnya
pengurangan atau penyirnaan energi pancaran ditentukan oleh sifat dan jumlah
bahan seperti pada persamaan :
a = ag + S(as) + W (aw)………………. (10) Dimana a: koefisien penyirnaan nilainya 0.01 km-1 pada keadaan cuaca cerah dan
0.03-0.05 km-1 pada keadaan turbid, ag koefisien penyerapan oleh molekul udara
kering, S dan as, koefisien pembauran oleh aerosol dan kandungan relatifnya, W
dan aw koefisien penyerapan oleh uap air. Turbiditas dapat ditentukan melalui
persamaan Sutton (1953) :
AgaT =
AgawW
AgasST )()(1 ++= ……… (11)
Penurunan intensitas di permukaan bumi pada jarak x dari puncak
atmosfer dengan intensitas pancaran Io merupakan fungsi eksponensial menurut
Beer (hukum Beer) dengan persamaan :
axeIoIx −= ………………. (12)
Pemantulan (reflektivitas dan albedo)
Sebagian pancaran surya yang mencapai atmosfer dan permukaan bumi
dapat dipantulkan kembali keruang angkasa tanpa mengalami perubahan panjang
gelombang, sehingga tidak memberikan efek lain terhadap permukaan bumi dan
lingkungannya. Reflektivitas ditujukan bagi pemantulan sinar dari panjang
gelombang tertentu, sedangkan albedo ditujukan bagi pemantulan sinar dari suatu
kisaran panjang gelombang.
Derajat atau koefisien pemantulan (reflektivitas atau albedo, µ dan α),
nisbah antara intensitas pancaran yang dipantulkan oleh suatu permukaan (Ra)
dengan intensitas pancaran yang tiba pada permukaan tersebut (insolasi dengan
symbol Ri) yang dapat dinyatakan dalam persamaan :
-
• Klimatologi
23
%100xRiRa
=α ……………. (13)
Pada umumnya nilai albedo pada kisaran panjang gelombang yang dapat
dilihat 0.4-0.7 µm sekitar 5-10% , panjang gelombang 0.7-1.5 µm sekitar 30-50%
dan menurun pada panjang gelombang sekitar 1.5-4.0 µm.
Prinsip albedo ini banyak diterapkan pada pemotretan udara untuk
menentukan penggunaan lahan dari suatu daerah dan keadaan pertanaman apakah
terjadi kekeringan atau serangan hama & penyakit, dan luas serangan.
Awan merupakan reflector yang efektif, oleh karena intensitas pancaran
yang sampai ke permukaan bumi pada keadaan cuaca berawan hanya sedikit.
Berdasarkan hasil pengukuran, maka tinggi rendahnya albedo suatu permukaan
ditentukan oleh berbagai factor, yaitu :
a. Kisaran panjang gelombang
b. Tipe/macam permukaan, terutama ditentukan oleh warna dan
kekasaran permukaan. Makin terang warna atau makin kasar
permukaan semakin tinggi albedonya
c. Kandungan air permukaan, makin kering permukaan semakin tinggi
albedonya
d. Sudut jatuh sinar atau elevasi surya, makin besar sudut elevasi
sebaliknya semakin kecil albedonya.
3.3. Pancaran bumi dan Atmosfer Berdasarkan hokum Stefan-Boltzmann, maka setiap permukaan dengan
suhu di atas 0oK akan memancarkan energi radiasi. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi (laut) adalah 15oC atau
288oK (disebut suhu normal) dan atmosfer -73oC (200oK). Kira-kira 99% bumi
dan atmosfer ncarkan energi secara berturut-turut dengan panjang gelombang 4.0-
100 µm dan 80-120 µm. Sedangkan menurut Wien, bumi dan atmosfer secara
berturut-turut mempunyai λmaks 10.1 µm dan 14.5 µm.
Radiasi bumi juga diserap oleh molekul-molekul udara kering (terutama
CO2 dan CH4) dan H2O dalam bentuk uap dan maupun cair dan padat pada
panjang gelombang tertentu, kecuali λ = 2.2-4.3 µm dan λ = 8.5-11.0 µm lolos ke
angkasa disebut radiation window.
-
• Klimatologi
24
Gas-gas tersebut diatas akan menyerap radiasi bumi dan bila jumlahnya
cukup banyak (termasuk awan), maka penyerapannya dapat mencapai sekitar
90%. Penyerapan tersebut akan meningkatkan suhu atmosfer dan kira-kira 50%
akan dipancarkan ke permukaan bumi yang akan meningkatkan suhu di
permukaan bumi. Efek pemanasan yang terjadi disebut green house effect.
Awan merupakan penghalang yang baik terhadap radiasi surya dan bumi,
oleh karena awan merupakan pemantul yang baik terhadap radiasi bumi. Jumlah
yang terserap dan terpantul ditentukan oleh jumlah keawanan (C) dan tipe awan
(a) dari segi tinggi rendahnya awan. Pengaruh awan terhadap radiasi surya seperti
yang dikemukakan oleh Black (1956) merupakan persamaan kuadratik dari
parabola terbalik yaitu :
Qs/Qa = 0.803 – 0.340 C – 0.450 C2 ………(14)
Sedangkan pengaruh awan terhadap bumi dapat dilihat dari persamaan Brunt
(1934) yang diturunkan dari hokum Stefan-Boltzmann, tekanan uap actual (ea)
serta jumlah (C) dan tipe awan (a), yaitu :
( ) ..................1)079.056.0(4 aCeaTRb −−=σ … (15) Nilai atmosfer merupakan suatu nilai tetapan yang sangat ditentukan oleh tipe atau
ketinggian awan, secara berturut-turut untuk awan tinggi, menengah dan rendah
adaalah 0.025, 0.06 dan 0.09. Bila data dari nilai C tidak ada, maka komponen (1-
aC) dapat digantikan dengan komponen (0.1+0.9n/N) berdasarkan data lama
penyinaran (n/N).
3.4. Neraca Radiasi dan Keefektifan Radiasi Kesetimbangan pancaran merupakan perimbangan antara pancaran surya
sebagai radiasi gelombang pendek dengan pacaran bumi dan atmosfer sebagai
radiasi gelombang panjang, yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :
( ) ( ) RnRiRiRsRs =−−− ↓↑↑↓ Oleh karena Rs adalah radiasi surya ke atas yang dipantulkan oleh permukaan
bumi, yang ditentukan oleh nilai albedo (α) dari permukaan bumi dan Rs adalah
radiasi yang tiba di permukaan bumi yang disebut insolasi (Ri), sedangkan
komponen )( ↓↑ − RiRi adalah radiasi bumi efektif, maka persamaan di atas dapat
dirubah menjadi :
-
• Klimatologi
25
Ri (1-a) – Rb = Rn
Rns + Rnl = Rn
Nisbah radiasi neto (Rn) terhadap insolasi (Rl) merupakan keefektifan
radiasi dari suatu permukaan, yang ditentukan oleh tipe permukaan dan kondisi
ikim lokasi. Misalnya daerah perairan mempunyai keefektifan radiasi yang lebih
tinggi dibandingkan daerah daratan. Perbedaan tersebut tergantung pada nilai
albedo dan suhu permukaan dari masing-masing lokasi. Semakin tinggi nilai
albedo dan suhu permukaan sebaliknya semakin rendah keefektifan radiasi.
3.5. Neraca Bahang
Pada siang hari, anggaran Rn yang tertahan dan tersedia di permukaan
digunakan untuk memanaskan tanah (S), memanaskan udara di atas permukaan
(A) dan menguapkan air (LE) bila tersedia air sisanya digunakan untuk
fotosintesa, fotorespirasi dan pemanasan tubuh tanaman (Xi)yang nilanya relative
kecil < 5% dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :
Rn = A + S + LE
Anggaran Rn yang tersedia di permukaan sebagai energi radiasi, sebelum
dipergunakan terlebih dahulu dikomversi menjadi energi kalor (bahang). Energi
ini terdiri dari dua yakni panas laten (latent heat) dan panas sensible (sensible
heat). Energi pertama yang digunakan untuk menguapkan air dan tidak
menyebabkan naiknya suhu tanah dan udara di atasnya. Sedang energi kedu
digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di atasnya sehingga suhunya akan
naik. Dengan dasar diatas untuk menciptakan suatu kota yang sejuk, dimana pada
siang hari tidak dirasakan terlalu panas dan sebaliknya pada malam hari tidak
dirasakan terlalu dingin. Dengan memperbanyak tanaman hias sebagai jalur hijau
dan memperbanyka waduk atau kolam penyimpanan air.bila pada siang hari
anggaran Rn bernilai positif berarti permukaan merupakan sumber bahang (heat
source) dan lapisan udara diatas permukaan merupakan penerima bahang (heat
sink). Tetapi pada malam hari sebaliknya Rn akan bernilai negative, berarti
permukaan berubah menjadi penerima bahang. Sehingga arah dari setiap
komponen neraca bahang pada malam hari menuju permukaan (kecuali Rn
menuju ke atas), kecuali komponen LE juga masih ada yang menuju ke atas
karena masih terjadi penguapan. Sesuai dengan penjelasan di muka, maka pada
-
• Klimatologi
26
siang hari akan terjadi penurunan suhu menurut ketinggian (gradient suhu) dan
penguapan.sedangkan pada malam hari akan terjadi kenaikan suhu menurut
ketinggian (inverse suhu) dan pengembunan. Kecuali bila ada perpindahan bahang
dari daerah lain melalui angin (adveksi) yang cukup tinggi atau terjadi efek rumah
kaca, pengembunan biasanya tidak terjadi.
-
• Klimatologi
27
IV. SUHU DAN KESTABILAN ATMOSFER 4.1. Istilah dan Batasan
Pada siang hari atau selama musim panas, radiasi neto (Rn) yang tersedia
di permukaan bumi sebagian digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di
atasnya, yang akan meningkatkan kandungan bahangnya. Jika jumlah bahang dari
tanah atau udara yang menerima anggaran dari Rn tetap, maka penerimaan bahang
tersebut hanya untuka menigkatkan suhunya dengan persamaan :
∆Q = m.c. ∆T atau ∆Q = v.C. ∆T ………. (1)
Dimana c dan C merupakan sifat bahan maing-masing disebut kalor jenis dan
kapasitas kalor (isi) nilainya berbeda menurut jenis bahan. Misalnya air dan
tanah masing-masing mempunyai nilai c = 1 dan 0.20 kal.g-1oC-1 atau dengan
satuan lain c = 4200 dan 800 J.kg-1oK-1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
jumlah penerimaan bahang yang sama dan jumlah massa atau isi yang sama, maka
perubahan (kenaikan/penurunan) suhu dari tanah lebih tinggi daripada air.
Dengan demikian air merupakan penyimpan panas (bahang) yang lebih efektif.
Oleh karena itu suhu udara diatas perairan (terutama laut) pada siang hari lebih
rendah daripada diatas daratan, sebaliknya terjadi malam hari.
Berdasarkan uraian diatas maka anggaran Rn untuk memanaskan tanah
dan udara diatasnya merupakan panas (bahang) yang dapat dirasakan, karena
dapat meningkatkan suhu dari bahan. Pemanasan ini dapat dirasakan pada setiap
orang , meskipun dengan perasaan yang relative berbeda. Dengan demikian suhu
suatu bahan secara kualitatif dapat didefinisikan adalah ukuran atau derajad
panas/dinginnya secara relative dari bhaan tersebut.
Untuk mengetahui suhu suatu benda, prinsipnya pemuaian atau
penyusutan air raksa. Apabila dalam pengukuran suhu tidak ada lagi aliran panas,
sebagai tanda miniskus air rakasa pada thermometer, maka suhu benda itu sama
dengan suhu thermometer yang kemudian dapt langsung dibaca skala derajadnya
seperti pada gambar berikut :
-
• Klimatologi
28
Gambar 4.1. Temperatur
Berdarsarkan hukum I Termodinamika, bahang yang diberikan pada suatu
system digunakan untuk meningkatkan energi internal sebagai energi kenetik
molekul dan usaha dari system tersebut. Tetapi bila isi system tidak berubah,
maka semua bahang yang diberikan pada system, pada umumnya digunakan untuk
meningkatkan tenaga kenetik dari molekul system. Berdasarkan hal tersebut
maka secara kuantitatif suhu suatu bahan dapat didefinisikan adalah energi
kenetik rata-rata dari pergerakan molekul bahan. Panas adalah suatu bentuk
energi, sedangkan suhu adalah ukuran kenetik molekul-molekul, yang dapat
dibuat dalam suatu persamaan yakni :
P = C.M (T2 – T1)………… (2)
P= jumlah panas (cal atau J), M = jumlah massa (kg, g), T1,2= suhu awal & akhir
dan C = Tetapan atau panas jenis.
Bila dalam suatu percobaan (kalorimetri), jumlah bahan yang digunakan
adalah satu satuan (1 g atau 1 cm3) dan kenaikan suhu diusahakan 1oC, maka
dengan melalui persamaan (1), maka c dan C dapat didefinisikan sebagai kalor
jenis c adalah jumlah bahang yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 g bahan
setinggi 1oC. Sedangkan kapasitas kalor isi C adalah jumlah bahang yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 cm3 bahan setinggi 1oC. maka persaan (1)
dapat dirubah menjadi :
C = ρ.c ……………….. (3)
-273o
373o
273o
212o
32o 0o
100o
Celcius Fahrenheit Kelvin
Titik didih air
Titik beku air
-
• Klimatologi
29
Kalor jenis dan kapasitas kalor isi dari berbagai jenis bahan dieprlihatkan
pada table 4.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah massa yang
sama, maka air memerlukan jumlah bahang kira-kira 4 kali daripada udara untuk
menaikkan suhu yang sama.
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa makin besar nilai panas jenis makin baik
menyimpan panas . Tanah tidak baik menyimpan panas, sifatnya mudah menjadi
panas dan mudah pula mengeluarkan panas atau dingin.
Tabel 4.1. Daya Hantar Kalor dan Kalor Jenis Bahan Penghantar
Jenis Bahan
Kalor jenis Daya hantar kalor (kal.g-1oC-1) (kal.cm-1.det-1.oC-1)
Air 1.00 0.00143 Udara 0.24 0.000057 Uap air 0.5 - Tanah kering - 0.0004 – 0.0008 Tanah basah - 0.0030 – 0.0080 Tanah berpasir 0.6 - Tanah liat 0.8 -
Tetapi bila didasarkan pada isi yang sama, maka air memerlukan jumlah bahang
sekitar 833 kali daripada udara untuk menaikkan suhu yang sama.
4.2. Perpindahan Panas (Bahang) Pada siang hari suhu permukaan bumi lebih tinggi daripada suhu udara
sehingga terjadi pemindahan panas dari permukaan bumi ke udara. Bila suatu
bahan (mediuma0 mengandung bahang yang lebih tinggi daripada disekelilingnya,
maka bahang tersebut sebagian akan dipindahkan kesekelilingnya dengan
berbagai cara, yaitu dengan cara konduksi (hantaran), komveksi (olakan), adveksi
dan radiasi (pancaran).
Konduksi (hantaran). Perpindahan bahang ini terutama terjadi pada benda-
benda padat seperti tanah. Perpindahan ini terjadi karena meningkatnya tenaga
gerak atau tenaga kenetik dari molekul-molekul bahan, sehingga menumbuk
molekul-molekul didekatnya yang tenaga geraknya lebih kecil. Jumlah bahang
yang dipindahkan persatuan luas persatuan waktu yang disebut kerapatan aliran
bahang (H) yang ditentukan oleh gradient suhu (δT/δZ) dan sifat bahan atau daya
hantar bahang (λ) atau dengan persamaan :
-
• Klimatologi
30
ΖΤ
−=δδλH …………………. (4)
Tanda (-) menunjukkan bahwa arah aliran bahang kebahagian bahan yang
suhunya relative lebih rendah. Berdasarkan daya hantar kalor pada Tabel 1, maka
tanah merupakan konduktur yang terbaik sebaliknya udara. Kecuali pada tanah
kering dimana ruang pori lebih banyak terisi udara.
Komveksi (olakan). Proses ini terjadi pada fluida (cairan atau gas) dalam
keadaan diam, sedangkan proses olakan bahang dipindahkan bersama-sama fluida
yang bergerak dikenal dua proses yaitu olakan paksa (forced comvection) atau
turbulensi (golakan) dan olakan bebas (free comvection).
Pada olakan paksa, udara bergerak melalui lapisan pembatas (boundary
layer) pada permukaan yang kasar sehingga timbul gerakan edi yang acak.
Pengaruh angin sangat nyata pada proses ini, terutama dekat permukaan.
Sedangkan pada olakan bebas, udara dipanaskan oleh permukaan bumi sebagai
salah satu anggaran Rn, sehingga udara akan mengembang dan kerapatannya lebih
rendah (ringan) sehingga akan naik. Tetapi parsel udara yang naik ini akan naik
terus atau turun kembali tergantung pada kestabilan atmosfer.
Proses perpindahan bahang di udara melalui olakan lebih efektif daripada
hantaran atau pancaran. Jumlah bahang yang dipindahkan persatuan waktu per
satuan luas (H dalam Wm-2), tergantung kerapatan udara kering (ρ, kg.m-3), kalor
jenis (Cp, J.kg-1.oK-1), tahanan aerodinamik (ra, s.m-1), gradien suhu (δT/δZ, oK.m-
1), yang dinyatakan dalam persamaan :
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ΖΤ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
δδρ
a
p
rC
H………………. (5)
Radiasi (pancaran). Energi kalor (bahang) dari surya sebelum dipindahkan
pertama kali harus dikomversi dulu menjadi energi radiasi (pancaran), yang terdiri
dari berbagai macam sinar dengan panjang gelombang yang berbeda. Bila tiba
pada suatu medium misalnya permukaan tanah, maka sebagian atau seluruh energi
pancaran tersebut diserap dan oleh permukaan bumi dikomversi kembali menjadi
energi kalor yang akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di atasnya
-
• Klimatologi
31
serta menguapkan air di permukaan. Proses pemindahan bahang pada cara
pancaran lebih efektif bila tampa perantara (ruang hampa udara).
Adveksi. Proses ini merupakan modifikasi cara olakan, karena bahang yang
dipindahkan bersama-sama dengan medium yang dipanaskan. Sebagai per
bedaannya, proses pemindahan bahang bersama dengan parsel udara yang
bergerak ke atas atau ke bawah disebut arus udara. Sedang pemindahan bahang
dengan cara adveksi bersamaan dengan massa udara yang bergerak secara
horizontal yang disebut angin. Adveksi merupakan sumber energi kedua yang
terjadi secara alami selain Rn yang tersedia dipermukaan. Efek panas yang timbul
pada suatu daerah akibat adanya adveksi dari daerah yang lebih panas disebut efek
oase (oases effect).
4.3. Penyebaran Suhu Udara Suhu udara bervariasi menurut waktu dan tempat. Berdasarkan waktunya, maka
dikenal penyebaran suhu udara diurnal, bulanan dan tahunan. Sedangkan
berdasarkan tempat, penyebaran suhu udara menurut lintang, ketinggian dan tipe
permukaan.
1. Penyebaran Suhu Udara Menurut Lintang Lintang merupakan salah satu pengendali iklim terutama pada daerah
lintang tinggi (misalnya daerah subtropika atau lintang tengah). Perbedaan
lintang akan menyebabkan perbedaan insolasi dan radiasi neto harian atau
tahunan. Pada tanggal 21 Juni insolasi harian maksimum terjadi pada lintang
kira-kira 30oC Utara sebaliknya 22 Desember terjadi pada lintang 30oSelatan.
Sedangkan pada pada tanggal 21 Maret atau 23 September, insolasi harian
maksimum terjadi ekuator. Pencapaian insolasi harian maksimum disebabkan
adanya posisi surya berada di atas masing-masing lintang pada tanggal atau
hari yang bersangkutan.
Hubungan antara suhu udara dengan Rn lebih dekat disbanding dengan
insolasi oleh karena anggaran Rn sebagian digunakan untuk memanaskan
tanah dan udara, sebagian digunakan untuk menguapan air.
Penyebaran radiasi neto menurut waktu dan lintang akan bernilai positif
selama siang hari, namun suhu udara maksimum harian (diurnal) tercapai kira-
kira 2 jam setelah Ri mencapai nilai maksimum dan pencapaian suhu udara
-
• Klimatologi
32
rata-rata harian (selama setahun) tercapai 1-2 bulan setelah tercapai insolasi
atau radiasi neto maksimum. Perubahan Rn dari nilai positif kenegatif atau
sebaliknya terjadi pada lintang 35o Utara atau Selatan.
Variasi suhu udara diurnal pada daerah tropika lebih besar daripada
daerah subtropika, tetapi sebaliknya variasi suhu udara harian (selama
setahun) pada daerah tropika justru lebih kecil daripada daerah subtropika.
Hal ini disebabkan selain karena variasi insolasi atau radiasi neto harian
selama setahu, tetapi juga karena variasi panjang hari pada daerah subtropika
jauh lebih besar daripada daerah tropika. Sebaliknya variasi insolasi selama
sehari pada daerah tropika justru lebih besar daripada daerah subtropika.
2. Penyebaran Suhu Udara Menurut Altitude Di daerah tropika seperti Indonesia, ketinggian tempat (altitude)
merupakan pengendali utama terhadap unsure-unsur iklim, terutama
presipitasi dan suhu udara. Pada lapisan troposfer terjadi laju penurunan suhu
normal sebesar 0.65oC setiap naik 100 m (γ = - 0.65 oC/100 m). Tetapi
besarnya laju penurunan suhu ini bervariasi menurut waktu dan ruang.
Misalnya hasil penelitian Braak (1928) di Jawa, diperoleh hubungan antara
altitude (h dalam hektometer) dengan suhu udara rata-rata harian (T) dalam
persamaan :
T = 26.3 – 0.61 h…………… (6)
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap naik 100 m akan turun
suhunya sebesar 0.61 oC sehingga disebut laju penurunan suhu lingkungan.
Laju penurunan suhu ini lebih dikenal dengan istilah gradient suhu, yang
disebabkan oleh karena permukaan bumi merupakan pemasok panas terhadap
tanah atau air dan udara di atasnya.
Tetapi bagi parsel udara yang naik, laju penurunan suhunya relative
lebih tinggi atau lebih rendah daripada laju penurunan suhu lingkungan
tergantung pada kondisi kelembaban diatmosfer. Pada kondisi atmosfer
relative kering atau lembab atau sebelum terjadi kondensasi di atmosfer, laju
penurunan suhunya dapat mencapai ha,pir 1oC tiap naik 100 m disebut laju
penurunan suhu adiabatic kering (dry adiabatic lapse rate of temperature γd =
-
• Klimatologi
33
-1 oC/100 m). Sedangkan kondisi atmosfer dalam keadaan basah atau jenuh
yang terjadi setelah kondensasi maka laju penurunan suhunya rata-rata hanya
mencapai 0.5 oC tiap kenaikan 100 m disebut laju penurunan suhu adiabatic
basah atau jenuh (Saturated lapse rate of temperature γs = 0.5 oC/100 m),
tetapi nilainya bervariasi menurut ketinggian. Misalnya pada lapisan terbawah
dari troposfer hanya mencapai -0.4 oC/100 m, tetapi ketinggian sekitar
pertengahan troposfer dapat mencapai -0.6 oC/100 m hingga -0.7 oC/100 m.
Istilah adibatik disini merupakan proses penurunan suhu berlangsung secara
adiabatic. Proses adiabatic adalah proses perubahan sifat fisik suatu system
(isi, tekanan atau suhu) tanpa masukan atau keluaran energi kalor (bahang)
ke/dari dalam system dan prosesnya biasa berlangsung relative cepat.
3. Penyebaran Suhu Udara Menurut Tipe Permukaan Secara makro perubahan suhu udara menurut tipe permukaan
berdasarkan penyebaran daratan dan perairan. Air merupakan penyimpan
panas (bahang) pada siang hari atau selama musim panas yang paling efektif,
sebaliknya pada tanah dan udara. Tetapi pada malam hari atau selama musim
dingin air merupakan pelepas panas yang paling efektif, sebaliknya tanah dan
udara. Kondisi inilah yang menyebabkan sehingga suhu udara pada siang hari
diatas perairan lebih rendah daripada di atas daratan. Penyebabnya
kemampuan permukaan air menyerap energi pancaran surya dan kapasitas
kalor lebih besar serta anggaran Rn untuk menguapkan air (LE) lebih tinggi,
tetapi didukung daya tembus sinar lebih dalam dan pemindahan bahang lebih
cepat apalagi jika didukung adanya ombak, gelombang dan arus laut.
4.4. Kestabilan Atmosfer Proses pemindahan bahang dari permukaan bumi kelapisan udara
diatasnya (sebagai salah satu anggaran Rn), terjadi secara olakan . Proses
pemindahan bahang dengan cara ini terjadi bersama-sama dengan fluida (parsel
udara) yang bergerak keatas karena lebih ringan atau kerapatannya lebih rendah.
Parsel udara yang bergerak keatas ini apakah cenderung naik terus atau turun
kembali tergantung pada kondisi atmosfer yang disebut kestabilan atmosfer.
-
• Klimatologi
34
Bila parsel uadara yang mula-mula naik, tapi cenderung turun kembali,
maka dikatakan atmosfer dalam keadaan stabil (stable). Tetapi bila parsel udara
tersebut cenderung naik terus sampai mencapai batas ketringgian kondensasi
(kondensasi level) maka atmosfer dikatakan dalam keadaan instabil (unstable).
Namun bila parsel udara tersebut baru akan naik terus sampai diatas batas
ketinggian kondensasi setelah terjadi pemanasan yang cukup tinggi dipermukaan
(olakan kuat) atau adanya halangan pegunungan atau bukit yang tinggi maka
atmosfer dalam keadaan instabil bersyarat (conditional unstable). Tetapi pagi
dan sore hari nampaknya parsel udara tidak ada kecenderungan untuk naik atau
turun dan atmosfer dalam suasana tenang dan cuaca cerah, maka atmosfer
dikatakan dalam keadaan netral (neutral).
Secara kuantitatif keempat macam kestabilan atmosfer merupakan hasil
hubungan antara γ dengan γd atau γs. Jika γ < γs. menyebabkan atmosfer dalam
keadaan stabil dan tapi bila γ > γd menyebabkan atmosfer dalam keadaan instabil
dan bila γs
-
• Klimatologi
35
penyebab tersebut, instabil bersyarat juga terjadi akibat adanya halagan
pegunungan atau bukit yang tinggi yang didukung oleh pergerakan udara (angin).
Atmosfer dalam keadaan stabil akan mengakibatkan kondisi cuaca dalam
keadaan cerah, keadaan instabil akan mengakibatkan kondisi cuaca dalam
keadaan berawan, khususnya tipe-tipe awan komvektif, yang menimbulkan hujan
bersifat local. Bila pemanasan cukup tinggi dan kandungan uap air di atmosfer
sebagai hasil penguapan cukup banyak, maka tipe awan kumulus yang mula-mula
terbentuk akan tumbuh menjadi awan yang lebih tinggi dan melebar disebut awan
cumulonimbus. Awan dengan tipe ini pada umumnya diikuti hujan sangat deras
atau sangat lebat dan kadang-kadang diikuti dengan angina kuat. Gejala ini
disebut badai (tropis) yang berbahaya bagi kehidupan di permukaan bumi.
F
C E
D
B
Gambar 4.2. Penyebaran Suhu Lingkungan dan Parsel Udara Menurut
Ketinggian pada Berbagai Kondisi Kestabilan Atmosfer
A
Suhu (ºC)
Z1
Z2
-
• Klimatologi
36
V. KELEMBABAN UDARA DAN KEAWANAN 5.1. Komponen Kelembaban Udara
Kelembaban adalah kadar uap air diudara/atmosfer yang dapat dinyatakan
dalam berbagai cara :
1. Vapour Pressure (water) e, (mb).
Setiap gas penyusun udara/atmosfer masing-masing punya tekanan parsel
antara lain tekanan parsel uap air, dimana uap air sebagai bagian dari massa udara
disebut tekanan uap air. Bila uap air ditambahkan dalam ruangan sampai udara
tersebut tidak sanggup lagi menerimanya/mengandungnya, maka udara tersebut
sudah jenuh dengan uap air dan tekanan yang dicapai disebut saturated vapour
pressure, es (mb) dan suhu yang dicapai pada saat itu disebut dew point
(temperature), Td (oC) oleh karena uap air mendekati sifat-sifat gas sempurna,
maka tekanan uap jenuh hanya dipengaruhi oleh suhu, yang dapat dibuktikan
melalui persamaan Clausius-Clopeyron :
( )1212
ααδδ
−Τ=
ΤLes
Dalam proses perubahan fase cair menjadi uap (proses penguapan) atau dari padat
(es) menjadi uap (proses sublimasi) maka α2 (fase uap) >> α1 (fase cair/padat),
sehingga persamaan akan berubah menjadi :
2
12
αδδ
Τ=
ΤLes
Oleh karena persamaan pα = RT dan vM
RR*
=
P = es
Sehingga akan berubah menjadi :
212
* Τ=
Τ ResMvLes
δδ
-
• Klimatologi
37
∫∫∂
=∂ 212
* TT
RMvL
eses
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
TRMvLesLn 1
*12
Oleh karena keadaan awal T = 0oC (272oK) dan es =6.1078 mb sehingga akan
menjadi :
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −=
TRMvLesLn ev 1
2731
*1078.6 dan
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −=
TRMvLesLn sub 1
2731
*1078.6.
Oleh karena Mv, Lapisan, dan R* masing-masing merupakan nilai tetapan, maka
es hanya merupakan fungsi dari suhu. Setelah memasukkan ketiga nilai konstanta
tersebut akhirnya akan diperoleh :
TTLnesLn+
+=3.237
239.171078.6
Dimana :Md = 28.97; Mv = 18.016; Rv = 461 Jkg-1oK-1 ; Rd = 287 Jkg-1oK-1; Lev
(oC) = 2.500x10-16 Jkg-1 ; Lev (100oC) = 2.25x10-16 Jkg-1: R=8314 Jk mol-1oK-1
2. Kelemababan Mutlak, ρv (g.m-3)
Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan volume udara.
ρv = mv/v = 1/αv
3. Kelemababan Sfesifik Udara, q (g.kg-1)
Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan massa udara.
dv
v
mmm
q+
=
Vmm
Vm
qd
v
v
+=
-
• Klimatologi
38
oleh karena rd = RT dan r/ρ = R*.T/M maka :
untu uap air TR
eMvv*
=ρ untuk udara kering ( )TRMdMvpd
*+
=ρ
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
+=
MdMvMv
re
dρρ
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
+=
ερρ
111
pe
d
Dimana 622.0==MdMvε
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡+
=ε
ε1p
eq
4. Nisbah Campuran, w (g.kg-1)
Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan massa udara kering
W = mv/md = dv
Vmd
Vmv
ρρ=
oleh karena rd = RT dan r/ρ = R*.T/M
untu uap air RTeMvv=ρ untuk udara kering ( )
RTMdepd −=ρ
maka
( )MdepeMv
dv
−=
ρρ
( )epe
MdMv
dv
−=
ρρ
( )epeW−
= ε
-
• Klimatologi
39
4. Kelemababan Nisbi Udara,r atau RH (%)
Nisbah dari nisbah campuran actual dari suatu sample udara pada suhu dan
tekanan tertentu terhadap nisbah campuran jenuh yang dapat dinyatakan dalam
persamaan :
swwRH =
espes
epe
RH−
−=ε
ε
bila diasumsikan p-e = p-es maka
%100×=eseRH
Di atmosfer butir-butir air biasanya dibawah OoC. Oleh karena itu perlu
dibedakan tekanan uap jenuh diatas air dan diatas es. Perbedaannya sangat
ditentukan jumlah dan jenis inti-inti kondensasi.
Tekanan uap jenuh diatas air yang super cooled sedikit lebih tinggi daripada diatas
es oleh karena Lsublimasi > Levaporasi.
5. Suhu bola basah (Tw)
Alat pengukur suhu dan kelembaban biasanya digunakan Termometer bola
basah dan Termometer bola kering, jika menunjukkan angka yang sama maka
udara sudah jenuh dengan uap air dan tercapai RH = 100% pada saat itu tidak
terjadi lagi penguapan dari reservoir air dari Tw. Tetapi bila Tw < Td maka
terjadi penguapan dari reservoir. Panas laten untuk penguapan diambil dari udara
sekitarnya sebagai panas sensible yang menyebabkan suhu Tw turun dan lebih
rendah dari Td. Makin banyak penguapan atau makin rendah RH atau makin
kering udara, maka semakin besar penurunan suhu Tw dari Td. Contoh
perhitungan komponen-komponen kelembaban udara :
TTLnesLn+
+=3.237
239.171078.6 e = es* - ργ (TBK-TBB)
693.1239,173,237−
=YTd dimana ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
1078,6ln eY
-
• Klimatologi
40
( )eper
−=
622 p
eSH622.1622
= DTU = ese −
5.2. Pengembunan dan Kondensasi
Batas ketinggian kondensasi (LCL) adalah batas ketinggian atmosfer,
diamana udara tidak jenuh diangkat melalui ekspansi adiabatic kering untuk
menghasilkan kondensasi.
Pengembunan dan kondensasi merupakan dua proses yang sama, yaitu
proses perubahan fase dari uap air menjadi cair atau langsung berbentuk padat
(kristal-kristal es). Sebagi perbedaan kondensasi berlangsung di atmosfer
sedangkan pengembunan terjadi pada/dekat permukaan bumi.
Bila kelembaban nisbi udara telah mencapai 100% atau didekatnya
(dibawah 100% bila ada efek larutan dan diatas 100% bila ada efek
kelengkungan) atau bila udara telah mencapai titik jenuh, maka terjadilah
pengembunan atau kondensasi. Hasil pengembunan atau kondensasi tegantung
pada titik embun. Bila titik embun diatas 0oC (titik beku), maka akan terjadi
embun, kabut dan awan, sedangkan bila dibawah titik beku, akan terjadi kristal-
kristal es dalam bentuk embun beku (ibun putih) ritme (hujan es, salju dan awan
dingin.
Pendinginan dapat terjadi karena : (a) pancaran keluar dari massa udara,
(b) rambatan/sentuhan dengan permukaan yang lebih dingin dan (c) percampuran
dari massa udara dengan suhu dan kelembaban yang berbeda.
Embun dan ibun putih merupakan hasil dari pengembunan dekat
permukaan bumi karena tingginya radiasi bumi efektif oleh karena cuaca dalam
keadaan cerah dan angina sangat lemah. Sedangkan ritme terjadi karena butir-
butir air yang kelewat dengin menyentuh benda-benda dingin.
Kabut merupakan hasil pengembunan/kondensasi yang berlangsung dekat
permukaan bumi, yang terdiri atas kabut pancaran dan kabut adveksi. Kabut
pancaran yang terjadi pada daratan juga dikenal sebagai kabut inverse permukaan.
Kabut inverse ini didukung oleh keadaan stabil atmosfer, langit cerah, dan angina
lemah. Sedangkan kabut adveksi terjadi karena adanya gerakan udara yang
-
• Klimatologi
41
hangat dan lembab secara horizontal kearah permukaan yang dingin. Terjadinya
terutama ditepi pantai atau dipinggir badan berair yang besar didaratan (danau),
dimana terjadi perbedaan suhu yang besar secara horizontal.
5.3. Bentuk dan Klasifikasi Awan
Awan adalah kumpulan titik-titik air (cair atau padat) yang tampak dan
melayang-layang di atmosfer karena ukurannya masih relative kecil untuk jatuh
sebagai curahan (hujan, hujan es, atau salju). Berdasarkan bentuknya, maka
dikenal awan tetes (bila partikelnya terdiri dari tetes air) dan awan es (bila
partikelnya terdiri darikristal es). Agar supaya tetes ini bisa berubah menjadi tetes
hujan yang pada umumnya bisa jatuh sampai ke permukaan bumi, maka tetes
awan harus tumbuh menjadi ukuran yang lebih besar dengan melalui proses
tumbukan Findeisen dan Bergeron.
Awan dapat diklasifikasikan menurut genus, jenis, varietas dan bentuk
tambahan. Berdasarkan genusnya maka awan dapat dikelompokkan atas 10
macam yaitu : Sirus (Ci), Sirocumulus (Ce), Sirostratus (Cs), Altokumulus (Ac),
Altostratus (As), Stratus (St), Nimbostratus (Ns) Stratocumulus (Sc), Cumulus
(Cu) dan Cumulonimbus (Cb). Kesepuluh genus awan tersebut dikelompokkan
kedalam tiga bentuk dasar, yaitu bentuk berserat, lapisan, dan gumpalan. Bentuk
berserat disebabkan oleh kristal es yang jatuh, bentuk lapisan adalah karakteristik
awan yang pertumbuuhannya dalam arah horizontal, dan bentuk gumpalan
disebabkan oleh karakteristik awan yang pertumbuhannya secara vertical akibat
komveksi local.
Secara international telah disetujui untuk penamaan awan digunakan nama
lain. Awan yang berbentuk berserat dinamakan sirus yang berbentuk rambut,
yang berbentuk lapisan dinamakan stratus yang berarti lapisan, dan yang
berbentuk gumpalan dinamakan cumulus. Selain itu, juga digunakan kata latin
nimbus, yang berarti awan hujan yang dapat menimbulkan hujan dan nama alto
yang berasal dari kata latin altum yang berarti tinggi. Namun kata-kata ini, hanya
dipakai dalam kombinasi kata majemuknya. Misalnya Nimbostratus yang berarti
awan lapis yang menyebabkan hujan, Altostratus yang berarti awan lapis yang
tinggi dan Altocumulus yang berarti awan yang berbentuk gumpalan pada
ketinggian yang tinggi. Selain itu penamaan awan juga digunakan gabungan
-
• Klimatologi
42
awan dari tiga bentuk (Sirus, stratus dan kumulus) untuk awan-awan tertentu.
Misalnya Sirokumulus berbentuk gumpalan kecil yang tampak terdiri dari serat
yang lembut. Stratokumulus adalah lapisan awan yang unsure-unsurnya berbentuk
gumpalan dengan ukuran horizontalnya jauh lebih besar dari ukuran vertikalnya.
Tabel 5.1. Klasifikasi Awan Secara International
Jenis Awan Equator (km) Kutub (km) Contoh
Awan tinggi 8 – 20 3 - 8 Ci, Cs, Cc
Awan Sedang 2 - 8 2 - 4 As, Ac
Awan rendah 0 - 2 0 - 2 St, Sc, Ns
Awan dengan 0 - tropopause - (t
-
• Klimatologi
43
VI. PRESIPITASI 6.1. Bentuk-bentuk Presipitasi
Adanya awan tidak selalu dapat terjadi hujan. Terjadinya tetes air dengan
butiran besar dari uap air melalui proses kondensasi menjadi tetes awa (cair atau
padat) yang berlangsung di atmosfer dan kemudian jatuh di atas permukaan bumi
sebagai curahan contoh hujan, hujan es dan salju. Sedangkan dari uap air melalui
proses pengembunan yang terjadi dekat permukaan bumi akan terbentuk embun,
embun beku dan kabut.
Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi yang terpenting pada daerah
tropis seperti di Indonesia. Selain itu juga bentuk-bwntuk lain seperti embun,
embun beku dan kabut, namun jumlahnya relative kecil dan tidak terjadi pada
semua tempat, sehingga dalam perhitungan neraca air biasanya diabaikan.
Sedangkan hujan es, kadang-kadang terjadi di Indonesia namun pada waktu
tempat tertentu. 6.2. Proses/Teori Terjadinya Presipitasi
Tetes-tetes awan ukurannya masih relative kecil untuk jatuh sebagai
curahan (umumnya θ < 100µm). Agar supaya jatuh sebagai curahan, perlu
ditumbuhkan menjadi ukuran yang lebih besar (θ > 1000 µm) melalui 2
teori/proses yaitu Teori Bergeron dan Teori Penyatuan (Tumbukan) Findeisen.
Kedua teori tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Tabel 6.1. Perbedaan Proses Terjadinya Hujan
Uraian Bergeron T. Findeisen
Syarat Utama Campuran antara tetes-
tetes cair yang
supercooled dan kristal-
kristal es
Campuran antara tetes-
tetes cair dengan ukuran
yang berbeda-beda
-
• Klimatologi
44
Uraian Bergeron T. Findeisen
T. atmosfer -20oC – (-10oC) > -12oC
Daerah dominan Sub tropika/temperate Tropika
Bentuk Presipitasi Hujan es/salju Hujan
6.3. Tipe Presipitasi Berdasarkan mekanisme pengangkatan massa udara atau letak/kondisi
terjadinya presipitasi dapat dibagi atas tiga yaitu :
1. Tipe Konvektif. Hujan tipe ini dihasilkan dari udara lembab yang naik sehingga mengalami proses pendinginan secara adiabatic. Udara ini naik
akibat pemanasan oleh permukaan bumi, kemudian membentuk awan kumulus
dan dapat berkembang menjadi awan Cumulonimbus. Jenis awan ini
termasuk awan yang mampu menghasilkan hujan lebat disertai kilat dan
guntur dan sering terdapat butir-butir es. Ada beberapa hal yang dapat
diperhatikan dari tipe hujan ini yakni :
a. Daerah cakupan tidak luas (20-50 km) sifatnya hujan local terjadi
setelah pemanasan permukaan bumi atau lewat tengah hari.
b. Hujannya singkat tetapi deras berkisar 30-45 menit dan sering disertai
badai dan angin kencang
c. Air hujan kebanyakan melimpas di permukaan tanah dan sedikit yang
meresap dalam tanah, akibatnya kurang efektif untuk pertumbuhan
tanaman, kemudian banyak menghanyutkan butir-butir tanah disebut
erosi.
d. Hujan ini terjadi pada daerah tropis dan subtropics pada musim panas.
2. Tipe Orografik. Dihasilkan dari udara lembab yang naik didorong angin oleh adanya dataran tinggi atau pegunungan. Udara lembab yang didorong ke atas
ini mengalami penurunan suhu secara cepat. Disamping itu terjadi gerakan
turbulensi udara dan hambatan sehingga mudah terjadinya kondensasi dan
pembentukan awan yang kemudian terjadi hujan. Peristiwa ini sering terjadi
pada lereng gunung yang menghadap arah angin. Kondisi atmosfer biasanya
dalam keadaan instabil bersyarat, dan terbentuk jenis awan-awan stratus atau
stratocumulus yang menghasilkan hujan lebih lama dan jangkauannya relative
lebih luas.
-
• Klimatologi
45
Pada lereng hadap angin makin tinggi tempat semakin tinggi curah hujannya
sampai batas ketinggian tertentu seperti dikemukakan oleh Braak (1928) :
R= 1740 + 2.6.h
Dimana R = curah hujan rata-rata tahunan (mm); h = altitude (m); 1740
constanta curah hujan rata-rata tahunan di permukaan laut (mm).
Batas altitude 1200 m dan penyimpangan 10%, misalnya di Malino dengan
altitude 1000 m akan diperoleh curah hujan rata-rata tahunan 3906-4774 mm.
Sebaliknya pada lereng disebelahnya angin yang turun menelusuri lereng yang
mempunyai ciri kering, panas dan kencang yang bersifat spesifik dan disebut
angina-angin spesifik diberi nama sesuai lokasi kejadian. Misalnya angin
brubu di Sulsel (Maros), angin Bohorok di Deli yang dapat merusak tanaman
tembakau, angin Gending di Pasuruan dan angin Kumbang di Probolinggo.
Tipe presipitasi ini terjadi baik daerah tropika maupun subtropika.
3. Tipe Gangguan. Merupakan tipe presipitasi yang terjadi akibat adanya gangguan-ganguan atmosfer yang terjadi didaerah front atau siklon. Tipe
presipitasi ini dibagi atas dua jenis yakni
a. Tipe frontal. Merupakan tipe yang terjadi akibat adanya daerah front atau daerah
pertemuan massa udara yang mempunyai sifat yang berbeda yaitu suhu,
kerapatan dan kerapatan. Daerah ini merupakan pertemuan massa udara
dari daerah beriklim panas (tropika) dan beriklim dingin (kutub) yang
bertemu pada daerah lintang pertengahan atau beriklim sedang
(subtropika). Udara panas akan mendaki diatas udara dingin yang
beratnya atau tekanannya lebih tinggi daripada udara panas. Pada lereng
pendakian tersebut akan terjadi kondensasi menghasilkan awan tipe
Altostratus, Altocumulus, dan ada kemungkinan awan cirrocumulus,
cirrostratus serta nimbostratus yang menghasilkan hujan relative tidak
tinggi tetapi agak lama dan merata.
b. Tipe siklonik. Terjadi akibat adanya daerah siklon (daerah tekanannya lebih rendah daripada daerah sekitarnya) pada daerah tropis sebagai akibat
tingginya suhu udara pada daerah tersebut. Sebagai akibatnya massa udara
akan naik keatas karena kerapatannya kecil yang pada akhirnya akan
-
• Klimatologi
46
menimbulkan daerah tekanan rendah di permukaan bumi yang dikenal
sebagai daerah depresi atau daerah siklon.
Dengan demikian terjadilah pergerakan udara (angin) dari daerah
sekitarnya yang akan menentukan gejala cuaca dan iklim yang akan terjadi
pada daerah tersebut. Bila massa udara dari luar sarat dengan uap air
maka kemungkinan gejala cuaca merupakan angin pusaran dengan
kecepatan yang sangat tinggi dapat mencapai dapat mencapai diatas 300
km/jam yang dapat merusak secara fisik bangunan, vegetasi dan
sebagainya. Dalam waktu yang sama atau bersamaan juga terjadi
pengangkatan massa uap air secara besar-besaran, yang makin keatas
semakin melebar sehingga ruang lingkupnya cukup luas yang akan
menghasilkan awan-awan konvektif yang akan menghasilkan hujan
dengan curah yang sangat tinggi dan berlangsung cukup lama (dapat
mencapai diameter rata-rata 650 km) dan bahkan dapat mencapai diatas
1000 km seperti yang pernah terjadi di Cina pada lautan pasifik. Gejala
cuaca ini biasanya diberi nama Hurricane, Willy-Willy di Australia,
Buigio di Filipina, Taifun di Cina dan Jepang dan badai tropis di
Indonesia.
6.4. Macam-Macam Presipitasi (Hujan) Presipitasi (hujan) dapat digolongkan berdasarkan intensitasnya,
jumlahnya perhari atau perjam dan ukuran butir.
a. Intensitas hujan (mm.menit-1). Berdasarkan intensitas hujan, maka hujan digolongkan atas 5 derajad hujan. Intensitas setiap derajad hujan
dan aplikasinya dilapang disajikan pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Derajad hujan berdasarkan intensitasnya dan aplikasinya di lapang
No.
Urut
Derajad Hujan
Intensitas
(mm.menit-1)
Aplikasinya Di Lapang
1. Hujan Sangat Lemah
< 0.02 Tanah agak basah atau sedikit dibasahi
2. Hujan lemah 0.02 – 0.05 Tanah sudah dibasahi di lapisan atas maupun dibawahnya
3. Hujan normal 0.05 – 0.25 Tanah sudah bisa dibuat melumpur terutama untuk
-
• Klimatologi
47
persemaian basah pada padi dan bunyi hujan kedengaran
4. Hujan deras 0.25 – 1.00 Air tergenang dimana-mana pada permukaan yang rendah dan bunyi air kedengaran dari genangan
5. Hujan sangat deras
> 1.00 Hujan seperti ditumpahkan dari langit dan semua saluran masuk atau keluar meluap
b. Jumlah per hari(mm.hari-1). Berdasarkan jumlah curah hujan per hari, maka hujan digolongkan atas 5 keadaan curah hujan seperti
disajikan pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Keadaan curah hujan berdasarkan jumlahnya per hari
No. Urut Keadaan curah hujan Jumlah curah hujan per hari (mm.hari-1)
1. Hujan sangat ringan < 5
2. Hujan ringan 5 – 20
3. Hujan normal 20 – 50
4. Hujan lebat 50 – 100
5. Hujan sangat lebat > 100
c. Ukuran butir hujan (mm). Berdasarkan ukuran diameter butir hujan, maka hujan digolongkan atas 5 jenis curah hujan seperti disajikan pada
Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Jenis curah hujan berdasarkan ukuran butirnya.
No. Urut Jenis curah hujan Ukuran butir (mm)
1. Hujan gerimis ± 5
2. Hujan halus ± 0.5
3. Hujan normal lemah ±1
4. Hujan normal deras ±2
5. Hujan sangat deras ± 3
Tempat – tempat yang mempunyai curah hujan yang sama di peta disebut
isohit, sedangkan bila awannya sama disebut isineph.
-
• Klimatologi
48
6.5. Penentuan Curah Hujan Wilayah Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfataan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di
seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam
mm.
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah
hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di
beberapa titik adalah sebagai berikut.
(l) Cara rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.
di mana:
R : curah hujan daerah (mm)
n : jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan
R1, R2, . . . . Rn : curah hujan di tjap titik pengamatan (mm)
Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat
dengan cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh
daerah itu. Keuntungan cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda
dengan umpama cara isohiet, di mana faktor subyektif turut menentukan.
(2) Cara Thiessen
Jika titik-titik pengamatafi di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan.
-
• Klimatologi
49
Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
di mana:
,R : curah hujan daerah
R1 R2 .. .. Rn : curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalahjumlah
titik-titik pengamatan.
A1, A2 . . . . An : bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan.
W1, W2, …. Wn : A1/ A, A2/A, …., An/A
Bagian-bagian daerah A1, A2, .. . . An ditentukan dengan cara seperti berikut:
1. Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta
topografi skala 1: 50.000, kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan
dengan sebuah garis lurus (dengan demikian akan terlukis jaringan segi tiga
yang menutupi seluruh daerah).
2. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalan poligon-poligon yang didapat
dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada tiap sisi segitiga tersebut di
atas. Curah hujan dalam tiap poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan
dari titik pengamatan dalam tiap poligon (lihat Gbr. 6-1). Luas tiap polygon
itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain
Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih telitih dari pada cara aljabar rata-
tata. Akan tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpamakan
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan.
-
• Klimatologi
50
Gambar 6.1 Cara Thiessen
Gbr. 6.2 Titik-titik pengamatan curah hujan dan curah hujan harian
dalam daerah aliran
-
• Klimatologi
51
[Contoh perhitungan]
Diketahui sebuah daerah pengaliran seperti Gbr. 6.2. Demikian pula diketahui
angka-angka curah hujan harian pada tiap titik pengamatan. Curah hujan daerah
dihutung dengan cara rata-rata aljabar.
[Penyelesaian]
Dengan pengaliran itu dibagi dalam poligon-poligon dengan cara Thiessen seperti
pada Gbr. -1-3. Titik-titik pengamatan yang dipergunakan adalah 3 buah titik di
dekat batas diluar daerah pengaliran dan 7 buah titik pengamatan di dalam daerah
pengaliran. Jadi caerah pengaliran ini dibagi dalam 10 poligon. Luas bagian-
bagian daerah A1, A2, …. An diukur dan dimasukkan dalam Tabel 6.5.