IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD DAN …
Transcript of IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD DAN …
IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD DAN
KHULAFA AL-RASYIDIN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Sukron Amin
(1110022000037)
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
iii
Dedikasi
“ Teruntuk Bapak H. Ahmad karyoto dan Ibu Masiha dan Semua orang yang
terlibat dalam pembun Skripsi ini”
“Berangkat dengan penuh keyakinan, Berjalan dengan penuh keikhlasan.
Istiqomah dalam menghadapi cobaan. YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH.”
iv
ABSTRAK
IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD DAN
KHULAFA AL-RASYIDIN
Nabi Muhammad adalah salah satu tokoh yang diakui sebagai pencipta
pilar-pilar peradaban manusia. Khususnya umat Islam, merubah sistem tatanan
sosial dan politik ke arah yang lebih moderen. Sebab ajaran yang di bawa oleh
Nabi Muhammad bukan semata-mata sistem keyakinan, dan bukan pula
membawa satu sekumpulan doktrin, melainkan menciptakan kebudayaan dengan
kriteria politik Islam yang Unik dan bernilai Universal.
Dengan menggunakan pendekatan Historical Politic, penulis mengetahui
kontribusi (dalam peradaban dan sistem politik ) apa saja yang telah diciptakan
Nabi Muhammad dan Khulafa Al- Rasyidin. Yaitu, menyatukan kaum Arab
dengan ajaran Tauhid, menjadikan masjid sebagai pusat peradaban dan tatanan
politik. Membentuk Negara Konstitusi.
Penulis menemukan bahwa Nabi Muhammad dan Shabatnya membangun
suatu kekuatan politik baru, yang dimana pada masa itu Kaum Arab sudah
melakukan sistem politik secara struktural.
Kata Kunci: Politik Islam, Identitas, Nabi Muhammad, Khulafa Al-Rasyidin
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
kasih dan sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada
kita semua, amin. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada
junjungan alam baginda Rasulullah SAW, keluarga serta sahabat, semoga kita
sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin.
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1)
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis
ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini
dengan judul : “IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD
DAN KHULAFA AL-RASYIDIN”
Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui
rintangan dan hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras
semangat dan dukungan dari semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis
selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan penulis untuk menghaturkan
ucapan terima kasih serta penghargaan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dan memberikan dukungan moril dan materil, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti.
1. Prof. Dr.Sukron Kamil MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Dr. Awalia Rahma, MA, selaku Pembimbing Akademik yang membantu
dalam pengesahan awal dan dorongan awal penelitian skripsi ini
4. Kepada Dosen Pembimbing Dr. Abd. Choir yang dengan sabar dan penuh
dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi
skripsi ini.
5. Kepada Prof. Dr. Didin Saefuddin, MA dan Drs. Ma’ruf Misbah, selaku
Dosen Penguji yang membantu menyempurnakan hasil karya ilmiah ini.
6. Kedua Orangtua ku, Bapak H. Ahmd karyoto Serta Ibu Mashika, yang
telah membimbing dan memotivasi serta memberikan dukungan moril
maupun materi yang tak terhingga dan telah mendidik penulis untuk terus
menjadi pribadi yang tangguh dan bermanfaat.
7. Kepada keluarga besar Beritatangsel.com, Kicaunews.com, 86News.co
yang telah memberikan fasilitasnya serta dukukangan secara moril.
8. Kepada seluruh Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam angkatan 2010
yang selalu memberi support kepada penulis untuk segera menyelesaikan
studi dan penulisan skripsi ini.
9. Bila Edison punya Tesla, Soekarno punya Hatta dan Nabi Musa punya
Nabi Harun, Rama punya Sinta, Habibie punya Ainun sebagai partnernya,
maka penulis punya Wenny Septiani sebagai partner. Dalam pengerjaan
karya ini, partner penulis selalu memberikan pertolongan dikala diri ini
membutuhkan pertolongan. Pertolongan-pertolongan yang berupa
dukungan semangat ataupun bantuan melakukan alih-bahasa sumber.
10. Elemen-elemen lain yang secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses menuntaskan karya ini, petugas American Corner yang selalu
vii
menyediakan tempat bagi penulis menggunakan fasilitas mengunduh
jurnal.
Penulis berharap agar kreasi ini kelak dapat bermanfaat, bisa menjadi
pencerahan untuk peminat sejarah Islam klasik khususnya Sejarah nabi dan
menjadi motivasi bagi siapapun yang membacanya. Meskipun, penulis sadari
bahwa karya ini sangatlah jauh dari batasan-batasan kesempurnaan.
Jakarta, 15 Mei 2017
Penulis
Sukron Amin
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DEDIKASI ............................................................................................................ iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah .............................................. 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5
F. Kerangka Teori ............................................................................................ 7
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 8
H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 11
BAB II KONSEP DAN TEORI .......................................................................... 13
A. Kaum Arab ................................................................................................ 13
B. Mekkah ...................................................................................................... 14
C. Madinah...................................................................................................... 16
D. Suku-suku .................................................................................................. 18
E. Masa Jahiliyah ........................................................................................... 21
ix
BAB III KEKUASAAN DAN POLITIK DI NEGERI ARAB ........................ 24
A. Kondisi Politik .......................................................................................... 24
B. Peristiwa Perjuangan Politik Islam di Makkah .................................................... 25
C. Peristiwa Perjuangan Politik Islam di Madinah ................................................... 32
D. Perundingan dan Perjanjian dengan Umat Non-Muslim .................................... 36
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI
IDENTITAS SISTEM POLITIK ISLAM ......................................................... 39
A. Dakwah Nabi: Tekanan dan Penentangan Kaum Quraisy .................................. 39
B. Hijrah sebagai Perluasan Dakwah dan Politik Islam .......................................... 49
C. Identitas Politik Islam ......................................................................................... 55
D. Fathu Makkah ...................................................................................................... 59
E. Piagam Madinah ................................................................................................. 60
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 70
Kesimpulan ........................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
x
IDENTITAS POLITIK ISLAM MASA NABI MUHAMMAD
DAN KHULAFA AL-RASYIDIN
Skripsi
Dilaksanakan sebagai Salah Satu Tugas Akademik untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
Sukron Amin
Nim: 1110022000037
Disetujui oleh Pembimbing
Dr. Abd. Choir NIP: 19541231 198303 1 030
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat Islam bergerak karena kesadaran. Bukan karena keuntungan-keuntungan
material, seperti kekuasaan politik ataupun kepentingan kepentingan kelas dan
golongan. Islam hadir tidak dalam situasi yang baik melainkan keburukan
dimana-mana telah terjadi. Bahkan, tidak jarang Nabi dan para Sahabatnya
diperlakukan keji oleh masyarakat kafir Quraisy.1
Menurut Joseph Hell, alasan penentangan kaum Quraisy bukan terutama
ajaran-ajaran Islam yang baru, melainkan revolusi-revolusi sosial dan politik yang
diusahakan dimasukkan oleh Islam. Misalkan, ajakan Nabi untuk tidak
menyembah berhala dianggap mengganggu tradisi keagamaan para oligarki
Quraisy yang telah dianut masyarakat Arab sejak lama. Transformasi pikiran dan
cita-cita lama, yang bagi para kafir Quraisy dianggap sebagai bentuk pembunuhan
budaya lokal, berdasarkan agama pun sangat tidak menyenangkan mereka.2
Mereka semestinya menerima, sebab agama yang dibawa Rasul merupakan suatu
unit budaya yang khas, mandiri, serta lurus dan demokratis, terdiri dari konsep-
konsep yang paling paripurna. Keparipurnaan itu dapat dilihat dari bersatunya
umat Islam di seluruh dunia yang dipimpin selanjutnya oleh para murid beliau
disebut dengan Khalifah al Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
1 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam. (Mizan: Bandung, 1997), h.1
2 Syed Mahmudunnasir, ISLAM: Konsepsi dan Sejarahnya. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1994. Cet. IV. H. 125
2
Dalam pokok pemikiran Islam politik juga telah dibahas ihwal pelaksanaan
kekuasaan, siapa yang layak melaksanakannya, serta seberapa besar kekuasaan
yang bisa mereka miliki. Meskipun demikian, menurut Antony Black, sejarah
politik Islam masih diabaikan oleh para sejarawan dan teoritisi politik barat,
apalagi yang menyangkut tentang sejarah Islam tentang identitas perjuangan Nabi
dan al-Khulafa al-Rasyidin yang pada umumnya menjadi dasar utama kesejarahan
dan pondasi sistem politik Islam sampai sekarang.3
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang
sejarah kebudayaan Islam klasik, terutama tentang Identitas Politik Islam di masa
Rasulullah sampai al-Khulafa al-Rasyidin, serta hal-hal yang menjadi identitas
kelompok muslim pada saat itu yang diajarkan dan diwariskan Nabi dan para
Sahabatnya, terutama oleh para empat khalifah yang ikut serta dalam dakwah di
sepanjang sejarah hidup sang Nabi.
Tujuan pokok kepemimpinan Nabi dan al-Khulafa al-Rasyidin secara garis
besar memiliki tiga tujuan, yakni sebagai berikut: pertama, menetapkan hak yang
sama bagi umat muslim; kedua, melayani kepentingan rakyat dengan jalan
perundingan; dan ketiga, menjaga keadilan umat manusia. Dengan tiga konsep
pokok tersebut, keserasian atau keseimbangan antar umat beragama tercipta
dengan baik dan damai, dan dakwah Islampun kembali dilakukan dengan tanpa
gangguan dan intimidasi.4
3 Antony Black. Pemikiran politik Barat: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Serambi, Jakarta
2006. H. 21-22 4 Idiologi Politik Islam, Pidato KH. Hasyim Asyari dalam Muktamar Masyumi di Solo (Menara,
23 Februari 1946)
3
Sesuai konsepsi Islam yang disampaikan dalam pidato Kebangsaan Dewan
Syuro MIAI, KH. Hasim Asyari di Solo tahun 1946 yang menggambarkan
bahwa,"bentuk pemerintahan Islam, tidak ditentukan. Ketika Junjungan Besar
kita, Nabi Muhammad akan berpulang ke Rahmatullah Beliau tidak meninggalkan
apa-apa tentang cara pemilihan Kepala Negara. Jikalau beliau menentukan satu
cara tentu menjadi aturan yang yang tetap berlaku selama- lamanya, dengan tidak
boleh diubah-ubah. Lalu Sahabat Abu bakar dipilih secara umum. Waktu Abu
bakar akan berpulang ke Rahmatullah maka ditunjuklah Umar untuk menjadi
penggantinya. Dan waktu Umar akan berpulang, Ia bentuk komisi 6 orang, untuk
memilih pengganti beliau sebagai pengganti kepala Negara. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem politik Islam dalam pemilihan kepala Negara, dan
banyak lagi hal-hal kenegaraan tidaklah ditentukan atau diikat dengan satu cara
yang baku, melainkan melunak, terserah umat Islam ditiap-tiap tempat.” Islam
menganjurkan agar bagaimana umat Islam mampu menetapkan hak yang sama
bagi umat manusia, melayani kepentingan rakyat dengan jalan perundingan,
mementingkan perdamaian, dan juga bisa menjaga keadilan umat manusia.
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
a. Berangkat dari latar belakang di atas, penulis memfokuskan penelitian
ini pada Sejarah Kebudayaan Islam Klasik: Identitas Politik Islam
Masa Nabi Muhammad dan Khula al-Rasyidin. Lebih jauh, masa
tersebut dipilih karena masuk ke dalam rentang yang universal
sebelum transformasi kekuasaan sesudah masa kekhalifahan empat.
Rentang masa tersebut penulis jadikan batasan karena ingin
4
mengetahui lebih jauh dampak daripada perubahan menyeluruh sejarah
politik Islam di dunia-dunia Islam khususnya, umumnya di dunia,
sebagai salah satu faktor dominan dalam melihat secara utuh sistem
politik Islam.
b. Rumusan Masalah
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, bagaimana
identitas Politik Islam masa Nabi dan al-Khulafah al-Rasyidin?
Dengan cabang masalah:
1. Bagaimana situasi politik pada masa Nabi Muhammad?
2. Bagaimana situasi dan kondisi masyarakat Islam sebelum
mengalami proses transformasi dari khalifah menjadi Dinasti
Umayyah dan Abbassiyah? Hal ini kemudian diistilahkan sebagai
faktor internal.
3. Bagaimana situasi politik politik Islam pada masa itu sehingga
berdampak pada tatanan dan system politik Islam secara
menyeluruh? Hal ini kemudian diistilahkan sebagai faktor
eskternal.
C. Tujuan Penenelitian
Lewat sejumlah permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu
ingin menjelaskan Sejarah Peradaban Islam: Identitas Politik Islam Masa Nabi
5
Muhammad dan al-Khulafa al-Rosyidin. Selain itu penelitian ini juga bertujuan
untuk menjelaskan bagaimana identitas politik Islam di masa Nabi dan al-Khulafa
al-Rasyidin. Beberapa tujuan dalam penelitian ini antara lain:
- Menjelaskan bagaimana situasi dan kondisi masyarakat sebelum dan
sesudah masa Nabi Muhammad
- Menjelaskan bagaimana situasi dan kondisi masyarakat Islam sebelum
mengalami proses transformasinya dari khalifah kepada dinasti umayah
dan abasyiah.
- Menjelaskan bagaimana situasi politik Islam pada masa itu sehingga
berdampak pada tatanan dan system politik Islam secara menyeluruh? Hal
ini kemudian diistilahkan sebagai faktor eskternal.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
- Menambah wawasan kesejarahan terhadap sejarah dan politik Islam serta
menambah wawasan tentang identitas politik Islam itu sendiri yang selama
ini masih minim pembahasan.
- Menambah daftar referensi mengenai sejarah peradaban Islam di
perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian yang relevan terkait penelitian ini, penulis belum menemukannya
ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa UIN Jakarta pada umumnya, dan mahasiswa
6
Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) pada khususnya. Nampaknya, keterbatasan
fasilitas saat itu yang menjadi alasan paling rasional mengapa belum beredar
skripsi yang setidaknya mirip dengan kajian yang penulis ambil.
Kajian yang mendekati dengan penelitian yang penulis lakukan, mungkin,
adalah Identitas Politik Islam yang ditulis oleh Kuntowidjoyo. Ia menjelaskan
bahwa umat Islam semestinya mempunyai dokumen poliik yang tidak hanya
sekedar syariat dan akhlak, tetapi berbicara tentang kenyataan kongkret, sebabnya
jembatan antara moralitas pribadi dan realitas politik perlu dibangun. sehingga
dengan terobosan lain mulai bisa dipikirkan. Dimana peruabahan dan pembaruan
harus tetap berlanjut, dengan demikian pilihan jatuh pada Identitas Politik Islam
Masa Nabi Muhammad dan al-Khulafa al-Rosyidin yang sangat tepat untuk
dirasuki semangat perubahan bagi kondisi yang dialami pada saat itu.
Selanjutnya, menurutnya, kehadiran buku tersebut yang ditulis oleh
Kuntowidjoyo dengan pemikirannya menjadikan ia sebagai tokoh pembaharu
yang berpengaruh dalam memberikan perubahan identitas sosial politik umat
Islam. Perubahan dan pembaruan ini tidak hanya sebatas bidang identitas politik
islam saja, melainkan ada beberapa bidang lain yang ia pikirkan. Ia menawarkan
solusi yang dapat mengetahui posisi politik umat islam di dunia.
Oleh karenanya, penulis merasa penelitian ini perlu untuk dilakukan. Tentu
saja, penelitian ini berharap dapat menjadi pembuka dalam penelitian tentang
sejarah: identitas politik islam diawal kemunculan sejarahnya. Selain itu perlu
diperhatikan juga, agar tulisan skripsinya tidak terlalu deskriptif menjelaskan
7
identitas politik Islam sehingga dapat menemukan distingsi dengan penulis
lainnya.
F. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, kerangka teori yang penulis bangun untuk menghasilkan
skripsi yang baik yakni teori deskriptif, yang biasa diartikan dengan metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran atau pun suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan sekarang.
Tujuan dalam teori penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau penjelasan sistematis, faktual dan akurat mengenai data-data sejarah, sifat-
sifat dan obyek sejarah yang diteliti. Menurut Whitney5 metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat
serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-
sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Selanjutnya, dalam teori ini peneliti juga dapat membandingkan fenomena-
fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya
peneliti melakukan klasifikasi terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan
suatu standar atau suatu norma tertentu.
5 Moh. Nazir, P.hd, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003) h16
8
G. Metode Penelitian
Sebagai studi sejarah penelitian ini pada dasarnya menggunakan metode
penelitian sejarah, menggunakan instrumen studi kepustakaan (library research).
Sejarah Peradaban Islam: Identitas Politik Islam Masa Nabi Muhammad Sampai
al-Khulafa al-Rosyidin dimanapun selalu mempunyai alasan dan berbeda
pandangan di belakangnya. Baik alasan yang muncul karena faktor dari dalam
maupun faktor yang datangnya dari luar. Dalam Sejarah Peradaban Islam:
Identitas Politik Islam Masa Nabi Muhammad Sampai al-Khulafa al-Rosyidin,
penulis memperoleh hipotesis sementara bahwa hal tersebut dapat terjadi karena
faktor dari dalam yang berbeda-beda pola pemikirannya dan seterusnya, dan yang
utama dari luar.
Selanjutnya, dalam metode penelitian sejarah terdapat tahapan-tahapan yang
biasanya dilakukan oleh peneliti sejarah dan penulis juga mengikuti prosedur yang
telah ada. Adapun, tahap-tahap yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Tahap Pencarian Sumber
Dalam usaha mendapatkan informasi, penulis melakukan kunjungan ke
beberapa perpustakaan antara lain: Perpustakaan Umum UIN dan Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, di mana di kedua perpustakaan
tersebut, penulis hanya menemukan dua skripsi yang mempunyai sedikit
persamaan dengan penelitian ini. Adapun judul skripsi tersebut adalah,
Muhammad Abduh: pemikiran dan modernisasi Al -Azhar studi kasus:
9
kepeloporan Muhammad Abduh terhadap modernisasi Al-Azhar Mesir 1849-1905
yang ditulis oleh Nursobakh.
Kemudian lokasi pencarian selanjutnya adalah Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia di Salemba Raya. Penulis hanya menemukan literatur
mengenai penelitian ini di dalam Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. situs
perpustakaan kampus-kampus di Indonesia juga penulis lihat guna kepentingan
pencarian sumber ini. Adapun situs-situs perpustakaannya seperti lontar.ui.ac.id,
tulis.uinjkt.ac.id, lib.uin-suka.ac.id, library.usu.ac.id dan lain-lain.
Tahap Pengolahan Data
Kajian sejarah, tentu saja tidak lepas dari sumber-sumber tertulis yang
menggunakan berbagai bahasa. Dalam pengolahan data, penguasaan bahasa
sangat penting agar informasi-informasi yang kita dapatkan bisa menjadi sebuah
data. Sehingga, bahasa bisa menjadi jembatan antara informasi yang begitu
banyak dengan data-data yang diperlukan. Adapun dalam penelitian kali ini,
bahasa-bahasa yang penulis kuasai guna mengolah informasi-informasi yang
penulis dapatkan pada tahapan sebelumnya yaitu, Inggris, Arab dan Indonesia.
Kemudian, setelah informasi-informasi diperoleh, maka tahap selanjutnya
adalah mensortir dan mengklasifikasikan informasi menjadi data-data berdasarkan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dan tentu saja sebagai landasan
untuk menjawab permasalahan
Tahap Interpretasi Data
10
Setelah dilakukan pensortiran dan pengklasifikasian data, maka tahapan
selanjutnya adalah tahap interpretasi data, yang terdiri dari analisis dan sintesis.
Analisis, atau juga disebut sebagai penguraian, merupakan langkah mereduksi
data-data yang telah didapat menjadi lebih informatif guna progress penelitian ini.
Kemudian setelah dilakukan analisis, langkah selanjutnya adalah sintesis.
Sintesis yang berarti menyatukan. Yang mana dalam hal ini adalah menyatukan
hasil bacaan yang telah kita analisis sebelumnya. Dalam kasus ini, data-data yang
telah dianalisis, kemudian baru disatukan menjadi kategori-kategori besar.
Tahap Penyajian
Tahap ini, merupakan tahapan yang mengupayakan agar data-data sejarah
yang telah didapatkan sebelumnya bisa menjadi bukti untuk menjawab
permasalahan, tetapi masih terfragmentasi. Untuk itu, agar dapat menjadi suatu
kajian yang bersifat utuh, sistematis, komunikatif dan mudah dimengerti khalayak
maka harus sesuai dengan kaidah historiografi atau penulisan sejarah. Di mana,
historiografi mencakup cara penelitian, pemaparan serta hasil pelaporan penelitian
sejarah yang telah penulis lakukan.
Namun demikian, paling tidak terdapat dua hal penting agar tercipta
historiografi yang memadai dan nikmat dibaca. Yaitu, imajinasi dan kemampuan
mentransmisikan pendapat ke dalam bentuk tulisan. Karena dua hal tersebut
menjadi faktor penting guna mewujudkan karya skripsi yang integral. Dan yang
terakhir, sekaligus yang terpenting, historiografi penelitian kali ini, tetap berada di
dalam kaidah yang semestinya.
11
Dalam penelitian ini, penulis cukup banyak mencantumkan nama-nama Arab.
Maka dari itu, agar tidak terjadi kesalahan penulisan nama Arab dalam
pengalihbahasaan ke dalam Bahasa Indonesia penulis menggunakan buku A
Dictionary of Modern Written Arabic: (Arabic-English) karya Hans Wehr dan J
Milton Cowan terbitan Spoken Language Service sebagai landasan acuan.
Adapun buku “Pedoman Penelitian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan
Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, terbitan CeQDA 2007, menjadi
buku acuan yang penulis gunakan, supaya penelitian skripsi ini sesuai koridor
penulisan yang ditentukan oleh UIN Jakarta Syarif Hidayatullah.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan terdiri ke dalam lima Bab pembahasan. Bab Pertama,
membahas tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, pendekatan dan
metode penelitian, kajian yang relevan serta terakhir sistematika penulisan
penelitian ini.
Bab Kedua, akan membahas kerangka berpikir, konsep dan teori yang
digunakan dalam penelitian ini. Dengan judul Konsep dan Teori. Dengan judul:
Kaum Arab, Mekkah, Madinah, Suku-suku, Masa Jahiliyah,
Bab Ketiga, akan membahas Kekuasaan dan Politik di Negeri Arab. Adapun
judul bab ini terdiri dari: Kondisi Politik, Peristiwa Perjuangan Politik Islam Di
Mekkah, Peristiwa Perjuangan Politik Islam Di Madinah, Perundingan dan
Perjanjian dengan Umat Non-Muslim
12
Bab Keempat akan membahas faktor-faktor yang melatar belakangi Identitas
Sistem Politik Islam. Lebih jauh akan membahas perubahan apa saja yang terjadi
ketika masa peralihan kepemimpianan dari Nabi sampai al-Khulafa al-Rasyidin.
Dengan judul Sejarah Peradaban Islam: Identitas Politik Islam Masa Nabi
Muhammad Sampai al-Khulafa al-Rosyidin, dengan sub-bab sebagai berikut:
Dakwah Nabi: Tekanan dan Penentengan Kaum Quraisy, Hijrah Sebagai Peluasan
Dakwah dan Politik Islam, Fathu Makkah, Piagam Madinah
Sedangkan Bab Kelima berisi kesimpulan dan rekomendasi penulis yang
kemudian dilanjutkan dengan Daftar Pustaka dan Daftar Lampiran.
13
BAB II
KONSEP DAN TEORI
A. Kaum Arab
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfury serta para ahli sejarah dalam Sirah
Nabawiyah membagi kaum Arab yang sesuai dengan silsilah keturunannya
menjadi tiga bagian. Pertama, Arab Ba‟idah, yaitu kaum Arab terdahulu yang
rincian sejarah mereka tidak dapat diketahui secara sempurna seperti kaum „Ad,
Samud, Thasam, Amlaq, dan lain-lain. Kedua, Arab „Aribah, yaitu kaum Arab
yang berasal dari garis keturunan Ya‟rib bin Yasyjib bin Qothan, dan dinamakan
Arab Qathaniyah. Mereka kebanyakan bertempat di negeri Yaman dan memiliki
berbagai macam kabilah, dan yang terkenal ialah kabilah Humair dan Kahlan.
Ketiga, Arab Musta‟ribah, yaitu kaum Arab yang berasal dari garis keturunan
Nabi Ismail A.S., dan dinamakan Arab Adnaniyah. Pada akhirnya datanglah
kabilah Yamaniyah, yaitu Jurham kedua; mereka tinggal di Mekkah atas izin
Ummu Ismail.6
Dengan demikian dapat ditelusuri bahwa orang-orang keturunan Ismail A.S.
atau salah satu dari kabilahnya hidup bersama orang-orang Jurhum di Mekkah dan
kawasan sekitarnya hingga saat datangnya Bani Khuza‟ah yang merupakan
kelompok dari Yaman, kelompok yang pada akhirnya berkoalisi dengan Bani
Muthar dan Kinanah. mereka mengusir Bani Jurhum dari Mekkah. Selama itu
6 Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.2-5
14
mereka berkembang dan beranak pinak dan bercabang-cabang menjadi marga-
marga yang bertebaran di berbagai tempat di wilayah Mekkah.
Pada sisi lain, dalam perkembangan selanjutnya Quraisy menjadi bercabang
dua, yaitu Quraisy al-Baththah dan Quraisy Adz-Dzawahir. Quraisy al-Baththah
merupakan keturunan dari Qushay bin Qilab dan semua orang Bani Ka‟ab bin
Lu‟aiy. Sedangkan Quraisy Adz-Dzawahir semua orang Quraisy selain mereka
yang permukimannya kurang dari satu marhalah (jarak perjalanan satu hari dari
Mekkah), sedangkan yang bermukim lebih jauh dari satu marhalah tergolong
Quraisy penghuni daerah pinggiran wilayah Mekkah.
Kemajuan orang-orang Quraisy terpusat pada orang-orang Bani Lu‟aiy bin
Ghalib bin Fihr bin Malik, dan pemimpin mereka ialah Qusyhay bin Kilab bin
Murrah bin Ka‟ab bi Lu‟aiy. Pada akhirnya mereka memainkan peranan penting
dalam sejarah Mekkah karena telah menciptakan berbagai ketentuan mengenai
peziarahan ke Ka‟bah tiap tahun. Sebuah tradisi ziarah yang dikenal selanjutnya
oleh umat Islam sebagai ibadah haji.7
B. Makkah
Herodotus seorang sejarawan abad ke 5 sebelum Masehi menyebut Makkah
dengan MakAraba. Menurut Sulaiman Bashir, nama tersebut berasal dari bahasa
Saba Selatan, Miqreb yang artinya tempat suci. Juga dalam bahasa Eutopia lama
menyebutnya dengan Mekwerab, yang berarti juga tempat suci, yang dalam
perjalanan sejarahnya kemudian memliki dua makna, yaitu tempat suci dan pusat
7 H.M.H. AL-Hamid AL Husaini, Membangun Peradaban Sejarah Muhammad SAW sejak
sebelum diutus Nabi. Pustaka HIdayah. Bandung, 2010. H. 85-88
15
perdagangan. Nama Mekkah juga secara implisit disebutkan dalam perjanjian
lama. Dalam kitab kejadian tersebut diceritakan tentang Yusuf dan keluarganya.
Sementara di dalam al-Quran sendiri disebut dengan sangat eksplisit sebagai
Makkata dan Bakkata.
Secara ilmu Geografis, Mekkah dikenal sebagai wilayah yang dikenal dengan
ketandusannya. Berbeda dengan wilayah Arab bagian selatan yang kerap kali
dikucuri hujan. Oleh karenanya, ahli geografis asal Mesir-Yunani di Alexandria
pada pertengahan abad kedua menyebut kota ini dengan Macoraba yang berarti
tanah yang kering. Meskipun demikian Mekkah menyimpan misteri yang mana
dalam wilayah ini banyak melahirkan sejumlah sosok yang mempunyai pengaruh
dan Kharisma.8
Dalam Tarikh al-Thabari yang ditulis oleh Syeikh al-Thabari, dijelaskan
bahwa di Mekkah terdapat bukit Qaf yang dikelilingi langit berwarna zamrud.
Mereka tinggal di antara bukit tersebut. Bukit itu menjadi magnet tersendiri bagi
para pelancong khususnya dari Arab bagian selatan seperti Yaman yang dikenal
lebih maju. Mekkah pun dikenal sebagai daerah yang unik, meskipun cuacanya
tidak bersahabat. Sebab, bagi para pelancong daerah Mekkah menciptakan
ketenangan bathin dan menyimpan kekudusan tersendiri.9
Bagi al-Azraqi dalam Akhbar Makkata wa Ma Jaa fiha min al-Atsar
menjelaskan bahwa Kota Mekkah tidak mempunyai kekayaan alam, tapi dapat
8 Zuhairi Misrawi, MEKKAH: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim. Kompas, Jakarta 2009.
H. 91 9 Zuhairi Misrawi, MEKKAH: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim. Kompas, Jakarta 2009.
H. 92
16
mengisi ruang spiritualitas masyarakat Arab dan sekelilingnya. Di mana setiap
orang akan mencari tempat untuk mengisi ruang-ruang batinnya.10
Dalam sejarahnya, Mekkah mempunyai materi kajian yang panjang baik
sebelum Islam datang dan setelah Islam datang. Peradabannya terpampang dalam
sejarah kota Mekkah yang sedari dahulu sampai sekarang selalu mengundang
ketertarikan orang-orang.
C. Madinah
Di dalam bahasa Arab kota ini dikenal sebagai Madinah al-Nabi, yaitu kota
Nabi. Kehidupan Nabi yang ditulis dalam sejarah serta ajaran-ajarannya
dikukuhkan di Madinah. Bahkan, saat Nabi berhasil menguasai Mekkah, beliau
pun memilih untuk menetap di Madinah.
Secara letak geografis, Madinah terletak di gunung dataran tinggi, di
persimpangan tiga lembah, yaitu lembah Aql, lembah Aqiq dan lembah Himd.
Oleh sebab itu, Madinah dikenal sebagai kota hijau terutama di sekitaran gunung-
gunung. Di bagian barat terdapat gunung Haji. Di barat laut ada gunung Sala‟a. Di
bagian utara ada gunung Ir. Lalu di bagian selatan ada gunung Uhud.
Madinah merupakan saksi sejarah kemashuran Islam yang tidak terbantahkan.
Kehidupan sosialnya dibangun atas keseimbangan antara iman dan amal soleh.
Hal itupun berdampak pada hadirnya peradaban manusia yang mampu
membangun kebersamaan dan solidaritas. Keistimewaan peradaban tersebut
10
Zuhairi Misrawi, MEKKAH: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim. Kompas, Jakarta
2009. H. 90-93
17
dibangun melalui masjid sebagai pusat pemberdayaan umat dan upaya
membangun solidaritas batin yang kuat dan kokoh.11
Komaruddin Hidayat dalam pengantar buku Madinah menjelaskan Madinah
dikenal dengan nama Yatsrib, mengacu pada orang yang pertama datang ke
tempat tersebut, yaitu Yastrib bin Qoniyah bin Mahlail bin Irham bin Abdil bin
Irwadh bin Irham bin Sam bin Nuh AS. Mereka datang ke Madinah pada tahun
2500 SM.12
Madinah juga salah satu kota yang sangat dekat dengan umat Islam. Madinah
dapat mempersatukan seluruh umat Islam generasi awal dan bahkan Madinah juga
dapat menyatukan berbagai ajaran agama yang sudah ada sebelumnya. Harmoni
dan nuansa persatuan lahir di kota Madinah sehingga mereka sepakat bahwa
Madinah adalah salah satu kota penting bagi spiritualitas sekaligus kota penuh
toleransi. Di dalamnya terbentuk perpaduan antara kepemimpinan spiritualitas dan
rasional. Ketika Nabi ingin membuat sebuah konstitusi dan kebijakan politik,
maka Nabi terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mencapai kata sepakat.
Nabi pun kerap kali berkonsultasi dengan para Sahabat dalam memutuskan
berbagai persoalan dan itu menjadi sebuah wujud kepemimpinan yang selalu
menampung aspirasi dari para Sahabat dan pengikutnya13
.
Selanjutnya, Nabi juga membangun persaudaraan dan komunikasi dengan
kelompok lainnya maupun kalangan non muslim. Sehingga fase Islam di Madinah
11
Zuhairi Misrawi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW.
Kompas, Jakarta 2009H.4 12
Zuhairi Misrawi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW.
Kompas, Jakarta 2009. H.XIII 13
Zuhairi Misrawi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW.
Kompas, Jakarta 2009. H. 3
18
dikenal sebagai salah satu fase tenggang rasa dan toleransi dalam Islam yang
begitu melekat di bumi Madinah. Nabi memandang persatuan dan kebebasan
beragama sebagai sunnatullah. Bahkan jauh sebelum Islam datang, agama-agama
samawi lainnya, seperti Yahudi, Kristen merupakan agama yang hadir di Jazirah
Arab, dan agama-agama tersebut telah menjadi bagian dari Kebudayaan Arab.
Philiph K. Hitti dalam History of The Arabs menyebutkan sejarah Arab pada
hakikatnya adalah sejarah umat agama-agama samawi, dan Arab bukanlah
monopolikelompokagamatertentu.14
D. Suku-Suku
Secara kronologis, perkembangan suku-suku di Arab, pertama, bisa
dikatakan dimulai dari Dinasti Amalekit yang berpusat di Mesir. 15
Nama
Amalekit sendiri berasal dari dua kata yaitu Am yang dalam bahasa Ibrani
dimaknai bangsa dan Malek, sebuah nama salah satu suku yang berasal dari
kawasan Aqobah. Di tahun 1600 SM, Amalekit mempunyai kekuatan kekuasaan
yang tersebar ke berbagai kawasan Arab lainnya, yaitu termasuk Suriah, Yaman,
Makkah, dan Yastrib. Bahkan mereka menguasai San‟a yang kemudian dikenal
dengan nama Amalekit pula. Dalam perjalanannya mereka menempati Yatsrib
setelah pengikut Nabi Nuh A.S melakukan migrasi ke Juhfah. Di antara mereka
yang tinggal di tempat ini yaitu Bani Haf, Bani Sa‟ad bin Hazan dan Bani Mathar,
Bani al-Azraq, Badil, Rahil, dan Ghaffar. Mereka kemudian menguasasi Yastrib
14
Zuhairi Misrawi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW.
Kompas, Jakarta 2009. H. 2-4 15
Zuhairi Misrawi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad SAW.
Kompas, Jakarta 2009. H.XIII
19
setelah mengusir pengikut Nabi Nuh A.S. Pandangan ini kemudian ditengarai
bahwa Amalekit adalah kelompok yang pertama kali membangun kota Yastrib,
terutama setelah mereka keluar dari Mesir menuju kawasan Hijaz. Namun
padangan di atas cenderung ditolak, sebab sebelum Amalekit datang ke Yastrib
sudah ada sekumpulan yang terlebih dahulu datang, yaitu para pengikut Nabi Nuh
AS. Keberadaan mereka terdiri dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang
dipimpin oleh al-Arqam bin Abu al-Arqam, dan kelompok yang kedua ini
dianggap sebagai pihak pengusir pengikut Nabi Nuh AS dari Yastrib.
Selanjutnya Kaum Yahudi. Eksistensi kaum Yahudi di kawasan Arab
dimulai sejak Musa menaklukkan Firaun di Mesir, kemudian merambah ke
bebarapa kawasan lainnya seperti Palestina dan Yastrib. Menurut Yasin
Ghadhban, yang dimaksud dengan kaum Yahudi, yaitu semua yang memeluk
ajaran Musa, termasuk di dalamnya Bani Israel yang mereka adalah anak-anak
Ya‟qub dan cucu-cucunya, serta seluruh keturunannya. Pada masa abad ke 2
Masehi mereka tersebar kebebarapa kawasan seperti Mesir, Suriah, dan Palestina,
akibat hegemoni kekuasaan Romawi. Menurut sejarawan Msulim, orang-orang
Yahudi yang berada di Yastrib pada umumnya berasal dari keturunan Arab,
sehingga mereka disebut dengan Arab Yahudi, atau Yahudi Arab.
Lambat laut mereka terus bertambah besar, dan mereka mendapatkan
ketenangan dan kenyamanan di tempat tersebut, sehingga dikabarkan mereka
menempati hampir sebagian besar kawasan Yastrib. Di antara dari kalangan
mereka yaitu: Bani Quraydha, Bani Nadhir, Bani Qaynuqa, Bani Mathar, dan
20
Bani Za‟ura. Mereka adalah kelompok mayoritas disamping kelompok mereka
sangat beragam.
Dan yang terakhir yaitu Suku Arab yang tidak lepas dari konflik dan
peperangan antar kabilah serta suku-suku yang ada di kawasan Arab. Sehingga
peperangan tidak bisa terelakan, terutama akibat dari perilaku para pemuka yang
mulai tidak adil. Salah satunya mereka memperlakukan yang berada di Yatsrib
secara tidak manusiawi dan kasar. Dalam cerita peperangan tersebut antara lain
dapat digolongkan sebagai berikut:
Perang antar Arab dan Persia
Peperangan antara sesama Bani Qahthan
Perang antara Bani Qahthan dan Bani Adnan
Perang antar sesama Bani Rabi‟ah
Perang antara Bani Rabi‟ah dan Bani Tamim
Perang antara sesama Bani Qeis
Perang anatara Bani Qeis dan Kinanah
Perang antara Bani Qies dan Bani Tamim
Perang antara Bani Dhibbah dan Kabilah Lain
Peperangan terpisah pisah di berbagai tempat. Sehingga dari peperangan tersebut
tampak jelas bahwa tabiat masyarakat Arab jahiliyah sungguh berkelindan dengan
fanatisme kekabilahan (kesukuan). Namun uniknya, sesuai dengan apa yang telah
dituturkan, bahwa berbagai peperangan yang terjadi di Arab justru menjadikan
banyak sumber inspirasi yang melahirkan kesusastraan Arab bermutu tinggi baik
21
dalam bentuk puisi maupun prosa. Semua peperangan yang telah dipaparkan
diatas terjadi sebelum Muhammad dan Islam hadir sebagai pembawa
perdamaian.16
E. Masa Jahiliyah
Kata jahiliyah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud di sini bukan
jahl lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm17
Bangsa Arab sebelum Islam
sudah mengenal dasar-dasar beberapa cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam
hal seni sastra mereka telah mencapai tingkat kemajuan yang pesat. Akan teapi,
karena kemerosotan moral melanda mereka, maka label jahiliyah diberikan
kepada mereka. Syair-syair Arab Jahili amat kaya dengan informasi yang
berkaitan dengan peradaban mereka itu. Tentu saja al-Quran merupakan sumber
yang paling bisa dipercaya mengenai moral bangsa Arab menjelang dan pada saat
dakwah Islam mulai diserukan.
Pada masa itu, atau masa sebelum lahirnya Islam disebut zaman jahiliyah.
Zaman ini terbagi atas dua periode, yaitu jahiliyah pertama dan jahiliyah kedua.
Jahiliyah pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banyak yang
bisa diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyarakat
16
H.M.H. AL-Hamid AL Husaini, Membangun Peradaban Sejarah Muhammad SAW sejak
sebelum diutus Nabi. Pustaka HIdayah. Bandung, 2010. H. 108-109 17
Al-Hilm secara bahasa berarti tidak bergegas. Al-Hilm adalah diatidak tergesa-gesa menjatuhkan
hukuman kepada orang yang bersalah untuk memberi kesempatan baginya untuk memperbaiki
kesalahan-nya. Dari sinilah muncul arti kata penyantun Syafi‟ie El-Bantanie, 99 Rahasia
Keajaiban Asmaul Husna (Jakarta : PT Wahyu Media, 2009), h. 64.
22
pendukungnya. Adapun jahiliyah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas.
Zaman jahiliyah kedua ini berlangsung kira-kira 150 tahun sebelum Islam lahir.18
Bangsa Arab juga memiliki beberapa pasar tempat mereka berkumpul
untuk membacakan syair dan melakukan transaksi jual beli. Pasar-pasar itu
terletak di dekat Mekkah, yang terpenting di antaranya ialah Ukadh, Majinnah dan
Dzul Majaz. Setiap tahun di pasar Ukadh diperlombakan pebacaan syair. Tujuh
Syair terbaik kemudian ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di Ka‟bah
dekat dengan patung pujaan mereka. Ka‟bah sudah sejak lama sebelum Islam
selalu dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk
melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, di Mekkah berdirilah pemerintahan
untuk melindungi jamaah haji dan menjamin keamanan serta keselamatan mereka.
Di tetapkan pula kesepakatan larangan berperang di kota itu, di samping larangan
berperang selama bulan-bulan tertentu.
Beberapa kabilah yang pernah menguasai Mekkah antara lain Amaliqah,
Jurhum, Khiza‟ah dan yang trekahir Quraisy. Quraisy di bawah pimpinan Qushai
merebut kekuasaan dari tangan Khuza‟ah pada sekitar tahun 400 M. Qushai
mendirikan dar al-nadwah untuk tempat bermusyawarah bagi penduduk Mekkah.
Selain itu, ia juga mengatur urusan-urusan yang berkaitan dengan Ka‟bah dengan
membentuk al-siqayah, al-rifadah, al-liwa dan al-hijabah. Keempat badan ini
secara turun temurun dipegang oleh anak cucu Qushai sampai kepada Abd al-
Muthalib, kakek Rasulullah saw19
.
18
_________ Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa kLasik HIngga Modern. LESFI, Yogyakarta,
2004. H. 18 19
_________ Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa kLasik HIngga Modern. LESFI, Yogyakarta,
2004. H. 19
23
Sebagian besar bangsa Arab Jahhiliyah adalah penyembah berhala. Setiap
kabilah memiliki patung sendiri, sehingga tdak kurang dari 360 patung bertengger
di Ka‟bah yang suci itu. Ada empat patung yang terkenal, yaitu Lata, Uzza,
Manah dan Hubal miliki kabilah Quraisy. Mereka menyembah patung dengan
maksud mendekatkan diri kepada Allah.
Di kalangan penduduk Hirah dan Ghassaniah tersebut agama Nasrani
melalui Bizantium, demikian pula Najran agama ini masuk melalui Habsyi. Pusat-
pusat agama Yahudi terdapat di Taima, Wadi al Qura, Fadk, Khaibar dan yang
terpenting adalah Yastrib. Dalam pada itu, di bagian timur Jazirah Arab yang
berbatasan dengan Persia tersebar agama Majusi. Semua agama dan keepercayaan
itu terdesak oleh Islam ketika ajaran tauhid ini memancarkan sinarnya dari
jantung Jazirah Arab pada abad ke tujuh Masehi.20
20
_________ Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa kLasik HIngga Modern. LESFI, Yogyakarta,
2004. H. 20
24
BAB III
KEKUASAAN DAN POLITIK DI NEGERI ARAB
Politik dan kekuasaan di Negeri Arab tidak bisa terlepas dari kehidupan
kepindahan kabilah-kabilah dan suku-suku; dalam sejarahnya negeri Arab terbagi
di antara para kabilah-kabilah yang tinggal di dalamnya. Syaikh Shafiyurrahman
dalam Sirah Nabawinya menjelaskan bahwa kabilah-kabilah yang dimaksud
pertama ialah mereka yang tinggal dekat dengan Hirah berafiliasi dengan raja
Arab yang ada di Hirah; dan kedua kabilah-kabilah yang tinggal di gurun syam
berafiliasi dengan Ghasassinah. Namun praktik mereka hanya sekedar nama,
sedangkan dalam kesehariannya tidaklah demikian. Sementara kabilah-kabilah
yang tinggal di dalam jazirah, mereka memiliki kemerdekaan mutlak.
A. Kondisi Politik
Adapaun pemerintah Hijaz merupakan pemerintahan yang dihormati oleh
orang-orang Arab, dan dipandang sebagai pemimpin pusat agama. Pada
hakikatnya, pemerintahan tersebut merupakan perpaduan antara kepemimpinan
duniawi dan kepemimpinan agama. Pemerintahan tersebut mengatur orang-orang
Arab dengan mengatasnamakan kepemimpinan agama dan berkuasa di tanah
haram (Mekkah). Negeri-negeri yang dikuasainya pun mencipta bentuk
pemerintahan yang mengatur kepentingan orang-orang yang mendatangi Ka‟bah,
dan melaksanakan hukum syariat Ibrahim. Pemerintahan tersebut memiliki badan-
25
badan seperti parlemen. Tetapi pemerintahan ini lemah tidak mampu memikul
beban, sebagaimana terlihat jelas pada saat diserang oleh orang-orang Habasyah21
.
Dilihat dari tatanan sosial, Masyarakat Arab terbagi dalam berbagai
macam kelompok dan status sosial yang masing-masing di antaranya memiliki
kondisi yang berbeda. Di kalangan bangsawan, hubungan seorang lelaki dengan
keluarganya (istrinya) sudah berada pada tingkat kemajuan. Mereka diberikan
kebebasan berpikir dan berbicara dalam porsi cukup besar. Mereka juga dihormati
dan dilindungi. Sementara hubungan perempuan dan laki-laki di luar bangsawan
justru sebaliknya. Sehingga kondisi mereka lemah, ke-jahil-an tersebar luas,
demikian pula khurafat.
Begitu juga dalam kondisi ekonomi, cara kehidupan orang-orang Arab
dengan berdagang. perdagangan merupakan sarana terbesar untuk menghasilkan
berbagai kebutuhan hidup. Perjalanan untuk berdagang tidak dilakukan kecuali
dalam keadaan aman. Masyarakat Arab jahiliyah adalah masyarakat yang paling
jauh dari industri, kemiskinan mereka juga merata. berbeda dengan masyarakat
disekitaran Yaman, Hirah Syam, yang terdapat banyak industri-industri
ekonomi22
.
B. Peristiwa Perjuangan Politik Islam di Makkah
Perjuangan politik Islam di Makkah merupakan perjuangan awal kaum
Muslim mengeksistensikan dirinya sebagai agama yang memberikan rahmat
kepada alam dan manusia serta yang dirahmati Allah SWT. Dalam banyak
21
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.25-26 22
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.43
26
literatur sejarah, dinyatakan bahwa Darul Arqam sebagai pusat pergerakan dan
merupakan markas kepemimpinan dakwah yang secara penuh dikendalikan oleh
Rasulullah.
Kepindahan ke Darul Arqam ini disebabkan oleh konfrontasi yang terjadi
antara orang-orang Quraisy dengan Sa‟ad bi Abi Waqqash. Mengenai hal ini Ibnu
Ishaq menuturkan,
“seperti biasanya, para sahabat melaksanakan shalat secara sembunyi-
sembunyi di celah-celah bukit yang banyak terdapat di luar kota Mekkah.
Mereka menyelinap dan bersembunyi agar tidak terlihat oleh kaumnya.
Akan tetapi setelah pusat kepemimpinannya dipindahkan ke Darul Arqam,
maka jadilah tempat tersebut sebagai markas baru yang mengendalikan
pergerakan dakwah secara rahasia. Di sinilah proses taqqi berlanjut. Para sahabat
juga mendengarkan wahyu-wahyu baru yang diturunkan kepada Rasulullah,
menyimak bacaan al-Quran, dan Nabi pun tak henti-hentinya menyuruh agar para
sahabatnya terus berdzikir. Di markas yang baru inilah para sahabat melaporkan
berbagai keluhan dan misi yang mereka emban, dan Rasulullah pun memberikan
petunjuk dan arahan kepada mereka. Seolah-olah mereka benar-benar dididik di
hadapan Allah dan tidak diragukan lagi kelompok inilah yang nantinya menjadi
permata hati Rasulullah.23
Salah satu dari alasan daripada Rasulullah memilih darul arqam menjadi
pusat pergerakan karena antara lain sebagai berikut:
23
Muhammad Ali Ash-Shalabi, Sejarah Lengkap Rasulullah. Pustaka Al-kautsar, Jakarta Timur,
2012. H.99
27
“Keislaman Al-Arqam bin Abi AL-Arqam belum cukup dikenal. Dengan
demikian, orang-orang Quraisy tidak akan menyangka bahwa Rasulullah
dan para sahabat akan mengadakan pertemuan di rumahnya.”
Al-Arqam berasal dari Bani Makhzum. Bani Makhzum adalah kabilah
yang terlibat konflik dengan Bani Hasyim. Andaipun keislaman al-Arqam dikenal
orang banyak, akan sangat sulit bagi seseorang untuk menduga bahwa pertemuan
akan berlangsung di rumahnya. Sebab itu sama artinya Nabi Muhammad, yang
notabene adalah dari Bani Hasyim, berulah di sarang musuh.
Al-Arqam adalah pemuda berusia 16 tahun yang sudah masuk Islam, dan
orang Quraisy pun tidak akan berpikir bahwa Muhammad dan para sahabat beliau
akan mengadakan pertemuan di rumahnya. Bahkan, menurut degaan mereka,
besar kemungkinan petemuan itu akan diadakan di rumah para sahabat seniornya
atau bahkan di rumah beliau sendiri.
Atas dasar itu, pemilihan rumah al-Arqam ini mempunyai hikmah yang
jelas nyata terlebih jika dilihat dari segi keamanan dan kerahasiaan dakwah.
Buktinya, belum pernah ada suatu riwayat yang menyatakan bahwa oang-orang
Quraisy melancarkan pengepungan terhadap rumah ini dan membubarkan
pertemuan yang diadakan Nabi Muhammad.24
Selanjutnya perjuangan politik Islam di masa Mekkah terus dilakukan
Rasul beserta para sahabatnya untuk memupuk kekuatan dakwah terhadap hinaan
dan pendzaliman para kafir Quraisy di Mekkah. Bahkan Nabi pun melakukan
hubungan dengan orang-orang dari Yatsrib. Hal ini terlihat saat enam orang dari
24
Muhammad Ali Ash-Shalabi, Sejarah Lengkap Rasulullah. Pustaka Al-kautsar, Jakarta Timur,
2012. H.101-102
28
penduduk Yastrib telah memeluk Islam pada musim haji tahun kesebelas dari
keNabian, dan mereka berjanji kepada Rasulullah untuk menyebarkan risalah
beliau ditengah-tenagah kaumnya. Sebagai hasilnya pada musim haji tahu kedua
belas keNabian (Juli 621 M), dua belas orang datang menemui Rasulullah, yang di
antara dari dua bleas orang tersebut terdapat lima dari enam orang yang pernah
menemui Rasulullah pada tahun sebelumnya. Mereka antara lain: Muazd bin al-
Harits, Ibnu Afra, dari Bani an-Najar (dari Khazraj), Dzakwan bin Abdul Qais,
dari Bani Zariq (dari Khazraj), Ubadah bin Shamit, dari Bani Ghanam (dari
Khazraj), Yasid bin Tsa‟labah, dari sekutu bani Ghanam (dari Khazraj), Al-Abbas
bin Ubadah bin Nadhlah, dari Bani Salmi (dari Khazraj), Abul Haitsam bin at-
Tihan, dari Bani Abdul Asyhal (dari Aus), Uwain bin Sa‟idah dari Bani Amer bin
Auf (dari Arab). Nama-nama diatas itu kemudian memberiat bai‟at kepada
Rasulullah di Aqobah, Mina.25
Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah
menjelaskan bahwa bai‟at yang dilakukan oleh kelompok dari Aus dan Khazraj
itu adalah bai‟at untuk tidak menyekutukan Allah. Dari sinilah selanjutnya pada
musim haji telah berakhir, mereka yang melakukan baiat kepada Nabi diutus atau
menjadi duta pertama ke Madinah. Tujuannya tidak lain untuk mengajarkan
hukum-hukum Islam dan pemahaman agama kepada Muslim yang ada di sana.
Rasulullah pun mengutus salah satu sahabat awal yaitu Mush‟ab bin Umair al-
Abdari RA. Ia beserta koleganya mulai menyebarkan Islam di tengah-tengah
penduduk Yastrib. Menjelang datangnya musim haji berikutnya, yaitu musim haji
25
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.194
29
tahun ketiga belas, Mush‟ab bin Umair kembali ke Mekkah membawa berita
gembira kepada Rasulullah. Ia kemudian menceritakan kepada beliau perihal
kablah-kabilah Yastrib berikut kebaikan dan kekuatan mereka26
.
Rombongan mereka pun kemudian datang dan ketika di perjalanan
diantara mereka saling bertanya yang antara lain sebagai berikut:
“Sampai kapan kita membiarkan Rasulullah dihardik dan diancam ketika
beliau berkeliling berda‟wah di bukit-bukit Mekkah? Selepas rombongan
mereka sampai di Mekkahterjadilah kesepakatan antar kedua belah pihak
untuk berkumpul pada pertengahan hari-hari tasyrik di lembah yang
bernama Aqobah, dilakukan secara rahasia pada malam hari. Setelah
semuanya hadir kemudian ditetapkanlah perjanjian keagamaan”
Sebagai pembicara pertamanya adalah Abbas bin Abdul Muthalib, paman
Rasulullah, yang menjelaskan kepada mereka pentingnya tanggungjawab yang
akan mereka pikul sebagai konsekuensi dari perjanjian itu. Yang isinya sebagai
berikut:
Wahai orang-orang Khazraj (orang-orang Arab menamakan kaum Anshar
orang-orang Khazraj, maupun juga Aus) sebagai mana kalian ketahui,
Muhammad adalah kerabat kami. Kami melindungi dari gangguan orang-
orang yang sependapat dengan kami mengenai dia. Ia mendapat
perlindungan dari kerabatnya sendiri dan di negerinya sendiri. Tetapi, ia
menginginkan untuk bergabung dengan kalian. Jika kalian bersungguh-
sunggguh akan setia kepadanya dan kepada agama yang diserukannya,
dan kalian sanggup melindunginya dari gangguan orang-orang yang
memusuhinya, maka tanggung jawab keselamatannya kami serahkan
kepada kalian. Teapi jika kalian tidak sanggup melindunginya dan hendak
kalian serahkan kepada musuh-musuhnya setelah ia bergabung dengan
kalian, maka mulai sekarang tinggalkan saja dia, karena ia sudah berada
dibawah perlindungan kerabatnya di negerinya sendiri.27
Adapun isi dari bai‟atnya adalah sebagai berikut:
26
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.199 27
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.202
30
Berjanji untuk taat dan setia kepada Nabi baik dalam keadaan sibuk
maupun senggang.
Berjanji untuk tetap berinfaq baik dalam keadaan lapang maupun dalam
keadaan sempit.
Berjanji untuk melakukan amar maruf dan nahi mungkar.
Berjanji untuk tetap teguh membela kebenaran karena Allah, tanpa rasa
takut dicela oleh orang yang mencela.
Setelah itu mereka menjabat tangan Nabi seraya mengucapkan, “Demi
Allah yang telah mengutusmu sebagai Nabi dengan membawa kebenaran, kami
berjanji akan membelamu sebagaiama kami membela diri kami sendiri.” Pada saat
bersamaan pula salah satu dari kalangan mereka, Abul Haitsam bin Taihan,
berkata, “kalau semuanya itu telah kami lakukan, kemudian Allah memenangkan
engkau (dari kaum musyrik), apakah engkau akan kembali lagi kepada kaummu
dan meninggalkan kami?” Kemudian Rasullah menjawab yang diawali dengan
senyum sebagai berikut, “darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku; aku
bagian dari kamu, dan kamu bagian dari aku. Aku akan berperang melawan siapa
saja yang memerangimu, dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai
denganmu.”28
Setalah pelaksanaan bai‟at tersebut, Rasulullah meminta dihadirkan dua
belas orang dari mereka sebagai wakil (naqib) dari kaumnya. Mereka
bertanggungjawab atas pelaksanaan isi bai‟at tersebut. Pemilihanpun dengan
segera dapat dilaksanakan, dari mereka terpilih Sembilan orang dari kabilah
28
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.202-205
31
Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus. Mereka itu adalah sebagai berikut: dari
kabilah Khazraj: As‟ad bin Zararah bin Adas, Sa‟d bin Rabi‟bin Amru, Abdullah
bin Rawahah bin Tsa‟labah, Rafi‟ bin Malik bin al-Ajlan, Al-Barra bin Marur bin
Shakhar, Abdullah bin Amru bin Haram, Ubadah bin Shamit bin Qais, Sa‟d bin
Ubadah bin Dulaim, Al-Mundzir bin Amru bin Khunnis. Sementara dari Kabilah
Aus: Usaid bin Hudhair bin SImak, Sa‟d bin Khaitsamah bin al-Harits, Rifa‟ah
bin Abdul Mundzir bin Zubair. Setelah pemilihan para wakil itu, Nabi
mengadakan perjanjian yang lain dengan mereka sebagai para pemimpin. Nabi
kemudian berkata, “selaku pemimpin dari tiap-tiap kaumnya, kalian memikul
tanggung jawab atas keselamatan kaumnya sendiri-sendiri, sebagaimana kaum
hawariyyin (12 orang murid Nabi Isa) bertanggung jawab atas keselamatan Isa
Putera Maryam. Sedangkan aku bertangungjawab atas kaumku sendiri (yakni
kaum muslimin di Mekkah).” Mereka pun kemudian menyetujui apa yang beliau
ucapkan.29
C. Peristiwa Perjuangan Politik Islam di Madinah
Peristiwa perjuangan politik Islam di Madinah dimulai setelah bai‟at Aqobah, di
mana Islam berhasil mendirikan suatu negara di tengah-tengah tanah gersang yang
dulunya dipenuhi oleh kekufuran. Hal ini merupakan prestasi penting yang diraih
oleh Islam pada fase awal. Atas desakan yang dilakukan kaum Quraisy kepada
Nabi dan pengikutnya maka Nabi mengusulkan untuk hijrah ke Yatsrib yang
29
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H.207
32
kemudian dikenal dengan Madinah (kota Nabi). Kaum Muslim pun berencana
melakukan hijrah, sementara kaum kafir Quraisy, setelah mengetahui rencana
berhijrah umat Muslim, pun mulai menghalangi dengan segala cara. Meskipun
demikian kaum muslim tetap keluar meninggalkan Mekkah secara silih berganti.
Bahkan setelah dua tahun lebih dari bai‟at Aqobah kedua tidak ada kaum
Muslimin yang tersisa di Mekkah, kecuali Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali.
Sementara itu Rasulullah telah mempersiapkan diri sambil menunggu perintah
hijrah; demikian pula Abu Bakar.30
Peristiwa hijrah ke Madinah ini menambah berang kaum Quraisy. Sebab
mereka mengetahui bahwa Madinah merupakan tempat strategis bagi
perdagangan yang melewati pantai-pantai di Laut Merah, dari Yaman ke Syam.
Bahkan dalam setiap tahun penduduk Mekkah membawa perdangangan ke Syam.
Sebab itu apabila kemudian dakwah Islam tepusat di Madinah dan penduduknya
melakukan perlawanan terhadapnya, maka itu akan menjadi semacam bahaya
besar yang mengancam keberadaan orang-orang Quraisy Mekkah. Oleh
karenanya, mereka pun kemudian mencari cara untuk menghadapi dan
menghadang umat Muslim. Para kaum Quraisy juga sepakat untuk membunuh
Muhammad dan mengepung rumahnya.31
Sementara Nabi Muhammad beserta Sahabat setia Abu Bakar berusaha
meninggalkan rumahnya dan keluar dari Mekkah melalui pintu kecil di belakang
menuju Goa Tsur, ke arah Yaman. Rasulullah meninggalkan rumahnya pada
malam dua puluh tujuh shafar tahun empat belas dari keNabian atau 12/13
30
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H. 210 31
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H. 216
33
September 622 M. Beliau berdua menempuh arah jalan yang berlawanan, yaitu
jalan yang terletak di sebelah selatan Madinah, arah menuju Yaman, sampai tiba
disuatu gunung Tsur.32
Selanjutnya pada hari Senin tanggal 8 Rabiul Awal tahun keempat belas
dari keNabian, yaitu tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 23
September 622 M, Rasulullah beserta para sahabatnya tiba di Quba. Rasulullah
kemudian tinggal di rumah Kultsum bin al-Hadam, pendapat lain mengatakan
tinggal di rumah Sa‟d bin Kaitsamah. Menurut Syaikh Shafiyurrahman pendapat
pertama adalah yang kuat. Beliau singgah selama empat hari. Di sana kemudian
beliau mendirikan masjid pertama yang didirikan atas dasar ketaqwaan setelah
keNabian. Hari itu merupakan yang sangat bersejarah. Suara tahmid menggema di
rumah-rumah sebagai ungkapan kegembiraan. Kaum Anshar mengalunkan bait
bait syair nya sebagai berikut:
“bulan purnama telah bersinar menerangi kami
Dari staniyyat Wada‟.
Kita wajib bersyukur atas kedatangan seorang da‟i
Yang menyeru kepada Allah.
Wahai Nabi yang diutus kepada kami
Engkau datang membawa perkara yang ditaati.”
Secara keseluruhan kaum Anshar tidaklah kaya raya, tetapi setiap mereka
mengharapkan Rasulullah tinggal di rumahnya, dan mereka mengatakan, “mari
menuju kekuatan, dan perlindungan.33
Dengan demikian jadilah Madinah sebagai
satu tempat yang dihuni kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka saling berbagi
32
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H. 225 33
Syaikh Shafiyurrahman al mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Dar al-Hadits, Kairo. H. 236
34
harta, tempat, makanan, dan tanggungjawab keislaman. Di antara beberapa
kediaman yang dijadikan tempat penampungan yaitu sebagai berikut:
Kediaman Mubsyir bin Abdul Mundzir bin Zanbar, di Quba, yang
ditempati sekelompok kaum Muhajirin, baik itu laki-laki ataupun kaum
wanita. Sahabat Umar ibn Khatab beserta keluarganya juga berkumpul di
kediaman tersebut.
Kediaman Khubaib bin Isaf, saudara bani AL-Harist bin AL-Khazraj di
As-sanh ditempati oleh Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman beserta ibunya
dan Shuhaib bin Sinan.
As‟ad Zurarah dari Bani An-Najjar, ditempati oleh Hamzah bin Abdul
Muthalib.
Kediaman Sa‟ad bin Khaitsamah, saudara bani AN-Najjjar, disebut dengan
Bait al-Uzzab (rumah para bujangan), ditempati oleh sekelompok kaum
Muhajirin yang belum menikah.
Kediaman Abdullah bin salamah saudara Bal‟ajlan di QUba, ditempati
oleh Ubaidah bin AL-Harist dan ibunya, Sakhilah, Mistah bin Ustastah bin
Ubbad bin Al-Muthalib, dan steeterusnya mereka semua tinggal di rumah
Abdullah bin Salamah di Quba.
Kediaman bani Jahjabati. Penghuninya adalah Mundzir bin Muhammad
bin Uqbah, ditempati oleh ZUbair bin Al-Awwam dan istrinya, Asma binti
Abu Bakar, serta Abu SIbrah bin Abi Wahab beserta istrinya, Ummu
Kulstum bin Suhail.
35
Rumah bani Abdul Asyhal dan orang yang menampung adalah Sa‟ad bin
Muadz binn An-Numan dari bani Abdul Asyhal, ditempati oleh Mush‟ab
bin Umair dan istrinya, Hamnah binti Jahsy.
Kediaman Bani An-Najjar. Penghuni yang menampungnya adalah Aus bin
Tsabit bin AL-Mundzir. Rumah tersebut ditempati oleh Ustman bin Affan
dan istrinya, Ruqoyyah binti Rasulullah.
Dengan demikian selesailah pelaksanaan pembai‟at tempat dan jaminan
social (takaful) yang menjadi unsur penting bagi Rasulullah dan sahabat-sahabat
beliau. Dengan jiwa tinggi, keimanan kokoh dan kejujuran berinteraksi,
sempurnalah tali persaudaraan dan harmonisasi antara kaum Muhajirin dan
Anshar. Sehingga setiap orang yang memeluk Islam, setiap orang yang dibaiat
dan setiap orang yang telah memeluk Islam dan dibaiat, mereka semua
mengerjakan apa yang telah diperintahkan dan membersihkan ucapan mereka,
karena mereka takut kepada Allah, baik secara sembunyi ataupun rahasia, iman
yang terpatri dalam jiwa mereka membuat mereka dengan suka rela menampung
kaum Muhajirin. Semua orang bahkan bekerja demi kemaslahatan keseluruhan,
terciptalah ukhuwah islamiyah dan semua menginginkan pahala. Inilah yang
disebut dengan tanggungjawab bersama atau tanggungjawab masyarakat dalam
gambaran yang paling jelas dan faktanya lebih suci.34
34
Muhammad Ali Ash-Shalabi, Sejarah Lengkap Rasulullah. Pustaka Al-kautsar, Jakarta Timur,
2012. H. 274-275
36
D. Perundingan dan Perjanjian dengan Umat Non-Muslim
Selanjutnya, Kondisi Madinah ketika hijrah tidaklah berarti tidak ada
persoalan sosial dan politik masyarakat, melainkan terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi sebagian besar umat Muslim seperti diantaranya:
masalah perbedaan kondisi antara Madinah dan Mekkah di mana di Madinah
perkara kaum Muslim ada di tangan mereka sejak awal. Maka sebab itu, sudah
saatnya mereka menghadapi masalah-masalah peradaban, meliputi kehidupan dan
ekonomi; politik dan pemerintahan; damai; serta koreksi total dalam masalah halal
dan haram, ibadah akhlak dan masalah kehidupan yang lain. Begitu juga kaum
Musyrikin Madinah yang merupakan bagian dari kabilah-kabilah asli Madinah.
Mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap kaum Muslimin. Begitu juga orang-
orang Yahudi di Madinah, yang sudah menetap sejak zaman penyiksaan orang-
orang Asyuri dan Romawi. Rasul pun juga tidak akan datang dari keturunan
mereka. Di Madinah juga banyak penduduk Yahudi yang hidup di dalam dan di
sekitar kota dalam keadaan terpisah-pisah, tetapi terlindung oleh benteng-benteng
suku masing-masing. Hal itu disadari oleh Rasul sebagai potensi pemecah belah
antar masyarakat Madinah. Makanya, untuk menjaga keamanan dan pertahanan,
dibuatlah sebuah piagam, yang dikenal dengan nama Piagam Madinah yang
menjadi sebuah perjanjian paling toleran saat itu dalam sejarah, sebagai simbol
persatuan masyarakat Madinah. Sampai saat ini Piagam Madinah telah dipandang
sebagai salah satu dari dokumen terbesar dalam sejarah.35
35
Afzalur rahman, Muhammad Sebagai Pemimpin Militer. YAPI, Jakarta, 1990. H.256
37
Perjanjian itu merupakan perjanjian antara Muhajirin dan Anshar pada sisi
lain, dan pada sisi yang lain lagi perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan non-
Muslim lainnya. Beberapa poin yang dipersetujukan ialah menjamin hak-hak
sosial dan keagamaan orang Yahudi dan non-Muslim maupun kaum Muslimin
serta menentukan pula kewajiban-kewajiban mereka. Piagam ini sejatinya
menguatkan status agama, politik dan sosial orang-orang Yahudi dan non-Muslim
di dalam masyarakat di mana dokumen itu mempunyai ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
Setiap suku dan kelompok harus mengatur urusannya sendiri dan
menyelesaikan perselisihan-perselisihan dan pertengkarannya sendiri,
sesuai dengan hukum atau adatnya sendiri.
Pihak Yahudi atau muslimin tidak boleh lansung memasuki ikatan fakta
persetujuan, kapan pun dan dengan puhak mana pun yang tinggal di luar
Madinah.
Dalam hal peperangan yang terjadi di luar batas kota Madinah penduduk
Madinah tidak boleh dipaksa untuk berperang memihak salah satu dari
pihak yang berperang itu.
Orang-orang Yahudi harus (turut) menyumbang biaya apabila mereka
berperang bersama kaum muslimin melawan musuh bersama.
Setiap suku atau kelompok bebas memeluk agamanya; orang Yahudi
melaksanakan agama mereka, kaum muslimin mengamlkan agama
mereka.
38
Apabila terjadi serangan dari luar, setiap pihak akan saling membantu.
Apabila salah satu phak terlibat dalam perang, pihak lain harus membantu,
dan apabila salah satu pihak mengadakan perdamaian dengan sesuatu
golongan, yang lainnya harus berdamai pula besamanya. Tidak ada pihak
yang boleh melindungi orang-orang Quraisy Mekkah.
Kota Madinah harus dianggap suci dan tidak boleh dinodai oleh pihak-
pihak yang mengikat persetujuan ini.
Dalam segala perselisihan yang timbul antara pihak-pihak di Madinah,
Muhammad adalah penengahnya, dan keputusannya adalah keputusannya
terakhir.
Dua ketentuan terakhir sangatlah penting, karena mereka mengakui Nabi sebagai
kepala negara Madinah dan pemimpin rakyat serta menjadikan Madinah sebagai
kota suci. Perjanjian ini sangat membantu menguatkan pertahanan Madinah,
setidak-tidaknya secara politis dan psikologis. Sebab kepentingan penduduk
Madinah menjadi sama, keuntungan dan kerugian, kemenangan dan kekalahan,
menjadi urusan bersama. Semuanya menjadi kesatuan untuk pertahanan
Madinah.36
36
Afzalur Rahman, Muhammad Sebagai Pemimpin Militer. YAPI, Jakarta, 1990. H.257-259
39
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI IDENTITAS
SISTEM POLITIK ISLAM
A. Dakwah Nabi: Tekanan dan Penentangan Kaum Quraisy
Rasulullah melaksanakan tugas risalah selama 13 tahun di Mekkah dan 10
tahun di Madinah. Dakwah dalam periode Mekkah ditempuh melalui tiga tahap.
Tahap pertama adalah dakwah secara diam-diam. Yang menjadi dasar dimulainya
dakwah ini adalah surat al-Muddatsir ayat satu sampai tujuh. Dalam tahap ini
Rasulullah mengajak keluarga yang tinggal serumah dan sahabat-sahabat
terdekatnya agar meninggalkan agama berhala dan beribadah hanya kepada Allah
semata. Dalam fase ini yang pertama menyatakan beriman adalah Siti Khadijah,
Ali ibn Abi Thalib dan Zaid ibn Haritsah. Dari kalangan sahabat, Abu Bakar lah
yang segera menyatakan keimanannya, kemudian diikuti oleh Utsman ibn Affan,
Zubair ibn Awam, Saad ibn Abi Waqqash, Thalhah ibn Ubaidillah, ABd al-
Rahman Ibn Auf, Abu Ubaidilah ibn Jarrah, Arqam ibn Abi al-Arqam, Bilal ibn
Rabah dan beberapa penduduk Mekkah yang lain. Rasulullah mengajarkan Islam
kepada beberapa penduduk Mekkah yang lain. Rasulullah mengajarkan Islam
kepada mereka di rumah Arqam ibn Abi al-Arqam. Mereka menjalankan ajaran
agama baru ini secara sembunyi-sembunyi sekitar tiga tahun lamanya37
.
Tahap kedua adalah dakwah semi terbuka. Dalam tahap ini Rasulullah
menyeru keluarganya dalam lingkup yang lebih luas berdasarkan surat al-syuara
37
H. Rus‟an. Lintas Sejarah Islam di zaman Rasulullah saw. Wicaksana, Semarang, tahun 1981.
H. 19
40
ayat 214. Yang menjadi saasarn utama seruan ini adalah bani Hasyim. Sesudah itu
Rasulullah memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh penduduk Mekkah
setelah turun ayat 15 surat al-Hijr. Langkah ini menandai dimulainya tahap ketiga,
yaitu dakwah terbuka. Sejak saat itu Islam menjadi perhatian dan pembicaraan
penduduk Mekkah. Dalam situasi seperti itu Rasululah meningkatkan kegiatannya
dan memperluas jangkauan seruannya, mempergunakan segala sarana; politik,
ekonomi, perkawinan, perdamaian, surat menyurat, khususnya kemudian yang
terakhir dilakukan oleh Rasulullah stelah Hijrah ke Madinah dan menjadi Kepala
Negara. Sehingga, kekuasaan dan otoritasnya tidak lagi terbatas kepada penduduk
Mekah, melainkan kepada setiap orang yang datang ke Mekkah terutama pada
musim haji.38
Ketika gerakan Rasulullah makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah
banyak dan seruannya makin tegas dan lantang. Orang-orang Qurasiy terkejut dan
marah. Mereka bangkit menentang dakwah Rasulullah dan dengan berbagai
macam cara berusaha menghalang-halanginya.39
Kelompok yang paling keras menekan dan mengolok-olok serta
mengganggu Rasulullah SAW di kalangan Musyrikin Quraisy antara lain:
Paman Rasulullah yang bernama Abu Lahab Abdul Uzza bin Abdul Muthalib. Ia
tidak hanya memusuhi beliau saja, tetapi juga menganiaya dan menyiksa kaum
Muslimin. Ia seorang yang berkepala batu dan sangat keras mendustakan
keNabian Muhammad SAW. Abu lahab adalah tetangga Rasulullah, bahkan
sama-sama dari bani Abdul Muthalib, tetapi karena kebenciannya yang mendalam
38
Lihat al-quran surat asyuara ayat 26 dan al-hijr ayar 214 39
Ja‟far Shubani, ARRISALAH: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Lentera, Jakarta. Tahun
1996. H. 20
41
terhadap Islam dan kaum Muslimin ia tidak segan-segan melemparkan kotoran
binatang ke depan pintu rumah Rasulullah. Saking bencinya Abu Lahab kepada
Rasulullah, ia pun memerintahakan dua orang anak lelakinya, „Uthbah dan „Utaib
supaya mencerai istrinya masing-masing, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kaltsum,
dua orang puteri Rasulullah.
Abu Lahab meninggal di Mekkah ketika mendengar kekalahan kaum
Musyrikin Quraisy dalam perang Badr. Ia diserang sejenis penyakit cacar basah.
1. Al-Aswad bin „Abdi Yaghuts dari Bani Zuhrah, ia paman Rasulullah dari
pihak bundanya. Dalam hal lain, ia juga mengolok-olok dan menentang
Islam serta kaum muslimin dan serangan-serangannya tidak kalah dengan
tokoh-tokoh Musyrikin lainnya yang sezaman. Di tempat mana saja ia
melihat seorang atau beberapa orang pemeluk Islam, kepada kawan-
kawannya ia berkata: “lihat, itulah raja-raja dunia yang bakal mewarisi
singgasana Kisra di Persia!” bila bertemu Rasulullah ia bertanya
mengejek. Akibat perbuatannya yang melampaui batas itu, Allah
menimpakan adzab di dunia dan akhirat kepadanya. Pada suatu hari ia
keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan. Di tengah perjalanan ia
diserang tiupan angin panas hingga kulit mukanya gosong dan berubah
warnanya menjadi hitam. Pada akhirnya keluarganya tidak ada yang
mengenalinya. Ia hidup bergelandangan kebingungan dan mati kehausan
di tengah padang pasir.
2. Al-Harits bin Qais bin Adiy dari Bani Sahm. Ia termasuk kaum Musyrikin
Quraisy yang selalu mengganggu Rasulullah. Al-Harits bin Qais bin Adiy
42
dari Bani Sahm meninggal dunia pada saat sedang minum sehabis
kekenyangan makan ikan bergaram.
3. Umayyah dan Ubay, kakak beradik anak Khalaf. Keduanya termasuk yang
paling keras melancarkan gangguan terhadap Rasulullah dan paling gigih
mendustakan keNabian beliau. Pada suatu hari ubay datang kepada
Rasulullah membawa sepotong tulang kering, kemudian diremas-remas
dengan tangannya hingga hancur. Setelah itu ia berkata: “Hai Muhammad,
engkau mengatakan Tuhanmu dapat menghidupkan kembali tulang
belulang yang sudah hancur seperti ini. Cobalah minta kepada Tuhanmu
supaya menghidupkan tulang yang sudah hancur ini!”.
Mereka pun mendapatkan hukuman dari Allah; Umayyah mati dalam
perang Badr dibunuh oleh Khubaib dan Bilal bin Rabbah. Sedangkan
saudaranya, yaitu Ubay mati dalam perang Uhud terkena tombak
Rasulullah.
4. Al-„Ash bin Wa‟il As-Sahmiy, ayah Amr bin Al-„Ash. Ia termasuk orang
yang selalu mencemooh Rasulullah ketika putera Rasulullah wafat. Al-
„Ash bin Wa‟il As-Sahmiy mati terpelanting jatuh dan kakinya disengat
serangga berbisa dan tidak lama kemudian membengkak besar sekali.
Akibat kecelakaan itu ia meninggal dunia dalam usia 85 tahun.
5. An-Nahdr bin Al-Harits bin Alqomah bin Kaladah bin Abdi Manaf bin
Abdid-Dar; nama panggilan Abu Qaid. Ia terasuk orang Quraisy yang
paling keras mendustakan rasul, mengganggu beliau dan menganiaya
43
kaum muslimin yang lemah. Ia meninnggal menjadi tawanan perang dan
dihukum mati, pelaksanaannya dihukum mati oleh Ali bin Abi Thalib.
6. Abu Jahl bin Hisyam Al-Makhzumiy. Ia seorang yang sangat keras
melancarkan permusuhan terhadap Rasulullah, dan paling banyak
menganiaya serta menyiksa kaum muslimin. Dalam perang badar ia
dibekuk dalam keadaan setengah mati oleh dua orang kaka beradik anak
„afra, kemudian dipercepat kematiannya oleh Abdullah bin Mas‟ud.
7. Nubaih dan Munabbih, dua orang kakak-beradik anak Al-Hajjaj dari Bani
Sahm. Keduanya berbuat sama dengan kaum musrikin yang lainnya dalam
mengganggu dan mengejek Rasulullah. Nubaih dan Munabbih mati
terbunuh dalam perang Badr di tangan Ali bin Abi Thalib.
8. Zuhair bin Abi Umayyah, saudara seayah dengan Ummu Salamah. Zuhair
bin Abi Umayyah termasuk orang yang secara terang-terangan
menyatakan permusuhan terhadap Rasulullah dan dengan keras
mengingkari keNabiannya. Dalam perang badar Zuhair bin Abi Umayyah
jatuh sebagai tawanan perang, kemudian dibebaskan tanpa syarat oleh
Rasulullah. Beberapa waktu setelah kembali dalam perang badar Zuhair
bin Abi Umayyah meninggal dunia di Mekkah.
9. Uqbah bin Abi Mu‟aith nama aslinya adalah Aban bin Abi Amr bin
Umayyah bin Abdusy-Syams, dan dikenal pula dengan nama panggilan
Abul Walid. Ia termasuk seorang yang sangat keras mengganggu
Rasulullah. Uqbah bin Abi Mu‟aith menjadi tawanan dan dihukum mati
yang pelaksanaannya dilakukan oleh „Ashim bin Tasbit Al-Anshary.
44
10. Al-Aswad bin AL-Muthalib bin Asad bin Abdul-Uzza bi Qusyaiy, nama
panggilannya Abu Zamaah. Al-Aswad bin AL-Muthalib bin Asad bin
Abdul-Uzza bi Qusyaiy termasuk orang yang selalu mengejek-ejek
Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Al-Aswad bin AL-Muthalib
tertimpa dahan yang berduri dan matanya buta.
11. Hu‟aimah bin „Adiy bin Naufal bin Abdi Manaf, nama panggilannya Abu-
Rayyun. Ia termasuk kaum Musyrikin Quraisy yang selalu mengganggu,
mendustakan dan memaki-maki Rasulullah. Hu‟aimah bin „Adiy bin
Naufal bin Abdi Manaf menjadi tawanan dan dihukum mati.
12. Rukanah bin Abdi Yazid bin Hisyam bin Al-Muthalib. Ia sangat keras
memusuhi Rasulullah. Pada suatu hari ketika bertemu dengan Rasulullah
ia menantang Rasulullah sebab ia terkenal dengan kekuatan tenaganya
hingga belum pernah ada seorang yang dapat menjatuhkannya. Ia berkata,
aku tidak akan memeluk Islam sebelum engkau dpaat memanggil pohon
itu! Rasulullah kemudian memanggil pohon itu bergerak mendekati
Rasulullah. Akan tetapi Rukanah justru berkata: “sungguh itu merupakan
kekuatan sihir yang luar biasa!”
Mereka adalah orang-orang Musyrikin Quraisy yang sangat gencar
melawan dan menekan dakwah-dakwah Rasulullah. Sebagian besar dari mereka
adalah dari kerabatnya Rasulullah sendiri.40
Menurut Ahmad Syalabi yang ditulis
ulang dalam buku Sejarah Peradaban Islam: dari masa klasik hingga modern,
40
HMH. AL Hamid AL Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW. Yayasan al
hamidi, Jakarta, 1992. 362-366
45
ada lima faktor yang menyebabkan orang Quraisy menentang dakwah Rasulullah,
yaitu:
Persaingan Pengaruh dan Kekuasaan
Mereka belum bisa membedakan antara keNabian dengan kerajaan.
Mereka mengira memenuh seruan Rasulullah berarti tunduk kepada Abd
al-Muthalib. Hal ini menurut anggapan mereka akan menyebabkan suku-
suku Arab kehilangan pengaruhnya dalam masyarakat.
Persamaan Derajat
Rasulullah mengajarkan persamaan derajat di antara umat manusia. Hal ini
berlawanan dengan tradisi Arab Jahiliyah yang membeda-bedakan derajat
manusia berdasarkan kedudukan dan status social. Bangsawan Quraisy
belum siap menerima ajaran yang akan meruntuhkan tradisi dan dasar-
dasar kehidupan mereka.
Takut Dibangkitkan setelah Mati
Gambaran tentang kebangkitan kembali setelah mati sebagaimana
diajarkan Islam, sangat mengerikan di mata pemimpin-pemimpin Quraiys.
Oleh kaena itu mereka enggan memeluk Islam yang mengajarkan, bahwa
manusia akan dibangkitkan kembali dari kematiannya untuk
mempertanggungjawakan seluruh amal dan perbuatannya sewaktu hidup
di dunia.41
Taklid kepada Nenek Moyang
41
Ja‟far Shubani, ARRISALAH: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Lentera, Jakarta. Tahun
1996. H. 20
46
Bangsa Arab jahiliyah menganggap, bahwa tradisi nenek moyang
merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak boleh diganggu gugat.
Terlampau berat bagi mereka meninggalkan agama nenek moyangnya,
apalagi yang diajarkan Rasulullah itu bertolak belakang dengan
keyeakinan yang mereka anut.
Perniagaan Patung
Larangan menyembah patung dan larangan memahat dan
memperjualbelikannya merupakan ancaman yang akan mematikan usaha
pemahat dan pejual patung. Lebih dari itu, para penjaga Ka‟bah juga tidak
mau kehilangan sumber penghasilan dan pengaruh yang diperoleh dari
jasa pelayanan terhadap orang-orang yang datang ke Mekakah untuk
menyembah patung.
Penolakan kaum Quraisy terhadap Islam mendorong Rasulullah lebih
mengintensifkan dakwahnya. Semakin tegas dan lantang Rasulullah
mendakwahkan Islam, semakin keras permusuhan yang dilancarkan orang-orang
Quraisy terhadap beliau dan pengikutnya. Bermacam cara mereka tempuh untuk
menghentikan dakwah Rasululah dan membendung pertumbuhan agama baru ini,
mulai dari bujukan, ancaman, intimidasi, bahkan penyiksaan fisik. Tidak sedikit
sahabat Rasulullah yang menjadi korban kemarahan kaum Quraisy itu. Terhadap
Rasulullah sendiri mereka tidak berani melakukan gangguan fisik karena
kedudukan beliau sebagai bangsawan Quraisy dan dilindungi Abu Thalib, bahkan,
atas permintaan Abu Thalib, dilindungi oleh bani Hasyim dan Bani Muthalib,
47
kendati pun umumnya mereka waktu itu belum masuk Islam42
. Di antara salah
satu cotoh tekanan dan penyiksaan kaum Quraisy terhadap Rasulullah antara lain:
Suatu hari, Abu Jahal melihat Nabi di Shafa. Ia mencela Nabi. Nabi tidak
menanggapinya, tapi beranjak pulang. Abu Jahal pun bergabung dengan
kaum Quraisy yang berkumpul di samping Ka‟bah.
Pada hari yang sama, Hamzah, paman sekaligus saudara angkat Nabi,
pulang dari berburu sambil membawa panah dan busur. Seperti biasa,
setelah kembali ke Mekkah dan sebelum menjumpai anak dan kerabatnya,
ia ke kabah dahulu untuk tawaf. Sesudah itu, ia menemukan kumpulan
Quraisy di sekitar Ka‟bah untuk betegur sapa, baru kemudian pulang.
Budak perempuan Abdullah Jad‟an, yang kebetulan menyaksikan
perbuatan Abu Jahal tadi, menghadap Hamzah dan berkata, “Wahai Abu
Ammarah (julukan Hamzah), kalau saja anda berada di sini beberapa saat
lalu dan menyaksikan peristiwa yang saya saksikan, anda akan tahu
bagaimana Abu Jahal mencerca dan mengganggu keponakan anda.”
Kemudian ia segera memutuskan membalas Abu Jahal atas pelecehannya
terhdap kemenakannya itu. Ia kemudian menemukan Abu Jahal sedang
duduk bersama kelompok Quraisy. Tanpa omong, ia langsung mengangkat
busur dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga tengkoraknya luka.
“Engkau mencerca dia (Nabi) padahal aku sudah memeluk agamanya. Aku
42
Sejarah Peradaban Islam. Dari Masa Klasik Hingga Modern. LESFI, Yogyakarta, 2004. H. 26-
27
48
menempuh jalan yang ia tempuh. Jika mampu, ayo lawan aku,” tantang
Hamzah.43
Kebencian Musyrikin Quraisy terhadap Rasulullah makin meningkat
manakala mereka menyaksikan penganut Islam terus bertambah. Tidak hanya
penghinaan yang kemudian ditimpakan kepada Rasululah, melainkan juga
rencana pembunuhan yang disusun oleh Abbu Sufyan. Termasuk sahabat
Rasulullah yang menjadi sasaran kemarahan kaum Quraisy adalah Abdullah ibn
Mas‟ud, Bilal ibn Rabah seorang budak yang oleh Rasulullah dijuluki buah
permata dari Habsyi.
Menurut Thomas. W. Arnold dalam Sejarah Dakwah Islam
mengemukakan bahawa kegagalan Musyrikin Quraisy menghentikan dakwah
Rasulullah antara lain karena Rasulullah dilindungi bani Hasyim dan Bani
Muthalib. Menyadari hal itu mereka memboikot dua keluarga besar pelindung
Rasulullah itu, dengan memutuskan hubungan mereka dengan pihak luar berkenan
dengan perkawinan, jual beli, ziarah menziarahi dan lain-lain. Keputusan tertulis
tentang larangan ini digantungkan pada dinding Ka‟bah. Rasulullah dan para
pengikutnya serta Bani Hasyim dan Bani Muthalib terpaksa menyingkir ke Syi‟ib,
dan hanya bisa berhubungan dengan pihak luar pada bulan-bulan haji.
Pemboikotan ini berjalan selama tiga tahun dan baru berakhir ketika
Zuhair ibn Umayah dan beberapa kawannya mengambil surat pemboikotannya itu
dari Ka‟bah dan merobeknya. Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan
43
Ja‟far Shubani, ARRISALAH: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Lentera, Jakarta. Tahun
1996. H. 184
49
Rasulullah akibat pemboikotan itu, Abu Thalib, paman beliau dan khadijah, sitri
beliau meninggal dunia. Oleh karena itu tahun ini dikenal dengan am al-huzn
(tahun kesedihan). Dengan meninggalnya orang penting dari suku Quraisy
tersebut, mereka semakin berani melakukan penghinaan bahkan penganiayaan
terhadap beliau. Dalam pada itu Rasulullah mencoba pergi ke Thaif untuk
berdakwah kepada para pemuka kabilah di sana. Upaya ini gagal dan bahkan
mereka mengusir beliau dari sana.
Pada saat menghadapi ujian-ujian besar Rasulullah diperintahkan untuk
melakukan perjalanan malam dari masjidil haram ke Masjidil Aqsha di Palestina,
kemudian dinaikkan menembus langit sampai ke Sidrah al-Muntaha. Di situlah
Rasulallah menerima syariat kewajiban sholat lima waktu pada malam 27 Rajab
tahun 11 sesudah keNabian. Bagi kaum Quraisy, peristiwa itu menjadi bahan
untuk mengolok-olokan beliau44
.
B. Hijrah sebagai Perluasan Dakwah dan Politik Islam
Hijrahnya Nabi Muhammad telah disambut dengan suka cita oleh
masyarakat Madinah. Hal ini terjadi setelah Baiat Aqobah ke dua.
Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Madinah secara
bergelombang. Gelombang pertama terdiri dari Abu Salamah ibn Abdul Asad,
disusul Amir ibn Rabi‟ah dan istrinya Layla, lalu „Abdullah ibn Jahsy, lalu Umar
ibn Khathab, satu-satunya orang yang hijrah dengan terang-terangan, lalu diikuti
oleh para sahabat yang lain. Sementara Nabi tetap tinggal di Mekkah, selain Ali
44
Thomas W. Arnold, sejarah Dawah Islam, Terj. H. A Nawawi Rambe Wijaya, Jakarta tahun
1985. H. 13-14
50
ibn Abi Thalib dan Abu Bakar al-Shiddiq serta orang-orang yang dicegah secara
paksa oleh kaum musyrik.
Dalam hijrahnya itu diketahui kaum Musyrikin yang meyakini bahwa
kaum muslimin berhijrah untuk mengumpulkan kekuatan dimana mereka melihat
hijrahnya para sahabat menuju kaum Anshar. Mereka yakin para sahabat bertolak
menuju negeri yang pasti memiliki kekuatan yang bisa dipergunakan untuk
memerangi mereka di Mekkah. Akhirnya, mereka berkumpul di Darul Nadwah
untuk merencanakan pembunuhan Nabi. Malam itu juga, jibril mendatangi Nabi
dan menyruuhnya untuk tidak berbaring di ranjang tempat beliau biasa tidur. Nabi
memerintahkan Ali ibn Abi Thalib untuk berbaring di ranjang tempat beliau biasa
tidur, seraya berkata kepadanya bahwa ia takkan mendapatkan sesuatu yang
buruk. Nabi keluar melewati pintu belakang.
Nabi bergegas ke rumah Abu Bakar yang sudah menunggu. Pada malam
itu upaya kaum Musyrikin gagal total. Keterangan ini dimuat dalam surat Al-
Anfal Ayat 30.
Pilihan Hijrah Nabi dan sahabat beserta kaumnya merupakan rencana yang
jitu. Nabi membuat rencana yang sanagat matang dan cermat untuk hijrah. Beliau
menentukan peran setiap orang dengan sangat tepat. Antara lain sebagai berikut:
Pergi ke rumah Abu Bakar pada siang hari yang sangat terik, yang
sebelumnya tidak pernah beliau lakukan.
Pergi keluar dalam keadaan menyamar sehingga tak seorangpun
mengenalinya.
51
Keluar dari rumah Abu Bakar pada malam hari sehingga tak seorang pun
melihatnya, dan keluar dari pintu beleakang rumah.
Meminta Ali untuk bertahan sebentar di Makkah sampai tipu daya orang-
orang musyrik benar-benar dijalankan dan gagal, lalu memerintahkannya
untuk menyusul langsung ke Madinah.
Nabi dan Abu Bakar membuat kesepakatan dengan Abdullah ibn Urayqah
agar keduanya ditemui di Gua Tsur setelah tiga hari.
Meminta Abdullah ibn Abu Bakar pergi ke Mekkah pada saat fajar
sehingga kaum Quraisy akan mengira dirinya bermalam bersama mereka,
dan baru pada malam harinya pergi ke Gua Tsur untuk menyampaikan
semua berita dari kaum Quraisy.
Asma‟ bint Abu Bakar diberi tuugas mengirim makanan dan minuman ke
Gua Tsur.
„Amir ibn Fahirah, bekas budak Abu Bakar ditugaskan mengembala
kambing kearah Gua Tsur, menghapus jejak-jejak kaki Abdullah ibn Abu
Bakar dan „Asma, dan juga mengirimkan daging dan susu kepada Nabi
dan Abu Bakar.
Nabi dan Abu Bakar tinggal di dalam Gua Tsur selama tiga hari sampai
situasi tenang dan sampai kaum Quraisy mengira keduanya telah tiba di Madinah.
Saat itulah Nabi dan Abu Bakar keluar dari Gua Tsur, melanjutkan perjalanan
hijrah.keduanya mengambil arah selatan menuju Yaman, bukan arah utara menuju
Madinah. Ini untuk menyesatkan kaum Quraisy yang tersu mengejar.
52
Selanjutnya Nabi dan Abu Bakr tiba di Madinah pada hari Jum‟at, 12
Rabiul Awal, setelah empat hari berada di daerah Quba. Di Quba inilah Nabi
bertemu Ali ibn Abi Thalib yang berhasil menipu kaum Quraisy di Mekkah.
Nama Yastrib berubah menjadi Madinah yang merupakan lembaran baru sejarah
umat Islam, yang ditandai dengan berdirinya negara Islam beserta semua sendi-
sendinya dan unsur-unsur kebangsaanya.
Ada kaum Muhajirin dan Anshar, serta masyarakat Madinah yang terdiri
daripada kabilah, yang menggunakan undang-undang al-Quran yang langsung
dipimpin Rasulullah Muhammad SAW.45
Pada masa itulah Rasulullah dan para sahabat serta penduduk Madinah
melakukan kegiatan perekatan emosional dengan melakukan pembangunan
masjid pertama setibanya di Madinah. Rasulullah dan para Sahabatnya
membangun masjid, yang memiliki peran strategis dalam sejarah kebesaran Islam.
Masjid di samping tempat shalat, Masjid itu juga menjadi madrasah yang
menghasilkan kader-kader terbaik Rasulullah untuk menjadi punggawa depan
umat Islam dan pembawa panji Islam. Masjid juga menjadi tempat pemilihan
khalifah, baiat, dan diskusi tentang semua persoalan umat Islam. Di masjid juga
Rasulullah menyambut utusan para suku dan delegasi para raja dan penguasa di
dunia46
.
Selanjutnya Rasulullah dan para sahabatnya melakukan hubungan
persaudaraan muhajrin dan Anshar. Dan ini menjadi pilar kedua bagi
45
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Sejarah Islam; Jejak Langkah Peradaban Islam
dari Masa Nabi HIngga Masa Kini. Zaman, Jakarta, 2014. H. 41-43 46
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Sejarah Islam; Jejak Langkah Peradaban Islam
dari Masa Nabi HIngga Masa Kini. Zaman, Jakarta, 2014. H.43
53
terbentuknya negara Madinah. Nabi mempersaudarakan kaum Anshar dan
Muhajirin dalam sebuah ikatan persaudaraan kuat yang belum pernah dikenal
untuk manusia. Di mana kaum Anshar membuka hati dan rumah mereka untuk
kaum muhajriin yang hendak tinggal di rumah seorang Anshar; orang Anshar
segera memberinya separuh hartanya dan rumahnya. Demikianlah Nabi
mempertalikan hati semua umat Islam. Iman berada di atas semua ikatan,
termasuk ikatan darah, dan kekerabatan. Ikatan persaudaraan lebih diutamakan
dibandingkan semua ikatan lainnya47
.
Perjanjian ini selain berisi mengenai aturan antara kaum muslimin dengan
Bani Israil sebagai suatu kesatuan masyarakat, juga menyatakan Ikrar untuk
menjadikan Madinah sebagai kota haram. Dengan demikian Madinah tidak
diperbolehkan untuk menjadi arena peperangan. Siapa pun yang akan keluar
masuk kota Madinah, terjamin keselamatan dan keamanannya. Antara lain
perjanjian itu meliputi:
Merupakan program penegakkan hukum Islam Beserta seluruh unsur
penting pendukungnya. Dengan ditetapkannya perjanjian ini, umat Islam
yang akan memulai babak kehidupan baru dalam melaksanakan ajaran
agamanya mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan. Sehingga
mempertebal keyakinan dan pengamalan syariat Islam bagi dirinya di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
47
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Sejarah Islam; Jejak Langkah Peradaban Islam
dari Masa Nabi HIngga Masa Kini. Zaman, Jakarta, 2014. H.43-44
54
Memberikan jaminan kehidupan bermasyarakat yang merupakan bagian
dari sendi-sendi ajaran Islam. Penetapan perjanjian tersebut, di samping
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan, juga memberikan
kesempatan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dalam satu ikatan
keluarga besar yang mandiri. Dan Rasulullah telah terbukti
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, sehingga mereka
dapat menyelesaikan setiap permaslahan keagamaan dan kemasyarakatan
secara bersama. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah swt dalam
suarat At-Taubat ayat 71 yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman,
laki-laki dan perempuan, sebagaian mereka menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat dan menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rosul-Nya. Mereka akan diberi rahmat
oleh Allah. Sungguh Allah maha perkasa lagi maha bijaksana48”.
Adanya kebebasan menjalankan syariat agamanya masing-masing, baik
umat Islam maupun Yahudi. Atas dasar tersebut, maka umat Islam dan
Yahudi masing-masing bebas menjalankan ajaran agamanya, meskipun
dalam urusan kenegaraan mereka harus bersatu padu. Misalnya bersama-
sama bersatu padu menghadapi musuh yang akan menyerang kota
Madinah atau mengganggu kemanan.
Dengan demikian Rasulullah tidak hanya merajut persaudaraan dan
emosional antar sesama muslim, teteapi juga melakukan persekutuan antar umat
48
Al-Qur’an, Mushaf Maqamat, Institut Ilmu Al-Quran. Surat At-Taubat ayat 71
55
Islam dengan umat Yahudi, yang tentunya setelah dinyatakan umat Islam kuat di
Madinah dan mayoritasnya memeluk Islam. Rasululllah kemudian melakukan
perjanjian antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar beserta kaum Yahudi, yang
secara singkat berisi jaminan perlindungan atas agama dan harta kaum Yahudi,
dan penentuan hak-hak dan kewajiban kewajiban mereka.49
Menurut Musyrifah
Sunanto, dalam bukunya Sejarah Islam Klasik, ketika Rasulullah hijrah dan
diangkat menjadi kepala negara, Rasulullah melakasanakan: Pertama, proklamasi
berdirinya sebuah negara dengan cara mengumumkan nama Madinah al-
Munawarah bagi kota Yatsrib. Kedua, mendirikan Masjid Nabawi sebagai pusat
kegiatan ummat Islam. Ketiga, mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar. Persaudaraan berdasarkan agama sebagai basis warga negara. keempat,
membuat undang-undang dan peraturan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang
terkenal dengan istilah Traktat Madinah. kelima, membuat bats wilayah sebagai
basis territorial dengan membuat parit pada waktu perang Khandaq. Keenam,
membuat lembaga-lembaga pelengkap sebuah pemerintahan, pengadilan, lembaga
pendidikan, baitul mal, lembaga yang mengatur administrasi Negara, serta
menyusun ahli-ahli yang cakap yang bertindak sebagai pendamping Nabi.50
C. Identitas Politik Islam
Di awal kemunculannya, suatu identitas politik Islam pada mulanya disebut
dengan Ikrar Akaba (Janji Aqaba). Ikrar ini menjadi kekuatan Islam terutama
49
Dr. Mustafa Kamal Wasfi, Strategi Rasulullah Menghadapi Ulah Yahudi. Pustaka Mantia. 72-
73 50
Musyrifa Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Prenada
Media Group, Jakarta, 2007. H. 19
56
kaum Muslim yang berada di Mekkah. Sebab masa itu kekejaman Quraisy
Mekkah tambah menjadi-jadi, sehingga dakwah-dakwah Islam pun memasuki
pintu-pintu hati penduduk Yatsrib (Madinah). Di mana dari penduduk yastrib
yang telah masuk Islam dari kaum Auwas dan Khazraj, mengirim delegasi pada
dua musim haji berturut-turut untuk menjumpai Rasulullah. Delegasi terakhir
terdiri dari 72 orang, dimana mereka mengadakan pertemuan rahasia pada tengah
malam di bukit Aqabah yang terletak di luar kota Mekkah, yang menghasilkan
ikrar sebagai berikut:
“Demi Allah, kami akan membela Engkau ya Rasul, seperti halnya kami
membela istri dan anak-anak kami sendiri. Sesungguhnya kami adalah
putra-putra pahlawan yang selalu siap mempergunakan senjata.
Bunyi ikrar di atas kemudian dikenal sebagai “Ikrar Aqabah”. Di mana
setelah selesai ikrar, Rasulullah mengangkat dan melantik 12 orang yang di antara
mereka menjadi pemimpin/perwira: mereka terdiri dari tiga orang suku Khazraj
dan Sembilan orang suku Aus. Inilah awal politik Islam sekaligus sebagai langkah
nyata membentuk kekuatan fisik di luar Mekkah. Setelah itu tidak selang beberapa
lama maka Rasul dan para sahabatnya yang setia hijrah ke Yatsrib. Dengan
demikian, secara resmi para petinggi komunitas Muslim awal sudah terbentuk.
Komunitas tersebut sudah memiliki kekuatan: baik politik, ekonomi, maupun
fisik.
Peristiwa hijrah ini terjadi setelah pemuka-pemuka Quraisy berkomplot
untuk membunuh Rasul pada suatu malam tertentu.51
Pada 12 Rabul Awal tahun 1
Hijriyah, Rasulullah dilanjutkan dengan pembangunan masjid yang pertama
51
A. Hasjmy, Sejarah Keudayaan Islam. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1973. H.52
57
dalam Islam di Quba pada tahun 1 Hijriah. Rasulullah dengan 100 orang
sahabatnya menuju Yatsrib. Di tengah jalan pada suatu tempat yang bernama
perkampungan bani Salim, Rasulullah mendapatkan perintah untuk menunaikan
sholat jum‟at, sebagai suatu isyarat sudah waktunya memproklamirkan berdirinya
daulah Islamiyah.52
Selanjutnya dalam suasana kekhususan jamaah jum‟at Rasulullah
menyampaikan khutbahnya yang berisikan: tahmid, salam, pesan bertaqwa, doa
sejahtera bagi muslimin/mukminin dan pembacaan beberapa ayat al-Quran yang
menjadi intinya khutbah. Pelaksanaan jamaah sholat jum‟at ini menjadi yang
pertama dalam Islam, oleh ahli-ahli sejarah politik dinyatakan sebagai proklamasi
lahirnya Negara Islam. Dimana dalam khutbah pertamanya itu Rasulullah telah
menetapkan dasar negara yaitu taqwa, yang berarti bahwa negara harus
menjalankan segala ajaran Allah, yang dalam perkembangannya politik negara
berdasarkan atas sebagai berikut: al-Adalah Insaniyah (keadilan dan peri
kemanusiaan), Asy-Syura (bermusyawarah/berdemokrasi), Al-Wahdatul Islamiyah
(persatuan Islam dan persatuan umat), al-Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan
Islamiyah/persaudaraan Islam).53
Selanjutnya, kota tersebut dijadikan pusat jamaa‟ah kaum Muslimin, dan
menjadi Ibu Kota Negara Islam yang segera didirikan oleh Rasulullah dengan
perubahan nama yang semula Yatsrib menajdi Madinah. Pada masa itu Rasulullah
mendirikan masjid, yang menjadi pusat ibadah dan kebudayaan, bahkan dijadikan
markas besar negara Islam. Rasulullah mempersaudarakan semua kaum muslimin
52
A. Hasjmy, Sejarah Keudayaan Islam. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1973. H.53 53
A. Hasjmy, Sejarah Keudayaan Islam. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1973. H.53
58
yang berbeda-beda suku dan bangsa, yang berlain-lainan warna, kulit dan rupa.
Sehingga dengan demikian mereka menjadi bersaudara dan sederajat. Hal ini
disesuaikan dengan turunnya al-Quran ayat Al-Hujarat ayat 13 yang isinya:
“Wahai manusia! Sungguh. Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang-
orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah maha mengetahui,
mahateliti.54
Demikianlah sesungguhnya agama menjadi suatu pengikat anatara
pemerintah dan rakyat, dan antara peribadi-peribadi rakyat. Tidak menutup
kemungkinan setelah diubahnya Yatsrib menjadi Madinah, maka lahirlah unsur
pada dirinya yang sangat mulia. Selama beberapa minggu Rasulullah menelaah
situasi, mempelajari keadaan politik, ekonomi, social dan lain-lainya, maka
setelah itu beliau mengeluarkan Dekrit yang dikenal dengan “SHAHIFAH”, yang
dimaknai oleh para ahli politik sebagai manifesto politik pertama dalam Negara
Islam. Demikianlah dasar sikap Nabi adalah damai dan bersahabat, hidup dan
membiarkan orang lain hidup, mengikat serta dapat dipercaya dan kuat.
Rasulullah telah berhasil menyatukan penduduk Madinah yang berbeda agama
dan unsur darah untuk menghadapi musuh.55
54
Al-Qur’an Mushaf Maqamat, Institut Ilmu Al-Qur’an, surat Al-Hujurat ayat 13 55
A. Hasjmy, Sejarah Keudayaan Islam. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1973. H.54-55
59
D. Fathu Makkah
Fathu Mekkah adalah penaklukkan tersebar yang pernah diperjuangkan umat
Muslim. Melalui peristiwa ini Allah memuliakan agama, Rasulullah, sahabat, dan
umatnya. Ini pula umat manusia memulai berbondong-bondong mendatangi
Rasulullah untuk masuk Islam.56
Rasulullah ternyata telah memikirkan langkah-langkah untuk membebaskan
kota Mekkah dari kekuasaan kaum Musyrikin, berpegang pada suatu rencana:
tidak memberi kesempatan kepada kaum Musyrikin Quraisy untuk bersiap siaga
menghadapai peperangan. Beliau berharap kaum muslimin akan dapat melakukan
sergapan secara tiba-tiba agar mereka tidak sempat mengadakan perlawanan, dan
dengan demikian mereka menyerah tanpa melalui pertumpahan darah.
Untuk mencapai tujuan itu beliau memerintahkan kaum muslimin supaya
mengadakan persiapan semasak-masaknya. Beliau mewanti-wanti supaya rencana
penyerbuan ke Mekkah jangan sampai bocor dan harus dirahasiakan.57
Nabi berangkat bersama 10 ribu prajurit. Setibanya di Juhfah, daerah dekat
Rabigh, Nabi bertemu pamannya, al-Abbas, yang hendak keluar untuk berhijrah.
Saat Nabi tiba dan berhenti di lembah Zahran, Abu Shufyan datang. Abbas
menemuinya dan membawanya menghadapan Nabi. Saat itulah Abu Shufyan
menyatakan keislamannya. Abu Shufyan kembali ke Mekkah untuk
memperingatkan penduduknya perihal kedatangan pasukan muslim yang banyak.
Selanjutnya, Nabi membagi pasukannya menjadi empat bagian, masing-masing di
bawah pimpinan Zubayr ibn Awwam, Khalid ibn al-Walid, Sa‟d ibn Ubaidah, dan
56
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh. Sejarah Islam. Zaman, Jakarta. 2014. H. 81 57
H.M.H. AL Hamid AL Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad, SAW. Yayasan AL
Hamidi, Jakarta, 1992. H. 722
60
Abu Ubaudah al-Jarrah. Pada akhirnya pasukan muslim berhasil menaklukkan
kota Mekkah tanpa peperangan. Nabi memasuki Mekkah pada Jum‟at bulan
Ramadan. Usamah ibn Zayd mengikutinya dari belakang, lalu bersimpuh sujud
dan menyatakan keimanannya kepada Allah berkat keagungan penaklukan
tersebut, dan setelah situasi Mekkah aman dan kondusif, Nabi berthawaf
mengelilingi Ka‟bah sambil menggenggam sebilah kapak.
Beliau meminta kunci Ka‟bah dari Utsman ibn Talhah. Nabi masuk dan
Shalat di dalamnya, lalu keluar dan melihat penduduk Mekkah sudah memenuhi
Masjidil haram. Mereka semua menunggu apa yang akan Nabi perbuat terhadap
mereka. Nabi kemudian keluar dengan menyatakan sebagai berikut:
“Wahai kaum Quraisy! Menurut kalian, apa yang akan kuperbuat kepada
kalian? Mereka serentak menjawab, “kebaikan, karena engkau saudara
yang mulia dan anak saudara yang mulia”. Beliau lalu bersabda,
“sungguh, aku akan berkata seperti perkataan Yusuf kepada saudara-
saudaranya, “hari ini, tidak ada cemoohan terhdap kalian”. Pergilah!
Kalian semua bebas.”
Selanjutnya Nabi memanggil Utsman ibn Thalhah seraya berkata, “ini
kuncimu, Utsman. Ini hari kebaikan dan pelunasan janji.” Dalam riwayat lain,
“terimalah kuncimu ini untuk selamanya. Tak seorang pun akan mencabutnya
(hak memegang kunci Ka‟bah) kecuali orang Zalim.58
E. Piagam Madinah
Rasulullah mengatur etika berhubungan antara para penduduk Madinah.
Beliau menetapkan suatu piagam yang dicatat oleh berbagai sumber sejarah.
58
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh. Sejarah Islam. Zaman, Jakarta. 2014. 83-84
61
Tujuan dari piagam tersebut adalah untuk menjelaskan keharusan-keharusan bagi
setiap individu yang hidup di Madinah. Beliau juga membahas mengenai
pembatasan hak dan kewajiban. Dalam piagam ini tidak ada teks-teks yang
memuji atau mencela individu atau kelompok tertentu. Karena itu, patutlah kita
menyebutnya sebagai piagam asli yang tidak dipalsukan. Rasulullah telah menulis
sebuah naskah antar Muhajirin dan Anshar yang di dalamnya beliau membuat
sebuah perdamaian dan persetujuan dengan Yahudi, memberi konfirmasi atas
agama dan hak milik mereka serta hak dan kewajiban tertentu:
Piagam Madinah
Bismillahirrahmanirrahim
Ini adalah Shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah yang mengatur
hubungan antar mukmin Quraisy dan Yatsrib Madinah dan orang-orang yang
mengikuti, bergabung dan berjuang bersama-sama dengan mereka.
Mereka adalah satu masyarakat (ummah) yang mandiri yang berbeda dari yang
lain.
Muhajirin Quraisy, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat di kalangan mereka (sebagai suatu kelompok)
menerima uang tebusan atas tawanan mereka; (ini harus dilaksanakan) dengan
benar dan adil di antara para mukminin.
Bani Awf, seperti kelaziman mereka masa lalu bersama-sama (secara kelompok)
membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-tawanan
mereka; (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
mukminin.
Banu Al-Harits, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Bani Sa‟idah, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Banu Jusham, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
62
Banu al-Najjar, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Banu Amr ibn Awf, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Banu al-Nabt, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Banu al-Aws, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifat (sub-clan) menerima tebusan tawanan-
tawanan mereka; ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama
Mukminin.
Mu‟minin tidak (diperkenankan) menyingkirkan orang yang berhutang tapi harus
memberikannya (bantuan) menurut kewajibanan, baik untuk, (membayar) tebusan
maupun untuk (membayar) diyat.
Setiap mukmin tidak diperkenankan mengangkat sebagai keluarga (halif) dari
seorang Mu‟min lainnya tanpa kerelaan (induk semangnya).
Mu‟min yang takwa kepada Allah akan bermusuhan dengan siapa saja yang
salah, atau merencanakan berbuat keonaran, dan/atau yang menyebarkan
kejahatan, dan/atau berbuat dosa dan/atau bersikap bermusuhan, dan/atau
membuat kerusakan di kalangan Mu‟minin. Semua orang akan turun tangan
walaupun dia (yang berbuat jahat itu adalah) salah seorang anak mereka sendiri.
Seorang mu‟min tidak (diperkenankan) membunuh seseorang mu‟min untuk
kepentingan kafir; dan tidak (diperkanankan) juga berpihak kepada kafir (dalam
sengketa dengan) seorang Mu‟min.
Siapa saja Yahudi yang mau bergabung (berhak) mendapatkan bantuan dan
persamaan (hak). dia tidak boleh diperlakukan secara buruk dan tidak boleh pula
memberikan bantuan kepada musuh-musuh mereka.
Dalam peperangan setiap prajurit (kavaleri) haus mengambil gilirannya saling
susul-menyusul.
Mu‟minin harus menuntut balas darah yang tertumpah di jalan Allah. Mukmin
yang takwa kepada Allah akan mendapat nikmat bimbingan yang terbaik dan
yang paling mulia.59
Selain itu, dalam isi Piagam Madinah ini dapat terlihat beberapa gambaran
pokok karakter ummah dan negara pada masa-masa awal kelahirannya, antara lain
yaitu:
59
Muhammad Ali Ash-Shalabi, Sejarah Lengkap Rasulullah. Pustaka Al-kautsar, Jakarta Timur,
2012. 337-340
63
Masyarakat yang mendukung piagam ini adalah masyarakat yang
majemuk, baik ditinjau dari segi asal keturunan, budaya, maupun agama
yang dianutnya. Tali pengikat persatuan adalah politik dalam rangka
mencapai cita-cita bersama.
Masyarakat mendukungnya yang semula terpecah-pecah dikelompokkan
dalam dua kategori: a) Muslim dan b) non-Muslim. Tali pengikat sesama
muslim adalah persaudaraan seagama. Harus tertanam solidaritas yang
tinggi di antara mereka.
Negara mengakui dan melindungi kebebasan menjalankan ibadah agama
bagi orang-orang non muslim.
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota
masyarakat; wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun
diperlakukan secra buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan
dibantu.
Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap
Negara, demikian pula tanggungjawab dalam melaksanakan tugas.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan
hukum.
Hukum adat (kebiasaan masa lalu) dengan berpedoman pada keadilan dan
kebenaran tetap diberlakukan.
Hukum harus ditegakkan. Siapapun tidak boleh melindungi kejahatan,
apalagi berpihak kepada orang-orang yang melakukan kejahatan. Demi
64
tegaknya keadilan dan kebenaran siapapun pelaku kejahatan tanpa
pandang bulu harus dihukum.
Perdamaian adalah tujuan utama. Namun dalam mengusahakan perdamian
tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran.
Hak setiap orang harus dihormati.
Pengakuan hak atas masing-masing individu.
Dalam piagam ini, sistem pemerintahan bersifat desentralisasi. Sebab
masalah yang bersifat intenal kelompok, diselesaikan oleh kelompok masing-
masing. Jika masalahnya menyangkut kepentingan kelompok lain, maka
penyelesainnya haruslah diserahkan kepada Nabi sebagai pemegang pucuk
pimpinan negara Madinah.
Selanjutnya, Nabi berhasil melahirkan masyarakat yang menganut asas
kebersamaan dan kedamaian. Di samping itu, penyelesaian masalah adalah
berdasarkan persetujuan bersama melalui forum permusyawaratan, seperti yang
tercermin pada lahiran Piagam Madinah itu sendiri. Sehingga dari paparan di atas
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa watak yang dibina oeh Rasulullah yaitu,
berpegang pada prinsip kemerdekaan berpendapat, menyerahkan urusan
kemasyarakatan (duniawi) kepada umat sendiri.60
60
Nourouzzaman Shidiq, Jeram-Jeram Peradaban Muslim. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.
H.93-94
65
F. Kepemimpinan al-Khulafa al -Rosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali)
Secara kepribadian diri Abu Bakar yaitu pribadi yang telah dikenal oleh
kaumnya sebagai seoang mulia dan selalu menolong orang lain, karena itu banyak
orang yang selalu datang mendatanginya baik untuk minta tolong maupun untuk
keperluan perdagangan. Ia selalu mengajak teman akrabnya untuk masuk Islam.
Di antara teman akrabnya yang masuk Islam dengan sebab dakwahnya
adalah Zubair bin Awwam, Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidilah, Saad bin Abi
Wakas, dan Abdurrahman bin Auf r.a.
Kedelapan para sahabat tersebut diajak Abu Bakar untuk menghadap
Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengajarkan tentang Islam, dan dibacakannya
ayat Al-Quran, sebanyak delapan sahabat tersbeut masuk Islam semuanya.
Pada masa enam bulan pertama pemerintahan Abu Bakar, ia melakukan
perjalanan bolak-balik dari al-Sunh ke Kota Madinah, dan tidak menerima gaji
sedikitpun karena negara saat itu belum memiliki pemasukan apapun. Semua
urusan negara ia lakukan di serambi masjid Nabi. Ia memiliki watak yang lebih
kuat dan dinamis daripada yang disebutkan dalam berbagai riwayat. Dimana
secara fisik ia diriwayatkan berkulit cerah, berperawakan sedang dan berwajah
mungil. Ia menyelamatkan umat Islam dari perpecahan karena soal penggantian
kepemimpinan setelah wafatnya Nabi. Dia juga menyelamatkan Islam dari bahaya
besar orang-orang murtad dan Nabi-Nabi palsu, dan mempertahankan
keyakinannya akan agama yang benar di Arabia.
66
Begitu juga kekhalifahan kedua, Umar ibn Khattab (634-644), penerus
yang energik dan berbakat, bergaya hidup sederhana dan hemat, yang
berperawakan tinggi kuat dan agak botak. Beliau untuk beberapa lama setelah
diangkat menjadi khalifah tetap mencari penghidupan dengan cara berdaganag
dan sepanjang hidupnya menjalani hidupnya sederhana.
Dalam menghadapi masalah-masalah baru yang belum pernah ada pada masa
Rasulullah dan masa Abu Bakar, umar berijtihad antara lain: Pertama, untuk
menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru. Ia memiliki jangkauan
yang menyeluruh, mencakup keseluruhan ajran Islam. Kedua, memperbaharui
organisai Negara. dimana pada masa rasul dan Abu Bakar organisasi negara masih
sederhana. Tetapi ketika umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa
dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi negara sebagai berikut:
Organisasi Politik.
Terdiri dari Alkhilafat, kepala negara. dalam system memilih kepala
negara menggunakan bai‟at (demokrasi), al-Wizaraat, sama dengan
menteri pada zaman sekarang. Pada msa itu khaifah umar menetapkan
Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umum dan
kesejahteraan. Sedangkan Ali ibn Thalib mengurus kehakiman, surat-surat,
dan tawanan perang.
Administrasi Negara
Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar ibn Khattab menyusun
Administrasi Negara menajdi bagian-bagian (departemen-departemen).
Pertama, Diwan al-Jundiy (Diwan al-Harby) Badan Pertahanan
67
Keamanan. Di masa itu disusunlah satu badan yang mengurusi tentara,
angkatan bersenjata khusus, dan seterusnya. Kedua, Diwan al-Kharaj
(Keuangan Negara). Ketiga, Diwan al-Qudhat (Departemen Kehakiman di
wilayah-wilayah dan menetapkan persyaratannya).
Kedudukan khalifah selanjutnya diganti oleh Usman bin Affan, seorang
yang lemah lembut. Usman bin Affan mempunyai beberapa kelembutan. Justru
kelembutan-kelembutannya dimanfaatkan oleh bani Umayah yang pernah
memegang kekuatan politik sebelum Islam untuk meningkatkan dan
mengembalikan kedudukannya sebagai pemimpin kaum Quraisy pada masa
Islam61
. Selama kekhalifahannya telah terjadi ekspansni imperium Arab yang
lebih jauh di Asia Tengah dan Tripoli. Pemerintahannya juga patut dikenang
karena terbentuknya angkatan laut Arab. Tapi ia terlalu lemah untuk menolak
tuntutan kerabat dekatnya yang serakah. Berbagai jabatan penting diisi oleh suku
Umayah, keluarga Khalifah. Seihngga tuduhan nepotisme segera tersebar.
Rumahnya diserbu, yang kemudian peristiwa ini menjadikannya sebagai khalifah
pertama yang dibunuh oleh seorang muslim (17 Juni 656). Pembunuhan khalifah
Utsman merupakan peristiwa yang paling mengerikan di dalam sejarah Islam.
Khalifah Ustman termasyhur kaena kesalehan dan kejujurannya. Dia sangat takwa
dan sangat sederhana dalam kehidupan dan kebiasaannya. Kesederhanaan dan
kedermawaanya merupakan ciri utama dan wataknya yang menonjol. Akan tetapi
61
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta,
Prenata Media Group, Jakarta, 2003. H. 32
68
dia kurang tegas, yang merupakan hal yang sangat penting bagi seorang penguasa.
Hal ini menyebabkan kegagalannya dan akhirnya tragis.
Setelah Utsman wafat, Ali diangkat sebagai khalifah keempat di masjid
Nabawi Madinah pada 24 Juni 656. Secara otomatis, seluruh dunia Islam
mengakui kekhalifahannya. Khalifah baru ini merupakan saudara sepupu Nabi
Muhammad, suami anak perempuan Nabi yang paling disayang, serta merupakan
orang ketiga yang beriman kepada Allah. Sebagai saorang khalifah, Ali
meneruskan cita-cita khalifah sebelumnya. Ia mau mengikuti dengan tepat
prisnip-prisnip baitul-mal. Ia juga bertekat melakukan pergantian gubernur yang
tidak diseneangi rakyat. Ia mengangkat Utsman bin Hanif sebagai gubernur Basra
menggantikan Ibnu Amir. Qais dikirim ke Mesir untuk menjadi gubernur
menggantikan Abdullah. Gubernur-gubernur Siria dan Kufa menolak menaati Ali
sebagai khalifah. Menurut George Jordag dalam Buku Khalifah Terakhir,
menyatakan, ketika Ali memegang kekhalifahan kondisi amat genting.
Masyarakat terbagi dua kelompok. Satu kelompok mendukung Ali, sementara
kelompok kedua menyokong Bani Umayah dan berusaha mempertahankan
pemerintahan dan kerajaannya. Bani umayah selama bertahun-tahun berupaya
mendirikan kekuasaan yang permanen. Mereka sadar bahwa usaha tersebut akan
mengahdapi kesulitan, namun mereka sudah bertekad bulat untuk mencapai
kesuksesannya62
. Oleh karena itu, Khalifah Ali harus menghadapi kesulitan-
kesulitan dengan Muawiyah.63
62
George Jordac, Khalifah Terakhir, Jakarta, Zahira, 2013. H. 115 63
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2010. H. 220
69
Pemberontakan yang hebat dari Thalhah da Zubair memperlemah
kedudukan Ali dan memperkuat kekuasaan Muawiyah. Khalifah Ali harus
menangani pemberontakan-pemberontakan ini dan memulihkan ketertiban di dala
imperium. Kaum khawarij sejak sebelum perang Siffin sangat memperlemah
kekuatannya dan terus menerus menyibukannya. Selama kekhalifahannya, Ali
selalu hidup sederhana dan menempuh kehiudpan yang suci. Ia sangat cermat
dalam melaksanakan cita-cita Islam dan prinsip-prisnip baitul-mal dan tidak
pernah membelanjakan atau mengizinkan orang lain membelanjakan satu sen pun
dari perbendaharaan negara. wafatnya khalifah Ali merupakan kerugian besar bagi
Islam.64
64
Syed Mahmudunnasir, ISLAM: Konsepsi dan Sejarahnya. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
1994. H. 200
70
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan ini penulis jelaskan dengan poin per poin yang antara lain sebagai
berikut:
Dilihat dari tatanan sosial, Masyarakat Arab terbagi dalam
berbagai macam kelompok dan status sosial yang masing-masing
di antaranya memiliki kondisi yang berbeda. Di kalangan
bangsawan, hubungan seorang lelaki dengan keluarganya (istrinya)
sudah berada pada tingkat kemajuan. Mereka diberikan kebebasan
berpikir dan berbicara dalam porsi cukup besar. Mereka juga
dihormati dan dilindungi. Sementara hubungan perempuan dan
laki-laki di luar bangsawan justru sebaliknya. Sehingga kondisi
mereka lemah, ke-jahil-an tersebar luas, demikian pula khurafat.
Perjuangan politik Islam di Makkah merupakan perjuangan awal
kaum Muslim mengeksistensikan dirinya sebagai agama yang
memberikan rahmat kepada alam dan manusia serta yang dirahmati
Allah SWT. Dalam banyak literatur sejarah, dinyatakan bahwa
Darul Arqam sebagai pusat pergerakan dan merupakan markas
kepemimpinan dakwah yang secara penuh dikendalikan oleh
Rasulullah.Kepindahan ke Darul Arqam ini disebabkan oleh
71
konfrontasi yang terjadi antara orang-orang Quraisy dengan Sa‟ad
bi Abi Waqqash Peristiwa perjuangan politik Islam di Madinah
dimulai setelah bai‟at Aqobah, di mana Islam berhasil mendirikan
suatu negara di tengah-tengah tanah gersang yang dulunya
dipenuhi oleh kekufuran. Hal ini merupakan prestasi penting yang
diraih oleh Islam pada fase awal.
Pada masa enam bulan pertama pemerintahan Abu Bakar, ia
melakukan perjalanan bolak-balik dari al-Sunh ke Kota Madinah,
dan tidak menerima gaji sedikitpun karena negara saat itu belum
memiliki pemasukan apapun. Semua urusan negara ia lakukan di
serambi masjid Nabi. Ia menyelamatkan umat Islam dari
perpecahan karena soal penggantian kepemimpinan setelah
wafatnya Nabi. Dia juga menyelamatkan Islam dari bahaya besar
orang-orang murtad dan Nabi-Nabi palsu, dan mempertahankan
keyakinannya akan agama yang benar di Arabia. Begitu juga
kekhalifahan kedua, Umar ibn Khattab, penerus yang energik dan
berbakat, Dalam menghadapi masalah-masalah baru yang belum
pernah ada pada masa Rasulullah dan masa Abu Bakar, umar
berijtihad antara lain: Pertama, untuk menetapkan hukum tentang
masalah-masalah yang baru. Ia memiliki jangkauan yang
menyeluruh, mencakup keseluruhan ajran Islam. Kedua,
memperbaharui organisai Negara. Kedudukan khalifah selanjutnya
diganti oleh Usman bin Affan, seorang yang lemah lembut. Selama
72
kekhalifahannya telah terjadi ekspansni imperium Arab yang lebih
jauh di Asia Tengah dan Tripoli. Pemerintahannya juga patut
dikenang karena terbentuknya angkatan laut Arab. etelah Utsman
wafat, Ali diangkat sebagai khalifah keempat. Sebagai saorang
khalifah, Ali meneruskan cita-cita khalifah sebelumnya. Ia mau
mengikuti dengan tepat prisnip-prisnip baitul-mal. Ia juga bertekat
melakukan pergantian gubernur yang tidak diseneangi rakyat.
73
Daftar Pustaka
- A. Ibrahim, Qasim dan Muhammad A. Saleh, Sejarah Islam; Jejak
Langkah
Peradaban Islam dai Masa Nabi HIngga Masa Kini. Zaman,
Jakarta, 2014.
- AL Husaini, H.M.H. AL-Hamid, Membangun Peradaban Sejarah
Muhammad SAW sejak sebelum diutus Nabi. Pustaka HIdayah.
Bandung, 2010.
- AL Husaini, HMH. AL Hamid, Riwayat Kehidupan Nabi Besar
Muhammad
SAW. Yayasan al hamidi, Jakarta, 1992.
- A. Hasjmy, Sejarah Keudayaan Islam. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta,
1973.
- Al Kandalawy, M. Yusuf, Kehidupan Para Sahbat Rasulullah SAW.
Dialihbahasakan Bey Arifin dan Yunus Ali Al-Muhdhar. Surabaya,
1982.
- Al Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah. Dar al-
Hadits,
Kairo.
- Ash-Shalabi, Muhammad Ali, Sejarah Lengkap Rosulullah. Pustaka Al-
kautsar, Jakarta Timur,
74
- Ansary, Tamim Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia Versi Islam. Mizan,
Jakarta, 2010
- Balâdhuri , A mad ibn Ya y . The origins of the Islamic State: being a
translation from the Arabic. Penerjemah Philip K. Hitti. London:
P.S. King & Son, Ltd, 1916.
- Black, Antony. Pemikiran politik Barat: Dari Masa Nabi Hingga Masa
Kini. Serambi, Jakarta 2006.
Bosworth, Clifford Edmund. The New Islamic Dynasties. Newyork:
Columbia University Press, 1996.
- H. Rus‟an. Lintas Sejarah Islam di zaman rosulullah saw. Wicaksana,
Semarang, tahun 1981.
- Hitti, Phipip K. History Of The Arabs, Serambi, Jakarta, 2010.
- Idiologi Politik Islam, Pidato KH. Hasyim Asyari dalam Muktamar
Masyumi di Solo (Menara, 23 Februari 1946)
- Jordac, George, Khalifah Terakhir, Jakarta, Zahira, 2013.
- Khuluq, Lathiful fajar Kebangunan Ulama, Lakpesdan, Jogyakarta
- Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam. Mizan, Bandung. 1997.
- Misrawi, Zuhairi, MEKKAH: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim.
Kompas, Jakarta 2009.
- Misrawi, Zuhairi, MADINAH: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan
Nabi Muhammad SAW. Kompas, Jakarta 2009
75
- Sutrejo, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa kLasik HIngga Modern.
LESFI, Yogyakarta, 2004
- Mahmudunnasir, Syed ISLAM: Konsepsi dan Sejarahnya. PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1994. Cet ke IV
- Rahman, Afzalur, Muhammad Sebagai Pemimpin Militer. YAPI, Jakarta,
1990.
- Shubani, Ja‟far ARRISALAH: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW.
Lentera, Jakarta. Tahun 1996.
- Shidiq, Nourouzzaman, Jeram-Jeram Peradaban Muslim. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1996.
- Sunanto, Musyrifa, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
Islam, Prenada Media Group, Jakarta, 2007.
- W. Arnold, Thomas, sejarah Dawah Islam, Terj. H. A Nawawi Rambe
Wijaya, Jakarta tahun 1985.
- Wasfi, Dr. Mustafa Kamal, Strategi Rasulullah Menghadapi Ulah Yahudi.
Pustaka Mantia.