identifikasi jenis kuskus di desa warkapi kawasan cagar alam ...
Identifikasi Cagar Budaya Untuk Pengembangan Kawasan Pariwisata
-
Upload
mario-maahury -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
description
Transcript of Identifikasi Cagar Budaya Untuk Pengembangan Kawasan Pariwisata
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cagar Budaya mempunyai pengertian yang serupa seperti cagar alam yang
sudah sering didengar dalam masyarakat. Cagar alam adalah sebidang lahan yang dijaga
untuk melindungi flora dan fauna yang ada didalamnya, sedangkan cagar budaya yang
dilindungi bukan suatu daerah yang bersifat alamiah melainkan hasil kebuadayaan
manusia yang berupa peninggalan masa lalu.(Fransisca dan Sunarya, 2012)
Cagar budaya tidak saja menjadi saksi sejarah pada masa silam. Cagar budaya
dapatdikatakan artefak yang memiliki nilai sebagau wujud infomasi bagi perkembangan
sebuah kota atau lingkungan terdekatnya cagar budaya dapat dianggap juga memiliki
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan . (M.Ridah, 2012)
Dalam upaya pembangunan perkotaan yang mempunyai identitas, salah satu
aspek yang terlupakan adalah pelestarian objek/bangunan maupun kawasan bersejarah,
dewasa ini perhatian terlalu banyak dicurahkan untuk bangunan baru yang moderen,
akibatnya pada beberapa tahun terakhir ini banyak bangunan dan kawasan bersejarah
yang mengalami penurunan kualitas seperti terdegradasi secara alami atau maupun oleh
masyarakat setampat yang belum mengenal nilai historis dari objek atau bangunan
sebagai cagar budaya yang ada di lingkungannya. Ini tampak dari terjadinya banyak
penyalahgunaan, menutupi objek atau bangunan sejarah, dan pengerusakan yang terjadi
pada objek atau bangunan sejarah.
. Kota Manado yang sedang dalam perkembangannya memiliki berbagai
peninggalan-peninggalan sejarah pada kawasan kota lama yang seharusnya dapat
menjadi daya tarik dan dinikmati oleh masyarakat lokal dan mancanegara. Secara visual
keberadaan kota lama ini merupakan peninggalan masa prakolonial dan kolonial yaitu
kawasan dengan berbagai fungsi kegiatan sebagai pelabuhan, tempat transit, dan
perdagangan. Sedangkan pada masa kolonial dengan hadirnya bangsa belanda dan
1
kebijakannya dalam membangun kota yang bertumpu untuk menciptakan kekuasaan
dalam kegiatan ekonomi, politik dan administrasi.
Dengan melihat Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado 2010-
2030, kawasan kota lama manado merupakan lokasi terdapat beberapa peninggalan
Cagar budaya yang seharusnya menjadi lokasi yang mempunyai nilai historis sebagai
tempat informasi pengetahuan sejarah kota manado pada masa lalu serta areal yang
berpotensi untuk dijadikan Objek Wisata Budaya yang memadukan kepentingan
pelestarian dan pariwisata.
Pada umumnya objek-objek cagar budaya pada kawasan kota lama manado saat
ini menjadi aset di sektor Pariwisata. Namun demikian, demi peningkatan daya tarik dan
pelestariannya, sudah saatnya, masing-masing lokasi dibenahi; terutama dalam hal
peruntukan, harus segera direnovasi, rekonstruksi dan direvitalisasi. Bahkan, perlu
dipertimbangkan untuk dialih kelola langsung oleh pemerintah (RTRW Kota Manado
2010-2030).
Baik karena kurangnya perhatian pemerintah yang dihinggapi obsesi
membangun dan upaya yang dilakukan sebagian besar hanya ke kawasan dan
objek/bangunan yang baru sehingga kesan objek dan bangunan bersejarah pada kawasan
kota lama manado tidak mempunyai identitas dan sebagian besar objek menjadi
terdegradasi selain itu kurangnya kesadaran dan rasa memiliki masyarakat tentang
kawasan yang memiliki nilai sejarah,
Sehingga, diperlukan adanya sosialisasi pengenalan dan pemahaman tentang
cagar budaya, dan manfaat dari adanya cagar budaya di kota manado yang potensial
bagi pariwisata dan memberikan manfaat dan memberikan pengaruh positif terhadap
pemerintah, lingkungan, masyarakat sekitar dan para wisatawan yang datang
berkunjung di kawasan Kota lama Manado.
2
1.2. Masalah
Masalah yang ada yaitu :
1. Ketidakjelasan Cagar budaya akibat pertumbuhan dan perkembangan kota
dengan wajah bangunan-bangunan baru.
2. Cagar budaya beralih fungsi menjadi tanpa bentuk arsitektur dan tidak
mempunyai nilai sejarah bangunan.
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini yaitu
1. Mengidentifikasi cagar budaya yang berada pada kawasan kota lama
2. Mengenal Cagar budaya yang memiliki kriteria-kriteria pelestarian pada
kawasan Kota lama manado.
1.4. Manfaat
Manfaat dari pembahasan ini yaitu mengenal cagar budaya yang ada di kawasan
kota lama Manado dan pertimbangan dalam mengembangkan kawasan kota lama
sehingga dalam proses pengembangannya tidak menghilangkan nilai histori yang ada,
dan mempertahankanya sebagai daerah kota bersejarah yang dapat menawarkan
kawasan pariwisata di kota manado.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cagar Budaya
2.1.1. Pengertian Cagar Budaya
Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Cagar
Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
1. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan
manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
2. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari
benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
3. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
4. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air
yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau
bukti kejadian pada masa lalu.
4
5. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki
dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
2.1.2. Pelestarian Cagar Budaya
Pelestarian kawasan cagar budaya adalah segenap proses konservasi,
interpretasi, dan manajemen terhadap suatu kawasan agar makna kultural yang
terkandung dapat terpelihara dengan baik. Dalam sebuah pelestarian kawasan
cagar budaya perlu disediakan kesempatan kepada masyarakat yang bertanggung
jawab kultural terhadap kawasan tersebut untuk ikut berpartisipasi dalam proses
pelestarian. Kriteria pelestarian dapat diukur dari kekhasan kawasan,
kesejarahan kawasan, keistimewaan kawasan, dan partisipasi masyarakat.
Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk
melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti
penting bagi generasi selanjutnya. Namun demikian tindakan pelestarian makin
menjadi kompleks jika dihadapkan pada kenyataan sebenarnya. Tindakan
pelestarian yang dimaksudkan guna menjaga karya seni sebagai kesaksian
sejarah, kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain, khususnya dalam
kegiatan pembangunan. James Mastron (1982) mengungkapkan bahwa hal ini
menggambarkan begitu kompleksnya masalah yang ada dalam aktivitas
pelestarian.
Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau
kegiatan untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian
yang memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat
pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah
pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat
permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut
pernyataan para ahli :
5
1. Nia Kurmasih Pontoh (1992:36), mengemukakan bahwa konsep awal
pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi
sekaligus memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi
terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya.
2. Eko budihardjo (1994:22), upaya preservasi mengandung arti
mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno
persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat prservasi yang stastis,
upaya pelestarian memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis,
tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungannya
(conservation areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns).
Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan,
menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun
tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai
dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.
3. Dalam Piagam Burra Tahun 1981 (Sumargo, 1990), disepakati istilah
konservasi sebagai istilah bagi semua kegiatan pelestarian, yaitu segenap
proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultral yang dikandungnya
terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi segala kegiatan
pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat pula
mencakup preservasi, restorasi, rekontruksi, adaptasi dan revitalisasi.
4. Mundardjito (2002) : Terbentuknya suatu kota dalam banyak sisi dapat
dilihat sebagai suatu produk dari perkembangan kebudayaan di dalamnya
terdapat perwujudan ideologi sosial serta perkembangan teknologi yang
membantu mengkonstruksikan suatu daerah menjadi kota yang kita kenal
kini. Artinya, terbentuknya kota sedikit banyak berdasarkan atas
pengetahuan, norma, kepercayaan dan nilai-nilai budaya dari
masyarakatnya di masa lalu.
2.1.3. Kriteria Pelestarian
6
Dalam menentukan apakah suatu bangunan, artefak, situs, kawasan, dan
benda bersejarah lainnya termasuk dalam obyek yang perlu dilestarikan,
digunakan kriteria-kriteria pelestarian. Berikut terdapat kriteria-kriteria
pelestarian diantaranya :
1. Estetika Bangunan
Istilah estetika dapat digunakan untuk mengganti pengertian indah, bagus
, menarik atau mempesona (Lubis, 1990 : 96). Penilaian estetika suatu
bangunan sangat tergantung dari perasaan, pikiran, pengaruh lingkugan dan
norma yang bekerja pada diri pengamat. Estetika suatu bangunan sangat
terkait erat dengan penampilan bangunan, wajah bangunan dan tampak
bangunan yang kita lihat dengan mata sebelum dirasakan kesan estetisnya
dalam perasaan. Dalam menilai estetika suatu bangunan.
2. Contoh dari gaya/langgam arsitekutur tertentu (kejamakan)
Kejamakan suatu bangunan dinilai dari seberapa jauh karya arsitetur
tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik, mewakili
kurun waktu sekurang-kurangnya 50 tahun. Dalam hal ini ragam/lagam yang
spesifik yang pada arsitektur bangunan-bangunan bersejarah (Ellisa, 1996) :
Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/
Renaisans/ Romanik.
Langgam arsitektur Kolonial tropis (langgam arsitektur Klasik yang
telah diadaptasi dengan iklim tropis di Indonesia).
Langgam arsitektur Eklektik/Indisch Style (langgam arsitektur
Klasik/Kolonial tropis yang mengandung unsur tradisional Melayu
atau daerah lainnya di Indonesia).
Langgam arsitektur campuran (Klasik/Kolonial dengan Cina, Islam,
atau India, atau campuran diantaranya)
7
3. Kelangkaan
Kriteria kelangkaan menyangkut jumlah dari jenis bangunan peninggalan
sejarah dari langgam tertentu. Tolak ukur kelangkaan yang digunakan adalah
bangunan dengan langgam arsitektur yang masih asli sesuai dengan asalnya.
Yang termasuk kategori langgam arsitektur yang masih asli (Ellisa, 1996) :
1. Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/
Renaisans/Romanik.
2. Langgam arsitektur Cina
3. Langgam arsitektur melayu
4. Langgam arsitektur India
5. Langgam arsitektur Malaka (Melayu-Cina)
6. Langgam arsitektur Islam
4. Keistimewaan/Keluarbiasaan
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai keitimewaan/keluarbiasaan
suatu bangunan adalah bangunan yang memiliki sifat keistimewaan tertentu
sehingga memberikan kesan monumental, atau merupakan bangunan yang
pertama didirikan untuk fungsi tertentu (misalnya Mesjid pertama, Gereja
pertama, Sekolah pertama, dll).
Kesan monumental suatu bangunan dinilai dari skala monumental yang
dimiliki bangunan tersebut. Pengertian skala dalam arsitektur adalah suatu
kualitas yang menghubungkan banguna atau ruang dengan kemampuan
manusia dalam memahami bangunan atau ruang tersebut. Sedangkan yang
dimaksud dengan skala menumental adalah suatu skala ruang yang besar
dengan suatu obyeknya yang mempunyai nilai tertentu, sehingga manusia
akan merasakan keagungan dalam ruangan. Dengan melihat bangunan yang
memiliki skala menumental diharapkan pengamat akan merasa terkesan
(impressed) dan kagum, tetapi bukannya merasa takut karena merasa kecil
dan rapuh.
8
5. Peranan sejarah
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai bangunan yang memilki
peranan sejarah adalah :
Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan masa lalu kota dan
bangsa, merupakan suatu peristiwa sejarah, baik sejarah Kota
Bandung, sejarah Nasional, maupun sejarah perkembangan kota .
Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan orang terkenal atau
tokoh penting.
Bangunan hasil pekerjaan seorang arsitek tertentu, dalam hal ini
arsitek yang berperan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia
pada masa Kolonial.
6. Penguat kawasan disekitarnya
Tolak ukur yang digunakan adalah bangunan yang menjadi landmark bagi
lingkungannya, dimana kehadiran bangunan tersebut dapat meningkatkan
mutu/kualitas dan citra lingkungan sekitarnya. Beberapa keadaan yang dapat
memudahkan pengenalan terhadap suatu bangunan sehingga dapat menjadi
ciri dari suatu landmark antara lain adalah (lynch, 1992 : 79-83) :
Bangunan yang terletak disuatu tempat yang strategis dari segi visual,
yaitu di persimpangan jalan utama atau pada posisi “tusuk sate” dari
suatu pertigaan jalan.
Bentuknya istimewa karena besarnya, panjangnya, keindahannya,
ketinggiannya, atau karena keunikan bentuk.
Jenis penggunaannya, semakin banyak orang yang menggunakannya
maka akan semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.
9
Sejarah perkembangannya yaitu semakin besar peristiwa sejarah
yang terkait terhadapnya maka semakin mudah pula pengenalan
terhadapnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999 Bab IV,
dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah :
1. Tolok ukur nilai sejarah, dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan,
ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan
pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Tolok ukur umur, dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
3. Tolok ukur keaslian, dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana
lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di
dalamnya.
4. Tolok ukur tengeran atau landmark, dikaitkan dengan keberadaaan sebuah
bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan symbol dan
wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran
lingkungan tersebut.
5. Tolok ukur arsitektur, dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang
menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Sedangkan kriteria kawasan dan Bangunan Cagar Budaya menurut
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung adalah :
1. Nilai Sejarah
Hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa atau sejarah politik
(perjuangan), sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya termasuk di
dalamnya sejarah kawasan maupun bangunan (yang lekat dengan hati
masyarakatnya), tokoh penting baik pada tingkat lokal (Bandung atau Jawa
barat), nasional (Indonesia) maupun internasional
2. Nilai Arsitektur
Berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi elemen-elemen dalam
tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil dari periode gaya tertentu) serta
10
keteknikan. Termasuk di dalam nilai arsitektur adalah fasad, layout dan
bentuk bangunan, warna serta ornamen yang dimiliki oleh bangunan. Juga
berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau menunjang ilmu
pengetahuan, misalnya, bangunan yang dibangun dengan teknologi tertentu
atau teknologi baru (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan
material khusus). Bangunan yang merupakan perkembangan tipologi
tertentu.
3. Nilai Ilmu Pengetahuan
Mencakup bangunan-bangunan yang memiliki peran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya ITB, UPI, Museum Geologi.
4. Nilai Sosial Budaya (collective memory)
Berkaitan dengan hubungan antara masyarakat dengan locusnya.
5. Umur
Berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya. Umur
yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua
bangunan, semakin tinggi nilai ke-‘tuaannya’.
Sedangkan Menurut Undang – undang No 11 Tahun 2010, Benda,
bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi
kriteria:
1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
4) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
11
2.2. Pariwisata
2.2.1. Pengertian Pariwisata
Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari
berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia dan penyerapan
tenaga kerja (Pitana dan Gayatri, 2005: 54). Pariwisata sangat dinamis dan sangat
dipengaruhi oleh factor eko omi, politik, sosial, lingkungan dan perkembangan
teknologi (Hall dan Page, 1999).
Menurut beberapa sumber mengenai pengertian pariwisata, yaitu sebagai
berikut :
1. Pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara
dan tempat tinggal, ke sesuatu atau beberapa tujuan di luar lingkungan tempat
tinggal yang didorong beberapa keperluan tanpa bermaksud untuk mencari
nafkah tetap (BPS 1981, 1984, 1991).
2. Pariwisata adalah E. Guyer-Freuler, yaitu pariwisata dalam artian modern
merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan
akan kesehatan dan pergantian hawa yang menimbulkan rasa keindahan alam
atau mendapat kesenangan.
3. Pariwisata menurut Anomius (1992)
Wisata adalah kegiatan untuk menciptakan kembali baik fisik maupun
psikis agar dapat berprestasi lagi.
Taman rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai
jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang
mengandung unsure hiburan, pendidikan, kebudayaan sebagai usaha pokok
di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan
makanan dan minuman serta akomodasi.
Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
12
usaha pariwisata adalah suatu kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan
jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik
wisata, usaha barang pariwisata dan atau usaha lain yang terkait di bidang
tersebut.
2.2.2. Jenis-Jenis Pariwisata
Pariwisata dapat dibedakan jenisnya berdasarkan berbagai hal misalnya
berdasarka motif tujuan perjalanan dan jenis pariwisata berdasarkan obyek yang
ditawarkan. Menurut Dalen, (1989) jika dilihat dari motif dan tujuan
perjalanannya pariwisata dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut:
1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism)
Jenis ini dilakukan oleh mereka yang meninggalkan tempat tinggalnya
untuk berlibur, mencari udara segar yang baru, memenuhi kehendak ingin
tahunya, mengendorkan ketegangan sarafnya, melihat sesuatu yang baru,
menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan
ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota, atau bahkan untuk menikmati
hiburan di kota-kota besar dan ikut serta dalam keramaian pusat-pusat
wisatawan. Jenis wisata ini menyangkut banyak unsur yang sifatnya berbeda,
karena pengertian pleasure berbeda kadar pemuasnya sesuai dengan karakter,
cita rasa, latar belakang kehidupan dan temperamen masing-masing individu
2. Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)
Jenis ini dilakukan oleh mereka yang menghendaki pemanfaatan hari
liburnya untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan
rohaninya, menyegarkan kelelahannya. Biasanya mereka tinggal selama
mungkin di tempat-tempat yang dianggap benar-benar menjamin tujuan
rekreasi tersebut. Dengan kata lain mereka lebih menyukai health resort.
Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang karena alasan kesehatan dan
kesembuhan harus tinggal di tempat-tempat khusus untuk memulihkan
kesehatannya (seperti daerah sumber air panas, dan lain sebagainya).
13
3. Pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism)
Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi seperti keinginan untuk
belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari adat istiadat,
kelembagaan dan cara hidup rakyat di negara lain, untuk mengunjungi
monument bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu atau sebaliknya untuk
mengunjungi penemuan-penemuan besar masa kini, pusat-pusat kesenian,
pusat-pusat keagamaan, atau juga untuk ikut serta dalam festival-festival seni
musik, teater, tarian rakyat dan sebagainya.
4. Pariwisata untuk olah raga (sports tourism)
Jenis ini dapat dibagi ke dalam dua kategori:
a. Big Sports Events
Yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar (misalnya, Olipiade) yang
menarik perhatian tidak hanya olahragawan sendiri, tetapi juga ribuan
penonton atau penggemarnya.
b. Sporting Tourism of The Practicioners
Yaitu peristiwa olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan
mempraktekkan sendiri, seperti pendaki gunung, naik kuda, berburu, dan
sebagainya.
5. Pariwisata untuk usaha dagang (business tourism)
Yaitu perjalanan usaha dalam bentuk professional travel atau perjalanan
karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan
kepada pelakunya baik pilihan daerah maupun pilihan waktu perjalanan.
Tersirat tidak hanya professional trip yang dilakukan kaum pengusaha atau
industrialis, tetapi juga mencakup semua kunjungan ke pameran, ke instalasi
teknis yang bahkan menarik orang-orang di luar profesi ini. Juga harus
diperhatikan bahwa kaum pengusaha tidak hanya bersikap dan berbuat sebagai
konsumen, tetapi dalam waktu sebebas-bebasnya, sering berbuat sebagai
wisatawan biasa dalam pengertian sosiologis karena mengambil dan
memanfaatkan keuntungan dari atraksi yang terdapat di negara tersebut.
14
6. Pariwisata untuk berkonvensi (convention tourism)
Sekarang berbagai tourist resort atau daerah-daerah wisata banyak yang
menawarkan diri untuk dijadikan tempat konferensi. Bahkan untuk tujuan
tersebut sudah banyak negaranegara yang membentuk asosiasi-asosiasi sebagai
sarana yang dianggap penting untuk mencapai tingkat pengisian kamar yang
layak pada hotel-hotel mereka, terutama pada musim-musim menurunnya
jumlah wisatawan yang masuk ke dalam negara tersebut. Banyak negara yang
menyadari besarnya potensi ekonomi dari jenis pariwisata konferensi ini,
sehingga mereka saling berusaha untuk menyiapkan dan mendirikan
bangunan-bangunan yang khusus diperlengkapi untuk tujuan ini atau
membangun “pusatpusat konferensi” lengkap dengan fasilitas mutakhir yang
diperlukan untuk menjamin efisiensi operasi konferensi.
2.2.3. Komponen Pariwisata
Kegiatan pariwisata mencakup dua komponen utama yaitu penawaran
(supply) dan permintaan (demand). Komponen penawaran merupakan produk
wisata yang dapat ditawarkan, yang meliputi obyek wisata, sarana pariwisata,
jasa pariwisata, serta sarana dan prasarana lingkungan. Komponen permintaan
mencakup kegiatan serta aspirasi wisatawan dan masyarakat di sekitar kawasan
pariwisata.
Segala sesuatu yang disajikan bagi kepentingan wisatawan, baik berupa
benda-benda obyek, alat (sarana prasarana), tenaga (manusia, teknologi),
kegiatan (events), maupun pelayanan (service), yang sudah dirangkum
dipaketkan menjadi penawaran (supply) dan permintaan (demand) sang
wisatawan, dapat dikatakan sebagai produk wisata (Marpaung, 2002 : 78). Salah
satu studi kritis dalam rencana pengembangan sektor pariwisata adalah analisis
supply dan demand.
15
1. Komponen Penawaran (suplly)
Supply kepariwisataan dapat diartikan sebagai unsur-unsur daya tarik
wisata alam atau wisata buatan manusia, barang-barang dan jasa-jasa (goods
and services) (Yoeti, 1996: 80). Definisi lain dari supply, yaitu apa-apa yang
dapat disuguhkan oleh industry pariwisata (Pendit, 1994: 130-131), sedangkan
menurut Troisi (1942) dalam (Pendit, 1994: 130-131) mengatakan bahwa
supply industri pariwisata (selanjutnya disebut “benda-benda pariwisata”) baik
yang bersifat material maupun bukan material adalah sebagai berikut :
a. Benda-benda yang dapat diperoleh dengan jalan bebas, seperti udara cuaca,
iklim, panorama, keindahan alam sekitar,
b. Benda-benda pariwisata yang diciptakan, seperti misalnya monumen,
tempat-tempat bersejarah, benda-benda arkeologi, koleksi budaya, tempat
pemandian, gedung atau bangunan penting dan spesifik, candi, masjid,
gereja,
c. Benda-benda dan pelayanan (service) kepariwisataan yang harus
ditambahkan pada benda-benda dalam kategori (a) dan (b)
Komponen dalam supply menurut (Intosh et al., 1995: 269), terdiri dari :
1. Sumber daya alam (natural resources), kategori ini merupakan dasar dari
sediaan atau penawaran yang dapat digunakan dan dinikmati wisatawan
(obyek dan daya tarik wisata);
2. Infrastruktur, seperti sistem penyediaan air bersih, sistem pengolahan
limbah, system drainase, jalan, pusat perbelanjaan/pertokoan;
3. Transportasi (transportation), termasuk didalamnya jaringan transportasi
serta fasilitas pendukungnya; dan
4. Keramahtamahan dan sumber daya kebudayaan (hospitality and cultural
resources), ditinjau dari masyarakat setempat dan termasuk seni murni,
kesusastraan, sejarah, permainan dan pertunjukan sejarah.
16
2. Komponen Permintaan (demand)
Demand wisata merupakan banyaknya kesempatan wisata yang
diinginkan masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pariwisata secara umum yang dapat diharapkan bila tersedia
fasilitas-fasilitas memadai (Douglas,1982).
Permintaan kepariwisataan melihat dari jenisnya (Yoeti, 1996: 28)
dibagi dua, yaitu :
1. Potensial demand, yaitu sejumlah orang yang memenuhi syarat minimal
untuk melakukan perjalanan pariwisata karena mempunyai banyak uang,
keadaan fisik masih kuat, hanya belum mempunyai senggang waktu
bepergian sebagai wisatawan
2. Actual demand, yaitu sejumlah orang yang sedang melakukan perjalanan
pariwisata ke suatu daerah tertentu. Analisis demand menurut
pengertiannya adalah analisis yang melihat secara tradisional, mengenai
karakteristik sosial yang telah digunakan sebagai variabel untuk
menjelaskan segmentasi pasar. Secara konvensional, perbedaan usia,
berpengaruh terhadap harapan dan perilaku wisatawan pada segmen
pasar usia muda, wisatawan dari luar negeri dan seterusnya. Dengan
pendekatan ini pangsa pasar pariwisata dibagi dalam empat segmen
utama yaitu :
a. Segmen Modern Materialsitis, perilaku pilihannya cenderung pada
sun, sea, sex (beach attraction), night club dan lain-lain.
b. Segmen Modern Idealist, perilaku pilihannya cenderung kepada
kemegahan dan hiburan yang lebih bersifat intelektual, akademik,
seni dan budaya serta atraksi-atraksi yang bertemakan pelestarian
lingkungan.
c. Segmen Tradisional Idealist, perilaku pilihannya lebih pada tempat-
tempat atraksi yang terkenal dan monumental serta glority pada
keagungan masa lalu dan juga lingkungan yang masih alami.
17
d. Segmen Tradisional Materialistist, perilakunya pada tawaran karya
murah seperti belanja elektronik, pakaian, makanan dan sebagainya
yang terbentuk dalam bentuk paket wisata.
2.2.4. Unsur-unsur Pokok Pariwisata
Mengembangkan kepariwisataan disuatu obyek wisata berarti
mengembangkan potensi fisik pada obyek tersebut, sehingga fungsinya makin
meningkat sebagai obyek pariwisata yang dapat dipasarkan. Di setiap obyek atau
lokasi pariwisata sebetulnya ada berbagai unsur yang saling tergantung, yang
diperlukan agar para wisatawan dapat menikmati suatu pengalaman yang
memuaskan.
Pariwisata adalah wahana utama pelestarian kebudayaan. Pariwisata
tidak menghancurkan kebudayaan melainkan justru memberikan inspirasi untuk
terjadinya proses pengayaan, konservasi, adaptasi, rekonstruksi dan
reinterpretasi (Pitana dan Gayatri, 2005).
2.2.5. Konteks Kebudayaan Pada KawasanWisata Budaya
Konteks kebudayaan dalam kawasan wisata budaya diuraikan
berdasarkan pentingnya pelestarian budaya. Uraian di bawah ini akan
menjelaskan karakteristik atau bentuk kebudayaan dan usaha pelestarian
kebudayaan. Karakteristik atau bentuk kebudayaan merupakan suatu unsur-
unsur yang universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut sebagai berikut
(Koentjaraningrat, 1987:12):
a. Sistem religi dan upacara keagamaan, yaitu sistem kepercayaan dengan
segala bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan, yaitu adanya tatanan masyarakat
yang mempunyai pola hubungan tertentu.
c. Sistem pengetahuan, yaitu hasil daya cipta, karya dan karsa manusia.
d. Bahasa, yaitu alat komunikasi yang digunakan golongan masyarakat.
e. Kesenian, yaitu berbagai bentuk produk seni.
18
f. Sistem mata pencaharian hidup, yaitu sistem pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat.
g. Sistem teknologi dan peralatan, yaitu produk ciptaan manusia berdasarkan
ilmu. Unsur-unsur kebudayaan tersebut di atas, dalam kehidupan
masyarakat selanjutnya akan terwujud menjadi tiga macam, yaitu sebagai
berikut (Koentjaraningrat, 1987:11):
1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan
peraturan yang bersifat abstrak, disebut culture system.
2. Kebudayaan sebagai kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari
manusia dalam masyarakat, bersifat lebih konkrit dan disebut sebagai
social system.
3. Kebudayaan benda-benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai
sifat paling konkrit, dapat diraba, diobservasi dan didokumentasi,
disebut sebagai kebudayaan fisik atau physical culture.
Jadi dapat dikatakan bahwa kebudayaan semakin terwujud pada bentuk
yang konkrit dan teraga, yaitu dari sistem budaya ke sistem sosial dan akhirnya
kebudayaan fisik. Senada dengan pendapat Koentjaraningrat (1987:11),
Rapoport (1990) menyatakan bahwa budaya sebagai suatu kompleks gagasan
dan pikiran manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan ini akan terwujud melalui
pandangan hidup (world view), tata nilai (values), gaya hidup (life style) dan
akhirnya aktifitas (activities) yang bersifat konkrit.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk mengkaji aspek budaya
atau kebudayaan dapat menggunakan beberapa komponen kunci (Altman &
Chemers, 1980):
1. Budaya mengacu pada kepercayaan dan persepsi, nilai dan norma,
kebiasaan dan perilaku suatu kelompok masyarakat,
2. Budaya digunakan untuk menunjukkan bahwa secara konsensus kognisi,
perasaan, dan perilaku dimiliki secara bersama oleh anggota kelompok,
19
3. Budaya menunjukkan bahwa nilai, kepercayaan dan gaya perilaku yang
dimiliki olehsuatu kelompok diwariskan atau disebarluaskan pada pihak
lain, terutama anak-anak dan bahwa sosialisasi dan pendidikan anggota baru
pada kelompok tersebut dapat ikut serta memelihara kelangsungan
konsensus tersebut pada generasi berikutnya,
4. Nilai, kepercayaan dan penerapannya dalam suatu kelompok masyarakat
meliputi proses-proses yang tidak hanya berupa mental maupun behavioral,
namun budaya juga dapat dikenali pada obyek dan lingkungan fisik.
Pada suatu kawasan wisata budaya, pembentukan kebudayaan juga dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut (Rapoport dalam
Irawati, 1996:26):
a. Lokasi, yaitu keberdaan fisik diwujudkan dalam suatu lokasi,
b. Berhubungan dengan bentang alam, yaitu adanya unsur landscape dengan
fungsi tertentu,
c. Memiliki elemen yang khusus, yaitu terdapat unsur fisik khusus yang
menjadi ciri,
d. Memiliki letak yang khusus, yaitu penempatan ruang dengan maksud
tertentu,
e. Memiliki ruang dari tipe yang khusus, yaitu jenis ruang sesuai dengan
kegunaannya,
f. Pemberian nama dalam cara yang khusus, yaitu berlandaskan unsur fisik
kawasan,
g. Menggunakan sistem orientasi yang khusus, yaitu sebagai landasan
pembangunan fisik,
h. Memiliki warna, tekstur dan sebagainya yang khusus, yaitu penggunaan
warna, tekstur khas sebagai bagian karakter fisiknya,
i. Memiliki suara, bau, temperatur, gerakan udara, dan segala hal yang berupa
karakteristik fisik yang tidak terlihat,
20
j. Mempunyai orang yang pasti menarik dalam aktivitas yang khusus, yaitu
pelaksanaan aktivitas masyarakat yang menarik perhatian karena kegiatan
yang dilakukannya.
2.3. Kota Manado
2.3.1. Perkembangan Kota Manado
Nama “Manado” mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama
“Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri berasal dari bahasa daerah
Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti
“di jauh”. Pada tahun itu juga, tanah Minahasa-Manado mulai dikenal dan
populer di antara orang-orang Eropadengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat
dalam dokumen-dokumen sejarah.
Tahun 1658, VOC membuat sebuah benteng di Manado. Sejarah juga
mencatat bahwa salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro
pernah diasingkan ke Manado oleh pemerintah Belanda pada tahun 1830.
Biologiwan Inggris Alfred Wallace juga pernah berkunjung ke Manado pada
1859 dan memuji keindahan kota ini.
Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal
Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Denganbeslu it itu, Gewest Manado
ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alat-
alatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh
seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951,Gemeente Manado menjadi
Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur
Sulawesitanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah
Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur
Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya
menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953
juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi
21
Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja
Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya
Manado, yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado
sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Kota ini juga pernah mengalami kerusakan berat karena peperangan
yaitu ketika pada masa Perang Dunia II, dan ketika dibom kembali oleh TNI
Angkatan Udara pada 1958 dalam upaya mengalahkan Permesta, sebuah
gerakan pemberontakan yang menghendaki pemisahan dari Republik Indonesia.
22
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
3.1. Lokasi Studi
Lokasi Studi Pembahasan berada di Kecamatan Wenang dengan lima kelurahan
yang terdapat cagar budaya dan merupakan kawasan kota lama manado yaitu kelurahan
wenang utara, kelurahan calaca, kelurahan lawangirung, kelurahan pinaesaan dan
kelurahan istiqlal . lokasi studi ini juga berbatasan dengan :
Utara : Sungai Tondano
Selatan : Kecamatan sario
Barat : Kawasan Mega mas dan Marina Plaza
Timur : Kecamatan Istiqlal
23
Gambar 3.1Foto udara eksisting kawasan Kota Lama Manado
Peta 3.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Manado
Lokasi studi ini berdasarkan dokumen RTRW kota manado 2010 – 2030 pada Bab
5 yaitu tentang Rencana Pola Ruang Kota Manado yang menjelaskan lokasi studi ini
merupakan lokasi cagar budaya dan terdapat beberapa peninggalan – peninggalan yang
secara visual fisik memiliki nilai sejarah pada cagar budaya seharusnya dilindungi
karena merupakan rencana kawasan lindung di kota Manado.
3.2. Identifikasi Cagar Budaya
Kriteria cagar budaya pada pembahasan ini yaitu memakai pendekatan menurut
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung yang mengacu pada UU No 5
Tahun 1992 yang telah di revisi menjadi UU No 11 Tahun 2010 Tentang cagar budaya.
Undang – undang No 11 Tahun 2010, Benda, bangunan, atau struktur dapat
diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar
Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Sedangkan kategori Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung
yaitu :
1. Nilai Sejarah
Hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa atau sejarah politik
(perjuangan), sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya termasuk di
dalamnya sejarah kawasan maupun bangunan (yang lekat dengan hati
masyarakatnya), tokoh penting baik pada tingkat lokal (Bandung atau Jawa
barat), nasional (Indonesia) maupun internasional
24
2. Nilai Arsitektur
Berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi elemen-elemen dalam
tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil dari periode gaya tertentu) serta
keteknikan. Termasuk di dalam nilai arsitektur adalah fasad, layout dan
bentuk bangunan, warna serta ornamen yang dimiliki oleh bangunan. Juga
berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau menunjang ilmu
pengetahuan, misalnya, bangunan yang dibangun dengan teknologi tertentu
atau teknologi baru (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan
material khusus). Bangunan yang merupakan perkembangan tipologi
tertentu.
3. Nilai Ilmu Pengetahuan
Mencakup bangunan-bangunan yang memiliki peran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya ITB, UPI, Museum Geologi.
4. Nilai Sosial Budaya (collective memory)
Berkaitan dengan hubungan antara masyarakat dengan locusnya.
5. Umur
Berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya. Umur
yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua
bangunan, semakin tinggi nilai ke-‘tuaannya’.
Pengkategorian dari Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung ini
digunakan Karena belum ada peraturan daerah kota Manado yang mengenai kriteria dan
perlindungan tentang Cagar Budaya sehingga dari pembahasan ini sesuai UU No 11
Tahun 2010 Tentang cagar budaya salah satu kota di Indonesia yang terpilih karena
masih menjaga dan melestarikan cagar budaya yaitu kota bandung dengan Peraturan
Daerah Nomor 19 Tahun 2009 kota bandung.
25
Berdasarkan penentuan kriteria cagar budaya menurut Peraturan Daerah Nomor
19 Tahun 2009 kota bandung sehingga dapat diidentifikasi kawasan kota lama Manado
memiliki beberapa Cagar Budaya yaitu :
1. Taman Kesatuan Bangsa
Kawasan Taman Kesatuan Bangsa Telah ada sejak tahun 1970an yang
kemudian diresmikan pada tahun 1987 oleh Pemerintah Sulawesi Utara. Kawasan
TKB sangat erat kaitan dengan sejarah perkembangan Kota Manado. Selain itu
Patung Dotu Lolong Lasut yang terletak tepat ditengah-tengah taman ini memiliki
nilai sejarah sebagai pejuang dan salah cikal bakal berdirinya Kota Manado dan
disini juga pernah menjadi salah satu tempat menyampaikan aspirasi Pemberontak
Rakyat Semesta (Permesta).
26
Gambar 3.2 Foto udara dan foto Taman Kesatuan Bangsa
Kawasan TKB Termasuk ke dalam Struktur Cagar Budaya karena telah ada
lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai historis, sosial budaya dan memberikan nilai
ilmu pengetahuan serta memenuhi dan menampung kebutuhan manusia karena
Taman Kesatuan Bangsa ini merupakan ruang publik dan telah menjadi landmark
kota manado sampai sekarang ini.
2. Oude Kerk (Gereja Sentrum),
Sebelum nama Gereja Sentrum Manado dikenal dengan nama Gereja Besar
Manado. Pada masa penjajahan Jepang Gereja Besar Manado pernah menjadi
Markas/Pusat MSKK (Manado Syuu Kiri Sutoktop Kyookai) yang dipimpin oleh
pendeta Jepang Hamasaki. Namun, Gedung Gereja Besar Manado yang begitu sarat
akan nilai historis religius ini hancur di bom pada perang dunia II atau agresi militer.
Sebagai tanda atau prasasti maka didirikan monumen yang berada disebelah
kiri gereja yang sudah hancur tersebut. Monumen perang dunia II ini sampai
sekarang masih kokoh berdiri. Pada tahun 1952, didirikan sebuah gedung gereja
permanent di lokasi yang hancur.
27
Gambar 3.3 Foto udara dan foto Oude Kerk (Gereja Sentrum),
Gereja Sentrum merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur
lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai nilai historis, dan
menunjang nilai pengetahuan dalam perkembangan kawasan disekitarnya.
3. Tugu Perang Dunia Ke – 2
Tugu Perang Dunia ke 2 ini dibangun pada tahun 1940 untuk memperingati
dan sebagai tanda bahwa sekutu pernah melakukan pengeboman pada kawasan
Indonesia Bagian Timur pada waktu Perang Dunia II. Target dari pengeboman ini
adalah Gereja Sentrum, dimana pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, gedung
tersebut pernah menjadi markas / pusat ‘Manado Syuu Kiri Sutokyop Kyookai’
yang dipimpin Pendeta Jepang, Hamasaki. Letak tugu peringatan ini berada di
sebelah kiri dari bangunan Gereja Sentrum.
Tugu perang dunia ke II merupakan Benda cagar budaya karena telah
berumur lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai historis, dan mempunyai hubungan
erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan kawasan disekitarnya.
28
Gambar 3.4Foto udara dan foto Tugu Perang Dunia ke 2
4. Klenteng Ban Hin Kiong
Kelenteng Ban Hing Kiong didirikan sekitar 300 tahun yang lampau dengan
mengikuti pola yang diawali dari niat dan hakekat para pendirinya, dimana hal
tersebut tertampil secara fisik pada papan nama yang mencerminkan fungsi dan
peran serta sifatnya yang umum dan luas (universal).
Klenteng Ban Hin Kiong merupakan bangunan Cagar Budaya karena telah
berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiliki nilai arsitektur, mempunyai sejarah
ilmu pengetahuan, sejarah budaya dan berpengaruh bagi perkembangan kawasan
disekitarnya.
29
Gambar 3.5 Foto udara dan foto Kelenteng Ban Hing Kiong
5. Monumen Pendaratan Batalyon Worang
Monumen tujuh tentara ini diresmikan pada 10 Mei 1954 dan berlokasi di dekat
Pasar 45, di mana patung Dotu Lolong Lasut berdiri (lihat di atas). Nama dari
batalyon ini diambil dari salah satu perwira tinggi Minahasa (H.V. Worang) pada
awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Batalyon Worang mendarat di Sulawesi
Utara dengan perintah untuk melawan pemberontakan penduduk lokal yang
mendukung Belanda.
Monumen Pendaratan Batalyon Worang merupakan Benda Cagar Budaya
karena telah berumur lebih dari 50 tahun, mempunyai nilai sejarah, dan mempunyai
hubungan erat dengan kebudayaan dan perkembangan kawasan kota lama di
Manado
30
Gambar 3.6 Foto udara dan foto Monumen Pendaratan Batalyon Worang
6. Minahasa Raad (Gedung Dewan Minahasa)
Sejarah Minahasa Raad yang adalah gedung parlemen pertama di Indonesia
dibangun tahun 1925 dan selesai pada tahun 1930. DR Sam Ratulangi adalah
penduduk pribumi pertama yang menjadi anggota dewan merangkap sekretaris
dewan.
Bangunan lama milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang terletak di
Jalan Sam Ratulangi depan Gedung Bank Sulut, dahulunya adalah Gedung Dewan
Minahasa (Minahasa Raad) pada jaman pendudukan Belanda di Manado
Minahasa Raad merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah berumur
lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai sejarah ilmu
pengetahuan, sejarah budaya dan berpengaruh bagi perkembangan kawasan
disekitarnya.
31
Gambar 3.7 Foto udara dan foto Minahasa Raad (Gedung Dewan Minahasa)
7. Benteng atau Bioskop Benteng
Bangunan bioskop Benteng dibangun pada tahun 1930, memiliki peranan
sejarah, karena sudah ada sejak lama. Bangunan ini juga menjadi salah satu
bangunan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dan juga sebagai tempat
hiburan pada masa sejarah.
Benteng Atau Bioskop Benteng merupakan Bangunan Cagar Budaya
karena telah berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur,
mempunyai sejarah ilmu pengetahuan, dan berpengaruh bagi perkembangan
kawasan di kota lama Manado.
32
Gambar 3.8 Foto udara dan foto Benteng Atau Bioskop Benteng
8. Kapel Biara St. Joseph
Didirikan pada abad 19, Berusia ±150 Tahun. Sturuktur dan bentuk
bangunan masih asli. Masih berfungsi sebagai kapel sampai sekarang dan dapat di
kunjungi oleh siapa saja yang ingin berkunjung
Kapel Biara St. Joseph merupakan bangunan Cagar Budaya karena telah
berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai arsitektur, mempunyai nilai
historis, kebudayaan dan berpengaruh dalam perkembangan kawasannya.
33
Gambar 3.9 Foto udara dan foto Kapel Biara St. Joseph
9. Gereja St. Ignatius
Gereja ST. Ignatius memiliki nilai sejarah tiggi dimana gereja ini ialah salah
satu gereja katholik mula-mula di kota Manado. Di bangun pada tahun 1957, gereja
ini merupakan hasil pemekaran dari gereja Katedral Hati Tersuci Maria dan
menjadi gereja Katholik yang berpengaruh di Manado Utara.
Gereja St. Ignatius merupakan Bangunan Cagar Budaya karena telah
berumur lebih dari 50 tahun dan masih memiiki nilai historis, kebudayaan
mempunyai nilai arsitektur, dan berpengaruh dalam perkembangan kawasan kota
lama manado.
34
Gambar 3.10 Foto udara dan foto Gereja St. Ignatius
3.3. Pengembangan Kawasan Wisata Budaya
1. Aksesibiltas
Aksesibilitas merupakan salah satu elemen penting dalam menunjang sektor
pariwisata di Kota Manado. Kota manado sendiri menyediakan sumber transportasi baik
darat, laut dan udara. Transportasi darat dengan adanya terminal malalayang yang
terdapat pada selatan kota manado dan terminal karombasan terdapat di kecamatan
Wanea serta terminal Paal 2 terdapat di kecamatan Tikala. Transportasi laut yang ada
didukung dengan adanya pelabuhan diteluk manado berada di pusat kota lama itu
sendiri serta pelabuhan yang berada di kota Bitung dengan transportasi darat yang
memerlukan durasi waktu sekitar 1 jam lebih untuk sampai di pusat kota lama manado,
dan untuk transportasi udara didukung dengan adanya bandara Internasional Sam
Ratulangi, Akses menuju kawasan kota lama manado dari bandara memerlukan waktu
sekitar 30 menit jika tidak ada hambatan seperti macet.
35
Gambar 3.11 Foto udara akses dari bandara sam ratulangi ke kawasan kota lama Manado
2. Fasiltas dan Infrastruktur
Kota Manado memiliki 14 hotel berbintang yang terdiri dari 3 Hotel Bintang
Lima, 5 Hotel Bintang Empat, 4 Hotel Bintang Tiga, 3 Hotel Bintang Dua, dan 2
Hotel Bintang Satu. Sedangkan Hotel Non Bintang yang ada di kota Manado
sebanyak 92 Hotel. Sehingga dapat mendukung keberadaan lokasi cagar budaya di
pusat kota lama manado
Di lokasi cagar budaya ini juga terdapat pasar tradisional yaitu pasar
bersehati dan beberapa pasar swalayan seperti jumbo, multimart, dan golden serta
juga terdapat area wisata kuliner wakeke rumah makan di dalamnya.
Pada dasarnya fasilitas umum seperti, lahan parkir, WC umum,
pertokoan/warung telah tersedia dan cukup memadai dan dapat memenuhi
kebutuhan orang yang datang atau singgah ke lokasi wisata budaya kota cagar
36
Tabel 3.1 Banyaknya Hotel Berbintang Tahun 2011
budaya manado, namun pengelolaan dan pengawasan terhadap tingkat kesadaran
dan kedisiplinan masyarakat, dalam menjaga dan memelihara kebersihan dan
keindahan harus tetap diperhatikan.
37
Gambar 3.12 Fasilitas Parkir di Taman Kesatuan Bangsa
Gambar 3.13 PasarBersehati dan WC Umum di Pasar Bersehati
Gambar 3.14 Pasar Swalayan (Jumbo dan Golden)
Penambahan tanda – tanda masuk kawasan perlu ditambahkan sebagai
penanda lokasi wisata cagar budaya sehingga lokasi ini dapat berpotensi menjadi
kawasan yang dapat memberikan ciri khas terhadap kota manado, dapat menjadi
kawasan yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan untuk
peningkatan pariwisata di kota manado
3.4. KESIMPULAN
Pada Kawasan Kota Lama Masih terdapat 2 Benda Cagar Budaya, 6 Bangunan
Cagar Budaya, dan 1 Struktur Cagar Budaya sehingga lokasi ini sesuai Undang Undang
no 11 tahun 2010 tentang cagar budaya lokasi ini merupakan Situs Cagar Budaya yang
berpotensi menjadi aset kota manado yang perlu dijaga dan di lestarikan keberadaannya
Selain itu juga potensi yang terdapat dalam Situs Cagar Budaya ini akan
memberikan pelajaran yang berarti bagi pengembangan wawasan pengunjung dan
memberikan informasi yang baru.dan juga berguna untuk lingkungan setempat berupa,
peningkatan ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan dalam menunjang kawasan kota
lama Manado sebagai kawasan wisata yang berpotensi untuk di tingkatkan .
Dalam pengembangan wisata budaya akses untuk masuk ke lokasi kota lama ini
dapat di dilalui oleh tranportasi darat yang sudah disediakasn di kota manado dari
terminal malalayang bagian selatan kota manado, terminal karombasan terdapat di
kecamatan Wanea serta terminal Paal 2 terdapat di kecamatan Tikala. Pada lokasi ini
juga ditunjang beberapa fasilitas pendukung seperti Hotel dan Tempat makan sehingga
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para wisatawan yang datang dan
berkunjung.
Pada lokasi situs cagar budaya ini perhatian pemerintah sangat diperlukan dalam
melindungi dan melestarikan lokasi ini, bentuk sosialisasi, memberikan pemahaman
tentang cagar budaya kepada masyarakat agar dalam pelestariannya masyarakat turut
andil dalam setiap peluang untuk meningkatkan ekonomi, sosial, kebudayaan, dan
pariwisata di kota manado terutama kawasan Kota Lama Manado
38
DAFTAR PUSTAKA
Almadani, M. R. dan Gundawan. Ivan. 2013. “Identifikasi Bangunan Cagar Budaya Bangunan Kuning Agung, Senghie, Pontianak.” Journal Of Architecture, Vol 2, Februari, Hal. 17-28.
Harjiyatni, F. R. dan Raharja, Sunarya. 2012.” Perlindungan Hukun Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan Di Yogyakarta.” Mimbar Hukum, Vol 24, Juni, Hal. 187-375
Karongkong, H. H. 2011.” Pembongkaran Kompleks Persekolahan ‘Don Bosco’ Manado (Pengrusakan nilai bangunan ‘Cagar Budaya’).” Jurnal Sabua, Vol 3, Mei, Hal. 49-52.
Paramata, Indriani. et al. 2013. “ Perencanaan Paket Wisata Kota Manado.” Planning for Urban Regional and Environment,Vol 2, April, Hal. 33-42.
Siswanto. 2007.”Pariwisata dan Pelestarian Warisan Budaya.” Berkala Arkeologi Tahun XXVII, Edisi 1, Mei, Hal. 155-173.
Susiana. 2013.”Identifikasi Bangunan-Bangunan Bersejarah Di Kabupaten Serdang Berdagai.” Jurnal, Juni, Hal.1-14.
Sidabutar, F. D. Yuanita. 2007.”Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah Dalam Mendukung Aktivitas Pengembangan Wilayah di Kota Medan (Studi Kasus : Kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka.” Jurnal Wahana Hijau, Vol 3, Agustus, Hal. 9-16.
S, Titik.Yulita et al. 2011.” Model Pengelolaan Bangunan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya.” Seri Kajian Ilmiah, Vol 14, Januari, Hal. 52-72.
Widyastuty, A.G.S.A. 2011. “Identifikaksi Kawasan Kota Lama Gresik.” Jurnal Teknik Waktu, Vol 09, Juli, Hal. 6-17.
Widyawati, N. L. dan Syahbana, J. A. 2013.”keseriusan Dan Konsekuensi Sikap Pemerintah Daerah Terhadap Pelestarian Di Kawasan Kota Lama Semarang.” Jurnal Teknik Pwk, Vol 2, Hal. 303-313.
39