I. Identitas Penelitian 1. Judul Usulan : Kebijakan ... filedengan objek penelitian recidive anak...
Transcript of I. Identitas Penelitian 1. Judul Usulan : Kebijakan ... filedengan objek penelitian recidive anak...
I. Identitas Penelitian
1. Judul Usulan : Kebijakan Formulasi Perlindungan Anak Tenaga Kerja Indonesia
ke Luar Negeri Berbasis Pembinaan (Studi di Kabupaten Malang, Jatim)
2. Ketua Peneliti
(a) N a m a : Ibnu Subarkah, SH.MHum
(b) Bidang Keahlian : Ilmu Hukum-Hukum Pidana
3. Anggota Peneliti
No. Nama &Gelar Akademik
Keahlian Institusi Curahan Waktu
(jam/minggu)
1. Zulkarnain SH.MH Kriminologi Fakultas
Hukum Univ.
Widyagama
Malang
15
4. Isu Strategis : Harmonisasi Kebijakan Desentralisasi
5. Topik Penelitian : Formulasi Kebijakan Desentralisasi untuk Merespon
Variabilitas Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan antar Daerah
6. Objek Penelitian
Mengingat bahwa dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini
disebutkan dalam Pasal 77 butir b, Bab XII Ketentuan Pidana, bahwa penelantaran
terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik
fisik, mental maupun social dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (cetak tebal
penulis) Persoalan ini dipertegas pula dalam Pasal 45 ayat (2) yang berbunyi dalam hal
orang tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya sebagaiman
dimaksud dalam ayat (1), maka Pemerintah wajib memenuhinya, dan Pasal 57 yang
mengkategorikan anak karena kelalaian kewajiban orang tua sebagai anak terlantar
melalui penetapan pengadilan. Kebijakan dalam Perlindungan Anak berbasis Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kab. Malang1), masih belum
1) Ibnu Subarkah, Membangun Model Perlindungan Anak Dalam Victim Offender Relationship Tindak Pidana Pencurian Akibat Orang Tua Bekerja di LN sbg TKI (Studi di Wilayah Hkm Pengadilan Negeri Kepanjen, Kab. Malang, Jatim, laporan hasil peneltian hibah bersaing tahun 2008, dan dimuat dalam Jurnal terakreditasi “ Yustisia” , Jurnal Hukum
2
menampakkan satu kesatuan (integrated) antar instansi, dan masih parsial. Baik bagi
Perlindungan anak TKI yang bermasalah dihadapan hukum maupun tidak. Kebijakan
dimaksud dipandang tidak effektif dalam implementasinya, yang pada akhirnya merupakan
kewajiban pemerintah. Oleh karena itu perlu dikaji dan diformulasikan kebijakan baru di
tingkat daerah dan ini sebagai objek penelitian utama.
Dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ibnu Subarkah
sebagai objek berikutnya adalah individu-individu, maupun individu-individu dalam suatu
organisasi merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan2) baik anak sebagai pelaku
(offenders) kejahatan anak, recidivist anak dan bukan (unoffenders), penanggulangan non
penal, dan aspek perlindungan tenaga kerja khususnya TKI ke Luar Negeri yang bertujuan
mewujudkan perlindungan dalam konteks pembinaan. Beberapa hal yang menjadi
kekuatan teori bagi peneliti dalam penelitian sebelumnya mengacu pada penjelasan secara
teoritis bahwa, individu baik dewasa maupun anak-anak, merupakan sasaran utama
perspektif pandangan sosio psikologis, yang dikembangkan melalui teori interaksi simbolis.
Bagaimana individu dengan kepribadian diri pribadi berinteraksi, interaksi antara
pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya.3)
Kontradiksi nampak jelas apabila dikaitkan dengan government will (kehendak
pemerintah) untuk mengekspor pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Luar Negeri guna
meningkatkan devisa Negara melalui daerah. Sebagaimana menurut Kompas Cyber Media,
13 Desember 2001, disebutkan Pemerintahpun mendapat keuntungan dengan adanya TKI,
yang pada tahun 2000 lalu mendatangkan devisa sebesar Rp. 1,2 Trilyun bagi Jatim,
kenyataan bahwa penghasilan yang mereka dapatkan di luar negeri jauh lebih besar,
merupakan daya tarik yang tidak terbantahkan. Bagi Kabupaten Malang pada tahun 2005
kurang lebih jumlah uang kiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Malang
UNS, Edisi 77 Mei- Agustus 2009, Tahun XX ISSN 0852-0941, Terakreditasi Depdiknas RI SK No. 43/DIKTI/KEP/2008, 8 Juli 2008 2) Ibnu Subarkah, Penelitian Tahun 2000, 2005, 2007, dan 2008, mengutip I.S Susanto, Pemahaman Kritis terhadap Realitas Sosial, daalam Majalah Masalah-masalah Hukum No. 9 tahun 1992, h. 17, menyebutkan ada 4 (empat) demensi penegakan hukum, salah satunya adalah dimensi aparat penegak hukum sebagai individu maupunsebagai organisasi. Selaras dengan itu Satcipto Rahardjo, dalam masalah penegakan hukum, Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, tanpa tahun, h. 22, manusia, dan lingkungannya. Masalah lingkungan berhubungan dengan manusianya secara individu, serta dengan penegak hukumnya sebagai lembaga. 3) Zamroni, Pengantar Pengembangan teori Sosial, cetakan-I, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992 h.55, mengutip dari George H. Mead, Ingatan, Diri, dan Masyarakat (Mind, Self, and Society), Universitas Chicago, Chicago, 1994.
3
yang bekerja di Luar Negeri mencapai Rp. 90.078 Milyar, dimana penempatannya melalui
17 PJTKI di Malang Raya.
Data Penelitian, Tahun 2005, oleh Ibnu Subarkah,4) terjadinya kejahatan ulang
dengan objek penelitian recidive anak karena peran orang tua kurang berfungsi dalam
mendidik dan merawat anak. Begitu pula penelitian tahun 2007, yang dilakukan oleh
penulis menghasilkan data bahwa orang tua sebagai TKI ke Luar Negeri mengakibatkan
pada diri anak mempunyai kecenderungan besar sebagai faktor kriminogen untuk
terjadinya kejahatan atau kenakalan dikarenakan kurangnya perhatian dan kasih sayang
dari orang tua.
7.Lokasi Penelitian
Hidup dengan hasil sebagai Tenaga Kerja Indonesia ke Luar memang untuk
sebagian besar masyarakat Kabupaten Malang memang sangat menjanjikan. Di Kabupaten
Malang khususnya di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, sejumlah 1500
penduduknya justru berbondong-bondong memilih menjadi TKI, oleh karena itu desa ini
dikenal sebagai Kampung TKI. Hasil jerih payahnya sebagai TKI sebagian besar
diorientasikan untuk pendidikan anak. 5)Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Malang,
Jawa Timur, data pendahuluan melalui research peneliti tahun 2005, dan Tahun 2007, 2008
di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Malang, menunjukkan hasil bahwa
dalam upaya penanggulangan non penal bagi pelaku anak yang melakukan kejahatan
sangat penting untuk dilakukan upaya pembinaan atau penyembuhan terpidana dan ini
harus integratif pembinaan dari Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara Blitar, Lembaga
perlindungan Anak, UPPA Polres Kab. Malang, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial dan
Orang Tuanya, yang sementara pembinaan masih bersifat parsial.6) Dengan teknik
purposive sampling , ditentukan lokasi sebagai responden antara lain Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak/ UPPA Polres Kab. Malang, Dinas Tenaga Kerja Kab. Malang, Dinas
4) Ibnu Subarkah, dkk, Kebijakan Integratif Pasca Penal bagi Pelaku Anak dan Recidivist, dimuat dalam jurnal Legal Spirit, Jurnal Hukum Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Widyagama Malang, Vol. 1, No. 1, Juli 2006, hal. 74. 5) Jawa Pos Radar Malang, Uang Kiriman Pertama Langsung Jadi Rumah, Jum’at, 29 Mei 2009, halaman 29. 6) Ibnu Subarkah, Penanggulangan Penal bagi Pelaku Anak sebagai Pelaku Kejahatan Ulang yang berbasis Perlindungan, (Hasil Penelitian), Jrunal Konstitusi (kerja sama PUSKASI Fak. Hukum Univ. Widyagama Malang dengan Mahkamah Konstitusi) Volmue II No. 2, November 2009, ISSN 1829-7706, Jakarta, , halaman 164.
4
Sosial Kab. Malang, LPAN Blitar Jawa Timur, Pengadilan Negeri Kab. Malang, yang
representative untuk membangun model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri yang
berbasis pembinaan menuju Harmonisasi Kebijakan.
8. Hasil yang ditargetkan :
Pada Tahun I, menemukan hasil melalui penelitian yang ditargetkan sebagai berikut.
1. Merumuskan Model Perlindungan pada anak TKI dan anak yang berkonflik dihadapan
hukum.
2. Mendapatkan data, diskusi dan diseminasi dengan instansi terkait yakni Disnaker,
UPPA Polres Malang, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi Bidang
Kesejahteraan DPRD Kab. Malang, Dinas Sosial Kab. Malang LPAN, Pengadilan
Negeri Kepanjen Kab. Malang guna membangun model perlindungan, dengan hasil
suatu model Pembinaan yang diperkuat juga melalui hasil-hasil dari penelitian tahun
2000, 2005, 2007 dan 2008.
3. Memformulasikan Model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan.
Pada Tahun II,
1. Model Perlindungan Anak TKI pada Tahun I ditindak lanjut pada Tahun II dengan
mengkaitkan model tersebut dapat diterapkan dengan memformulasikan model
pembinaan.
2. Mendapatkan data pada instansi yang berkenaan dengan model Pembinaan di Disnaker,
UPPA Polres Malang, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi Bidang
Kesejahteraan DPRD Kab. Malang, Dinas Sosial Kab. Malang, LPAN, guna
membangun model pembinaan, dengan hasil suatu model Pembinaan yang diperkuat
juga melalui hasil-hasil dari penelitian tahun 2000, 2005, 2007 dan 2008.
3. Formulasi Model Pembinaan sebagai bagian dari Model Perlindungan Anak dan
aplikasinya.
9.Institusi lain yang terlibat : Pengadilan Negeri Kepanjen Kab. Malang.
10. Sumber Biaya Selain Dikti : ---------
11. Keterangan Lain yang dianggap perlu : Responsivibilitas daerah terhadap UU
Perlindungan Anak (Pasal 77 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
nota bene ”menelantarkan anak di pidana”) dari pelaksana kebijakan Perlindungan
5
TKI kurang, terbukti secara nasional Pengiriman TKI ke Luar Negeri selalu berjalan
dan mendatangkan devisa negara. Data dari pihak Disnaker Kab. Malang, dan Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Malang 7) disimpulkan pentingnya untuk
disusun Model Pelindungan Anak Khusus bagi Anak TKI. Dalam mewujudkan
Penelitian ini sarana dan dukungan dalam pelaksanaan tidak ada, sumber biaya selain
dikti juga tidak ada. Hanya saja penelitian-penelitian terdahulu peneliti didanai oleh
DP2M Dikti, baik PDM maupun PHB sekaligus Pendamping PKMP/Program
Kreativitas Mahasiswa Penelitian untuk Objek penelitian yang sama dalam
mendapatkan data.
II. Substansi Penelitian
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah untuk memformulasikan Model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan, yang merupakan tindak lanjut Penelitian hibah bersaing Tahun 2008 yang dilakukan oleh Ibnu Subarkah, dkk, yang pernah diseminarkan pada Monev Terpusat Jakarta Tahun 2008, dimana tujuan penelitian hibah bersaing tersebut adalah guna membangun Model Perlindungan Anak Tindak Pidana pencurian Akibat Orang Tua sebagai TKI ke Luar Negeri, begitu pula pada tahun sebelumnya yakni Tahun 2005 Ibnu Subarkah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab terjadinya Recidivist Anak. Dimana orientasi pada tujuan penelitian semula dari tahun 2005 sampai tahun 2008 terletak dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, khusus pada anak yang bermasalah dihadapan hukum, kemudian dikembangkan lebih lanjut pada anak yang tidak bermasalah dihadapan hukum sebagai akibat TKI ke luar Negeri. Adapaun target khusus penelitian ini adalah pada tahun I untuk memformulasikan Memformulasikan Model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan, dan pada Tahun ke II untuk memformulasikan Model Pembinaan sebagai bagian dari Model Perlindungan Anak dan aplikasinya, sesuai tujuan Penelitian Strategi Nasional.
BAB I. PENDAHULUAN
7) Ibnu Subarkah, wawancara dengan Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS, 5 Juli 2008, dengan jawaban ”untuk mengatasi anak yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri, penting untuk diadakan suatu sarana pembinaan bagi anak atau model tempat pembinaan dan pendidikan khusus bagi anak”. Hal ini didukung juga daftar pertanyaan Point 1 dan 2, tantang variabel Perlindungan Anak-Perlindungan TKI, 18 Juni 2008 pada Kasi Penempatan Tenaga Kerja Drs. Teddi Wiryawan P, MAP, dengan hasil isian ”perlu penyusunan Raperda Propinsi/Kabupaten/Kota tentang Perlindungan TKI dan keluarganya, dan merevisi UU No. 32 tahun 2002 maupun UU No. 39 Tahun 2004 untuk mencantumkan secara khusus Model Perlindungan terhadap anak itu”.
6
Latar Belakang
Didalam setiap kebijakan terkandung pula pertimbangan nilai, oleh karena itu
pembaharuan hukum harus pula berorientasi pada pendekatan nilai. Pada aspek anak
dengan usia menurut hukum telah terjadi fase perkembangan yang sangat mencolok baik
secara fisik, psikologis, sosial dan moralitas, dimana masa adolelsen, umur 13-21 tahun,
anak-anak sedang mengalami kegoncangan jiwa.8) Bilamana terjadi dampak hukum
(pidana) pada anak maka sarana“penal”, berupa penerapan hukum pidana seyogyanya
dilakukan dengan lebih hati-hati, cermat, hemat, selektif dan limitatif. Hukum (pidana)
sebagai sarana penanggulangan penal mempunyai banyak keterbatasan yang selama ini
dijadikan sandaran hukum bagi penegak hukum. Penggunaan hukum pidana merupakan
penanggulangan sesuatu gejala (Kurieren am Sympton) dan bukan suatu penyelesaian
dengan menghilangkan sebab-sebabnya. Keterbatasan kemampuan hukum pidana antara
lain dapat dilihat juga dari sifat/fungsi pemidanaan selama ini, yaitu pemidanaan
individual/personal dan bukan pemidanaan yang bersifat struktural/funsional. Lebih
lanjut terdapat upaya penanggulangan Non Penal yang menitikberatkan pada upaya
pembinaan atau penyembuhan terpidana/pelanggar hukum (treatment of offenders)
maupun dengan pembinaan/penyembuhan masyarakat (treatment of society). Treatment of
society mempunyai arti upaya pembinaan/penyembuhan masyarakat dari kondisi-kondisi
yang menyebabkan timbulnya kejahatan (antara lain faktor kesenjangan sosial-ekonomi,
pengangguran, kebodohan, rendahnya standar hidup yang layak, kemiskinan, diskriminasi
rasial dan sosial). Bertolak dari konsep “treatment of society” patut pula kiranya
dikembangkan kebijakan struktural/fungsional. Menarik juga dikaitkan dengan pendapat
George Human dalam ”teori exchange” Lebih lanjut secara individual, tidak terlepas dari
faktor sosial yang berlaku mengisyaratkan bahwa semakin sering dalam peristiwa tertentu
tingkah laku seseorang memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, makin
sering pula orang lain itu mengulang tingkah lakunya itu.9) Semakin sering Tenaga Kerja
Indonesia ke Luar Negeri dan diberi reward /ganjaran yang baik dengan gaji yang sangat
memuaskan dari seorang majikan dari negara yang dituju, semakin sering pula tenaga kerja
tersebut mengulangi ke luar negeri. Menurut sumber di Jawa Pos Radar Malang,
8) Sudarsono, Kenakalan Remaja, edisi ke dua, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 155 9) Alimandan, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, dari George Ritzer, Sociology : A Multiple Paradigm Science, Rajawali, Jakarta, h. 94
7
disebutkan bahwa kepergian ke luar negeri ini dari informasi kesuksesan mulut kemulut,
dan malahan tidak ada stigma negatif, dan bukan hal yang aneh lagi ada warga yang sampai
diperistri majikan ditempat kerjanya.10) Berdasarkan penelitian pendahuluan melalui
research peneliti11) menurut Kasi Penempatan Tenaga Kerja Drs. Teddi Wiryawan P, M.AP
umur 35 tahun, dapat diketahui jumlah TKI pada bulan Januari sampai dengan Mei Tahun
2008 mengalami penurunan dibanding Tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2004
sejumlah 2105 orang, tahun 2005 sejumlah 3515, tahun 2006 sejumlah 3291, tahun
2007 sejumlah 3378. Dimana negara tujuan antara lain Malaysia, Singapura, Hongkong,
Taiwan, Brunai, Macau, Arab Saudi, dan Kuwait. Adapun alasan mereka ke Luar Negeri
adalah : a. Alasan ekonomi keluarga; b.Perceraian/ditinggal suami; c.Mencari Pengalaman
Kerja di Luar Negeri d.Mengumpulkan Modal untuk usaha; e.Ikut-ikutan dengan
tetangga/keluarga yang kerja di Luar Negeri,12) Menurut beliau pula perlu penyusunan
Raperda Propinsi/Kabupaten/Kota tentang Perlindungan TKI dan Keluarganya; dan
merevisi UU no. 23 Tahun 2002 maupun UU No. 39 tahun 2004, untuk mencantumkan
secara khusus Model Perlindungan terhadap Anak itu13). Hal ini diperkuat juga oleh
Suyanto dengan jabatan Kanit UPPA Polres Kepanjen Kab. Malang mengemukakan
penyebab mereka melakukan pencurian karena lingkungan pergaulan, kurang
pengawasan dari orang tua, dan kurang pembinaan mental sejak dini, dengan rata-rata
latar belakangnya putus sekolah, orang tua tidak mampu, dan lingkungan pergaulan yang
kurang sehat. Oleh karena itu beliau berpendapat bahwa seharusnya ada Lembaga
Perlindungan yang khusus terhadap anak-anak para TKI dan didukung oleh semua
pihak yang berkepentingan, yang memperoleh perhatian khusus juga dari
pemerintah daerah dan dinas yang terkait. Menurut Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS
dalam penempatan TKI ke Luar Negeri harus ditimbulkan perjanjian penempatan antara
TKI dengan PJTKI ketika wawancara14). Dalam hal ini menurutnya untuk mengatasi
persoalan anak yang ditinggal orangtuanya keluar negeri, penting untuk diadakan suatu
sarana pembinaan bagi anak atau model tempat pembinaan dan pendidikan khusus bagi
anak (yang orang tuanya pergi ke Luar Negeri). Atas dasar hal tersebut dengan 10) Jawa Pos Radar Malang, op.cit. halaman 39. 11) Ibnu Subarkah, loc.cit 12) ibid 13) ibid 14) Ibnu Subarkah, Wawancara dengan Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS, Disnaker Kab. Malang, loc.cit.
8
argumentasi teoritis dan praktis maka dilakukan penelitian guna membangun model
pembinaan, pada tahun I dan implementasinya pada tahun ke II.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mendapatkan data dan merumuskan kebijakan Model Perlindungan Anak
TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan pada Tahun I
b. Untuk mendapatkan data dan merumuskan model Pembinaan sekaligus aplikasinya.
Urgensi/keutamaan Penelitian
Adapun yang menjadi urgensi/keutamaan penelitian ini adalah bagi pengembangan Iptek,
sumber daya anak TKI dan pengembangan institusi/kelembagaan.
Bagi Pengembangan Iptek, sumber daya anak TKI
a. Penelitian ini bermanfaat sebagai upaya untuk menerapkan salah satu ciri khas dari
Negara hukum yaitu adanya asas legalitas, dapat dirumuskannya kebijakan dalam
bentuk model Perlindungan Anak TKI yang berbasis Pembinaan dan Model
Pembinaan itu sendiri sehingga secara praktis terbentuknya sinkronisasi-sinergis
Upaya Perlindungan TKI ke Luar Negeri dan Perlindungan Anak TKI berikut
pembinaannya.
b. Sebagai upaya untuk menegakkan hak-hak anak dalam lingkup human rights yang
sinergis dengan perkembangan hak-hak orang dewasa sehingga terwujud adanya
keseimbangan hak.
Bagi Pengembangan Institusi/kelembagaan
a. Bagi Disnaker berguna dalam merumuskan Kebijakan Anak TKI dan selalu
melaksanakan pengendalian dan pengawasan dampak dari TKI;
b. Bagi dinas sosial, sebagai upaya untuk mewujudkan peran sertanya dalam
pembinaan baik secara materiil maupun immaterial diluar LPAN serta menjamin
kontinuitasnya kerjasama dengan lembaga-lembaga yang terkait.
c. Bagi Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Malang dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah daerah tentang nilai control kebijakan
Perlindungan TKI ke Luar Negeri yang berjalan selaras dengan pelaksanaan UU
9
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang semakin aktif melakukan
control sekaligus memberikan masukan pada Disnaker dan instansi yang terkait;
d. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara/LPAN Blitar, bermanfaat melakukan
maksimalisasi pembinaan internal maupun eksternal terhadap anak yang orang
tuanya bekerja di Luar Negeri sebagai TKI agar dapat terminimalisasi stigma-
stigma negative sekaligus semakin intensive meningkatkan upaya pembinaan di
dalam LPAN.
e. Penegak hukum dalam hal ini hakim pada Pengadilan Negeri Kab. Malang,dan
Polres kab. Malang (dhi. UPPA) dalam menyelidiki memeriksa, mengadili dan
memidana anak yang bermasalah dihadapan hukum berpedoman pada pemidanaan
bagi anak karena sebab-sebab orang tua bekerja ke luar negeri sebagai upaya
penanggulangan penal dan non penal.
BAB II. STUDI PUSTAKA
1. Konsep Pembinaan
Pengertian pembinaan menurut Mangunharjana 15)adalah suatu proses belajar
dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang belum
dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan
pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja, yang sedang
dialami, secara lebih efektif. Pembinaan sangat membantu seseorang untuk (1) Melihat diri
dan pelaksanaan hidup serta kerjanya. (2) Menganalisis situasi hidup dan kerjanya dari
segala segi positif dan negatifnya (3) Menemukan masalah hidup dan masalah dalam
kerjanya. (4) Menemukan hal atau bidang hidup dan kerja yang sebaik-baiknya diubah atau
diperbaiki. (5) Merencanankan sasaran dan program dibidang hidup dan kerjanya sesudah
mengikuti pembinaan
Pembinaan membantu orang untuk mengenal hambatan-hambatan, baik yang ada
diluar maupun didalam situasi hidup dan kerjanya, melihat segi-segi positif dan negatifnya
serta menemukan pemecahan-pemecahan dari permasalahannya. Pembinaan dapat
menimbulkan dan meguatkan motivasi orang mendorongnya untuk mengambil dan
15) Mangunharjana, Pembinaan, Arti dan Metodenya, Yogyakarta, Kanisius, 1996. hal. 12.
10
melaksanakan salah satu cara yang terbaik, guna mencapai tujuan dan sasaran hidup dan
kerjanya. Pembinaan membantu mengembangkan dan mendapatkan kecakapan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran itu. Pembinaan juga mampu memberi bekal
dalam situasi hidup dan kerja nyata, orang yang menjalani pembinaan harus bersedia
memperaktekkan hasil pembinaannya. Proses ini tidak gampang, karena di samping
kehendak dan tekad dari pihaknya, masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi
seperti penerimaan, dukungan, kerjasama dari orang-orang yang hidup dan bekerja
bersamanya, fasilitas serta peralatan hidup dan kerja, keleluasaan dan kebebasan, dan
sebagainya. Kita tidak perlu heran kalau ada orang yang dikirim ketempat pembinaan,
tetapi sepulang dari pembinaan tetap saja keadaannya seperti sebelumnya sebagai orang
yang tidak bisa apa-apa. Fungsi pokok pembinaan mencakup tiga hal (1) penyampaian
informasi dan pengetahuan (2) perubahan dan pengembangan sikap
(3) latihan dan pengembangan kecakapan serta keterampilan
Program pembinaan adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi
dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Program pembinaan
menyangkut: sasaran, isi, pendekatan, metode pembinaan.
Sasaran program harus dirumuskan dengan jelas dan tegas. Sasaran pembinaan
tersebut harus ada hubungan dengan minat dan kebutuhan para peserta. Proses identifikasi
perlu dilaksanakan untuk mengetahui minat dan kebutuhan apa saja yang dinginkan oleh
para peserta sebelum program pembinaan tersebut dilaksanakan. Keberhasilan program
pembinaan harus ada keselarasan antara bakat, minat dan kebutuhan para peserta.
Merumuskan pembinaan sasaran program haruslah jelas. beberapa penyebab yang
membuat pembinaan itu tidak berjalan yakni (1) Pembina tidak tahu kepentingan
perumusan sasaran program pembinaan, sehingga dia tidak membuat. (2) Pembina terlalu
yakin diri, sehingga dia tidak merasa perlu untuk membuatnya. (3) Penyelenggara tidak
mampu membedakan antara isi dan sasaran program pembinaan (4) Program pembinaan
sudah bisa dijalankan, tahun demi tahun, sehingga sudah menjadi tujuan tersendiri dan
tidak lagi dipersoalkan sasarannya
Suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran jelas, maka dipastikan pembinaan
itu tidak akan berjalan. Tanpa sasaran yang dirumuskan, suatu pembinaan sulit dinilai
berhasil atau tidaknya. Sasaran pembinaan itu harus ada hubungan dengan minat dan
11
kebutuhan para peserta. Isi program pembinan berhubungan dengan sasarannya. Supaya
sejalan dengan sasaran program, waktu merencanakan isi program, pembinaan sebaiknya,
memperhatikan (1) Isi sesuai dengan tingkat peerkembangan dan pengetahuan dan
pengalaman mereka. (2) Isi tidak harus selalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahs
dan dikembangkan dalam berbagai pandangan dan pengalaman para peserta. (3) Isi tidak
terlau banyak, tetapi disesuaikan daya serap para peserta danwaktu yang tersedia. Beberapa
pendekatan utama dalam program pembinaan antara lain: (1) Pendekatan Informatif.
Pendekatan informatif pada dasarnya orang menjalankan program dengan menyampaikan
informasi kepada yang tidak tahu, dan tidak mempunyai pengalaman. Pendekatan program
pembinaan ini di isi dengan ceramah. (2) Pendekatan Partisipatif Pendekatan partisipatif
berlandaskan kepercayaan bahwa para peserta sendiri merupakan sumber pembinaan yang
utama. (3) Pendekatan kosperiensial , Pendekatan berkeyakinan bahwa belajar yang sejati
terjadi karena pengalaman pribadi dan langsung dilihat dalam situasi dan pengalaman
dalam bidang yang dijadikan pembinaan. (4) Metode Program Melalui program
disesuaikan dengan pendekatan program.
Adapun penanggulangan yang dilakukan dengan melakukan upaya pembinaan di
LPAN seperti ditunjukkan di bawah ini :
Tabel 1
Jenis-jenis Pembinaan di LPAN Blitar
No. Jenis-jenis Pembinaan Bentuk Pembinaan Keterangan
1. Kepribadian a. Fisik : olah raga, pendidikan formal,
rekreasi, kesenian,
perpustakaan,pramuka,kesehatan.
b. Sosial : menerima kunjungan
keluarga.
c. Mental & spiritual : agama, ceramah-
ceramah, pesantren kilat.
Pembinaan tersebut hasil
kerjasama dengan Aparat
Penegak hukum, Depatemen
Sosial, Agama, Dik Nas,
Tenaga kerja, dan
Perindustrian. 2. Kemandirian
(ketrampilan/life skil)
Penjahitan, montir, pertukangan kayu,
pertanian, peternakan, las besi, keset,
handycraf, atomotif, salon, sablon,
computer.
Sumber : Ibnu Subarkah, Wawancara, dengan Kasubsi Binpas, LPAN Blitar, data diolah, Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2007
12
2. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri
Secara realistis menurut hasil penelitian sebelumnya penanganan TKI itu sendiri masih
menampakkan beberapa kendala antara lain :16)
a. Terbatasnya kewenangan daerah dalam membantu menyelesaikan kasus TKI di Luar negeri.
b. Terbatasnya SDM di daerah dalam menangani kasus-kasus TKI di Luar Negeri, c. Masih banyaknya calo-calo yang tidak memiliki ijin perekrutan di wilayah kab.
Malang. Oleh karena itu upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal di atas adalah :
a. Penyediaan fasilitas lembaga bantuan hukum di Tingkat Propinsi, b. Meningkatkan SDM dengan mengikuti bimbingan teknis masalah penanganan TKI
bermasalah, c. Melakukan kegiatan penindakan dan pembinaan terhadap calo-calo di daerah.
Hubungan dengan PJTKI diupayakan berjalan seimbang, dengan melakukan
berbagai cara yaitu :
1. Pembinaan terhadap kinerja PJTKI di wil Kab. Malang. 2. Pemberantasan calo TKI di wil. Kab. Malang 3. Sosialisasi mengenai Program Penempatan dan Perlindungan TKI ke Luar Negeri di desa dan kecamatan-kecamatan, 4. Melakukan bimbingan teknis bagi petugas rekrut PJTKI sebelum melaksanakan
kegiatan perekrutan di wil. Kab. Malang, 5. Semua calon TKI sebelum berangkat ke Luar Negeri harus mendapatkan
Rekomendasi dari disnaker-trans kab. Malang.
Upaya berikutnya yang dilakukan Disnaker terhadap perlindungan TKI ke Luar
Negeri adalah :
a. Penyediaan fasilitas bantuan hukum bagi TKI, b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja, c. Pembentukan citizen service/atase ketenagakerjaan di negara penerima TKI (Korsel,
Brunai, Singapura, Yordania, Syria, Qatar) d. Pemberantasan praktek percaloan/sponsor TKI di daerah, e. Pemberantasan tindakan premanisme dan percaloan terhadap TKI di
embarkasi/debarkasi, f. Pengawasan terhadap penyelenggaraan PJTKI di Luar Negeri oleh Pemerintah, g. Peningkatan profesionalisme lembaga Penempatan TKI, h. Penetaan Lembaga Asuransi Perlindungan TKI, sarana kesehatan dan psikologi
TKI.17)
16) Ibnu Subarkah, daftar pertanyaan pada Kasi Penempatan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang bid, III, No.3, Upaya-upaya perlindungan Terhadap TKI Luar negeri-Perlindungan Anak, Malang, 18 Juni 2008 17) Ibid, III, No. 1.
13
3. Aspek Kenakalan Anak/Offenders
Pada masa adolesen yaitu umur 13-21 tahun anak-anak sedang mengalami
kegoncangan jiwa. 18)Aspek psikologis pada masa adolesen tersebut mempunyai ciri bahwa
seorang anak pada masa itu dimungkinkan menemukan jalan hidupnya yaitu jalan yang
dilalui dalam perjuangan hidupnya mencapai cita-citanya. Kesetiaan untuk melewati jalan
yang dalam perjuangan untuk mencapai cita-cita yang telah ditentukan sendiri tadi. Unsur
perhatian ini sebagai unsure yang dominan, didalam upaya pembinaan dan pendidikan,
adalah tidak hanya tanggung jawab dari aparat lembaga pemasyarakatan saja, akan tetapi
bagian integral dengan Pengadilan, Kepolisian, Kejaksaan, masyarakat, dan keluarga anak.
Pada masa dimana pemerataan tidak rata, terjadinya kejahatan dinyatakan bahwa kejahatan
merupakan respons-respons rasional terhadap bekerjanya sistem ekonomi dominan yang
ditandai oleh persaingan serta pelbagai bentuk ketidakmerataan, yang berakibat apabila
kebutuhan ekonomi kurang terpenuhi yang tidak dibarengi dengan keinginan-keinginan,
tuntutan-tuntutan maka suatu kejahatan dimungkinkan akan terjadi. Pencurian dapat
dilakukan karena kebutuhan ekonomi yang mendesak serta ketidakadilan pembagian
pemerataan masyarakat. Salah satu teori yang tertua dan paling banyak diketahui orang
ialah bahwa kejahatan timbul karena kemiskinan. Ekonomi dalam arti yang seluas-luasnya
memang merupakan potensi kejahatan yang tradisional, lebih-lebih larcerny (pencurian).
Hasil penelitian secara umum, dikemukakan bahwa sebab-sebab mereka melakukan
pengulangan kejahatan, adalah karena dilatarbelakangi dari keluarga yang tidak mampu.
Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja akan tetapi di negara
majupun demikian. Kesepakatan negara-negara untuk mencegah tidak terjadinya faktor
kondusif, penyebab terjadinya kejahatan. Dalam rangka mencegah kejahatan diadakan
usaha memperbaiki keadaan sosial, ekonomi masyarakat. Sebenarnya hal ini sudah
diformulakan dalam kebijakan penanggulangan kejahatan yang merupakan bagian dari
strategi kebijakan kesejahteraan sosial (social welfare policy), sekaligus strategi
pembangunan yang dicanangkan dalam landasan operasional di Indonesia. Standard
ekonomi itu sendiri dapat dikategorikan pada destitution, proverty, normal, confort, dan
luxury . Dalam mengulas masalah delinquency, didasari oleh para penganut teori Marx,
18) Sudarsono, op.cit, hal. 155
14
para sosial workers dan kaum humanitarian yang dianggap sebagai teori tertua yang
mempersepsikan bahwa kejahatan timbul karena kemiskinan.
Beberapa pengertian untuk mencari faktor individu yang kriminogen biologis
tersebut ditentukan oleh usia si anak. Anak di sini sama artinya dengan remaja, karena
batasan usia remaja menurut WHO ( World Health Organization ) ditetapkan usia 10-20
tahun. Undang-undang Pengadilan anak sendiri menetapkan pengertian anak yang berusia
antara 12-18 tahun. Sehingga mereka yang berusia antara 12-18 tahun dapat dipandang
sebagai remaja. Karena itu pula mencari sebab-sebab kenakalan anak dapat dipandang juga
mencari sebab-sebab kenakalan remaja. Istilah kenakalan itu sendiri merupakan istilah
yang diterapkan bagi anak yang melakukan kejahatan. Mengutip pendapat dari B.
Simandjuntak, Sudarsono19) menyatakan bahwa pembatasan yang dilakukan para ahli
hukum Anglo Saxon dapat diterima, dengan alasan :
1. Juvenile delinquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan
perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap
kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja;
2. Juvenile delinquency itu adalah offenders ( pelaku pelanggaran) yang terdiri dari anak (
berumur dibawah 21 tahun = pubertas), yang termasuk yurisdiksi pengadilan anak
(juvenile cour).
Pendapat yang lebih komprehensif, dalam usaha untuk mengungkapkan sebab-
sebab terjadinya kejahatan khususnya yang diterapkan sebagai bahan kajian ilmiah begitu
besar manfaatnya. Akan tetapi suatu teori mana yang cocok tergantung pada situasi dan
kondisi tertentu. Faktor-faktor yang menciptakan suatu kejahatan adalah multifaktors,
sebagai berikut :
1. Faktor intern : a. cacat keturunan yang bersiat biologis-psikis; b. pembawaan yang negatif yang mengarah ke perbuatan nakal; c. ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan pokok dengan keinginan. Hal ini
menimbulkan frustasi dan ketegangan; d. lemahya kontrol diri serta persepsi sosial; e. ketidakmampuan penyesuaian diri tehadap perbahan lingkungan yang baik dan
kreatif; f. tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobby yang sehat.
2. Faktor ekstern :
19) ibid
15
a. rasa cinta dari oang tua dan lingkugan; b. pendidikan yang kurang menanamkan bertingkah laku sesuai dengan alam sekitar yang diharapkan orang tua, sekolah, masyarakat; c. menurunnya wibawa orangtua, guru, dan pemimpin masyarakat. Hal ini erat hubungannya dengan ketiadaan tokoh identifikasi; d. pengawasan yang kurang efektif dalam pembinaan yang berpengaruh dalam domain efektif, konasi, konisi dari orangtua, masyarakat, guru; e. kurangnya penghargaan terhadap remaja dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat. Hal ini erat hubungannya dengan ketiadaan dialog antara ketiga lingkugan pendidikan; f. kurangnya sarana penyaluran waktu senggang. Hal ini berhubungan dengan ketidakpahaman pejabat yang berwenang mendirikan taman rekreasi. Sering pejabat mendirikan gedung di tempat rekreasi sehingga tempat rekreasi tidak lagi ada; g. ketidaktahuan keluarga dalam menangani masalah remaja, baik dalam segi pendekatan sosiologik, psikologik, maupun pedagogik. Hal ini menuntut lembaga yang berhak menangani mendalami psikologi remaja khususnya dan ilmu lain umumnya.
BAB III. PETA JALAN PENELITIAN
Upaya Perlindungan Anak yang berbasis Perlindungan TKI ke Luar Negeri
diperoleh data yang orientasinya pada anak TKI yang bermasalah dihadapan hukum
sebagai berikut :
1. Bagi anak yang berkonflik pada hukum hasil penelitian di LPAN Blitar, dan Pengadilan
Negeri Blitar serta pada individu anak pidana dan recidivistnya diketahui pada Tahun
2000 yang dilakukan peneliti tentang sebab-sebab mereka melakukan
kejahatan/pengulangan kejahatan, adalah karena dilatarbelakangi dari keluarga yang
tidak mampu, disamping penyebab karena orang tua ke Luar Negeri, rata-rata sebagai
TKI. Dapat di simpulkan bahwa masalah ekonomi sebagai primer problem.
2. Kemudian pada tahun 2005, dengan hasil yang dicapai untuk mengetahui sebab-sebab
terjadinya recidive anak, lokasi wilayah hukum PN Kota Malang, diketahui bahwa
akibat itu karena keluarga yang tidak mampu; orang tua kurang perhatian, karena
keluar negeri ; persidangan yang tidak dihadiri oleh orang tua. Tentang keluarga yang
tidak mampu ini sebagaimana dikatakan oleh Aan, anak Negara yang berusia 18 tahun,
yang mencuri mesi Playstation untuk dirinya sendiri, karena penghasilan orang tua
yang bekerja sebagai buruh tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Menurut Selo dan
16
Suyitno, paman dan orang tua korban, sebab-sebab terjadinya pencurian karena orang
tua ke luar pulau.
3. Data Tentang perhatian orang tua terhadap pemeriksaan anaknya di sidang
Pengadilan. Kadang-kadang orang tua/walinya tidak mau mendampingi meskipun
sudah dipanggil oleh jaksa; berikut rata-rata orang tua/wali dari terdakwa
menyatakan tidak sanggup mendidik anaknya, karena anaknya terlalu nakal.
Semakin meningkatnya jumlah Kasus Tindak Pidana Pencurian dengan Pelaku Anak
diketahui pada tahun 2005 9 kasus, tahun 2006 6 kasus, tahun 2007 18 kasus, tahun
2008 13 kasus, dari tindak pidana yang dilakukan dengan pelaku anak tahun 2005 18
kasus, tahun 2006 19 kasus, tahun 2007 31 kasus, tahun 2008 28 kasus. Dari sejumlah
itu yang dikenai sanksi pada tahun 2005 7 orang, 2006 9 orang, 2007 15 orang, 2008 18
orang.
4. Sebagaimana dikuti pendapat Suyanto dengan jabatan Kanit UPPA Polres Kepanjen
Kab. Malang mengemukakan penyebab mereka melakukan pencurian karena
lingkungan pergaulan, kurang pengawasan dari orang tua, dan kurang pembinaan
mental sejak dini, dengan rata-rata latar belakangnya putus sekolah, orang tua tidak
mampu, dan lingkungan pergaulan yang kurang sehat. Oleh karena itu beliau
berpendapat bahwa seharusnya ada Lembaga Perlindungan yang khusus terhadap
anak-anak para TKI dan didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, yang
memperoleh perhatian khusus juga dari pemerintah daerah dan dinas yang
terkait.
5. Senada dengan Suyanto, menurut Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS dalam penempatan
TKI ke Luar Negeri harus ditimbulkan perjanjian penempatan antara TKI dengan
PJTKI. Dalam hal ini menurutnya untuk mengatasi persoalan anak yang ditinggal
orangtuanya keluar negeri, penting untuk diadakan suatu sarana pembinaan bagi anak
atau model tempat pembinaan dan pendidikan khusus bagi anak (yang orang
tuanya pergi ke Luar Negeri). Adapun sarana-sarana/program yang sudah dilakukan
selama yaitu pemberian ketrampilan Usaha Kecil Menengah dan Mikro kepada
keluarga yang ditinggalkan.
6. Penelitian Hibah Bersaing tahun 2008. Menurut Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS
dalam penempatan TKI ke Luar Negeri harus ditimbulkan perjanjian penempatan
17
antara TKI dengan PJTKI ketika wawancara20). Dalam hal ini menurutnya untuk
mengatasi persoalan anak yang ditinggal orangtuanya keluar negeri, penting untuk
diadakan suatu sarana pembinaan bagi anak atau model tempat pembinaan dan
pendidikan khusus bagi anak (yang orang tuanya pergi ke Luar Negeri). Adapun
sarana-sarana/program yang selama ini dilakukan yaitu pemberian ketrampilan Usaha
Kecil Menengah dan Mikro kepada keluarga yang ditinggalkan. Berdasarkan data yang
terkumpul dan diolah dari Kasi Penempatan Tenaga Kerja Drs. Teddi Wiryawan P,
M.AP umur 35 tahun, dikemukakan perlu penyusunan Raperda
Propinsi/Kabupaten/Kota tentang Perlindungan TKI dan Keluarganya; dan merevisi
UU no. 23 Tahun 2002 maupun UU No. 39 tahun 2004, untuk mencantumkan secara
khusus Model Perlindungan terhadap Anak itu21).
Dari peta jalan penelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti di atas, maka
direncanakan penelitian dengan merumuskan model Perlindungan Anak TKI ke Luar
Negeri pada tahun I, dan merumuskan Kebijakan Model Pembinaan dan Aplikasinya pada
Tahun II, sehingga dapat diperoleh arah penelitian dengan hasil kebijakan dan dapat
dimuatnya dalam jurnal nasional bidang Hukum.
IV. MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi :
Bagi Pengembangan Iptek, sumber daya anak TKI
a. Penelitian ini bermanfaat sebagai upaya untuk menerapkan salah satu ciri khas dari
Negara hukum yaitu adanya asas legalitas, dapat dirumuskannya kebijakan dalam
bentuk model Perlindungan Anak TKI yang berbasis Pembinaan dan Model
Pembinaan itu sendiri sehingga secara praktis terbentuknya sinkronisasi-sinergis
Upaya Perlindungan TKI ke Luar Negeri dan Perlindungan Anak TKI berikut
pembinaannya;
20) Ibnu Subarkah, wawancara dengan Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS, Disnaker Kab. Malang, Wawancara, 5 Juli dan Agustus 2008 (Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2008) 21) Ibid, Daftar pertanyaan bagi disnaker, II, dan wawancara, Perlindungan Anak-Perlindungan TKI No. 3, dan 4.Agustus 2008
18
b. Sebagai upaya untuk menegakkan hak-hak anak dalam lingkup human rights yang
sinergis dengan perkembangan hak-hak orang dewasa sehingga terwujud adanya
keseimbangan hak.
Bagi Pengembangan Institusi/kelembagaan
a. Bagi Disnaker berguna dalam merumuskan Kebijakan Anak TKI dan selalu
melaksanakan pengendalian dan pengawasan dampak dari TKI;
b. Bagi dinas sosial, sebagai upaya untuk mewujudkan peran sertanya dalam
pembinaan baik secara materiil maupun immaterial diluar LPAN serta menjamin
kontinuitasnya kerjasama dengan lembaga-lembaga yang terkait;
c. Bagi Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Malang dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah daerah tentang nilai control kebijakan
Perlindungan TKI ke Luar Negeri yang berjalan selaras dengan pelaksanaan UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang semakin aktif melakukan
control sekaligus memberikan masukan pada Disnaker dan instansi yang terkait;
d. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara/LPAN Blitar, bermanfaat melakukan
maksimalisasi pembinaan internal maupun eksternal terhadap anak yang orang
tuanya bekerja di Luar Negeri sebagai TKI agar dapat terminimalisasi stigma-
stigma negative sekaligus semakin intensive meningkatkan upaya pembinaan di
dalam LPAN;
e. Penegak hukum dalam hal ini hakim pada Pengadilan Negeri Kab. Malang,dan
Polres kab. Malang (dhi. UPPA) dalam menyelidiki memeriksa, mengadili dan
memidana anak yang bermasalah dihadapan hukum berpedoman pada pemidanaan
bagi anak karena sebab-sebab orang tua bekerja ke luar negeri sebagai upaya
penanggulangan penal dan non penal.
BAB V. METODE PENELITIAN
Bagan Alir Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Malang ini, menggunakan metode pendekatan
yuridis sosiologis. Secara yuridis sosiologis untuk mengukur pelaksanaan UU Perlindungan
Anak TKI ke Luar Negeri baik yang berkonflik dengan hukum maupun tidak, berkenaan
dengan Pasal 57, 45, 77, UU Perlindungan Anak. Jenis penelitian kualitatif, jenis data
19
primer maupun sekunder, dimana teknik pengumpulan data secara wawancara, questioner,
studi dokumentasi dan literature, dan responden ditentukan secara non random
sampling/purposive sampling. Oleh karena itu, guna memformulasikan model perlindungan
anak TKI yang berbasis pembinaan, dan model pembinaan itu sendiri dilakukan upaya-
upaya sebagai berikut :
Pada Tahun I, menemukan hasil melalui penelitian yang ditargetkan sebagai berikut.
1. Merumuskan Model Perlindungan pada anak TKI dan anak yang berkonflik dihadapan
hukum.
2. Mendapatkan data, diskusi dan diseminasi dengan instansi terkait yakni Disnaker,
UPPA Polres Malang, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi Bidang
Kesejahteraan DPRD Kab. Malang, Dinas Sosial Kab. Malang LPAN, Pengadilan
Negeri Kepanjen Kab. Malang guna membangun model perlindungan, dengan hasil
suatu model Pembinaan yang diperkuat juga melalui hasil-hasil dari penelitian tahun
2000, 2005, 2007 dan 2008.
3. Memformulasikan Model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan.
Pada Tahun II,
1. Model Perlindungan Anak TKI pada Tahun I ditindak lanjut pada Tahun II dengan
mengkaitkan model tersebut dapat diterapkan dengan memformulasikan model
pembinaan.
2. Mendapatkan data pada instansi yang berkenaan dengan model Pembinaan di Disnaker,
UPPA Polres Malang, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi Bidang
Kesejahteraan DPRD Kab. Malang, Dinas Sosial Kab. Malang,
Dari penjelasan di atas di alurkan sebagai berikut :
20
Model Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL 2011
Tahun I Formulasi Model/Kebijakan Perlindungan Anak TKI ke Luar Negeri berbasis Pembinaan
Tahun II, Formulasi Model/Kebijakan Pembinaan Anak TKI Ke Luar Negeri
Penelitian Pendahuluan Ibnu Subarkah/Peneliti utama
Tahun 2005, 2007 (PHB), 2008 (PHB), Anak yang bermasalah dihadapan hukum
Hasil 1.Model perlindungan Anak TKI Ke Luar Negeri Tindak Pidana pencurian berbasis Perlindungan TKI 2. Pentingnya adanya Model Perlindungan Anak TKI Ke Luar Negeri
21
BAB V. PEMBIAYAAN
Jenis Pengeluaran Anggaran yang Diusulkan
Tahun I Tahun II
GAJI/UPAH Pelaksana Bahan/Peralatan Perjalanan Dinas, Akomodasi, Konsumsi, kajian2 primer dan sekunder.
Pertemuan/Seminar, dan diskusi2. + Laporan/Pengumpulan data, analisis, penyusunan laporan, penggandaan.
Lain-lain&Publikasi Total Anggaran Anggaran Keseluruhan
Tahun I. II
Jumlah biaya penelitian Tahun I dan Tahun II adalah sebesar Rp.
DAFTAR PUSTAKA
Alimandan. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, dari George Ritzer, Sociology : A Multiple Paradigm Science, Jakarta : Rajawali Pers
Mangunharjana. 1992. Pembinaan, Arti dan Metodenya, Yogyakarta : Kanisius
Sudarsono. 1991. Kenakalan Remaja, edisi kedua, Jakarta: Rineka Cipta Zamroni.1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial, cetakan-I, Yogyakarta : PT. Tiara
Wacana
Undang-undang :
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, IKAHI: Varia Peradilan
UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
UU No. 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI Luar Negeri
Jurnal Ilmiah ISSN/ISSN Terakreditasi
22
Subarkah, Ibnu. 2009. Upaya Penanggulangan terhadap recidive dengan Pelaku Anak di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Malang (Hasil Penelitian), Jurnal Terakreditasi Yustisia UNS, Edisi 77, Mei-Agustus 2009, Tahun XX, ISSN 0852-0941, Terakreditasi Depdiknas RI SK No. 43/DIKTI/KEP/2008, 8 Juli 2008
____________. 2009. Penanggulangan Penal bagi Pelaku Anak sebagai Pelaku
Kejahatan Ulang yang berbasis Perlindungan, (Hasil Penelitian), Jurnal Konstitusi/Nasional (kerja sama PUSKASI Fak. Hukum Univ. Widyagama Malang dengan Mahkamah Konstitusi) Volmue II No. 2, November 2009, ISSN 1829-7706.
Media Massa/Koran
Jawa Pos Radar Malang, Mengunjugi Kampung TKI, 1500 Penduduknya Kerja di Luar Negeri , Uang Kiriman Pertama Langsung Jadi Rumah, Jum’at, 29 Mei 2009
Penelitian :
Subarkah, Ibnu.2000. Persepsi Hakim Terhadap Pemidanaan Recidive Anak, Thesis, Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum, Semarang :Undip
____________ , dkk. 2005. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Ulang
(Recidive) Anak (studi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kota Malang) Laporan Hasil Penelitian Dosen Muda Dikti, Jakarta: Dikti
_____________, dkk. 2008. Membangun Model Perlindungan Anak Tindak Pidana
pencurian yang orang tuanya sebagai TKI ke Luar Negeri (Studi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Malang
Wawancara-wawancara : Subarkah, Ibnu, Wawancara dengan UPPA Polres Kab. Malang
____________, wawancara dengan Bambang Sugeng, Kepala PPTKIS, Disnaker Kab. Malang, 5 Juli dan Agustus 2008
____________, wawancara dengan Disnaker, wawancara Perlindungan Anak-Perlindungan
TKI, 2. Juni & Juli 2008 ____________, Wawancara dengan Disnaker, Perlindungan Anak-Perlindungan TKI,
4Agustus 2008
23
____________, daftar pertanyaan diisi oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang, bid, III, No.3, Upaya-upaya perlindungan Terhadap TKI Luar negeri-Perlindungan Anak, Malang, 18 Juni 2008
24