Hukum Waris Dalam Islam
-
Upload
fariz-breezy -
Category
Documents
-
view
94 -
download
0
Transcript of Hukum Waris Dalam Islam
LAPORAN AGAMA ISLAM
HUKUM WARIS ISLAM
Oleh :
1. Andri Putriasi (20110320124)
2. Yusuf Al Farisi (201103200125)
3. Rahmi Azizah (20110320126)
4. Khoirunnisa Eka K.M.M (20110320128)
5. Agustin Prihannisa Astiti (20110320129)
Dosen :
Mir’atun Nisa
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Hukum Waris Islam.
Penulisan laporan adalah merupakan salah satu tugas untuk memenuhi mata
kuliah Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam Penulisan
laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan ini,
khususnya kepada :
1. Ibu Mir’atun Nisa serta segenap jajarannya yang telah memberikan
kemudahan-kemudahan baik berupa moril maupun materiil selama mengikuti
perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Rekan-rekan semua di PSIK Tahun Akademik 2011, khususnya rekan satu
kelompok yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan laporan ini, mengikuti
perkuliahan maupun dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan laporan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan sepantasnya
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
PENULIS
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap masalah yang dihadapi oleh manusia ada hukumya (wajib, sunat,
haram, mubah), di samping ada pula hikmahnya atau motif hukumnya. Namun,
hanya sebagian kecil saja masalah-masalah yang telah ditunjukan oleh Al-
Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang jelas dan pasti (clear dan fix
statement), sedangkan sebagian besar masalah-masalah itu tidak disinggung
dalam Al-Qur’an atau sunnah secara eksplisit, atau disinggung tetapi tidak
dengan keterangan yang jelas dan pasti.
Hal yang demikian itu tidak berarti Allah dan Rasul-nya lupa atau
lengah dalam mengatur syariat Islam tetapi justru itulah menunjukan kebijakan
Allah dan Rasul-nya yang sanggat tinggi atau tepat dan merupakan blessing in
disguise bagi umat manusia. Sebab masalah-masalah yang belum atau tidak
ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah itu diserahkan kepada pemerintah,
ulama atau cendekiawan Muslim, dan ahlul hilli wal ‘aqdi (orang-orang yang
punya keahlian menganalisa dan memecahkan masalah) untuk melakukan
pengkajian atau ijtihad guna menetaplan hukumnya, yang sesuai dengan
kemaslahatan masyarakat dan perkemmbangan kemajuannya.
Masalah-masalah yang menyangkut warisan seperti halnya masalah-
msalah lain yang dihadpi manusia ada yang sudah dijelaskan permasalahannya
dalam Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang kongkret, sehingga tidak
timbul macam-macam interpretasi, bahkan mencapai ijma’ (konsensus) di
kalangan ulama dan umat Islam. Misalnya kedudukan suami istri, bapak, ibu
dan anak (lelaki atu perempuan) sebagai ahli waris yang tidak bisa tertutup oleh
ahli waris lainnya dan juga hak bagiannya masing-masing.
Selain dari itu masih banyak masalah warisan yang dipersoalkan atau
diperselisihkan. Misalnya ahli waris yang hanya terdiri dari dua anak
perempuan. Menurut kebanyakan ulama, kedua anak perempuan tersebut
mendapat bagian dua pertiga, sedangkan menurut Ibnu Abbas, seorang ahli
tafsir terkenal, kedua anak tersebut berhak hanya setengah dari harta pusaka.
Demikian pula kedudukan cucu dari anak perempuan sebagai ahli waris, sebagai
3
ahli waris jika melalui garis perempuan, sedangkan menurut syiah, cucu baik
melalui garis lelaki maupun garis perempuan sama-sama berhak dalam warisan.
Penyebab timbulnya bermacam-macam pendapat dan fatwa hukum
dalam berbagai masalah waris adalah cukup banyak. Tetapi ada dua hal yang
menjadi penyebab utamanya, yakni :
1. Metode dan pendekatan yang digunakan oleh ulama dalam melakukan ijtihad
berbeda; dan
2. Kondisi masyarakat dan waktu kapan ulama melakukan ijtihad juga berbeda.
Hal-hal tersebut itulah yang menyebabkan timbulnya berbagai mazhab
atau aliran dalam hukum fiqh Islam, termasuk hukum waris. Maka dengan
maksud mempersatukan dan memudahkan umat Islam dalam mencari kitab
pegangan hukum Islam, Ibnu Muqqafa (wafat tahun 762 M) menyarankan
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur agar disusun sebuah Kitab Hukum Fiqh Islam
yang lengkap berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah,dan ra’yu yang sesuai dengan
keadilan dan kemaslahatan umat. Khalifah Al-Mansur mendukung gagasan
tersebut. Namun gagasan tersebut tak mendapat respon yang positif dari ulama
pada waktu itu, karena ulama tak mau memaksakan pahamnya untuk diikuti
umat, karena mereka menyadari bahwa hasil ijtihadnya belum tentu benar.
Imam Malik juga pernah didesak oleh Khalifah Al-Mansur dan Harun al-Rasyid
untuk menyusun sebuah kitab untuk menjadi pegangan umat Islam, karena
setiap bangsa atau umat mempunyai pemimpin-pemimpin yang lebih tahu
tentang hukum-hukum yang cocok dengan bangsa atau umatnya.
4
BAB II
ISI
A. SEBAB-SEBAB MENDAPAT WARISAN
Salah satu hal yang terpenting dalam mempelajari hukum waris Islam adalah
menyangkut waris, bila ditinjau dari segi asal kata perkataan waris berasal dari kata
bahasa arab, yaitu warits, secara grammatical berarti yang ditinggal atau yang kekal,
maka dengan demikian apabila dihubungan dengan persoalan hukum waris, perkataan
waris tersebut berarti orang-orang yang berhak untuk menerima pusaka dari harta
yang ditinggalkan si mati, dan popular diistilahkan dengan ahli waris.
Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab seseorang
itu mendapatkan warisan dari si mayit dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Karena hubungan perkawinan
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan
karena adanya hubungan perkawinan antara si mayit dengan orang tersebut, yang
termasuk dalam klasifikasi ini adalah suami atau istri dari si mayit.
2. Karena adanya hubungan darah
Seseorang dapat mendapatkan harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan
adanya hubungan nasab atau hubungan darah/kekeluargaan dengan si mayit, yang
termasuk dalam klasifikasi ini seperti ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit,
saudara, anak saudara, dll.
3. Karena memerdekakan si mayit
Seseorang dapat mendapatkan harta warisan dari si mayit disebabkan orang
tersebut memerdekakan si mayit dari perbudakan, dalam hal ini dapat saja seorang
laki-laki atau seorang perempuan.
5
4. Karena sesama Islam
Seorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tidak meninggalkan ahli waris
sama sekali (punah) maka harta warisannya diserahkan keapda baitul mal, dan
lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
B. RUKUN WARIS
Menurut bahasa sesuatu dianggap rukun apabila posisinya kuat dan
dijadikan sandaran. Menurut istilah rukun adalah keberadaan sesuatu yang
menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang lain dengan kata lain, rukun
adalah sesuatu yang keberadaanya mampu menggambarkan sesuatu yang lain,
baik sesuatu itu hanya bagian dari sesuatu yang lain maupun yang
mengkhususkan sesuatu itu.
Dengan demikian hukum waris adalah sesuatu yang harus ada untuk
mewujudkan bagia harta waris dimana harta waris tidak akan ditemukan bila
tidak ada rukun-rukunnya.
Rukun-rukun waris ada tiga, yaitu :
a) Pewaris
Yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang meninggal
dunia yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya. Istilah pewaris ini
dalam kepustakaan sering pula disebut mewarrits.
b) Ahli Waris
Yang dimaksud ahli waris adalah orang yang mendapatkan warisan
dari pewaris, baik karena hubungan kekerabatan maupun karena
perkawinan.
c) Warisan
Yang dimaksud dengan warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan
oleh orang yang meninggal dunia baik berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak. Dalam kepustakaan istilah warisan
tersebut sering pula disebut dengan irts, mirats, mauruts, turats, dan
tirkah.
6
C. SYARAT WARIS
1. Meninggal dunianya pewaris
Yang dimaksud dengan meninggal dunia di sini ialah baik meninggal dunia
hakiki (sejati), meninggal dunia hukmi (menurut putusan hakim) dan
meninggal dunia taqdiri (menurut dugaan). Tanpa ada kepastian bahwa
pewaris meninggal dunia, warisan tidak boleh dibagi-bagikan kepada ahli
waris.
2. Hidupnya ahli waris
Hidupnya ahli waris juga harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia.
Ahli waris merupakan pengganti untuk mengawasi warisan yang ditinggal
oleh pewaris. Perpindahan hak tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan.
Oleh karena itu, sesudah pewaris meninggal dunia, ahli warisnya harus
benar-benar hidup.
3. Mengetahui status pewarisan
Agar seseorang dapat mewarisi harta yang meninggal dunia, haruslah jelas
hubungan antara keduanya. Misalnya, hubungan suami istri, hubungan
orang tua-anak, dan hubungan saudara, baik sekandung, sebapak maupun
seibu.
D. PEMBAGIAN WARIS
1) Ahli Waris
Pembagian waris diberikan kepada ahli waris, ahli waris dibagi
menjadi dua ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
- Ahli waris laki-laki berjumlah 10 yaitu :
1. Anak laki-laki
2. Cucu atau cicit laki-laki dan generasi di bawahnya
3. Ayah
4. Kakek dan generasi di atasnya
5. Saudara laki-laki
6. Anak laki-laki saudara laki-laki selain dari ibu
7. Saudara laki-laki ayah atau paman
8. Anak laki-laki paman
7
9. Suami
10. Orang atau budak yang dimerdekakan
- Ahli waris perempuan berjumlah 10 yaitu :
1. Anak perempuan
2. Cucu dan cicit perempuan serta generasi di bawahnya
3. Ibu
4. Nenek seibu
5. Nenek seayah
6. Saudara perempuan sekandung
7. Saudara perempuan seayah
8. Saudara perempuan seibu
9. Istri
10. Perempuan yang membebaskan budak
2) Pembagian waris:
1. Bagian tetap pertama (1/2)
Para ahli waris yang menerima bagian ½ ada 5 orang yaitu suami, istri/suami,
saudara pereampuan seayah, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan
saudara perempuan kandung.
a. Suami
Suami mendapat bagian ½ dengan syarat suami tidak bersama dengan
keturunan si mayit (istri) yaitu anak, cucu dan generasi di bawahnya.
b. Seorang anak perempuan
Seorang anak mendapat bagian ½ dengan syarat :
tidak bersama dengan anak laki-laki, jika bersama anak laki-laki anak
perempuan tersebut mendapatkan bagian lunak (sisa).
tidak brsama dengan anak perempuan lainnya (tunggal).
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki
Cucu perempuan dari anak laki-laki dan generasi di bawahnya memperoleh
bagian ½ dengan syarat:
tidak bersama-sama dengan saudara laki-laki dan anak pamannya yang
sederajat (mu’ashib). Jika ia bersama dengan mu’ashibnya berarti dia
mendapatkan bagian lunak (sisa).
8
Tidak bersama dengan saudara perempuan lainnya dan anak
perempuaan pamannya yang sederajat.
Tidak bersama dengn keturunan si mayityang derajatnya lebih tinggi.
d. Saudara perempuan kandung
Saudara perempuan kandung mendapat bagian ½ dengan syarat:
Tidak bersama saudara laki-laki sekandung.
Tidak bersama saudara perempuan sekandung.
Tidak bersama dengan ahli waris keteurunan si mayat yaitu anak,cucu,
perempuan dari anak laki-laki dan keturunan di bawahnya.
Tidak bersama dengan ahli waris leluhur si mayit dari golongan laki-
laki, yaitu ayah atau kakek.
e. Saudara perempuan seayah
Saudara perrempuan seayah memperoleh bagian ½ dengan syarat:
Tidak bersama dengan saudara laki-lakinya yang seayah.
Tidak bersama dengan saudara perempuan seayah yang lain.
Tidak bersama dengan keturunan si mayit.
Tidak bersama dengan ahli waris leluhur mayit dari golongan laki-laki.
Tidak bersamadengan saudara sekandung baik laki-laki maupun
perempuan.
Contoh: seseorang meninggal dunia dia meninggalkan suami,ibu, dan paman. Dalam
hal ini suami memperoleh ½ karena suami tidak bersama dengan ahli waris keturunan
si mayit, ibu mendapatka 1/3 dan paman mendapatkan harta warisan sisa (lunak).
2. Bagian tetap kedua (1/4)
Ahli waris yang mendapatkan bagian ¼ adalah suami dan istri
a. Suami
Suami akan mendapatkan bagian ¼ dengan syarat bersamaan dengan
keturunan si mayit (anak, cucu laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki),
baik keturunan darinya atau keturunan dari suami lainnya.
b. Istri
Istri merupakan ahli waris yang mendapatkan bagian ¼, baik istri berjumlah
satu atau lebih. Dengan syarat ia mewarisi harta peninggalan tidak bersama-
sama dengan ahli waris keturunan si mayit.
9
Contoh:
Seseorang meninggal dunia meninggalkan ahli waris: istri, ibu, 2 orang saudara laki-
laki seibu dan seorang saudara laki-laiki seayah.dalam hal ini istri mendapat ¼ karena
dia mewaarisi harta peninggalannya tidak bersama dengan keturunan si mayit. Ibu
mendapatkan bagian 1/6 karena terdapat 2 orng saudara laki-laki. 2 saudara laki-laki
seibu mendapatkan bagian 1/3, sedangkan saudara laki-laki seayah mendapatkan
bagian sisa warisan secara lunak.
3. Bagian tetap tiga (1/8)
Al-Quran menyebutkan bagian 1/8 hanya ada pada satu tempat yaitu pada bagian
yang menjelaskan warisan untuk istri (baik satu maupun lebih). Allah berfirman “ jika
kamu menpunyai anak, maka para istri menperoleh 1/8 dari harta yang kamu
tinggalkan.” (an-Nisaa’ :12)
Untuk mendapatkan bagian warisan 1/8 istri harus memenuhi satu syarat yaitu
istri harus mearisi bersama-sama keturunan si mayit, baik itu keturunan darinya atau
buakn.
Contohnya: seseorang meninggal dunia, meninggalkan 4 orang istri, ibu, anak
perempuan, dan saudara laki-laki sekandung. Dalam hal ini 4 istri mendapatkan 1/8
secara bersama2. Ibu mendapatkan bagian 1/6. Anak perempuan mendapatkan bagian
½ da saudara laki-laki mendapatkan sisa warisan secara lunak.
4. Bagian tetap keempat (2/3)
Ahli waris ayang mendapatkan bagian warisan 2/3 ada empat orang. Semua
adalah dari golongan perempuan yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki, saudara-saudara perempuan sekandung, dan saudara-saudara perempuan
seayah.
a. 2 orang anak perempuan atau lebih
2 orang anak perempuan atau lebih mendapatkan bagian 2/3 apabiala
memenuhi sayarat sebagai berikut:
Hendaknya anak perempuan berjumlah labih dari 2 orang atau lebih
10
2 orang anak perempuan atau lebih tersebbut, tidak mewarisi
bersama-sama dengan anak laki-laki.
b. 2 cucu perempuan atau lebih daria anak laki-laki
2 cucu perempuan atau lebih daria anak laki-laki dapat menerima bagian
warisan 2/3 apabila telah memenuhi 3 sayarat yaitu:
Hendaknya berjumlah 2 orang atau lebih.
Tidak bersama-sama ahli waris yang lain yaitu cucu laki-laki dari anak
laki-laki yang sederajat dengannya (saudara laki-laki,cucu perempuan
dan anak laki-laki paman). Pabila 2 cucu perempuan tersebut bersama
ahli waris yang lain maka 2 cucu perempuan tersebut memperoleh
bagian lunak (sisa).
Tidak bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit yang lebih
tinggi derajatnya, yaitu anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak
laki-laki,anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
c. 2 orang saudara perempuan sekandung atau lebih
2 orang saudara perempuan sekandung atau lebih mewarisi harta warisan 2/3
dengan syarat:
Minimal berjumlah 2 orang atau lebih.
Mereka tidak bersama-sama saudara laki-laki kandung. Bila mereka
bersama drngan saudara laki-laki sekandung, mereka mewarisi bagian
lunak (sisa)
Tidak bersama-sama bengan ahli waris keturunan si mayit baik laki-
laki, maupum perempuan.
- Jika mereka mewarisi harta bersama dengan ahli waris keturunan si
mayit yaitu anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki,
maka mereka terhalang oleh ahli waris keturunan si mayit (tidak
memperoleh warisan).
- Namun jika mereka mereka mewarisi bersama-sama ahli waris
perempuan (anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-
laki), mereka tidak dapat memperoleh bagian 2/3, tetapi mereka
mendapat bagian lunak sisa warisan.
Tidak bersama dengan ahli waris leluhur si mayit yaitu ayah dan
kakek.
11
- Jika bersama dengan ahli waris leluhurnya yaitu ayah maka mereka
terhalang oleh ayah.
- Namun biala leluhurnya adalah kakek maka mereka akan mewrisi
bagian lunak sisia dari harta waris.
d. 2 orang saudara perempuan seayah atau lebih
2 orang saudara perempuan seayah dapat mewarisi 2/3 dari harta warisan, jika
memenuhi lima syarat yaitu:
Saudara perempuan seayah berjumalah 2 orang atau lebih.
Mereka mewarisi tidak bersama-sama bengan mu’ashibnya (saudara
laki-laki seayah), jika mereka bersama dengan mu’ashibnya, niscaya
mereka mewarisi harta peninggalan dengan jalan pembagian sisa
lunak.
Mereka mewarisi tidak bersama-sama dengan keturunan si mayit, baik
laki-laki maupun perempuan.
- Jika mereka mewarisi bersama-sama dengan ahli waris laki-laki,
niscaya mereka akan terhalang oleh ahli waris itu.
- Jika mereka mewarisi bersama-dengan ahli waris yang perempuan,
maka mereka akan memperoleh bagian lunak sisa warisan.
Mereka tidak mewarisi bersama-sama dengan ahli waris leluhur si
mayit, yaitu ayah atau kakek. Jika bersama dengan ayah dan kakek
mereka akan terhalang dan tidak mendapetkan warisan.
Tidak bersama-sama dengan saudara sekandung, laki-laki dan
perempuan. Karena mereka akan terhalang oleh saudara laki-laki
sedkandung dan saudaraperempuan sekandung.
Contoh:
Seseorang meninggal dunia, meninggalakan ahli waris: 2 orang saudara perempuan
sekandung, 2 orang saudara perempuan seayah, seorang saudara laki-laki sekandung
dan paman. Dalam hal ini 2 orang saudara perempuan sekandung mendapatkan bagian
2/3, 2 orang saudara perempuan seayah dan seorang saudara laki-laki seayah
mendapatkan bagian lunak atau sisa dan paman tidak mendapatkan apa-apa dari harta
warisan karena ia telah terhalang oleh saudara laki-laki seayah.
5. Bagian tetap kelima (1/3)
12
Ahli waris yang menerima bagian warisan 1/3 ada 2 orang yaitu ibu dan saudara-
saudara laki-laki dan perempuan seibu.
1. Ibu
Ibu dapat mewarisi 1/3 dari harta waris secara utuh, bila telah memenuhi 3
syarat yaitu:
Tidak bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit, yaitu anak
laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki serta
keturunan di bawahnya, cucu perempuan dari anak laki-laki. Jika ibu
mewarisi harta warisan bersama-sama dengan ahli waris keturunan si
mayit maka ibu memperoleh bagian 1/6.
2. Anak-anak ibu (saudara laki-laki dan saudara perempuan)
Anak –anak ibu memperoleh bagian 1/3 apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
Hendknya anak-anak ibu berjumlah 2 atau lebih, keduanya laki-laki
ataupun perempuan atau seorang laki-laki dan seorang perempuan,
atau lebih dari itu.
Tidak mewarisi bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit,
yaitu anak laki-laki atau anak perempuan, atau cucu laki-laki dari anak
laki-laki,atau anak perempuan dari anak laki-laki. Jika ibu bersama-
sama dengan ahli waris keturunan si mayit, maka ibu tidak
mendapatkan harta waris, karena ibu terhalang oleh ahli waris
keturunan si mayit.
Tidak mewarisi bersama-sama dengan ahli waris leluhur si mayit dari
golongan laki-laki, yaitu ayah, kakek dan generasi diatasnya. Jika
anak-anak ibu mewarisi bersama dengan ayah atau kakek, maka anak-
anak ibu tidak mendapatkan bagian dari harta waris, karena terhalang
oleh ayah atau kakek.
Contohnya:
Seorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris: istri, ibu, 2 orang saudara laki-
laki seibu, dan sudara laki-laki sekandung. Dalam hal ini, istri memperoleh bagian
1/4, ibu memperoleh 1/6, 2 saudara laki-laki seibu memperoleh 1/3, dan saudara laki-
laki sekandung memperoleh bagian sisa lunak.
13
6. Bagian tetap keenam (1/6)
Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 ada 7 orang yaitu ayah, ibu, kakek,
nenek, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan seayah, dan anak-
anak ibu (baik laki-laki maupun perempuan).
a. Ayah
Ayah mewariai bagian 1/6 dari harta waris, jika telah memenuhi syarat, yaitu
ia mewarisi bersama-sama dengn ahli waris keturunan si mayit,baik laki-laki
mupun perempuan.
- Jika ahli waris keturunannya adalah laki-laki, maka ayah hanya
memperoleh bagian 1/6.
- Namun, jika ahli warisnya keturunnanya adalah perempuan, ayah
memperoleh bagian 1/6 dan sisa bagian lunak.
b. Ibu
Ibu dapat mewarisi 1/6 dari harta waris setelah memenuhi syarat, yaitu ibu
mewarisi bersama-sama ahli waris keturunan si mayit atau beberapa
(berkumpulnya 2 orang atau lebih saudara laki-laki atau permpuan, atau salah
satu dari mereka.
c. Kakek
Kakek dapat mewrisi 1/6 dari harta waris setelah memenuhi syarat, yaitu :
Dalam mewarisi, kakek bersama-sama dengan ahli waris keturunan si
mayit, yaitu anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari anak
laki-laki, dan cucu perempuan dari anak laki-laki.
Dalam mewarisi, akaek tidak bersama-sama dengan ayah, jika ia
bersama-sama dengan ayah maka ayah akan menghalanginya.
Sehingga kakek tidak mendapatkan harta waris.
d. Seorang cucu perempuan atau lebih
Seorang cucu perempuan atau lebih mendapatkan bagian 1/6 dengan syarat:
Tidak bersama-sama dengan mu’ashibnya yang sederajat dengan cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
Tidak bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit yang
derajatnya lebih tiggi, kecuali mewarisinya bersama-sama dengan anak
14
perempuan atau cucu perampuan yang derajatnya lebih tinggi, maka
dalam hal ini cucu perempuan mendapatkan bagian 1/6.
e. Seorang saudara perempuan seayah atau lebih
Seorang saudara perempuan seayah atau lebih dapat mewarisi bagian tetap 1/6
bila memenuhi syarat sebagai berikut:
Hendaknya dia bersama-sama dengan saudara perampuan sekandung
yang mewarisi bagian tetap 1/2 , dengan demikian saudara permpuan
seayah menmewarisi bagian 1/6, sebagai penyampurna bagian 2/3
bersama-sama dengan saudara perempuan sekandung.
Tidak bersama-sama dengan mu’ashibnya (yaitu saudara laki-laki
seayah).
f. Anak ibu (saudara laki-laki dan perempuan seibu)
Anak ibu dapat mewarisi dengan bagian 1/6 dengan syarat:
Dia tidak bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit secara
mutlak. Jika bersama-sama dengan ahli waris keturunan si mayit,
maka anak ibu tidak mendapatkan apa-apa karena terhalang olehnya.
Dia tidak bersama-sama dengan ahli waris leluhur dari golongan laki-
laki, yaitu ayah dan kakek serta leluhur lainnya. Apabila anak ibu
mewarisi bersama dengan ahli waris leluhur si mayit, maka anak ibu
tidak mendapatkan apa-apa karena telah terhalang oleh leluhurnya.
Anak ibu hanya sendiri
g. Nenek
Nenek (ibunya ibu, ibunya ayah, neneknya ibu, neneknya ayah) dapat
mewarisi 1/6 bagian warisan dengan syarat, ia tidak mewarisi bersama-sama
dengan ibu. Ika ada ibu nenek tidak mendapatkan apa-apa karena telah
terhalang oleh ibu.
Contohnya:
Seseorang meninggal dunia , meninggalkan 3 ahli waris dari nenek : ibunya
ibu, ibunya ayah, ibu dari ayahnya ayah dan saudara laki-laki sekandung.
Dalam hal ini ibunya ibu mendapatkan bagian 1/6, ibunya ayah 1/6, saudara
laki-laki sekandung memperoleh bagian sisa secara lunak. Dan ibu dari
15
ayahnya ayah tidak memperoleh bagian harta waris karena telah terhalang oleh
kedua nenek. Yang hubungan kekerabatannya dekat dengan si mayit.
BAB III
PENUTUP
A. REFLEKSI PEMBACAAN
16
Dari hasil pembahasan mengenai “Hukum Waris Islam” dapat diambil sedikit
wacana bahwa dalam hukum islam, khususnya hukum mengenai waris dalam islam
terdapat banyak sekali ketentuan dan juga bermacam-macam waris. Pembahasan
dalam laporan ini yang terarah pada beberapa sebab mendapatkan warisan yang
diantaranya adalah mengenai ketentuan-ketentuan dalam mendapatkan warisan dari si
mayit (yang meninggal dunia). Adanya rukun waris dalam hukum waris islam,
dengan demikian hukum waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan
bagian harta waris dimana harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-
rukunnya. Pembahasan mengenai syarat waris yaitu tentang adanya bukti-bukti
meninggal dunia, ahli waris, dan status pewarisan. Dibahas juga mengenai pembagian
waris yaitu tentang keadilan dalam pembagian warisan.
Dengan selesainya laporan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, serta semua pihak yang telah membantu dan
berperan penting dalam penyelesaian laporan ini, dan tidak lupa kami ucapkan banyak
terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini,
semoga kami dapat memahami bahwa dalam hukum waris islam itu sangat
mementingkan keadailan dengan kebenaran dan kejelasan. Semoga dalam laporan ini
penulis maupun pembaca dapat memahami dengan jelas mengenai apa itu hukum
waris isalam, dan insyaAllah akan bermanfaat hingga akhir perjalanan perjuangan
pendidikan kami. Kritik dan saran tentunya sangat dibutuhkan demi perbaikan
kualitas kerja kami.
B. KESIMPULAN
Ditinjau dari segi asal kata perkataan waris berasal dari kata bahasa arab, yaitu
warits, secara grammatical berarti yang ditinggal atau yang kekal, maka
dengan demikian apabila dihubungan dengan persoalan hukum waris,
perkataan waris tersebut berarti orang-orang yang berhak untuk menerima
17
pusaka dari harta yang ditinggalkan si mati, dan popular diistilahkan dengan
ahli waris.
Sebab seseorang itu mendapatkan warisan dari si mayit dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : Karena hubungan perkawinan, karena adanya hubungan
darah, karena memerdekakan si mayit, karena sesama islam.
Rukun waris ada 3 diantaranya : Adanya ahli waris, pewaris, dan warisan yang
di bagikan.
Syarat – syarat waris : Meninggal dunianya pewaris, hidupnya ahli waris, dan
mengetahui status pewarisan.
Pembagian waris
Ahli Waris
Pembagian waris diberikan kepada ahli waris, ahli waris dibagi
menjadi dua ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
- Ahli waris laki-laki berjumlah 10 yaitu :
11. Anak laki-laki
12. Cucu atau cicit laki-laki dan generasi di bawahnya
13. Ayah
14. Kakek dan generasi di atasnya
15. Saudara laki-laki
16. Anak laki-laki saudara laki-laki selain dari ibu
17. Saudara laki-laki ayah atau paman
18. Anak laki-laki paman
19. Suami
20. Orang atau budak yang dimerdekakan
- Ahli waris perempuan berjumlah 10 yaitu :
11. Anak perempuan
12. Cucu dan cicit perempuan serta generasi di bawahnya
13. Ibu
14. Nenek seibu
15. Nenek seayah
16. Saudara perempuan sekandung
17. Saudara perempuan seayah
18
18. Saudara perempuan seibu
19. Istri
20. Perempuan yang membebaskan budak.
2) Pembagian waris:
Bagian tetap pertama (1/2)
Para ahli waris yang menerima bagian ½ ada 5 orang yaitu suami, istri/suami,
saudara pereampuan seayah, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan
saudara perempuan kandung.
Bagian tetap kedua (1/4)
Ahli waris yang mendapatkan bagian ¼ adalah suami dan istri.
Bagian tetap tiga (1/8)
Al-Quran menyebutkan bagian 1/8 hanya ada pada satu tempat yaitu pada bagian
yang menjelaskan warisan untuk istri (baik satu maupun lebih). Allah berfirman “ jika
kamu menpunyai anak, maka para istri menperoleh 1/8 dari harta yang kamu
tinggalkan.” (an-Nisaa’ :12)
Untuk mendapatkan bagian warisan 1/8 istri harus memenuhi satu syarat yaitu
istri harus mearisi bersama-sama keturunan si mayit, baik itu keturunan darinya atau
buakn.
Bagian tetap keempat (2/3)
Ahli waris ayang mendapatkan bagian warisan 2/3 ada empat orang. Semua
adalah dari golongan perempuan yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki, saudara-saudara perempuan sekandung, dan saudara-saudara perempuan
seayah.
Bagian tetap kelima (1/3)
Ahli waris yang menerima bagian warisan 1/3 ada 2 orang yaitu ibu dan saudara -
saudara laki-laki dan perempuan seibu.
Bagian tetap keenam (1/6)
19
Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 ada 7 orang yaitu ayah, ibu, kakek,
nenek, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan seayah, dan anak-
anak ibu (baik laki-laki maupun perempuan).
DAFTAR PUSTAKA
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar,mesir, 2004. Akhkamul
waris (hukum waris). Jakarta : Senayan Abadi
20
Budiono, A. Rachmad, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Di
Indonesia, 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung
21