HUKUM PIDANA LANJUTAN

10
HUKUM PIDANA LANJUTAN Ramdhan Kasim SH

description

HUKUM PIDANA LANJUTAN. Ramdhan Kasim SH. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of HUKUM PIDANA LANJUTAN

Page 1: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

HUKUM PIDANA LANJUTAN

Ramdhan Kasim SH

Page 2: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.

Asas Legalitas Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.

A. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU

Page 3: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali mengandung tiga prinsip dasar : Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang) Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana) Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa

undang-undang pidana yang terlebih dulu ada)

Hal ini menganjurkan supaya :

1. Dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja

tentang macamnya perbuatan yang harusdirumuskan dengan jelas, tetapi juga

macamnya pidana yang diancamkan;

2. Dengan cara demikian maka orang yang akan melakukan perbuatanyang dilarang itu

telah mengetahui terlebih dahulu pidana apa yangakan dijatuhkan kepadanya jika nanti

betul-betul melakukan perbuatan;

3. Dengan demikian dalam batin orang itu akan mendapat tekanan untuk tidak berbuat. Andaikata dia ternyata melakukan juga perbuatan yang dilarang, maka dinpandang dia menyetujui pidana yang akan dijatuhkan kepadanya.

Lanjutan.....

Page 4: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang dimaksud dalam asas legalitas yaitu : Tidak ada perbuatan yang dilarang dan

diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.

Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif.

Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Lanjutan.....

Page 5: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Schaffmeister dan Heijder merinci asas ini dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut :a) Tidak dapat dipidana kecuali ada ketentuan pidana berdasar

peraturan perundang-undangan (formil).

b) Tidak diperkenankan Analogi (pengenaan suatu undang-undang

terhadap perbuatan yang tidak diatur oleh undang-undang tersebut).

c) Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan (Hukum tidak

tertulis).

d) Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (lex Certa).

e) Tidak boleh Retroaktif (berlaku surut)

f) Tidak boleh ada ketentuan pidana diluar Undang-undang.

g) Penuntutan hanya dilakukan berdasarkan atau dengan cara yang

ditentukan undang-undang.

Lanjutan.....

Page 6: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Teori tetang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut tempat terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua) pendapat yaitu : Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan

pidana yang terjadi diwilayah Negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas territorial).

Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini disebut menganut asas personal atau prinsip nasional aktif.

Dalam hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat :1. Asas Teritorial.2. Asas Personal (nasional aktif).3. Asas Perlindungan (nasional pasif)4. Asas Universal.

B. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT (LEX LOCI)

Page 7: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Asas territorial lebih menitik beratkan pada terjadinya perbuatan pidana di dalam wilayah Negara tidak mempermasalahkan siapa pelakunya, warga Negara atau orang asing.

Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.

Ad. I. Asas Teritorial

Page 8: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Asas-asas Extra Teritorial / kekebalan dan hak-hak Istimewa (Immunity and Previlege).

Kepala Negara asing dan anggota keluarganya. Pejabat-pejabat perwakilan asing dan

keluarganya. Pejabat-pejabat pemerintahan Negara asing

yang berstatus diplomatik yang dalam perjalanan melalui Negara-negara lain atau menuju Negara lain.

Suatu angkatan bersenjata yang terpimpin. Pejabat-pejabat badan Internasional. Kapal-kapal perang dan pesawat udara militer /

ABK diatas kapal maupun di luar kapal.

Lanjutan.....

Page 9: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Pasal 5 KUHP menyatakan :1. “Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia

diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.

2. “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan”.

Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain yang kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga Negara asing yang berada dalam suatu wilayah Negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana dan tidak diadili menurut hukum Negara tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan Negara tersebut.

Ad. II. Asas Personal

Page 10: HUKUM  PIDANA LANJUTAN

Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif) karena :Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial wilayah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk asas personal, harus diberlakukan seluruh perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara yang melakukan kejahatan di luar territorial wilayah Negara.

Lanjutan.....