Hukum Kenotariatan

30
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN LARANGAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) NOMOR 30 TAHUN 2004 DAN KODE ETIK NOTARIS Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kenotariatan Dosen ; Dr. H. Ahmad Sulchan, S.H., M.H Disusun oleh; FREDY BAGUS KUSUMANING YANDI NIM : MAGISTER HUKUM PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

Transcript of Hukum Kenotariatan

Page 1: Hukum Kenotariatan

KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN LARANGAN TERHADAP

NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) NOMOR 30

TAHUN 2004 DAN KODE ETIK NOTARIS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kenotariatan

Dosen ; Dr. H. Ahmad Sulchan, S.H., M.H

Disusun oleh;

FREDY BAGUS KUSUMANING YANDI

NIM :

MAGISTER HUKUM

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

2015

Page 2: Hukum Kenotariatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus pula sebagai sebuah

profesi,posisinya sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian

hukum bagimasyarakat. Notaris seyogianya berada dalam ranah

pencegahan (preventif)terjadinya masalah hukum melalui akta otentik

yang dibuatnya sebagai alat buktiyang paling sempurna di pengadilan.

Tidak dapat dibayangkan bila Notaris justrumenjadi sumber masalah bagi

hukum akibat akta otentik yang dibuatnyadipertanyakan kredibilitasnya

oleh masyarakat.

Sejarah mencatat awal lahirnya profesi jabatan Notaris adalah

profesi kaumterpelajar dan kaum yang dekat dengan sumber kekuasaan.1

Para Notaris ketika itumendokumentasikan sejarah dan titah raja. Para

Notaris juga menjadi orang dekatPaus yang memberikan bantuan dalam

hubungan keperdataan. Bahkan pada abadkegelapan (Dark Age 500 . 1000

setelah Masehi) dimana penguasa tidak bisamemberikan jaminan kepastian

hukum, para Notaris menjadi rujukan bagimasyarakat yang bersengketa

untuk meminta kepastian hukum atas sebuah kasus.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak awal

lahirnya profesijabatan Notaris, termasuk jabatan yang prestisius, mulia,

bernilai keluhuran dan bermartabat tinggi. Lahirnya Undang-Undang

Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004yang diundangkan di

Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2004, sebagaimana ditempatkandalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 yang

terdiridari 13 Bab dan 92 Pasal tersebut semakin mempertegas posisi

penting Notarissebagai pejabat umum yang memberikan kepastian hukum

melalui akta otentik yangdibuatnya.

Landasan filosofis lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 30Tahun 2004 adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum,

Page 3: Hukum Kenotariatan

ketertiban danperlindungan hukum yang berintikan kebenaran, dan

keadilan. Melalui akta yangdibuatnya, Notaris harus dapat memberikan

kepastian hukum kepada masyarakatpengguna jasa Notaris. Akta otentik

pada hakikatnya memuat kebenaran formalsesuai dengan apa yang

diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun Notarismempunyai

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam aktaNotaris

sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para

pihakyaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta

Notaris sertamemberikan akses terhadap informasi termasuk akses

terhadap peraturan perundangundanganyang terkait bagi para pihak

penandatangan akta Notaris dalammenjalankan jabatannya berperan secara

tidak memihak dan bebas (unpartiality andIndependency)

Notaris merupakan pejabatan umum yang berwenang

untukmembuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak

dikhususkan bagipejabat umum lainnya. Akta yang dibuat dihadapan

Notaris merupakan bukti otentik,bukti paling sempurna, dengan segala

akibatnya. Jabatan Notaris adalah jabatan umum atau publik karena

Notaris diangkat dandiberhentikan oleh pemerintah, Notaris menjalankan

tugas negara, dan akta yangdibuat, yaitu minuta (asli akta) adalah

merupakan dokumen negara. Pejabat umumadalah pejabat yang diangkat

dan diberhentikan oleh kekuasaan umum (pemerintah)dan diberi

wewenang serta kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal

tertentu,karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.

Meskipun Notaris adalahpejabat umum/publik yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah, namunNotaris bukan pegawai

pemerintah/negeri yang memperoleh gaji dari pemerintah.Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian tidakberlaku

terhadap Notaris. Notaris adalah pejabat umum/publik yang

jugamelaksanakan kewibawaan pemerintah dibidang hukum tapi tidak

memperoleh gajidari pemerintah. Namun Notaris bukanlah pejabat Tata

Usaha Negara sehinggaNotaris tidak bisa dikenakan tindak pidana korupsi

Page 4: Hukum Kenotariatan

sesuai dengan Pasal 11a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi.

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan

penegasankepada Notaris sebagai pejabat umum. Pasal 1868 tersebut

menyatakan bahwa,.Suatu akta otentik, ialah suatu akta yang di dalam

bentuk yang ditentukan olehUndang-Undang, dibuat oleh/dihadapan

pejabat umum yang berwenang ditempatdimana akta itu dibuat.. Namun

demikian Notaris bukanlah satu-satunyaa pejabatumum yang ditugasi oleh

undang-undang dalam membuat akta otentik. Ada pejabatumum lainnya

yang ditunjuk undang-undang dalam membuat akta otentik tertentuseperti

pejabat kantor catatan sipil dalam membuat akta kelahiran, perkawinan

dankematian, Pejabat kantor lelang negara dalam membuat akta lelang,

Pejabat PembuatAkta Tanah (PPAT) dalam membuat akta otentik

dibidang pertanahan Kepala KantorUrusan Agama dalam membuat akta

nikah, talak dan rujuk dan lain sebagainya.

Namun secara umum dapat dikatakan Notaris adalah satu-satunya

pejabat umumyang memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang

yang cukup besar dalammembuat hampir seluruh akta otentik.Dalam

menjalankan jabatannya Notaris harus dapat bersikap profesionaldengan

dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan

tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sekaligus

menjunjung tinggi kodeetik profesi Notaris sebagai rambu yang harus

ditaati.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi

pokokpermasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan dan

kewajiban larangan terhadap Notaris sebagai pejabat umum

berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun

2004 dan kode etik Notaris ?

Page 5: Hukum Kenotariatan

2. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang larangan dan kode

etik terhadap Notaris sebagai pejabat umum berdasarkan Undang-

UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik

Notaris ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum yang berlaku

tentang kewenangan dan kewajiban larangan terhadap Notaris sebagai

pejabat umum berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN)

Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik Notaris

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum yang berlaku

tentang larangan dan kode etik terhadap Notaris sebagai pejabat

umum berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor

30 Tahun 2004 dan kode etik Notaris

Page 6: Hukum Kenotariatan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Notaris

adalah Menurut pengertian Undang-Undang No. 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 1 disebutkan pengertian Notaris

adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

B. Definisi Notaris Menurut Para Ahli

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk

membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang

berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,

menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan

grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu

oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat atau orang lain.(G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan

Jabatan Notaris, op. Cit. hal.31)

Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.

M.01-HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan

dan Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang

dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

Notaris adalah pejabat umum maksudnya adalah seseorang yang

diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara untuk melayani

publik dalam hal tertentu.

Page 7: Hukum Kenotariatan

Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan profesi dalam

pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan

jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.

Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi

publik negara, yang khususnya di bidang hukum perdata.

Bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai

kedudukan sebagai “pejabat umum”. Jadi dalam pengertian-pengertian

Notaris diatas ada hal penting yang tersirat, yaitu ketentuan dalam

permulaan pasal tersebut, bahwa Notaris adalah pejabat umum dimana

kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta

otentik, jadi Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana yang

dimaksud pada Pasal 1868 KUHPerdata.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana diatur

dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris adalah:

1. Warga negara Indonesia;

2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27 tahun;

4. Sehat jasmani dan rohani;

Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua

kenotariatan;

Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai

karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor Notaris

atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah

lulus strata dua kenotariatan; dan

Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,

atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang

dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Page 8: Hukum Kenotariatan

C. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris

Dalam pengertian Notaris, tersirat bahwa Notaris berwenang untuk

membuat akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh

yang berkepentingan, hal mana berarti bahwa Notaris tidak berwenang

membuat akta otentik secara jabatan (ambtshalve). Wewenang Notaris

dinyatakan dengan perkataan-perkataan “mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan”. G.H.S. Lumban Tobing, S.H,

Peraturan Jabatan Notaris, op. Cit. hal.39

Wewenang Notaris meliputi 4 hal, yaitu: Ibid, hal.49

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang

dibuat itu;

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta

dibuat.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta

itu.

Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan

oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh Undang-Undang.

Page 9: Hukum Kenotariatan

Menurut pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang pula:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat akta risalah lelang.

Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 Undang-

Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan

bahwa Notaris berkewajiban untuk:

1. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris

3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan

Minuta akta;

4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya

5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat

tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam

satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan

Page 10: Hukum Kenotariatan

mencatat jumlah Minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada

sampul setiap buku;

7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan akta setiap bulan;

9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen

yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5

had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

10. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

11. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

12. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,

saksi, dan Notaris;

13. Menerima magang calon Notaris.

D. Larangan Notaris

Mengenai larangan bagi Notaris diatur dalam Pasal 17 dimana Notaris

dilarang:

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 hari kerja berturut-turut tanpa

alasan yang sah;

3. Merangkap sebagai pegawai negeri;

4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

5. Merangkap jabatan sebagai advokat;

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta;

Page 11: Hukum Kenotariatan

7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar wilayah

jabatan Notaris;

8. Menjadi Notaris Pengganti, atau

9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat jabatan Notaris.

E. Kode Etik Notaris

Kode Etik Yang Harus Dipatuhi Notaris

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada

Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika

profesinya. Etika profesi adalah sikap etis yang dituntut untuk dipenuhi

oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi diwujudkan

secara formal ke dalam suatu kode etik.

Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu

perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Oleh karena

itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi

profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan

hukum.

Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika

profesi tersebut kedalam kode etik Notaris. Kode etik Notaris menurut

organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005

yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka 2. Menyebutkan

bahwa kode etik Notaris adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan

oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut

“perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang

ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

Page 12: Hukum Kenotariatan

mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh

setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang

menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya Pejabat

Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang

teguh kepada kode etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan,

bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu

atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang

disusun oleh anggota profesi itu sendiri dan mengikat

mereka dalam mempraktekkannya. Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi

Notaris dalam penegakan Hukum Pidana, (Yogyakarta; Bigraf Publishing,

1995) hal.29

Dengan demikian kode etik Notaris adalah tuntunan,

bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi

maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka

memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam

bidang pembuatan akta.

Kode etik Notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi:

jurnal.fhunla.ac.id/index.php/WP/article/viewFile/74/69 diakses tanggal 9

Maret 2014 jam 15.27

a. Etika Kepribadian Notaris sebagai pejabat umum maupun sebagai

profesional

- Memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik;

- Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan

Notaris;

Page 13: Hukum Kenotariatan

- Taat hukum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, sumpah

jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia

- Memiliki perilaku profesional

- Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas

pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan.

b. Etika melakukan tugas jabatan

- Bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung

jawab;

- Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut

merupakan satu-satunya kantor Notaris yang bersangkutan dalam

melaksanakan jabatannya sehari-hari;

- Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang

berlaku;

- Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan,

pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor

kecuali dengan alasan-alasan yang sah;

- Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik;

- Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang

ada sebagai perantara dalam mencari klien.

c. Etika pelayanan terhadap klien

- Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan

negara;

- Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa

membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya;

- Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya

untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;

Page 14: Hukum Kenotariatan

- Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya

telah dipersiapkan oleh orang lain;

- Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;

- Dilarang berusaha agar seseorang berpindang dari Notaris lain

kepadanya;

- Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas

yang telah diserahkan dengan maksud agar klien tetap membuat

akta kepadanya.

d. Etika hubungan sesama rekan Notaris

- Aktif dalam organisasi Notaris;

- Saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam

suasana kekeluargaan;

- Harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan

nama baik korps Notaris;

- Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama Notaris, baik

moral maupun material;

- Tidak menjelekkan ataupun mempermasalahkan rekan Notaris atau

akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi

dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan Notaris

lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau

membahayakan kliennya, maka Notaris tersebut wajib

memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah

timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang

bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;

- Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat

eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi

apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk

berpartisipasi;

- Tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar.

Page 15: Hukum Kenotariatan

Kode etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang

yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi

Notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta

keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi

para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban

yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode

Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia

lakukan terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.

F. PertanggungJawaban Notaris Atas Akta Yang Dinyatakan Batal

Demi Hukum

Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa Notaris dalam

membuat akta tidak mungkin disalahkan, karena apabila dikaitkan dengan

sejarah dari lembaga Notariat itu sendiri, tugas Notaris hanya sebagai

sekretaris dari masyarakat yang menghendaki perbuatan atau peristiwa

dalam masyarakat dituangkan dalam suatu akta otentik. Atau dengan kata

lain dapat dikatakan bahwa Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi,

apa yang diberikan kepadanya, apa yang dilihat dan dialaminya saja, dan

mencatatkannya kedalam sebuah akta.

Tetapi tidak dapat juga dikatakan Notaris lepas dari tanggung

jawab apabila terjadi pembatalan akta yang dibuat olehnya. Notaris

hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan yang

mungkin saja terjadi dalam praktek kehidupan dalam masyarakat yang

semakin kompleks.

Page 16: Hukum Kenotariatan

Dengan adanya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 semakin

mempertegas adanya tanggung jawab Notaris terhadap akta yang

diperbuatnya. Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, apabila Notaris

melanggar ketentuan-ketentuan pasal yang ada didalam Pasal 84 Undang-

Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga

menimbulkan kerugian terhadap para pihak maka Notaris wajib atau dapat

dituntut untuk mengganti kerugian tersebut.

Pada prinsipnya wujud pertanggungjawaban Notaris terhadap akta

yang dinyatakan batal demi hukum adalah:

1. Pertanggungjawaban secara administratif

Apabila seorang Notaris terbukti melakukan pelanggaran Pasal 85

Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang

mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi Notaris dalam menjalankan

jabatannya. Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris menerangkan

apabila Notaris melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

7, Pasal 16 ayat (1), huruf a s/d k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32,

Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan atau Pasal 63 dapat dikenakan

sanksi berupa:

- Teguran lisan;

- Teguran tertulis;

- Pemberhentian sementara;

- Pemberhentian dengan hormat;

- Pemberhentian dengan tidak hormat.

2. Pertanggungjawaban menurut Hukum Perdata

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, “tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian”.

Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur mengenai hal-hal

Page 17: Hukum Kenotariatan

yang berkaitan dengan akta, apabila dilanggar oleh Notaris akan berakibat

suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum. Hal ini dapat menjadi

alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian

biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris. Berdasarkan ketentuan

tersebut, maka Notaris yang karena kelalaiannya dalam membuat akta

telah merugikan orang lain maka apabila di pengadilan terbukti bersalah,

Notaris tersebut dapat dihukum untuk mengganti kerugian, bunga, biaya

atau memulihkan keadaan hukum seseorang karena perbuatannya,

kesalahannya telah menimbulkan kerugian yang tidak dikehendaki.

3. Pertanggungjawaban menurut Hukum Pidana

Apabila dalam pemeriksaan pengadilan Notaris terbukti bersalah

dalam mengakibatkan akta yang batal demi hukum, maka bentuk

pertanggungjawaban Notaris secara Hukum Pidana dapat berupa:

a. Hukuman Pokok:

- Penjara

- Kurungan

- Denda

b. Hukuman tambahan

- Pencabutan beberapa hak tertentu

- Perampasan beberapa benda tertentu yang menjadi barang bukti

Tanggung jawab dan ketelitian Notaris dituntut sangat besar dalam

membuat suatu akta. Notaris bukan saja bertanggung jawab

terhadap dirinya sendiri, bahkan Notaris bertanggung jawab kepada

pihak lain yang dirugikan.

Untuk menghindari sanksi yang akan dibebankan kepada Notaris

karena melakukan penyimpangan, maka Notaris dalam menjalankan

jabatannya harus selalu tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur oleh

Page 18: Hukum Kenotariatan

Undang-Undang Jabatan Notaris yang merupakan pedoman bagi seluruh

Notaris di Indonesia dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris dan

mentaati segala ketentuan yang ada di kode etik Notaris.

Page 19: Hukum Kenotariatan

BAB III

PENUTUP

Berdasarkanmakalah yang dibuatolehpenulis, kesimpulan yang

penulisambiladalahsebagaiberikut:

1. Notarisadalahprofesi yang

terbukabagisarjanahukumataululusanjenjang strata duakenotariatan.

Latarbelakangpengetahuanhukumpentingkarenadalammenjalankanwe

wenangdantugasnya,

notarispastiselaluberhubungandenganmasalahhukum. Akta yang

dikeluarkannotarisadalahbuktikuatdalamsuatu proses perkara.

SeorangkandidatnotarisjugaharusbertakwakepadaTuhan Yang

MahaEsa, sehatjasmanidanrohani, danberstatusWarga Negara

Indonesia (WNI).

2. Selainsyaratpendidikandanideologis, agar seseorangbisamenjadinotaris

minimal berusia 27 tahun, dantelahmenjalankanmagang di

kantornotarissekurang-kurangnya 12 bulan. Taksemua orang yang

memenuhisyaratitudapatdiangkatMenteriHukumdan HAM jadinotaris.

Sebab, profesinotaristerhalangbagimereka yang

berstatusPegawaiNegeriSipil (PNS), pejabatnegara, advokat,

ataujabatan lain yang terlarangmenurutUndang-Undang.

Kalauseorangnotarisdiangkatmenjadipejabatnegara, misalnya,

iawajibmengambilcuti.

Page 20: Hukum Kenotariatan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kohar, NotarisDalamPraktekHukum, (Bandung: Alumni,1983).

G.H.S. LumbanTobing, PeraturanJabatanNotaris, (Jakarta;Erlangga,

1996).

Ignatius RidwanWidayadharma, HukumProfesi, (Jakarta: CV.Ananta,

1994).

J. Satria, HukumPerikatanPadaUmumnya, (Bandung: Alumni,1993).

LilianaTedjosaputro, MalpraktekNotarisdanHukumPidana,(Semarang:

CV. Agung, 1994).

SoegondoNotodisoerjo, HukumNotariat di Indonesia SuatuPenjelasan,

(Jakarta: CV. Rajawali, 1982).