Hukum Kenotariatan
-
Upload
fredy-bagus-kusumaning-yandi -
Category
Education
-
view
377 -
download
1
Transcript of Hukum Kenotariatan
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN LARANGAN TERHADAP
NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN) NOMOR 30
TAHUN 2004 DAN KODE ETIK NOTARIS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kenotariatan
Dosen ; Dr. H. Ahmad Sulchan, S.H., M.H
Disusun oleh;
FREDY BAGUS KUSUMANING YANDI
NIM :
MAGISTER HUKUM
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus pula sebagai sebuah
profesi,posisinya sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian
hukum bagimasyarakat. Notaris seyogianya berada dalam ranah
pencegahan (preventif)terjadinya masalah hukum melalui akta otentik
yang dibuatnya sebagai alat buktiyang paling sempurna di pengadilan.
Tidak dapat dibayangkan bila Notaris justrumenjadi sumber masalah bagi
hukum akibat akta otentik yang dibuatnyadipertanyakan kredibilitasnya
oleh masyarakat.
Sejarah mencatat awal lahirnya profesi jabatan Notaris adalah
profesi kaumterpelajar dan kaum yang dekat dengan sumber kekuasaan.1
Para Notaris ketika itumendokumentasikan sejarah dan titah raja. Para
Notaris juga menjadi orang dekatPaus yang memberikan bantuan dalam
hubungan keperdataan. Bahkan pada abadkegelapan (Dark Age 500 . 1000
setelah Masehi) dimana penguasa tidak bisamemberikan jaminan kepastian
hukum, para Notaris menjadi rujukan bagimasyarakat yang bersengketa
untuk meminta kepastian hukum atas sebuah kasus.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak awal
lahirnya profesijabatan Notaris, termasuk jabatan yang prestisius, mulia,
bernilai keluhuran dan bermartabat tinggi. Lahirnya Undang-Undang
Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004yang diundangkan di
Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2004, sebagaimana ditempatkandalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 yang
terdiridari 13 Bab dan 92 Pasal tersebut semakin mempertegas posisi
penting Notarissebagai pejabat umum yang memberikan kepastian hukum
melalui akta otentik yangdibuatnya.
Landasan filosofis lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30Tahun 2004 adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum,
ketertiban danperlindungan hukum yang berintikan kebenaran, dan
keadilan. Melalui akta yangdibuatnya, Notaris harus dapat memberikan
kepastian hukum kepada masyarakatpengguna jasa Notaris. Akta otentik
pada hakikatnya memuat kebenaran formalsesuai dengan apa yang
diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun Notarismempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam aktaNotaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para
pihakyaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta
Notaris sertamemberikan akses terhadap informasi termasuk akses
terhadap peraturan perundangundanganyang terkait bagi para pihak
penandatangan akta Notaris dalammenjalankan jabatannya berperan secara
tidak memihak dan bebas (unpartiality andIndependency)
Notaris merupakan pejabatan umum yang berwenang
untukmembuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak
dikhususkan bagipejabat umum lainnya. Akta yang dibuat dihadapan
Notaris merupakan bukti otentik,bukti paling sempurna, dengan segala
akibatnya. Jabatan Notaris adalah jabatan umum atau publik karena
Notaris diangkat dandiberhentikan oleh pemerintah, Notaris menjalankan
tugas negara, dan akta yangdibuat, yaitu minuta (asli akta) adalah
merupakan dokumen negara. Pejabat umumadalah pejabat yang diangkat
dan diberhentikan oleh kekuasaan umum (pemerintah)dan diberi
wewenang serta kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal
tertentu,karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.
Meskipun Notaris adalahpejabat umum/publik yang diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, namunNotaris bukan pegawai
pemerintah/negeri yang memperoleh gaji dari pemerintah.Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian tidakberlaku
terhadap Notaris. Notaris adalah pejabat umum/publik yang
jugamelaksanakan kewibawaan pemerintah dibidang hukum tapi tidak
memperoleh gajidari pemerintah. Namun Notaris bukanlah pejabat Tata
Usaha Negara sehinggaNotaris tidak bisa dikenakan tindak pidana korupsi
sesuai dengan Pasal 11a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan
penegasankepada Notaris sebagai pejabat umum. Pasal 1868 tersebut
menyatakan bahwa,.Suatu akta otentik, ialah suatu akta yang di dalam
bentuk yang ditentukan olehUndang-Undang, dibuat oleh/dihadapan
pejabat umum yang berwenang ditempatdimana akta itu dibuat.. Namun
demikian Notaris bukanlah satu-satunyaa pejabatumum yang ditugasi oleh
undang-undang dalam membuat akta otentik. Ada pejabatumum lainnya
yang ditunjuk undang-undang dalam membuat akta otentik tertentuseperti
pejabat kantor catatan sipil dalam membuat akta kelahiran, perkawinan
dankematian, Pejabat kantor lelang negara dalam membuat akta lelang,
Pejabat PembuatAkta Tanah (PPAT) dalam membuat akta otentik
dibidang pertanahan Kepala KantorUrusan Agama dalam membuat akta
nikah, talak dan rujuk dan lain sebagainya.
Namun secara umum dapat dikatakan Notaris adalah satu-satunya
pejabat umumyang memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang
yang cukup besar dalammembuat hampir seluruh akta otentik.Dalam
menjalankan jabatannya Notaris harus dapat bersikap profesionaldengan
dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan
tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sekaligus
menjunjung tinggi kodeetik profesi Notaris sebagai rambu yang harus
ditaati.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi
pokokpermasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan dan
kewajiban larangan terhadap Notaris sebagai pejabat umum
berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun
2004 dan kode etik Notaris ?
2. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang larangan dan kode
etik terhadap Notaris sebagai pejabat umum berdasarkan Undang-
UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik
Notaris ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum yang berlaku
tentang kewenangan dan kewajiban larangan terhadap Notaris sebagai
pejabat umum berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN)
Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik Notaris
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum yang berlaku
tentang larangan dan kode etik terhadap Notaris sebagai pejabat
umum berdasarkan Undang-UndangJabatan Notaris (UUJN) Nomor
30 Tahun 2004 dan kode etik Notaris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Notaris
adalah Menurut pengertian Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 1 disebutkan pengertian Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
B. Definisi Notaris Menurut Para Ahli
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.(G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan
Jabatan Notaris, op. Cit. hal.31)
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.
M.01-HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan
dan Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang
dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris adalah pejabat umum maksudnya adalah seseorang yang
diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara untuk melayani
publik dalam hal tertentu.
Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan profesi dalam
pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan
jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.
Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi
publik negara, yang khususnya di bidang hukum perdata.
Bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai
kedudukan sebagai “pejabat umum”. Jadi dalam pengertian-pengertian
Notaris diatas ada hal penting yang tersirat, yaitu ketentuan dalam
permulaan pasal tersebut, bahwa Notaris adalah pejabat umum dimana
kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta
otentik, jadi Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana yang
dimaksud pada Pasal 1868 KUHPerdata.
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris adalah:
1. Warga negara Indonesia;
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Berumur paling sedikit 27 tahun;
4. Sehat jasmani dan rohani;
Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua
kenotariatan;
Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor Notaris
atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah
lulus strata dua kenotariatan; dan
Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
C. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris
Dalam pengertian Notaris, tersirat bahwa Notaris berwenang untuk
membuat akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh
yang berkepentingan, hal mana berarti bahwa Notaris tidak berwenang
membuat akta otentik secara jabatan (ambtshalve). Wewenang Notaris
dinyatakan dengan perkataan-perkataan “mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan”. G.H.S. Lumban Tobing, S.H,
Peraturan Jabatan Notaris, op. Cit. hal.39
Wewenang Notaris meliputi 4 hal, yaitu: Ibid, hal.49
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang
dibuat itu;
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat;
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta
dibuat.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta
itu.
Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.
Menurut pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang pula:
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat akta risalah lelang.
Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 Undang-
Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan
bahwa Notaris berkewajiban untuk:
1. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris
3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan
Minuta akta;
4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya
5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;
6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam
satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;
9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5
had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
10. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
11. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,
dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
12. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris;
13. Menerima magang calon Notaris.
D. Larangan Notaris
Mengenai larangan bagi Notaris diatur dalam Pasal 17 dimana Notaris
dilarang:
1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
5. Merangkap jabatan sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta;
7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar wilayah
jabatan Notaris;
8. Menjadi Notaris Pengganti, atau
9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
E. Kode Etik Notaris
Kode Etik Yang Harus Dipatuhi Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada
Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika
profesinya. Etika profesi adalah sikap etis yang dituntut untuk dipenuhi
oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi diwujudkan
secara formal ke dalam suatu kode etik.
Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu
perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Oleh karena
itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi
profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan
hukum.
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika
profesi tersebut kedalam kode etik Notaris. Kode etik Notaris menurut
organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005
yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka 2. Menyebutkan
bahwa kode etik Notaris adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan
oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut
“perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh
setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya Pejabat
Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.
Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang
teguh kepada kode etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan,
bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu
atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang
disusun oleh anggota profesi itu sendiri dan mengikat
mereka dalam mempraktekkannya. Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi
Notaris dalam penegakan Hukum Pidana, (Yogyakarta; Bigraf Publishing,
1995) hal.29
Dengan demikian kode etik Notaris adalah tuntunan,
bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi
maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam
bidang pembuatan akta.
Kode etik Notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi:
jurnal.fhunla.ac.id/index.php/WP/article/viewFile/74/69 diakses tanggal 9
Maret 2014 jam 15.27
a. Etika Kepribadian Notaris sebagai pejabat umum maupun sebagai
profesional
- Memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik;
- Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan
Notaris;
- Taat hukum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, sumpah
jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia
- Memiliki perilaku profesional
- Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas
pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan.
b. Etika melakukan tugas jabatan
- Bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung
jawab;
- Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor Notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan jabatannya sehari-hari;
- Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang
berlaku;
- Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan,
pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor
kecuali dengan alasan-alasan yang sah;
- Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik;
- Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang
ada sebagai perantara dalam mencari klien.
c. Etika pelayanan terhadap klien
- Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan
negara;
- Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa
membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya;
- Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya
untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;
- Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya
telah dipersiapkan oleh orang lain;
- Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;
- Dilarang berusaha agar seseorang berpindang dari Notaris lain
kepadanya;
- Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas
yang telah diserahkan dengan maksud agar klien tetap membuat
akta kepadanya.
d. Etika hubungan sesama rekan Notaris
- Aktif dalam organisasi Notaris;
- Saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam
suasana kekeluargaan;
- Harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan
nama baik korps Notaris;
- Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama Notaris, baik
moral maupun material;
- Tidak menjelekkan ataupun mempermasalahkan rekan Notaris atau
akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi
dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan Notaris
lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau
membahayakan kliennya, maka Notaris tersebut wajib
memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang
bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
- Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat
eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi
apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk
berpartisipasi;
- Tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar.
Kode etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang
yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi
Notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta
keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi
para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban
yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode
Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia
lakukan terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.
F. PertanggungJawaban Notaris Atas Akta Yang Dinyatakan Batal
Demi Hukum
Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa Notaris dalam
membuat akta tidak mungkin disalahkan, karena apabila dikaitkan dengan
sejarah dari lembaga Notariat itu sendiri, tugas Notaris hanya sebagai
sekretaris dari masyarakat yang menghendaki perbuatan atau peristiwa
dalam masyarakat dituangkan dalam suatu akta otentik. Atau dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi,
apa yang diberikan kepadanya, apa yang dilihat dan dialaminya saja, dan
mencatatkannya kedalam sebuah akta.
Tetapi tidak dapat juga dikatakan Notaris lepas dari tanggung
jawab apabila terjadi pembatalan akta yang dibuat olehnya. Notaris
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan yang
mungkin saja terjadi dalam praktek kehidupan dalam masyarakat yang
semakin kompleks.
Dengan adanya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 semakin
mempertegas adanya tanggung jawab Notaris terhadap akta yang
diperbuatnya. Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, apabila Notaris
melanggar ketentuan-ketentuan pasal yang ada didalam Pasal 84 Undang-
Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga
menimbulkan kerugian terhadap para pihak maka Notaris wajib atau dapat
dituntut untuk mengganti kerugian tersebut.
Pada prinsipnya wujud pertanggungjawaban Notaris terhadap akta
yang dinyatakan batal demi hukum adalah:
1. Pertanggungjawaban secara administratif
Apabila seorang Notaris terbukti melakukan pelanggaran Pasal 85
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi Notaris dalam menjalankan
jabatannya. Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris menerangkan
apabila Notaris melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, Pasal 16 ayat (1), huruf a s/d k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32,
Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan atau Pasal 63 dapat dikenakan
sanksi berupa:
- Teguran lisan;
- Teguran tertulis;
- Pemberhentian sementara;
- Pemberhentian dengan hormat;
- Pemberhentian dengan tidak hormat.
2. Pertanggungjawaban menurut Hukum Perdata
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, “tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian”.
Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan akta, apabila dilanggar oleh Notaris akan berakibat
suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum. Hal ini dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka Notaris yang karena kelalaiannya dalam membuat akta
telah merugikan orang lain maka apabila di pengadilan terbukti bersalah,
Notaris tersebut dapat dihukum untuk mengganti kerugian, bunga, biaya
atau memulihkan keadaan hukum seseorang karena perbuatannya,
kesalahannya telah menimbulkan kerugian yang tidak dikehendaki.
3. Pertanggungjawaban menurut Hukum Pidana
Apabila dalam pemeriksaan pengadilan Notaris terbukti bersalah
dalam mengakibatkan akta yang batal demi hukum, maka bentuk
pertanggungjawaban Notaris secara Hukum Pidana dapat berupa:
a. Hukuman Pokok:
- Penjara
- Kurungan
- Denda
b. Hukuman tambahan
- Pencabutan beberapa hak tertentu
- Perampasan beberapa benda tertentu yang menjadi barang bukti
Tanggung jawab dan ketelitian Notaris dituntut sangat besar dalam
membuat suatu akta. Notaris bukan saja bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, bahkan Notaris bertanggung jawab kepada
pihak lain yang dirugikan.
Untuk menghindari sanksi yang akan dibebankan kepada Notaris
karena melakukan penyimpangan, maka Notaris dalam menjalankan
jabatannya harus selalu tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur oleh
Undang-Undang Jabatan Notaris yang merupakan pedoman bagi seluruh
Notaris di Indonesia dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris dan
mentaati segala ketentuan yang ada di kode etik Notaris.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkanmakalah yang dibuatolehpenulis, kesimpulan yang
penulisambiladalahsebagaiberikut:
1. Notarisadalahprofesi yang
terbukabagisarjanahukumataululusanjenjang strata duakenotariatan.
Latarbelakangpengetahuanhukumpentingkarenadalammenjalankanwe
wenangdantugasnya,
notarispastiselaluberhubungandenganmasalahhukum. Akta yang
dikeluarkannotarisadalahbuktikuatdalamsuatu proses perkara.
SeorangkandidatnotarisjugaharusbertakwakepadaTuhan Yang
MahaEsa, sehatjasmanidanrohani, danberstatusWarga Negara
Indonesia (WNI).
2. Selainsyaratpendidikandanideologis, agar seseorangbisamenjadinotaris
minimal berusia 27 tahun, dantelahmenjalankanmagang di
kantornotarissekurang-kurangnya 12 bulan. Taksemua orang yang
memenuhisyaratitudapatdiangkatMenteriHukumdan HAM jadinotaris.
Sebab, profesinotaristerhalangbagimereka yang
berstatusPegawaiNegeriSipil (PNS), pejabatnegara, advokat,
ataujabatan lain yang terlarangmenurutUndang-Undang.
Kalauseorangnotarisdiangkatmenjadipejabatnegara, misalnya,
iawajibmengambilcuti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kohar, NotarisDalamPraktekHukum, (Bandung: Alumni,1983).
G.H.S. LumbanTobing, PeraturanJabatanNotaris, (Jakarta;Erlangga,
1996).
Ignatius RidwanWidayadharma, HukumProfesi, (Jakarta: CV.Ananta,
1994).
J. Satria, HukumPerikatanPadaUmumnya, (Bandung: Alumni,1993).
LilianaTedjosaputro, MalpraktekNotarisdanHukumPidana,(Semarang:
CV. Agung, 1994).
SoegondoNotodisoerjo, HukumNotariat di Indonesia SuatuPenjelasan,
(Jakarta: CV. Rajawali, 1982).