Hukum Asuransi

25
HUKUM ASURANSI MENURUT PANDANGAN ISLAM Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam yang dibimbing oleh Bapak Yusuf Hanafi oleh Siti Nur Arifah (120341400022) Offering A Pendidikan Biologi 2012 The Learning University

Transcript of Hukum Asuransi

HUKUM ASURANSI MENURUT PANDANGAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliahPendidikan Agama Islamyang dibimbing oleh Bapak Yusuf Hanafi

olehSiti Nur Arifah(120341400022)Offering A Pendidikan Biologi 2012

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMJURUSAN BIOLOGIMaret 2013DAFTAR ISI

Halaman Judul Daftar Isi iBab I Pendahuluan 11.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 11.3 Tujuan 2Bab II Pembahasan 32.2 Pengertian dan macam-macam asuransi 32.3 Prinsip dasar asuransi 42.4 Dalil-dalil yang menyangkut asuransi 62.5 Hal yang memperbolehkan dan mengharamkan asuransi 92.6 Rekomendasi 12Bab III Penutup 133.1 Kesimpulan 133.2 Saran 14Daftar Rujukan 15

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangPermasalahan yang masih menjadi perdebatan dan masih hangat adalah seputar dunia muamalah yaitu asuransi. Sekarang ini, asuransi sudah menjadi bagian bahkan untuk sebagian orang sudah menjadi kebutuhan. Banyak para umat Islam yang memilih menggunakan asuransi untuk menjamin brang dan bahkan menjamin hidup mereka. Dalam perjalanannya, para ulama menemukan beberapa indikasi keharaman dan madharat bagi nasabah (klien). Oleh karena itu, terjadi pertentangan dikalangan para fuqoha. Perbedaan ini juga disebabkan karena didalam Al-quran sendiri tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai hal tersebut, dan dihadist pun tidak ada.Asuransi sebanarnya memiliki manfaat yang luas dan kompleks. Karena asuransi mampu memberikan perlindungan dan jaminan pada nasabah, asuransi juga menawarkan berbagai manfaat antara lain mendapatkan masukan-masukan yang bergunak untuk meminimalkan terjadinya resiko. Akan tetapi asuransi pada praktiknya oleh sabagian orang digunakan untuk memperkaya diri dan mengabaikan kepentingan nasabah-nasabahnya. Tentu hal ini dilarang oleh Islam. Asuransi juga oleh sebagian ulama dianggap bagian dari judi. Namun ada banyak sekali manfaat social yang diperoleh dengan adanya asuransi ini.Oleh karena ini perlu adanya kajian dari segala sisi kehidupan tentang masalah asuransi ini.1.2 Rumusan masalah 1. Pengertian dan konsep asuransi 2. Pandangan ulama terhadap asuransi3. Hal yang memperbolehkan dan mengharamkan asuransi4. Dalil-dalil yang menyangkut asuransi5. Rekomendasi 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dari asuransi.2. Berbagai pendapat tentang alasan pengharaman dan perbolehan asuransi.3. Dapat menentukan jalan terbaik dari permasalahan asuransi.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan macam-macam asuransi 2.1.1 Pengertian asuransi Istilah asuransi menurut pengertian riilnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu apabila terkena bahaya atau musibah yang menimpa harta maupun jiwanya, kalau memang beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seseorang diantara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.Secara umum di Indonesia pengertian asuransi diartikan sebagai suatu perjanjian diantara dua orang yang satu disebut sebgai penjamin dan satunya disebutkan sebagai yang dijamin, pengertian asuransi ini sama halnya yang diartikan oleh Wirjono Prodjodikoro. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia, mengartikan asuransi sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mengkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang tidak jelas.Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu bekewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.2.1.2 Macam-macam asuransi Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia ini bermacam-macam, hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan. Adapunmacam-macam asuransi dapat digolongkan sebagai berikut :a. Asuransi Timbal BalikAsuransi timbal balik adalah iuran yang diberikan oleh beberapa orang tertentu untuk dikumpulkan dengan maksud meringankan beban seseorang dari mereka diwaktu mendapat kecelakaan.b. Asuransi DagangAsuransi dagang adalah beberapa orang yang senasib bermufakat dalam mengadakan pertanggungan jawab bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka.c. Asuransi PemerintahAsuransi pemerintah adalah asuransi yang menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita diwaktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungan.d. Asuransi Jiwa Asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang dengan mempertanggungkan atas jiwa orang lain. Dari sini penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam perjanjian, apabila yang ditanggung sudah meninggal dunia atau sudah melewati masa-masa tertentu.e. Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan Asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, tangan,telinga, dan sebagainya.f. Asuransi terhadap bahaya-bahaya Pertanggungan Jawab SipilAsuransi bahaya pertanggung jawab sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti; rumah, perusahaan, mobil dan sebagainya.2.2 Prinsip dasar asuransi Sesuai dengan uraian pengertian asuransi, nampak dalam uraian tersebut tentang beberapa prinsip dalam asuransi Islam sebagai suatu perjanjian antara lain adalah:

2.2.1 TauhidyMaka dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai Ketuhanan, paling tidak dalam aktifitas berasuransi ada keyakinan dalam hati bahwa Alllah SWT. selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu bersama kita.2.2.2 KeadilanPrinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi.2.2.3 Tolong menolong Prinsip dasar yang lain dalam melakukan kegiatan asuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong antara anggota2.2.4 Kerja sama Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literature ekonomi Islam, karena manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain2.2.5 Amanah Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan dan laporan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus menceminkan kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah.2.2.6 Kerelaan Dalam bisnis asuransi kerelaan merupakan prinsip yang dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi.2.2.7 Larangan ribaDalam setiap transaksi seorang mukmin dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Secara teknisnya riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal.2.2.8 Larangan maisir (judi)Zarqa mengatakan bahwa adanya unsur gharar menimbulkan al-qumar (maisir), artinya ada salah satu pihak ayang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi.2.2.9 Larangan gharar (Ketidakpastian)Anwar Ibrahim mengatakan bahwa ahli fiqh hampir dikatakan sepakat mengenai makna gharar yaitu, untung-untungan yang sama kuat antara ada dan tidak ada, atau sesuatu yang mungkin terwujud dan tidak terwujud.2.3 Dalil-dalil yang menyangkut asuransia. Al QuranAl Quran tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi secara nyata dalam al Quran. Walaupun begitu al Quran masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi.Surah al Maidah : 2 ( : ) Artinya : Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah swt. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah : 2)Ayat ini memuat perintah tolong-menolong sesama manusia. Dalam bisnis asuransi nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana social (tabarru).Surah al Baqarah : 261

Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261)Melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa orang yang menafkahkan hartanya akan dibalas oleh Allah dengan melipatgandakan pahalanya. Sebuah anjuran untuk saling berderma dan melakukan kegiatan sosial yang diridhai Allah SWT. Dalam praktik asuransi penuh dengan muatan-muatan nilai sosial, seperti halnya pembayaran premi ke rekening tabarru adalah salah satu wujud dari penafkahan, karena pembayaran tersebut diniatkan untuk saling membantu anggotaperkumpulan Asuransi jika mengalami musibah dikemudian hari.b. Sunnah NabiHadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang : () () ( ) Artinya : Diriwayatkan oleh Abu Hurairahra, Nabi bersabda: Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah SWT. Akan mempermudah urusannya didunia dan diakhirat. (HR. Muslim)Dalam perusahaan asuransi kandungan hadis diatas terlihat dalam bentukpembayaran dana sosial (tabarru) dari anggota (nasabah) perusahaan asuransi yang sejak awal mengikhlaskan dananya untuk kepentingan sosial, yaitu untuk membantu dan mempermudah urusan saudaranya yang kebetulan terkena musibah atau bencana.Hadis tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya

Artinya : Diriwayatkan dari Amir bin Saad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW: lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya.(HR. Bukhori).Dari hadis diatas, Rasulullah sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi dimasa yang akan datang dengan cara mempersiapkan sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan ahli warisnya dimasa yang akan datang.Dalam pelaksanaan operasionalnya asuransi mempraktikan nilai-nilai yang terkandung dalam hadis diatas dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan dapat dikembalikan keahli warisnya jika pada suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan baik dalam bentuk kematian atau kecelakaan.Hadis tentang menghindari risiko

Artinya : Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW. tentang untanya; apakah unta ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal kepada Allah SWT.? Bersabda Rasulullah SAW: Pertama ikatlah unta itu lalu bertaqwalah kepada Allah SWT. (HR. at Turmudzi).Dari hadis ini Rasulullah SAW. memberi tuntunan kepada manusia agar selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang akan terjadi, bukannya langsung menyerahkan semua (tawakal) kepada Allah SWT. Hadis diatas mengandung nilai implisit agar kita selalu menghindar dari risiko yang membawa kerugian pada diri kita, baik itu berbentuk materi ataupun kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia (jiwa).c. Piagam MadinahRasulullah SAW. mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat dalam Piagam Madinah. Dalam peraturan itu dijelaskan tentang peraturan bersama antara orang Quraisy yang berhijrah dengan suku-suku yang tinggal di Madinah untuk saling melindungi dan hidup bersama dalam suasana kerjasama dan tolongmenolong. Dalam pasal 11 Piagam Madinah disebutkan bahwa kaum mukminin tidak boleh membiarkan sesama mukmin berada dalam kesulitan memenuhi kewajiban membayar diyat atau tebusan tawanan. Ketentuan ini menekankan solidaritas sesame mukmin dalam mengatasi kesulitan.Dari penjelasan diatas sangat dianjurkannya saling tolong menolong sesame muslim dalam mengatasi kesulitan, maka secara tidak langsung yang ada dalam prinsip dasar dalam asuransi sudah pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.2.4 Hukum-hukum terhadap asuransi 2.4.1 Pendapat pertama menharamkan asuransi secara mutlak.Dalil mengenai pendapat pertama tentang keharaman asuransi, diantaranya memakai dalil aqli dan naqli. Berikut uraiannya:a. Secara eksplisit, hukum mengenai asuransi tidak tertuang dalam al-Quran ataupun as-Sunnah. Namun, didalam seorang mukmin dituntut didalam melakukan sebuah transaksi (perjanjian) tidak mengandung sesuatu yang secara garis besar telah diharamkan di nash maupun hadits. Selanjutnya, menurut ulama yang berpengang pada pendapat ini menemukan bahwa asuransi sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti halnya dalam judi. Oleh karena itu, dengan alasan inilah asuransi dilarang. Seperti yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 90 yang berbunyi;

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.b. Asuransi mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian (jahalat dan ghoror), karena tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang dibayarkan tidak jelas, lebih dari itu belum ada kepastian apakah jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada kejadian yang telah ditentukan. Mungkin ia akan seluruhnya, tapi mungkin juga tidak memperoleh sama sekali. Maka dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa, didalam asuransi mengandung unsur ketidak jelasan dan ketidakpastian. Yang mana dalam prinspi muamalah hal ini tidak diperbolehkan.c. Asuransi mengandung unsur riba, karena mungkin tertanggung akan memperoleh sejumlah uang yang jumlahnya sama besar dari pada premi yang dibayarnya. Sedangkan dalam Islam riba telah nyata dilarang sebagaimana dinyatakan dalam al-quran surat Al-Baqarah 275:

Artinya : orang-orang yang Makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.2.4.2 Pendapat yang kedua membolehkan secara mutlak.a. Bahwa asuransi tidak terdapat nash al-Quran atau hadits yang melarang asuransi. Oleh karena itu, selama perbuatan tersebut tidak digariskan kehalalan dan keharaman yang ada di kedua sumber tersebut, sah untuk dilakukan. Karena menginggat prinsip dalam qawaid al-fiqhiyyah yang berbunyi:

Artinya: asal hukum sesuatu didalam hal muamalah adalah mubah (boleh).b. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak. Dalam istilah fiqih dikenal dengan prinsip (sama ridho, tidak ada keterpaksaan). Dengan berdasarkan prinsip tersebut, transaksi asuransi menjadi sah, karena didasarkan kesepakatan tersebut. c. Asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak. Artinya seorang klien dan perusahaan asuransi mendapatkan laba dari transaksi tersebut. Seorang klien mendapatkan ganti rugi barangnya yang hilang misalnya, sedangkan perusahaan tersebut juga mendapatkan laba dari usahannya.d. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan. Dengan alasan kemaslahatan maka asuransi dapat meringgankan beban orang lain, dapat membantu golongan orang yang lemah. Oleh karena itu, hukum asuransi menjadi mubah (boleh).e. Asuransi termasuk akad mudharobat antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.f. Asuransi termasuk syirkat taawuniyat usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong menolong.2.4.3 Pendapat ketiga menyatakan bahwa asuransi diperbolehkan, asal yang bersifat social dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Dalil yang memperkuat argument tersebut tidak jauh beda dengan yang dikemukakan oleh kedua kelompok yang diatas, akan tetapi pendapat yang ketiga ini mengambil jalan tengah dari kedua perselisihan tersebut. Pada dasarnya, pendapat ke tiga ini ditopang dengan argumentasi yang kemaslahatan. Bahwa didalam asuransi terdapat kemadharatan akan tetapi disisi lain terdapat kemaslahatan yang perlu diperhatikan. Kelompok ini membuang kemadharatan yang ada dan hanya mengambil kemaslahatan saja.2.4.4 Pendapat keempat menyatakan syubhat, karena tidak ada dalil-dalil syari baik dalam al-quran maupun hadits yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan asuransi, dan apabila hukum asuransi di kategorikan syubhat. konsekuensinya kita dituntut bersikap hati-hati menghadapi asuransi dan kita baru diperbolehkan mengambil asuransi, apabila kita dalam keadaan darurat (emergency) atau hajat/kebutuhan (necessity).2.5 Rekomendasi Setelah melakukan pemilihan dalil yang dianggap lebih kuat, maka diketahui bahwa hukum asuransi diperbolehkan asal bersifat social dan tidak bersifat komersial. Sesungguhnya, Islam jauh sebelum itu sudah mempunyai konsep dalam mensejahterakan umat, menjamin dari kecelakaan atau musibah yaitu melalui sistem zakat. Sistem ini lebih baik dibandingkan dengan asuransi karena sejak didirikannya bertujuan untuk kepentingan social dan bantuan kemanusiaan. Namun sayangnya, sistem zakat ini tidak dikembangkan dengan baik.Prinsip asuransi yang sejalan dengan nilai-nilai syariah adalah yang bersifat taawun (tolong menolong), tidak bersifat ghoror, dan riba. Sistem dalam pembayaran premi tetap menjadi milik klien, perusahaan hanya sebatas yang pemegang amanah yang menjalankan uang tersebut. Oleh karena itu, sekarang sudah dibuka asuransi syariah. Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan nilai-nilai syariah bersifat taawun dan dalam konsepnya tidak terdapat riba, ghoror ataupun perjudian.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Asuransi menurut pengertian riilnya adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu apabila terkena bahaya atau musibah yang menimpa harta maupun jiwanya, kalau memang beban tersebut menghancurkannya.Bahwasanya terdapat empat pendapat ulama dalam asuransi, pertama memperbolehkannya secara mutlak, kedua mengharamkan secara mutlak, ketiga, memperbolehkan dengan syarat bersifat social dan tidak komersial. Sejauh ini, berdasarkan dari analisis yang telah dilakukan. Mengambil kesimpulan bahwa, asuransi hukumnya diperbolehkan, karena menginggat hukum asal dari muamalah adalah mubah, juga tidak terdapat dalam al-Quran dan hadits. Selain itu asuransi juga membantu dalam kepentingan sosial.Asuransi yang sejalan dengan nilai-nilai prinsip syariah adalah yang bersifat tolong-menolong, terhindar dari perjudian, riba dan ghoror. Nasabah atau klien tidak kehilangan uang yang dibayar setiap bulannya. Dan perusahaan hanya bersifat amanah sebagai pengelola uang.3.2 Saran Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Makalah yang akan datang hendaknya lebih mengkaji mendalam tentang permasalahan ini dan dengan menggunakan waktu penulisan yang relatif lama sehingga akan memunculkan pemahaman yang komprehensif lagi dan yang pasti didukung dengan beberapa referensi, dan jika diperlukan untuk bisa melakukan observasi langsung.

DAFTAR RUJUKAN

Andri. 2007. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Dana Santunan Kematian Bagi Warga Nahdatul Ulama (NU) Melalui Asuransi. (online), (jurnal skripsi.pdf) diakses 22 Maret 2013Antonio, Muhammad Syafii. 1994. Asuransi dalam Prespektif Islam. Jakarta: STI.Aziz Dahlan, Abdul dkk,.1996. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.Darmawi, Herman. 2001. Manajemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara.Hartono, Sri Rejeki. 2001. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta : Sinar Grafika.Muhammad Fachruddin, Fuad. 1993. Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan, dan Asuransi. Bandung: PT. al Ma'arif.Qardhawi, Yusuf. 2000. Halal dan Haram. Jakarta: Robbani Press.Sahal Mahfudh, Muhammad. 2005. Solusi Problematika Hukum Islam. Surabaya: Diantama.