HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU...
Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU...
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM MERAWAT
PENDERITA PASKA STROKE DIRUMAH
TAHUN 2012
Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh :
JULIA HARTATI
108104000030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2013 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,Desember 2012
Julia Hartati
ii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Julia Hartati
Tempat, Tgl lahir : Bogor, 11 Juni 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pahlawan Gang Darussada I Rt 02/Rw 04 No. 31
Cinangka Sawangan Depok 16516
Tlp/ Hp : 089654262727
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Cinangka 02 (1998-2003)
2. SMP Muhammadiyah 29 Sawangan (2003-2005)
3. SMA Negeri 1 Ciputat Tangerang (2005-2007)
4. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-2012)
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua OSIS SMP Muhammadiyah 29 Sawangan
2. Anggota Pramuka SMP Muhammadiyah 29 Sawangan
3. Anggota Paskibra SMP Muhammadiyah 29 Sawangan
4. Anggota PMR (Palang Merah Remaja) SMP Muhammadiyah 29 Sawangan
5. Anggota KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) SMA Negeri 1 Ciputat
6. Anggota IRMAS (Ikatan Remaja Mushola Ashabul Yamin)
7. Anggota Karang Taruna Kelurahan Cinangka
iii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Marudin dan Ibu Marpuah
terima kasih atas seluruh kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta
dukungan baik moril maupun materil yang bapak dan ibu berikan
selama ini, sehingga ananda bisa sampai pada tahap akhir
menyelesaikan skripsi ini,,
Kakakku tercinta Dinar Suhartini, Adik-adikku tersayang
Mohammad Egar dan Vatra Rammadana, terima kasih atas kasih
sayang, dukungan dan doa kalian selama ini. Seluruh keluarga
besarku, Keluarga Nasa dan keluarga Abdul majid terima kasih
untuk dukungan dan inspirasi yang kalian berikan.
Dosen-dosenku, terima kasih atas jasa, waktu, dan
bimbingan serta kesabaran kalian. Sahabat-sahabatku Novita, Ica,
Risma, Mar’atus, Cica terima kasih untuk motivasi dan dukungan
kalian selama ini. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan
2008, terimakasih untuk kebersamaan kita selama di PSIK .
Dan pada akhirnya hanya untuk Allah SWT seluruh
hidupku ku persembahkan.
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2012
Julia Hartati, NIM : 108104000030
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Family Caregiver dalam
merawat Penderita Paska Stroke dirumah
xvi + 90 Halaman + 22 Tabel + 3 bagan + 6 Lampiran
ABSTRAK
Penderita paska stroke membutuhkan bantuan family caregiver dalam
menjalani aktivitas sehari-harinya. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan
tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional.
Sampel berjumlah 78 family caregiver yang diambil dari 30 orang penderita
paska stroke. Teknik pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian
dilakukan di Kelurahan Cinangka Kecamatan Sawangan pada tanggal 2-15
Oktober 2012. Pengumpulan data dengan memberikan kuesioner kepada
responden untuk melihat pengetahuan dan perilaku. Analisa data yang digunakan
adalah analisa univariat dan bivariat (spearman rank) pada α : 0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar family caregiver di
kelurahan Cinangka memiliki pengetahuan baik yaitu 45 responden atau 57,7%,
yang memiliki pengetahuan cukup yaitu 30 atau 38,5% dan yang memiliki
pengetahuan kurang yaitu 3 responden atau 3,8%. Selain itu perilaku family
caregiver sebagian besar adalah baik yaitu 56 responden atau 71,8%, yang
memiliki perilaku cukup yaitu 21 responden atau 26,9% dan yang memiliki
perilaku kurang yaitu 1 responden atau 1,3%. Berdasarkan analisis bivariat
menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke dengan P value: 0,000.
Peneliti menyarankan pada petugas pelayanan kesehatan agar melakukan
evaluasi, pendataan dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan family caregiver dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah
warga yang memiliki penderita paska stroke.
Kata kunci : Pengetahuan, Perilaku, Family caregiver, Penderita paska stroke
Daftar bacaan : 52 (1998 – 2011)
v
MEDICAL AND HEALTH OF SCIENCE FACULTY
NURSING SCIENCE MAJOR
Final Project, Desember 2012
Julia Hartati, ID Number : 108104000030
The relation between level of knowledge with behavior of family caregiver in
caring patient with post stroke at home
xvi + 90 pages + 22 Tables + 3 chart + 6 attachments
ABSTRACT
Patients with post-stroke needed help from family caregivers in carrying
their daily activities.The aims of this research are to know the related between
level of knowledge with behavior of family caregivers in caring for patients with
post-stroke.
The type this research is the quantitative with cross-sectional design. The
samples totaled 78 family caregivers were taken from 30 people with post-stroke.
The sampling technique is total sampling. The research was conducted in village
Cinangka Subdistrict Sawangan on October 2 to 15, 2012. Data collection by
giving questioner to the respondents to know the knowledge and behavior.
Analysis of data used univariate and bivariate analysis (Spearman rank) on α: 0.05.
The results of the research showed that the majority of family caregivers
in the village Cinangka have a good level of knowledge which is 45 respondents
or 57.7%, which have sufficient level of knowledge is 30 or 38.5% and which
have lack level of knowledge is 3 respondents, or 3.8%. Besides the majority
behavior of family caregiver is good that 56 respondents or 71,8%, which have
sufficient of behaviors is 21 respondents or 26,9%, and which have lack behavior
is 1 respondent or 1.3%. Based on analysis bivariate show that there are relation
between level of knowledge with behavior of family caregivers in caring patients
with post-stroke at home with a P value: 0.000.
Researcher suggest for health care workers to make an evaluation, data
collection and education to improve the knowledge and skills of family caregivers
by visiting the houses of people door to door who have post-stroke patients.
Keywords: Knowledge, Behavior, Family caregiver, post-stroke patients
The reading list: 52 (1998 - 2011)
vi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama
kuliah.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan
yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. (hc)dr. MK. Tadjudin, Sp.And, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ns.Waras Budiutomo, S.Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan sekaligus dosen Pembimbing II, terima kasih atas waktu, dan
kesabaran bapak dalam mengarahan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Nia Damiati, S.Kp, MSN selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan
motivasi dan kesabaran selama membimbing penulis sampai akhir penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Irma Nurbaeti S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.
5. Para dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah membekali
penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, selama penulis mengikuti
perkuliahan.
vii
6. Seluruh Staff karyawan di UIN Syarif Hidayatullah yang telah membantu
kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepala Kecamatan Sawangan beserta staf, yang telah banyak membantu penulis
selama melaksanakan penelitian.
8. Kepala Kelurahan Cinangka beserta staf, yang telah banyak membantu penulis
selama melaksanakan penelitian.
9. Ayah dan ibunda serta adik-adikku tercinta yang telah mencurahkan semua kasih
sayang dan senantiasa mendo’akan dan memberikan dorongan baik moril, materiil
maupun spiritual kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang kompak yang telah memberikan
inspirasi, do’a dan semangat dalam menyusun skripsi.
11. Seluruh masyarakat di Kelurahan Cinangka yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak dijumpai
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sekalian untuk menambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga
kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini mendapat
balasan dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, Desember 2012
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………. ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………… iii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………….. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………………….. v
ABSTRAK ………………………………………………………………………. vi
ABSTRACT …………………………………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ……..……………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………………... xv
DAFTAR TABEL…………..…………………………………………………... xvi
DAFTAR GAMBAR………..………………………………………………….. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………..……………………….. 1
B. Perumusan Masalah…………………………..………………... 6
C. Tujuan Penelitian……….....…………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian ...….....…………………………………….. 8
E. Ruang Lingkup Penelitian....………………………………….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke…………………...….………………………………….. 10
1. Pengertian…………………………………………………. 10
2. Penyebab…………………………………………………... 10
3. Patofisiologi……………………………………………….. 11
ix
4. Tanda dan Gejala………………………………………….. 12
5. Faktor resiko stroke……………………………………….. 13
6. Manifestasi klinis………………………………………….. 15
7. Penatalaksanaan…………………………………………… 18
B. Family Caregiver…………..…………………………………... 20
C. Pengetahuan…………………………………………………… 22
1. Pengertian………………………………………………….. 22
2. Tingkat pengetahuan………………………………………. 23
3. Sumber Pengetahuan………………………………………. 25
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan.…. 27
5. Alat pengukuran pengetahuan……………………………... 28
D. Perilaku………………………………………………………… 29
1. Pengertian………………………………………………….. 29
2. Klasifikasi perilaku………………………………………… 29
3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku... 31
E. Perawatan Penderita Paska stroke dirumah……………………. 32
1. Posisi di tempat tidur dan terapi fisik……………………… 33
2. Berdiri dan berjalan………………………………………... 34
3. Perawatan kulit……………………………………………. 35
4. Perawatan kebersihan……………………………………… 36
5. Kebutuhan nutrisi………………………………………….. 36
6. Mengatasi masalah berbicara……………………………… 38
7. Kepatuhan program pengobatan…………………………... 38
8. Mengatasi masalah emosional……………………………... 39
9. Mencegah jatuh dan cidera……………………………….... 39
x
10. Kebutuhan buang air kecil dan besar……………………….40
F. Kerangka Teori ……...………………………………………… 42
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep…………………………………………….... 43
B. Hipotesis ………....…………………………………………… 44
C. Definisi Operasional …....…………………………………….. 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian………………………………………………. 45
B. Lokasi dan waktu Penelitian…………………………………... 45
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...……………………. 46
1. Populasi……………………………………………………. 46
2. Sampel……………………………………………………... 46
3. Teknik sampling…………………………………………… 47
D. Pengumpulan Data ……………………....……………………. 47
1. Jenis data………………………………………………….. 47
2. Instrumen penelitian……………………………………….. 47
3. Prosedur pengumpulan data……………………………….. 50
E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen…………………………51
F. Pengolahan Data…………………….………………………… 53
1. Editing…………………………………………………….. 53
2. Coding…………………………………….………………. 53
3. Entry data…………………………………………………. 53
4. Cleaning data…………………………………………….... 54
G. Analisa Data ....……………………………………………….. 54
xi
1. Analisa univariat…………………………………………... 54
2. Analisa bivariat……………………………………………. 54
H. Etika Penelitian ...……………………………………………... 55
1. Informed consent………………………………………...... 55
2. Anonimity……………………………………………......... 56
3. Confidentiality…………………………………………….. 56
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran tempat penelitian ………………………………….. 59
1. Letak wilayah …………………………………………….. 59
2. Visi dan Misi Kelurahan Cinangka ………………………. 60
3. Struktur organisasi Kelurahan Cinangka ………………… 61
B. Gambaran Demografi ………………………………………… 62
1. Demografi responden (Family caregiver) ………………… 62
2. Demografi penderita paska stroke ………………………… 65
C. Hasil analisa univariat ………………………………………… 68
1. Gambaran Pengetahuan family caregiver …….…………. 68
2. Gambaran Perilaku family Caregiver ………….………… 71
D. Hasil analisa bivariat…………………………………………. 79
1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke………… 79
BAB VI PEMBAHASAN
A. Gambaran pengetahuan Family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke ……………………………………….. 86
B. Gambaran Perilaku Family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke …………………………………………………. 90
xii
C. Hubungan tingkat pengetahuan denga perilaku family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke ……………………… 93
D. Keterbatasan penelitian ……………………………………… 95
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………………………….. 97
B. Saran …………………………………………………………. 98
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Indeks Barthel
Lampiran 4 Hasil uji validitas dan reabilitas
Lampiran 5 Hasil analisa univariat dan bivariat
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Oprasional……………………………………………………. 41
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia……………………… 59
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin……………. 59
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan………………. 60
Tabel 5.4.Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungannya dengan
penderita paska sitoke …………………………………………………. 61
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan usia …………. 62
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan jenis kelamin… 62
Tabel 5.7. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama menderita
stroke …………………………………………………………………… 63
Tabel 5.8.Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama rawat
dirumah………………………………………………………………… 63
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan tingkat
ketergantungan………………………………………………………… 64
Tabel 5.10. Distribusi frekuensi pengetahuan family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………………………. 65
Tabel 5.11. Distribusi frekuensi jawaban benar tingkat pengetahuan responden
menurut pengetahuan (peritem) family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke tahun 2012……………………………………… 65
Tabel 5.12. Distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 ………………………........ 68
Tabel 5.13. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan fisik) family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………………. 68
Tabel 5.14. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kebersihan) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………… 69
Tabel 5.15. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kulit) family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………………... 70
Tabel 5.16. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan buang air besar dan kecil)
family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun
2012……………………………………………………………………... 70
xv
Tabel 5.17. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan nutrisi) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………… 71
Tabel 5.18. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan berbicara) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……………. 72
Tabel 5.19. Distribusi frekuensi perilaku (Kepatuhan program pengobatan) family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…. 72
Tabel 5.20. Distribusi frekuensi perilaku (Pengendalian emosi) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…………… 73
Tabel 5.21. Distribusi frekuensi perilaku (Mencegah cidera dan jatuh) family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…. 74
Tabel 5.22 Analisis hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dengan
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
dirumah tahun 2012……………………………………………………... 75
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori………………………………………………… 39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep……………………………………………… 40
Gambar 5.1 Bagan struktur Organisasi Kelurahan Cinangka tahun 2012…… 58
SKRIPSI DENGAN JTTDUL
HUBT]NGAN TINGKAT PENGETAIIUAN DENGAI{ PERILAKU FA*TLY
CAREGIYERDALAM MERAWAT PENDERITA PASKA STROKE DIRUMAH
Telbh disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh :
Nama: Julia Hartati
Iriim: 108104000030
Pembimbing I
Budi
Nip. 19790114 200501 2 007 Nip. 19790520 11a12
Penguji I
Nip. 19790114 200501 2 *47
Mengetahui,
Dekan
)
Fakultaas Kedokteran dan llmu Kesehatan
UIN Svarif Hidavatullah Jakarta'r-;{ t,r-
,f,rftfhah. M.Kep.. Ph.D
19680808 28A684 2 001 I979A52A
Penguji IIi
Ketua
Nip. 19790520 11012
Prof. Dr. KamilTadjudin, Sp. And
PERNYATAAN PERSETUJUAN
o t---i--^: ISkripsi dengan judul
IIUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU FAfrIILY
' CAREGIWR DALAM MERAWAT PENDERITA PASKA STROKE
DI RUMAH
Telah disetujui dan dip€riksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakat:ta
DISUSUN OLEH
ruLIA I{ARTATI
NrM 108104000030
Pembimbing I Pernbimbing II
q*tNia Damiati. S.Kp..MSN
NrP. 197901 14 200501 2 AA7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 WnAl3 M
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. Asuhan Keperawatan Keluarga; Bagi Mahasiswa
Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas. Jakarta: Sagung Seto. 2010.
Agustina. Kajian Kebutuhan Perawatan di Rumah bagi Klien dengan Stroke di Rumah
Sakit Umum Daerah Cianjur. 2009. Diakses pada tanggal 2 Februari 2012 dari
http://pustaka.unpad.ac.id.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineke
Cipta. 2006.
Barbara & Mary. Rethinking Intervention Strategies in Stroke Family Caregiving.
Diakses pada tanggal 5 februari 2012 dari www.rehabnurse.org. 2010
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol II . EGC: Jakarta.
2002
Cress JC. Handbook of geriatric care managemen. 2011 Diakses pada tanggal 21 april
2012 melalui http://books.google.co.id
Chiung-man Wu. Learning to be a family caregiver for severely debilitated stroke
survivors during the first year in Taiwan. 2009. Diakses pada tanggal 20 april
2012 dari http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent.
Edmund Horisson. Stroke Strategy And Stroke Rehabilitation. 2007. Diakses pada
tanggal 2 januari 2012 melalui http://www.heartandstroke.ca.
Family Caregiver Aliance. Exploring the Complexities of Family Caregiving. 2011.
Diakses pada tanggal 21 April melalui
http://caregiver.org/caregiver/jsp/content/pdfs
Friedman, M. Marilyn. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.
1998.
Gallo JJ, William Reichel, Lillian M. Andersen. Buku Saku Gerontologi. Edisi 2,
Jakarta, EGC, 1998.
Given Barbara, et all. What Knowledge and Skills Do Caregivers Need? 2008. Diakses
pada tanggal 5 april 2012 pukul 13.00 dari http://www.nursingcenter.com
Hafsteinsdo´ ttir, Vergunst, et all. Educational needs of patients with a stroke and their
caregivers: A systematic review of the literature. 2010. Diakses pada 5 april
2012 pukul 20.00 dari http://journals.ohiolink.edu/ejc/search.
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Hudak Carolyn & Gallo Barbara. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Vol II.
Jakarta : EGC. 1998.
Hurlock, E. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga. 2004
Irdawati. Hubungan Pengetahuan dan sikap Keluarga dengan Perilaku dalam
Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di wilayah kerja
Puskesmas Surakarta. 2009.
Irfan M. Fisioterapi bagi insan stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010.
Leigh , Hale A. Home Base Stroke Rehabilitation. 2005. Diakses tanggal 2 Januari 2012
melalui http://www.globalheath.com.au
Lenni FS. Gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya
rehabilitasi di Rs St. Elisabeth Medan.2010 diakses pada tanggal 3 januari
2013 melalui http://repository.usu.ac.id.
Lotta, Holmvisqt. Stroke Rehabilitation In Home Setting. 2006. Diakses tanggal 2
Januari 2012 melalui http://www.karoliska_institutet.com
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta. 2000.
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto.
2006.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
Notoatmodjo S. Promosi kesehatn dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. 2003
Oupra R, ett all. Effectiveness of Supportive Educative Learning programme on the
level of strain experienced by caregivers of stroke patients in Thailand. 2010.
Diakses pada 21 maret 2012 dari
http://journals.ohiolink.edu/ejc/article.
Oliveira, et all. Exploring the family caregiving phenomenon in nursing documentation.
2011. Di akses pada tanggal 20 april 2012 dari http://ojni.org/issues/?p=137
Parwati Sri. Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan
perawatan pada pasien pasca stroke di Kec. Jumo Temanggung. 2010. Di
akses pada tanggal 2 Januari 2012 dari : http://digilib.unimus.ac.id
Riskesdas. Laporan Nasional. 2007. Diakses tanggal 1 November 2011 dari
http://archive.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas%2020
07.pdf.
Setyowati, Sri dan Arita Murwani. Asuhan Keperawatan Keluarga; Konsep dan
Aplikasi Kasus. Yogyakarta:Mitra Cendikia Press. 2008.
Siahaan Delima. Perawatan penderita stroke dirumah oleh keluarga suku batak Toba di
Pematangsiantar. 2011. Di akses pada tanggal 10 april 2012 pukul 21.00 dari
http://repository.usu.ac.id
Sofwan Rudianto. Stroke dan rehabilitasi pasca-stroke. PT Buana Indo Populer,
Gramedia, Jakarta. 2010.
Suhardjo C. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius, Jogjakarta. 2008.
Sudiharto. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Kepeerawatan
Transkultural. Jakarta : EGC. 2007.
Sugiyono. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung.
2009.
Suhartono, S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Edisi 1. Jogjakarta: AR-RUZZ. 2005.
Sukmarini Natalingrum. Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan.
Skizofrenia. Bandung. Majalah Psikiatri XLII(1):58-61. Surilena, 1999.
Suprajitno. Asuhan Keperawatan Keluarga; Aplikasi dalam Praktik. Jakarta. 2004.
Sutrisno Alfred. STROKE? You Must Know Before You Get It!. PT Buana Printing,
Gramedia, Jakarta. 2007
Tantono H, Siregar IMP, Hassan Z. Beban Caregiver lanjut usia suatu survey terhadap
caregiver lanjut usia di Beberapa tempat sekitar Kota Bandung. Bandung ;
majalah Psikiatri XL (4):32-33. 2006
Tri Puji. Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan
Kesiapan Keluarga Menerima Kembali Penderita Stroke di Rumah Sakit Panti
Wilasa Citarum Semarang. 2008. Di akses pada 2 januari 2012 memalui
http://eprints.undip.ac.id
Valery, Feigin. Stroke. Jakarta : PT. Buhana Ilmu Populer. 2004.
Van Excel Nj, et all. Burden of informal caregiving for stroke patients. Identification of
caregivers at risk of adverse health effects. 2005. Diakses pada tanggal 5 april
2012 melalui : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
Vitahealth. Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004.
Waluyo, Srikandi. 100 Questions & Answers Stroke. Gramedia ; Jakarta. 2009.
World Health Organization. The Atlas of Heart Disease and Stroke.2002. Diakses pada
tanggal 4 november 2011 dari:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en
World Srtoke Organization. World stroke day. 2010. Diakses pada tanggal 15
Desember 2011 dari http://www.worldstrokecampaign.org
Yayasan Stroke Indonesia. Indonesia tempati urutan pertama didunia dalam jumlah
terbanyak penderita stroke. 2009. Diakses pada tanggal 5 November 2011 dari
http://www.yastroki.or.id
Yayasan Stroke Indonesia. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam. 2009. Diakses
pada tanggal 16 Noveber 2011 dari http://www.yastroki.or.id
Yayasan Stroke Indonesia. Pengetahuan sekilas tentang stroke. 2012. Diakses pada
tanggal 31 Maret 2013 dari dari http://www.yastroki.or.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Definisi Stroke itu sendiri menurut
Brunner dan Suddarth (2002) merupakan suatu penyakit yang
menyebabkan berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi otak. Hal ini dapat terjadi karena
pecahnya pembuluh darah atau terhambatnya asupan darah ke otak
oleh gumpalan. Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak
dapat menimbulkan kecatatan fisik, mental bahkan kematian bagi
penderitanya. Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 diperkirakan 15
juta orang tersebar di seluruh dunia menderita stroke, dimana kurang
lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang mengalami cacat
permanen dan menjadi beban bagi keluarganya, bahkan menurut
World Stroke Organization (WSO) 2010 saat ini telah diperkirakan
satu dari enam orang diseluruh dunia akan mengalami stroke dalam
hidupnya.
Pada Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina,
Austria, tahun 2008 mengungkapkan bahwa jumlah kasus stroke terus
meningkat di kawasan Asia, dan salah satunya negara Indonesia yang
merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia,
2
penyebabnya karena penyakit degeneratif, dan penyebab terbanyak
diakibatkan karena stress (Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia
tahun 2007 yang mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33
provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga
untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya
adalah penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama
dikalangan penduduk perkotaan dan juga pedesaan masing masing
19,4% dan 16,1%. Selain itu, prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yaitu 8,3 per 1.000
penduduk (0,8%). Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa,
berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke. Jumlah penderita
stroke tersebut dari tahun ke tahun diperkirakan akan terus bertambah
(Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Kematian yang disebabkan oleh stroke pada serangan pertama
sekitar 18%-37%, sedangkan kematian pada serangan stroke
selanjutnya sekitar 62%. Selain itu terdapat 2 juta orang yang mampu
bertahan hidup dari serangan stroke mengalami beberapa kecacatan
dan sekitar 40% dari jumlah tersebut memerlukan batuan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (Brunner & suddart, 2002).
Hasil studi di Taiwan menunjukan umumnya setelah stroke,
sekitar 85-90% penderita stroke dirawat oleh anggota keluarga di
rumah, dan sekitar 10-15% dirawat oleh pengasuh yang dipekerjakan
3
di rumah. Kewajiban, kasih sayang dan karma adalah alasan utama
bagi keluarga untuk mengambil peran pengasuhan. Sayangnya, 85-
90% dari keluarga tidak siap untuk tugas-tugas pengasuhan. Mereka
sering menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan dalam perawatan
di rumah (Chiung-man Wu, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Van
Excel (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan
bahwa seorang keluarga penderita stroke rata-rata menghabiskan
waktu 3,4 jam sehari untuk bersama penderita stroke (mengantar ke
dokter, mandi, dan berpakaian), dan 10,8 jam sehari untuk tugas
mengawasi penderita stroke seperti mengawasi saat jalan dan makan.
Oleh karena itu, waktu dan ketekunan dari anggota keluarga ataupun
orang terdekat penderita stroke sangat dibutuhkan untuk membantu
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Keluarga ataupun orang
terdekat yang memberikan bantuan pada penderita paska stroke inilah
yang disebut dengan Family Caregiver.
Beberapa Family caregiver dilaporkan mampu melaksanakan
tugas-tugas pengasuhan lebih baik daripada yang lain dikarenakan
adanya pengetahuan, pengalaman, tingkat keterlibatan, dan
keterampilan dalam merawat penderita paska stroke. Pengetahuan dan
keterampilan yang baik juga akan meningkatkan kualitas perawatan
yang mereka berikan (Given, 2008). Studi menunjukkan bahwa pasien
stroke memiliki hasil pemulihan yang lebih baik jika mereka memiliki
sistem dukungan sosial yang kuat dan fungsi keluarga yang baik untuk
membantu kebutuhan pemulihan mereka (Barbara & Mary, 2010).
4
David Reiss (1981) dalam Friedman (1998) berpendapat bahwa
keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang
mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga itu
sendiri. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya
namun masih menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, sehingga jika ada
keluarganya yang sakit maka anggota keluarga yang lainnya akan ikut
membantu (Friedman, 1998).
Penelitian di Thailand menunjukan bahwa sebagian besar
anggota keluarga yang menemani pasien selama rawat inap hanya
menerima informasi yang sedikit tentang bagaimana membantu
keluarga mereka, dan sebagai hasilnya merasa tidak cukup terlatih,
kurang informasi dan merasa tidak puas dengan dukungan yang
tersedia setelah mereka keluar dari rumah sakit. Namun, setelah
dilakukan perbandingan pada dua kelompok yang masing-masing
terdiri dari 70 penderita stroke dan 70 orang keluarganya, pada
kelompok yang mengikuti intervensi dan memiliki pengetahuan yang
cukup dilaporkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan
meminimalkan beban dibandingkan dengan kelompok yang tidak
mengikuti intervensi (Ouprau, 2010). Hal ini menunjukan bahwa
intervensi atau pendidikan langsung pada keluarga dapat meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi beban bagi keluaga itu sendiri. Dengan
adanya intervensi atau pendidikan akan meningkatkan pengetahuan
family caregiver dalam merawat penderita paska stroke tersebut.
5
Studi literatur Hafsteinsdo´ttir (2010) mengenai pendidikan dan
pengetahuan yang paling dibutuhkan oleh family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke adalah mengenai perawatan fisik,
latihan/olahraga, bergerak, mengangkat, aspek psikologis, depresi serta
masalah gizi. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Agustina
(2009) di rumah sakit Cianjur pada 17 orang penderita dan
keluarganya mengenai kajian kebutuhan perawatan dirumah bagi
penderita stroke yang paling dibutuhkan yaitu pengaturan nutrisi,
perawatan diri, bantuan untuk buang air besar dan kecil, latihan
pergerakan fisik, pemberian obat-obatan, motivasi dan kunjungan dari
tenaga kesehatan. Hal ini menunjukan begitu banyaknya pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai oleh keluarga atau family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2008) di Semarang pada 75
keluarga yang berkunjung ke RS pantiwilasa menunjukan bahwa
pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat
meningkatkan kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita
stroke di rumah, dan berdasarkan penelitian Sri Parwati (2010)
mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
tindakan perawatan penderita stroke didapatkan hasil yang
menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga adalah baik
yaitu sekitar 66,3% dan tindakan perawatan adalah baik yaitu sekitar
50,6% dan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga
dengan tindakan perawatan penderita pasca stroke. Namun
6
berdasarkan penelitian Oliviera (2011) mengenai fenomena family
caregiver yang diambil melalui dokumentasi keperawatan yang terkait
family caregiver, didapatkan hasil bahwa family caregiver masih
mengalami banyak kelemahan, khususnya masalah yang berkaitan
dengan kurangnya tingkat pengetahuan (76,6%) dan kurangnya
keterampilan (23,4%). Berdasarkan penelitian-peneitian tersebut
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan keluarga memiliki hubungan
dengan kesiapan serta tindakan perawatan penderita paska stroke
namun masalah family caregiver yang masih sering muncul
berdasarkan dokumetasi keperawatan adalah kurangnya tingkat
pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang akan
diambil dalam merawat penderita paska stroke, karena dengan
pengetahuan tersebut family caregiver memiliki alasan dan landasan
untuk menentukan suatu pilihan. Kurangnya pengetahuan family
caregiver akan menyebabkan family caregiver salah persepsi, gelisah,
ketakutan, menurunnya kondisi kesehatan dan masalah emosional
seperti depresi (Rodgers, 2001). Selain itu kurangnya pengetahuan
tentang perawatan bagi penderita juga akan berdampak pada
penderitanya, seperti terjadinya stroke berulang, pasien tidak dapat
melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan dapat terjadi kematian
(Irdawati, 2009). Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007)
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long
lasting) daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Oleh
7
karena itulah penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita pasca stroke dirumah.”
B. Rumusan Masalah
Tingginya prevalensi tingkat penderita stroke di Indonesia
serta proses penyembuhan yang membutuhkan jangka waktu yang
cukup lama, membuat penderita stroke bergantung pada orang-orang
disekitarnya dan dalam hal ini keluarga ataupun orang terdekat sangat
dibutuhkan penderita stroke untuk membantu proses penyembuhannya
salah satunya adalah dalam hal perawatan. Namun, tidak semua
anggota keluarga ataupun orang yang merawat penderita paska stroke
memiliki pengetahuan yang baik dan informasi yang cukup mengenai
stroke juga bagaimana merawat penderita paska stroke dirumah,
sedangkan perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih
lama dibandingkan yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo,
2007). Oleh karena itu terdapat permasalahan yang dapat di rumuskan
sebagai berikut “Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
dirumah?”
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke dirumah.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan (definisi, faktor resiko,
dampak dan perawatan penderita paska stroke) family caregiver
pada penderita paska stroke dirumah.
b. Mengidentifikasi perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah.
c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
family caregiver dalam merawat pada penderita pasca stroke
dirumah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan bahan kepustakaan untuk instansi pendidikan
mengenai tingkat pengetahuan dan perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke selama dirumah.
2. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi profesi keperawatan mengenai pengetahuan yang diperoleh
family caregiver setelah keluar dari rumah sakit dan bagaimana
9
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
sehari-hari selama dirumah.
3. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan, pengalaman dalam merancang dan
melaksanakan penelitian, dan dapat menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh.
b. Sebagai bahan atau dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya
mengenai perawatan penderita paska stroke oleh family
caregiver.
c. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana
Keperawatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggambarkan hubungan tingkat pengetahuan
dengan perilaku caregiver merawat penderita pasca stroke. Populasi
penelitian ini adalah family caregiver penderita paska stroke
dilingkungan Kelurahan Cinangka. Penelitian ini dilakukan dengan
metode kuantitatif dengan menggunakan Cross sectional. Data yang
dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan cara
mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel
otak. Biasanya karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel
otak. Stroke atau cedera serebravaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah bagian
otak (Brunner dan Suddarth, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal, atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut WHO (2002) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh yang berlangsung dengan cepat.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah defisit neurologi yang timbul secara mendadak dan
berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi otak bahkan kematian.
11
2. Penyebab
Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya
(Mutaqin, 2008)
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan
otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis
dan hipertensi (Mutaqin,2008).
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah
jantung yang turun akibat aritmia (Mutaqin,2008).
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan
subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala
migren (Mutaqin,2008).
12
3. Patofisiologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah
otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi
karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian
menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju
arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang
cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak
dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli (Bunner dan sudarth, 2002).
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah
mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah
yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat
menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
13
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak
(Brunner and Suddart, 2002).
4. Tanda dan Gejala
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala
dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
1) Hemiparese sebelah kiri tubuh
2) Penilaian buruk
3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
(Brunner dan suddarth, 2002)
b. Stroke hemisfer kiri
1) Mengalami hemiparese kanan
2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
4) Afasia
5) Mudah frustasi
(Brunner and Suddart, 2002).
5. Faktor Resiko Stroke
a. Faktor risiko utama :
1) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
14
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian
(Suhardjo,2008).
2) Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu, menebalkan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya
pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran
darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian
sel- sel otak (Suhardjo,2008).
3) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan
stroke. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik,
Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan
gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada
umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel /
jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah
(Suhadjo,2008).
4) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi
berkali- kali dalam seminggu. Makin sering seseorang
mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami
stroke semakin besar (Suhardjo,2008).
15
b. Faktor Resiko Tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan
Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor
penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya
dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas
pembuluh darah (Suhardjo, 2008).
2) Kegemukan atau obesitas
Obesitas sering di hubungkan dengan hipertensi dan
gangguan toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko
stroke. Obesitas tanpa di sertai hipertensi dan diabetes
melitus bukan merupakan faktor resiko stroke yang
bermakna (Suhardjo, 2008).
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi
fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah
(Suhardjo, 2008)
4) Riwayat keluarga dengan stroke
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah
mengalami stroke berisiko lebih besar daripada keluarga
tanpa riwayat stroke (Suhardjo, 2008).
5) Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia.
16
Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran
darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan otak (Suharjo, 2008).
6. Manifestasi Klinis
Dampak dari stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang
cedera, tetapi dampak secara umum dari serangan stroke menurut
vitahealth, (2004) adalah sebagai berikut :
a. Lumpuh
Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) cacat yang
paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian otak
kiri, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan mulai dari bagian
wajah kanan hingga kaki sebelah kanan, termasuk
tenggorokkan dan lidah. Ini menyebabkan kesulitan dalam
melaksanakan kegiatan sehari – hari. Bila kerusakan terjadi
pada bagian bawah otak maka kemampuan seseorang dalam
mengoordinasikan gerakan tubuhnya akan berkurang
(Vitahealth, 2004).
b. Perubahan Mental
Stroke tidak selalu membuat mental orang menjadi merosot
dan beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Saat
stroke mempengaruhi daya pikir, kesadaran, konsentrasi,
kemampuan belajar. Semua hal tersebut dengan sendirinya
akan mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tak berdaya
17
sering kali menurunkan semangat hidupnya. Sehingga muncul
dampak emosional yang berbahaya (Vitahealth, 2004).
c. Gangguan Komunikasi
Paling tidak seperempat klien stroke mengalami gangguan
komunikasi, antara lain:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara)
yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
(Vitahhealth, 2004)
d. Gangguan Emosional
Oleh karena umumnya klien stroke sudah tidak bisa
mandiri lagi, sebagian besar mengalami kesulitan
mengendalikan emosi. Penderita mudah marah, gelisah, takut,
dan sedih akibat kekurangan fisik dan mental mereka
(Vitahealth, 2004).
e. Perubahan sensorik
Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan
menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
18
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial, dan kehilangan sensori.
1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia
(kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena
stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual
yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.
2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada
pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
(Vitahealth, 2004)
f. Disfungsi Kandung kemih
Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan control motorik
dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih
19
menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol
sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologik luas. (vitahealth, 2004)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien stroke dibagi menjadi dua fase
yaitu fase akut dan fase rehabilitasi.
a. Fase akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil,
umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat
biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan
di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke
memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih
mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di
masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik
Fase akut stroke biasanya berakhir 48 sampai 72 jam.
Pasien yang koma saat pada saat masuk dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam
fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
yang adekuat. (Brunner dan Suddarth, 2002).
20
b. Fase Rehabilitasi
Rehabilitasi stroke adalah program pemulihan pada kondisi
stroke yang bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik
dan kemampuan fungsional pasien stroke, sehinga mereka
mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sasaran
utama pada fase ini adalah pasien dan keluarga meliputi
perbaikan mobilitas, menghindari nyeri bahu, pencapaian
perawatan diri, mendapatkan control kandung kemih, perbaikan
proses pikir, pencapaian beberapa bentuk komunikasi,
pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi keluarga dan
tidak adanya komplikasi (Bruner dan Suddarth, 2002).
Pada fase rehabilitasi ini pasien dapat dirawat di rumah
sakit, di pusat rehabilitasi ataupun di rumahnya sendiri yang
bergantung pada sejumlah faktor, termasuk status kesehatan,
prognosis kelangsungan hidup dan ketergantungan. Salah satu
alat ukur tingkat ketergantungan pasien stroke yaitu melalui
Indeks Barthel (IB) yang dirumuskan oleh Mahoney, F.I dan
Barthel D.W untuk mengukur ketergantungan ADL (Activity
Daily Living). Nilai IB mudah diperoleh dengan cara
anamnesis dan observasi. Tingkatan ketergantung pada setiap
komponen dengan nilai indeks sebagai berikut : Skor IB 100
berarti pasien mandiri dan mampu melakukan sepuluh
komponen kegiatan tanpa bantuan fisik atau pengawasan. Nilai
91 – 99 ketergantungan ringan, memerlukan bantuan minimal
21
namun beberapa komponen memerlukan bantuan. Nilai 62 –
90, ketergantungan sedang : memerlukan bantuan lebih banyak,
namun sebagian kegiatan dapat dilakukan mandiri. Nilai 21 –
61 ketergantungan berat: memerlukan bantuan maksimal,
namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan. Nilai 0-20
pasien ketergantungan total : memerlukan bantuan secara
keseluruhan (Gallo, 1998).
B. Family Caregiver
1. Pengertian
Family caregiver adalah setiap kerabat, pasangan, teman
atau tetangga yang memiliki hubungan pribadi yang signifikan
dengan, dan memberikan berbagai bantuan untuk, orang tua atau
dewasa dengan kondisi kronis atau cacat (Family Caregiver
Aliance, 2011). Sedangkan menurut Cress (2011) family caregiver
adalah istri, pasangan, anak, atau orang lain yang relative
menyediakan berbagai bantuan pada orang yang sudah tua atau
pada orang yang tidak punya kemampuan.
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dalam keterikatan aturan dan emosional dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian
dari keluarga. Dalam keluarga terdapat lima fungsi dasar keluarga,
yaitu: fungsi afektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan
perawatan kesehatan. (Friedman, 1998). Caregiver adalah
22
seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang
mengalami ketidak mampuan dan memerlukan bantuan karena
penyakit dan keterbatasannya (Natalingrum Sukmarini, 2009).
2. Jenis caregiver
Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver
formal. Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota
keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa
dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama
maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver
formal adalah caregiver yang merupakan bagian daris sistem
pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Natalingrum
Sukmarini, 2009).
3. Fungsi Cargiver
Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makan,
membawa pasien ke dokter, dan memberikan dukungan emosional,
kasih saying dan perhatian. Caregiver juga membanu pasien dalam
mengambil keputusan atau pada stadium akhir penyakitnya,
caregiver yang membuat keputusan untuk pasiennya. Family
caregiver merupakan penasihat yang sangat penting dan diperlukan
oleh pasien (Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006).
4. Caregiving
Caregiving merupakan suatu istilah yang berarti
memberikan perawatan kepada seseorang dengan kondisi medis
yang kronis. Informal atau lay caregiving adalah aktivitas
23
membantu individu yang memiliki hubungan personal dengan
caregiver (Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006).
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan hal penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Sebelum
seseorang melakukan tindakan perawatan stroke ia harus terlebih
dahulu mengetahui apa arti atau manfaat perawatan stroke bagi
dirinya atau keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan keluarga mengenai perawatan pasien stroke adalah
sesuatu yang diketahui oleh keluarga berkaitan dengan cara
merawat pasien stroke.
2. Tingkat pengetahuan
Menrut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
24
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
Contohnya : Mampu mendefinisikan tentang penyakit stroke,
tanda dan gejala serta apa penyebabnya.
b. Memahami (Comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
25
masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sistesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria yang telah ada.
3. Sumber Pengetahuan
a. Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat
dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang.
Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-
kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang
26
kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional
dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja
(Suhartono, 2005).
b. Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada
otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh
kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru,
ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang
mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah
atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh
tanpa kritik. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung
kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana
orang-orang itu bisa dipercaya (Suhartono, 2005).
c. Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia,
pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan
kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung,
lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan
bisa pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005).
d. Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca
indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu,
lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang
menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat
metafisis. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap
27
meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai
pengetahuan semu dan menyesatkan (Suhartono, 2005).
e. Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang
paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang
batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman.
Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa
melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Dengan
demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat
diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal
pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku
secara personal belaka (Suhartono, 2005).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003) dan Sukmadinata (2003) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
a. Tingkat Pendidikan
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan
bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat
pendidikan dapat menghasilkan sesuatu perubahan dalam
pengetahuan orang tua.
b. Paparan media massa (akses Informasi)
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik,
berbagai informasi dapat di terima oleh masyarakat, sehingga
seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,
28
majalah, pamphlet dan lain-lain) akan memperoleh informasi
yang lebih banyak di bandingkan dengan orang yang tidak
pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media
massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang, karena informasi-informasi baru akan di saring
sesuai tidak dengan kebudayaan yang di anut.
d. Pengalaman
Pengalaman di sini berkaitan dengan usia, tingkat
pendidikan seseorang maksudnya pendidikan yang tinggi akan
mempunyai pengalaman yang lebih luas, demikian juga dengan
usia orang tersebut pengalamannya juga akan semakin
bertambah.
e. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan
seseorang, sedangkan ekonomi di kaitkan dengan daya
pendidikan yang di tempuh seseorang sehingga memperluas
pengetahuan seseorang.
5. Alat ukur pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara
atau angket yang menyatakan isi materi yang ingin di ukur dari
responden (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan responden akan
29
ditentukan dengan seberapa jauh kemampuannya dalam menjawab
pertanyaan mengenai stroke dan dalam merawat penderita pasca
stroke yang dapat dilakukannya dalam kuesioner tindakan
perawatan.
D. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan
biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas
organisme yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).
Robert Kwick, menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan
atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari. Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari
luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon, maka
teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
(Notoatmodjo, 2007)
2. Klasifikasi Perilaku
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), dilihat dari
bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1) Perilaku tertutup
30
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
secara jelas.
2) Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah
dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.
Menurut Notoatmodjo (2007) bentuk operasional dari perilaku
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1) Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
2) Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin
terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini
lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia
yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri
dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang
bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai
dengan sifat dan keadaaan alam tersebut. Sedangkan
lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya
31
yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.
3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit,
yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau
rangsangan dari luar.
3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang berperan
dalam pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu:
1) Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu
berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan
sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar.
Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara
kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat
sebagai berikut:
1) Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku
yang berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja
diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
2) Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
3) Penguatan positif/ positive reinforcement
4) Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu
bersifat tidak menyenangkan.
2) Faktor eksternal
32
Faktor-faktor yang berada diluar individu yang
bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-
hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya.
Menurut teori Lawrence green dalam Notoatmodjo (2007), ada
tiga faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu
maupun kelompok sebagai berikut:
a. Faktor yang mempermudah (predisposing faktor).
Faktor ini mencangkup pengetahuan, sikap, kepercayaan,
norma social, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu
ataupun masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor pendukung (enabling faktor)
Faktor-faktor ini mencakup fasilitas, sarana-sarana
kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan,dan
sebagainya(Notoatmodjo, 2007).
c. Faktor pendorong (reinforcing faktor)
Yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku
seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, istri, orang
tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan
(Notoatmodjo,2007).
E. Perawatan Penderita Paska Stroke dirumah
Sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain,
pasien dan orang yang merawat perlu menyadari semua tantangan dan
33
tanggung jawab yang akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien
telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di
pulangkan, sebagian penderita paska stroke masih memerlukan
bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan,
dan berjalan.
Seringkali ketika pulang, penderita pasca stroke masih mengalami
gejala sisa, misalnya dengan keadaan : kehilangan motorik (hemiplegi)
atau ada juga pasien yang pulang dengan keadaan bedrest total,
kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan
persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, disfungsi
kandung kemih, sehingga perawatan yang diberikan harus secara terus
menerus dilakukan agar kondisi penderita paska stroke membaik,
penyakitnya terkontrol, risiko serangan stroke ulang menurun, tidak
terjadi komplikasi atau kematian mendadak. Untuk itu keluarga
dituntut untuk mengetahui bagaimana merawat penderita paska stroke,
sehingga setelah kembali kerumah perawatan dapat dilakukan oleh
keluarga pasien maupun pasien itu sendiri secara terus menerus sampai
optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Adapun kebutuhan
penderita pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual (Valery dalam Agustina, 2009).
Beberapa perawatan penderita paska stroke antara lain:
1. Posisi ditempat tidur dan terapi fisik
Penderita pasca stroke yang mengalami imobilisasi perlu
diposisikan dan direposisikan dengan benar di tempat tidur karena
34
hal ini dapat membantu mencegah komplikasi seperti pembentukan
bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur sendi, dan nyeri
bahu. Selain itu, penderita pasca stroke yang mengalami
imobilisasi juga perlu dibalik dan diposisikan secara reguler,
bahkan pada malam hari. Posisi tidur yang benar ada 3 macam
yaitu tidur pada posisi telentang, tidur pada posisi tubuh yang
mengalami kelumpuhan dan tidur pada posisi tubuh yang tidak
mengalami kelumpuhan, sebaiknya ubah posisi tidur setiap 2-3 jam
sekali.
Penderita pasca stroke juga membutuhkan latihan fisik
seprti ROM (Range of motion) untuk mencegah kekakuan sendi
dan membantu melatih otot yang kaku. Otot-otot kaki dan tangan
yang mengalami kelumpuhan bila dibiarkan saja lama-kelamaan
akan menjadi kaku dan kemudian terjadi kontraktur dalam keadaan
menekuk (fleksi). Latihan pergerakan otot kaki dan tangan
sebaiknya dilakukan terus-menerus, sehari sekali dengan
pengulangan minimal 10 kali (Sofwan, 2010).
2. Berdiri dan berjalan
Berdiri dan berjalan merupakan suatu kesulitan tersendiri
bagi penderita paska stroke. Bila serangan stroke sangat berat dan
kerusakan yang terjadi di otak luas, akan semakin suit untuk dapat
berdiri dan berjalan. Pada umumnya penderita paska stroke akan
memulai latihan secara berurutan, mulai dari duduk dengan benar,
lalu kemudian berdiri dengan benar, dan akhirnya berjalan dengan
35
sikap yang benar. Penggunaan alat bantu seperti tongkat dengan
kaki 3 terkadang dibutuhkan (Sofwan, 2010).
3. Perawatan kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk
mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit;
adanya hal-hal ini menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang
optimal. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan bahwa
perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya
dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki
proses penyembuhan luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini
dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami
dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas.
Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko
timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka
(Leigh, 2005).
Penderita paska stroke yang tidak dapat bergerak harus
sering di putar dan tereposisi, dan seprai mereka harus terpasang
kencang. Bagi penderita paska stroke yang hanya dapat berbaring
atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang paling berisiko
antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit,
siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan
spons kering untuk membatali titik-titik tekanan ini agar mencegah
tertekanya saraf dan terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal
ini, periksalah ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit
36
yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan
awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga agar tetap bersih, kering
dan diberi bedak (Leigh, 2005).
4. Perawatan kebersihan
Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam
memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke
menyebabkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan
mobilisasi atau perawatan diri. Keluarga harus selalu menjaga
kebersihan diri penderita pasca stroke dengan cara memandikan
dan memperhatikan kebersihan pakaian dan tempat tidur.
Sebaiknya penderita pasca-stroke diberikan baju dengan bahan
katun yang longgar, dan bila memungkinkan dalam bentuk seperti
kemeja agar lebih mudah memakainya (Sofwan, 2010).
5. Kebutuhan Nutrisi
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai,
lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih
sehari). Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita
stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam
jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman
suplemen nutrisional (Lotta, 2006).
Penderita pasca stroke dianjurkan untuk mengkonsumsi
banyak sayur dan buah karena dapat menurunkan resiko stroke
berulang hingga 30 %. Konsumsilah 5 porsi buah dan sayuran
setiap hari. Pilihlah protein rendah lemak. Kurangi konsumsi
37
daging merah, sebaliknya konsumsilah ikan, ayam (tanpa kulit),
karena kebanyakan daging merah mengandung lemak jenuh yang
menyebabkan timbunan lemak pada pembuluh darah arteri.
Kurangi konsumsi garam karena konsumsi garam berlebih dapat
meningkatkan tekanan darah, selain itu hindari konsumsi makanan
ringan yang mengandung banyak garam. Konsumsilah makanan
yang kaya serat karena makanan kaya serat membantu dalam
mengontrol kadar lemak dalam darah. Konsumsilah sereal gandum,
beras merah, dan roti. Hindari konsumsi makanan dan minuman
tinggi gula. Hal ini mengurangi resiko Diabetes Mellitus yang
merupakan salah satu faktor resiko terserang stroke berulang.
Batasi jumlah lemak dalam makanan yang kita konsumsi. Kita
membutuhkan lemak dalam nutrisi, namun konsumsi yang terlalu
banyak dapat menyebabkan plak dalam arteri dan menjadi masalah
pada berat badan. Penderita stroke juga harus makan dalam posisi
duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi ( Lotta 2006).
Keluarga dapat melakukan modifikasi dalam penggunaan
alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas
piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan
tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alat-
alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan,
seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (Lotta,
2006)
38
6. Mengatasi masalah berbicara
Pasien sroke dengan masalah bicara dan menulis mudah
mengalami depresi atau frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena
itu, sangatlah penting untuk mendorong pasien berkomunikasi-
menerima semua bentuk komunikasi (tulisan, tanda, bahasa tubuh,
gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan yang kecil
sekalipun, untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering
dikritik dan jangan memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan
harus tepat. Pasien stroke yang dapat membaca, menulis, dan
memahami perkataan orang lain, tetapi kesulitan untuk
mengutarakan kata-kata dengan jelas (pasien dengan disartria)
dapat memperoleh manfaat dari melakukan latihan lidah dan bibir
dua kali sehari (Agustina, 2009). Latihan bibir dapat dilakukan
dengan cara membentuk bibir menjadi huruf O dan bergantian
menjadi huruf E atau seperti orang tersenyum, sedangkan latihan
lidah dapat dilakukan dengan cara menggerakan lidah kea rah kiri
dan kanan (Irfan 2010).
7. Kepatuhan Program pengobatan
Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam
kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang (Schatz,
1988 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab terhadap
semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit,
seperti obat menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan
latihan (Friedman, 1998).
39
8. Mengatasi masalah emosional
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda
seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan
penderita paska stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi
untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi
pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke
membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke
harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang
berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan
lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya
perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca,
memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara.
Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya
tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak
berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan penderita lainnya. Sebagian penderita paska stroke
mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka
dengan penderita paska stroke lain (Lotta, 2006).
9. Mencegah cidera dan jatuh
Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah
pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan
keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas
40
sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan
berkurangnya kekuatan tungkai bawah.
Indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke
tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi
tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan,
sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping
penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap-
tahap awal.
10. Kebutuhan buang air kecil dan besar.
Beberapa penderita stroke yang mengalami kelumpuhan
dan inkontinensia urin sangat bergantung pada keluarga. Saat
mereposisi penderita, pembalut inkontinensia yang basah atau
tercemar kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering
dengan menggunakan botol (pispot) urine secara teratur. Namun,
pada sebagian kasus, mungkin perlu dipasang kateter (selang) ke
dalam kandung kemih, dan selang ini akan secara otomatis
mengeluarkan urine. Sebagian wanita yang mengalami
inkontinensia dapat dijaga tetap kering dengan menggunakan
pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak dimungkinkan atau kurang
efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam kandung kemih. Orang
yang merawat perlu diajari mengenai cara membersihkan kateter,
tetapi yang memasangnya haruslah seorang perawat. Bagi beberapa
penderita stroke yang sudah memiliki kondisi yang cukup bagus
dapat langsung di antar ke kamar mandi oleh anggota keluarga
41
namun harus tetap dijaga dengan ketat, sebaiknya kamar mandi
untuk penderita stroke disediakan pegangan di sepanjang dinding
untuk mencegah cedera atau jatuh.
Sembelit adalah masalah yang umum dijumpai pada orang
berusia lanjut dan pada orang yang mengalami stroke. Cara terbaik
untuk mengatur buang air besar adalah makanan yang memadai
dan seimbang serta banyak cairan (paling tidak dua liter sehari) dan
serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik yang cukup. Pelunak
tinja (laksatif, pencahar), supositoria, dan enema dapat digunakan
untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali (Edmund, 2007).
42
F. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Modifikasi Teori Lawrence green dalam Notoatmodjo 2007, Brunner dan
Suddarth 2002, Agustina 2009
- Latihan fisik (ROM, Olah raga)
- Perawatan kulit
- Perawatan kebersihan
- Kebutuhan Nutrisi
- Latihan berbicara
- Kepatuhan program pengobatan
- Penanganan masalah emosional
- Mencegah cidera dan jatuh
- Kebutuhan buang air besar dan kecil
STROKE
Fase Akut
Fase
Rehabilitasi
Di Rumah
Petugas
kesehatan
Keluarga/
Family
Caregiver
Faktor predisposisi :
Pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai.
Faktor Pendukung :
Fasilitas, sarana dan
prasarana
Faktor Pendorong :
Pendidikan kesehatan
dari petugas kesehatan
atau petugas lain
Tingkat
Pengetahuan
family caregiver
dalam merawat
penderita pasca
- Tingkat
pendidikan
- Akses
informasi
- Budaya
- Fasilitas
- Sosio-budaya
- Pengalaman
- Sosial
ekonomi
Perilaku Family
Caregiver dalam
merawat
penderita pasca
stroke
Di Rumah
sakit
Di pusat
rehabilitas
Perawatan
penderita
pasca
stroke
dirumah
43
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi
dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka
konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Kerangka konsep
penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
yang akan dilakukan. Variabel adalah sesuatu yag digunakan sebagai
ciri, sifat atau ukuran yag dimiliki atau didapatkan oleh satuan
penelitian tentang sesuatu konsep tertentu (Notoatmodjo,2005). Pada
penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah variabel Independent
yaitu tingkat pengetahuan family caregiver, sedangkan variable
dependent yang akan diteliti yaitu perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke. Sehingga kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel bebas (Independent) Variable terikat (Dependent)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tingkat pengetahuan
Family Caregiver
Perilaku Family Caregiver
dalam merawat penderita
stroke
44
B. Hipotesis penelitian
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku Family
caregiver dalam merawat penderita pasca stroke.
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Oprasional
No Variabel
Definisi
Operasional
Cara ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
1 Tingkat
pengetahuan
caregiver
tentang
stroke
Pemahaman yang
diperoleh melalui
proses pengalaman
dan proses belajar.
Pengetahuan ini
meliputi
pengetahuan tentang
stroke (pengertian,
faktor resiko,
dampak), serta
perawatan penderita
paska stroke.
Family Caregiver
yang dimaksud
adalah setiap
kerabat, pasangan
Menggunakan
Menggunakan skala
Guttman dan scorig,
Pernyataan terdiri dari
25 pernyataan, 13
pernyataan postif dan
12 pernyataan
negative dengan
jawaban responden
benar atau salah, jika
jawaban responden
tepat atau benar maka
responden
mendapatkan nilai 1
dan jika jawaban salah
atau tidak tepat maka
Kuesioner 1. Baik
(skor 76-
100%)
2. Cukup
(skor 56-
75%)
3. Kurang
(skor
≤55%)
(Arikunto,
2006)
Ordinal
45
(suami/istri), anak
yang memiliki
hubungan pribadi
yang signifikan
dengan dan
memberikan
berbagai bantuan
untuk orang tua atau
dewasa dengan
kondisi kronis atau
cacat.
responden
mendapatkan nilai
atau 0
2. Perilaku
Family
Caregiver
Suatu kegiatan atau
aktifitas keluarga
atau family
caregiver dalam
merawat penderita
pasca stroke
dirumah.
Pengukuran perilaku
menggunakan skala
Likert dan scoring.
Pertanyaan penelitian
terdiri dari 27
pertnyataan.
Responden menjawab
dengan jawaban selalu
dengan skor 3,
kadang-kadang
dengan skor 2, tidak
pernah dengan skor 1.
(Sugiyono 2009)
Kuesioner
penelitian
1. Baik
(skor
>75%)
2. Cukup
(skor 60-
75%)
3. Kurang
(skor
<60%)
(Nursalam,
2003)
Ordinal
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian merupakan strategi pembuktian atau
pengujian atas variabel dilingkup penelitian. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan desain Cross-section. Cross Sectional merupakan
rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan
pada saat bersamaan (sekali waktu) (Hidayat, 2008).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 di Kelurahan
Cinangka. Alasan pemilihan lokasi diKelurahan Cinangka adalah
karena setelah dilakukan pendataan pada tanggal 3 Januari 2012 bahwa
di Kelurahan Cinangka terdapat 39 penderita paska stroke yang
dirawat dirumah dan berdasarkan informasi bahwa tidak terdapat
pendidikan atau pelatihan khusus untuk family caregiver atau keluarga
penderita paska stroke mengenai perawatan stroke dikelurahan
Cinangka, pengetahuan yang diperoleh hanya berdasarkan informasi
yang diberikaan pada saat penderita dirawat dirumah sakit. Selain itu
di Kelurahan Cinangka ini belum pernah dilakukan penelitian serupa
dengan penelitian yang ingin di ambil peneliti.
47
C. Populasi, sampel dan teknik sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua family caregiver pasien stroke yang
dirawat dirumah di Kelurahan Cinangka.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,
2009). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh family caregiver
yang merawat penderita paska stroke di Kelurahan Cinangka.
(Arikunto, 2006).
Adapun criteria sampel adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah criteria dimana subjek penelitian
mewakili sampel (Nursalam,2003), yaitu:
1) Responden merupakan family caregiver atau keluarga
(suami, istri, anak, ayah, ibu, kerabat) yang merawat
penderita stroke dengan kondisi ketergantungan total, berat,
sedang dan ringan berdasarkan hasil skrining dengan
menggnakan Barthel indeks.
2) Dapat berkomunikasi
48
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat
dimasukan atau tidak layak untuk diteliti, yaitu :
1) Penderita paska stroke yang tidak memiliki family
caregiver
2) Penderita paska stroke yang dirawat bukan oleh family
caregiver
3. Teknik sampling
Teknik sampling adalah suatu proses atau teknik
pengambilan sampel. Adapun teknik sampel yang dipakai dalam
penelitian ini menggunakan total sampling atau sampling jenuh,
yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
dijadikan sampel dimana seluruh family caregiver yang ada di
Kelurahan Cinangka yang merawat penderita stroke akan dijadikan
salmpel. (Sugiyono, 2009).
D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan
data primer. Data diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan
tertutup melalui kuesioner yang akan dijawab oleh responden.
2. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuisioner atau angket. Kuesioner diberikan langsung kepada
49
responden untuk diisi tanpa melalui proses wawancara. Angket
yang telah diberikan mencakup Barthel Index sebagai skrining
tingkat ketergantungan penderita paska stroke serta kuesioner
dengan variabel independen yaitu pengetahuan family caregiver,
sedangkan variabel dependen yaitu perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dan masing-masing pertanyaan
diberikan scoring. Untuk kuesioner dengan variable pengetahuan
menggunakan skala Guttman sebanyak 25 pernyataan terdiri dari
13 pernyataan positif dan 12 pernyataan negative yang akan
dijawab dengan jawaban benar atau salah, sedangkan untuk
variable perilaku menggunakan skala Likert sebanyak 27
pernyataan dengan jawaban tidak pernah, kadang-kadang dan
selalu.
Kisi-kisi pertanyaan kuesioner pengetahuan dan perilaku
family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
Variabel Indikator No soal Jumlah
Pengetahuan
Family
caregiver
1. Definisi
2. Faktor Resiko
3. Dampak
4. Latihan Fisik
5. Perawatan kulit
6. Perawatan kebersihan
7. Kebutuhan Nutrisi
8. Latihan berbicara
1,2
3,4
5,6
7,8,9
10,11
12,13
14,15
16,17
2
2
2
3
2
2
2
2
50
C
a
r
a
i
n
t
e
r
p
r
P
r
e
t
a
s
i
instrument penelitian :
a. Indeks Barthel
9. Kepatuhan program
pengobatan
10. Penanganan masalah
emosional
11. Mencegah cidera dan
jatuh
12. Kebutuhan buang air
besar dan kecil
18,19
20,21
24,25
22,23
2
2
2
2
Perilaku
Family
caregiver
1. Latihan fisik
2. Perawatan kebersihan
3. Perawatan kulit
4. Kebutuhan Nutrisi
5. Latihan berbicara
6. Kepatuhan program
pengobatan
7. Penanganan masalah
emosional
8. Mencegah cidera dan
jatuh
9. Kebutuhan buang air
besar dan kecil
1,2,3
4,5,6
7,8,9
13,14,15
16,17,18
19,20,21
22,23,24
25,26,27
10,11,12
3
3
3
3
3
3
3
3
3
51
Indeks barthel digunakan untuk menskrining responden
berdasarkan tingkat ketergatungan penderita paska stroke yang
dirawatnya, terdiri dari 10 item yang disimpulkan :
- Ketergantungan total, jika mendapat skor 0-20
- Ketergantungan berat, jika mendapat skor 21-61
- Ketergantungan sedang, jika mendapat skor 62-90
- Ketergantungan ringan, jika mendapat skor 91-99
- Mandiri, jika penderita mendapat skor 100
(Gallo, dkk 1998)
b. Variabel pengetahuan
Sebanyak 25 pernyataan terdiri dari 13 pernyataan positif dan
12 pernyataan negatif dengan jawaban benar = 1 dan salah = 0
yang disimpulkan :
- Baik jika responden mendapat skor 19-25 atau 76-100%
- Cukup jika responden mendapat skor 14-18 atau 56-75%
- Kurang jika responden mendapat skor ≤13 atau ≤ 55%
c. Variabel perilaku
Terdiri dari 27 pernyataan dengan jawaban tidak pernah,
kadang-kadang, dan selalu (Tidak pernah = 1, kadang-kadang =
2, selalu = 3) yang disimpulkan :
- Baik jika responden responden mendapat skor 61-81 atau
>75%
- Cukup jika reponden mendapat skor 49-60 atau 60-75%
- Kurang jika responden mendapat skor < 48 atau <60%
52
3. Prosedur Pengumpulan Data
Proses–proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui
beberapa tahap yaitu:
a. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin
penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan surat izin dari kepala Dinas
Kesehatan Kota Depok.
b. Melakukan pendataan kepada calon responden berdasarkan
data dari RT/RW/Kader yang ada diKelurahan Cinangka.
c. Melakukan skrining tingkat ketergantungan yang memenuhi
syarat untuk menjadi responden menggunakan indeks Barthel.
d. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
e. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi
subjek penelitian.
f. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara
pengisian kuesioner.
g. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya
kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner.
Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi
kuesioner.
h. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi
kepada peneliti untuk diperiksa.
53
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Salah satu Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka
kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum
kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner
dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment dan
dicari reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach pada
30 orang responden di wilayah Kelurahan Cinangka.
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar- benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan
valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini
digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat
mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan
dengan menghitung korelasi antara masing–masing skor item
pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji
validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu
instrument dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran
memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas
54
menggunakan bantuan software computer dengan rumus alpha
cronbach Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Alpha Cronbach > 0,70 (Hidayat, 2008).
Uji Validitas dan reabilitas telah dilakukan pada tanggal 28
September 2012 di Kelurahan di Cinangka pada 30 orang family
caregiver dari 10 orang penderita paska stroke. Dari hasil uji validitas
dan reabilitas dengan menggunakan program computer untuk statistik,
didapatkan Alpha Cronbach 0,873 untuk variable pengetahuan dimana
dari 25 pernyataan terdapat 3 butir pernyataan yang tidak valid yaitu
P4, P12 dan P13 sehingga peneliti melakukan content validity didalam
pernyataan tersebut agar lebih mudah dipahami oleh responden.
Sedangkan untuk variabel perilaku didapatkan nilai Alpha Cronbach
0,880 dimana dari 27 pernyataan terdapat 4 butir pernyataan yang tidak
valid yaitu PR2, PR8, PR16 dan PR25 sehingga peneliti melakukan
content validity didalam pernyataan tersebut agar lebih mudah
dipahami oleh responden.
F. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Software statistik. Teknik pengolahan data yang terdiri
dari:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
55
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
computer.
3. Entry Data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau database computer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga
dengan membuat tabel kontingensi.
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data
yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.
G. Analisis data
Analisa data dilakukan untuk memudahkan interpretasi dan
menguji hipotesis penelitian. Analisa dalam penelitian ini meliputi
analisa univariat dan bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan distribusi
frekuensi dari variable dependen yaitu perilaku Family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dan variable independen
yaitu tingkat pengetahuan Family caregiver itu sendiri.
56
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara variabel dependen dan independen yaitu antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke. Tehnik analisa yang digunakan yaitu
dengan uji Spearman karena data yang digunakan adalah 3 x 2. Uji
spearman digunakan untuk menampilka spearman rho, yaitu bila
data yang digunakan tidak memenuhi asumsi normal. Koefisien
korelasi ini sangat cocok untuk variable ordinal.
Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dengan α
5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti terdapat hubungan
bermakna (signifikan) antara variabel yang diteliti. Jika nilai p value >
0,05 berarti tidak ada hubungan bermakna antara variabel yang
diteliti.
H. Etika penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah
yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian
keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika
penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2008). Masalah etika yang
harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum
57
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan dari Informed consent adalah agar
subjek mengerti maksud, tujuan penelitian , dan mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormatinya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah- masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan
identitas responden, melindungi dan menghormati hak responden
dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed
consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti
menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian.
Peneliti akan menjamin kerahasian identitas responden, dimana
data-data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan
58
penelitian dan apabila telah selesai maka data tersebut akan
dimusnahkan.
59
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap tentang hasil penelitian
mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah. Hasil
penelitian yang akan diuraikan anatara lain : gambaran tempat penelitian,
data demografi family caregiver dan penderita paska stroke, hasil
penelitian univariat dan bivariat. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
2-15 Oktober 2012 di kelurahan Cinangka kecamatan Sawangan kota
Depok. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket
kerumah-rumah warga yang memiliki penderita paska stroke. Setelah
melalui penghitungan terdapat 78 family caregiver yang diambil dari 30
orang penderita paska stroke.
A. Gambaran Tempat Penelitian
1. Letak wilayah Kelurahan Cinangka
Kelurahan Cinangka merupakan salah satu kelurahan yang
berada di Kecamatan Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa Barat
dengan luas wilayah ±44,5 Ha, dengan batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kota tanggerang selatan
b. Sebelah Timur : Kelurahan Meruyung
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Sawangan
d. Sebelah Barat : Kelurahan Kedaung
60
Jumlah penduduk dikelurahan cinangka sampai akhir bulan
desember 2011 tercatat : 15.577 jiwa, terdiri dari :
a. Laki-laki : 7.979 jiwa
b. Perempuan : 7.598 jiwa
c. Jumlah KK : 3.826 KK
d. Jumlah penduduk miskin : 270 jiwa
e. Jumlah Rw : 10
f. Jumlah Rt : 46
2. Visi dan Misi Kelurahan Cinangka
a. Visi
Visi kelurahan Cinangka adalah : “terwujudnya pelayanan
pemerintahan kellurahan yang ramah, cepat, tepat dan
transparan.”
Beberapa prinsip yang dijadikan landasan dalam
menetapkan visi kelurahan Cinangka, antara lain prinsip
Ramah, Cepat, Tepat dan Transparan.
1) Ramah mengandung arti memberikan pelayanan dengan
senyum dan sapa
2) Cepat mengandung makna memaksimalkan pelayanan
kepada masyarakat
3) Tepat mengandung makna memberikan informasi yang
benar pada masarakat.
4) Transparan mengandung makna terbuka dalam
memberikan pelayanan.
61
b. Misi
Misi merupakan penjabaran lebih lanjut dari pernyataan
visi organisasi dalam kaitannya dengan pencapaian visi itu
sendiri. Adapun misi Kelurahan Cinangka itu sendiri adalah :
1) Meningkatkan tatakelola Administrasi pemerintah
kelurahan
2) Meningkatkan Kualitas pelayanan kepada masyarakat
c. Maksud dan Tujuan
Maksud menyelenggarakan pmerintahan yang ramah, cepat,
tepat dan transparan adalah untuk menciptakan suatu peayanan
yang prima kepada masyarakat yang membutuhkan segala
jenis pelayanan pemerintahan.
Tujuan dari menyelenggarakan pemerintahan yang ramah,
cepat, tepat dan tranparan adalah memberikan kemudahan
kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan
pemerintahan.
3. Struktur organisasi Kelurahan Cinangka
Gambar 5.1
Bagan Struktur Organisasi Kelurahan Cinangka tahun 2012
LURAH
JABATAN
FUNGSIONAL
SEKERTARIS
KASIE PEM &
TRANTIB
KASIE PEMB
& PEREK
KASIE
KEMAS
62
B. Gambaran Demografi
1. Demografi responden (Family caregiver)
Karakteristik responden berikut ini adalah karakteristik
sampel penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan dan
hubungan dengan penderita paska stroke. Pada variabel demografi
tidak diteliti karena haya digunakan sebagai data demografi.
Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain :
a. Usia
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden (family caregiver)
berdasarkan Usia (n = 78)
Nilai Frekuensi (Tahun)
Mean 30,81
Standar Deviasi 13,401
Minimum 14 tahun
Maximum 60 tahun
Tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi responden
berdasarkan usia. Usia minimum responden adalah 14 tahun
sedangkan usia maksimum adalah 60 tahun dan rata-rata usia
yang menjadi responden adalah 31 tahun.
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden (family
caregiver) berdasarkan jenis kelamin (n=78)
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 16 20,5
Perempuan 62 79,5
Jumlah 78 100
63
Tabel 5.2 menunjukan distribusi responden atau family
caregiver berdasarkan jenis kelamin. Responden berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 16 orang atau sekitar 20,5 %,
sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 62 orang atau sekitar 79,5%. Hal ini menunjukan
bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki.
c. Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden (family
caregiver) berdasarkan Pendidikan (n=78)
Pendidikan Frekuensi Persentase
SD 3 3,8
SMP 7 9
SMA 58 74,4
D3 3 38
S1 7 9
Jumlah 78 100
Tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi responden atau
Family caregiver berdasarkan pendidikan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa responden yang memiliki pendidikan
terakhir Sekolah Dasar (SD) berjumlah 3 orang atau sekitar
3,8%, responden yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) berjumlah 7 orang atau sekitar 9% , responden
yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
64
berjumlah 58 orang atau sekitar 74%, responden yang
memiliki pendidikan Diploma (D3) berjumlah 3 orang atau
sekitar 3,8%, sedangkan responden yang memiliki pendidikan
Sarjana muda (S1) berjumlah 7 orang atau sekitar 9%. Hal ini
menunjukan bahwa pendidikan responden yang paling banyak
adalah pendidikan SMA.
d. Hubungan dengan penderita stroke
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden (family caregiver)
berdasarkan hubungannya dengan penderita paska stroke
(n=78)
Hubungan Frekuensi Persentase
Istri 15 19,2
Suami 9 11,5
Anak 50 64,1
Saudara 4 5,1
Jumlah 78 100
Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi responden atau
family caregiver berdasarkan hubungannya dengan penderita
paska stroke. Family caregiver yang memiliki hubungan
sebagai istri penderita paska stroke sebanyak 15 orang atau
sekitar19,2%, sedangkan responden yang memiliki hubungan
sebagai suami penderita paska stroke sebanyak 9 orang atau
sekitar 11,5%, responden yang memiliki hubungan sebagai
anak penderita paska stroke sebanyak 50 orang atau sekitar
64,1%, dan responden yang memiliki hubungan sebagai
65
Saudara (Kakak, adik) penderita paska stroke sebanyak 4 orang
atau sekitar 5,1%.
2. Demografi Penderita paska stroke
Karakteristik penderita paska stroke berikut ini bukanlah
karakteristik responden (family caregiver) melainkan karakteristik
penderita paska stroke yang memiliki family caregiver berdasarkan
usia, jenis kelamin, lama menderita stroke dan lamanya dirawat
dirumah. Pada variabel demografi tidak diteliti karena haya
digunakan sebagai data demografi. Berikut adalah kategori
penderita paska stroke, antara lain :
a. Usia
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi penderita paska stroke
berdasarkan usia (n = 30)
Nilai Frekuensi (Tahun)
Mean 57,93
Standar Deviasi 7,0
Minimum 45
Maximum 72
Tabel 5.5 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska
stroke berdasarkan usia. Usia minimum penderita paska stroke
adalah 45 tahun sedangkan usia maksimum adalah 72 tahun
dan rata-rata usia penderita paska stroke adalah 58 tahun.
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi penderita paska stroke
berdasarkan jenis kelamin (n=30)
66
Jenis kelamin Frekuensi Persentasi
Laki-laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
Jumlah 30 100
Tabel 5.6 menunjukan distribusi penderita paska stroke
berdasarkan jenis kelamin. Penderita paska stroke berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 17 orang atau sekitar 56,7 %,
sedangkan penderita paska stroke yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 13 orang atau sekitar 43,3%. Hal ini
menunjukan bahwa penderita paska stroke berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita paska stroke
berjenis kelamin perempuan.
c. Lama menderita stroke
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penderita paska stroke
berdasarkan lama menderita stroke (n = 30)
Nilai Frekuensi (Bulan)
Mean 16,30
Standar Deviasi 8,555
Minimum 3
Maximum 36
Tabel 5.7 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska
stroke berdasarkan lama menderita stroke. Rata-rata lamanya
penderita paska stroke menderita stroke adalah 16,3 bulan,
lama minimum menderita stroke adalah 3 bulan dan lama
maximum menderita stroke adalah 36 bulan.
67
d. Lama rawat dirumah
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi penderita paska stroke
berdasarkan Lama rawat dirumah (n = 30)
Nilai Frekuensi (Bulan)
Mean 15
Standar Deviasi 8,847
Minimum 2
Maximum 35
Tabel 5.8 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska
stroke berdasarkan lamanya dirawat dirumah. Rata-rata
lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah adalah 15
bulan, lama minimum penderita paska stroke dirawat dirumah
adalah 2 bulan dan lama maximumnya adalah 35 bulan.
e. Ketergatungan berdasarkan skrining dengan Barthel Index
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi penderita paska stroke
berdasarkan tingkat ketergantungan (n = 30)
Tingkat Ketergantungan Jumlah Persentase
Total 0 0
Berat 7 23,3
Sedang 13 43,4
Ringan 10 33,3
Jumlah 30 100
Tabel 5.9 menunjukan distribusi frekuensi penderita paska
stroke berdasarkan tingkat ketergantungan. Berdasarkan hasil
skrining dengan barthel indeks diperoleh sebanyak 7 penderita
paska stroke atau 23,3% memiliki ketergantungan berat,
68
sebanyak 13 penderita paska stroke atau 43,4% memiliki
ketergantungan sedang, dan sebanyak 10 penderita paska stroke
atau 33,3% memiliki ketergantungan ringan.
C. Hasil Analisa Univariat
1. Gambaran tingkat pengetahuan Family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke
Variabel pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan baik, cukup dan kurang. Tabel dibawah ini
menggambarkan distribusi frekuensi pengetahuan family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke.
Tabel 5.10 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
responden menurut pengetahuan family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012
(n=78)
Pengetahuan responden Frekuensi Persentase
Baik 45 57,7
Cukup 30 38,5
Kurang 3 3,8
Jumlah 78 100
Tabel 5.10 menunjukkan distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan responden menurut pengetahuan family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke. Tabel
diatas menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%)
memiliki tingkat pengetahuan baik, 30 responden (38,5%)
69
memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 3 responden
(3,8%) memiliki tingkat pengetahuan kurang.
Pengetahuan tersebut terdiri dari beberapa item antara
lain definisi, resiko, dampak, latihan fisik, perawatan kulit,
perawatan kebersihan, kebutuhan nutrisi, latihan berbicara,
kepatuhan pengobatan, penanganan masalah emosional,
kebutuhan buang air besar dan kecil, serta mencegah cidera
dan jatuh.
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi jawaban benar
tingkat pengetahuan responden menurut pengetahuan
(peritem) family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Pengetahuan Jawaban
benar
Persentase
Definisi
a. Pengertian
b. Waktu
68
62
87,2
79,5
Faktor resiko
a. Hipertensi
b. Perokok, obesitas,
diabetes, dan
penyakit jantung
60
65
76,9
83,3
Dampak
a. Kecacatan
b. Kesulitan
bicara,berjalan,
gangguan
emosional
63
57
80,8
73,1
Latihan fisik
70
a. Jenis-jenis
b. Manfaat latihan
fisik
c. Perubahan posisi
61
60
54
78,2
76,9
69,2
Perawatan kulit
a. Penyebab kulit luka
b. Perawatan kulit
60
57
76,9
73,1
Perawatan kebersihan
a. Menjaga kebersihan
b. Mandi
58
61
74,4
78,2
Kebutuhan nutrisi
a. Makanan bergizi
b. Makanan yang
dilarang
57
59
73,1
75,6
Latihan berbicara
a. Kebutuhan akan
latihan berbicara
b. Cara latihan bibir
62
63
79,5
80,8
Kepatuhan program
pengobatan
a. Kontrol kerumah
sakit
b. Minum obat
57
58
73,1
74,4
Penanganan masalah
emosional
a. Bersosialisasi
b. Smangat dan
Motivasi
61
59
78,2
75,6
Kebutuhan buang air besar
dan kecil
a. Penggunaan
pempers
63
58
80,8
74,4
71
b. Pemantauan buang
air kecil dan besar
Mencegah cidera
a. Resiko jatuh dan
cidera
b. Penanganan cidera
61
63
78,2
80,8
Tabel 5.11 menunjukan distribusi frekuensi
pengetahuan berdasarkan skor jawaban benar peritem yang
terdapat dalam kuesioner pengetahuan. Berdasarkan tabel
diatas item pengetahuan yang memiliki persentase dengan
skor paling tinggi adalah definisi stroke tentang pengertian
yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan dengan skor
paling rendah adalah latihan fisik tentang perubahan posisi
yaitu 69,2%.
2. Gambaran perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah
Variabel perilaku responden dalam merawat
penderita stroke dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik,
cukup, dan kurang. Tabel dibawah ini menggambarkan
distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah.
72
Tabel 5.12 Distribusi frekuensi perilaku family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun
2012 (n=78)
Perilaku responden Frekuensi Persentase
Baik 56 71,8
Cukup 21 26,9
Kurang 1 1,3
Jumlah 100 100
Tabel 5.12 menunjukan distribusi frekuensi perilaku
family caregiver dalam merawat penderita paska stroke.
Tabel menunjukan sebanyak 56 responden (71,8%)
memiliki perilaku baik, 21 responden (26,9%) memiliki
perilaku cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki
perilaku kurang.
Perilaku terdiri dari beberapa item yaitu latihan
fisik, perawatan kulit, perawatan kebersihan, kebutuhan
nutrisi, latihan berbicara, kepatuhan pengobatan,
penanganan masalah emosional, kebutuhan buang air besar
dan kecil, serta mencegah cidera dan jatuh.
a. Gambaran perilaku family caregiver tentang latihan
fisik dalam merawat penderita paska stroke dirumah
Tabel 5.13 Distribusi frekuensi perilaku (Latihan
fisik) family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
73
Perilaku
(Latihan fisik)
Frekuensi Persentase
Baik 52 66,7
Cukup 25 32,1
Kurang 1 1,3
Jumlah 78 100
Tabel 5.13 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang latihan fisik dalam
merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan
sebanyak 52 responden (66,7%) memiliki perilaku baik,
25 responden (32,1%) memiliki perilaku cukup dan 1
responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang.
b. Gambaran perilaku family caregiver tentang Perawatan
kebersihan dalam merawat penderita paska stroke
dirumah
Tabel 5.14 Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan
kebersihan) family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Perilaku
(Perawatan
kebersihan)
Frekuensi Persentase
Baik 49 62,8
Cukup 27 34,6
Kurang 2 2,6
Total 78 100
Tabel 5.14 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang Perawatan kebersihan
74
dalam merawat penderita paska stroke. Tabel
menunjukan sebanyak 49 responden (62,8%) memiliki
perilaku baik, 27 responden (34,6%) memiliki perilaku
cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku
kurang.
c. Gambaran perilaku family caregiver tentang perawatan
kulit dalam merawat penderita paska stroke dirumah
Tabel 5.15 Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan
kulit) family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Perilaku
(Perawatan kulit)
Frekuensi Persentase
Baik 53 67,9
Cukup 23 29,5
Kurang 2 2,6
Total 78 100
Tabel 5.15 menunjukan distribusi frekuensi perilaku
family caregiver tentang perawatan kulit dalam
merawat penderita paska stroke. Tabel menunjukan
sebanyak 53 responden (67,9%) memiliki perilaku baik,
23 responden (29,5%) memiliki perilaku cukup dan 2
responden (2,6%) yang memiliki perilaku kurang.
d. Gambaran perilaku family caregiver tentang kebutuhan
buang air besar dan kecil dalam merawat penderita
paska stroke dirumah
75
Tabel 5.16 Distribusi frekuensi perilaku (kebutuhan
buang air besar dan kecil) family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Perilaku
(kebutuhan buang
air besar dan kecil)
Frekuensi Persentase
Baik 31 39,7
Cukup 41 52,6
Kurang 6 7,7
Total 78 100
Tabel 5.16 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang kebutuhan buang air
besar dan kecil dalam merawat penderita paska stroke.
Tabel menunjukan sebanyak 31 responden (39,7%)
memiliki perilaku baik, 41 responden (52,6%) memiliki
perilaku cukup dan 6 responden (7,7%) yang memiliki
perilaku kurang.
e. Gambaran perilaku family caregiver tentang kebutuhan
nutrisi dalam merawat penderita paska stroke dirumah
Tabel 5.17 Distribusi frekuensi perilaku (kebutuhan
nutrisi) family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Perilaku
(kebutuhan
nutrisi)
Frekuensi Persentase
Baik 47 60,3
Cukup 29 37,2
Kurang 2 2,6
Total 78 100
76
Tabel 5.17 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang kebutuhan nutrisi
dalam merawat penderita paska stroke. Tabel
menunjukan sebanyak 47 responden (60,3%) memiliki
perilaku baik, 29 responden (37,2%) memiliki perilaku
cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku
kurang.
f. Gambaran perilaku family caregiver tentang latihan
berbicara dalam merawat penderita paska stroke
dirumah
Tabel 5.18 Distribusi frekuensi perilaku (Latihan
berbicara) family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Perilaku
(Latihan berbicara)
Frekuensi Persentase
Baik 45 57,7
Cukup 31 39,7
Kurang 2 2,6
Total 78 100
Tabel 5.18 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang latihan berbicara
dalam merawat penderita paska stroke. Tabel
menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%) memiliki
perilaku baik, 31 responden (39,7%) memiliki perilaku
cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku
kurang.
77
g. Gambaran perilaku family caregiver tentang kepatuhan
program pengobatan dalam merawat penderita paska
stroke dirumah
Tabel 5.19 Distribusi frekuensi perilaku (Kepatuhan
program pengobatan) family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah tahun
2012 (n=78)
Perilaku
(Kepatuhan program
pengobatan)
Frekuensi Persentase
Baik 45 57,7
Cukup 32 41,0
Kurang 1 1,3
Total 78 100
Tabel 5.19 menunjukan distribusi frekuensi perilaku
family caregiver tentang kepatuhan program
pengobatan dalam merawat penderita paska stroke.
Tabel menunjukan sebanyak 45 responden (57,7%)
memiliki perilaku baik, 32 responden (41,0%) memiliki
perilaku cukup dan 1 responden (1,3%) yang memiliki
perilaku kurang.
h. Gambaran perilaku family caregiver tentang
pengendalian emosi dalam merawat penderita paska
stroke dirumah.
78
Tabel 5.20 Distribusi frekuensi perilaku
(Penanganan masalah emosional) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah
tahun 2012 (N=78)
Perilaku
(Pengendalian
emosi)
Frekuensi Persentase
Baik 43 55,1
Cukup 33 42,3
Kurang 2 2,6
Total 78 100
Tabel 5.20 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang penanganan masalah
emosional dalam merawat penderita paska stroke. Tabel
menunjukan sebanyak 43 responden (55,1%) memiliki
perilaku baik, 33 responden (42,3%) memiliki perilaku
cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki perilaku
kurang.
i. Gambaran perilaku family caregiver tentang mencegah
cidera dan jatuh dalam merawat penderita paska stroke
dirumah.
Tabel 5.21 Distribusi frekuensi perilaku (Mencegah
cidera dan jatuh) family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
79
Perilaku
(Mencegah cidera
dan jatuh)
Frekuensi Persentase
Baik 40 51,3
Cukup 36 46,2
Kurang 2 2,6
Jumlah 78 100
Tabel 5.21 menunjukan distribusi frekuensi
perilaku family caregiver tentang latihan mencegah
cidera dan jatuh dalam merawat penderita paska stroke.
Tabel menunjukan sebanyak 40 responden (51,3%)
memiliki perilaku baik, 36 responden (46,2%) memiliki
perilaku cukup dan 2 responden (2,6%) yang memiliki
perilaku kurang.
D. Hasil Analisa Bivariat
Analisa Bivariat dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan
antara 2 variabel, yaitu variabel independent (pengetahuan family
caregiver) dengan variabel dependent (perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke). Besarnya hubungan dalam penelitian
ini dapat diketahui dari nilai.
1. Hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dengan perilaku
family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
80
Tabel 5.22 Analisis hubungan tingkat pengetahuan family
caregiver dangan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah tahun 2012 (n=78)
Pengetahuan Perilaku
Spearman
rho
Pengetahuan
Correlation
Coefficient1,000 ,589
**
Sig. (2-
tailed). ,000
n 78 78
Perilaku
Correlation
Coefficient,589
**1,000
Sig. (2-
tailed),000 .
N 78 78
Tabel 5.22 diatas menunjukan hasil uji statistic
menggunakan Sofware statistik dengan analisis spearman rank
didapatkan nilai p-value = 0,000 atau kurang dari nilai α=0,05 yang
berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah. Selain itu, nilai koefisien korelasi
0,589** menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam
merawat penderita paska stroke dirumah.
81
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian yang dilakukan tentang
tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke. Pembahasan pada bab ini yaitu membandingkan
antara hasil peneitian dengan konsep teoritis, peneltian sebelumnya, dan
keterbatasan penelitian.
A. Gambaran Demografi
1. Demografi family caregiver
a. Usia
Usia minimum family caregiver adalah 14 tahun,
sedangkan usia maksimum family caregiver adalah 60 tahun,
dan rata-rata usia family caregiver adalah 31 tahun.
Menurut E. Hurlock (2004) usia 31 termasuk kedalam
usia dewasa awal yaitu usia antara 21-40 tahun. Seseorang
dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara
maksimal, siap berproduksi, dan memiliki kesiapan kognitif,
afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan
peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam
masyarakat. Pada usia ini masing-masing individu sudah
mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang
menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah
82
keluarga sehingga family caregiver lebih banyak ditemukan
pada usia ini.
b. Jenis kelamin
Family caregiver yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 16 atau 20,5%, sedangkan family cargiver yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 62 orang atau 79,5%.
Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar family caregiver
yang merawat penderita paska stroke adalah perempuan. Hal
ini dapat dikarenakan oleh berbagai macam faktor, salah
satunya adalah faktor norma dan budaya yang berlaku
didalam masyarakat Indonesia.
Di Indonesia antara laki-laki dan perempuan memiliki
peran yang berbeda, berdasarkan undang-undang perkawinan
no 1 tahun 1974 peran perempuan pada umumnya adalah
mengurus rumah tangga, seperti memasak, mencuci,
membersihkan rumah, melayani suami, dan merawat anggota
keluarga. Sedangkan peran laki-laki adalah mencari nafkah,
sehingga dalam hal ini perempuan lebih banyak berperan
dalam merawat keluarganya yang sakit.
c. Pendidikan
Family caregiver yang memiliki pendidikan terakhir
Sekolah Dasar (SD) berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%,
family caregiver yang memiliki pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berjumlah 7 orang atau sekitar 9%
83
, family caregiver yang memiliki pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) berjumlah 58 orang atau sekitar 74%,
family caregiver yang memiliki pendidikan Diploma (D3)
berjumlah 3 orang atau sekitar 3,8%, sedangkan family
caregiver yang memiliki pendidikan Sarjana muda (S1)
berjumlah 7 orang atau sekitar 9%. Hal ini menunjukan
bahwa pendidikan family caregiver yang paling banyak
adalah pendidikan SMA. Tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor dalam keberhasilan suatu perawatan yang
baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi
pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007).
d. Hubungan dengan penderita paska stroke
Family caregiver yang memiliki hubungan sebagai istri
penderita paska stroke sebanyak 15 orang atau sekitar19,2%,
sedangkan family caregiver yang memiliki hubungan sebagai
suami penderita paska stroke sebanyak 9 orang atau sekitar
11,5%, family caregiver yang memiliki hubungan sebagai
anak penderita paska stroke sebanyak 50 orang atau sekitar
64,1%, dan family caregiver yang memiliki hubungan
sebagai Saudara (Kakak, adik) penderita paska stroke
sebanyak 4 orang atau sekitar 5,1%.
Banyaknya jumlah family caregiver yang memiliki
hubungkan sebagai anak dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah hukum adat, norma dan
84
kepercayaan yang berlaku dimasyarat bahwa anak harus
berbakti kepada orang tuanya. Selain itu, berkaitan pula
dengan adanya fungsi utama keluarga dalam perawatan
kesehatan yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi
meliputi, mengenal kesehatan keluarga, memutuskan
tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Suparjitno,
2004).
2. Demografi penderita paska stroke
a. Usia
Usia minimum penderita paska stroke adalah 45
tahun sedangkan usia maksimum adalah 72 tahun dan rata-
rata usia penderita paska stroke adalah 58 tahun. Menurut
Yayasan Stroke Indonesia bahwa usia yang memiliki resiko
tinggi terserang stroke adalah usia diatas 55 tahun, dimana
sekitar 5% orang yang berada diatas usia 65 tahun pernah
mengalami setidaknya satu kali stroke (Yayasan Stroke
Indonesia, 2012).
b. Jenis kelamin
85
Penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 17 orang atau sekitar 56,7 %, sedangkan penderita
paska stroke yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13
orang atau sekitar 43,3%. Hal ini menunjukan bahwa
penderita paska stroke berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan penderita paska stroke berjenis kelamin
perempuan.
c. Lama menderita stroke
Rata-rata lamanya penderita paska stroke menderita
stroke adalah 16,3 bulan, lama minimum menderita stroke
adalah 3 bulan dan lama maximum menderita stroke adalah
36 bulan. Lamanya penderita paska stroke menderita stroke
menunjukan bahwa stroke bukanlah penyakit yang dapat
sembuh dengan cepat, pemulihan setelah stroke dapat terjadi
berbulan-bulan bahkan tahun-tahun dan selama itu penderita
paska stroke membutuhkan rehabilitasi untuk
mengoptimalkan kembali fungsi tubuhnya.
d. Lama dirawat dirumah
Rata-rata lamanya penderita paska stroke dirawat
dirumah adalah 15 bulan, lama minimum penderita paska
stroke dirawat dirumah adalah 2 bulan dan lama
maximumnya adalah 35 bulan. Menurut penelitian, sekitar
15% penderita stroke, yang bertahan hidup melewati minggu-
minggu pertama setelah stroke dirumah sakit, dan akhirnya
86
akan dipindahkan ke unit rehabilitasi dimana durasi
menginap adalah sekitar 3 – 4 minggu. Namun dengan
beberapa alasan seperti biaya yang mahal, jarak jauh dan
waktu yang dibutuhkan, banyak pula penderita paska stroke
yang langsung dirawat dirumah (Agustina, 2009).
e. Tingkat ketergantungan berdasarkan barthel indeks
Berdasarkan hasil skrining dengan barthel indeks
diperoleh sebanyak 7 penderita paska stroke atau 23,3%
memiliki ketergantungan berat, sebanyak 13 penderita paska
stroke atau 43,4% memiliki ketergantungan sedang, dan
sebanyak 10 penderita paska stroke atau 33,3% memiliki
ketergantungan ringan. Banyaknya tingkat ketergantungan
pada kategori sedang menunjukan bahwa penderita paska
stroke memerlukan bantuan lebih banyak, namun sebagian
kegiatan dapat dilakukan mandiri (Gallo, 1998).
B. Gambaran Pengetahuan family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke
Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan responden dalam
87
penelitian ini adalah responden mampu mengetahui definisi, faktor
resiko, dampak dan perawatan penderita paska stroke selama dirumah.
Hasil Penelitian didapatkan bahwa dari 78 family caregiver
terdapat 45 family caregiver (57,7%) memiliki pengetahuan dengan
kategori baik, sebanyak 30 family cargiver (38,5%) memiliki
pengetahuan dengan cukup, dan sebanyak 3 family caregiver (3,8%)
memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Tri Puji S mengenai
Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke
dengan Kesiapan keluarga menerima kembali penderita Stroke di
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2008 bahwa
sebagian besar responden 88,0 % mempunyai tingkat pengetahuan
yang tinggi tentang penyakit stroke.
Tingginya pengetahuan family caregiver di Desa Cinangka
Kecamatan Sawangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
menurut Notoatmojdo (2003) dan Sukmadinata (2003) bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, salah
satunya yaitu tingkat pendidikan, dan pengalaman. Berdasarkan data
demografi family caregiver bahwa sebagian besar yaitu 58 atau (74%)
family caregiver memiliki tingkat pendidikan SMA dimana family
caregiver sudah mengetahui lebih spesifik tentang stroke, menurut
Notoatmodjo (2003) pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan sehingga family caregiver yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik.
88
Faktor pengalaman berkaitan dengan usia family caregiver,
rata-rata usia yang merawat adalah 31 tahun dimana menurut
Notoatmodjo (2003) semakin bertambahnya usia maka semakin
bertambah pula pengalaman yang diperolehnya. Faktor pengalaman
dapat dilihat juga dari lamanya penderita paska stroke dirawat
dirumah, rata-rata lamanya penderita paska stroke dirawat dirumah
adalah 15 bulan dimana menurut Suhartono (2005) salah satu sumber
pengetahuan adalah pengalaman indrawi, maka dengan mata, telinga,
hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan
bisa pula melakukan kegiatan hidup, sehingga selama 15 bulan family
caregiver telah memperoleh pengetahuan yang bersumber pada
pengalaman indrawinya dan ditambah dengan pengalaman family
caregiver yang diperoleh melalui praktik selama melakukan
perawatan pada penderita paska stroke.
Berdasarkan skor jawaban benar yang terdapat dalam
kuesioner pengetahuan dengan persentase paling tinggi adalah definisi
stroke tentang pengertian yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan
dengan skor jawaban benar paling rendah adalah latihan fisik tentang
perubahan posisi yaitu 69,2%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberpa
faktor, salah satunya karena definisi menurut Notoatmodjo (2007)
merupakan bagian dari tingkat pengetahuan yang paling rendah yaitu
tahu. Tahu dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah
dipelajari (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sehingga family
89
caregiver dapat mengingat kembali mengenai definisi stroke melalui
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu, pengetahuan
mengenai definisi stroke saat ini mudah dipelajari dari berbagai
sumber informasi melalui media elektronik maupun media cetak
seperti internet, majalah kesehatan, dan buku kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan family caregiver.
Sedangkan kurangnya pengetahuan family caregiver
mengenai latihan fisik yaitu perubahan posisi dapat disebabkan
karena pengetahuan ini termasuk kedalam tingkat yang lebih tinggi
yaitu tingkat aplikasi, menurut Notoatmodjo (2007) aplikasi dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Perubahan posisi
merupakan pengetahuan yang diperoleh apabila penderita paska
stroke mengalami kondisi imobilisasi dengan tingkat ketergantungan
total atau berat karena pada ketergantungan total penderita paska
stroke memerlukan bantuan secara keseluruhan sedangkan pada
ketergantungan berat penderita paska stroke memerlukan bantuan
secara maksimal namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan
secara mandiri. Berdasarkan data demografi yang diperoleh dari hasil
pengukuran dengan Barhel indeks bahwa sebagian besar penderita
paska stroke memiliki tingkat ketergantungan sedang 13 orang atau
43,4%, ringan 10 orang atau 33,3%, berat 7 orang atau 23,3% dan
total tidak ada, sehingga pengetahuan family caregiver mengenai
latihan fisik (perubahan posisi) kurang, selain itu Pengetahuan
90
mengenai latihan fisik ini merupakan pengetahuan yang diperoleh
langsung dari petugas kesehatan sehingga membuat family caregiver
dalam memperoleh informasi lebih terbatas.
C. Gambaran perilaku family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke
Robet kwick (1974, dalam notoatmodjo 2007) menyatakan
bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat diamati dan bahkan dipelajari. Skiner (1938, dalam
Notoatmodjo, 2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsang dari luar).
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 78 family caregiver
terdapat 56 family caregiver (71,8%) yang memiliki perilaku dengan
kategori baik, sebanyak 21 family caregiver (26,9%) memiliki
perilaku denga kategori cukup dan 1 family caregiver (1,3%) yang
memiliki perilaku dengan kategori kurang dalam merawat penderita
paska stroke dirumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan hasil
penelitian lainnya yang dilakukan Lenni FS mengenai gambaran
perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya
rehabilitasi di Rs St. Elisabeth Medan tahun 2010, dari hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu
sebesar 69,2% memiliki tingkat pengetahuan pada kategori baik.
Sebagian besar responden yaitu sebesar 92,3% memiliki tingkat sikap
91
pada kategori baik. Sebagian besar responden yaitu sebesar 76,9%
memiliki tingkat tindakan pada kategori baik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar perilaku family caregiver di Desa Cinangka Kecamatan
Sawangan adalah baik, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang dapat memegang peranan
dalam terbentuknya perilaku adalah faktor internal dan faktor
eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berada dalam diri individu
itu sendiri berupa tingkat kecerdasan, persepsi, motivasi, emosi dan
belajar. Faktor tingkat kecerdasan dapat dilihat dari rata-rata tingkat
pengetahuan family caregiver yang sebagian besar memiliki kategori
baik dan rata-rata tingkat pendidikan family caregiver adalah SMA.
Faktor persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
yang diperoleh family caregiver selama merawat penderita paska
stroke dirumah yang rata-ratanya adalah 15 bulan, semakin lama maka
merawat penderita paska stroke maka semakin bertambah pula
pengalaman dan pengetahuan family caregiver. Faktor motivasi adalah
dorongan untuk bertindak untuk mencapai tujuan tertentu dimana
tujuan family caregiver adalah merawat keluarganya yang sakit.
Faktor belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan perilaku yang
dihasilkan dari praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan seperti
perilaku baik yang dihasilkan selama merawat penderita paska stroke.
92
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, faktor ini
bisa berasal dari keluarga, sosial budaya, nilai dan norma. Hubungan
keluarga antara family caregiver dengan penderita paska stroke
merupakan faktor yang paling kuat membentuk perilaku baik pada
family caregiver, menurut David Reiss (1981) dalam Friedman (1998)
bahwa keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang
mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga itu
sendiri, sebagian besar sebanyak 50 family caregiver atau (64,1%)
adalah anak, 15 family caregiver atau (19%) adalah istri, 9 family
caregiver atau (11,5%) adalah suami dan 4 family caregiver atau
(5,1%) adalah sanak saudara.
Sedangkan skor peritem yang terdapat dalam kuesioner
perilaku yang memiliki persentase paling tinggi adalah perawatan
kulit dengan kategori baik sebesar 67,9% dan yang memiliki
persentase paling rendah adalah kebutuhan buang air besar dan kecil
yaitu 39,7%.
Tingginya perilaku family caregiver dalam perawatan kulit
dapat disebabkan karena perawatan kulit merupakan salah satu
perawatan yang paling dasar dalam merawat penderita paska stroke,
pada umumnya perawatan kulit sudah sering dilakukan, dapat
dilakukan dimana saja dan pada siapa saja, selain itu perawatan kulit
tidak membutuhkan tehnik khusus seperti memijat, mengelap,
memberikan bedak dan menjaga kulit agar tetap kering dan bersih
(Leigh, 2005).
93
Kurangnya perilaku family caregiver dalam membantu
kebutuhan buang air besar dan kecil dapat disebabkan karena
kebutuhan buang air besar dan kecil pada penderita paska stroke
berbeda dengan kebutuhan buang air besar dan kecil pada orang
normal umumnya, adanya keterbatasan seperti kelemahan dan
kelumpuhan seringkali membuat penderita paska stroke membutuhkan
bantuan family caregiver dalam buang air kecil dan besar, sehingga
dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan serta kecermatan untuk
mengawasi adanya perubahan atau komplikasi yang mungkin terjadi.
Selain itu, adanya adat istiadat dan tatakrama yang terdapat didalam
masyarakat yang menganggap bahwa kebutuhan buang air besar dan
kecil merupakan kebutuhan dasar yang memerlukan privacy sehingga
hanya orang-orang terdekat saja yang dapat melakukannya.
D. Hubungan Tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke
Hasil pengolahan data menggunakan perhitungan korelasi
Spearman rank dengan bantuan Sofware statistik menghasilkan nilai
probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α=0,05, maka dapat
disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dirumah. Selain itu, hasil nilai koefisien
korelasi didapatkan hasil 0,589** hal ini menunjukan bahwa terdapat
94
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku family
caregiver dalam merawat penderita paska stroke.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri Parwati (2010)
mengenai “Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
tindakan perawatan penderita paska stroke” yang menyimpulkan
bahwa pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita paska
stroke berhubungan dengan tindakan perawatan penderita pasca
stroke. Selain itu, hasil penelitian ini juga sesuai dengan kesimpulan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri (2008) mengenai Hubungan
antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan
Kesiapan keluarga menerima kembali penderita Stroke di Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang menunjukan bahwa
pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat
meningkatkan kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita
stroke di rumah.
Sesuai dengan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007)
yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor
predisposisi yang mendasari perubahan perilaku seseorang.
Pengetahuan responden yang baik dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pembentukan perilaku responden dalam merawat penderita paska
stroke dirumah karena pengetahuan merupakan domain terendah
dalam pembentukan perilaku seseorang. Perubahan perilaku terjadi
karena adanya perubahan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan
disertai peningkatan kepercayaan diri dapat melahirkan perubahan
95
perilaku kearah positif berupa adanya perbaikan (Nursalam,2008).
Oleh karena itu, pengetahuan family caregiver yang baik akan
mempengaruhi perilaku family caregiver dalam merawat penderita
paska stroke. Selain itu menurut Rodgers (1974) dalam Notoatmodjo
(2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long
lasting).
E. Keterbatasan penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan
penelitian ini, keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Belum ada instrumen pengumpulan data yang baku dalam
penelitian ini, kecuali Barthel index yang digunakan untuk
menskrining penderita paska stroke. Instrumen dalam penelitian ini
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang didapatkan
mengenai perawatan penderita paska stroke. Pada variabel perilaku
peneliti menggunakan instrument berupa kuesioner dimana
perilaku sebaiknya dapat dilakukan selain menggunakan kuisioner
yaitu dengan observasi.
2. Selama pendataan tidak adanya sumber informasi yang jelas
mengenai jumlah penderita paska stroke sehingga peneliti mendata
sendiri ke rumah-rumah warga.
3. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang
dialami peneliti, ada beberapa responden disaat dilakukan
96
pengambilan data tidak memiliki banyak waktu sehingga jawaban
yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa
menyebabkan bias informasi.
97
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan responden mengenai perawatan penderita paska
stroke sebagian besar adalah baik. Dari 78 reponden terdapat 45
responden (57,7%) berpengetahuan baik, sebanyak 30 responden
(38,5%) berpengetahuan cukup, dan sebanyak 3 responden (3,8%)
berpengetahuan kurang. Pengetahuan berdasarkan jawaban benar
dengan skor paling tinggi adalah mengenai definisi stroke tentang
pengertian yaitu 87,2%, sedangkan item pengetahuan dengan skor
paling rendah adalah latihan fisik tentang perubahan posisi yaitu
69,2%.
b. Perilaku responden dalam merawat penderita paska stroke
sebagian besar adalah baik. Dari 78 responden terdapat 56
reponden (71,8%) yang memiliki perilaku baik, sebanyak 21
responden (26,9%) memiliki perilaku yang cukup dan 1
responden (1,3%) yang memiliki perilaku kurang dalam merawat
penderita paska stroke dirumah. Perilaku dengan skor kategori
baik paling tinggi yaitu perawatan kulit dengan kategori baik
sebesar 67,9% dan yang memiliki persentase kategori baik paling
98
rendah adalah kebutuhan buang air besar dan kecil dengan
kategori baik 39,7%.
c. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat
penderita paska stroke dengan nilai p-value = 0,000 atau kurang
dari α=0,05.
B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan
a. Perlunya dilakukan pendataan mengenai jumlah penderita
paska stroke yang dirawat dirumah.
b. Petugas kesehatan perlu melakukan evaluasi dan edukasi
dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah penderita
paska stroke setelah penderita paska stroke setelah keluar dari
rumah sakit untuk memantau kembali kondisi penderita paska
stroke.
2. Bagi pendidikan keperawatan
a. Meningkatkan peran perawat khususnya perawat Komunitas
dan KMB dalam promosi kesehatan ke rumah-rumah sebagai
health educator pada family caregiver yang merawat
penderita paska stroke dirumah.
b. Menambah bahan literature atau buku-buku mengenai family
caregiver diperpustakaan.
99
3. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke. Oleh karena itu penulis
menyarankan perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan
meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan family
caregiver maupun penderita paska stroke.
INFORMED CONSENT
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU
FAMILY CAREGIVER DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA
STROKE DIRUMAH
Assalamualaikum.Wr.Wb
Salam sejahtera
Nama : Julia Hartati
NIM : 108104000030
Saya mahasiswa universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program studi Ilmu Keperawatan sedang melakukan
penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan
sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.
Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya bapak/ibu, saudara/i
bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan.
Kerahasiaan jawaban Bapak/ibu, saudara/I akan dijaga dan hanya diketahui oleh
peneliti.
Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang
dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk
penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/ibu, saudara/I dalam
mengisi kuesioner ini.
Apakah bapak/ibu,saudara/I bersedia menjadi responden ?
YA/TIDAK
Tertanda
( )
Responden
LEMBAR KUESIONER
Tujuan :
Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi : “Hubungan tingkat pengetahuan
dengan perilaku Family Caregiver dalam merawat penderita stroke dirumah”
Petunjuk :
1. Berikan tanda (√) pada kotak pertanyaan yang bapak/ibu, saudara/I anggap
benar.
2. Jika bapak/ibu, saudara/I salah mengisi jawaban, coret/silang jawaban tersebut
dan beri tanda ceklist (√) pada jawaban yang dianggap benar.
A. Identitas responden
Nama/inisial :
Tempat tanggal lahir :
Usia : tahun
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
Hubungan denganpenderita paska stroke :
B. Identitas penderita paska stroke
Nama penderita paska stroke :
Usia penderita paska stroke : tahun
Jenis kelamin :
Lamanya menderita stroke :
Lamanya dirawat dirumah :
C. Pertanyaan kuesioner
1. Pengetahuan Family caregiver tentang perawatan penderita paska stroke
No Pertanyaan Benar Salah
1. Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh
pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah ke otak
yang menyebabkan berhentinya suplai oksigen ke
otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak.
2. Stroke timbul secara mendadak dan berlangsung
cepat.
3. Penderita darah tinggi tidak memiliki resiko terkena
stroke
4. Orang yang merokok, kegemukan atau obesitas,
memiliki penyakit kencing manis atau diabetes dan
penyakit jantung beresiko terkena stroke.
5. Stroke tidak dapat menyebabkan kecacatan atau
kelumpuhan.
6. Stroke dapat menyebabkan kesulitan berbicara,
kesulitan berjalan dan gangguan emosional.
7. Penderita paska stroke tidak memerlukan latihan fisik
seperti latihan berjalan, latihan menggerakan anggota
badan dan olahraga.
8. Latihan fisik dapat membantu mencegah kekakuan
sendi dan membantu melatih otot yang kaku.
9. Bagi penderita paska stroke yang lumpuh dan tirah
baring memerlukan perubahan posisi setiap 2-3 jam
10. Tekanan yang terlalu lama pada bagian kulit penderita
paska stroke dapat menyebabkan kulit menjadi luka
dan infeksi.
11. Kulit yang luka tidakperlu diobati dan dibiarkan saja
dalam kondisi basah dan kotor
12. Penderita paska stroke perlu dijaga kebersihannya
dengan mengganti pakaian dan seprei yang bersih.
13. Penderita paska stroke tidak perlu dimandikan setiap
hari.
14. Penderita paska stroke tidakperlu mengkonsumsi
makanan yang bergizi hanya cukup dengan bubur
saja.
15. Penderita paska stroke boleh mengkonsumsi makanan
yang tinggi kolesterol, makanan cepat saji dan
merokok.
16. Penderita paska stroke yang mengalami kesulitan
berbicara tidak memerlukan latihan bibir dan lidah
karena dapat sembuh dengan sendirinya.
17. Latihan lidah dan bibir dapat dilakukan dengan
membentuk huruf O dan E pada bibirserta
menggoyang lidah kekiri dan kekanan.
18. Penderita paska stroke tidak perlu melakukan kontrol
atau berobat kerumah sakit atau dokter terdekat.
19. Obat yang diberikan oleh petugas kesehatan boleh
diminum kapan saja oleh penderitta paska stroke
20. Penderita paska stroke tidak perlu berkomunikasi dan
melakukan aktivitas apapun selam dirumah selain
makan dan tidur.
21. Penderita paska stroke perlu diberikan semangat dan
motivasi serta bersosialisasi dengan orang lain.
22. Penderita paska stroke yang tirah baring dapat
menggunakan pampers sepanjang hari untuk buang air
kecil dan air besar dan hanya perlu dibersihkan saat
mandi saja.
23. Jumlah, warna, intensitas air seni maupun feses atau
kotoran yang keluar perlu dipantau untuk mencegah
adanya komplikasi atau tanda-tanda penyakit lain.
24. Penderita paska stroke yang lemah memiliki resiko
tinggi jatuh dan cidera.
25. Penderita paska stroke yang jatuh atau cidera harus
segera dibaawa kerumah sakit atau dokter.
2. Perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
TP : Tidak pernah, KD : Kadang-kadang, SL : Selalu
No Pernyataan TP KD SL
1. Keluarga membantu penderita paska stroke dalam
melakukan aktifitas fisik dengan menggerakan
anggota badan atau olah raga, perubahan posisi di
tempat tidur, duduk dan berjalan.
2. Keluarga menopang bagian tubuh penederita paska
stroke yang lemah, misal dengan menggunakan
bantal atau kasur khusus.
3. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk membantu
penderita paska stroke menggerakan badan dan
membantu berjalan.
4. Keluarga membantu penderita paska stroke
membersihkan diri seperti mandi, keramas, dan
menggosok gigi setiap hari.
5. Keluarga membantu dan melatih penderita paska
stroke berpakaian dengan benar.
6. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk membantu
penderita paska stroke dalam menyiapkan alat-alat
mandi seperti sabun, handuk dan bak mandi.
7. Keluarga membantu membersihkan tempat tidur
dan mengganti seprei penderita paska strokeyang
kotor dan basah untuk mencegah adanya infeksi
kulit.
8. Keluarga membantu melakukan perawatan kulit
penderita stroke seperti memijat, mengelap,
memberikan bedak, dan menjaga kulit tetap kering.
9. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk merawat kulit
penderita paska stroke dan menjaganya agar tetap
bersih.
10. Keluarga membantu penderita paska stroke buang
air besar dan buang air kecil baik dikamar
mandi/toilet maupun ditempat tidur (pispot).
11. Keluarga membantu mengganti celana atau
pempers penderita paska stroke setelah buang air
besar atau air kecil.
12. Keluarga membantu memantau konsistensi
(kepadatan), bau, warna dan banyaknya penderita
paska stroke buang air besar dan kecil.
13. Keluarga mengingatkan penderita paska stroke
untuk makan tepat waktu dan menghindari makanan
yang tidak boleh dimakan seperti makanan dengan
kolesterol dan garam tinggi.
14. Keluarga membantu menyiapkan makanan yang
bervariasi untuk penderita paska stroke.
15. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk memantau pola
makan dan kebutuhan giizi yang cukup seperti
makanan 4 sehat 5 sempurna.
16. Keuarga membantu penderita paska stroke untuk
melakukan latihan lidah dan bibir setiap hari.
17. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
18. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk melatih penderita
paska stroke berbicara dengan benar.
19. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk
kontrol kerumah sakit atau dokter terdekat.
20. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk
minum obat tepat waktu.
21. Keluarga sepenuhnya mengikuti saran dokter untuk
perawatan penderita stroke dirumah (seperti
membeli obat yang telah diresepkan, menghindari
makanan tertentu, atau kebiasaan buruk misalnya
merokok).
22. Keluarga membantu penderita paska stroke untuk
mengungkapkan perasaannya dan mengajaknya
berdiskusi mengenai kesehatan dan kehidupan
sehari-hari.
23. Keluarga memberikan semangat dan dukungan
penderita paska stroke selama dirawat dirumah.
24. Keluarga membantu penderita paska stroke
menyalurkan hobinya seperti membaca buku,
nonton tv, dan lain-lain.
25. Keluarga membantu menopang tubuh yang lemah
saat penderita paska stroke berjalan.
26. Keluarga merapihkan benda-benda dan peralatan
rumah tangga yang dapat membahayakan penderita
paska stroke.
27. Keluarga memberikan tanggung jawab kepada
anggota keluarga lainnya untuk mengawasi
penderita paska stroke dalam melakukan
aktivitasnya sehingga terhindar dari cidera dan
jatuh.
FRECUENCIES PENGETAHUAN DAN PERILAKU
Statistics
Pengetahuan Perilaku Pengetahuankat
egorik
perilakukat
NValid 78 78 78 78
Missing 0 0 0 0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
12 1 1,3 1,3 1,3
13 2 2,6 2,6 3,8
15 3 3,8 3,8 7,7
16 6 7,7 7,7 15,4
17 9 11,5 11,5 26,9
18 12 15,4 15,4 42,3
19 11 14,1 14,1 56,4
20 12 15,4 15,4 71,8
21 5 6,4 6,4 78,2
22 6 7,7 7,7 85,9
23 8 10,3 10,3 96,2
24 3 3,8 3,8 100,0
Total 78 100,0 100,0
Perilaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
43 1 1,3 1,3 1,3
57 2 2,6 2,6 3,8
58 6 7,7 7,7 11,5
59 5 6,4 6,4 17,9
60 8 10,3 10,3 28,2
61 1 1,3 1,3 29,5
62 1 1,3 1,3 30,8
64 1 1,3 1,3 32,1
65 4 5,1 5,1 37,2
66 3 3,8 3,8 41,0
67 1 1,3 1,3 42,3
68 1 1,3 1,3 43,6
69 5 6,4 6,4 50,0
70 8 10,3 10,3 60,3
72 4 5,1 5,1 65,4
73 7 9,0 9,0 74,4
74 3 3,8 3,8 78,2
75 9 11,5 11,5 89,7
76 5 6,4 6,4 96,2
77 3 3,8 3,8 100,0
Total 78 100,0 100,0
Pengetahuankategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang 3 3,8 3,8 3,8
Cukup 30 38,5 38,5 42,3
Baik 45 57,7 57,7 100,0
Total 78 100,0 100,0
perilakukat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang 1 1,3 1,3 1,3
cukup 21 26,9 26,9 28,2
baik 56 71,8 71,8 100,0
Total 78 100,0 100,0
Nonparametric Correlations
Correlations
Pengetahuanka
tegorik
perilakukat
Spearman's rho
Pengetahuankategorik
Correlation Coefficient 1,000 ,589**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 78 78
perilakukat
Correlation Coefficient ,589**
1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 78 78
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).