HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

92
SKRIPSI DESEMBER 2017 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Diusulkan oleh: MAHARANI AVE MARIA PURBA C11114114 Pembimbing : dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K) Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi PendidikanDokter FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

Page 1: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

SKRIPSI

DESEMBER 2017

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT

TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Diusulkan oleh:

MAHARANI AVE MARIA PURBA

C11114114

Pembimbing :

dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K)

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi

PendidikanDokter

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

ii

Page 3: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

iii

Page 4: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

iv

Page 5: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

v

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

vi

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih dapat bernafas dan diberi

kesempatan untuk menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa

Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin” ini.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun

berkat bimbingan dan bantuan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada tim penulis

dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis

ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang memberikan kekuatan kepadapenulis.

2. Bapak, Ibu, dan Nenek penulis, yang selalu memberikan doanya.

3. Ayahanda Prof. dr. A. Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan dannasihatnya.

4. Ayahanda dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K) selaku

pembimbing akademik dan pembimbing skripsi penulis yang senantiasa

memberikan arahan, bimbingan, masukan dan bantuan kepada penulis.

5. Para surveilor dan rekanpeneliti.

6. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan

serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca

senantiasa penulis harapkan.

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

viii

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan ini dapat memberi manfaat

bagi semua pihak.

Makassar, 28 November 2017

Penulis

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

ix

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT

TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid

Tugas Akhir Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2017

ABSTRAK

Latar Belakang: Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat

semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data

RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur dan atau

buah 93,5%. Gangguan pola defekasi seperti konstipasi telah memengaruhi hampir

20% populasi dunia termasuk Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesia yang

mengalami obesitas dan overweight pada kelompok umur dewasa adalah sebesar

28,9%. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan serat ialah

pengetahuan yang kurang, sehingga mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat

makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan dan konsumsi serat terhadap pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode analitik. Sampel diambil

dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 200 orang yang terdiri

dari 100 mahasiswa semester 1 dan 100 mahasiswa semester 7.

Hasil Penelitian: Penelitian menunjukkan bahwa 63% subjek memiliki tingkat

pengetahuan kurang dan sebanyak 89,5% subjek memiliki konsumsi serat kurang.

Mahasiswa yang mengalami konstipasi 49% dan overweight 34,8%. Berdasarkan hasil

analisis hubungan dengan uji Chi Square didapatkan tingkat pengetahuan terhadap

konsumsi serat p=0,777, tingkat pengetahuan terhadap pola defekasi didapatkan nilai

p=0,003, hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap pola defekasi didapatkan nilai

p=0,552 dan hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap indeks massa tubuh (IMT)

didapatkan nilai p=0,004.

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara konsumsi serat dengan tingkat pengetahuan

dengan pola defekasi. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan pola

defekasi serta hubungan konsumsi serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Konsumsi Serat, Pola Defekasi, Konstipasi,

IMT

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

x

ASSOCIATION OF LEVEL KNOWLEDGE AND CONSUMPTION OF FIBERS

TO THE PATTERNS OF DEFECATION AND BODY MASS INDEX (BMI) IN

STUDENTS FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY HASANUDDIN

Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid

Essay, Faculty of Medicine Hasannuddin University Makassar 2017

ABSTRACT

Background: Consumption of fruits and vegetables that are the main source of fiber is

increasingly ruled out in the daily diet. Based on RISKESDAS 2013 data, the proportion

of national average consumption behavior of less vegetable and fruit are 93.5%.

Disorders of defecation patterns such as constipation have affected nearly 20% of the

world's population, including Indonesia. The prevalence of overweight and overweight

Indonesians in the adult age group is 28.9%. One of the factors that cause a person to

lack of fiber intake is the lack of knowledge, thus affecting a person in the consumption

of dietary fiber. This study aims to determine the relationship between the level of

knowledge and fiber consumption to the pattern of defecation and Body Mass Index

(IMT) students of the Faculty of Medicine, University of Hasanuddin.

Research Method: This research use analytical method. Samples were taken by using

purposive sampling technique with the number of 200 people consisting of 100 first

semester students and 100 seventh semester students.

Results: The study showed that 63% of subjects had less knowledge and 89.5% of

subjects had less fiber consumption. 49% of the subjects have constipation and 34.8%

are overweight. Based on the results of the relationship analysis with Chi Square test

obtained the level of knowledge on fiber consumption p = 0.777, the level of knowledge

on the pattern of defecation obtained p value = 0.003, bivariate analysis results of fiber

consumption of defect pattern obtained p value = 0.552 and bivariate analysis results of

fiber consumption to index body mass (BMI) obtained p value = 0.004.

Conclusion: There is no association between fiber consumption with knowledge level

with defect pattern. There is an association between fiber knowledge level with

defecation pattern and fiber consumption with Body Mass Index (BMI).

Keywords: Level of Knowledge, Fiber Consumption, Pattern of Defecation,

Constipation, BMI.

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ANTI-PLAGIARISME ........................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................... vii

ABSTRAK ............................................................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv

DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah ............................................................................. 5

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum ........................................................ 5

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus ....................................................... 6

1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 7

2.1. Definisi Defekasi .............................................................................. 7

2.2. Anatomi dan Fisiologi Defekasi....................................................... 8

2.3. Konstipasi ......................................................................................... 9

2.3.1 Defenisi Konstipasi .............................................................. 9

2.3.2 Epidemiologi Konstipasi ...................................................... 10

2.3.3 Etiologi Konstipasi ...................................................................... 10

2.3.4 Patofisiologi Konstipasi ....................................................... 11

2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi ..................................... 12

2.3.6 Diagnosis Konstipasi .................................................................... 12

2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi ......................................... 13

2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi ................................................. 13

2.3.9 Komplikasi Konstipasi .................................................................. 14

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xii

2.4 Konsumsi Serat ................................................................................ 15

2.4.1 Defenisi Serat ......................................................................... 15

2.4.2 Penggolongan Serat Pangan ................................................ 16

2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan ........................................... 17

2.4.4 Manfaat Seat dalam Makanan .............................................. 18

2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat ..................................................... 20

2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) ............................................................. 21

2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT) .............................. 21

2.5.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT) ....................................................................... 22

2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ............... 24

2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 24

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS PENELITIAN 25

3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 25

3.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 26

3.3 Definisi Operasional.......................................................................... 26

3.3.1 Pengetahuan ........................................................................... 26

3.3.2 Konsumsi Serat ....................................................................... 27

3.3.3 Pola Defekasi .......................................................................... 27

3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................... 28

3.4 Hipotesis ........................................................................................... 28

3.4.1 Hipotesis Null ........................................................................ 28

3.4.2 Hipotesis Alternatif ................................................................ 29

BAB 4 METODE PENELITIAN ........................................................ 30

4.1 Tipe dan Desain Penelitian .............................................................. 30

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 30

4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................ 30

4.3.1 Populasi .................................................................................. 30

4.3.2 Sampel .................................................................................... 30

4.4 Kriteria Seleksi ................................................................................ 31

4.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 31

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xiii

4.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 31

4.4.2 Kriteria Drop Out ................................................................... 31

4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel ........................................... 31

4.6 Analisis Data ................................................................................... 31

4.6.1 Analisis Univariat .................................................................. 31

4.6.2 Analisis Bivariat .................................................................... 32

4.7 Manajemen Penelitian ...................................................................... 33

4.7.1 Tahap Persiapan ..................................................................... 33

4.7.2 Tahap Pelaksanaan ................................................................ 33

4.7.3 Pengumpulan Data ................................................................ 33

4.7.4 Pengolahan Data ................................................................... 34

4.7.5 Penyajian Data ...................................................................... 34

4.9 Etika Penelitian ................................................................................ 34

4.10 Alur Penelitian ............................................................................... 35

4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan ........................................... 35

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 39

5.1 Analisis Univariat ............................................................................ 39

5.1.1 Gambaran Pola Defekasi ......................................................... 40

5.1.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat ..................................... 41

5.1.3 Distribusi Konsumsi Serat ....................................................... 41

5.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................... 42

5.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 43

5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat ...... 43

5.2.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 44

5.2.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi .................. 45

5.2.4 Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 46

BAB 6 PEMBAHASAN ...................................................................... 47

6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat 47

6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 48

6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ................ 49

6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 50

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xiv

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN ..................... 52

7.1 Ringkasan ........................................................................................ 52

7.2 Kesimpulan ...................................................................................... 52

7.2 Saran ................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 54

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii

Lampiran I Rekomendasi Persetujuan Etik ............................................. xvii

Lampiran II Surat Izin Penelitian ............................................................ xix

Lampiran III Lembar Penjelasan dan Persetujuan Subjek Penelitian ..... xx

Lampiran IV Kuesioner Penelitian.......................................................... xxi

Lampiran V Rekap Skor Pengetahuan, Konsumsi Serat, IMT, Kejadian

Konstipasi ........................................................................... xxv

Lampiran VI Rekap Gambaran Pola Defekasi ........................................ xxxi

Lampiran VII Hasil Pengolahan Data dengan SPSS .............................. xxxii

Lampiran VIII Biodata Peneliti ............................................................... xxxvi

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal ...................... 8

Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) ....................................... 23

Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)

(IMT) ..................................................................................... 25

Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)

(IMT) ..................................................................................... 25

Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel ............................................ 26

Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square ................................................................ 32

Gambar 4.10 Alur Penelitian ..................................................................... 35

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.5.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 22

Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 28

Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian....................................................... 36

Tabel 4.11.2 Jadwal Penelitian ..................................................................... 37

Tabel 5.1.1.1Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 39

Tabel 5.1.1.2 Tabel Distribusi Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 40

Tabel 5.1.2 Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 41

Tabel 5.1.3 Tabel DistribusiKonsumsi Seratpada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 41

Tabel 5.1.4 Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 42

Tabel 5.2.1 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi

Serat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin ............................................................................. 43

Tabel 5.2.2 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola

Defekasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin ............................................................................. 44

Tabel 5.2.3 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ..... 45

Tabel 5.2.4 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin ............................................................................. 46

Page 17: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xvii

Lampiran I

REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK

Page 18: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xviii

Lampiran II

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 19: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xix

Lampiran III

LEMBAR PENJELASAN DAN PERSETUJUAN

SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya, Maharani Ave Maria Purba, mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, dengan NIM C11114114

sedangmengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan

Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa

Kedokteran Universitas Hasanuddin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan, konsumsi serat, pola defekasi, IMT mahasiswa kedokteran dan

hubungannya. Saya meminta kesediaan Saudara untuk mengisi beberapa pertanyaan

terkait penelitian ini. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Identitas

pribadi yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dipublikasikan.

Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisikuesioner

ini.

Makassar, 2017

Peneliti Peserta Penelitian

( ) ( )

Page 20: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xx

Lampiran IV

KUESIONER PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT

Nama (Inisial) :

Semester :

Jenis Kelamin :

Umur :

TB/BB : cm/ kg

PENGETAHUAN SERAT

1. Apakah yang dimaksud dengan serat?

a. bahan makanan yang tahan terhadap proses hidrolisis enzim pencernaan

manusia

b. bahan makanan yang tidak tahan terhadap proses hidrolisi enzim pencernaan

manusia

c. bahan makanan yang habis setelah bertutut-turut diekstraksi oleh enzim

pencernaan

d. bahan makanan yang tidak habis sampai pada pencernaan di usus halus

manusia

2. Serat makanan secara umum dapat digolongkan menjadi:

a. serat makanan dan serat kasar

b. serat tidak larut air dan serat larut air

c. serat tidak larut enzim dan serat larut enzim

d. serat nabati dan hewani

3. Yang termasuk di dalam soluble fiber antara lain:

a. selulosa, hemiselulosa, lignin

b. selulosa, hemiselulosa, pektin

c. pektin, gum, mueilages

d. lignin, gum, mueilages

4. Soluble fibre banyak ditemukan pada … tanaman, sedangkan insoluble fibre

banyak ditemukan pada… tanaman.

a. pulp, daging

b. pulp, kulit

c. biji, kulit

d. biji, daging

No:

Page 21: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxi

5. Sumber makanan yang tinggi serat antara lain:

a. sereal, biji-bijian, sayur-sayuran

b. sereal, buah-buahan, kentang

c. buah-buahan, sayur-sayuran, kentang

d. kentang, biji-bijian, sayur-sayuran

6. Manfaat soluble fibre antara lain:

a. memperlambat waktu pengosongan lambung

b. mempercepat waktu transit di usus besar

c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus

d. menarik air bersama feses di usus besar

7. Manfaat insoluble fibre antara lain:

a. memperlambat waktu pengosongan lambung

b. mempercepat waktu transit di usus besar

c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus

d. menarik air bersama feses di usus besar

8. Serat bersifat menahan air sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan

berair sehingga dapat:

a. memperlambat waktu transit di usus besar

b. merangsang absorbs makanan selanjutnya

c. menstimulasi gerakan peristaltik

d. menurunkan tekanan dalam usus besar

9. Serat dapat membantu mengurangi resiko obesitas dengan cara:

a. mengontrol gangguan pada sistem pencernaan

b. meningkatkan frekuensi defekasi

c. mengontrol kadar gula darah post prandial

d. mengurangi pengikatan garam empedu

10. Serat dapat mengurangi tingkat kolesterol dengan cara:

a. serat mengikat lemak dalam hati dan dikeluarkan bersama-sama

b. serat mengikat garam empedu dan dikeluarkan bersama-sama

c. serat meningkatkan absorbsi lemak dalam usus halus

d. serat meningkatkan absorbsi lemak dan mengikat lemak dalam hati

11. Yang merupakan sumber serat yang potensial:

a. wortel dan tomat

b. gandum dan kentang

c. gandum dan beras merah

d. tomat dan wortel

Page 22: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxii

12. Anjuran kebutuhan serat manusia adalah:

a. 5-10 gram/hari

b. 15-20 gram/hari

c. 25-30 gram/hari

d. 35-40 gram/hari

13. Konsumsi sayur dan/atau buah dikategorikan cukup apabila:

a. 5 porsi/hari selama 7 hari/seminggu

b. 4 porsi/hari selama 7 hari/seminggu

c. 3 porsi/hari selama 7 hari/seminggu

d. 2 porsi/hari selama 7 hari/seminggu

14. Serat makanan dapat membantu mencegah terjadinya:

a. hemoroid, konstipasi, kanker kolon

b. hemoroid, kanker kolon, ileus obstruktif

c. konstipasi, kanker kolon, ileus obstruktif

d. ileus obstruktif, konstipasi, hemoroid

15. Yang merupakan dampak konsumsi serat yang berlebihan:

a. mempengaruhi aktivitas enzim

b. mengganggu saluran cerna

c. flatus berkurang

d. tidak ada

16. Apakah yang menjadi alasan Anda kurang mengonsumsi makanan berserat

seperti sayur dan buah?

Jawaban: …………………………………………………………………………..

POLA DEFEKASI

Berilah tanda (√) pada tabel di bawah ini!

Kriteria Ya Tidak Keterangan

Frekuensi defekasi <

3 kali per minggu

Mengejan

Tinja menggumpal

atau keras

Perasaan tidak selesai

setelah defekasi

Sensasi obstruksi atau

tersumbat pada

anorektal

Pengeluaran tinja

secara manual

Page 23: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxiii

KONSUMSI SERAT (FOOD RECORD)

Sebutkanlah menu makanan Anda selama 3 hari dalam satuan (cth: 1 piring nasi, 1

potong ayam, dll)

Menu Makanan Hari I (Hari Kerja) Hari II (Hari

Kerja)

Hari III (Hari

Libur)

Pagi

Jenis

Makanan

Jumlah Jenis

Makanan

Jumlah Jenis

Makanan

Jumlah

Siang

Malam

Page 24: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxiv

Lampiran V

REKAP SKOR PENGETAHUAN, KONSUMSI SERAT, IMT DAN KEJADIAN

KONSTIPASI

No Nama Skor Serat/hari IMT Konstipasi

1 AAS 40.00 6.43 33.20 YA

2 CRS 46.67 7.20 23.73 TIDAK

3 ANP 33.33 2.13 21.08 TIDAK

4 AAY 40.00 2.80 21.50 TIDAK

5 NNN 40.00 11.30 22.22 TIDAK

6 FAH 33.33 1.47 24.24 TIDAK

7 NNO 46.67 4.53 22.06 TIDAK

8 RKA 46.67 6.20 22.01 YA

9 EMA 26.67 8.73 20.93 TIDAK

10 NFF 33.33 3.67 22.51 TIDAK

11 MAM 26.67 2.40 21.48 YA

12 NUR 60.00 3.37 31.22 TIDAK

13 RAA 20.00 4.53 18.03 TIDAK

14 AAA 26.67 7.27 16.32 TIDAK

15 ASA 40.00 4.97 24.56 YA

16 ZPA 33.33 11.20 20.03 YA

17 FAA 40.00 4.30 21.79 TIDAK

18 MIA 33.33 4.87 19.91 TIDAK

19 NAA 20.00 3.97 21.08 TIDAK

20 AMA 20.00 8.33 19.15 TIDAK

21 FAB 33.33 2.87 20.09 YA

22 CAA 46.67 8.17 19.91 TIDAK

23 NQA 40.00 14.60 21.64 TIDAK

24 NAB 26.67 1.43 20.66 YA

25 AAB 26.67 5.46 21.50 YA

26 HAA 40.00 8.80 20.27 YA

27 PYA 40.00 4.10 23.80 TIDAK

28 RMA 53.33 2.93 23.31 YA

29 DJA 40.00 2.30 19.96 YA

30 AIS 33.33 9.16 22.07 TIDAK

31 NMA 46.67 3.37 22.21 YA

32 AAC 53.33 7.83 25.88 TIDAK

33 RAB 46.67 21.80 18.13 TIDAK

34 SAA 40.00 2.23 22.66 YA

Page 25: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxv

35 SFA 40.00 6.17 19.84 TIDAK

36 JJJ 46.67 3.70 20.34 TIDAK

37 API 40.00 7.27 25.00 YA

38 NPA 33.33 3.73 23.37 TIDAK

39 RIA 66.67 22.40 17.75 TIDAK

40 GAA 20.00 5.57 20.06 YA

41 DHA 53.33 5.87 23.12 TIDAK

42 NES 33.33 8.97 23.50 YA

43 IYB 46.67 21.90 18.55 TIDAK

44 AFA 60.00 2.77 31.23 YA

45 IVA 60.00 10.70 19.07 TIDAK

46 ARA 60.00 13.70 18.97 YA

47 NFA 26.67 18.00 23.94 YA

48 LAA 26.67 4.43 18.73 YA

49 SAA 26.67 4.43 16.89 YA

50 JTA 53.33 4.93 18.08 TIDAK

51 YXA 13.33 2.27 24.90 YA

52 YTL 46.67 4.50 26.84 TIDAK

53 EAA 40.00 6.40 27.25 TIDAK

54 HRA 60.00 7.60 23.72 TIDAK

55 AMA 20.00 4.47 28.40 TIDAK

56 AMB 46.67 19.33 20.31 YA

57 JGW 33.33 3.10 23.03 YA

58 ARA 40.00 4.93 23.83 TIDAK

59 MZZ 46.67 7.83 22.76 TIDAK

60 SAA 33.33 5.63 24.22 YA

61 ASD 66.67 4.70 29.02 TIDAK

62 IAA 40.00 16.07 22.15 YA

63 ADM 20.00 3.97 23.03 YA

64 SDW 26.67 4.63 16.33 YA

65 ANA 40.00 6.53 27.29 TIDAK

66 MFH 46.67 5.87 18.14 TIDAK

67 HWS 73.33 1.53 16.04 TIDAK

68 RNP 20.00 6.93 23.14 TIDAK

69 MFA 40.00 3.00 21.80 YA

70 VTA 33.33 5.70 27.47 YA

71 MAA 40.00 8.00 20.32 TIDAK

72 SAA 40.00 5.23 19.15 YA

73 APA 20.00 5.77 26.03 YA

74 FJA 6.67 3.60 25.18 TIDAK

75 LAA 33.33 4.70 37.65 YA

Page 26: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxvi

76 FAA 20.00 3.73 24.16 YA

77 AQI 26.67 7.03 19.98 YA

78 AAA 40.00 4.93 24.54 TIDAK

79 FEP 20.00 6.07 30.42 TIDAK

80 VAA 46.67 5.50 17.04 TIDAK

81 FRA 53.33 3.30 21.71 TIDAK

82 EAA 46.67 4.70 20.20 TIDAK

83 AAB 20.00 3.60 19.49 YA

84 KAA 6.67 3.50 26.81 YA

85 WRA 40.00 7.40 20.20 YA

86 IUA 53.33 5.57 20.05 TIDAK

87 AMC 33.33 26.40 21.45 TIDAK

88 MFA 26.67 19.10 22.72 TIDAK

89 JAA 40.00 7.07 18.69 TIDAK

90 MIA 60.00 5.33 20.83 TIDAK

91 IFA 26.67 5.03 23.60 YA

92 AAC 26.67 6.77 22.86 YA

93 MAB 26.67 7.77 19.03 TIDAK

94 LAB 40.00 5.23 35.86 YA

95 KCL 6.67 3.77 26.81 YA

96 AAE 26.67 1.80 20.07 YA

97 IHA 13.33 8.73 24.17 YA

98 MFA 13.33 7.53 26.62 TIDAK

99 SJA 13.33 6.00 24.30 TIDAK

100 RNR 46.67 4.97 22.86 TIDAK

101 NAA 33.33 8.57 21.36 YA

102 NIB 26.67 8.30 19.47 YA

103 NIC 46.67 7.37 18.34 TIDAK

104 VHA 33.33 2.53 31.22 YA

105 DNJ 20.00 7.50 16.18 TIDAK

106 MUA 6.67 6.87 22.75 YA

107 ABA 40.00 3.67 21.33 TIDAK

108 SMM 20.00 16.77 23.23 TIDAK

109 NSA 33.33 3.90 22.89 YA

110 DSA 0.00 13.80 21.08 YA

111 IAA 26.67 11.13 16.66 TIDAK

112 AMA 26.67 6.17 22.55 TIDAK

113 RTS 33.33 4.70 24.77 TIDAK

114 VGA 26.67 9.90 17.15 YA

115 TNZ 20.00 5.43 28.91 YA

116 FZA 26.67 6.43 26.91 YA

Page 27: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxvii

117 CJS 26.67 4.10 23.44 YA

118 YKI 40.00 9.43 21.71 TIDAK

119 WWA 40.00 2.93 22.86 TIDAK

120 RDA 13.33 2.00 17.58 YA

121 NMA 46.67 5.93 20.32 TIDAK

122 ANR 40.00 2.30 27.77 TIDAK

123 PAA 40.00 1.70 20.27 TIDAK

124 NFK 33.33 12.50 19.91 YA

125 ASA 40.00 1.47 23.92 TIDAK

126 NAM 20.00 3.60 17.19 TIDAK

127 MAA 6.67 3.90 19.07 YA

128 VLS 33.33 3.53 21.78 TIDAK

129 YBP 26.67 1.73 23.51 TIDAK

130 VAA 20.00 2.13 16.53 TIDAK

131 AJP 20.00 1.67 25.32 TIDAK

132 RAA 13.33 7.77 17.36 TIDAK

133 AAA 26.67 3.60 25.64 TIDAK

134 ASN 26.67 3.17 25.68 YA

135 RHF 13.33 6.83 22.03 YA

136 SAZ 33.33 1.40 19.53 YA

137 KSH 26.67 3.97 22.21 YA

138 FSA 26.67 6.63 14.42 YA

139 RIA 20.00 2.93 22.03 YA

140 ACV 33.33 3.17 20.89 TIDAK

141 DLA 20.00 4.93 20.44 YA

142 NNM 26.67 7.33 23.42 TIDAK

143 FAD 0.00 5.07 21.93 YA

144 ANG 20.00 4.57 18.36 YA

145 ETN 20.00 19.10 21.83 YA

146 FMA 0.00 2.83 20.45 YA

147 JAA 26.67 3.53 21.22 YA

148 RRA 33.33 13.40 21.23 YA

149 AMB 26.67 4.07 23.73 TIDAK

150 AAC 26.67 3.83 17.60 YA

151 MIA 40.00 6.57 22.15 TIDAK

152 IFA 6.67 2.10 28.34 TIDAK

153 MRB 33.33 6.27 26.93 YA

154 YAA 20.00 4.20 20.07 YA

155 MAM 20.00 2.63 20.55 YA

156 GAA 33.33 6.00 27.01 YA

157 AZA 40.00 5.77 23.73 TIDAK

Page 28: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxviii

158 KAP 46.67 3.60 19.84 YA

159 WAA 46.67 4.00 22.58 YA

160 MFA 40.00 8.90 27.73 TIDAK

161 MZA 26.67 1.80 20.07 YA

162 AAA 46.67 4.73 17.04 YA

163 MFN 20.00 3.93 18.93 YA

164 RRA 40.00 3.87 21.64 TIDAK

165 DAA 26.67 3.60 32.66 TIDAK

166 FAA 26.67 5.47 24.49 YA

167 NAA 20.00 7.33 22.23 TIDAK

168 AAB 20.00 3.50 25.39 YA

169 FAB 40.00 3.37 23.94 YA

170 NNA 26.67 1.50 23.18 YA

171 FAC 40.00 4.37 19.59 YA

172 MAB 46.67 4.33 27.64 YA

173 AAC 13.33 3.73 20.76 TIDAK

174 EAA 46.67 4.40 24.09 YA

175 MIB 40.00 5.10 19.44 TIDAK

176 MBA 33.33 5.20 18.01 YA

177 NFS 33.33 6.27 21.51 TIDAK

178 RPA 13.33 3.80 28.69 YA

179 GWA 20.00 8.80 16.53 TIDAK

180 ESA 20.00 3.63 19.38 TIDAK

181 IAA 33.33 7.10 17.90 TIDAK

182 APA 40.00 4.33 23.34 YA

183 MWG 6.67 6.10 20.76 TIDAK

184 MHK 33.33 5.43 25.40 TIDAK

185 MFB 0.00 2.00 29.30 YA

186 MDJ 20.00 12.83 18.75 TIDAK

187 AAD 46.67 5.20 19.81 TIDAK

188 RWA 40.00 4.50 19.96 YA

189 MAN 26.67 6.40 25.84 YA

190 AMY 33.33 4.30 22.47 TIDAK

191 JYF 26.67 3.20 33.41 YA

192 MRB 33.33 8.03 24.09 TIDAK

193 RSA 26.67 4.60 20.20 YA

194 FCS 13.33 22.17 20.96 TIDAK

195 AUA 26.67 4.17 25.95 TIDAK

196 MMA 33.33 8.10 17.99 TIDAK

197 IAB 40.00 4.80 24.74 YA

198 AMR 26.67 7.63 24.90 YA

Page 29: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxix

199 ROH 26.67 7.10 22.99 YA

200 AAD 33.33 3.10 23.03 YA

JUMLAH 6446.67 1232.36 4481.94 YA= 98

RATA-RATA 32.23 6.16 22.41 TIDAK=102

Page 30: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxx

LAMPIRAN VI

REKAP GAMBARAN POLA DEFEKASI

KELUHAN FREKUENSI

MAHASISWA

KONSTIPASI

MAHASISWA

TIDAK

KONSTIPASI

Frekuensi defekasi <3x per minggu 39 5

Mengejan saat defekasi 58 22

Tinja menggumpal atau keras 55 4

Perasaan tidak selesai setelah defekasi 45 5

Sensasi obstruksi atau tersumbat pada

anorektal

27 0

Pengeluaran tinja secara manual 48 13

Page 31: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxxi

Lampiran VII

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KONSUMSI SERAT

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pengetahuan *

Konsumsi Serat 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%

Tingkat Pengetahuan * Konsumsi Serat Crosstabulation

Konsumsi Serat

Total Kurang Cukup

Tingkat Pengetahuan Kurang Count 114 12 126

Expected Count 112.8 13.2 126.0

Sedang Count 64 9 73

Expected Count 65.3 7.7 73.0

Baik Count 1 0 1

Expected Count .9 .1 1.0

Total Count 179 21 200

Expected Count 179.0 21.0 200.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square .505a 2 .777

Likelihood Ratio .601 2 .741

Linear-by-Linear Association .274 1 .601

N of Valid Cases 200

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .11.

Page 32: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxxii

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA DEFEKASI

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pengetahuan * Pola

Defekasi 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%

Tingkat Pengetahuan * Pola Defekasi Crosstabulation

Pola Defekasi

Total Normal Konstipasi

Tingkat Pengetahuan Kurang Count 53 73 126

Expected Count 64.3 61.7 126.0

Sedang Count 48 25 73

Expected Count 37.2 35.8 73.0

Baik Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

Total Count 102 98 200

Expected Count 102.0 98.0 200.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 11.346a 2 .003

Likelihood Ratio 11.866 2 .003

Linear-by-Linear Association 11.247 1 .001

N of Valid Cases 200

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .49.

Page 33: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxxiii

KONSUMSI SERAT TERHADAP POLA DEFEKASI

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsumsi Serat * Pola

Defekasi 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%

Konsumsi Serat * Pola Defekasi Crosstabulation

Pola Defekasi

Total Normal Konstipasi

Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 90 89 179

Expected Count 91.3 87.7 179.0

Diatas rata-rata Count 12 9 21

Expected Count 10.7 10.3 21.0

Total Count 102 98 200

Expected Count 102.0 98.0 200.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .354a 1 .552

Continuity Correctionb .133 1 .715

Likelihood Ratio .356 1 .551

Fisher's Exact Test .647 .359

Linear-by-Linear Association .353 1 .553

N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.29.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 34: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxxiv

KONSUMSI SERAT TERHADAP INDEKS MASSA TUBUH

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsumsi Serat * Indeks

Massa Tubuh 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%

Konsumsi Serat * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh

Total

Tidak

Overweight Overweight

Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 104 75 179

Expected Count 110.1 68.9 179.0

Diatas rata-rata Count 19 2 21

Expected Count 12.9 8.1 21.0

Total Count 123 77 200

Expected Count 123.0 77.0 200.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 8.320a 1 .004

Continuity Correctionb 7.009 1 .008

Likelihood Ratio 9.947 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .002

Linear-by-Linear Association 8.279 1 .004

N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.09.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 35: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

xxxv

Lampiran VIII

BIODATA PENULIS

Nama/ Name : MAHARANI AVE MARIA PURBA

Alamat/Address : Jl. Sahabat No. 34 Kecamatan Tamalanrea,

Makassar, Sulawesi Selatan

Kode Post /PostalCode : 90245

Nomor Telepon/Phone : (+62)82393390823

Email : [email protected]

Jenis Kelamin/Gender : Perempuan

Tanggal Kelahiran / Date of Birth : Kabanjahe, 20Oktober 1996

Status Marital /MaritalStatus : Belum menikah

Warga Negara/Nationality : Indonesia

Agama/ Religion : Kristen Protestan

Kegemaran/hobby : Membaca, bermain musik, naik gunung

Page 36: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan sebagai

kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dan untuk perbaikan

jaringan tubuh sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dalam

kehidupannya. Selain menjadi sumber energi dan zat pembangun, salah satu

fungsi zat makanan adalah sebagai zat pengatur, yaitu mineral dan vitamin

yang terdapat dalam sayur dan buah. Sayur-sayuran dan buah-buahan

merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan

dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

baik dalam keadaan mentahatau setelah diolah menjadi berbagai macam

bentuk masakan.

Namun akhir-akhir ini terjadi perubahan pola konsumsi pangan yang

menyebabkan menurunnya konsumsi serat hampir di seluruh provinsi di

Indonesia. Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat

semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data

RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur

dan atau buah 93,5%. Selain itu, Sulawesi Selatan menempati urutan kelima

terendah konsumsi serat di seluruh provinsi Indonesia dimana kecenderungan

proporsi penduduk ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah menurut provinsi

tahun 2013 Sulawesi Selatan sebesar 96,5 % (Riskesdas, 2013).Rata-rata

konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes

RI, 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang

Page 37: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

2

dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan

Gizi untuk orang de-wasa usia 19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki

dan 32 g/hari untuk perempuan (Ambarita, 2014).

Serat merupakan komponen dalam tanaman yang tidak dapat dicerna

oleh enzim pencernaan, secara alami terdapat dalam tanaman (sayuran, buah-

buahan, bijibijian dan kacang-kacangan). Makanan tinggi serat umumnya

memerlukan waktu lebih banyak untuk mengunyah dan mencerna. Makanan

yang mengandung serta tidak larut tidak dicerna dan menambah volume

makanan, sehingga mengurangi risiko konsumsi yang berlebihan. Sedangkan

serat larut air akan berubah menjadi substansi menyerupai gel selama proses

pencernaan dan memperlambat makanan melewati usus sehingga membuat

tubuh kenyang lebih lama. Konsumsi serat yang cukup dapat menurunkan

resiko obesitas.(AFIC, 2010).

Prevalensi IMT lebih, khususnya obesitas meningkat di seluruh dunia

hampir pada setiap negara dan pada semua kelompok usia. Data dari

Riskesdas Depkes RI tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas

pada kelompok umur dewasa sebesar 15.4 % dan overweight sebesar 13.5 %.

Jika prevalensi obesitas dan overweight digabungkan, maka prevalensi

penduduk Indonesia yang mengalami kelebihan berat badan sebesar 28.9 %

Ini adalah jumlah yang cukup besar karena lebih dari seperempat atau hampir

sepertiga penduduk Indonesia pada kelompok umur dewasa mengalami

kelebihan berat badan. Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada

tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, sedangkan prevalensi obesitas perempuan

dewasa (>18 tahun) 32,9 persen (Riskesdas, 2013). Faktor utama penyebab

overweight dan obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang, perubahan

Page 38: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

3

gayahidup, serta pola makan yang salah diantaranya pola makan tinggi lemak

dan rendah serat (Makaryani, 2013).

Serat juga memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi

tubuh. Salah satu gangguan yang dapat terjadi dalam tubuh akibat rendahnya

konsumsi serat adalah gangguan pola defekasi. Kita mengetahui bahwa

defekasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk

keberlangsungan fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada pola defekasi

dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.

Gangguan pola defekasi yang paling umum adalah konstipasi.

Studi prevalensi konstipasi yang dilakukan sampai saat ini melaporkan

prevalensi populasi konstipasi di Amerika berkisar antara 2% sampai 28%

dimana dalam konteks ini, sebagian besar survei didasarkan hanya pada

laporan sendiri dari konstipasi atau tidak. Konstipasi adalah salah satu

gangguan gastrointestinal yang paling sering di Amerika Serikat (Basson,

2017).Sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengalami masalah konstipasi,

yakni sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4-6% pada individu

yang berusia 70 tahun dan konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut

(Setyani, 2012). Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun

2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa

yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi konstipasi pada wanita

lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun tidak terpaut jauh (Sari, 2009).

Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan

serat ialah pengetahuan yang kurang, serupa dengan hasil penelitian Rachmi

(2007), pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat

Page 39: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

4

makanan. Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola

makan yang salah sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi serat yang

akhirnya mengakibatkan gangguan pola defekasi seperti konstipasi.

Mahasiswa kedokteran yang menuntut ilmu di dunia kesehatan dianggap

mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya

konsumsi makanan yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan

kesehatan, seperti konstipasi. Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi

pada mahasiswa kedokteran di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari

presentase hasil penelitian terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami

konstipasi Universitas Islam Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera

Utara (75,8%) dan resiko mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012

(92,98%).

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis akan melakukan penelitian

tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap

Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Page 40: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah ―Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan

dan konsumsi serat dengan pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin?‖

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 TujuanPenelitian Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan konsumsi serat terhadap

pola defekasi dan Indeks Massa tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pola defekasi pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

b. Untuk mengetahui distribusi tingkat pengetahuan serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

c. Untuk mengetahui distribusi konsumsi serat mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

d. Untuk mengetahui distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

e. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap

konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

Page 41: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

6

f. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap

pola defekasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

g. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap pola defekasi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

h. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap Indeks

Massa Tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Sebagai masukan dan informasi bagi fakultas maupun mahasiswa

kedokteran untuk usaha perbaikan dan intervensi gangguan pola defekasi.

2. Sebagai bahan bacaan atau data pembanding untuk penelitian selanjutnya

di masa yang akan datang.

3. Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menambah wawasan

dan pengembangan diri khususnya di bidang penelitian.

Page 42: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa

metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan

melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu

terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan

parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar

menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian

sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu

menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu

proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar

pelvis (Hidayat, 2006).

Rata-rata orang defekasi satu kali sehari, namun frekuensi yang normal

tidak sama pada setiap orang. Pada umumnya frekuensi normal defekasi

adalah berkisar tiga kali sehari sampai tiga kali dalam seminggu. Seseorang

dengan frekuensi defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu dikatakan

mengalami konstipasi dan lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses

yang cair dikatakan mengalami diare (Tresca, 2009).

Page 43: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

8

2.2 Anatomi dan Fisiologi Defekasi

Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal

Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang mendorong

tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor

regang di dinding rektum. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus

(yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih

kuat.Jika sfingter ani eksternus (yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi

defekasi.Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin

buang air besar.Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka

pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi

meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding

rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk

buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih

banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum sema memicu

refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi

Page 44: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

9

untuk menjamin kontinensia tinja. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu

oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan

ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat

meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja

(Sherwood, 2014).

2.3 Konstipasi

2.3.1 Defenisi Konstipasi

Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi

feses yang padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama

dengan 3 hari sekali. Menurut World Gastroenterology Organization

(WGO) konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir

obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau

defekasi yang jarang (33%) (Rajindrajith dkk, 2009).

Menurut North American Society of Gastroenterology and

Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul

selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada

pasien. Sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood

Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai

defekasi yang terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal

2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per minggu,

inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu,

masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan

defekasi, nyeri saat defekasi (Van Den Berg dkk, 2007).

Page 45: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

10

2.3.2 Epidemiologi Konstipasi

Konstipasi merupakan salah satu gangguan gastrointestinal

yang paling sering di Amerika Serikat (Basson, 2017), yaitu berkisar

antara 2-15% (Kliegman, 2007).Studi prevalensi konstipasi yang

dilakukan sampai saat ini melaporkan prevalensi populasi konstipasi

berkisar antara 2% sampai 28% dimana dalam konteks ini, sebagian

besar survei didasarkan hanya pada laporan sendiri dari konstipasi atau

tidak. Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun

2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak

3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi

konstipasi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun

tidak terpaut jauh.Perbandingan prevalensi konstipasi pada wanita dan

pria di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yaitu sekitar

60:40, di RSCM dari sebanyak 2397 pasien dengan gangguan saluran

cerna, terdapat 216 orang yang mengalami konstipasi, 87 di antaranya

adalah pria, dan 129 wanita.Jika dikonversikan 7,2% pria mengalami

konstipasi, sementara pada wanita yaitu 10,8%.

2.3.3 Etiologi Konstipasi

Kemungkinan penyebab tertundanya defeksi yang dapat

menimbulkan konstipasi mencakup (Sherwood, 2014):

a. Mengabaikan keinginan untuk buang air besar

b. Berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet

rendah serat

Page 46: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

11

c. Obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau

spasme kolon

d. Gangguan reflex defekasi, misalnya karena cedera jalur-

jalur saraf yang terlibat

2.3.4 Patofisiologi Konstipasi

Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang

mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum

merangsang reseptor regang di dinding rektum. Refleks ini

menyebabkan sfingter ani internus (yaitu otot polos) melemas dan

rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Sfingter anal

eksterna kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti

peristaltik kolon melalui anus. Relaksasi sfingter tidak cukup kuat,

maka sfingter ani eksterna dibantu otot puborektal akan berkontraksi

secara refleks dan refleks sfingter interna akan menghilang, sehingga

keinginan defekasi juga menghilang. Proses defekasi yang tidak lancar

akan menyebabkan feses menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari

biasanya dan dapat menyebabkan feses mengeras yang kemudian dapat

berakibat pada spasme sfingter ani. Feses yang terkumpul di rektum

dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi rektum yang

mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong feses

keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin banyak.

Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan

sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah terjadi

(Van Den Berg dkk, 2007).

Page 47: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

12

2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi

Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen,

nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai

mual, dan depresi mental.Berbeda dari anggapan umum, gejala gejala

ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang

tertahan. Meskipun me tabolisme bakteri menghasilkan bahan- bahn

yang mungkin toksik di kolon namun bahan-bahan ini normalnya

mengalir melalui sistem porta dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat

mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan

konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan usus besar,

terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan mereda

(Sherwood, 2014).

2.3.6 Diagnosis Konstipasi

Diagnosis konstipasi dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria

Rome III.Kriteria diagnosis tersebut terdiri dari kriteria general dan

kriteria spesifik (Lindberg dkk, 2010).

Kriteria general:

a. Adanya paling sedikit 3 bulan selama satu periode 6 bulan

b. Terdapat kriteria spesifik setidaknya satu dari empat kali

defekasi

c. Tidak cukupnya kriteria untuk inflammatory bowel syndrome

(IBS)

d. Tidak ada tinja atau jarangnya pengeluaran tinja

Kriteria spesifik, terdapat dua atau lebih gejala:

Page 48: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

13

a. Mengejan

b. Tinja yang menggumpal atau keras

c. Perasaan tidak selesai setelah defekasi

d. Sensasi obstruksi atau tersumbat pada anorektal

e. Mengaplikasikan maneuver digital atau pengeluaran secara

manual untuk memfasilitasi defekasi

f. Frekuensi defekasi <3 kali per minggu.

2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko konstipasi antara

lain(Lindberg, 2010)

a. Kurangnya asupan serat

b. Kurangnya latihan fisik dan tidak aktif

c. Penuaan

d. Stress, gangguan emosional/psikologi, depresi

e. Asupan kalori rendah

f. Jumlah obat yang diminum

2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi

Kebanyakan kasusdapat dikelola secara memadai dengan

pendekatan simtomatik:

a. Pendekatan pengobatan yang bergradasi didasarkan pada

rekomendasi perubahan gaya hidup dan diet, menghentikan

atau mengurangi obat yang menyebabkan sembelit, dan

pemberian suplemen serat atau agen pembentuk curah lainnya.

Page 49: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

14

Secara bertahap peningkatan serat (baik sebagai suplemen

standar atau tergabung dalam makanan) dan asupan cairan

umumnya dianjurkan.

b. Langkah kedua dalam pendekatan bergradasi adalah

menambahkan obat pencahar osmotik. Terbukti untuk

penggunaan polietilen glikol, tapi ada juga bukti bagus untuk

itu laktulosa. Obat baru lubiprostone dan linaclotide berperan

dengan merangsang sekresi ileum dan dengan demikian

meningkatkan air tinja.

c. Langkah ketiga mencakup obat pencahar stimulan, enema, dan

obat prokinetik. Obat pencahar stimulan dapat diberikan secara

oral atau rektal untuk merangsang aktivitas motor kolorektal.

Obat prokinetik juga dimaksudkan untuk meningkatkan

aktivitas pendorong usus besar namun berbeda dengan obat

pencahar stimulan, yang seharusnya hanya diambil terkadang,

mereka dirancang untuk dikonsumsi setiap hari (Lindberg,

2010)

2.3.9 Komplikasi Konstipasi

Rektum akan relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang apabila

defekasi tidak sempurna. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses

yang menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya

lebih sukar. Tekanan feses berlebihan menyebabkan kongesi vena

hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah satu penyebab

hemoroid (vena varikosa rectum). Mengejan terlalu sering dapat

Page 50: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

15

menimbulkan kerusakan saraf ekstrinsik apabila telah mengenai lantai

pelvis (Reynolds, 2012). Kanker kolon dan rectum merupakan kanker

saluran cerna yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi.

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hipertensi arterial, impaksi

fekal, fisura, serta megakolon (Setyani, 2012).

2.4 Konsumsi Serat

2.4.1 Defenisi Serat

Definisi fisiologis serat pangan (dietary fiber) adalah sisa sel

tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Serat

makanan adalah komponen bahan makanan nabati yang penting yang

tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada sistem

pencernaan manusia. Komponen yang terbanyak dari serat makanan

ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa

structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan ligin.

Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar (crude

fiber). Yang dimaksud dengan serat kasar adalah zat sisa asal tanaman

yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah bertutut-turut

diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali. Dengan

demikian nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan,

kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan (Beck,

2011).

Page 51: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

16

2.4.2 Penggolongan Serat Pangan

Serat pangan dapat digolongkan menjadi serat tidak larut dan

serat larut, yaitu : (Lestiani dkk, 2011).

a. Serat tidak larut (tidak larut air)

Serat tidak larut air diartikan sebagai serat pangan yang tidak

larut dalarn air panas rnaupun dingin. Sebagian besar serat

dalam bahan pangan merupakan serat yang tidak dapat larut.

Serat tidak larut terdiri dari karbohidrat yang mengandung tiga

macam polisakarida selulosa, hemiselulosa dan non karbohidrat

yang mengandung lignin. Sumber-sumber selulosa adalah kulit

padi, kacang polong, kubis, apel sedangkan hemiselulosa

adalah kulit padi dan gandum. Sumber-sumber lignin adalah

wortel, gandum dan arbei.

b. Serat larut (larut dalam air)

Serat larut air diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut

dalarn air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air

yang telah dicarnpur dengan ernpat bagian etanol.Serat yang

larut dalam air bersifat mudah dicerna. Serat larut air terdiri

dari pektin, gum, B-glukan dan psylium seed husk (PSH).

Bahan makanan yang kaya akan pektin adalah apel, arbei dan

jeruk. Gum banyak terdapat pada oatmeal dan kacang-

kacangan. Bekatul (oat) banyak mengandung B-glukan.PSH

adalah serat larut yang banyak terdapat pada tanaman plantago

ovate.

Page 52: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

17

2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan

Dengan metode analisis kimia yang modern, serat makanan

dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (Beck, 2011)

a. Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang merupakan tipe serat yang paling

umum dijumpai. Benang-benang serat yang panjang dan ulet

memberikan bentuk serat kekakuan pada tanaman, dan akan

menyelip diantara gigi-geligi manusia. Sayuran merupakan sumber

makanan yang kaya akan selulosa

b. Pektin

Pektin dan musilago. Bahan-bahan serat ini memiliki komposisi

yang serupa. Bahan tersebut semuanya merupakan polisakarida

non/selulosa tetapi dengan fungsi yang berbeda-beda di dalam

tanaman. Pektin bergabung dengan air membentuk gel. Keberadaan

pektin dalam buah memungkinkan dipertahankannya air di dalam

buah tersebut, misalnya sebutir jeruk mengandung air sebanyak 85

persen.Musilago ditemukan bercampur dengan endosperm dalam

biji sebagai tanaman.Bahan ini dapat mengikat air sehingga

mencegah keringnya biji dalam keadaan tak aktif. Biji pada buncis,

kacang polong, kacang kapri merupakan sumber yang kaya akan

serat musilago.

c. Lignin

Lignin merupakan serat yang memberikan bentuk struktur dan

kekuatan yang khas bagi kayu tanaman. Jumlah lignin dalam

Page 53: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

18

sebatang pohon bervariasi antara 10 hingga 50 persen dan jumlah

ini tergantung spesies dan maturitas pohon tersebut.

2.4.4 Manfaat Serat dalam Makanan

Fungsi dari serat sangat bervariasi tergantung dari sifat fisik

jenis serat yang dikonsumsi (Tala, 2009)

a. Serat larut akan memperlambat waktu pengosongan lambung,

meningkatkan waktu transit, mengurangi penyerapan beberapa zat

gizi. Sebaliknya serat tak larut akan memperpendek waktu transit

dan akan memperbesar massa feses

b. Kemampuan menahan air ini serat akan membentuk cairan kental

yang memiliki beberapa pengaruh terhadap saluran cerna, yaitu :

c. Waktu pengosongan lambung lebih lama. Cairan kental (gel)

tersebut menyebabkan kimus yang berasal dari lambung berjalan

lebih lama ke usus. Hal ini menyebabkan makanan lebih lama

dilambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang. Keadaan

ini juga memperlambat proses pencernaan karena karbohidrat dan

lemak yang tertahan dilambung belum dapat dicerna sebelum

masuk ke usus

d. Mengurangi bercampurnya isi saluran cerna dan enzim pencernaan.

Cairan kental yang terbentuk membuat adanya penghambat yang

mempengaruhi kemampuan makanan untuk bercampur dengan

enzim pencernaan

e. Menghambat fungsi enzim. Cairan kental yang terbentuk

mempengaruhi proses hidrolisis enzimatik didalam saluran cerna

Page 54: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

19

misalnya gum dapat menghambat peptidase usus yang dibutuhkan

untuk pemecahan peptida menjadi asam amino. Aktivasi lipase

pankreas juga berkurang sehingga menghambat pencernaan lemak.

f. Mengurangi kecepatan penyerapan nutrisi

g. Mempengaruhi waktu transit di usus

Beberapa jenis serat seperti lignin, pektin, dan hemiselulosa

dapat berikatan dengan enzim atau nutrisi didalam saluran cerna yang

memiliki efek fisiologis seperti:

a. Mengurangi absorbsi lemak sehingga akan terus ke usus besar

untuk diekskresi

b. Mengikat garam empedu sehingga micelle tidak dapat direabsorbsi

dan diresirkulasi melalui siklus enterohepatik

c. Menurunkan kadar kolesterol serum dengan meningkatnya ekskresi

garam empedu dan kolesterol serta berdegradasi dengan serat di

kolon sehingga menghambat sintesis asam lemak

d. Mempengaruhi keseimbangan mineral dengan berikatan dengan

kation seperti kalsium, seng, dan zat besi.

Metabolit utama yang terbentuk dari fermentasi serat adalah

asam lemak rantai pendek yang kemudian akan berperan dalam

meningkatkan absorbsi air, merangsang proliferasi sel, sebagai sumber

energi dan akan menimbulkan lingkungan asam di usus. Jenis serat

yang tidak larut atau yang lambat difermentasi berperan dalam

merangsang proliferasi bakteri yang bermanfaat untuk detoksifikasi

dan meningkatkan volume usus.

Page 55: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

20

2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat

Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat

penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari(Depkes RI,

2008).Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang

dianjurkan.Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk

mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food

Dietary Analysis menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah

25g 2000kalori atau 30g 2500kalori. American Diabetic Assosiation

menetapkan kebutuhan serat 25- 50g/hari untuk pencegahan penyakit

diabetes. Pada sensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia

menyarankan konsumsi serat sebanyak 25g/hari walaupun sudah ada

ketetapan tersebut tetapi harus diperhtikan kebiasaan makan, penyakit

yang diderita dan keluhan-keluhan lainnya (Lestiani dkk, 2011).

Orang dewasa mestinya mengonsumsi serat 20-35g per hari

atau 10-133 per 1.000 kkal menu. Bagi masyarakat AS dianjurkan

mengkonsumi serat makanan 25 g per 2.000 hkal menu atau 30 g per

2.500 kkal menu sehari. Kenyataannya asupan serat makanan pada

masyarakat AS lebih rendah dari anjuran, umumnya 10-15 g per

hari.Asupan serat 20-35 g setara 9 - 13 buah apel atau 12-16 potong

roti gandum per hari. Untuk anak di atas usia dua tahun, cukup 5 g

serat makanan per hari, dan ditingkatkan seirama dengan

bertambahnya usia (Williams CL, 1995), hingga mencapai asupan 25 •

35 g per hari setelah berusia 20 tahun.

Serat diperoleh dari makanan nabati, seperti buah, sayuran, biji-

bijian, dan kacang-kacangan. Serat makanan dalam sayuran yang

Page 56: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

21

dimasak meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah. Sayuran

rebus memiliki kadar serat paling tinggi (6,40%), disusul sayuran

kukus (6,24%) sayuran dimasak santan (5,98%), dan sayuran mentah

5,97%.

Terkhusus pada sayur dan buah, berdasarkan Pedoman Gizi

Seimbang (PGS) tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, orang Indonesia dianjurkan konsumsi

sayuran dan buah-buahan 300-400 gram/orang/hari untuk anak balita

dan anak usia sekolah, dan 400-600 gram/orang/hari untuk remaja dan

dewasa. Sekitar 2/3 dari jumlah sayuran dan buah-buahan tersebut

adalah porsi sayur (Kemenkes RI, 2013).

2.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)

2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung sebagai berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan

tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan

dengan kadar lemak tubuh total sehingga dapat dengan mudah

mewakili kadar lemak tubuh. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk

orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas, IMT tidak diterapkan

pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan

khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites dan hepatomegali.

Page 57: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

22

Menurut rumus metrik: (CDC,2009)

Berat Badan (Kg)

IMT= ------------------------

[ Tinggi badan (m) ]2

Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)

Atau menurut rumus Inggris:

IMT= Berat badan (lb)/ [Tinggi badan (in)]2 x 703

Tabel 2.5.1KlasifikasiIMT (WHO, Western Asia Pasifik)

Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas.

Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998

mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau

underwegiht, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau

overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal

bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas

dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (>30).

2.5.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT)

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi IMT, yaitu (Asil

dkk, 2014)

Page 58: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

23

a. Usia

Prevalensi obesitas meningkat secara terus menerus dari usia 20-60

tahun. Setelah usia 60 tahun, angka obesitas mulai menurun

b. Jenis Kelamin

Pria lebih banyak mengalami overweight dibandingkan wanita.

Distribusi lemak tubuh juga berbeda pada pria dan wanita, pria

cenderung mengalami obesitas visceral dibandingkan wanita.

c. Genetik

Beberapa studi membuktikan bahwa faktor genetik dapat

memengaruhi berat badan seseorang. Penelitian menunjukkan

bahwa orangtua obesitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-

anak obesitas.

d. Pola Makan

Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi makan, waktu

makan dan tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi termasuk asupan

zat gizi makro, asupan serat, asupan sarapan pagi, pola konsumsi

fast food, pola konsumsi makanan/minuman manis.

e. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik mencermikan gerakan tubuh yang disebabkan oleh

kontraksi otot menghasilkan energy ekspenditur. Bermain bola,

berjalan kaki,naik-turun tangga merupakan aktvitas fisik yang baik

untuk dilakukan. Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup

cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka

panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur

(Sugondo, 2010).

Page 59: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

24

2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Konsumsi serat yang adekuat dapat menurunkan resiko konstipasi dengan cara

memperlambat meningkatkan waktu transit dan memperbesar massa feses

sehingga proses defekasi dapat berjalan lancar. Peningkatan konsumsi

makanan berserat meurunkan waktu transit materi feses melalui kolon,

meningkatkan frekuensi defekasi, pola defekasi menjadi teratur, dan

mengurangi kerasnya feses. Serat tidak larut air yang lewat melalui saluran

pencernaan dapat membuat feses lebih lunak dan banyak. Utamanya pada

serat yang ditemukan pada produk biji-bijian utuh sangat membantu

menyembuhkan dan mencegah konstipasi (Clifford et al, 2015).

2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat

pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang (Beck,

2011) serta menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan

ekskresi garam empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam

lemak.Serat kental dapat menurunkan tingkat kolesterol darah terutama

kolesterol LDL (Slavin & Jacobs, 2010). Telah dilaporkan bahwa efek

peningkatan asupan serat lebih mengesankan pada individu obesitas.Pada

kelompok ini disimpulkan bahwa peningkatan rata-rata asupan serat dari 15

gram/hari menjadi 25-30 gram/hari membantu mengurangi prevalensi obesitas

(Slavin J, 2005).

Page 60: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

25

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL &HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka disusunlah pola variabel

sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

POLA DEFEKASI

TERGANGGU

(KONSTIPASI)

Umur

Stres

Kurangnya

asupan serat

Kurangnya

aktivitas fisik

Asupan kalori

rendah

Konsumsi

obat-obatan

Kehamilan Hiperkalsemia

Idiopatik

Kurang asupan

cairan

Hipertiroidisme

Jenis kelamin

Kelainan

saluran cerna

Tingkat

pengetahuan

serat

IMT LEBIH

(OVERWEIGHT)

Genetik

Pola Makan

Page 61: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

26

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran yang dikemukakan, maka disusunlah

pola variabel sebagai berikut.

Variabel independen

Variabel dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Pengetahuan

Defenisi :Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan

mengenai serat yaitu: jenis serat, sumber serat, angka

kecukupan serat per hari, manfaat serat, dan dampak

kurang serat.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Kurang, apabila skor tingkat pengetahuan responden

<40% dari jawaban yang benar.

- Sedang, apabila skor tingkat pengetahuan

responden 40-70% dari jawaban yang benar.

- Baik, apabila skor tingkat pengetahuan responden

>70% dari jawaban yang benar.

Konsumsi Serat

Pengetahuan Serat Pola Defekasi

IMT

Page 62: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

27

Skala : Ordinal

3.3.2 Konsumsi Serat

Defenisi : Rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi dalam sehari

oleh individu dalam satuan gram.

Alat ukur : Food record yang dibagikan kepada mahasiswa.

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Kurang dari rata-rata nasional, apabila konsumsi

serat <10,5 gram/hari.

- Di atas rata-rata nasional, apabila konsumsi serat

>10,5 gram/hari

Skala : Ordinal

3.3.3 Pola Defekasi

Defenisi : Pola defekasi dikatakan terganggu atau konstipasi

apabila terdapat dua atau lebih kriteria: (1) frekuensi

defekasi <3 kali per minggu; (2) mengejan; (3) tinja

yang menggumpal atau keras; (4) perasaan tidak selesai

setelah defekasi; (5) sensasi obstruksi atau tersumbat

pada anorektal, dan (6) pengeluaran secara manual

untuk memfasilitasi defekasi.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Konstipasi, apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria

Page 63: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

28

- Tidak konstipasi, apabila memenuhi kurang dari 2

kriteria

Skala : Ordinal

3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Defenisi : Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil

dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) seseorang.

Alat ukur : Tabel Klasifikasi IMT

Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur :- Overweight apabila IMT >23

- Tidak overweight apabila IMT <23

3.4 Hipotesis Penelitian

3.4.1 Hipotesis Null

a. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dengan konsumsi serat.

Page 64: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

29

b. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dengan pola defekasi.

c. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola

defekasi.

d. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT).

3.4.2 Hipotesis Alternatif

a. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan

konsumsi serat.

b. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan

pola defekasi.

c. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola

defekasi.

d. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT).

Page 65: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tipe dan Desain Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah analitik, dan desain penelitian yang

digunakan adalah cross sectional, yaitu peneliti mencari asosiasi antara

variabel pengaruh terhadap variabel efek, dengan menggunakan data primer

yang diperoleh dengan menggunakan lembar isian. Studi cross sectional

mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya

dilakukan hanya satu kali.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

pada bulan Novemer 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

4.3.2 Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknikpurposive sampling

dengan jumlah 200 orang yang terdiri dari 100 mahasiswa semester 1

dan 100 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

semester 7 yang memenuhi kriteria seleksi dan terpilih sebagai subjek

penelitian.

Page 66: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

31

4.4 Kriteria Seleksi

4.4.1 Kriteria Inklusi

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 1 dan 7

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang bersedia

berpartisipasi dalam penelitian.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

Mahasiswa yang memiliki faktor resiko lain selain konsumsi serat.

4.4.3 Kriteria Drop Out

Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap dan yang

mengundurkan dari dari penelitian ini.

4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random

sampling, dimana semua subjek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang

diperlukan terpenuhi.

Sampel yang digunakan sebanyak 200 orang yang terdiri dari 100 orang

mahasiswa semester I dan 100 orang mahasiswa semester 7.Dari 100 orang

tersebut, terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui angka kejadian

konstipasi responden.

Rumus persentase:

x 100%

Page 67: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

32

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel

bebas yaitu konsumsi serat dan frekuensi olahraga dengan kejadian

konstipasi mahasiswa yang masing-masing skala kategorik dengan

menggunakan uji Chi Square untuk meneliti hipotesis.

Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square

∑( )

Keterangan:

O: frekuensi yang didapatkan dari pengamatan.

E: frekuensi yang diharapkan.

Dasar pengambilan keputusan adanya hubungan tersebut

berdasarkan tingkat kesalahan (α) = 0,05, dengan penafsiran signifikansi

(nilai p) yaitu: a. Jika nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan. b. Jika nilai

p < 0,05 maka ada hubungan. Kemudian untuk memperoleh kejelasan

tentang dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat

melalui nilai odd ratio (OR).

Prinsip uji Chi-Square:

a. Merupakan analisis data kategorik.

b. Data dalam bentuk frekuensi (bukan proporsi/persentase).

c. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed

frequencies) dengan nilai harapan (expected frequencies).

d. Syarat: besar sampel cukup. Expected frequencies< 1 dan banyaknya sel

dengan expected frequency< 5 tidak lebih dari 20% dari banyak sel

seluruhnya.

Page 68: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

33

Bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka akan digunakan uji

Fisher’s Exact Test.

4.7 Manajemen Penelitian

4.7.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penelitian, tim peneliti akan memenuhi

administrasi untuk melakukan penelitian di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

4.7.2 Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Peneliti membagikan kuisioner sesuai dengan batasan yang

diinginkan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang

mana kriterianya antara lain mahasiswa Semester I dan VII yang

bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil

penelitian.

3. Penarikan kesimpulan dari penelitian.

4.7.3 Pengumpulan Data

Data dari penelitian ini diperoleh dengan pengumpulan data primer

yaitu dengan membagikan kuesioner untuk diisi oleh mahasiswa

kedokteran FK Unhas dan diseleksi sesuai kriteria.Kemudian

melakukan pengamatan terhadap data kuisioner yang telah

dikumpulkan dan mengolah data.

Page 69: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

34

4.7.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft

Excel dan aplikasi SPSS.

4.7.5 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel yang

dilengkapi dengan penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai

dengan tujuan penelitian.

4.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan permohonan izin kepada

institusi tempat pengambilan sampel. Kemudian peneliti melakukan penelitian

dengan menekankan masalah etik yaitu:

Tanpa nama (Anomity) yaitu untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan

mencantumkan nama pasien. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas subjek

yang terdapat pada penelitian, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang

merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

Page 70: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

35

4.10 Alur Penelitian

Gambar 4.10 Alur Penelitian

Rumusan

Masalah

Landasan

Teori

Rumusan

Hipotesis

Populasi

Pengembangan

Instrumen

Pengujian

Instrumen

Sampel

Pengumpulan

Data Analisis Data

Simpulan dan

Saran

Kriteria Inklusi

dan Eksklusi

Page 71: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

36

4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan

Anggaran Biaya:

Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian

Jenis Pengeluaran

Jumlah

(satuan)

Harga

Jumlah

Biaya

Pembuatan proposal dan

penelusuran pustaka

a. Fotokopi proposal

b. Kelengkapan berkas lainnya

3

1

Rp 7.000,-

Rp 50.000,-

Rp 21.000,-

Rp 50.000,-

Pengurusan izin penelitian

a. Fotokopi kelengkapan izin

untuk komisi etik

b. Biaya pengurusan etik

penelitian

5

1

Rp 4.400,-

Rp 75.000,-

Rp 22.000,-

Rp 75.000,-

Pelaksanaaan kegiatan

a. Alat tulis

b. Kuesioner

1

200

Rp 10.000,-

Rp 200.000,-

Rp 10.000,-

Rp 200.000,-

Pengolahan data dan

pembuatan laporan

a. Fotokopi hasil penelitian

b. Fotokopi skripsi

c. Jilid skripsi

3

3

3

Rp 7.000,-

Rp 21.000,-

Rp 20.000,-

Rp 21.000,-

Rp 63.000,-

Rp 60.000,-

Lain-Lain

Biaya tidak terduga

Rp 300.000,-

Page 72: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

37

Total Rp 822.000,-

Jadwal Kegiatan:

Tabel 4.11.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

NO NAMA KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 TAHAP

PERSIAPAN

Pembuatan dan

pengajuan

permohonan

bimbingan

Diskusi dengan

dosen pembimbing

Pembuatan dan

pengesahan proposal

penelitian

Pengajuan proposal

penelitian

Pembuatan

kelengkapan

perizinan

2 TAHAP

PELAKSANAAN

Pembagian kuesioner

Diskusi dengan

pembimbing

Analisis data

3 TAHAP

PELAPORAN

Penyusunan

rancangan (draft)

laporan penelitian

Page 73: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

38

Diskusi dengan

pembimbing

Pencetakan,

pengesahan dan

penggandaan

laporan hasil

Penelitian

Penyetoran laporan

hasil penelitian

Presentasi dan

Publikasi laporan

hasil penelitian

Page 74: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

39

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Univariat

1. Gambaran Pola Defekasi

Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.1.1 Sumber: Data Primer, 2017

Pola Defekasi n %

Konstipasi 98 49

Tidak Konstipasi 102 51

Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori konstipasi sebanyak 98 mahasiswa (49%) dan

yang termasuk kategori tidak konstipasi sebanyak 102 mahasiswa (51 %).

Page 75: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

40

Tabel Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.1.2 Sumber: Data Primer, 2017

Kriteria Konstipasi Tidak

Konstipasi

Total %

Frekuensi defekasi <3x

seminggu 39 5 44 13,7

Mengejan saat defekasi 58 22 80 24,9

Tinja menggumpal atau

keras 55 4 59 18,4

Perasaan tidak selesai

setelah defekasi 45 5 50 15,6

Sensasi obstruksi atau

tersumbat pada

anorektal 27 0 27 8,4

Pengeluaran tinja secara

manual 48 13 61 19

Total Keluhan 272 49 321 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

terdapat 321 kasus gangguan pola defekasi baik yang mengalami

konstipasi maupun tidak mengalami konstipasi. Sebanyak 44 mahasiswa

(13,7%) mempunyai frekuensi defekasi kurang dari 3 kali seminggu, 80

mahasiswa (24,9%) melakukan usaha mengejan saat defekasi, 59

mahasiswa (18,4%) mempunyai tinja menggumpal atau keras saat

defekasi, 50 mahasiswa (15,6%) merasa tidak selesai setelah defekasi, 27

mahasiswa (8,4%) mengalami sensasi obstruksi atau sumbatan pada

anorektal dan 61 mahasiswa (19%) melakukan pengeluaran tinja secara

manual saat defekasi.

Dari 102 mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi, sebanyak 49

mahasiswa (48%) yang mengalami gangguan defekasi, memenuhi 1 dari

Page 76: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

41

kriteria dan 53 mahasiswa (62%) yang mempunyai pola defekasi normal.

2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat

Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.2 Sumber: Data Primer, 2017

Tingkat Pengetahuan Serat n %

Kurang 126 63

Sedang 73 36,5

Baik 1 0,5

Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa, yang

memiliki tingkat pengetahuan serat yang kurang 126 mahasiswa

(63%),tingkat pengetahuan sedang 73 mahasiswa (36,5%), dan tingkat

pengetahuan baik sebanyak 1 mahasiswa (0,5 %).

3. Distribusi Konsumsi Serat

Tabel Distribusi Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.3 Sumber: Data Primer, 2017

Konsumsi Serat n %

Kurang dari rata-rata 179 89,5

Diatas rata-rata 21 10,5

Total 200 100

Page 77: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

42

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori konsumsi makanan berserat kurang sebanyak 179

mahasiswa (89,5%)dan yang termasuk kategori pola makanan berserat

cukup sebanyak 21 mahasiswa (10,5%).

4. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.4 Sumber: Data Primer, 2017

Indeks Massa Tubuh (IMT) n %

Overweight 77 38.5

Tidak Overweight 123 61.5

Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori overweight sebanyak 77 mahasiswa (38,5%) dan

yang termasuk kategori tidak overweight sebanyak 123 mahasiswa

(61,5%).

Page 78: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

43

5.2. Analisis Bivariat

1.Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat

Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuandengan Konsumsi Serat

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.1 Sumber: Data Primer, 2017

Tingkat

Pengetahuan

Serat

Konsumsi Serat

Total p-value Kurang

dari rata-

rata

Diatas

rata-rata

Kurang 114 12 126

0,777

90,5% 9,5% 100%

Sedang 64 9 73

87,7% 12,3% 100%

Baik 1 0 1

100% 0% 100%

Total 179 21 200

89,5% 10,5% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa

dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 114 mahasiswa

(90,5%) mempunyai konsumsi serat kurang dari rata-rata dan 12

mahasiswa (9,5%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Sedangkan

dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat sedang, sebanyak 64

mahasiswa (87,7%) mempunyai konsumsi serat kurangdari rata-rata dan 9

mahasiswa (12,3%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Dan hanya

ada satu mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan

memiliki konsumsi serat kurang dari rata-rata.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan tidak terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-

value>0,05 yaitu 0,777.

Page 79: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

44

2.Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.2Sumber: Data Primer, 2017

Tingkat

Pengetahuan

Serat

Pola Defekasi

Total p-value Tidak

Konstipasi Konstipasi

Kurang 53 73 126

0,003

42,1% 57,9% 100%

Sedang 48 25 73

65,7% 34,3% 100%

Baik 1 0 1

100% 0% 100%

Total 102 98 200

51% 49% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa

dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 73 mahasiswa (57,9%)

menderita konstipasi dan 53 mahasiswa (42,1%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat

sedang, sebanyak 25 mahasiswa (34,3%) yang menderita konstipasi dan 48

mahasiswa (65,7%) yang tidak menderita konstipasi. Dan hanya ada satu

mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan tidak

menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi

konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

dimana p-value <0,05 yaitu 0,003.

Page 80: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

45

3. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.3Sumber: Data Primer, 2017

Konsumsi Serat

Pola Defekasi

Total p-value Tidak

Konstipasi Konstipasi

Kurang 90 89 179

0,552

50,3% 49,7% 100%

Cukup 12 9 21

57,1% 42,9% 100%

Total 102 98 200

51% 49% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa

dengan konsumsi makanan berserat kurang, sebanyak 89 mahasiswa

(49,7%) menderita konstipasi dan 90 mahasiswa (50,3%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan konsumsi makanan

berserat cukup, sebanyak 9 mahasiswa (42,9%) yang menderita konstipasi

dan 12 mahasiswa (57,1%) yang tidak menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi

konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

dimana p-value >0,05 yaitu 0,552.

Page 81: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

46

4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.4Sumber: Data Primer, 2017

Konsumsi Serat

IMT

Total p-value Tidak

Overweight Overweight

Kurang 104 75 179

0,004

58,1% 41,9% 100%

Cukup 19 2 21

90,5% 0,5% 100%

Total 123 77 200

61,5% 38,5% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.3 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa

dengan pola makanan berserat kurang, sebanyak 75 mahasiswa (41,9%)

menderita konstipasi dan 104 mahasiswa (58,1%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan pola makanan berserat

cukup, sebanyak 2 mahasiswa (0,5%) yang menderita konstipasi dan 19

mahasiswa (90,5%) yang tidak menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan terdapat

hubungankonsumsi serat dengan gangguan pola defekasi konstipasi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-

value<0.05 yaitu 0,004.

Page 82: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

47

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat

Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat

pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Rachmi (2007) dimana salah satu faktor yang menyebabkan

seseorang kekurangan asupan serat ialah pengetahuan yang kurang. Tingkat

pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola makan sehingga

menyebabkan kurangnya konsumsi serat, sehingga seseorang dengan tingkat

pengetahuan gizi yang baik akan menerapkan pola konsumsi makan yang

sehat sehingga dapat menghindarkannya dari kurang asupan serat.

Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih

kurang (63%), sedang (36,5%) dan baik (0,5%). Apabila dirata-ratakan maka

pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor mahasiswa semester I adalah

27,8% dan semester 7 adalah 36,67%. Sebanyak 89,5% mahasiswa

mempunyai konsumsi serat dibawah rata-rata nasional dan 100% mahasiswa

mempunyai konsumsi serat dibawah AKG dengan rata-rata konsumsi serat

6,16 g/hari.

Hal ini menunjukkan bahwa meski mempunyai tingkat pengetahuan

yang baik ataupun sedang, ternyata mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin masih belum menerapkannya dan mempunyai tingkat

konsumsi serat yang rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya

konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

antara lain kurangnya minat atau selera terhadap makanan berserat tinggi

Page 83: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

48

seperti sayur dan buah, tidak ada waktu untuk mengolah makanan tersebut

atau tidak mengingat, sulit mendapatkan, dan harga sayur atau buah yang

mahal.

6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Pada penelitian ini terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dan pola defekasi. Mahasiswa kedokteran dianggap mempunyai tingkat

pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya konsumsi makanan

yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan kesehatan, seperti konstipasi.

Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi pada mahasiswa kedokteran

di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari presentase hasil penelitian

terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami konstipasi Universitas Islam

Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera Utara (75,8%) dan resiko

mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012 (92,98%).

Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih

kurang (dimana skor tingkat pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor

tingkat pengetahuan rata-rata mahasiswa semester I adalah 27,8% dan

semester 7 adalah 36,67%. Hubungan ini merupakan hubungan yang negatif

dimana semakin rendah tingkat pengetahuan mahasiswa, semakin tinggi

keluhan pola defekasi yang dialami seperti konstipasi. Angka kejadian

konstipasi adalah 49% dan dari mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi

tetapi masih mempunyai gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya

sebesar 26,5% mahasiswa yang memiliki pola defekasi normal.

Page 84: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

49

6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara konsumsi serat

dengan pola defekasi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Indah Paradifa Sari, dimana hasil analisis bivariat menunjukkan tidak

adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi serat terhadap pola defekasi

pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand Angkatan 2012 (Sari I. P., 2016).

Namun berbeda dengan penelitian Sari (2011) dan Oktaviana (2013) dimana

konsumsi serat rendah berpengaruh terhadap pola defekasi yaitu konstipasi.

Hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara pengolahan makanan yang menjadi

sumber serat.

Menurut Uliyah dan Ahmad (2008), makanan yang memiliki

kandungan serat tinggi dapat membantu percepatan defekasi namun jumlah

serat dan jenis serat juga sangat berperan dimana erat dapat mencegah dan

mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air ketika melewati saluran

pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses, namun jika asupan air

kurang, konstipasi dapat terjadi.

Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food Dietary Analysis

menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah 25g 2000kalori atau 30g

2500kalori. Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat

penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes RI, 2008). Nilai

ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan.

Sedangkan pada penelitian ini didapatkan rata-rata konsumsi serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yaitu 6,16 g/hari

dengan presentase sebanyak 89,5% mahasiswa mempunyai konsumsi serat

Page 85: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

50

dibawah rata-rata nasional. Angka kejadian konstipasi adalah 49% dan dari

mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi tetapi masih mempunyai

gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya sebesar 26,5% mahasiswa

yang memiliki pola defekasi normal. Hal ini menunjukkan meskipun konsumsi

serat rendah, terdapat mahasiswa tidak mengalami konstipasi namun memiliki

resiko untuk mengalami gangguan defekasi.

6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat

pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Baiti (2015) dimana asupan serat tidak memiliki hubungan yang

bermakna terhadap status gizi seseorang, dan juga penelitian Rusmiyati (2013)

menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi serat terhadap kejadian

obesitas.

Salah satu faktor utama penyebab overweight dan obesitas selain usia,

jenis kelamin, genetik, aktivitas fisik, dan perubahan gaya hidup adalah pola

makan (Makaryani, 2013). Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi

makan, waktu makan dan tingkat konsumsi asupan zat gizi makro dan asupan

serat. Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat

pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang dan

menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan ekskresi garam

empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam lemak.

Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan bahwa angka penderita

overweight dan obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin adalah 77 orang atau sekitar 38,5% dari 200 mahasiswa. Angka

Page 86: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

51

ini cukup tinggi dan harus menjadi peringatan dimana rerata umur mahasiswa

tersebut masih berkisar 18-21 tahun. Dari 77 mahassiwa tersebut, sebanyak 75

mahasiswa (97,4%) mempunyai konsumsi serat yang kurang.

Page 87: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

52

BAB 7

RINGKASAN, KESIMPULAN, DAN SARAN

7.1 Ringkasan

7.1.1 Pola defekasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin yangterganggu atau mengalami konstipasi sebanyak 98

mahasiswa (49%).

7.1.2 Distribusi tingkat pengetahuan serat pada mahasiswa Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar

termasuk pada kategori kurang yaitu sebanyak 126 orang (63%).

7.1.3 Distribusi konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin sebagian besar termasuk pada kategori kurang

yaitu sebanyak 179 mahasiswa (89,5 %).

7.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin termasuk kategori overweight

sebanyak 77 mahasiswa (38,5%).

7.2 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

7.2.1 Tingkat pengetahuan serat tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat

terjadi karena pengaruh kurangnya penerapan pola konsumsi serat

yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

7.2.2 Tingkat pengetahuan serat berpengaruh terhadap pola defekasi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana

Page 88: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

53

semakin baik tingkat pengetahuannya maka pola defekasinya akan

semakin baik.

7.2.3 Konsumsi serat tidak berpengaruh terhadap pola defekasi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat terjadi

karena faktor resiko lain seperti kebiasaan mahasiswa untuk menahan

keinginan atau menunda buang air besar.

7.2.4 Konsumsi serat berpengaruh terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana

semakin baik konsumsi seratnya maka IMT-nya normal.

7.3 Saran

7.3.1 Bagi Mahasiswa

Dalam penelitian ini tidak didapatkan mahasiswa yang tercukupi

asupan serat per hari menurut AKG maka disarankan bagi mahasiswa

untuk lebih memperhatikan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi

setiap harinya dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran dan

makanan lain yang mengandung banyak serat serta melakukan

aktivitas fisik yang cukup untuk menghindari resiko overweight. Selain

itu, mahasiswa harus lebih memperhatikan pola defekasinya dengan

baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan seperti menahan keinginan

atau menunda buang air besar.

7.3.2 Bagi Peneliti

Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dan mempelajari lebih

dalam tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola defekasi

Page 89: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

54

untuk meningkatkan kualitas penelitian ini. Selain itu, sebaiknya

peneliti melakukan validasi terhadap kuesioner dengan mengujikannya

terlebih dahulu tingkat kesulitannya sebelum diberikan kepada sampel

yang akan diteliti.

Page 90: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

55

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, E. M. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola

Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 9(1): 7-

14.

Asil, E et al. 2014. Factors That Affect Body Mass Index of Adults. Pakistan

Journal of Nutrition 13 (5): 255-260

Asian Food Information Centre. Dietary Fiber – An essential Ally in Weight

Management. [Dikutip 15 Desember 2010]. Diunduh dari

http://www.afic.org/WMWS/dietary_fiber.shtml

Baiti, Alfi Nur. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Konsumsi Serat

dengan Status Gizi Remaja Putri di SMK Batik 2 Surakata. Naskah Publikasi

Ilmu Gizi.

Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada Minggu 28 Mei 2017 dari

Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.

Beck, Mary E. 2011.Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakitpenyakit

untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica (YEM).

Clifford, J. et al. 2015. Dietary Fiber. Colorado State University Extention.

Hidayat, Alimul, Aziz A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi

Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. Pedoman Gizi Seimbang (Pedoman Teknis bagi Petugas

dalamMemberikan Penyuluhan Gizi Seimbang).Direktorat Jenderal Bina Gizi

dan KIA KKR. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.

Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia:

Elsevier.

Page 91: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

56

Lestiany, L. dan Aisyah.2011. Peran Serat dan Penatalaksanaan Kasus Masalah

Berat Badan. Jakarta: Bagian Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas

Indonesia.

Lindberg G, Hamid S, Malfertheiner P, et al. 2010. Constipation: a global

perspective. World Gastrienterology Organization Global Guidelines.

Makaryani, Rina Y. 2013. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian

Overweight Pada Remaja Putri SMA Batik 1 Surakarta. Universitas

Muhammadiyah Surakarta : Jawa Tengah.

Rajindrajith S. Devanarayana NM. Mettananda S. Perera P. Jasmin S.

Karunarathna U. 2009. Constipation and functional faecal retention in a group

of school children in a district in Sri Lanka.Srilanka Journal Children Health.

38(2):60-4

Reynolds, J. 2012. Chronic Constipation. In William, & Snape, Pathogenesis of

Functional Bowel Disease: Mechanisms and Management of Chronic

Constipation. US: Springer, hh. 199-221.

Riskesdas. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas). Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.

Santoso A, Ranti L. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sarah M. Camhi1, George A. Bray1, Claude Bouchard1, Frank L. Greenway1,

William D. Johnson1, et al. 2011. The Relationship of Waist Circumference

and BMI to Visceral, Subcutaneous, and Total Body Fat: Sex and Race

Differences, Obesity.

Sari, SK. 2009.Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universtitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat Untuk Mencegah

Konstipasi Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Page 92: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT …

57

Setyani, FAR.2012. Dampak Minuman Probiotik dalam Upaya Pencegahan

Konstipasi pada Pasien Infark Miokard di RSPAD Gatot Seobroto Jakarta.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Slavin J. 2005.Dietary Fiber and Body Weight. Nutrition 21: 411-418.

Slavin, J. and D. R. Jacobs. 2010. Dietary Fiber: All Fibers Are Not Alike. In T.

Wilson, Nutrition and Health: Nutrition Guide for Physician. New York City:

Humana Press: hh. 13-24.

Snell, Richard S. et al. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.

Sugondo, S. 2010. Obesitas dan Diabetes. In: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I.

Tresca, A.J. 2009. Normal Bowel Movement. Available from:

http://ibdcrohns.about.com/od/dailylife/a/normalbm.htm [Accesed 19 April

2010].

Uliyah, M. dan Ahmad, H. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Van Den Berg MM, Benninga MA, Di Lorenzo C. 2007. Epidemiology of

childhood constipation: a systematic review.

Witasari dkk. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat dan

Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol. 10 No.2.