HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN …eprints.ums.ac.id/71565/11/NASKAH...
Transcript of HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN …eprints.ums.ac.id/71565/11/NASKAH...
HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA LANSIA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ALDHANIASTITI KUNCAHYA
J210171186
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
Hari/Tanggal: Rabu, 13 Februari 2019
iii
1
HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA LANSIA
Abstrak
Semakin bertambahnya usia maka tejadi beberapa permasalahan pada lansia
diantaranya adalah penurunan fungsi organ dalam tubuh, penurunan tingkat
kesehatan, dan juga gangguan pada keseimbangan psikologis. Lansia
membutuhkan perhatian dan dukungan lebih dari lingkungan dan juga
keluarganya. Keluarga menjadi orang terdekat yang berinteraksi dengan lansia
sehingga komunikasi dalam keluarga dapat sangat berpengaruh terhadap
kondisi psikologis lansia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara pola komunikasi keluarga dengan psychological well-being pada lanjut
usia di Desa Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain
korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia di Desa Bendo
Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Sampel penelitian sebanyak 84
responden lansia yang ditentukan menggunakan teknik Simple Random
Sampling. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner, dan analisis data yang
digunakan yaitu uji korelasi Spearman Rank (RHO). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa p-value sebesar 0,001 dengan nilai signifikansi 0,812
sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa pola komunikasi keluarga
memiliki hubungan yang sangat kuat dengan psychological well-being lansia.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat psychological well-being
adalah demografi, kesehatan, spiritualitas, dukungan sosial, emosi, dan
kepribadian. Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
pola komunikasi keluarga dengan psychological well-being pada lansia di
Desa Bendo.
Kata kunci: lansia, pola komunikasi keluarga, psychological well-being
Abstract
Increasing age, there are several problems in the elderly, including the
infunction of organs in the body, decrease in the level of health, and also
disturbances in psychological balance. Elderly needs more attention and
support from the environment and also their family. The family becomes the
closest person to interact with them so that communication in the family can
perfectly affect their psychological condition. This study aims to determine the
relationship between family communication paterns with psychological well-
being in the elderly at Bendo Village, Nogosari, Boyolali Regency. This
research is quantitative research using correlational design. The population
in this study was the elderly at Bendo Village, Nogosari, Boyolali Regency.
The sample of this study was 84 respondents who were determined using the
Simple Random Sampling technique. The instrument of this research is a
questionnaire, and the data analysis used is the Spearman Rank (RHO)
2
correlation test. The results showed that the p-value was 0.001 with a
significance value 0.812 so that H0 was rejected. The other factors that affect
to psychological well-being level are demographics, health factor, religiusity,
social support, emotional factor, and personality. It conclude that there is a
greatly strong relationship between the family communication patterns and
the elderly psychological well-being.
Keywords: elderly, family communication patterns, psychological well-beig
1. PENDAHULUAN
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaan. Hal tersebut merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dihindari oleh setiap manusia (Notoatmodjo, 2012 ).
Berdasarkan data demografi penduduk, pada tahun 2017 terdapat
23,4 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia atau sebanyak 8,48% (BPS,
2018). Dan diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 akan mencapai
27,08 juta, tahun 2025 mencapai 33,69 juta, tahun 2030 mencapai 40,95
juta dan tahun 2035 mencapai 48,19 juta (Kemenkes RI, 2018).Besarnya
persentase ini perlu menjadi perhatian tersendiri mengingat di satu
sisisemakin meningkatnya lansia berarti kualitas hidup semakin baik
seiring semakin baiknya akses untuk mendapatkan fasilitas kesehatan
sehingga usia harapan hidup meningkat.
Kesejahteraan psikologis pada lansia penting untuk
dikembangkan karena dengan kesejahteraan psikologislansia menjadi lebih
bahagia dan merasakan kepuasaan dalam hidupnya, menghindarkan
mereka dari kesendirian,ketidakbahagiaan, dan depresi. Succesful Aging
merupakan langkah penting yang harus dicapai, sehingga lansia akan
memiliki tingkat harapan hidup dan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi
(Amalia, 2016).
Keterikatan dalam keluarga dibangun karena adanya komunikasi
dalam keluarga. Komunikasi keluarga adalah salah satu dari empat
dimensi struktural keluarga peran, norma dan nilai, kekuasaan. Dimensi
3
tersebut saling berhubungan dan saling bergantung secara erat. Karena
keluarga merupakan suatu sistem sosial, maka terdapat interaksi dan
umpan balik berkesinambungan. Pola komunikasi dalam keluarga
mencerminkan hubungan yang ada dalam keluarga. Komunikasi yang jelas
dan fungsional antar anggota keluarga merupakan alat yang penting untuk
mempertahankan suasana kondusif yang diperlukan untuk
mengembangkan perasaan berharga dan harga diri dalam keluarga
(Friedman, Bowden & Jones, 2014).Saat lansia memiliki support system
yang baik, maka akan meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
mental dan motivasi dalam hidup lansia (Maryam, dkk dalam Siboro &
Rusdi, 2012).Sehingga komunikasi berperan penting dalam menentukan
kesejahteraan psikologis lansia.Berdasarkan data dan uraian tersebut
penulis ingin meneliti lebih jauh tentang hubungan antara pola komunikasi
keluarga dengan Psychological Well-being pada lansia di Desa Bendo
Nogosari Boyolali.
2. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain penelitian korelasional. Populasi pada penelitian ini adalah lansia
yang tinggal di Desa Bendo Nogosari Boyolali. Sampel penelitian
sebanyak 84 responden lansia yang ditentukan dengan menggunakan
tehnik simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan
instrumen kuesioner yang di berikan kepada seluruh responden pada waktu
yang tidak bersamaan sesuai ketersediaan responden. Penelitian dibantu
oleh 3 asisten penelitian dan pengisian kuesioner dilakukan dengan
menjelaskan dan atau membacakan kuesioner pada responden. Setelah itu
data dianalisa menggunakan uji Spearman Rank (RHO).
4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden
N %
1 Usia a. 60-74 tahun 73 86,9 %
b. 75-89 tahun 11 13,1 %
2 Jenis
Kelamin
a. Laki-laki 40 47,6 %
b. Perempuan 44 52,4 %
3 Pendidikan
Terakhir
a. Tidak Sekolah 25 29,8 %
b. SD 50 59,5 %
c. SMP 3 3,6 %
d. SMA 2 2,4 %
e. Perguruan Tinggi 4 4,8 %
4 Status
Pekerjaan
a. Swasta 3 3,6 %
b. Wiraswasta 6 7,1 %
c. Petani 30 35,7 %
d. Buruh 34 40,5 %
e. PNS 2 2,4 %
f. Pensiunan 4 4,8 %
g. Tidak bekerja 5 6,0 %
5 Status
Perkawinan
a. Menikah 66 78,6 %
b. Tidak Menikah 2 2,4 %
c. Janda/Duda 16 19.0 %
6 Status
Tinggal
a. Bersama
Suami/Istri
37 44,0 %
b. Bersama
suami/istri dan
atau Anak/cucu
46 54,8 %
c. Lain-lain 1 1,2 %
3.2 Analisis Univariat
3.2.1 Distribusi frekuensi pola komunikasi keluarga
Tabel. 2 Analisis Univariat Pola Komunikasi Keluarga
Pola
Komunikasi
Keluarga
Responden
N %
Fungsional 68 81,0 %
Disfungsional 16 19,0 %
Total 84 100 %
5
3.2.2 Distribusi frekuensi psychological well-being
Tabel. 3 Analisis Univariat Psychological well-being Lansia
Psychological well-
being Lansia
Responden
N %
Tinggi 67 79,8 %
Rendah 17 20,2 %
Total 84 100 %
3.3 Analisis Bivariat
Tabel. 4Tabulasi Silang Pola Komunikasi Keluarga dengan
Psychological well-being
Pola
Komunikasi
Keluraga
Psychological well-being
Tinggi Rendah Total
Frek % Frek % Frek %
Fungsional 65 77,4 3 3,6 68 81,0
Disfungsional 2 2, 4 14 16,7 16 19,0
Total 67 79,8 17 20,2 84 100,0
Tabulasi silang pola komunikasi keluarga dengan
psychological well-being lansia menunjukkan adanya
kecenderungan tingkat psychological well-being yang tinggi jika
pola komunikasi keluarga fungsional. Pada psychological well-
being lansia yang rendah sebagian besar responden memiliki pola
komunikasi keluarga disfungsional yaitu 14 responden (16,7 %),
sedangkan pada pola komunikasi fungsional terdapat 65 responden
(77,4 %) mempunyai tingkat psychological well-being yang tinggi.
Selain itu terdapat 2 responden (2,4 %) dengan pola komunikasi
keluarga disfungsional dan memiliki tingkat psychological well-
being yang tinggi, dan 3 responden (3,6 %) dengan pola
komunikasi keluarga fungsional memiliki tingkat psychological
well-being yang rendah.
Untuk mengetahui hubungan kedua variabel, data diuji
menggunakan uji Spearman Rank (RHO).
6
Tabel. 5 Uji Korelasi Spearman Rank (RHO)
Pola
Komunikasi
Keluarga
Psychologycal
Well-Being
Spearma
n's rho
Pola
Komunikasi
Keluarga
Correlation
Coefficient 1.000 .812**
Sig. (2-
tailed) . .000
N 84 84
Psychologyca
l Well-Being
Correlation
Coefficient .812** 1.000
Sig. (2-
tailed) .000 .
N 84 84
Hasil analisis menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar
0,001 yaitu <0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya
terdapat hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan
psychological well-being lansia. Besar hubungannya adalah 0,812
dimana menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kedua
variabel (Sugiyono, 2010).
3.4 Pembahasan
3.4.1 Karakteristik responden
Karakteristik sampel menunjukan distribusi usia terbanyak
adalah usia 60-74 tahun, jenis kelamin terbanyak perempuan
yaitu sebanyak 44 responden (52,4 %), pendidikan lansia
terbanyak yaitu SD 50 responden (59,5 %), status pekerjaan
diketahui distribusi terbanyak adalah buruh 34 responden (40,5
%) dan petani 30 responden (35,7%), status perkawinan
diketahui distribusi terbanyak berstatus menikah yaitu sejumlah
66 responden (78,6 %), dan berdasarkan status tinggal sebagian
besar responden tinggal bersama anak yaitu sebanyak 46
responden (54,8 %). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden merupakan kelompok lansia yang memasuki
tahapan eldery. Ditinjau dari usia, individu yang lebih tua
7
memiliki psychological well-being yang relatif lebih tinggi
hingga usia tertentu (Riandana, 2016). Menurut Ryff (1995)
dalam Ismawati (2013) perbedaan jenis kelamin mempengaruhi
aspek-aspek kesejahteraan psikologis bahwa perempuan
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam membina
hubungan yang lebih positif dengan orang lain serta memiliki
pertumbuhan pribadi yang lebih baik daripada pria.
Sesuai hasil Susenas tahun 2012 diketahui tingkat
pendidikan lansia di Indonesia relatif rendah, terutama lansia
yang tinggal di pedesaan (Kemenkes RI, 2013). Tetapi
pendidikan yang rendah tidak menjamin rendahnya
psychological well-being pada lansia yang tinggal di desa. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Ahmad,
Hartati, dan Aulia (2014) bahwa lansia yang tinggal di desa
memiliki nilai kesejahteraan psikologis yang tinggi, karena
pada masyarakat desa hubungan antar masyarakat masih
terjalin dengan erat dibandingkan dengan masyarakat yang
tinggal di kota. Status bekerja di sektor pertanian terjadi karena
faktor tempat tinggal lansia berada di pedesaan. menurut hasil
Sakemas tahun 2011, sektor pertanian menjadi tumpuan
sebagian besar lansia dikarenakan tingkat pendidikan lansia
yang tergolong rendah, sedangkan sektor pertanian terbuka
untuk semua kalangan pendidikan (Kemenkes RI, 2013).
3.4.2 Pola komunikasi keluarga
Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional,
yaitu sebesar 68 responden (81,0 %). Sedangkan 16 responden
(19,0 %) memiliki pola komunikasi keluarga disfungsional. Hal
ini berarti dalam keluarga terjadi interaksi yang fungsional,
saling memberikan respon antar anggota keluarga, dan dapat
memenuhi fungsi dari sebuah keluarga. Menurut Machfoedz
8
(2009) terdapat beberapa unsur yang dapat menentukan
komunikasi fungsional antar individu, diantaranya adalah sikap
pembawaan yang baik, lingkungan yang kondusif, faktor
pribadi, perilaku dan pengaruh emosional, fisik dan kognitif
yang mendukung. Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana
faktor demografis lansia yang tinggal di desa lebih mudah
berinteraksi dan membangun hubungan positif antar individu
sehingga memiliki hubungan emosional yang baik.
Pola komunikasi dalam keluarga berperan penting terhadap
anggota keluarga dalam individualisasi, perkembangan dan
pertahanan harga diri, mempelajari orang lain, serta
kemampuan membuat pilihan. Semua itu tergantung bentuk
informasi dan komunikasi yang masuk melewati anggota
keluarga (Priyanto, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan None, Mulyadi, dan Kallo (2016) di Kelurahan
Malayang, bahwa terdapat 45 Keluarga dengan lansia (34,9 %)
yang mempunyai komunikasi fungsional dengan kondisi lansia
tanpa depresi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola
komunikasi keluarga berpengaruh terhadap kesehatan
psikologis lansia.
3.4.3 Psychological well-being Lansia
Sesuai dengan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden memiliki psychological well-being yang
tinggi yaitu sebanyak 67 responden (79,8 %). Sedangkan 17
responden (20,2 %) memilki psychological well-being yang
rendah.
Ryff (1995) mengatakan bahwa terdapat perbedaan dalam
beberapa dimensi psychological well-being antara lansia dan
individu yang lebih muda. Pada dimensi penerimaan diri, lansia
cenderung lebih memiliki nilai positif, sedangkan untuk
autonomi dan penguasaan lingkungan akan meningkat sesuai
9
bertambahnya usia hingga usia eldery, kemudian aspek tujuan
hidup dan perkembangan pribadi mengalami penurunan seiring
bertambahnya usia. Sehigga hal tersebut dapat mempengaruhi
nilai psychological well-being lansia.
3.4.4 Hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan
psychological well-being pada lansia
Berdasarkan hasil uji korelasi dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi
keluarga dengan psychological well-being pada lansia di Desa
Bendo Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional
dengan psychological well-being dalam tingkat tinggi. Menurut
Sugiharto (2010), untuk mencapai tingkat kesejahteraan
psikologis yang tinggi, dukungan sosial dari keluarga sangatlah
dibutuhkan.Pada penelitian ini sebagian besar lansia tinggal
bersama keluarganya yaitu sebanyak 54,8%. Lansia di
Indonesia pada umumnya tinggal bersama anak atau
keluarganya, sehingga dukungan sosial dari keluarga menjadi
hal penting dalam kehidupan lansia. Menurut Friedman dkk
(1998) dalam Yusselda dan Wardani (2016), dukungan sosial
dalam keluarga dapat berupa dukungan emosional,
instrumental, komunikasi, dan penghargaan. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Yusselda & Wardani (2016)
yang menyatakan bahwa individu dengan dukungan sosial
tinggi, akan menikmati peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan dalam dirinya. Peningkatan tersebut dapat berupa
peningkatan kesehatan fisik, penurunan depresi, dan penurunan
rasa kesepian. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
(dukungan emosional, instrumental, dan penghargaan) dengan
10
kualitas hidup lansia. Hal ini juga dapat dibuktikan dalam
penelitian yang telah dilakukan oleh Widianingtyas (2015)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
sosial dari anak dan psychological well-being pada lansia
dengan tingkat korelasi yang sedang.
Pola komunikasi keluarga sangat penting bagi hubungan
interpersonal antara anggota keluarga agar memelihara dan
mengenal serta memberi respon positif terhadap keluarga. Pola
komunikasi keluarga memberi kontribusi yang penting dalam
mempengaruhi tingkat depresi pada lansia. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siboro & Rusdi
(2012), bahwa adanya hubungan antara pola komunikasi
keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang
Bulan Medan.
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Hasil penelitian dari 84 sampel lansia di Desa Bendo Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali, dapat disimpulkan:
1. Responden pada penelitian ini sebagian besar berusia 60-74 tahun,
jenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir SD, status pekerjaan
buruh, status perkawinan menikah, dan status tinggal bersama
anak.
2. Hasil analisis pola komunikasi keluarga diketahui sebagian besar
memiliki pola komunikasi keluarga fungsional.
3. Hasil analisis psychological well-being (PWB) pada lansia
didapatkan sebagian besar memiliki tingkat psycchological well-
being dalam kategori tinggi.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi
keluarga dengan psychological well-being pada lansia di Desa
Bendo Nogosari Boyolali.
11
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti ingin memberi
saran bagi:
1. Lansia
Diharapkan kepada lansia, untuk lebih aktif dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar dan aktif dalam mengikuti kegiatan
sosial, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis.
2. Keluarga dengan lansia
Keluarga dengan lansia hendaknya memiliki komunikasi yang
fungsional, dan lebih memperhatikan kebutuhan psikologis pada
lansia. Keluarga diharapkan lebih sering berkomunikasi dengan
lansia dan memberi perhatian lebih terhadap kesejahteraan
psikologisnya. Dan juga diharapkan dapat memberi dukungan lebih
kepada lansia dengan memfasilitasi dan memotivasi lansia agar
lebih aktif dalam melakukan kegiatan sosial.
3. Peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam dengan sampel lebih
banyak agar memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
Peneliti dapat mengkaji lebih lanjut terkait faktor-faktor lain yang
mempengaruhi psychological well-being pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. H. Hartati. N. & Aulia. F. 2014. ‘Perbedaan Psychological Well-being
Pada Lansia Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal. Jurnal RAN UNP.
Vol 5. No 2. Hal 146-156.
Amalia. S. 2016. Analisis Psikometrik Alat Ukur Ryff’s Psychological well-
being (RPWB) Versi Bahasa Indonesia: Studi pada Lansia Guna
Mengukur Kesejahteraan dan Kebahagiaan.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia 2018. BPS. Jakarta.
Friedman. M. M., Bowden. V. R., & Jones. E. G., 2014. Buku Ajar
Keperawatan Keluarga Riset Teori & Praktik. EGC. Jakarta
12
Ismawati. 2013. Peran Perubahan Organisasi Dengan Kesejahteraan
Psikologis Karyawan PT. PLN (persero) Area Malang. Skripsi. UIN
Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Gambaran Kesehatan
Lanjut Usia. Kemenkes RI. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2017. Kemenkes RI. Jakarta
Machfoedz. M. 2009. Komunikasi Keperawatan Komunikasi Terapeutik.
Ganbika. Yogyakarta.
None. N. I. Mulyadi. Kallo. V. 2016. ‘Hubungan Pola Komunikasi Keluarga
Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Kelurahan Malalayang Satu
Timur Kecamatan Malalayang’. E-journal Keperawatan. Vol 4. No 2.
Notoatmodjo. S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Priyanto. A. 2009. Komunikasi dan Konseling. Salemba Medika. Jakarta.
Riandana. Y. H. 2016. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Psychological Well-being (PWB) pada Lansia di GKJ Purbalingga.
Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Siboro. E. N. & Rusdi. I. 2012. ‘Pola Komunikasi Keluarga dan Tingkat
Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan’. Hal: 1-6.
Sugiharto. C. (2010). Hubungan antara dukungansosialdengan kepuasan hidup
padalansia di Panti Wreda “x” Bandung. Tesis. Universitas
Padjadjaran. Bandung
Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.
Alfabeta. Bandung
Widiyaningtyas. D. 2015. Hubungan Antara Dukungan Sosial dari Anak
Dengan Psychological Well-being Pada Lansia yang Tinggal Bersama
Anak. Skripsi. Universitas Padjajaran. Bandung.
Yusselda. M. & Wardani. I. Y. 2016. ‘Dampak Dukungan Keluarga Terhadap
Kualitas Hidup Lansia’. Jurnal Keperawatan Vol. 8 No. 1. Hal 9-13.