HUBUNGAN POLA ASUH DAN KETERSEDIAAN...
Transcript of HUBUNGAN POLA ASUH DAN KETERSEDIAAN...
HUBUNGAN POLA ASUH DAN KETERSEDIAAN ALAT
STIMULASI AKADEMIK DENGAN PRESTASI AKADEMIK
REMAJA YANG MEMILIKI PERBEDAAN LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN PRASEKOLAH
YULYA SRINOVITA
I24061966
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Pola Asuh dan
Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik dengan Prestasi Akademik Remaja yang
Memiliki Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah adalah karya Saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Yulya Srinovita
NIM I24061966
ABSTRACT
YULYA SRINOVITA. The relationship of parenting in academic dimension and
academic stimulation with academic achievement adolescent which have different
preschool education background (Under direction of DWI HASTUTI and
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI).
The research was a part of a study that had been conducted at year 2006,
which involve three group of children with different preschool education
background namely group Semai Benih Bangsa (SBB) and Taman Kanak Kanak
(TK) who were children with a preschool background, and group non TK or
control who were children with no preschool background. SBB were a preschool
group established by Indonesia Heritage Foundation for the poor children and
using holistic education approach, which in Bogor area located at Kelurahan
Sukasari and Desa Situ Udik. The samples of this research at previous study
(Hastuti 2006) were 356 children, and for this research out of 356 samples it was
selected only children at the two locations. The criteria for sample of this study
was youth age 11-16 years, and still have an education. Out of 116 samples only
87 children served as sample of this study, 27 samples of SBB, 31 children of TK
and 29 of non-TK. The research aimed to identify parenting in academic
dimension (self discipline and excellence orientation) at the three groups,
academic stimulation, academic achievement at the three groups and relationship
between variables. Analysis of ANOVA, kruskall wallis were applied to analyze
differences among three groups, while Pearson correlation were applied to analyze
relationship among variables. Result showed that there were significant
differences in term of socio economic characteristics (maternal education and
family income) among three groups, and in term of academic stimulation, which
showed that the socio economic status related to their ability to provide books,
computers, academic utensils and activities. Background of preschool education
had no relationship with academic achievement, meanwhile socio economic status
and academic stimulation had significant and positive relationship with academic
achievement of youth.
Keyword: preschool education, parenting in academic dimension, academic
stimulation, academic achievement
RINGKASAN
YULYA SRINOVITA. Hubungan pola asuh dan ketersedian alat stimulasi
akademik dengan prestasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar
belakang pendidikan prasekolah (Di bawah bimbingan DWI HASTUTI dan
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI).
Penduduk Indonesia pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa. Sementara
itu, komposisi penduduk remaja sebanyak 41 juta jiwa dan menempati urutan ke
dua terbanyak (BPS 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja
cukup besar dan berpotensi sehingga dapat menjadi sumberdaya yang sangat baik
untuk memajukan bangsa. Hasil survey di 49 negara Asia, Australia, dan Afrika
oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) pada tahun
2007, menunjukan bahwa prestasi matematik dan sains siswa SD dan SMP
Indonesia menduduki peringkat ke-36 dan 35. Kondisi ini sangat memprihatinkan
sehingga diperlukan usaha yang optimal untuk meningkatkan prestasi akademik.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan pola
asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi
akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.
Tujuan khususnya adalah: 1) mengidentifikasi pola asuh akademik dan
ketersediaan alat stimulasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar
belakang pendidikan prasekolah (Semai Benih Bangsa, Taman Kanak-kanak, dan
yang tidak memiliki latar belakang prasekolah/kontrol), 2) menganalisis prestasi
akademik remaja, 3) menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan
keluarganya dengan pola asuh akademik, 4) menganalisis hubungan antara
karakteristik keluarga remaja dengan ketersedian alat stimulasi akademik, 6)
menganalisis hubungan antara pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi
akademik dengan prestasi akademik.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Hastuti (2006) yang
berjudul “Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat,
Cerdas, dan Berkarakter”. Pemilihan wilayah dilakukan secara sengaja
(purposive) di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor dan
Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan ini
dengan mempertimbangkan bahwa kedua wilayah memenuhi persyaratan, yaitu
merupakan tempat SBB dengan lulusan yang sudah memasuki usia remaja.
Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survei. Waktu
pengambilan data pada bulan Maret sampai Juli 2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi contoh pada
penelitian Hastuti (2006) sebanyak 356 orang. Contoh adalah anak berusia antara
11 sampai 16 tahun yang tinggal di Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik yaitu
sebanyak 87 orang terdiri dari 27 orang dari latar belakang SBB, 31 orang dari
TK, dan 29 orang dari kontrol.
Data terbagi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan wawancara dan pengisian kuesioner meliputi karakteristik
contoh (usia, jenis kelamin), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua,
pendapatan keluarga, besar keluarga), pola asuh, ketersedian alat stimulasi
akademik, dan nilai rapor. Pola asuh merupakan pola asuh akademik yang
diberikan pada remaja terdiri dari 20 pertanyaan (masing-masing 10 pertanyaan
untuk pola asuh disipilin diri dan pola asuh dukungan berprestasi), diukur dengan
melakukan scoring, yaitu skor 2 untuk intensitas sering, skor 1 untuk kadang-
kadang, dan skor 0 untuk tidak pernah. Alat stimulasi akademik yang dimiliki
remaja saat ini terdiri dari 8 item pertanyaan, diukur dengan melakukan scoring,
yaitu skor 1 untuk ada dan skor 0 untuk tidak ada. Pola asuh akademik dan
ketersediaan alat stimulasi akademik dikategorikan secara normatif. Prestasi
akademik dilihat dari nilai masing-masing dan rata-rata 7 mata pelajaran pada
semester terakhir (dua atau empat) meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan Matematika.
Dikelompokkan berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu kurang (<
60,00), cukup (60,00-70,00), baik (70,10-75,00), dan sangat baik (>75). Data
sekunder diambil di kantor Desa Sukasari dan Desa Situ Udik.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excell dan SPSS 17.0. Analisis data dengan menggunakan: 1) uji deskriptif
digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran statistik
deskriptif contoh menurut variabel yang diteliti, 2) uji beda Anova dan Kruskall
Wallis dilakukan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat ada tidaknya
perbedaan pada masing-masing variabel di tiga kelompok contoh, 3) uji korelasi
Pearson digunakan untuk melihat hubungan antar variabel.
Hampir seluruh contoh (88,5%) tersebar pada kategori usia pertengahan
puber (12-15 tahun). Contoh laki-laki (52,9%) lebih banyak daripada perempuan
(47,3%) tapi tidak ada perbedaan dalam hal usia dan jenis kelamin. Rata-rata
jumlah anggota keluarga contoh kontrol (6,96 orang) lebih besar dibandingkan
TK (6,06 orang) dan SBB (5,89 orang). Tingkat pendidikan orang tua contoh TK
(ayah 9,4 dan ibu 8,4 tahun) lebih tinggi dibanding SBB (8,5 dan 7,5 tahun) dan
kontrol (7,1 dan 6,6 tahun). Pendapatan per kapita keluarga contoh TK (Rp
256.590) lebih tinggi dibandingkan SBB (Rp 248.500) dan kontrol (Rp 161.500).
Sebagian besar ayah contoh SBB (37%) dan TK (35,5%) bekerja sebagai
wiraswasta, sedangkan kontrol (34,5%) sebagai buruh dan terdapat perbedaan
dalam hal besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pendapatan per kapita.
Lebih dari separuh contoh (67%) memperoleh pola asuh akademik pada
kategori tinggi dan tidak terdapat perbedaan signifikan antara ketiga kelompok.
Tingkat ketersediaan alat stimulasi akademik berbeda antara ketiga kelompok,
yaitu TK (61,3%) lebih tinggi dibanding SBB (59,3%) dan kontrol (43,7%).
Sebagian besar (47,1%) prestasi akademik contoh berada pada kategori cukup
(60-70). Rata-rata skor nilai pada empat mata pelajaran (Pendidikan Agama,
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) tertinggi pada contoh SBB dan
tiga mata pelajaran (Pendidikan Kewarganegaraan, IPA, IPS) pada contoh TK.
Namun, secara statistik tidak terdapat perbedaan antara tingkat prestasi akademik
menurut kelompok dan asal daerah, perbedaan hanya ditemukan menurut jenis
kelamin. Prestasi contoh laki-laki lebih baik daripada contoh perempuan.
Hubungan yang signifikan hanya ditemukan pada karaktersitik keluarga
(besar keluarga, pendidikan ibu, dan pendapatan per kapita) dengan ketersediaan
alat stimulasi akademik serta ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi
akademik. Semakin tinggi pendidikan ibu dan pendapatan per kapita, maka
ketersediaan alat stimulasi akademik semakin banyak. Namun, semakin besar
keluarga maka ketersediaan alat stimulasi akademik semakin sedikit. Semakin
baik ketersedian alat stimulasi akademik maka semakin tinggi prestasi akademik.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Institut Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
HUBUNGAN POLA ASUH DAN KETERSEDIAAN ALAT
STIMULASI AKADEMIK DENGAN PRESTASI AKADEMIK
REMAJA YANG MEMILIKI PERBEDAAN LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN PRASEKOLAH
YULYA SRINOVITA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Hubungan Pola Asuh dan Ketersedian Alat Stimulasi Akademik dengan
Prestasi Akademik Remaja yang Memiliki Perbedaan Latar Belakang
Pendidikan Prasekolah
Nama : Yulya Srinovita
NRP : I24061966
Disetujui,
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Dr.Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Ujian : 19 April 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 9 Juli 1988 dari ayah Ali Suwar
dan Ibu Nurbaidah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan penulis di Padang, Sumatra Barat.
Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 19 Bayur dari tahun 1994 hingga 2000,
pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Nan Sabaris pada tahun 2003, dan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Nan Sabaris tahun 2006.
Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dengan Mayor Ilmu
Keluarga dan Konsumen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis terlibat
dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Mushola TPB sebagai ketua
Mushola Astri A2. Selain itu, penulis juga menjabat sebagai Bendahara umum
Lembaga Pengajar Alqur‟an (LPQ) Alhurriyah, Staff Syiar Forum Syiar Islam
FEMA (FORSIA), Anggota Klub Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan
Konsumen (HIMAIKO), Ketua Rohis Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
(IKK), Staff Kebijakan Kampus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa IPB (BEM KM), dan Staff Forum Diskusi Leadership Community
Rumah Peradaban Beasiswa PPSDMS Nurul Fikri.
Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam
dan mendapatkan beasiswa pendidikan sarjana dari Beastudi Etos selama
menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga dipercaya
menjabat sebagai koordinator Putri Etos Nasional angkatan 2006 Beastudi Etos
se-Indonesia dan Sekretaris Leadership Community (LC) Beastudy Etos
Community (BEB-C) Beastudi Etos Bogor.
PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, hidayah, dan pertolonganNya sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beriring salam juga tidak lupa penulis
sampaikan kepada Rasullulah SAW, suri tauladan umat manusia yang telah
berjuang dengan segenap jiwa dan raganya untuk kejayaan Islam yang mulia.
Suatu hal yang penulis sadari bahwa penulisan dan penyelesaian skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan moril dan materil berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc sebagai dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Istiqlaliyah
Muflikhati, M.Si sebagai dosen pembimbing II skripsi yang telah
memberikan doa, bimbingan, perhatian, waktu, motivasi, tenaga, dan contoh
yang baik kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih atas
pelajaran-pelajaran yang begitu berharga selama ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan selaku dosen pembimbing akademik, terima
kasih atas bantuan dan bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis
menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen.
3. Neti Hernawati, SP, M.Si dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pemandu
seminar dan dosen penguji, terimakasih atas masukan bagi perbaikan skripsi.
4. Seluruh aparat pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor khususnya
Kelurahan Sukasari dan Desa Cibungbulang, serta seluruh keluarga contoh.
Terima kasih banyak atas bantuan dan partisipasinya dalam penelitian ini.
5. Papa (Ali Suwar) dan mamaku (Nurbaidah) tercinta, terima kasih atas doa
yang tiada henti, cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, kesabaran yang
begitu besar kepada penulis. Kakak-kakakku tersayang, Yosa Novia Dewi,
SPd. dan Yuddi Noveranda (alm) terima kasih atas doa, kasih sayang, dan
motivasinya. Kalian semua adalah anugerah terindah untuk penulis. Semoga
Allah SWT mengumpulkan kita kelak di Jannah-Nya.
6. Kepada keluarga besar, khususnya Ayah (alm) dan Andung, Amak Tuo dan
Apa Bahri (alm), Elok dan Ayah, Muning dan Mintuo, Cuning dan Apa Bur,
Mak Etek dan Mintuo, Nani dan Apa Tar, Pak Eri, Etek War, Kak Shanti,
Ceni Dewi, Bang Yon, Uda Jos, Bang Budi, Bang Bobo, Bang Romi, Uda
Weng, Bang Len, dan Widya. Adek-adek dan keponakanku tersayang, Soni,
Yudi, Bambang, Beben, Tata, Piska, Iyo, Nilna, dan Aidil. Terima kasih atas
kebersamaan dan dukungan untuk penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas segala
ilmu, perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga dibalas
dengan Surga-Nya. Serta seluruh tenaga kependidikan Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen.
8. Teman-teman penelitian Untari, Liaw, Syifa, Shanti, dan Teh Heni. Telah
banyak kesulitan dan kemudahan yang kita rasakan bersama. Terima kasih
telah menjadi teman untuk berbagi dan berjuang. Mahasiswa IKK 43 serta
IKK 42, khususnya anggota Rohis kelas. Terima kasih atas kebersamaannya.
9. Saudara-saudariku seperjuangan para mujahid/mujahidah tangguh
pengemban amanah dakwah khususnya Uda Aji, Andi, FSIM, Fushilat 43,
Entretrainer, Murobbiah Halaqoh, dan Lembaga Dakwah Kampus IPB.
Jazakumullah Khairon Katsiran atas segalanya. Antum semua adalah nikmat
Allah yang luar biasa.
10. Sahabat-sahabatku tercinta, Elis, Erika, Mb Mei, Kiki, dan Ratih. Terima
kasih atas persahabatan yang ikhlas dan begitu berharga untuk penulis. Kalian
selalu ada disaat suka dan duka. Semoga persahabatan ini abadi. Untuk Kak
Fachri, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, dan motivasi yang tiada
henti. Semoga Allah membalas semuanya dengan kebaikan.
Demikianlah ucapan terima kasih dipersembahkan, tulus terucap dari lubuk
hati yang paling dalam. Semoga Allah membalasnya dengan hal yang lebih baik.
Amin.
Bogor, Mei 2011
Yulya Srinovita
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................ 1
Perumusan Masalah ........................................................................ 5
Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
Kegunaan Penelitian ....................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9
Prestasi Akademik Remaja ............................................................. 9
Pendidikan PraSekolah ................................................................. 11
Pola Asuh Akademik Remaja ....................................................... 13
Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik Remaja ............................ 16
Faktor Karakteristik Remaja yang Berhubungan dengan
Pola Asuh Akademik dan Prestasi Akademik................................ 17
Faktor Karakteristik Keluarga yang Berhubungan dengan Pola
Asuh Akademik dan Ketersediaaan Alat Stimulasi Akademik..... 19
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................. 21
METODE PENELITIAN....................................................................... 25
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................... 25
Cara Penarikan Contoh ................................................................. 25
Jenis dan Cara Pengumpulan data ................................................. 26
Pengukuran, Pengolahan, dan Analisis Data ................................. 27
Definisi Operasional ..................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 31
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................ 31
Karakteristik Contoh ...................................................................... 32
Karakteristik Keluarga Contoh ..................................................... 34
Pola Asuh Akademik .................................................................... 37
Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik ......................................... 40
Prestasi akademik ......................................................................... 42
Hubungan Antar Variabel Penelitian............................................. 46
Pembahasan Umum ...................................................................... 54
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 61
Simpulan ...................................................................................... 61
Saran ............................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 63
LAMPIRAN .......................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penarikan contoh penelitian .......................................................... 26
2. Jenis dan cara pengumpulan data .................................................. 27
3. Sebaran contoh berdasarkan usia dan kelompok ............................ 33
4. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kelompok ............. 33
5. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan kelompok ............ 34
6. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua
dan kelompok ............................................................................... 35
7. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan kelompok ..... 36
8. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga
dan kelompok ............................................................................... 37
9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pola asuh akademik
dan kelompok ............................................................................... 39
10. Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan alat stimulasi
akademik dan kelompok ............................................................... 40
11. Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan alat
stimulasi akademik dan kelompok ................................................ 41
12. Sebaran rata-rata nilai skor prestasi akademik berdasarkan
mata pelajaran dan kelompok ........................................................ 42
13. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik
dan kelompok ............................................................................... 43
14. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik
dan jenis kelamin .......................................................................... 44
15. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik
dan asal daerah ............................................................................. 45
16. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak
dan pola asuh akademik ................................................................ 46
17. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
dan pola asuh akademik ............................................................... 48
18. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan
ketersedaian alat stimulasi akademik ............................................. 51
19. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh akademik
dan prestasi akademik .................................................................. 53
20. Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan alat
stimulasi akademik dan prestasi akademik .................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Output realibilitas kuesioner pola asuh akademik ............................ 67
2. Sebaran pola asuh dan kelompok prasekolah ................................... 68
3. Koefesien korelasi antar variabel penelitian ..................................... 69
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu cita-cita nasional yang harus diperjuangkan suatu bangsa adalah
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan yang berkualitas yaitu
pendidikan yang mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
berkarakter. Masa depan dan keunggulan bangsa ditentukan oleh SDM yang
dimilikinya, di samping sumber daya alam. SDM yang berkualitas diharapkan
dapat lebih berhasil mengelola sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa.
Sementara itu, komposisi penduduk remaja (10-19 tahun) adalah sebanyak 41 juta
jiwa (sekitar 18 persen) dan menempati urutan ke dua terbanyak setelah penduduk
usia dewasa dan lanjut (di atas 20 tahun) yaitu sebesar 148 juta jiwa (BPS 2010).
Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja menempati urutan yang
cukup besar dan berpotensi sehingga dapat menjadi sumberdaya yang sangat baik
untuk memajukan kesejahteraan negara. Bila karakter remaja yang potensial itu
berkualitas maka kemajuan bangsa ini akan terjamin. Namun, bila kualitas
remajanya buruk maka akan sulit bagi bangsa ini untuk berkembang karena
kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat tercermin dari kualitas pemudanya.
Abad ke-21 merupakan era baru yang menawarkan peluang dan tantangan.
Bagi bangsa Indonesia, momentum globalisasi ini merupakan tantangan sehingga
diperlukan banyak persiapan untuk menghadapinya. Persiapan ini terlebih dahulu
dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional dan prestasi siswa.
Bangsa yang memiliki SDM yang unggul dan professional akan lebih maju dan
mampu bersaing dengan negara-negara lain (Syafaruddin 2002).
Menghadapi tantangan ini diperlukan pula upaya yang sungguh-sungguh
melalui pendidikan yang mampu meletakan dasar-dasar pemberdayaan manusia
agar memiliki kesadaran akan potensi dirinya dan mengembangkannya bagi
kebutuhan dirinya sendiri dan masyarakat dalam membentuk masyarakat madani.
Pendidikan dasar itu adalah pendidikan yang dilakukan sedini mungkin yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh artinya layanan yang
diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan, kesehatan, dan gizi.
2
Terpadu mengandung arti layanan tidak diberikan kepada anak usia dini saja,
tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat (Anonim 2003).
SDM yang unggul tidak tercipta dengan sendirinya tapi dibutuhkan upaya
dan kerja keras semua pihak terutama para pendidik serta keluarga. Menurut
Fuaddin (1999) keluarga merupakan lembaga yang sangat penting dalam proses
pengasuhan. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluarga merupakan
unsur yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian dan prestasi anak.
Secara teoritis dapat dipastikan bahwa dalam keluarga yang baik, anak memiliki
dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi
manusia dewasa. Keluarga juga berperan dalam menentukan pendidikan bagi anak
baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah, mulai jenjang prasekolah sampai
ke perguruan tinggi. Melalui peran ini orang tua membentuk kepribadian anak,
mengembangkan potensi dan prestasi akademik, serta potensi regilius dan moral.
Pengasuhan adalah suatu proses panjang dalam kehidupan seorang anak
mulai dari masa prenatal hingga masa kanak-kanak berakhir, masa usia sekolah,
masa remaja, dan dewasa. Aspek pendidikan dalam pengasuhan adalah
pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak sejak usia dini baik berupa biaya
sekolah maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orangtua
terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak (Hastuti 2008). Pemenuhan
kebutuhan pendidikan bagi anak juga termasuk penyediaan alat stimulasi
akademik. Alat stimulasi akademik dapat berfungsi untuk merangsang
kemampuan akademik dan menstimuli tumbuh kembang anak.
Pengasuhan, pendidikan, dan perawatan terhadap anak sejak dari dalam
kandungan akan berpengaruh besar pada kecerdasan anak tersebut. Makin
bermutu pendidikan, pengasuhan, dan perawatan yang dilakukan sejak usia dini
maka makin kokoh kecerdasan yang dibangunnya. Semakin tinggi pengetahuan
dan kesanggupan orangtua dalam pendidikan, pengasuhan, dan perawatan bagi
anak usia dini, maka semakin memungkinkan bagi orangtua untuk dapat
melakukan stimulasi yang konstruktif dan bervariatif yang akan mempercepat
perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan kebugaran anak (Sudjarwo 2009).
Keunggulan suatu SDM khususnya siswa dapat diukur salah satunya
dengan melihat keberhasilannya dalam hal belajar. Berhasil atau tidaknya
3
seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan melakukan suatu evaluasi untuk
mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar
berlangsung melalui nilai rapor.
Bloom dalam Azwar (2002) mengungkapkan bahwa prestasi akademik
merupakan keberhasilan seseorang dalam belajar. Secara umum, ada dua faktor
yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik
berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran.
Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi,
bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal menyangkut
pengasuhan, ketersedian alat stimulasi akademik, kondisi tempat belajar, materi
pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar (Azwar 2004).
Hasil penelitian Hastuti (2006) menemukan adanya pengaruh peran
keluarga dalam pembentukan kualitas anak. Peranan keluarga dilihat dari interaksi
di dalam lingkungan keluarga yang diukur dari kelekatan emosi ibu dan anak,
kualitas pengasuhan, tingkat stres ibu, dan keharmonisan pasangan suami istri.
Peningkatan kualitas interaksi antara ibu dan anak akan selalu diikuti oleh
peningkatan kualitas anak.
Selain pengasuhan, pendidikan prasekolah juga memegang peranan
penting dalam menunjang prestasi akademik anak. Pendidikan prasekolah adalah
masa penting bagi pembentukan kualitas tumbuh kembang seseorang di masa
dewasa, terutama dalam mempersiapkan anak secara akademik, kematangan
sosial dan kemandirian, motivasi akademik, kreativitas, kemampuan pengambilan
keputusan, hubungan sosial, kerjasama, dan tanggungjawab (Cotton dan Conklin,
2001; Berrueta-Clement, et al. 1985; Bronson, et al. 1985 diacu dalam Hastuti
2006). Pembelajaran pada anak usia dini merupakan wahana untuk
mengembangkan potensi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minat masing-masing anak.
Pendidikan prasekolah bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan
fisik serta kecerdasan anak, baik secara emosi, spiritual, maupun bahasa dan
komunikasi. Berdasarkan penelitian Bloom, diungkapkan bahwa kecerdasan anak
pada usia 15 tahun merupakan hasil pendidikan prasekolah dan 30 persen potensi
4
berikutnya terbentuk pada usia 4 sampai 8 tahun. Remaja dengan latar belakang
pendidikan prasekolah memiliki perkembangan lebih optimal dalam hal
kemampuan kognitif maupun emosinya daripada anak yang tidak memiliki latar
belakang pendidikan prasekolah (Iqbal 2010). Menurut Biechler dan Snowman
(1993) diacu dalam Patmonodewo (2003) pendidikan prasekolah merupakan
pendidikan yang diberikan kepada anak-anak yang berusia antara 3-6 tahun untuk
mempersiapkan mereka memasuki sekolah.
Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada kecerdesan majemuk (kecerdasan motorik kasar, motorik
halus, verbal, matematika, interpersonal, intrapersonal, music, dan visual) anak
yang berlatar pendidikan prasekolah (Semai Benih Bangsa dan TK) dengan anak
yang tidak berlatar belakang pendidikan prasekolah (kontrol). Kecerdasan
majemuk anak peserta SBB adalah paling tinggi, diikuti anak peserta TK,
sementara anak tanpa latar belakang prasekolah (kontrol) adalah paling rendah.
Sejak tahun 2001 The Indonesia Heritage Foundation (IHF) turut
memberikan sumbangan bagi terbentuknya kualitas anak usia dini dengan
mendirikan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa (SBB) yang khusus
diperuntukan bagi anak dari keluarga tak mampu. SBB adalah kelompok
prasekolah yang menerapkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter dengan
menggunakan metode belajar sesuai kaidah pembelajaran yang patut
(Developmentally Appropriate Practices). Melalui metode belajar aktif dan
kontekstual, serta sesuai dengan tahapan usianya maka anak diajarkan berfikir,
merasakan, dan melaksanakan perbuatan baik secara terstuktur melalui pilar
karakter yang diajarkan secara sistematis melalui Satuan Kegiatan Harian (SKH),
Satuan Kegiatan Mingguan (SKM), dan Satuan Kegiatan Semesteran (SKS)
(Hastuti 2006).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa pengasuhan,
ketersedian alat stimulasi akademik, dan latar belakang pendidikan prasekolah
dapat mempengaruhi dan menunjang prestasi akademik remaja. Mengingat
pentingnya meningkatkan prestasi akademik remaja dalam upaya menciptakan
SDM yang unggul untuk memajukan bangsa maka perlu diteliti hubungan faktor-
faktor tersebut dengan prestasi akademik remaja.
5
Perumusan Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan
sumber daya manusia (SDM) karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan
sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang
mampu memajukan bangsanya (Hadikusumo 1999). Keberhasilan pendidikan
salah satunya dapat dilihat dari tingkat prestasi akademik siswa. Winkel (1996)
diacu dalam Ridwan (2008) mengungkapkan bahwa prestasi akademik merupakan
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang anak dalam melakukan
kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi akademik
seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran
yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah
mengalami proses belajar mengajar.
Pencapaian prestasi akademik yang rendah merupakan masalah utama
yang ditemui di negara berkembang termasuk Indonesia. Rendahnya prestasi
akademik tersebut disebabkankan oleh kualitas teknologi pengajaran yang masih
rendah, buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan orangtua yang rendah,
dan angka ketidakhadiran anak di sekolah yang tinggi. Dari ukuran kecerdasan
intelektual, survei yang dilakukan oleh International Education Achievement
(IAE) tentang hasil pendidikan dilaporkan bahwa kemampuan membaca ditingkat
SD siswa di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti.
Kemampuan matematika di tingkat SLTP siswa di Indonesia berada pada urutan
ke-39 dari 42 negara, sedangkan untuk kemapuan ilmu pengetahuan alam berada
di urutan ke-40 dari 42 negara (Hastuti 2006).
Hasil survei PERC (Political and Economic Risk Consultancy) di 12
negara menunjukkan bahwa Indonesia berada diurutan ke-11 (Megawangi et al.
2005). Hasil survei di 49 negara (Asia, Australia, Afrika) oleh TIMSS (Trend in
International Mathematics and Science Study) tahun 2007, menunjukkan bahwa
prestasi matematik dan sains siswa SD dan SLTP Indonesia berada diperingkat
ke-36 dan 35.
Laporan hasil analisis Tim Education for All (Pendidikan Untuk Semua)
tahun 2001, yang berpangkalan di Departemen Pendidikan Nasioanal, menyatakan
bahwa masih banyak anak usia dini yang belum terlayani pendidikannya. Pada
6
tahun 2000, dari sekitar 26 juta anak Indonesia 0-6 tahun, lebih dari 80 % belum
mendapatkan layanan pendidikan dini apapun. Khusus untuk anak usia 4-6 tahun
yang berjumlah sekitar 12 juta, baru sekitar 2 juta anak yang terlayani di Taman
Kanak-Kanak (TK) (Anonim 2003).
Berdasarkan tahapan perkembangan Erikson, pada usia 12 sampai 18
tahun anak memasuki tahap identitas vs kebingungan peran. Bila sebelumnya
perkembangan lebih berkisar pada „apa yang dilakukan untuk saya‟, sejak tahap
ini perkembangan tergantung pada „apa yang saya kerjakan‟. Periode ini adalah
periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas perkembangan di
fase ini adalah menemukan jati diri, membangun diri dari krisis yang pernah
terjadi, menanyakan siapa saya, perasaan kompeten dan ingin berprestasi,
mengambil keputusan (keterampilan, orientasi gender, dan filosofi hidup),
menyatukan peran (anak, saudara, pelajar, olahragawan, pekerja), dan membentuk
imej dari role model dan peer groupnya (Hastuti 2006).
Tahap perkembangan pada usia remaja ini dipengaruhi oleh tahap
perkembangan pada usia sebelumnya. Anak pada usia 3,5 sampai 6 tahun berada
pada tahap inisiatif vs bersalah. Tahap ini ditandai dengan kreatifitas yang tinggi,
antusias dalam melakukan sesuatu, aktif bereksperimen, berimajinasi, berani
mencoba, berani mengambil resiko, dan senang bergaul dengan kawannya.
Namun, semua ini tergantung pada lingkungan belajar anak yang kondusif untuk
mencapai perkembangan tersebut. Guru atau orangtua hendaknya mendorong
sikap positif ini dengan menumbuhkan rasa bertanggungjawab pada tugasnya dan
tidak memberikan kritik yang negatif karena akan membuat anak merasa apa yang
dikerjakannya adalah salah. Selanjutnya, pada usia 6 sampai 10 tahun berada pada
tahap berkarya/etos kerja vs minder. Masa ini adalah masa anak-anak paling
antusia belajar dan berimajinasi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan sikap
ingin berkarya, bermotivasi tinggi, dan beretos kerja. Perasaan bahwa „aku bisa‟,
„aku kuat‟, atau „aku anak yang baik‟ harus dapat ditumbuhkan pada masa ini
karena jika tidak, sikap yang timbul adalah rendah diri (Megawangi et al. 2004).
Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa prestasi akademik remaja
dipengaruhi oleh kecerdasan kognitif dan fasilitas belajar, latar belakang
pendidikan prasekolah, pola pengasuhan orangtua, dan ketersedian alat stimulasi
7
akademik. Hal itu semua merupakan tanggungjawab dari lembaga pendidik yaitu
keluarga dan sekolah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi
seorang individu karena keluarga adalah lingkungan eksternal pertama yang
dikenal begitu individu baru dilahirkan di dunia. Seperti diungkapkan Bennet
dalam Hastuti (2008) bahwa keluargalah tempat paling efektif dimana seorang
anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan dan kesejateraan bagi hidupnya,
dan bahwa kondisi biologis, psikologis dan pendidikan, serta kesejahteraan
seorang anak amat tergantung pada keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan latar belakang pendidikan
prasekolah yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Prasekolah Semai
Benih Bangsa (SBB) serta yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
prasekolah (kontrol) dengan prestasi akademik remaja? Bagaimanakah hubungan
pola asuh akademik yang diberikan orangtua dengan prestasi akademik remaja?
Bagaimana hubungan ketersedian alat stimulasi akademik di rumah dengan
prestasi akademik remaja?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh
akademik, ketersediaan alat stimulasi akademik, dan prestasi akademik pada
remaja dengan latar belakang pendidikan prasekolah yang berbeda.
Tujuan khusus:
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pola asuh akademik orangtua dan ketersediaan alat stimulasi
akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan
prasekolah (SBB, TK, dan Kontrol).
2. Menganalisis prestasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar
belakang pendidikan prasekolah.
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan keluarganya dengan
pola asuh akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang
pendidikan prasekolah.
8
4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga remaja dengan
ketersediaan alat stimulasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan
latar belakang pendidikan.
5. Menganalisis hubungan antara pola asuh akademik dan ketersediaan alat
stimulasi akademik dengan prestasi akademik pada remaja yang memiliki
perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat bagi berbagai pihak yang
terkait. Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
pertimbangan dalam upaya memilih pendidikan prasekolah dan memperbaiki pola
asuh akademik dan penyediaan alat stimulasi akademik di rumah untuk
memperbaiki prestasi akademik anak remaja demi mewujudkan genarasi yang
berkualitas. Bagi pendidik atau guru, penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang adanya faktor latar belakang pendidikan prasekolah yang diduga
berhubungan dengan prestasi akademik remaja.
Penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan keilmuan khususnya di bidang ilmu keluarga dan perkembangan
anak. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam
pengembangan pendidikan bagi anak usia dini berbasis karakter di seluruh
Indonesia sebagai investasi pendidikan masyarakat Indonesia menuju masyarakat
yang sehat dan berkarakter. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan serta acuan untuk penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan remaja pada masa yang akan datang.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi Akademik Remaja
Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Keberhasilan seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan
melakukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapat data
pembuktian yang akan menunjukan sampai sejauh mana tingkat kemampuan dan
keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan sekolah. Di samping itu, juga
dapat digunakan oleh guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau
menilai sampai sejauh mana keefektifan pengalaman mengajar, kegiatan belajar,
dan metode mengajar yang digunakan (Purwanto 2009).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) evaluasi hasil belajar merupakan
proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian hasil
belajar. Tujuan utama penilaian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan
yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan tingkat
keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau simbol.
Hasil evaluasi ini dapat difungsikan dan ditujukan untuk keperluan diagnostik
kelemahan dan keunggulan siswa, seleksi untuk jenis jabatan dan pendidikan
tertentu, kenaikan kelas, dan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai.
Rapor merupakan perumusan terakhir sesaat penilaian hasil-hasil
pendidikan yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh mana kemajuan anak
didik. Hasil dari tindakan mengadakan penilain ini dinyatakan dalam bermacam-
macam perumusan yaitu dengan menggunakan lambang-lambang (A, B, C, D, E)
dan menggunakan skala sampai 11 tingkat yaitu mulai dari 0 sampa 10. Di
Indonesia pada umumnya menggunakan angka 0 sampai 10 atau 0 sampai 100.
Selanjutnya pada tiap akhir masa tertentu (6 bulan) sekolah juga mengeluarkan
rapor tentang kelakuan kerajinan dan kepandain siswa. Rapor ini merupakan
perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil
belajar siswa selama masa tertentu itu (Suryabrata 2006).
Prestasi akademik siswa juga dapat diukur melalui skor prestasi akademik
dari beberapa mata pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian Arisandi (2007),
10
prestasi akademik remaja dapat diukur melalui skor prestasi dari beberapa mata
pelajaran yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan, Komputer, dan Keseniaan, Matematika, IPA (Biologi,
Fisika, Kimia), dan IPS (Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Akuntansi, Geografi).
Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. Pada
tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar, bahwa ia telah mampu
memecahkan tugas-tugas belajar dan menstransfer proses belajar. Kemampuan
berprestasi ini dipengaruhi oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra
pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk membangkitkan
pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat
berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi (Suryabrata 2006).
Tahap perkembangan kognitif anak menurut Piget yaitu: 1) tahap sensori
motor (usia 0-18 bulan). Anak tergantung sepenuhnya pada tindakan fisik dan
indranya dalam mengenali sesuatu. 2) tahap pre-operational (usia 18 bulan-6 atau
7 tahun). Kemampuan anak untuk berpikir tentang objek/benda, kejadian, atau
orang lain mulai berkembang. Anak sudah mulai mengenal simbol (angka, kata-
kata, gerak tubuh atau gambar) untuk mewakili benda-benda yang ada di
lingkungannya. Namun cara berfikirnya masih tergantung pada objek konkrit, dan
rentang waktu kekinian, serta tempat dimana ia berada. Mereka belum dapat
berfikir abstrak sehingga memerlukan simbol yang konkrit saat menanamkan
konsep pada mereka. 3) tahap concrete operational (usia 8-12 tahun). Pada tahap
ini anak sudah dapat mengaitkan beberapa aspek masalah pada masa bersamaan.
Anak sudah mulai dapat berfikir abstrak dan berfikir logis dalam memahami dan
memecahkan persoalan, serta mengenal simbol-simbol. Namun mereka masih
memerlukan objek konkrit untuk belajar. 4) tahap formal operational (usia 12
tahun - usia dewasa). Pada tahap ini anak sudah berfikir abstrak dan dapat
berhipotesa. Mereka dapat menganalisis apa yang sudah lewat dan yang akan
datang. Cara berfikir mereka tidak tergantung pada objek konkrit (Megawangi et
al. 2004). Remaja di tahap formal operational dapat mengintegrasikan apa yang
telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana
11
di masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu
berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi (Desmita 2009).
Pendidikan Prasekolah
Pendidikan pada usia dini adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan
berbagai potensi yang dimilki anak seperti potensi fisik, kognitif, bahasa dan
sosio-emosional sehingga pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan
rangsangan dari lingkungannya. Anak usia dini adalah anak yang berada pada
rentan usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan
dalam berbagai aspek seperti fisik, sosio-emosi, dan kognitif sedang mengalami
masa yang tercepat dalam rentang perkembangan hidup manusia (Hartati 2007).
Hasil studi yang dilakukan oleh Lawrence J. Schweinhart (1994) menunjukan
bahwa pengalaman anak pada masa TK dapat memberikan pengaruh positif
terhadap perkembangan anak selanjutnya (Megawangi 2004).
Anak usia dini mulai sadar dengan keadaan dilingkungannya pada
umumnya dimulai dari usia 2 bulan sampai 1 tahun terutama perhatian yang
berkaitan dengan penglihatan, alat peraba, dan alat pendengarannya. Selain itu,
perhatian yang berkaitan dengan indra lainnya pun sudah ada tetapi kadarnya
masih relatif kecil. Melalui pengalaman panca indra itu lah terjadi rangsangan
terhadap neuron atau sel-sel otaknya yang kemudian membentuk hubungan neural
sebagai dasar perkembangan emosi, sosial, dan intelektual seseorang. Apabila
rangsangan ini terjadi secara terus menerus dengan berbagai variasi jenis dan
jumlah serta mutu rangsangannya serta terjadi di sepanjang masa usia anak-anak
maka secara konstruktif akan meningkatkan kecerdasan intelektual dan kebugaran
fisik dan mentalnya (Sudjarwo 2009).
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai manfaat langsung/jangka
pendek dari program prasekolah pada pengembangan kognitif anak-anak dan
sosial-emosional. Jika semua anak di taman kanak-kanak atau kelas satu telah
mengikuti prasekolah maka kemampuan kognitif rata-rata akan naik. Manfaat
tersebut akan membuat pengajaran lebih mudah, dan anak-anak akan cenderung
untuk memiliki interaksi lebih baik dengan teman sebaya. Seberapa besar manfaat
yang dihasilkan dari prasekolah tergantung pada pengajaran yang dilakukan pada
program prasekolah, sedangkan manfaat jangka panjang terhadap perkembangan
12
sosial-emosional ditemukan dampak positif pada perilaku sosial, dan tidak
ditemukan dampak negatif yang tinggi. Beberapa penelitian telah menemukan
penurunan dalam kejahatan pada saat mereka dewasa (Barnet & Ackerman 2006).
Menurut Ellis (2010) beberapa manfaat jangka panjang dari pendidikan
anak prasekolah, meliputi keterampilan sosial yang lebih baik, dan kemampuan
lebih besar untuk fokus, studi menunjukkan bahwa anak-anak yang berpendidikan
prasekolah lebih berpeluang untuk lulus dengan baik dan melanjutkan pendidikan
ke tingkat yang lebih tinggi, serta terintegrasi dengan baik dalam hubungan sosial
sebagai orang dewasa.
Pendidikan merupakan faktor dalam mengembangkan potensi remaja di
masa depan. Kurangnya pendidikan akan menurunkan peluang untuk
mengembangkan potensi mereka (Santrock 2007). Pendidikan berkarakter yang
berkualitas perlu dibentuk sejak usia dini. Banyak pakar mengemukakan bahwa
kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan membantuk
pribadi yang bermasalah di masa dewasanya. Pendidikan prasekolah merupakan
investasi jangka panjang bagi anak di masa depannya (Megawangi 2004).
Menurut Likona, anak-anak usia prasekolah sudah dapat diberikan
pendidikan karakter dengan mengaktifkan rasa empati anak. Banyak hasil
penelitian menunjukan bahwa pendidikan karakter yang diberikan pada anak
prasekolah dapat membentuk prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya,
kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial
dengan kawannya, dan kemampuan akademik yang baik (Megawangi 2004).
Otak manusia berkembang sangat pesat selama umur 2-4 tahun. Selama
periode ini adalah masa kritis penentu kognitif anak, perkembangan sosial dan
motorik. Pembelajaran prasekolah akan membantu meningkatkan pembelajaran
dan produktiftivitas anak dalam masa perkembangannya. Program prasekolah
menunjukkan investasi anak usia dini merupakan masukan paling penting bagi
pengembangan kognitif, sosial dan motivasi keterampilan. (Raut 2003).
Solusi optimal menunjukkan bahwa orang tua dari keluarga miskin akan
memiliki banyak manfaat ekonomi dengan mengikutkan anaknya pada program
prasekolah. Anak-anak yang mengikuti program prasekolah akan meningkatkan
mobilitas sosial, mengurangi ketimpangan pendapatan, akan meningkatkan
13
tingkat partisipasi perguruan tinggi, meningkatkan perilaku masyarakat/pidana,
dan juga akan membawa pendapatan pajak yang lebih tinggi karena lebih banyak
pekerja akan mendapatkan penghasilan upah yang lebih tinggi (Raut 2003).
Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukan bahwa skor karakter anak
Semai Benih Bangsa (SBB) lebih tinggi daripada yang bukan SBB (TK dan
kontrol). Selain itu, anak yang ikut program SBB juga mempunyai skor
kemampuan verbal dan matematika yang lebih unggul dari kelompok lainnya.
Jika melihat latar belakang murid SBB dari kelas ekonomi bawah, yaitu sama
dengan latar belakang anak kontrol yang juga diteliti, seharusnya mereka
mempunyai pencapaian skor yang sama dengan anak kontrol tapi karena ia masuk
SBB pencapaian menjadi melonjak tinggi bahkan melebihi anak TK yang juga
diteliti dengan ekonomi yang lebih mampu. Hal ini memperlihatkan bahwa
pendidikan karakter melalui model character based integrated learning
curriculum yang diberikan telah berhasil membentuk karakter anak.
Character based integrated learning curriculum adalah kurikulum
pembelajaran terpadu yang berbasis karakter. Penerapan model ini sudah
dilakukan oleh Indonesia Haritage Foundation (IHF) untuk anak-anak usia
prasekolah melalui kegiatan SBB dan TK karakter. Kecakapan hidup dasar telah
dikemas dengan mengarahkan mata ajaran normatif (PPKn, Sejarah, Bahasa
Indonesia, Agama, Penjaskes, Kerteks) yang terfokus pada pembetukan karakter.
Manfaat yang telah diamati dari model pembelajaran ini adalah motivasi dan
antusias belajar peserta didik yang tinggi (Megawangi 2004).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pentingnya pendidikan karakter
pada keberhasilan akademik anak. Dalam bulletin Charakter Educator diuraikan
bahwa hasil studi Marvin Berkowith dari University of Missouri menunjukan
peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi akademik pada sekolah yang
menerapkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter membentuk kesehatan
emosi anak yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi
belajar untuk kesuksesan dibidang akademik (Megawangi 2004).
Pola Asuh Akademik Remaja
Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan stimulasi yang
diberikan orangtua dalam hal dorongan untuk mencapai suatu prestasi dan
14
umumnya berhubungan dengan prestasi anak di sekolah maupun di luar sekolah
yang terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Pola asuh
disiplin diri adalah pola asuh untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam
kehidupan sehari-hari, sedangkan pola asuh dukungan berprestasi adalah pola
asuh berupa dukungan untuk berprestasi (Hastuti 2008).
Orangtua harus mampu mengelola disiplin dan aturan dalam kehidupan
anak terutama dalam hal belajar. Belajar disiplin sebaiknya diterapkan semenjak
usia muda, agar kebiasaan ini sudah terbentuk dan memudahkan anak dalam
pergaulan dan hubungan sosial dengan teman-temannya. Keberhasilan disiplin
diri menjadi pendukung kelancaran perkembangan kognitif dan prestasi belajar di
sekolah. Sementara kognitif yang tinggi tidak menjamin keberhasilan sepenuhnya
bila tidak didukung oleh faktor yang lain yaitu motivasi (Slameto 2003).
Pola asuh akademik yang diberikan orangtua adalah pemenuhan
kebutuhan pendidikan anak, baik yang berupa biaya sekolah, maupun dalam
bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan terhadap prestasi dan kemajuan belajar
anak. Pendidikan yang diberikan mencakup pendidikan formal, non-formal,
ataupun informal yang dapat memberikan bekal kepada anak untuk hidup mandiri
dan sesuai dengan minat dan bakat anak. Masa anak usia sekolah merupakan
periode dimana orangtua menanamkan ketekunan, kerajinan, dan kepercayaan diri
anak bahwa anak mampu mencapai prestasi yang diinginkannya (Hastuti 2008).
Erikson berpendapat bahwa perkembangan emosi positif sangat penting
dalam perkembangan jiwa anak, dan ini sangat tergantung pada peran orangtua
dan guru. Setiap anak akan dihadapkan pada dua keadaan yang saling bertolak
belakang, yaitu emosi positif dan negatif. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang akan mengalami konflik tarik menarik antara kedua emosi tersebut,
keberhasilan dalam mengelola konflik ini terwujud apabila anak dapat mencapai
emosi positif. Seorang anak dengan perkembangan emosi yang baik pada tahap
sebelumnya, berpotensi untuk berkembang ke arah yang positif, yaitu anak yang
penuh dengan kreatifitas, antusias dalam melakukan sesuatu, aktif bereksperimen,
berimajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko, dan senang bergaul
dengan kawannya (Megawangi et al. 2004).
15
Menurut Hurlock (1991) orang tua harus dapat memberikan pola asuh
yang tepat sesuai dengan perkembangan anaknya, agar anak dapat
mempersepsikan pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik sehingga dapat
memotivasi belajarnya. Pola asuh adalah sikap orang tua dalam membimbing
anak-anaknya. Perlakuan orang tua terhadap seorang anak akan mempengaruhi
bagaimana ia memandang, menilai, dan juga mempengaruhi sikap anak terhadap
orang tua serta kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka.
Pengasuhan yang diberikan orang tua seperti lingkungan yang hangat dan
mendukung akan membuat anak merasa aman sehingga memungkinkan mereka
untuk meraih potensi sepenuhnya. Anak yang sukses dalam akademik adalah anak
yang mendapatkan dukungan dari keluarga. Keterlibatan orangtua dalam
pendidikan mengakibatkan anak mendapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi,
perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah (Santrock 2007).
Dalam pola asuh akademik terdapat beberapa aspek yang berhubungan
dengan fungsi ekspresif dan perlu diperhatikan orangtua, yaitu penentuan jenis
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak, keterlibatan orangtua dalam proses
belajar anak dan problem sosial anak di sekolah, kemampuan orangtua dalam
mengajarkan peraturan dan nilai pada anak, keterampilan orangtua dalam
mendorong prestasi belajar anak di sekolah, serta keterbukaan orangtua dalam
membentuk kerjasama dengan pihak sekolah, terutama untuk memantau prestasi
dan kemajuan belajar anak di sekolah (Hastuti 2008).
Kualitas pengasuhan pada anak usia 6 tahun keatas adalah orangtua yang
mengasuh dengan baik memberikan stimulasi lingkungan, dorongan, menciptakan
iklim, stimulasi aktif, melakukan partisipasi, memberikan reaksi emosi positif,
serta variasi pengalaman yang cukup memadai. Dengan pengasuhan yang baik
maka anak akan terdorong untuk melakukan perbuatan baik, mempunyai
kebiasaan hidup yang relatif lebih baik pula, serta menjadi anak yang lebih baik
karena dorongan dan teladan yang dibuat oleh orangtuanya (Hastuti 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Nurina (2004) bahwa pengasuhan anak
mempunyai pengaruh nyata positif terhadap prestasi belajar anak, yaitu aktivitas
pengasuhan anak yang berbentuk keterlibatan atau berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi akademik anak artinya semakin baik pengasuhan anak maka
16
semakin baik prestasi akademik. Seperti yang diungkapkan Gunarsa dan Gunarsa
(2004) bahwa hubungan suasana antara ibu dan anak dengan penuh kasih sayang
akan mendorong anak untuk memotivasi dalam mencapai prestasi belajar.
Peran pengasuhan ayah juga dapat mempengaruhi prestasi akademik anak.
Secara umum, ayah cenderung menerapakan gaya pengasuhan yang otoritas dan
merangsang realitas anak. Sedangkan ibu cenderung memberikan kesenangan
pada keinginan anak untuk memberi dorongan pada anak. Akan tetapi, pada
dasarnya dalam mengasuh anak, ayah dan ibu harus memiliki filosofi manajemen
yang sama. Orangtua yang efektif adalah orangtua yang senantiasa terlibat dalam
pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan anak termasuk
bertemu dengan guru di awal tahun pelajaran. Oleh karena itu, partisipasi
orangtua terhadap belajar anak merupakan sumbangan yang signifikan pada
prestasi akademik anak (Hawadi 2001).
Berns (1997) mengatakan bahwa peran sosial antar anggota keluarga
dibagi berdasarkan tugas dan distribusi tanggung jawab atau wewenang. Ketika
keluarga berada dalam keadaan harus memenuhi kebutuhannya sendiri, istri
bertanggung jawab untuk menyiapkan makanan, pakaian, mengasuh anak,
mengatur rumah, memelihara binatang peliharaan, dan merawat kebun. Sementara
itu, secara tradisional suami atau ayah bertanggung jawab mendukung istri dan
anak-anaknya. Peran ayah yang istrinya bekerja adalah membantu mengurus
rumah tangga serta anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa fungsi pengasuhan
dijalankan secara bersama dan saling melengkapi antara suami dan istri.
Ketersedian Alat Stimulasi Akademik Remaja
Alat stimulasi akademik adalah fasilitas belajar yang disediakan untuk
menunjang dan menstimuli kegiatan belajar anak. Berdasarkan hasil penelitian
Hastuti (2006), ketersedian alat stimulasi akademik seperti buku, majalah, aneka
Alat Permainan Edukatif (APE) dapat meningkatkan kecerdasan majemuk anak.
APE adalah aneka permainan yang dapat menstimulasi tumbuh kembang anak.
Stimulasi orangtua merupakan faktor yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap perkembangan kognitif anak. Di bidang pendidikan, orang tua
memiliki pengaruh besar terhadap prestasi akademik anak. Adapun peran yang
dapat orangtua lakukan untuk menunjang prestasi akademik anak antara lain,
17
menyedikan tempat yang kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan
buku-buku referensi sebagai sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan
anak, memperhatikan kegiatan anak di rumah dan sekolah (Papalia & Olds 1989).
Hasil penelitian Wandini (2008) menunjukkan bahwa sebagian besar
contoh dengan fasilitas belajar sedang memiliki prestasi akademik pada kategori
sedang, sedangkan lebih dari separuh contoh dengan fasilitas belajar yang baik
memiliki prestasi akademik pada kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin baik fasilitas belajar anak, maka semakin baik prestasi akademiknya.
Faktor Karakteristik Remaja yang Berhubungan dengan Pola Asuh
Akademik dan Prestasi Akademik
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara psikologis masa remaja
adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana
anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam
tingkatan yang sama. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam berhubungan sosioal dengan
orang dewasa (Hurlock 1980).
Usia anak. Usia pubertas pada remaja menurut Hurlock (1980) dibagi
menjadi tiga kategori yaitu awal puber (11-12 tahun), pertengahan puber (12-15
tahun), dan akhir puber (15-16 tahun). Awal masa remaja biasanya disebut
sebagai “usia belasan”. Blos dalam Sarwono (2008) menjelaskan tahap usia
pubertas pada remaja yaitu:
1. Awal puber. Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-
dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.
2. Pertengahan puber. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-
kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada
kecenderungan “narcistic” yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai
teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya.
3. Akhir puber. Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek,
egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
18
dalam pengalaman-pengalaman baru, terbentuknya identitas, egosentrisme,
tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.
Usia anak merupakan faktor yang dipertimbangkan orangtua dalam
mendidik anaknya. Orangtua harus mengetahui tahapan perkembangan anak
dalam setiap rentang usianya. Secara umum, tahapan perkembangan anak dapat
memberikan pengetahuan tentang aktivitas, materi, pengalaman, interaksi sosial
yang sesuai, menarik, aman, mendidik, dan menantang bagi anak. Pengetahuan ini
dapat digunakan dalam mendidik anak yang patut. Pendidikan yang patut adalah
pendidikan yang sesuai dengan umur, perkembangan psikologis, dan kebutuhan
spesifik anak sehingga anak akan merasa nyaman berada dalam lingkungannya
sehingga akan berpengaruh pada prestasinya di sekolah (Megawangi et al. 2004).
Anak selalu tertarik pada sesuatu yang baru. Namun, rasa ingin tau dan
dorongan untuk belajar semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia
anak. Hal ini terjadi apabila cara siswa dalam memperoleh mempengaruh
pengetahuan dan keterampilan dirasa begitu majemuk dan memakan waktu
sehingga membuat minatnya semakin menghilang (Hawadi 2001).
Jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan salah satu pertimbangan
orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Praktik pengasuhan yang
berbeda antar jenis kelamin disebabkan karena adanya pertumbuhan fisik,
perkembangan mental, dan sosial anak terutama pada masa akhir sekolah. Anak
laki-laki dianggap lebih diberi kesempatan untuk mandiri sehingga mereka lebih
menunjukkan inisiatif dan spontan (Hawadi 2001).
Pada dasarnya gaya pengasuhan tidak membedakan gender anak, karena
baik anak laki-laki maupun perempuan memerlukan gaya pengasuhan yang
mengarah pada gaya pengasuhan authoritative. Ini berarti baik anak laki-laki
maupun anak perempuan mempunyai hak yang sama untuk menerima kehangatan
dan kasih sayang dari orangtua, serta juga memiliki hak yang sama untuk
menerima pembatasan dan peraturan yang berhubungan dengan kehidupan untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan orangtua dan masyarakat. Namun
demikian, dalam pemberian pola asuh fisik/motorik, kognitif/intelektual, sosial
emosi, ataupun moral dan disiplin, terdapat keragaman pengasuhan sesuai dengan
kondisi biologis anak laki-laki dan perempuan yang berbeda (Hastuti 2008).
19
Orangtua sering memiliki harapan yang berbeda terhadap remaja laki-laki
dan perempuan terutama pada masalah akademik (pelajaran matematika dan ilmu
pengetahuan). Banyak orangtua menganggap bahwa pelajaran matematika lebih
penting bagi masa depan anak laki-laki daripada perempuan, dan anggapan
orangtua tersebut mempengaruhi penilaian remaja terhadap prestasinya dalam
pelajaran matematika (Santrock 2007).
Faktor Karakteristik Keluarga yang Berhubungan
dengan Pola Asuh Akademik, Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik,
Besar keluarga. Besar keluarga menurut BKKN (1995) adalah
keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan
anggota keluarga lainnya. Besar keluarga terbagi tiga yaitu keluarga kecil (≤4
orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang).
Makin banyak anggota keluarga maka jumlah interaksi interpersonal yang
terjadi akan semakin kompleks. Keluarga besar yang terdiri dari banyak orang
akan membentuk corak hubungan yang semakin majemuk dan kemungkinan
terjadinya ketegangan antar anggota menjadi lebih besar (Guhardja et al. 1992).
Pada keluarga kecil pengasuhan orangtua umumnya bersifat demokratis
dan mampu mencurahkan waktu serta perhatian yang cukup pada anak. Namun,
orangtua cendrung menekan anak untuk mencapai prestasi akademik sehingga
orangtua cendrung membandingkan prestasi anaknya dengan yang lain.
Pengasuhan pada keluarga sedang, umumnya kurang demokratis dan bertambah
otoriter dengan meningkatnya anggota keluarga. Tekanan orangtua untuk prestasi
biasanya terpusat pada anak pertama. Selain itu, terdapat keterbatasan untuk
memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak. Pada keluarga
besar, pendidikan otoriter perlu diberikan untuk menghindari kekacauan.
Orangtua seringkali tidak mampu memberikan fasilitas dan lambang status yang
sama dengan teman sebaya anaknya (Hurlock 1980).
Pendidikan Orangtua. Pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor
penting dalam tumbuh kembang anak, dengan pendidikan yang baik maka
orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pengasuhan
anak yang baik, menjaga kesehatan dan pendidikan anaknya. Setiap orangtua
20
mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda dari segi kualitas maupun
kuantitas (Soetjiningsih 1995).
Tingkat pendidikan orangtua merupakan aspek yang mempengaruhi
keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan yang dicapai
seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, presepsi,
pemahaman, dan kepribadian (Guhardja et al. 1992). Berdasarkan hasil penelitian
Hastuti (2006), keluarga dari kelompok TK pada umumnya memiliki kondisi
sosial ekonomi yang relatif lebih baik dilihat dari tingkat pendidikan ayah dan ibu
contoh. Orangtua dengan pendidikan tinggi mempunyai perhatian yang baik
dalam hal pendidikan anaknya, sehingga orangtua lebih cederung mengarahkan
anaknya untuk bisa belajar di lembaga pendidikan prasekolah misalnya
memasukan anaknya ke TK.
Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga sangat berhubungan dengan
pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya. Hasil penelitian Hastuti
(2006) menunjukan bahwa semakin besar pendapatan perkapita keluarga maka
semakin baik pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian Jaenne-Brooks (2003) kemiskinan di tahun-
tahun pertama kehidupan lebih baik bagi kelulusan sekolah dan prestasi pada usia
18 tahun dibandingkan dengan kemiskinan pada tahun-tahun menginjak remaja.
Tetapi kemiskinan tetap berefek negatif pada kehidupan anak karena anak-anak
dari keluarga miskin lebih mungkin menemui hambatan untuk berhasil. Hal ini
disebabkan karena sedikitnya mainan, kurangnya fasilitas belajar, dan komunikasi
yang jarang antara anak dan orangtua (Santrock 2007).
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) orangtua yang mempunyai
pendapatan tinggi dengan keadaan ekonomi baik akan memiliki lebih banyak
waktu untuk membimbing anak karena orangtua tidak lagi memikirkan tentang
keadaan ekonomi. Sedangkan, tingkat pendapatan yang rendah akan
menyebabkan orangtua kurang perhatian terhadap anak dan tidak mempunyai
21
KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga merupakan institusi pertama yang akan membentuk sumberdaya
manusia yang berkualitas untuk memajukan bangsa. Melalui lingkungan keluarga
anak tumbuh dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan model
ekologis Bronfenbrenner diacu dalam Santrock (2003) anak remaja berada dalam
lingkungan keluarga yaitu lingkungan mikrosistem. Lingkungan mikrosistem
merupakan lingkungan terdekat dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah,
peer group, dan tetangga.
Karakteristik keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua,
dan pendapatan orangtua diduga menentukan bagaimana pola asuh akademik dan
penyediaan stimulasi akademik orangtua terhadap anaknya. Besar keluarga diduga
berhubungan dengan pola asuh akademik yang akan berdampak pada prestasi
akademik anak. Menurut Hurlock (1980) besar keluarga akan mempengaruhi
pengasuhan dan fasilitas belajar yang disediakan orangtua. Semakin besar
keluarga maka semakin sedikit fasilitas yang mampu disediakan orangtua. Secara
langsung atau tidak langsung kedua hal tersebut akan mempengaruhi prestasi
akademik anak di sekolah.
Pendidikan orangtua juga merupakan salah satu faktor penting dalam
tumbuh kembang anak, dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang pengasuhan anak yang baik,
menjaga kesehatan, dan pendidikan anaknya (Soetjiningsih 1995). Pendapatan
orangtua juga diduga sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak
karena pendapatan orangtua berhubungan dengan pola asuh yang diberikan
orangtua kepada anaknya. Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukan bahwa
semakin besar pendapatan perkapita keluarga maka semakin baik pola asuh yang
diberikan orangtua kepada anaknya. Selain karakteristik keluarga, karakteristik
remaja yang meliputi usia dan jenis kelamin juga diduga berhubungan dengan
pemberian pola asuh akademik oleh orangtua kepada anaknya.
Menurut Bloom dalam Arikunto (1990) prestasi merupakan kecakapan
atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada periode tertentu. Berdasarkan
pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah yang dicerminkan dari nilai rapor.
22
Karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh akademik, ketersediaan alat
stimulasi akademik, dan latar belakang pendidikan prasekolah diduga
berhubungan dengan prestasi akademik anak remaja.
Anak yang sukses dalam akademik pada umumnya adalah anak yang
mendapatkan dukungan dari keluarga, seperti dukungan agar berprestasi baik.
Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak mengakibatkan anak mendapatkan
nilai rata-rata yang lebih tinggi, perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah
(Santrock 2007). Dengan kata lain, pola asuh akademik yang diberikan orangtua
diduga berhubungan dengan prestasi akademik anak.
Papalia dan Olds (1989) mengungkapkan bahwa stimulasi orangtua
merupakan faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan
kognitif seorang anak. Di bidang pendidikan, orang tua memiliki pengaruh besar
terhadap prestasi akademik anak. Adapun peran yang dapat orangtua lakukan
untuk menunjang prestasi akademik anak antara lain, menyediakan tempat yang
kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan buku-buku referensi sebagai
sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan
kegiatan anak di rumah dan sekolah. Hasil penelitian Wandini (2004) menemukan
bahwa semakin baik fasilitas belajar yang orangtua sediakan, maka semakin baik
prestasi akademik anak.
Pendidikan usia dini merupakan dimensi yang sangat penting dalam
perkembangan anak. Oleh sebab itu layanan Pendidikan Anak Usia Dini
merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak hingga
dewasa. Pendidikan bagi anak usia prasekolah merupakan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosi, konsep diri,
disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama (Santrock 2007).
Banyak program prasekolah yang terbukti menghasilkan dampak positif
pada pembelajaran anak-anak, tetapi pengaruh yang timbul bervariasi sesuai
dengan ketekunan anak. Efek yang dihasilkan adalah prestasi yang lebih tinggi,
jumlah anak yang lebih rendah dalam pengulangan kelas/pendidikan khusus, dan
lebih tinggi pencapaian tingkat pendidikan. Pengaruh dari program prasekolah
juga terkait dengan menurunnya kenakalan dan kejahatan di masa kanak-kanak
dan masa dewasa. Bukti kuat menunjukkan bahwa ekonomi keluarga menengah
23
ke bawah dan dari semua latar belakang sosial ekonomi mendapat manfaat jangka
panjang dari pendidikan prasekolah (Bernett 2008).
Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Banyak pakar mengemukakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada
seseorang sejak usia dini akan membantuk pribadi yang bermasalah di masa
dewasanya kelak. Pendidikan usia dini merupakan investasi jangka panjang
seorang anak di masa depannya. Oleh sebab itu, pendidikan berkarakter yang
berkualitas perlu dibentuk sejak usia dini (Megawangi 2004).
Selain itu, faktor-faktor yang mendukung prestasi akademik remaja
diantaranya adalah Intelligence Quotient, Emotional Quotient, aktivitas
ekstrakurikuler, peergroup, metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah,
sarana dan prasarana belajar di sekolah, serta aktivitas ekstrakulikuler (Dimyati &
Mudjiono 2006). Namun, dalam penelitian ini hanya akan dilihat bagaimana
hubungan latar belakang pendidikan prasekolah, pola asuh akademik, dan
ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik. Kerangka
pemikiran yang menggambarkan hubungan karakteristik remaja, karakteristik
keluarga, pola asuh akademik, ketersedian alat stimulasi akademik, dan prestasi
akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah
dapat dilihat pada Gambar 1.
24
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= Variabel yang ditelit = Hubungan yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
Karakteristik Remaja
Usia anak
Jenis kelamin
Latar Belakang Pendidikan
Prasekolah (SBB, TK,
tidak mengikuti
pendidikan
prasekolah/kontrol)
Prestasi Akademik Remaja
(Nilai Rapor)
Pola Asuh
Akademik Remaja
Metode
Pembelajaran di
Sekolah
Sarana dan
Prasarana belajar
di sekolah
Aktivitas
Ekstrakulikuler
Akt
Peergroup
Intelligence Quotient
Emotional Quotient
Karakteristik Keluarga
Pendapatan perkapita
keluarga
Besar keluarga
Pendidikan Orangtua
Ketersedian Alat Stimulasi Akademik
Remaja
25
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang pernah dilakukan
oleh Hastuti (2006) dengan judul “Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada
Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter”. Desain yang digunakan
dalam penelitian adalah cross sectional study. Data dikumpulkan dalam waktu
tertentu dan tidak berkelanjutan. Metode pengumpulan data adalah metode survei
karena mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1991).
Penelitian ini merupakan penelitian bersama (payung) yang berjudul “Pengaruh
Kualitas Pengasuhan, Peer Group, dan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah
terhadap Kecerdasan, Karakter, dan Perilaku Sosial Remaja”.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pola asuh akademik, ketersedian
alat stimulasi akademik dan prestasi akademik remaja yang memiliki latar
belakang pendidikan prasekolah yang berbeda di Kelurahan Sukasari dan Desa
Situ Udik. Penelitian ini melibatkan anak yang memiliki latar belakang SBB
(Sekolah Semai Benih Bangsa) dan TK. SBB adalah kelompok prasekolah
(sekarang kelompok PAUD) yang didirikan oleh yayasan Indonesia Heritage
Foundation (IHF). SBB ini diperuntukan bagi kelompok masyarakat menengah ke
bawah yang berdasarkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter dengan
metode belajar sesuai kaidah pembelajaran yang patut. Sebagai pembanding akan
diteliti pula anak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah.
Pemilihan wilayah dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di
Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor dan Desa Situ Udik,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dengan
mempertimbangkan bahwa kedua tempat tersebut memenuhi persyaratan, yaitu
lokasi yang merupakan tempat SBB dengan lulusan yang sudah memasuki usia
remaja. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2010.
Cara Penarikan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah contoh yang berasal dari penelitian
yang dilakukan oleh Hastuti (2006) di Kelurahan Sukasari dan Situ Udik. Contoh
26
adalah anak yang mempunyai latar belakang pendidikan SBB, TK, dan yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan prasekolah. Jumlah contoh pada penelitian
Hastuti (2006) adalah 356 orang. Dari 356 contoh di tiga lokasi terdapat 236
orang anak di Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik. Oleh karena penelitian ini
memfokuskan pada usia remaja maka terdapat 119 orang yang masuk kriteria ini
yaitu pada selang usia 11 sampai 16 tahun.
Penelitian ini mendapat kendala pada saat pengambilan data sehingga 119
orang yang akan menjadi contoh dalam penelitian ini tidak dapat terpenuhi. Hal
ini dikarenakan terdapat 32 keluarga contoh tidak bertempat tinggal di alamat
yang tercantum dan tidak dapat dilacak lagi keberadaannya, sehingga jumlah
contoh dalam penelitian ini menjadi 87 orang. Contoh yang diperoleh adalah 27
orang dari latar belakang SBB, 31 orang dari TK, dan 29 orang dari kontrol.
Jumlah contoh laki-laki sebanyak 46 orang dan contoh perempuan sebanyak 41
orang. Penarikan contoh penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Penarikan contoh penelitian berdasarkan usia contoh
Latar Belakang Pendidikan Prasekolah
Lokasi Jumlah Sukasari Situ Udik
SBB 17 10 27
TK 14 17 31 Kontrol (non SBB/TK) 16 13 29
Total 47 40 87
Jenis dan Cara pengumpulan Data
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
wawancara dan pengisian kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
yang relevan dengan variabel yang diteliti, serta telah diuji reliabilitas dan
validitasnya. Data primer meliputi karakteristik contoh (usia dan jenis kelamin),
karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan
keluarga, besar keluarga), ketersedian alat stimulasi akademik, pola asuh
akademik, dan nilai rapor. Try out kuesioner dilakukan untuk menguji validitas
dan reliabilitas alat ukur dengan sebelum penelitian dilakukan dan dilakukan uji
alpha cronbach. Data sekunder yang diambil antara lain gambaran umum
27
monografi wilayah penelitian, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat
yang didapat dari kantor Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik. Jenis dan cara
pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis Data Variabel Skala Data Jumlah Butir
Pertanyaan
Primer Karakteristik anak remaja
- Usia (tahun) Rasio
- Jenis kelamin
-Latar belakang pendidikan
prasekolah
Nominal
Nominal
Primer Karakteristik keluarga
- Pendidikan orangtua (tahun) Rasio
- Pekerjaan orangtua Nominal - Pendapatan perkapita
keluarga (per bulan)
Rasio
- Besar keluarga (orang) Rasio
Primer Ketersedian alat stimulasi
akademik
Rasio 9 butir
Primer Pola asuh akademik
- pola asuh disiplin diri Ordinal 10 butir - pola asuh berprestasi Ordinal 10 butir
Primer Prestasi akademik Rasio 7 mata pelajaran
Sekunder Data monografi, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
Kelurahan Sukamulya dan
Desa Situ Udik
Pengukuran, Pengolahan, dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entry,
cleaning, dan analyzing. Data akan dianalisis secara deskriptif dan inferensial
dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Package for Social
Sciences) for windows versi 17.0. Pengontrolan kualitas data dilkukan melalui uji
reliabilitas instrumen pola asuh akademik. Hasil uji Cronbach Alpha menunjukan
reliabilitas instrumen pola asuh akademik sebesar 0,659 (Lampiran 1).
Karakteristik anak meliputi jenis kelamin dan usia anak. Jenis kelamin
anak di beri nilai 0 jika perempuan dan 1 jika laki-laki. Usia anak dikelompokkan
ke dalam kategori usia antara 11-12 tahun (awal puber), 12-15 tahun (pertengahan
puber), dan 15-16 tahun (akhir puber).
Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orangtua, pendapatan perkapita
keluarga (per bulan), dan besar keluarga. Tingkat pendidikan orangtua contoh
28
diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti
orangtua contoh, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT). Orangtua yang
tingkat pendidikannya tidak tamat SD diberi skor 1, SD diberi skor 2, SLTP diberi
skor 3, SMU diberi skor 4, dan PT diberi skor 5. Pendapatan keluarga
dikelompokkan berdasarkan pendapatan perkapita Jawa Barat (2009) yaitu miskin
(<Rp191.985), hampir miskin (Rp191.985-Rp239.981), hampir tidak miskin
(Rp239.981-Rp287.977), dan tidak miskin (>Rp287.977). Besar keluarga
dikelompokkan kedalam kategori kecil (≤4), sedang (5-7), dan besar (>7).
Pola asuh akademik terdiri dari 20 pertanyaan yaitu masing-masing 10
pertanyaan untuk pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi
dengan memodifikasi instrumen Mafriana (2003) dan Hastuti (2006). Untuk
melihat baik atau tidaknya pola asuh akademik orangtua dilakukan scoring
sebagai berikut: diberi skor 2 untuk intensitas sering, skor 1 untuk intensitas
kadang-kadang, dan skor 0 untuk intensitas yang tidak pernah.
Alat stimulasi akademik terdiri dari delapan item pertanyaan mencakup
buku-buku pelajaran, lembar kerja siswa, kamus (Bahasa Indonesia/Bahasa
Inggris), buku-buku cerita/novel, buku harian/diary, buku gambar, alat
menggambar, dan komputer). Ada atau tidaknya alat stimulasi akademik yang
dimiliki anak dinyatakan dengan skor 0 untuk tidak ada dan skor 1 untuk ada.
Prestasi akademik dilihat dari nilai rapor dari 7 mata pelajaran pada
semester terakhir (dua atau empat). Nilai prestasi akademik siswa tersebut
meliputi mata pelajaran yang umum dipelajari di sekolah, yaitu Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Inggris, Matematika. Nilai rapor
dikelompokan berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu kurang (<
60,00), cukup (60.00-70.00), baik (70,10-75,00), dan sangat baik (>75).
Sistem skoring pada seluruh variable dibuat konsisten yaitu semakin tinggi
skor maka semakin tinggi kategorinya. Setelah itu dijumlahkan dan dikategorikan
dengan menggunakan teknik skoring secara normatif . Teknik ini digunakan untuk
variabel pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik.
29
Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (Sma) - Skor Minimum (Smi)
Jumlah kategori
Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut:
Rendah/Kurang = Smi sampai (Smi + IK)
Sedang = (Smi + IK)+1 sampai (Smi +2IK)
Tinggi/ Baik = (Smi 2IK)+1 sampai Sma
Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat
sebaran statistik deskriptif contoh menurut variabel yang diteliti.
2. Uji beda yang digunakan adalah uji beda Annova untuk data parametrik atau
data rasio, uji beda Kruskall Wallis untuk non parametrik atau data ordinal.
Uji beda dilakukan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat ada
tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di tiga kelompok contoh
(SBB, TK, dan kontrol).
3. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antar variabel
(karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh akademik, ketersediaan
alat stimulasi akademik, dan prestasi akedemik).
Definisi Operasional
Remaja adalah individu yang berusia antara 11 sampai 16 tahun di Desa Situ
Udik dan Kelurahan Sukasari yang mempunyai latar belakang
pendidikan prasekolah (SBB, TK, Kontrol).
Karakteristik remaja adalah ciri yang melekat pada remaja yang diukur
berdasarkan jenis kelamin dan usia.
Karakteristik keluarga adalah ciri yang melekat pada keluarga diukur dari besar
keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, dan pendapatan keluarga
total dalam 1 bulan.
Tingkat pendidikan orangtua adalah pendidikan formal terakhir yang pernah
diikuti oleh orangtua contoh (ayah atau ibu) yang dilihat dengan
memiliki surat tanda tamat belajar/ijazah, meliputi Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA),
30
dan Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan orangtua dinyatakan dengan
lama tahun.
Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan ayah yang meliputi Buruh, Petani, Swasta,
Wiraswasta, Pegawai Negri Sipil (PNS/TNI/ABRI), Pensiunan, Ibu
Rumah Tangga.
Pendapatan keluarga adalah penghasilan perbulan yang diperoleh oleh orang tua
contoh (ayah dan ibu) serta anggota keluarga lain dalam keluarga yang
dinilai dengan rupiah per bulan.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak
dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah. Besar
keluarga dinyatakan dalam orang.
Latar belakang pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang diikuti anak
sebelum memasuki Sekolah Dasar. Pendidikan prasekolah yang akan
dilihat adalah SBB, TK, dan anak yang tidak pernah masuk TK maupun
SBB.
Pola Asuh Akademik adalah pola asuh atau interaksi yang diberikan orangtua
dalam memberikan stimuli kepada anak untuk mencapai suatu prestasi.
Pola asuh akademik dalam penelitian ini adalah pola asuh yang
diberikan orangtua saat ini pada anak remajanya yang meliputi pola asuh
disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi. Pola asuh akademik
dinyatakan dalam jumlah skor.
Alat stimulasi akademik adalah peralataan yang dimiliki oleh responden saat ini
untuk menunjang prestasi akademik berupa buku pelajaran, lembar kerja
siswa, kamus, buku-buku cerita, buku harian, buku gambar, alat
menggambar, dan komputer. Alat stimulasi akademik dinyatakan dalam
jumlah skor.
Prestasi akademik adalah nilai rapor per mata pelajaran dan rata-rata nilai rapor
dari mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan
(PKN), Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Situ Udik
Desa Situ Udik merupakan salah satu Desa di Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Secara geografis, Desa Situ Udik berbatasan dengan beberapa
wilayah yaitu, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Situ Ilir Cibungbulang,
sebelah Selatan Desa Pasarean Pamijahan, sebelah Barat Desa Cimayang
Pamijahan, dan sebelah Timur Desa Karacak Leuwiliang.
Desa Situ Udik memiliki luas wilayah 370.150 Ha, 460 M diatas
permukaan laut yang terdiri dari 100 Ha lahan untuk pemukiman umum, 5 Ha
lahan untuk peribadatan, 5 Ha lahan untuk pemakaman, 4,5 Ha lahan untuk jalan
umum, 1,2 Ha lahan untuk sekolah, 0,5 Ha lahan untuk pertokoan/perdagangan,
1070 M2
lahan untuk perkantoran desa, dan 1,5 Ha lahan untuk lainnya. Desa ini
memiliki rata-rata curah hujan sebesar 3009 mm per tahun dengan suhu rata-rata
harian 19o C.
Desa Situ Udik terbagi menjadi 12 Rukun Warga dan 43 Rumah Tangga.
Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebanyak 13.668 jiwa yang terdiri dari
7.043 jiwa penduduk laki-laki dan 6.625 jiwa penduduk perempuan dengan
kepadatan penduduk sebesar 4.556 jiwa per kilometer persegi. Desa Situ Udik
merupakan desa dengan luas dataran 300 Ha dan perbukitan/pegunungan seluas
71 Ha. Sumber pendapatan utama penduduk hampir sebagian besar berasal dari
pertanian dan perkebunan.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Situ Udik adalah sebagai
buruh yaitu sebanyak 1.511 jiwa dan sebagai petani/peternak sebanyak 1.403
jiwa. Sisanya 421 jiwa sebagai wiraswasta, 242 jiwa sebagai pegawai swasta, 232
jiwa sebagai pegawai negeri sipil (PNS), 105 jiwa sebagai pengusaha kecil, dan
40 jiwa sebagai pensiunan PNS/ABRI.
Kelurahan Sukasari
Kelurahan Sukasari terletak di wilayah Kecamatan Bogor Timur dengan
luas sekitar 48 Ha. Secara geografis, Kelurahan Sukasari berbatasan dengan
beberapa wilayah yaitu sebelah Utara adalah Kelurahan Babakan Pasar, sebelah
32
Timur berbatasan dengan Kelurahan Baranangsiang, sebelah Barat berbatasan
dengan Bondongan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Tajur.
Kelurahan Sukasari memiliki luas 48 hektar yang terdiri dari 7 Rukun
Warga (RW), dan 39 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data potensi
sumberdaya manusia tahun 2009, jumlah kepala keluarga di Kelurahan Sukasari
adalah sebanyak 2.543 kepala dengan jumlah penduduknya sebanyak 11.263
jiwa yang terdiri dari 5.668 jiwa penduduk laki-laki dan 5595 jiwa penduduk
perempuan.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kelurahan Sukasari adalah
sebagai karyawan perusahaan swasta yaitu sebanyak 225 jiwa, wiraswasta
sebanyak 157 jiwa, pengusaha kecil dan menengah sebanyak 100 jiwa, pembantu
rumah tangga sebanyak 70 jiwa, pegawai negeri sipil sebanyak 87 jiwa, dan
pensiunan PNS/TNI/POLRI sebanyak 30 jiwa. Penduduk di Kelurahan Sukasari
sebagian besar menganut agama islam (8.926 orang), Kristen (1.350 orang),
Khatolik (829 orang), serta sisanya adalah Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Sebagian besar penduduk Kelurahan Sukasari memiliki tingkat pendidikan
tamat SD atau sederajat yaitu sebanyak 2.927 jiwa. Sementara itu, penduduk yang
memiliki tingkat pendidikan tamat SMA sebanyak 1.620, tamat SMP sebanyak
1.560 jiwa, dan tamat akademi atau D1-D3 sebanyak 124 jiwa. Sisanya adalah
tamat perguruan tinggi sebanyak 89 jiwa dan tidak tamat SD yaitu 290 jiwa.
Jumlah penduduk wajib belajar 9 tahun usia 7-15 tahun berjumlah 2494 jiwa
terdiri dari 1.987 jiwa masih sekolah dan 79 jiwa tidak sekolah.
Karakteristik Contoh
Usia Contoh
Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 11 sampai 16 tahun. Usia
pubertas menurut Hurlock (1980) dibagi menjadi tiga kategori yaitu puber awal
(11-12 tahun), pertengahan puber (12-15 tahun), dan akhir puber (15-16 tahun).
Berdasarkan Tabel 3, sebaran usia contoh pada tiga kelompok (SBB, TK,
dan kontrol) menunjukan sebagian besar contoh tersebar pada kategori usia
pertengahan puber (12-15 tahun) yaitu 82,2 persen pada kelompok SBB, 100
persen pada kelompok TK, dan 79,3 persen pada kelompok kontrol. Hanya
sebagian kecil berada pada kategori usia akhir puber (15-16 tahun) yaitu terdapat
33
satu orang (3,4 persen) pada kelompok kontrol. Rata-rata usia anak pada
kelompok TK menunjukan kecenderungan yang lebih tinggi dibanding anak pada
kelompok SBB dan kontrol. Namun, hasil uji beda Anova menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan usia contoh (p>0,05) pada ketiga kelompok contoh.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia dan kelompok
Usia Contoh SBB TK Kontrol
n % n % n %
Awal puber (11-12) 4 14,8 0 0 5 17,2
Pertengahan puber (12-15) 23 85,2 31 100 23 79,3
Akhir puber (15-16) 0 0 0 0 1 3,4
Total 27 100 31 100 29 100
Mean ± std (tahun) 13,1 ±0,88 13,5 ±0,74 13,4 ±1,15 P-value 0,424
Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga memegang peranan yang penting dalam perkembangan
fisik dan mental seorang anak. Dalam hal anak yang baru lahir misalnya, jumlah
anak laki-laki sedikit lebih besar daripada anak perempuan, tetapi anak perempuan
kemudian tumbuh lebih cepat daripada anak laki-laki. Demikian juga dalam hal
kematangannya, anak perempuan lebih dahulu matang dari anak laki-laki.
Contoh yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 87 responden
dengan latar belakang pendidikan prasekolah yang berbeda. Berdasarkan Tabel 4,
diketahui bahwa secara keseluruhan contoh yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan, yaitu 51,9 persen pada SBB, 61,3 persen pada TK,
dan 44,8 persen pada kelompok kontrol. Namun, contoh pada kelompok kontrol
yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
Jenis Kelamin SBB TK Kontrol
n % n % N %
Laki-laki 14 51,9 19 61,3 13 44,8
Perempuan 13 48,1 12 38,7 16 55,2
Total 27 100 31 100 29 100
Pendidikan Contoh
Contoh pada penelitian ini terdiri dari dua jenjang pendidikan yaitu
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Sebagian besar contoh
34
merupakan siswa yang bersekolah pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah
Pertama yang duduk di kelas satu dan dua yaitu sebanyak 71 orang, sedangkan
sisanya sebanyak 16 orang merupakan siswa Sekolah Dasar yang duduk di kelas
enam, baik yang berasal dari sekolah Negeri maupun Swasta. Contoh yang berasal
dari sekolah negri berjumlah 50 orang dan swasta berjumlah 37 orang.
Karakteristik Keluarga Contoh
Besar Keluarga
Besar keluarga menurut BKKN (1995) adalah keseluruhan jumlah anggota
keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya. Besar
keluarga terbagi tiga yaitu keluarga kecil (kurang sama dari 4 orang), keluarga
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (lebih dari 7 orang).
Berdasarkan Tabel 5, presentasi terbesar contoh dari ketiga kelompok
berasal dari keluarga kategori sedang (4-7 orang) dengan persentasi SBB sebesar
59,3 persen, TK sebesar 51,6 persen, dan kontrol sebesar 41,4 persen. Rata-rata
besar keluarga menunjukkan contoh dari keluarga kelompok kontrol memiliki
jumlah anggota keluarga yang lebih banyak dibandingkan kelompok SBB dan
TK. Hasil uji Anova (p<0,05) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara
besar keluarga pada ketiga latar belakang prasekolah.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan kelompok
Besar Keluarga SBB TK Kontrol
n % n % n %
Kecil ( ≤ 4) 5 18,5 5 16,1 1 3,4
Sedang (5-7) 16 59,3 16 51,6 12 41,4
Besar (>7) 6 22,2 10 32,3 16 55,2
Total 27 100 31 100 29 100
Mean ± std (orang) 5,89±1,65 6,06±1,65 6,96±2,09
P-valeu 0,049**
**) signifikan pada p<0,05
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak sekolah sampai dengan
tamat perguruan tinggi dengan lama pendidikan dari nol sampai 16 tahun. Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan orangtua contoh dalam penelitian
35
ini adalah tamat sekolah dasar. Presentasi ayah dengan pendidikan tamat sekolah
dasar sebesar 46 persen dan presentasi ibu sebesar 57,5 persen.
Contoh dari kelompok kontrol memiliki persentasi terbesar ayah dengan
pendidikan tamat sekolah dasar (65,5 persen). Hanya ayah dari kelompok TK
yang memiliki pendidikan tamat perguruan tinggi (9,7 persen). Sementara itu,
rataan lama tahun pendidikan ayah kelompok TK lebih tinggi dibandingkan
dengan SBB dan kontrol yaitu 9,4 tahun. Hal ini karena ekonomi keluarga TK
lebih baik dibandingkan SBB dan kontrol. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat
perbedaan (p<0,05) lama pendidikan ayah contoh pada ketiga kelompok.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan kelompok
Pendidikan Orangtua SBB TK Kontrol
n % n % N %
Ayah Tidak sekolah 1 3,7 1 3,2 2 6,9
Tamat SD 10 37,0 11 35,5 19 65,5
Tamat SMP 7 25,9 5 16,1 4 13,8
Tamat SMA 9 33,3 11 35,5 4 13,8 Tamat Perguruan Tinggi 0 0 3 9,7 0 0
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (tahun) 8,5±0,93 9,4±1,12 7,1±0,81
P-value (K-W) 0,011**
Ibu
Tidak sekolah 0 0 0 0 3 10,3
Tamat SD 18 66,7 13 41,9 19 65,5 Tamat SMP 4 14,8 12 38,7 5 17,2
Tamat SMA 5 18,5 5 16,1 2 6,9
Tamat Perguruan Tinggi 0 0 1 3,2 0 0
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (tahun) 7,5±0,80 8,4±0,83 6,6±0,73
P-value (K-W) 0,016**
**) signifikan pada p<0,05
Ibu pada kelompok TK memiliki rataan lama tahun pendidikan yang
paling tinggi diantara ketiga kelompok yaitu 8,4 tahun. Sama halnya dengan
pendidikan ayah, hanya ibu pada kelompok TK yang memiliki pendidikan hingga
perguruan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan (p<0,05) lama
pendidikan ibu contoh pada ketiga kelompok (Tabel 6).
Hasil penelitian menunjukan bahwa orangtua dari kelompok TK lebih
tinggi tingkat pendidikannya dibandingkan orangtua dari kelompok SBB dan
kontrol. Hal ini akan menentukan kualitas pengasuhan yang diberikan kepada
36
anak-anaknya, seperti dinyatakan oleh Soetjiningsih (1995) bahwa pendidikan
orangtua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak,
dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi
dari luar terutama tentang pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan dan
pendidikan anaknya. Setiap orangtua menpunyai tingkat pendidikan yang
berbeda-beda dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pekerjaan Orangtua
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 7, diketahui bahwa persentasi
terbesar ayah contoh dari kelompok SBB (37 persen) dan TK (35,5 persen)
memiliki pekerjaan utama sebagai wiraswasta, sedangkan ayah dari kelompok
kontrol sebagian besar bekerja sebagai buruh (34 persen). Terdapat 6,9 persen dari
kontrol yang tidak memiliki pekerjaan. .
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan kelompok
Pekerjaan Orangtua SBB TK Kontrol
n % n % n %
Pegawai Negeri Sipil 0 0 6 19,4 0 0
Petani 0 0 0 0 2 6,9
Wiraswasta 10 37,0 11 35,5 9 31,0
Sopir 3 11,1 0 0 4 13,8
Buruh 8 29,6 8 25,8 10 34,5
Pekerja Swasta 5 18,5 4 12,9 2 6,9
Pensiunan 1 3,7 2 6,4 0 0
Tidak bekerja 0 0 0 0 2 6,9
Total 27 100 31 100 29 100
Pendapatan Per Kapita Keluarga
Berdasarkan data BPS tahun 2009, batas garis kemiskinan di Jawa Barat
yang dilihat dari pendapatan per kapita adalah sebesar Rp 191.985. Tabel 10
menunjukkan bahwa kelompok kontrol merupakan kelompok yang paling banyak
memiliki pendapatan per kapita keluarga dibawah Rp 191.985 (kategori miskin)
yaitu sebesar 65,5 persen dan hanya 6,9 persen yang tergolang keluarga tidak
miskin (pendapatan per kapita diatas (Rp 287.977). Umumnya alasan mereka
tidak masuk kelompok prasekolah karena faktor biaya sekolah yang cukup tinggi
yang tidak dapat dipenuhi oleh keluarga tersebut (Hastuti 2006).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan dan kelompok
37
Tingkat Pendapatan Per Kapita Per Bulan
SBB TK Kontrol
n % n % n %
< Rp191.986 13 48,1 15 48,4 19 65,5
Rp191.985 - Rp239.981 4 14,8 3 9,7 7 24,1
Rp239.981 - Rp287.977 3 11,1 3 9,7 1 3,4
> Rp287.977 7 25,9 10 32,3 2 6,9
Total 27 100 31 100 29 100
Mean ± std (rupiah) 248.500±220.676 256.590±215.891 161.500±157.291
P-valeu 0,048**
**) signifikan pada p<0,05
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa hanya kelompok kontrol yang memiliki
rata-rata pendapatan di bawah Rp 191.985. Dibandingkan dengan rata-rata
pendapatan per kapita kelompok SBB (Rp 248.500) dan kontrol (Rp 161.500),
maka rata-rata pendapatan per kapita TK adalah yang tertinggi yaitu Rp 256.590.
Hal ini menandakan bahwa ekonomi keluarga kelompok TK lebih baik dibanding
kelompok lainnya. Hasil uji beda Anova menunjukkan adanya perbedaan (p<0,05)
pendapatan per kapita keluarga contoh pada ketiga kelompok.
Hasil penelitian menunujukan bahwa pendapatan per kapita kelompok
SBB saat ini berada pada urutan ke dua setelah kelompok TK yang berarti terjadi
peningkatan kesejahteraan ekonomi pada keluarga kelompok SBB. Berdasarkan
Hastuti (2006), kelompok SBB memiliki pendapatan per kapita keluarga paling
rendah dibandingkan kelompok contoh TK dan kontrol serta masuk dalam
kategori miskin karena sasaran kelompok belajar prasekolah SBB memang
ditujukan untuk masyarakat pra sejahtera. Hal ini berarti terdapat perubahan
dalam hal status ekonomi saat ini pada kelompok SBB dibandingkan pada
penelitian sebelumnya.
Pola Asuh Akademik
Pola asuh akademik yang diberikan orangtua adalah pemenuhan
kebutuhan pendidikan bagi anak, baik yang berupa biaya sekolah, maupun dalam
bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orangtua terhadap prestasi dan
kemajuan belajar anak. Pola asuh akademik meliputi seberapa besar interaksi dan
stimulasi yang diberikan orangtua dalam hal dorongan untuk mencapai suatu
prestasi, dan umumnya berhubungan dengan prestasi anak di sekolah maupun di
luar sekolah yang terdiri dari pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan
berprestasi. Pola asuh asuh disiplin diri adalah pola asuh yang diberikan orangtua
38
untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari,
sedangkan pola asuh dukungan berprestasi adalah pola asuh yang diberikan
orangtua berupa dukungan untuk berprestasi (Hastuti 2008).
Pada penelitian ini, pola asuh yang diberikan oleh orangtua kepada
anaknya adalah pola asuh disipilin diri dan pola asuh dukungan berprestasi.
Pemenuhan pola asuh disipilin diri menunjukan bahwa hampir seluruh ibu contoh
pada ketiga kelompok prasekolah menjawab sering menyuruh contoh untuk
mengaji, yaitu 92,6 persen SBB, 87,1 persen TK, dan 86,2 persen kontrol serta
mencontohkan untuk sholat tepat waktu, yaitu 85,2 persen SBB, 90,3 persen TK,
dan 79,3 persen kontrol (Lampiran 2).
Hal ini berarti bahwa ibu pada ketiga kelompok menginginkan anaknya
disipilin dalam bidang agama. Disipilin adalah salah satu metode pengasuhan
yang efektif untuk anak karena disiplin yang baik adalah upaya pencegahan
prilaku negatif dan dorongan untuk terbentuknya prilaku positif (Hastuti 2008).
Islam telah mengajarkan disiplin kepada anak sejak dini, orangtua berperan
mendisiplinkan anak untuk mengerjakan sholat, beribadah dan beraktivitas
lainnya. Islam memerintahkan sholat sebagai sebuah ibadah yang mengatur
disiplin waktu, gerak, dan bacaan. Dengan kedisiplinan dalam mengerjakan sholat
akan mewarnai kedisiplinan anak dalam kehidupannya (Prayitno 2004).
Pemenuhan pola asuh dukungan berprestasi menunjukan bahwa hampir
seluruh ibu contoh pada ketiga kelompok prasekolah menegur contoh jika
menonton televisi/main seharian, yaitu 96,3 persen pada kelompok SBB, 80,6
persen pada kelompok TK, dan 75,9 persen pada kelompok kontrol. Hal ini
dikarenakan ibu contoh tidak ingin jika contoh terlalu banyak bermain dan
melupakan pekerjaan rumah. Selain itu, ibu contoh juga sering memberi dorongan
pada contoh untuk berprestasi di sekolah, yaitu 92,6 persen pada kelompok SBB,
87,1 persen pada kelompok TK, dan 96,6 persen pada kelompok kontrol.
Pemenuhan pola asuh dukungan berprestasi yang perlu diperhatikan adalah
pengetahuan ibu contoh tentang cita-cita contoh, karena hampir separuh ibu
contoh dari ketiga kelompok prasekolah tidak mengetahui cita-cita anaknya (55,6
persen SBB, 48,8 persen TK, dan 65,5 pesen kontrol) (Lampiran 2).
39
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pola asuh akademik orangtua dan
kelompok
Pola Asuh Akademik SBB TK Kontrol P-value
n % n % n %
Pola asuh disipilin diri
Sedang (6,68-13,35) 6 22,2 5 16,1 10 34,5
Tinggi (13,36-20) 21 77,8 26 83,9 19 65,5
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (persen skor) 79,4±14,2 79,8±12,5 78,6±15,3 0,965
Pola asuh dukungan berprestasi Sedang (6,68-13,35) 9 33,3 10 32,3 11 37,9
Tinggi (13,36-20) 18 66,7 21 67,7 18 62,1
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (persen skor) 73,2±17,4 73,5±15,6 71,5±18,1 0,961
Total pola asuh akademik
Sedang (13,34-26,67) 8 29,6 9 29,0 10 34,5
Tinggi (26,68-40) 19 70,4 22 71,0 19 65,5
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (persen skor) 76,2±13,3 76,8±11,6 75,6±14,2 0,940
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mendapatkan pola
asuh disipilin diri dan dukungan berprestasi dengan kategori tinggi. Namun,
secara persentase terdapat lebih banyak orangtua yang memberikan kualitas pola
asuh disipilin diri dan dukungan berprestasi pada kategori tinggi di kelompok TK
(83,9 persen dan 67,7 persen) dan SBB (77,8 persen dan 66,7 persen). Sementara
pada kategori kualitas pola asuh disipilin diri dan dukungan berprestasi sedang
proporsi terbesar terdapat pada kelompok kontrol (34,5 persen dan 37,9 persen).
Total pola asuh akademik yang diberikan orangtua (ibu) contoh pada
ketiga kelompok prasekolah termasuk ke dalam kategori tinggi (77,8 persen SBB,
74,2 persen TK, dan 69,0 kontrol) dan tidak ada yang masuk dalam kategori
rendah. Hal ini terlihat dari jawaban ibu contoh yang mencerminkan bahwa
mereka memiliki kesadaran cukup tinggi untuk menjalankan pola pengasuhan
yaitu dukungan dalam dal hal pencapaian keberhasilan akademik dengan baik
pada contoh yang masuk kategori usia remaja.
Rata-rata pola asuh disiplin diri pada kelompok TK (79,8 persen) lebih
tinggi dibandingkan kelompok SBB (79,4 persen) dan kelompok kontrol (78,6
persen). Begitu juga dengan pola asuh dukungan berprestasi pada kelompok TK
(73,5 persen) lebih tinggi dibanding kelompok SBB (73,2 persen) dan kelompok
kontrol (71,5 persen). Secara keseluruhan rata-rata skor total pola asuh akademik
40
yang diberikan orangtua kepada anak TK relatif lebih tinggi dibandingkan anak
SBB dan kontrol. Namun, dibanding pada kelompok kontrol, rata-rata skor total
pola asuh akademik pada kelompok SBB lebih tinggi. Hal ini karena adanya
kerjasama antara pihak SBB dengan orangtua pada kelompok SBB dalam hal
pengasuhan anak. Orangtua pada kelompok SBB diberikan materi co-parenting
(pengetahuaan tentang pengasuhan anak) sehingga pengetahuaan dan kesadaran
orangtua tentang pengasuhan menjadi bertambah.
Menurut Hastuti (2004) selain tingkat pendidikan orangtua, pengetahuan
dan nilai serta kesadaran orangtua terhadap anak menjadi penentu yang cukup
penting bagi kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak-anaknya. Walaupun
rata-rata pola asuh akademik tertinggi barada pada kelompok TK tetapi hasil uji
Anova (p>0.05) menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara
tingkat pola asuh akademik orangtua pada ketiga kelompok.
Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik
Alat stimulasi akademik yang disediakan pada penelitian ini berupa buku
pelajaran, lembar kerja siswa, kamus (Bahasa Indonesia/ Bahasa Inggris), buku-
buku cerita/ novel, buku harian, buku gambar, alat menggambar, dan komputer.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan alat stimulasi akademik dan
kelompok
No Ketersediaan Alat Stimulasi
Akademik
SBB TK Kontrol n % n % n %
1 Buku-buku pelajaran 26 96,3 28 90,3 28 96,6
2 Lembar kerja siswa 23 85,2 27 87,1 23 79,3 3 Kamus 19 70,4 22 71,0 17 58,6
4 Buku-buku cerita/ novel 12 44,4 27 87,0 7 2,5
5 Buku harian/diary 9 33,3 13 41,9 10 34,5 6 Buku gambar 22 81,5 25 80,6 18 62,1
7 Alat menggambar 17 63,0 23 74,2 9 31,0
8 Komputer 3 11,1 6 19,4 2 6,9
Mean ± std (skor) 53,9±21,3 61,3±23,3 43,7±15,1 P-value 0,005***
***) signifikan pada p<0,05
Tabel 10 menunjukkan bahwa kelompok TK memiliki komputer dengan
presentasi terbesar (19,4 persen). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menemukan bahwa kelompok TK merupakan kelompok dengan pendapatan
keluarga tertinggi dari ketiga kelompok. Orangtua TK mempunyai kemampuan
41
yang lebih dalam hal penyediaan stimulasi akademik yang termasuk kategori
harga tinggi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok kontrol memiliki
ketersediaan buku-buku pelajaran (96,6 persen) yang lebih banyak dari pada
kelompok SBB (96,3 persen) dan TK (90,3 persen) padahal kelompok ini
memiliki pendapatan per kapita yang paling rendah dibandingkan kelompok
lainnya. Setelah ditelusuri ternyata hal ini disebabkan karena buku pelajaran yang
mereka miliki tidak hanya berasal dari orangtua tetapi juga diperoleh secara gratis
dari sekolah sebagai bantuan. Contoh dari kontrol masuk dalam kategori keluarga
miskin sehingga sekolah memberikan keringanan melalui bantuan operasional.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersedian alat stimulasi
akademik dan kelompok Ketersediaan Alat Stimulasi
Akademik
SBB TK Kontrol
n % n % N %
Rendah (0-2) 8 29,6 4 12,9 8 27,6
Sedang (3-5) 15 55,6 15 48,4 20 69,0
Tinggi (6-8) 4 14,8 12 38,7 1 3,4
Total 27 100 31 100 29 100
Mean±std (skor) 53,9±21,3 61,3±23,3 43,7±15,1
P-value 0,005***
***) signifikan pada p<0,01
Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa TK merupakan kelompok yang
paling banyak ketersediaan alat stimulasi akademik pada kategori tinggi (38,7
persen) sedangkan kontrol yang terendah (3,4 persen). Begitu juga dengan skor
rataan paling tinggi untuk ketersediaan alat stimulasi akademik terdapat pada
kelompok TK (61,3 persen) dan yang terendah pada kontrol (43,7 persen).
Hal ini senada dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata
pendapatan per kapita keluarga kelompok TK termasuk paling tinggi dibanding
kelompok SBB dan kontrol sehingga paling banyak dalam penyediaan alat
stimulasi akademiknya. Hasil uji Anova (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat ketersediaan alat stimulasi akademik pada ketiga kelompok
prasekolah. Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian Wandini (2008) serta
Rahmaulina dan Hastuti (2008) yaitu semakin baik kondisi ekonomi keluarga
maka akan semakin baik juga penyediaan fasilitas belajar anak yang akan
menunjang prestasi akademiknya.
42
Prestasi Akademik
Menurut Slameto (1995) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sedangkan prestasi akademik menurut Suryabrata (2006) adalah
hasil belajar terakhir yang dicapai siswa dalam jangka waktu tertentu. Prestasi
akademik merupakan bentuk lain dari besarnya penguasaan bahan pelajaran yang
telah dicapai, dan rapor bisa dijadikan hasil belajar terakhir dari penguasaan
pelajaran tersebut. Prestasi akademik dapat diukur melalui skor prestasi akademik
dari beberapa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah (Suryabrata 2006).
Variabel prestasi akademik dikelompokan menjadi tiga kategori
berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang umum dipakai di sekolah,
yaitu kurang (< 60,00), cukup (60,00-70,00), baik (70,10-75,00), dan sangat baik
(>75,00). Sebaran rata-rata nilai skor prestasi akademik berdasarkan mata
pelajaran dengan latar belakang pendidikan prasekolah disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran rata-rata nilai skor prestasi akademik berdasarkan mata
pelajaran dan kelompok Skor Prestasi Akademik
(Nilai Rapor)
SBB TK Kontrol
(mean±std) (mean±std) (mean±std)
Pendidikan Agama 74,2±5,8 74,1±8,3 72,9±7,2
Pendidikan Kewarganegaraan 71,9±6,8 72,7±7,8 71,8±6,9
Matematika 68,3±8,1 68,1±10,0 67,7±8,9
Bahasa Indonesia 73,7±6,1 73,5±7,2 72,4±7,4
Bahasa Inggris 70,1±6,7 69,4±7,0 66,2±7,5
Ilmu Pengetahuan Alam 71,6±6,8 72,6±7,6 71,8±8,2
Ilmu Pengetahuan Sosial 70,4±7,0 71,3±9,5 70,2±7,4
Rata-Rata (skor) 71,5±5,0 71,8±6,1 70,4±5,6
P-value 0,654
Berdasarkan Tabel 12, skor rataan paling tinggi untuk skor prestasi
akademik terdapat pada kelompok TK (71,8 persen) sedangkan pada urutaan
kedua adalah SBB (71,5 persen) dan yang terendah pada kelompok kontrol (70,4
persen). Namun, rata-rata skor nilai pada empat mata pelajaran yaitu mata
pelajaran Pendidikan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris
menunjukan bahwa skor tertinggi terdapat pada kelompok SBB. Adapun skor
rata-rata tertinggi pada tiga mata pelajaran lainnya yaitu Pendidikan
43
Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu pengetahuan sosial terdapat
pada kelompok TK. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Hastuti (2006) bahwa
anak-anak yang ikut SBB memiliki skor kemampuan verbal dan matematika yang
lebih unggul dibandingkan kelompok lainnya.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Megawangi (2004)
bahwa pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak-anak usia dini bukan saja
membuat seorang anak mempunyai akhlak mulia, tetapi juga dapat meningkatkan
keberhasilan akademiknya. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ada kaitan
erat antara keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik serta
prilaku sosial anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah begitu
menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif.
Megawangi juga mengutarakan bahwa pendidikan karakter yang diberikan
pada anak usia prasekolah dapat membentuk prilaku positif, interaksi yang baik
dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan
berinteraksi sosial dengan kawannya, dan kemampuan akademik yang baik.
Pendidikan karakter ini telah ditanamkan pada anak-anak SBB.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan kelompok
Skor Prestasi Akademik
(Nilai Rapor)
SBB TK Kontrol
n % n % n %
Cukup (60,00-70,00) 13 48,1 13 41,9 15 51,7 Baik (70,10-75,00) 8 29,6 10 32,3 8 27,6
Sangat baik(>75,00) 6 22,2 8 25,8 6 20,7
Total 27 100 31 100 29 100 P-value 0,654
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa persentase terbesar contoh
termasuk ke dalam kategori tingkat prestasi akademik cukup, yaitu hampir
separuh contoh pada kelompok SBB (48,1%) dan kelompok TK (41,9%) dan
separuh contoh pada kelompok kontrol (51,7%). Presentase terbesar contoh
dengan prestasi akademik kategori baik dari ketiga kelompok prasekolah terdapat
pada kelompok TK (25,8%), kemudian disusul oleh kelompok prasekolah SBB
(22,2%) dan kontrol (20,7%).
Tingginya prestasi akademik pada kelompok TK dibanding kelompok
lainnya didukung oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa kelompok TK
merupakan kelompok dengan pendidikan orangtua, rata-rata pendapatan keluarga,
44
dan ketersediaan alat stimulasi tertinggi dari kelompok lainnya sehingga hal ini
menyebabkan terpenuhinya stimulasi belajar anak yang berefek positif terhadap
prestasi akademik anak. Walaupun hasil uji Anova (p>0,05) menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat prestasi akademik pada ketiga
kelompok prasekolah tetapi hasil penelitian menemukan bahwa prestasi akademik
anak dengan latar belakang pendidikan prasekolah (SBB dan TK) lebih baik
dibanding tanpa latar belakang pendidikan prasekolah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bernett (2008) yang
menyimpulkan bahwa banyak program prasekolah yang terbukti menghasilkan
dampak positif pada pembelajaran anak-anak, tetapi pengaruh yang timbul
bervariasi sesuai dengan ketekunan anak. Efek yang dihasilkan program
prasekolah adalah prestasi yang lebih tinggi, jumlah anak yang lebih rendah dalam
pengulangan kelas/pendidikan khusus, dan lebih tinggi pencapaian tingkat
pendidikan. Pengaruh dari program prasekolah juga terkait dengan menurunnya
kenakalan dan kejahatan di masa kanak-kanak dan dewasa. Bukti kuat
menunjukkan bahwa ekonomi keluarga menengah ke bawah dari semua latar
belakang sosial ekonomi mendapat manfaat jangka panjang dari prasekolah.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan jenis kelamin
Skor Prestasi
Akademik
(Nilai Rapor)
Laki-laki Perempuan
Prasekolah
(SBB + TK)
Kontrol Prasekolah
(SBB + TK)
Kontrol
n % n % n % n %
Cukup (60,00-70,00) 17 51,5 8 61,5 9 36,0 7 43,8
Baik (70,10-75,00) 8 24,2 2 15,4 10 40,0 5 31,2
Sangat baik(>75,00) 8 24,2 3 23,1 6 24,0 4 25,0
Total 33 100 13 100 25 100 16 100
Mean±std (skor) 72,4±4,8 70,3±5,9
P-value 0,081*
*) signifikan pada p<0,1
Tabel 14 menunjukkan menunjukkan bahwa presentase prestasi akademik
pada kategori sangat baik dari latar belakang prasekolah lebih banyak dimiliki
contoh yang yang berjenis kelamin laki-laki (24,2 persen) daripada contoh
perempuan (24,0 persen). Namun, pada kelompok kontrol presentasinya lebih
banyak pada contoh perempuan (25,0 persen).
45
Rata-rata prestasi akademik contoh laki-laki (72,4 persen) lebih baik
daripada contoh perempuan (70,2 persen) dan hasil uji Chi-Squere menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,1) pada prestasi akademik contoh
laki-laki dengan contoh perempuan. Hal ini sesuai dengan Horner (1968) diacu
dalam Hawadi (2001) bahwa prestasi akademik sering diasosiasikan sebagai
sesuatu yang sifatnya maskulin. Pada umumnya, anak laki-laki lebih bagus
prestasi akademiknya dibanding perempuan.
Beberapa penemuan juga menunjukan meskipun rata-rata kemampuan
intelegensi antara anak laki-laki dan perempuan sama tetapi pengaruh biologi
tetap berperan dalam perkembangan otak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
hormon seks (esterogen) yang berpengaruh terhadap perkembangan otak wanita
(Megawangi, 2004). Pendapat Maccoby & Jacklin (1974) juga mendukung hasil
penelitian ini bahwa perempuan berbeda dengan laki-laki, yaitu laki-laki lebih
agresif, lebih berkemampuan visual-spatial, beriorentasi prestasi, sedangkan
perempuan lebih tinggi kemampuan verbal dan sosialnya.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan asal daerah
Skor Prestasi
Akademik (Nilai Rapor)
Situ Udik Sukasari
Prasekolah (SBB dan TK)
Kontrol Prasekolah (SBB dan TK)
Kontrol
n % n % n % n %
Cukup (60,00-70,00) 16 64,0 9 36,0 10 62,5 6 37,5 Baik (70,10-75,00) 6 100 0 0 12 63,2 7 36,8
Sangat baik(>75,00) 5 55,5 4 44,5 9 75,0 3 25,0
Mean±std (skor) 70,5±6,3 72,0±4,6
P-value 0,199
Tabel 15 menunjukkan bahwa presentase prestasi akademik pada kategori
sangat baik dari latar belakang prasekolah lebih banyak dimiliki contoh yang
berada di Kelurahan Sukasari (75,0 persen) daripada contoh di desa Situ Udik
(55,5 persen). Namun, pada kelompok kontrol presentasinya lebih banyak pada
contoh yang berada di Desa Situ Udik (44,5 persen).
Sementara itu, rata-rata prestasi akademik menunjukkan bahwa prestasi
akademik contoh yang berada di Kelurahan Sukasari (72,0 persen) memiliki
kecenderungan yang lebih baik daripada contoh yang berada di Desa Situ Udik
(70,5 persen). Hal ini diduga karena Kelurahan Sukasari berada di daerah kota
46
sehingga akses informasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta alat stimulasi
akademik lebih mudah diperoleh daripada di daerah pedesaan. Namun demikian,
hasil uji Chi-Squre menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kedua daerah (p>0,1).
Hubungan Antar Variabel Penelitian
Hubungan antara Karakteristik Anak dengan Pola Asuh Akademik
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebaran contoh dengan pola asuh akademik
kategori tinggi paling banyak ditemukan pada usia pertengahan puber (12-15
tahun) yaitu sebesar 62,06 persen, dan hanya satu orang (1,14 persen) pada usia
akhir puber (15-16 tahun). Pola asuh akademik memiliki kecenderungan yang
semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia contoh. Skor rata-rata pola
asuh akademik pada usia awal puber (11-12 tahun) adalah sebesar 78,00 persen,
pada usia pertengahan puber (12-15 tahun) sebesar 76,14 persen, dan pada usia
akhir puber (15-16 tahun) menurun menjadi 73,00 persen.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan pola asuh akademik
Karakteristik Anak
Pola Asuh Akademik Rata-Rata
Pola Asuh
Akademik
Sedang Tinggi Total
n n % n %
Usia Anak (tahun)
Awal puber (11-12) 2 8,0 7 11,3 9 10,3 78,00
Pertengahan puber (12-15) 23 92,0 54 87,1 77 88,5 76,14
Akhir puber (15-16) 0 0 1 1,6 1 1,1 73,00 Total 25 100 62 100 87 100 76,34
Koefisien korelasi (r) -0,025 (p=0,820)
Jenis Kelamin Laki-laki 14 56,0 32 51,6 46 52,9 75,16
Perempuan 11 44,0 30 48,4 41 47,1 76,46
Total 25 100 62 100 87 100 75,82
Koefisien korelasi (r) 0,106 (p=0,331)
Kecendrungan yang samakin menurun ini diduga karena persepsi orangtua
yang menganggap anaknya sudah dewasa sehingga sudah mampu mengurus
dirinya sendiri sehingga orangtua tidak khawatir lagi untuk bekerja dan
menyibukan diri di luar rumah. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) orangtua
yang terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan akan menyebabkan rendahnya
interaksi orangtua dengan anak sehingga hubungan anak dengan orangtua menjadi
47
tidak akrab dan hal ini akan berdampak pada pengasuhan yang diberikan. Namun,
hasil uji korelasi Pearson menunjukan bahwa usia anak memiliki hubungan yang
tidak nyata (p=0,820) dengan pola asuh akademik. Hal ini memperlihatkan bahwa
usia anak remaja tidak sepenuhnya menjadi alasan bagi ibu untuk memberikan
pola asuh akademik kepada anaknya.
Pola asuh akademik pada anak laki-laki memiliki kecenderungan yang
lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan (Tabel 16). Skor pola asuh
akademik anak laki-laki 75,16 persen, sedangkan pada anak perempuan sebesar
76,46 persen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1980) bahwa jenis
kelamin akan mempengaruhi sikap orangtua yang selanjutnya akan
mempengaruhi prilaku dan hubungan orangtua dengan anak. Anak laki-laki
dianggap lebih bisa mandiri dibanding anak perempuan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hawadi (2001) bahwa jenis kelamin
merupakan salah satu pertimbangan orangtua dalam memberikan pola asuh
kepada anak. Praktik pengasuhan yang berbeda antar jenis kelamin disebabkan
karena adanya pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosial anak terutama
pada masa akhir sekolah. Anak laki-laki dianggap lebih diberi kesempatan untuk
mandiri sehingga mereka lebih menunjukan inisiatif dan spontan. Namun, hasil uji
korelasi Pearson menunjukan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak
nyata (p=0,331) dengan pola asuh akademik.
Begitu juga dengan hasil uji korelasi menurut kelompok contoh, tidak ada
hubungan yang signifikan (p>0,1) antara karakteristik contoh (usia contoh dan
jenis kelamin) baik kelompok SBB, TK, dan kontrol dengan pola asuh akademik
(Lampiran 3b, 3c, dan 3d). Hal ini diduga karena orangtua telah menyadari bahwa
tidak adanya perbedaan gender dalam hal pengasuhan anak.
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Akademik
Tabel 17 menunjukkan bahwa pola asuh akademik dengan kategori tinggi
paling banyak diberikan pada contoh yang berasal dari keluarga sedang (48,4
persen) dan paling sedikit pada contoh yang berasal dari keluarga kecil (16,1
persen). Pola asuh akademik memiliki kecenderungan yang semakin menurun
seiring dengan bertambahnya besar keluarga. Skor rata-rata pola asuh akademik
48
pada keluarga kecil adalah sebesar 78,18 persen, keluarga sedang sebesar 75,74
persen, dan keluarga besar menurun menjadi 75,00 persen.
Hasil penelitian ini didukung oleh Gunarsa dan Gunarsa (2004) yang
berpendapat bahwa kepadatan anggota keluarga dapat mengganggu pola dan
corak hubungan antara anggota keluarga sehingga muncul berbagai reaksi seperti
sikap acuh tak acuh, otoriter, sikap tersaing, dan tersisih. Namun, hasil uji korelasi
Pearson terlihat bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p=0,432) antara
besar keluarga dengan pola asuh. Hal ini diduga karena semakin banyak anak
yang dimiliki suatu keluarga maka orangtua memiliki pengalaman yang banyak
dalam hal mengasuh anak dari pengasuhan sebelumnya.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan pola asuh
akademik
Karakteristik Keluarga
Pola Asuh Akademik Rata-Rata Pola
Asuh
Akademik
Sedang Tinggi Total
n % n % n %
Besar Keluarga (orang) Kecil ( ≤ 4) 1 4,0 10 16,1 11 12,6 78,18
Sedang (5-7) 14 56,0 30 48,4 44 50,6 75,74
Besar (>7) 10 40,0 22 35,5 32 36,6 75,00
Total 25 100 62 100 87 100 75,78 Koefisien korelasi (r) -0,025 (p=0,432)
Pendidikan Ibu (tahun)
Rendah (0-5,33) 0 0 3 4,8 3 3,5 66,67 Sedang (5,34-10,67) 23 92,0 48 77,4 71 81,6 75,37
Tinggi (10,68-16) 2 8,0 11 17,7 13 14,9 83,46
Total 25 100 62 100 87 100 75,77
Koefisien korelasi (r) 0,177 (p=0,101)
Pendapatan Per Kapita (rupiah per bulan)
Miskin (≤ 191 986) 11 44,0 36 58,1 47 54,0 74,31
Tidak miskin (>191 986) 14 56,0 26 41,9 40 46,0 77,02 Total 25 100 62 100 87 100 75,78
Koefisien korelasi (r) 0,017 (p=0,872)
Tabel 17 juga menunjukkan bahwa pola asuh akademik memiliki
kecenderungan yang semakin meningkat seiring dengan bertambah tingginya
pendidikan ibu. Skor pola asuh akademik pada ibu dengan pendidikan rendah
adalah sebesar 66,67 persen, pendidikan sedang sebesar 75,37 persen, dan
pendidikan tinggi 83,46 persen. Menurut Soetjiningsih (1995) pendidikan
orangtua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak,
dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi
49
dari luar terutama tentang pengasuhan yang baik, menjaga kesehatan dan
pendidikan anaknya. Hasil penelitian Rahmaulina dan Hastuti (2007) dengan
contoh anak usia 5 tahun menemukan bahwa pemberian stimulasi psikososial
tertinggi terdapat pada contoh yang memiliki ibu dengan pendidikan perguruan
tinggi.
Akan tetapi, sebaran contoh dengan pola asuh akademik dengan kategori
tinggi paling banyak diberikan oleh ibu dengan pendidikan sedang (77,4 persen),
sedangkan ibu dengan pendidikan tinggi hanya hanya 17,7 persen yang
memberikan kualitas pola asuh dengan kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson
menunjukan bahwa pendidikan ibu memiliki hubungan yang tidak nyata (
p=0,101) dengan pola asuh akademik.
Pola asuh akademik memiliki kecenderungan yang semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita keluarga. Skor rata-rata pola
asuh akademik pada pendapatan per kapita dibawah Rp 191.985 adalah sebesar
74,31 persen, sedangkan pada pendapatan per kapita di di atas Rp 191.985 skor
rata-rata pola asuh akademik meningkat menjadi 77,02 persen (Tabel 17).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunarsa dan Gunarsa (2004) yaitu
orangtua yang mempunyai pendapatan tinggi dengan keadaan ekonomi baik akan
memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak karena orangtua tidak lagi
memikirkan tentang keadaan ekonomi. Sedangkan, tingkat pendapatan yang
rendah akan menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang
perhatian dan tidak mempunyai waktu untuk membimbing anak karena terlalu
memikirkan keadaan ekonominya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hastuti (2006) bahwa kemiskinan
seringkali menjadi penyebab dari kurangnya stimulasi pendidikan kepada anak
akaibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Perbedaan dalam hal kualitas
pengasuhan berhubungan dengan kemampuan orangtua memberikan lingkungan,
sarana pendidikan, dan pertumbuhan kemampuan yang baik bagi anak.
Akan tetapi, jika dilihat dari sebaran, sama halnya dengan kaluarga tidak
miskin maka orangtua dari keluarga miskin juga lebih banyak memberikan
kualitas pola asuh akademik dengan kategori tinggi (58,1 persen) daripada
kategori sedang (44,0 persen). Hal ini terlihat dari hasil uji korelasi Pearson yang
50
menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p=0,872) antara
pendapatan keluarga dengan pola asuh. Hal ini diduga karena dari hasil
wawancara diketahui bahwa walaupun pendapatan keluarganya rendah tetapi
sebagian besar ibu pada ketiga kelompok tidak bekerja sehingga mereka
mempunyai banyak waktu untuk anaknya.
Sementara itu, hasil uji korelasi menurut kelompok contoh juga
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (p>0,1) antara karakteristik
keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu, dan pendapatan perkapita) dengan pola
asuh akademik pada ketiga kelompok (Lampiran 3b, 3c, dan 3d).
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Ketersediaan Alat
Stimulasi Akademik
Tabel 18 menunjukkan bahwa alat stimulasi akademik semakin menurun
dengan bertambah besarnya anggota keluarga (pada keluarga kecil sebesar 52,22
persen, keluarga sedang 51,52 persen, dan keluarga besar 48,39 persen). Besar
keluarga memiliki hubungan yang signifikan (p=0,013) dan negatif (r=-0,266)
dengan ketersediaan alat stimulasi akademik. Semakin besar jumlah anggota
keluarga maka semakin rendah tingkat ketersediaan alat stimulasi akademik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1981) yaitu pada keluarga
kecil, pengasuhan orangtua memiliki kemauan untuk memberi fasilitas dan
lambang status yang sama pada setiap anak, pada keluarga sedang, orangtua
sering tidak mampu memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada anak,
sedangkan pada keluarga besar, orangtua sering kali tidak mampu memberi
fasilitas dan lambang status yang sama dengan teman sebaya anak.
Pendidikan ibu memiliki hubungan yang sangat nyata ( p=0,001) dan
positif (r=0,426) dengan ketersediaan alat stimulasi akademik, artinya semakin
tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi ketersediaan alat stimulasi akademik
anak. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), pendidikan orangtua akan
berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan
orangtua maka semakin besar pengetahuan orangtua akan pentingnya pendidikan.
Dengan demikian, orangtua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas
yang dapat menunjang proses belajar dan prestasi akademik anak.
51
Ketersediaan alat stimulasi akademik semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya pendapatan per kapita keluarga. Skor rata-rata ketersediaan alat
stimulasi akademik pada pendapatan per kapita di bawah Rp 191.985 adalah
47,52 persen, sedangkan pada pendapatan per kapita di atas Rp 191.985
meningkat menjadi 59,72 persen (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan ketersediaan alat
stimulasi akademik
Karakteristik Keluarga
Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik (KASA) Rata-
Rata
KASA
Rendah Sedang Tinggi Total
n % n % n % n %
Besar Keluarga (orang)
Kecil ( ≤ 4) 2 10,0 7 14,0 1 5,9 11 12,6 52,22
Sedang (5-7) 7 35,0 29 58,0 10 58,8 44 50,6 51,52 Besar (>7) 11 55,0 14 28,0 6 35,3 4 36,8 48,39
Total 20 100 50 100 17 100 87 100 50,12
Koefisien korelasi (r) -0,188* (p=0,082)
Pendidikan Ibu (tahun) Rendah (0-5,33) 1 5,0 2 4,0 0 0 3 3,4 40,74
Sedang (5,34-
10,67)
19 95,0 39 78,0 13 76,5 71 81,6 50,86
Tinggi (10,68-16) 0 0 9 18,0 4 23,5 13 14,9 68,37
Total 20 100 50 100 17 100 87 100 53,12
Koefisien korelasi (r) 0,392*** (p=0,001)
Pendapatan Per Kapita (rupiah per bulan) Miskin (≤191 986) 17 85,0 22 44,0 8 47,1 47 54,0 47,52
Tidak miskin (>191
986)
3 15,0 28 56,0 9 52,9 40 46,0 59,72
Total 20 100 50 100 17 100 87 100 53,12
Koefisien korelasi (r) 0,418*** (p=0,001)
*) signifikan pada p<0,1
***) signifikan pada p<0,01
Hasil uji korelasi Pearson terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat
signifikan (p=0,001) antara pendapatan per kapita keluarga dengan ketersediaan
alat stimulasi akademik. Koefisien korelasi yang positif (r=0,418) menunjukkan
bahwa semakin besar pendapatan per kapita keluarga, maka ketersediaan alat
stimulasi akademik semakin tinggi. Hal ini diduga karena dengan dengan
pendapatan per kapita yang tinggi maka keluarga memiliki sumberdaya keuangan
yang cukup untuk menyediakan kebutuhan yang bersifat instrumental.
Kemiskinan memang seringkali menjadi penyebab dari kurangnya
stimulasi pendidikan kepada anak akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.
Keluarga miskin akan mengalami kesulitan dalam hal pemberiaan stimulasi
52
pendidikan untuk anaknya, sebaliknya keluarga dengan ekonomi baik akan
memberikan peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
anaknya (Hastuti 2006).
Hasil uji korelasi menurut kelompok contoh, menunjukan bahwa pada
kelompok SBB hanya pendidikan ibu dan pendapatan per kapita keluarga yang
berhubungan nyata dengan ketersediaan alat stimulasi akademik. Terdapat
hubungan yang nyata (p=0,018 dan p=0.003) dan positif (r=0,452 dan r=0,557)
antara pendidikan ibu dan pendapatan per kapita dengan ketersediaan alat
stimulasi akademik. Artinya, semakin tinggi pendidikan ibu dan pendapatan per
kapita keluarga maka semakin banyak alat stimulasi akademik yang disediakan
untuk anaknya (Lampiran 3b).
Lain halnya pada kelompok TK, tidak ada hubungan yang nyata antara
karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu, dan pendapatan per kapita)
dengan ketersediaan alat stimulasi akademik (Lampiran 3c). Sementara pada
kelompok kontrol, karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan ibu, dan
pendapatan per kapita) memiliki hubungan yang nyata dengan ketersediaan alat
stimulasi akademik. Diantaranya, terdapat hubungan yang nyata (p=0,070) dan
negatif (r=-0,342) antara besar keluarga dengan ketersediaan alat stimulasi
akademik. Artinya, semakin besar anggota keluarga maka semakin sedikit
ketersediaan alat stimulasi akademik. Sebaliknya, terdapat hubungan yang nyata
(p=0,092 dan p=0,001 ) dan positif r=0,318 dan r=0,637) antara pendidikan ibu
dan pendapatan per kapita dengan ketersediaan alat stimulasi akademik. Artinya,
semakin tinggi pendapatan ibu dan pendapatan per kapita maka semakin banyak
alat stimulasi yang disediakan untuk anak (Lampiran 3d).
Hubungan antara Pola Asuh Akademik dengan Prestasi Akademik
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa sebaran contoh dengan prestasi
akademik baik (22,9 persen) dan sangat baik (14,9 persen) merupakan anak yang
mendapat pola asuh akademik yang baik dari orangtuanya. Presentasi ini lebih
besar dibandingkan dengan anak yang menerima pola asuh akademik dengan
kategori sedang (6,9 persen dan 8,0 persen).
Prestasi akademik contoh memiliki kecenderungan yang semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya pola asuh akademik orangtua. Lebih dari
53
separuh contoh dengan pola asuh akademik yang tinggi memiliki prestasi
akademik dengan kategori baik (76,9%). Namun, hasil uji korelasi Pearson
terlihat bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p=0,694) antara pola asuh
akademik orangtua dengan prestasi akademik.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh akademik dan prestasi akademik
Pola Asuh
Akademik
Prestasi Akademik Total
Rata-Rata Prestasi
Akademik Cukup Baik Sangat baik
n % n % n % n %
Sedang
(13,34-26,67)
12 29,3 6 23,1 7 35,0 25 28,7 71,06
Tinggi
(26,68-40)
29 70,7 20 76,9 13 65,0 62 71,3 71,95
Total 41 100 26 100 20 100 87 100 71,32
Koefesien korelasi (r) 0,043 (p=0,694)
Hasil serupa juga ditemukan pada hasil uji korelasi menurut kelompok
contoh yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pola asuh akademik dengan prestasi akademik pada ketiga kelompok baik pada
kelompok SBB, TK, maupun kontrol (Lampiran 3b, 3c, dan 3d). Hal ini diduga
karena adanya faktor lain seperti perbedaan potensi akademik (intelegensi) dan
motivasi belajar yang dimiliki anak. Hasil penelitian Wandini (2008) menemukan
bahwa presentasi terbesar contoh dengan kategori potensi akademik dan motivasi
belajar jauh diatas rata-rata memiliki prestasi akademik pada kategori baik.
Hubungan antara Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik dengan Prestasi
Akademik
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa prestasi akademik semakin
meningkat seiring dengan semakin banyaknya alat stimulasi akademik yang
dimiliki anak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wandini (2004) menunjukkan
sebagain besar contoh (76,5 persen) dengan fasilitas belajar yang sedang memiliki
prestasi akademik pada kategori sedang, sedangkan 64,4 persen contoh dengan
fasilitas belajar yang baik memiliki prestasi akademik pada kategori baik. Hal ini
menunjukan bahwa semakin baik fasilitas belajar yang orangtua sediakan, maka
semakin baik prestasi akademik.
Penyediaan alat stimulasi akademik merupakan salah satu tugas keluarga
untuk menunjang prestasi akademik anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
54
ketersedian alat stimulasi akademik memiliki hubungan yang nyata (p=0,005) dan
positif (r=0,301) dengan prestasi akademik, artinya semakin baik ketersedian alat
stimulasi akademik maka semakin tinggi pula prestasi akademik. Hasil ini sejalan
dengan hasil penelitian Rahmaulina dan Hastuti (2007) yang menemukan bahwa
semakin tinggi stimulasi psikososial (diantaranya stimulasi akademik) yang
diperoleh anak maka semakin tinggi pula perkembangan kognitifnya.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan alat stimulasi akademik dan
prestasi akademik
Ketersediaan
Alat Stimulasi Akademik
Prestasi Akademik
Total Rata-Rata
Prestasi Akademik
Lebih dari
cukup
Baik Sangat baik
n % n % n % n %
Rendah (0-2) 11 28,8 5 19,2 4 20,0 20 23,0 70,63
Sedang (3-5) 27 65,6 14 53,8 9 45,0 50 57,5 70,87 Tinggi (6-8) 3 7,3 7 26,9 7 35,0 17 19,5 73,85
Total 41 100 26 100 20 100 87 100 71,32
Koefesien korelasi (r) 0,301***(p=0,005)
*) Signifikan pada p< 0,05
Namun, hasil uji korelasi menurut kelompok contoh menunjukkan bahwa
hubungan yang signifikan (p=0,001) dan positif (r=0,476) hanya ditemukan pada
kelompok TK (Lampiran 3b) dan tidak ditemukan pada kelompok lainnya
(lampiran 3c dan 3d). Artinya, semakin baik alat stimulasi yang disediakan untuk
contoh maka semakin baik prestasi akademiknya.
Pembahasan Umum
Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya pencapaian
prestasi akademik siswa. Hal ini merupakan masalah utama yang ditemui di
negara berkembang termasuk Indonesia. Rendahnya prestasi akademik tersebut
disebabkan oleh kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah, buku pelajaran
yang kurang bermutu, pendidikan orangtua yang rendah, dan angka
ketidakhadiran anak di sekolah yang tinggi.
Dilihat dari ukuran kecerdasan intelektual, survey yang dilakukan oleh
Internatioanal Education Achievement (IAE) tentang hasil pendidikan dilaporkan
bahwa kemampuan membaca ditingkat SD siswa di Indonesia berada pada urutan
ke-38 dari 39 negara yang diteliti. Kemampuan matematika di tingkat SLTP siswa
55
di Indonesia berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, sedangkan untuk kemapuan
ilmu pengetahuan alam berada di urutan ke-40 dari 42 negara (Hastuti 2006).
Berdasarkan tahapan perkembangan Erikson, pada usia 12 sampai 18
tahun anak memasuki tahap identitas vs kebingungan peran. Periode ini adalah
periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas perkembangan di
fase ini adalah menemukan jati diri, membangun diri dari krisis yang pernah
terjadi, menanyakan siapa saya, perasaan kompeten dan ingin berprestasi,
mengambil keputusan (keterampilan, orientasi gender, dan filosofi hidup),
menyatukan peran (anak, saudara, pelajar, olahragawan, pekerja), dan membentuk
imej dari role model dan peergroupnya (Hastuti 2006).
Tahap perkembangan pada usia remaja ini dipengaruhi oleh tahap
perkembangan pada usia sebelumnya diantaranya ketika usia anak di periode
prasekolah. Anak pada usia 3,5 sampai 6 tahun berada pada tahap inisiatif vs
bersalah. Tahap ini ditandai dengan kreatifitas yang tinggi, antusias dalam
melakukan sesuatu, aktif bereksperimen, berimajinasi, berani mencoba, berani
mengambil resiko, dan senang bergaul dengan kawannya. Namun, semua ini
tergantung pada lingkungan belajar anak yang kondusif untuk mencapai
perkembangan tersebut. Guru atau orangtua hendaknya mendorong sikap positif
ini dengan menumbuhkan rasa bertanggungjawab pada tugasnya dan tidak
memberikan kritik yang negatif karena akan membuat anak merasa apa yang
dikerjakannya adalah salah (Megawangi et al. 2004).
Pentingnya peranan orangtua dalam hal pengasuhan, penyediaan stimulasi
akademik, dan pemilihan pendidikan yang tepat untuk membentuk kepribadian
anak dan memenghasilkan generasi yang berprestasi merupakan tema utama dari
penelitian ini di samping peran pendidik/guru dan lembaga pendidikan. Menurut
Hastuti (2008) pola pengasuhan akademik yang diberikan orangtua adalah
pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak sejak usia dini, baik yang berupa
biaya sekolah, maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orangtua
terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak. Pendidikan yang diberikan
mencakup pendidikan formal, non-formal, ataupun informal yang dapat
memberikan bekal kepada anak untuk hidup mandiri dan sesuai dengan minat dan
bakat anak. Masa anak usia sekolah merupakan periode dimana orangtua
56
menanamkan ketekunan dan kerajinan serta kepercayaan diri anak bahwa anak
mampu mencapai prestasi yang diinginkannya. Hal inilah yang menjadi alasan
dalam menjawab pertanyaan besar, apakah pola asuh akademik dan ketersediaan
alat stimulasi akademik pada ketiga kelompok latar belakang prasekolah saat ini
mempengaruhi prestasi akademik anak remaja.
Suryabrata (2006) mengungkapkan bahwa prestasi akademik adalah hasil
belajar terakhir yang dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu, yang mana
di sekolah prestasi akademik siswa biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau
simbol tertentu. Dengan demikian, prestasi akademik di sekolah merupakan
bentuk lain dari besarnya penguasaan bahan pelajaran yang telah dicapai siswa,
dan rapor bisa dijadikan hasil belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.
Pola asuh akademik yang diberikan oleh orangtua pada kelompok TK
lebih tinggi daripada kelompok lain. Namun, tidak ada perbedaan dalam
pemberian pola asuh akademik oleh orangtua contoh saat ini dari ketiga kelompok
contoh baik pola asuh disipilin diri maupun pola asuh dukungan berprestasi. Hal
sejalan dengan hasil penelitian Hastuti (2006), terdapat perbedaan signifikan
dalam karakteristik sosial ekonomi keluarga antar kelompok yaitu dalam hal
pendidikan orang tua dan pendapatan. Meskipun terdapat perbedaan dalam
karakteristik keluarga antara kelompok SBB dan TK, namun tidak terdapat
perbedaan dalam hal kualitas pengasuhan. Kondisi psikososial orangtua
mempengaruhi kualitas anak melalui interaksi ibu dan anak, sedangkan
karakteristik anak dan keluarga mempengaruhi secara tak langsung yang
mendukung pentingnya peranan keluarga dalam tumbuh kembang anak.
Terdapat perbedaan ketersediaan alat stimulasi akademik pada ketiga
kelompok contoh. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan kemampuan
keluarga dalam memenuhi stumulasi akademik pada contoh. Keluarga dari
kelompok TK memiliki tingkat ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
contoh pada kelompok SBB dan kontrol, sehingga keluarga dengan pendapatan
per kapita yang tinggi memiliki sumberdaya keuangan yang juga besar.
Persentase terbesar contoh termasuk ke dalam kategori tingkat prestasi
akademik lebih dari cukup. Rata-rata skor nilai pada empat mata pelajaran yaitu
mata pelajaran Pendidikan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa
57
Inggris menunjukkan bahwa skor tertinggi terdapat pada kelompok SBB. Adapun
skor rata-rata tertinggi pada tiga mata pelajaran lainnya yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu pengetahuan sosial terdapat
pada kelompok TK.
Tingginya sebagian skor mata pelajaran pada kelompok SBB
dibandingkan kelompok lain karena pengaruh pendidikan karakter yang diberikan
kepada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Megawangi (2004) yang
menyatakan bahwa beberapa penelitian membuktikan bahwa pentingnya
pendidikan karakter pada keberhasilan akademik anak. Dalam bulletin Charakter
Educator diuraikan bahwa hasil studi Marvin Berkowith dari University of
Missouri menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi
akademik pada sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Pendidikan
karakter dapat membentuk kesehatan emosi anak yang dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, memberikan motivasi anak untuk belajar untuk kesuksesan
dalam bidang akademik (Megawangi 2004).
Secara keseluruhan prestasi akademik tertinggi terdapat pada kelompok
TK sedangkan pada urutaan kedua adalah SBB. Hal ini karena perbedaan yang
signifikan dalam hal pendapatan keluarga pada kelompok TK sehingga orangtua
mampu menyediakan alat stimulasi akademik dengan baik jika dibandingkan
dengan kelompok SBB dan kontrol sehingga hal ini menyebabkan terpenuhinya
stimulasi belajar anak yang berefek positif terhadap prestasi akademik anak.
Walaupun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara tingkat prestasi akademik pada ketiga kelompok prasekolah tetapi
hasil penelitian menemukan bahwa prestasi akademik anak dengan latar belakang
pendidikan prasekolah (SBB dan TK) lebih baik dibanding tanpa latar belakang
pendidikan prasekolah (kontrol).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bernett (2008) yang
menyimpulkan bahwa banyak program prasekolah yang terbukti menghasilkan
dampak positif pada pembelajaran anak, tetapi pengaruh yang timbul bervariasi
sesuai dengan ketekunan anak. Efek yang dihasilkan program prasekolah adalah
prestasi yang lebih tinggi dan lebih tinggi pencapaian tingkat pendidikan.
Pengaruh dari program prasekolah juga terkait dengan menurunnya kenakalan dan
58
kejahatan di masa kanak-kanak dan dewasa. Bukti kuat menunjukkan bahwa
ekonomi keluarga menengah kebawah dari semua latar belakang sosial ekonomi
mendapat manfaat jangka panjang dari program prasekolah.
Terdapat perbedaan yang signifikan prestasi akademik anak laki-laki
dengan contoh perempuan. Prestasi anak laki-laki lebih baik daripada prestasi
akademik anak perempuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Horner (1968) diacu
dalam Hawadi (2001) yang menyatakan bahwa prestasi akademik sering
diasosiasikan sebagai sesuatu yang sifatnya maskulin. Pada umumnya, anak laki-
laki lebih bagus prestasi akademiknya dibanding perempuan. Namun, tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada prestasi akademik contoh dengan
membedakan asal daerah.
Tanpa membedakan contoh menurut kelompoknya, diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan antara karakteristik contoh dan keluarganya dengan pola asuh
akademik. Begitu juga dengan membedakan contoh menurut kelompoknya, tidak
terdapat hubungan antara karakteristik contoh dengan pola asuh akademik baik
pada kelompok SBB, TK, maupun kontrol.
Tanpa membedakan contoh menurut kelompoknya, diketahui bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dengan
ketersediaan alat stimulasi akademik, diantaranya terdapat hubungan yang positif
antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan ketersediaan alat stimulasi
akademik artinya semakin tinggi pendidikan ibu dan pendapatan per kapita, maka
ketersediaan alat stimulasi akademik semakin banyak. Hal ini karena dengan
dengan pendapatan per kapita yang tinggi maka keluarga memiliki sumberdaya
keuangan yang cukup untuk menyediakan kebutuhan yang bersifat instrumental.
Kemiskinan memang seringkali menjadi penyebab dari kurangnya stimulasi
pendidikan kepada anak akaibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.
Perbedaan dalam hal kualitas pengasuhan berhubungan dengan kemampuan
orangtua memberikan lingkungan, sarana pendidikan, dan pertumbuhan
kemampuan anak yang baik bagi anak (Hastuti 2006).
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), pendidikan orangtua akan
berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan
orangtua maka semakin besar pengetahuan orangtua akan pentingnya pendidikan.
59
Dengan demikian, orangtua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas
yang dapat menunjang proses belajar dan prestasi akademik anak.
Namun sebaliknya, besar keluarga memiliki hubungan yang signifikan dan
negatif dengan ketersediaan alat stimulasi akademik. Semakin besar jumlah
anggota keluarga maka semakin rendah tingkat ketersediaan alat stimulasi
akademik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1981) yaitu pada keluarga
kecil, pengasuhan orangtua memiliki kemauan untuk memberi fasilitas dan
lambang status yang sama pada setiap anak, pada keluarga sedang, orangtua
sering tidak mampu memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada anak,
sedangkan pada keluarga besar, orangtua sering kali tidak mampu memberi
fasilitas dan lambang status yang sama dengan teman sebaya anak.
Sementara, jika membedakan contoh menurut kelompoknya, hanya
pendidikan ibu dan pendapatan perkapita yang berhubungan dengan ketersediaan
alat stimulasi akademik pada kelompok SBB, yaitu terdapat hubungan yang
positif artinya semakin tinggi pendidikan ibu dan pendapatan per kapita maka
semakin banyak ketersediaan alat stimulasi akademik.
Lain halnya pada kelompok TK, tidak terdapat hubungan yang signifikan
anatara karakteristik keluarga dengan ketersediaan alat stimulasi akademik.
Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dengan
ketersediaan alat stimulasi akademik pada kelompok SBB. Diantaranya, terdapat
hubungan yang positif antara pendidikan ibu dan pendapatan per kapita dengan
ketersediaan alat stimulasi akademik, artinya semakin tinggi pendidikan ibu dan
pendapatan per kapita maka semakin banyak ketersediaan alat stimulasi
akademik. Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara besar keluarga
dengan ketersediaan alat stimulasi akademik, artinya semakin besar jumlah
anggota keluarga maka semakin sedikit ketersediaan alat stimulasi akademik.
Tanpa membedakan ataupun dengan membedakan contoh menurut
kelompoknya, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pola asuh akademik dengan prestasi akademik. Pola asuh akademik tidak
berhubungan secara langsung dengan prestasi akademik tetapi mempengaruhi
prestasi akademik melalui penyediaan alat stimulasi akademik.
60
Tanpa membedakan contoh menurut kelompoknya, terdapat hubungan
yang signifikan dan positif antara ketersedian alat stimulasi akademik dengan
prestasi akademik anak remaja, artinya semakin baik ketersedian alat stimulasi
akademik maka semakin tinggi pula prestasi akademik anak remaja. Menurut
Papalia dan Olds (1989) stimulasi orangtua merupakan faktor yang
mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan kognitif seorang anak.
Di bidang pendidikan, orang tua memiliki pengaruh besar terhadap prestasi
akademik anak. Adapun peran yang dapat orangtua lakukan untuk menunjang
prestasi akademik anak antara lain, menyedikan tempat yang kondusif di rumah
untuk anak belajar, menyediakan buku-buku referensi sebagai sarana
pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan kegiatan anak
di rumah dan sekolah.
Sementara itu, jika membedakan contoh menurut kelompoknya, hubungan
yang signifikan dan positif antara ketersediaan alat stimulasi akademik dengan
prestasi akademik hanya ditemukan pada kelompok TK. Semakin banyak alat
stimulasi akademik yang disediakan orangtua pada kelompok TK untuk contoh
maka semakin baik prestasi akademiknya.
Terdapat keterbatasan-keterbatasan yang dapat ditarik dari penelitian ini.
Beberapa keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya mengambil 87 contoh remaja dari tiga kelompok latar
belakang prasekolah yang dipilih secara purposive sampling, sehingga akan
berakibat pada hasil penelitian dan tidak dapat digunakan sebagai dasar
generalisasi pada seluruh remaja.
2. Terdapatnya perbedaan sekolah pada contoh yang diambil sehingga hal ini
juga dapat mempengaruhi hasil penelitian karena setiap sekolah mempunyai
standar yang berbeda dalam hal pemberian nilai rapor pada siswanya.
61
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal karakteristik contoh (usia
dan jenis kelamin) pada ketiga kelompok latar belakang prasekolah (SBB, TK,
dan kontrol). Perbedaan yang signifikan hanya ditemukan pada kerakteristik
keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pendapatan per kapita). Rata-
rata keluarga kontrol lebih besar dibandingkan TK dan SBB, tingkat pendidikan
ibu dan pendapatan per kapita keluarga kelompok TK lebih tinggi dibanding SBB
dan kontrol.
Sebagian besar contoh pada ketiga kelompok memperoleh pola asuh
akademik pada kategori tinggi. Secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan
pola asuh akademik antara ketiga kelompok. Sebagian besar ketersediaan alat
stimulasi contoh berada pada kategori sedang. Ketersediaan alat stimulasi
akademik berbeda antar kelompok, TK lebih tinggi daripada SBB dan kontrol.
Sebagian besar prestasi akademik contoh berada pada kategori cukup tapi tidak
terdapat perbedaan antar kelompok dan asal daerah, perbedaan hanya ditemukan
pada jenis kelamin. Prestasi akademik contoh laki-laki lebih baik daripada contoh
perempuan.
Karakteristik contoh dan keluarganya dengan pola asuh akademik tidak
berhubungan signifikan. Hubungan yang signifikan hanya ditemukan pada
karakteristik keluarga dengan ketersediaan alat stimulasi akademik, diantaranya
terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga
dengan ketersediaan alat stimulasi akademik. Besar keluarga memiliki hubungan
yang signifikan dan negatif dengan ketersediaan alat stimulasi akademik.
Hubungan yang positif dan signifikan juga ditemukan antara ketersediaan alat
stimulasi akademik dan prestasi akademik.
Saran
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pola asuh akademik dan latar
belakang pendidikan prasekolah berhubungan positif dengan prestasi akademik
anak walaupun tidak menunjukan hubungan yang signifikan sehingga disarankan
kepada orangtua untuk memperbaiki pola asuh akademik untuk remaja serta
menstimuli kecerdasan anak sejak usia dini salah satunya dengan pendidikan pra
62
sekolah.. Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan alat
stimulasi akademik dengan prestasi akademik. Oleh karena itu disarankan kepada
orangtua untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan meningkatkan
kesadaraan akan pentingnya pendidikan sehingga orangtua mau dan sanggup
memprioritaskan penyediaan alat stimulasi akademik secara mandiri ataupun
kolektif.
Beberapa rekomendasi penelitian mendatang yang dapat diberikan dari
penelitian ini antara lain, adalah :
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat bagaimanakah pengaruh jangka
panjang pendidikan prasekolah terhadap prestasi akademik maupun non
akademik di masa yang akan datang yaitu di saat contoh sudah berada di
bangku SMA atau kuliah.
2. Penelitian ke depan juga perlu mencari faktor - faktor lain yang berhubungan
dengan prestasi akademik remaja dengan latar belakang pendidikan
prasekolah yang berbeda, misalnya faktor intrinsik (faktor yang ada pada diri
anak seperti potensi akademik, IQ, EQ, SQ, dll ) dan faktor lingkungan
pembelajaran di sekolah (sarana dan pra sarana, guru, kurikulum, peergroup).
63
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pemikiran beberapa tokoh tentang Konsep Pendidikan Prasekolah
(bagian 2). [terhubung berkala].
http://childrengarden.wordpress.com/2010/01/17/pemikiran-beberapa-
tokoh-tentang-konsep-pendidikan-prasekolah-bagian-3/ [7 April 2010]
Anonim. 2003. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini.
Buletin PADU edisi 01, 2003
Ali, M. dan Ansori, M. 2004. Psilkologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
Arisandi, R. 2007. Analisis Prestasi Anak terhadap Gaya Pengasuhan Orangtua,
Kecerdasan Emosional, Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa kelas XI di
SMA Negeri 3 Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Azwar, S. 2002. Tes Prestasi: Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barnett, S.W. 2008. Preschool education and its lasting effects: Research and
policy implications. Boulder and Tempe: Education and the Public Interest
Center & Education Policy Research Unit.
http://epicpolicy.org/publication/preschooleducation. [26 September 2010].
Barnett, S.W., Ackerman D.J. 2006. Costs, Benefits, and Long-Term Effects of
Early Care and Education Programs: Recommendations and Cautions for
Community Developers. Journal of the Community Development Society;
73: 86-101
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2009. Tingkat kemiskinan Jawa
Barat Maret 2009. Berita Resmi Statistik: Jawa Barat.
. 2010. Proyeksi penduduk 2000-2025. [terhubung berkala].
http://www.datastatistikindonesia.comproyeksiindex.phpoption=com_proye
ksi&Itemid=941.htm [15 Maret 2010].
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ellis. 2010. What is so Important About Early Childhood Education?. [terhubung
berkala]. http://www.wisegeek.com/what-is-so-important-about-early-
childhood-education.htm. [7April 2010]
64
Fuaddin. 1999. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam. Jakarta: Lembaga
Kajian Agama dan Gender.
Iqbal, N. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini, penelitian professor Bloom.
[terhubung berkala].
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=16527 [12 Maret
2010].
Ginting, E.B. 2005. Hubungan Pengasuhan dan Kecerdasan Emosi dengan
Prestasi Belajar pada Remaja [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Goleman, D. 1995. Emotional Intelegence. New York: Bantam Books.
Gunardja, S., Puspitawati H., Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya
Keluarga. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Gunarsa, S.D., Gunarsa S.Y. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.
Gunawan, W.G., Suminar S.A., Laksmi A. 2008. Pedoman Penyajian Karya
Ilmiah. Bogor: IPB Press.
Hadikusumo, K. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang PRESS.
Hamzah, Masri K. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hartati, S. 2007. Seri Panduan Pendidikan Anak Usia Dini: How To Be A Good
Teacher and To Be A good Mother . Jakarta: Enno Media.
Hastuti, D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada
Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter Secara Berkelanjutan
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hawadi, R.A. 2001. Psikologi Perkembangan Anak Mengenal Sifat, Bakat, dan
Kemampuan Anak. Jakarta: Gramedia.
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Edisi 5. Istiwidayanti, Soedjarwo
penerjemah; Jakarta: penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Developmental
Psykology.
. 1991. Adolescence Development. Tokyo: Mc. Graw Hill.
65
Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk Membangun
Bangsa. Jakarta: Inonesia Heritage Foundation.
. 2005. Pendidikan Holistik: aplikasi Kurikulum Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Untuk Menciptakan Lifelong Learners. Jakarta:
Indonesia Heritage Foundation.
Megawangi, R., Dona R., Yulisanti F., Dina W.F. 2004. Pendidikan yang Patut
dan Menyenangkan. Depok: Indonesia Heritage Foundation.
Nurani, A.S. 2004. Pengaruh Kualitas Perkawinan, Pengasuhan Anak, dan
Kecerdasan Emosi terhadap Prestasi Belajar Anak [Tesis]. Bogor: Program
PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor.
Prayitno, I. 2004. Anakku Penyejuk Hatiku. Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna.
Papalia, D.E., Olds S.W. 1989. Humen Development. Ed ke-4. USA. McGraww-
Hill, Inc.
Patmonodewo, S. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purwanto, N. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Qolbu. 2008. Tahapan Perkembangan Manusia.
http://mercusuarku.wordpress.com/2008/08/10/ perkembangan-
manusia/index.html [10 Agustus 2008]
Rahmaulina, N.D., Hastuti D. 2008. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Tumbuh Kembang Anak serta Stimulasi Psikososial dengan
Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal IKK Vol 1 no 2.
Agustus 2008.
Raut, L.K. 2003. Long Term Effects of Preschool Investment on school
Performance and Labor Market Outcome. http://129.3.20.41/econ-
wp/test/papers/9912/9912063.pdf [26 September 2010]
Ridwan. 2008. Kegiatan Belajar terhadap Prestasi yang Dicapai.
http://wordpress.com. [4 Juni 2010].
Rina, A.P.H. 2008. Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Prestasi Belajar pada
Siswa-Siswi SMA Assalam Surakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Rustiawan, A., Anies, Muhilal. 1998. Keragaan Prestasi Belajar Murid SD di
Desa IDT Penerima IMT AS. Bogor. Jurnal Gizi Indonesia. Persatuaan Ahli
GIzi Indonesia.
66
Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid 1. Mila Rachmawati, Anna
Kuswanti, penerjemah: Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence.
Samana. 1992. Sistem Pengajaran. Yogyakarta: Kanisius.
Sardiman, A.M. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Singaribun, M., Effendi, S. 1991. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Siskandar. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk anak Usia Dini.
Buletin PADU vol 2 No. 1 April 2003.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Di Dalam: IG. N Gde Ranuh, editor.
Jakarta: EGC.
Sudjarwo. 2009. Pengasuhan dan Perawatan yang Menstimulasi Kecedasan Anak.
Buletin PAUD Vol 8 No. 1 april 2009.
Sukadi. 2006. Guru Powerfull: Guru Masa Depan. Bandung: Qolbu.
Suryabrata, S. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta:
Grasindo
Wandini, K. 2008. Pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran,
Motivasi Belajar dan Potensi Akademik terhadap Prestasi Akademik Siswa
Sekolah Dasar [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
67
LAMPIRAN
67
67
Lampiran 1 Output Realibilitas Kuesioner Pola Asuh Akademik
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
pasdis1 28.45 25.529 -.075 .193 .667
pasdis2 28.63 23.770 .208 .484 .651
pasdis3 28.80 23.322 .203 .355 .652
pasdis4 29.21 24.608 .014 .286 .677
pasdis5 28.47 24.368 .177 .345 .654
pasdis6 28.55 23.715 .250 .498 .647
pasdis7 28.78 22.266 .366 .563 .632
pasdis8 29.06 21.845 .397 .567 .627
pasdis9 28.82 23.733 .128 .411 .662
pasdis10 28.77 23.342 .224 .409 .649
pae1 28.91 22.410 .299 .351 .640
pae2 29.20 21.229 .470 .519 .616
pae3 28.41 25.059 .093 .294 .659
pae4 29.31 21.333 .446 .506 .619
pae5 28.91 21.433 .510 .510 .614
pae6 28.56 23.412 .320 .347 .641
pae7 28.61 25.962 -.153 .333 .685
pae8 28.84 22.509 .350 .519 .634
pae9 28.53 24.392 .162 .426 .655
pae10 29.52 22.229 .248 .317 .649
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items N of Items
.659 .632 20
68
Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh akademik dan kelompok
No Pola Asuh Akademik
SBB TK Non-TK
Tidak Pernah Kadang-
kadang Sering Tidak Pernah
Kadang-
kadang Sering Tidak Pernah
Kadang-
kadang Sering
n % n % n % n % n % n % n % n % n %
Pola asuh Disiplin Diri
1 Orangtua menyuruh anaknya untuk mengaji 0 0 2 7,4 25 92,6 0 0 4 12,9 27 87,1 0 0 4 13,8 25 86,2
2 Orangtua membiarkan anaknya yang sering lambat
makan*
21 77,8 4 14,8 2 7,4 24 77,4 4 12,9 3 9,7 23 79,3 4 13,8 2 6,9
3 Orangtua tidak membangunkan anaknya bangun pagi
untuk sekolah*
20 74,1 4 14,8 3 11,1 21 67,7 5 16,1 5 16,1 19 65,5 4 13,8 6 20,7
4 Orangtua tidak memuji anaknya yang tepat waktu
mandi/sholat/dll tugas*
7 25,9 9 33,3 11 40,7 15 48,4 11 35,5 5 16,1 13 44,8 8 27,6 8 27,6
5 Orangtua memberi contoh yang baik kapan harus sholat 1 3,7 0 0 26 96,3 1 3,2 2 6,5 28 90,3 2 6,9 2 6,9 25 86,2
6 Orangtua membiarkan anaknya yang lalai sholat* 23 85,2 4 14,8 0 0 28 90,3 0 0 3 9,7 23 79,3 3 10,3 3 10,3
7 Orangtua membiarkan anaknya yang tidak menepati
jam belajar*
20 74,1 4 14,8 3 11,1 20 64,5 4 12,9 7 22,6 21 72,4 5 17,2 3 10,3
8 Orangtua tidak membantu anaknya untuk menepati
jadwal belajarnya*
14 51,9 9 33,3 4 14,8 13 41,9 8 25,8 10 32,3 15 51,7 10 34,5 4 13,8
9 Orangtua tidak menanyai anaknya yang lambat pulang
sekolah*
20 74,1 1 3,7 6 22,2 22 71,0 4 12,9 5 16,1 20 69,0 3 10,3 6 20,7
10 Orangtua menanyai anaknya ada PR atau tidak 3 11,1 6 22,2 18 66,7 5 16,1 7 22,6 19 61,3 3 10,3 3 10,3 23 79,3
Pola Asuh Dukungan Berprestasi
1 Orangtua menegur anaknya yang tidak mengerjakan
tugas sekolah sampai selesai
6 22,2 3 11,1 17 66,7 6 19,4 7 22,6 18 58,1 6 20,7 4 13,8 19 65,5
2 Orangtua membantu usaha anaknya memeriksa kembali
pekerjaan rumah yang salah sampai benar semua
7 25,9 11 40,7 9 33,3 9 29,0 10 32,3 12 38,7 7 24,1 8 27,6 14 48,3
3 Orangtua mendorong anak untuk mencapai prestasi
sesuai minatnya
0 0 2 7,4 25 92,6 0 0 4 12,9 27 87,1 0 0 1 3,4 28 96,6
4 Orangtua membantu anaknya saat menghadapi kesulitan
mengerjakan PR
8 29,6 10 37,0 9 33,3 11 35,5 9 29,0 11 35,5 9 31,0 10 34,5 10 34,5
5 Orantua memuji anaknya yang juara di kelas 3 11,1 9 33,3 15 55,6 4 12,9 9 29,0 18 58,1 5 17,2 8 27,6 16 55,2
6 Orangtua memberi contoh dengan cara menyelesaikan
pekerjaan dengan teliti
1 3,7 2 7,4 24 88,9 1 3,2 4 12,9 26 83,9 3 10,3 4 13,8 22 75,9
7 Orangtua menegur anak yang mengerjakan pekerjaan
yang sederhana dengan ceroboh
1 3,7 2 7,4 24 88,9 3 9,7 2 6,5 26 83,9 3 10,3 6 20,7 20 69,0
8 Orangtua memuji anak yang berhasil mengerjakan
pekerjaan yang sulit dengan teliti
6 22,2 9 33,3 12 44,4 3 9,7 8 25,8 20 64,5 2 6,9 5 17,2 22 75,9
9 Orangtua menegur anak yang menonton Televise/main
seharian sehingga lupa belajar
0 0 1 3,7 26 96,3 2 6,5 4 12,9 25 80,6 1 3,4 6 20,7 22 75,9
10 Orangtua tidak tahu cita-cita anak* 11 40,7 1 3,7 15 55,6 14 45,2 2 6,5 15 48,8 8 27,6 2 6,9 19 65,5
Mean ± std 76,57±13,46 75,32±11,01 75,52±13,50
P-value 0,940
69
69
Lampiran 3 Koefesien korelasi Antar Variabel
a. Tanpa membedakan kelompok contoh (n=87)
LBPS Usia
Anak
Jenis
Kelamin
Besar
Keluarga
Pendidikan
Ibu
Pendapatan
per kapita
Pola Asuh
Akademik
Stimulasi
Akademik
Prestasi
Akademik
LBPS 1 0,139 0,059 0,237** -0,159** -0,175** -0,016 -0,199*** -0,047
Usia Anak 1 -0,093 0,096 -0,116 -0,051 -0,025 -0,013 -0,024
Jenis Kelamin (laki-
laki=1, perempuan 0)
1 0,066 -0,170 -0,121 0,106 0,120 0,188*
Besar Keluarga 1 -0,340*** -0,341*** -0,085 -0,188** 0,056
Pendidikan Ibu 1 0,388*** 0,177 0,392*** 0,194*
Pendapatan per kapita 1 0,017 0,418*** 0,246**
Pola Asuh Akademik 1 0,035 0,043
Stimulasi Akademik 1 0,301**
Prestasi Akademik 1
LBPS=latar belakang pendidikan pra sekolah (SBB=1, TK=2, kontrol=3)
*Signifikan pada 0,1 ***signifikan pada level 0,01
**signifikan pada level 0,05
b. Kelompok contoh SBB (n=27) Usia
Anak
Jenis
Kelamin
Besar
Keluarga
Pendidikan
Ibu
Pendapatan
per kapita
Pola Asuh
Akademik
Stimulasi
Akademik
Prestasi
Akademik
Usia Anak 1 0,031 -0,009 -0,118 0,140 -0,082 -0,048 -0,277
Jenis Kelamin (laki-
laki=1, perempuan 0)
1 -0,117 -0,070 -0,145 0,261 0,155 0,317
Besar Keluarga 1 -0,100 -0,365* 0,228 -0,225 0,035
Pendidikan Ibu 1 0,213 0,113 0,452** 0,163
Pendapatan per kapita 1 -0,093 0,557*** 0,215
Pola Asuh Akademik 1 0,084 0,074
Stimulasi Akademik 1 0,217
Prestasi Akademik 1
*Signifikan pada 0,1
**signifikan pada level 0,05
***signifikan pada level 0,01
70
c. Kelompok contoh TK (n=31) Usia
Contoh
Jenis
Kelamin
Besar
Keluarga
Pendidikan
Ibu
Pendapatan
per kapita
Pola Asuh
Akademik
Stimulasi
Akademik
Prestasi
Akademik
Usia Contoh 1 0,160 -0,029 0,026 0,003 0,002 0,280 0,361**
Jenis Kelamin (laki-
laki=1, perempuan 0)
1 0,254 -0,063 0,026 -0,263 0,347* -0,011
Besar Keluarga 1 -0,318* -0,313* -0,284 0,106 0,169
Pendidikan Ibu 1 0,357** 0,309 0,232 0,151
Pendapatan per kapita 1 -0,086 0,218 0,222
Pola Asuh Akademik 1 -0,037* -0,178
Stimulasi Akademik 1 0,476***
Prestasi Akademik 1
*Signifikan pada 0,1
**signifikan pada level 0,05
***signifikan pada level 0,01
d. Kelompok contoh kontrol (n=29)
Usia Contoh
Jenis Kelamin
Besar Keluarga
Pendidikan Ibu
Pendapatan per kapita
Pola Asuh Akademik
Stimulasi Akademik
Prestasi Akademik
Usia Contoh 1 -0,358* 0,184 -0,262 -0,253 -0,016 -0,298 -0,153
Jenis Kelamin (laki-
laki=1, perempuan 0)
1 -0,015 -0,285 -0,054 0,305 -0,046 0,347*
Besar Keluarga 1 -0,447** -0,204 -0,190 -0,342* 0,013
Pendidikan Ibu 1 0,389** 0,115 0,318* 0,246
Pendapatan per kapita 1 0,197 0,637*** 0,151
Pola Asuh Akademik 1 0,063 0,247
Stimulasi Akademik 1 0,077
Prestasi Akademik 1
*Signifikan pada 0,1
**signifikan pada level 0,05
***signifikan pada level 0,01