HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA …/Hubungan... · c. Epidemiologi..... 12 d....
Transcript of HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA …/Hubungan... · c. Epidemiologi..... 12 d....
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA
VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR
MOEWARDI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
GLORIA KATRIN EVASARI
G0009094
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN VALIDASI
Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Demensia
Vaskuler Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
Gloria K Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012
Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari.................., Tanggal.................2012
Pembimbing Utama Penguji Utama
Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr, Sp.S (K) Agus Soedomo, dr, Sp.S (K)
NIP. 19470318 197610 1 001 NIP. 19490516 197603 1 002
Pembimbing Pendamping Penguji Pendamping
Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D Arif Suryawan, dr, AIFM
NIP. 19551021 199412 1 001 NIP. 19580327 198601 1 001
Tim Skripsi
Muthmainah, dr, M.Kes
NIP. 19660702 199802 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 14 Juni 2012
Gloria K Evasari
NIM. G.0009094
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKRIPSI
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA
VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR
MOEWARDI SURAKARTA
Gloria Katrin Evasari
G0009094
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia
Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Gloria Katrin Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Kamis, Tanggal 14 Juni 2012
Pembimbing Utama
Nama : Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp.S (K)
NIP : 19470318 197610 1 001 (.................................)
Pembimbing Pendamping
Nama : Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D
NIP : 19551021 199412 1 001 (.................................)
Penguji Utama
Nama : Agus Soedomo, dr., Sp.S (K)
NIP : 19490516 197603 1 002 (.................................)
Anggota Penguji
Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM
NIP : 19580327 198601 1 001 (.................................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 14 Juni 2012
Gloria Katrin Evasari
NIM. G0009094
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PRAKATA
Segala puji, hormat dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus
yang telah memberikan nikmatNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini yang berjudul Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia
Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penelitian
tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat
ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp. S (K) selaku Pembimbing Utama yang
telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSC, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang
telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
4. Agus Soedomo, dr., Sp. S selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan
banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Annang Giri Moelyo, dr., Sp. A dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi
FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar
sehingga terselesainya skripsi ini.
7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sahat Uluan Ritonga dan Ibunda
Martha Inatura Panggabean yang senantiasa mendoakan tiada henti dan
memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.
8. Kakak dan adik saya tersayang Deborah dan Mauritz yang senantiasa
memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan.
9. Partner terbaik saya selama mengerjakan penelitian ini, Maria Goretti Novianty
yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan selama penelitian.
10. Sahabat-sahabat terdekat, Cety, Amel, Nina, Marsha, Dini, Fadityo, Iqbal, Ami,
Cilla, Icon, Bertus atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu
tersedia.
11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak
sangat diharapkan.
Surakarta, Juni 2012
Gloria Katrin Evasari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ...................................... ........................................... 5
1. Stroke ...................................... ....................................................... 5
a. Definisi ............................................ ........................................... 5
b. Etiologi ................. .................................................................. … 5
c. Klasifikasi ....................... ............................................................ 5
d. Gejala dan Manifestasi Klinis ......................................... ........... 6
e. Patofisiologi ........................................ ....................................... 7
f. Faktor Risiko ………………………………………… .............. 9
g. Diagnosis …………………………………………………… .... 10
2. Demensia ....................................................... ................................. 10
a. Definisi......................................................................................... 10
b. Etiologi dan Klasifikasi................................................................ 10
c. Epidemiologi................................................................................. 12
d. Gejala dan Manifestasi Klinis....................................................... 13
3. Mini Mental State Examination (MMSE) .................................. ..... 15
4. Aterosklerosis ................................................................................. 16
5. Demensia Vaskuler........................................................................... 17
a. Definisi.......................................................................................... 17
b. Klasifikasi..................................................................................... 18
c. Epidemiologi................................................................................ 18
d. Faktor Risiko................................................................................ 19
e. Patogenesis................................................................................... 19
f. Diagnosis...................................................................................... 22
g. Gambaran Klinik.......................................................................... 24
h. Pemeriksaan Penunjang................................................................ 25
i. Penatalaksanaan............................................................................ 26
6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Pasca Stroke............... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30
C. Hipotesis ............................................................................................. 31
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 32
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 32
C. Subjek Penelitian ................................................................................ 32
D. Teknik Sampling .................................................................................. 33
E. Instrumentasi Penelitian ...................................................................... 33
F. Identifikasi Variabel ........................................................................... 33
G. Definisi Operasional Variabel ........................................................... 33
H. Rancangan Penelitian .......................................................................... 35
I. Cara Kerja ........................................................................................... 35
J. Teknik Analisis Data .......................................................................... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................ 38
A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 38
B. Analisis Bivariat ................................................................................. 39
1. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin ….. ...... 40
2. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Usia ........................... 41
3. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Tingkat Pendidikan..... 42
C. Analisis Regresi Logistik Ganda ........................................................ 42
BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................................ 45
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 48
A. Simpulan ............................................................................................. 49
B. Saran ................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 50
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30
Gambar 3.1 Jalannya Penelitian .............................................................................. 35
Gambar 4.1 Boxplot tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan …………. ............. 40
Demensia Vaskuler Pasca Stroke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu .................................... 38
Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal ............................... 38
Tabel 4.3 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke
dengan Jenis Kelamin …………………………………………………... 40
Tabel 4.4 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke
dengan Usia ................................................................................................ 41
Tabel 4.5 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke
dengan Tingkat Pendidikan .................................................................... 42
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Tentang Hubungan Jenis
Kelamin dengan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Mengontrol
Usia dan Tingkat Pendidikan .................................................................. 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Tim Skripsi FK UNS
Lampiran 2. Lembar Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination)
Lampiran 4. Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 5. Analisis Data menggunakan SPSS 17.0 for Windows
Lampiran 6. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Hubungan Jenis Kelamin dengan
Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi
Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Stroke adalah salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga
saat ini menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia. Akibat yang
ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun
disfungsi psikososial, di antaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Salah satu
gangguan fungsi kognitif yang disebabkan oleh stroke adalah demensia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis kelamin dengan
kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 40 subjek penelitian dipilih dengan
metode fixed-exposure sampling dari pasien pasca stroke rawat jalan di Poli Saraf
Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara
langsung dan pengisian kuesioner oleh pasien. Data dianalisis menggunakan
metode analisis regresi logistik ganda, dengan SPSS 17.00 for Windows.
Hasil Penelitian: Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk
mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR = 0.01; CI
95% 0.001 hingga 0.25; p = 0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan
tingkat pendidikan.
Simpulan Penelitian: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara
statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasca
stroke. Simpulan ini dibuat setelah mengontrol pengaruh variabel perancu, yaitu
usia dan tingkat pendidikan.
Kata Kunci: jenis kelamin, demensia vaskuler, stroke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Relationship between Gender and
Vascular Dementia Incident Among Post Stroke Patients at RSUD Dr Moewardi
Surakarta. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Background: Stroke is a cerebrovascular disease which until now is rated third
causing death in the world. Stroke can cause physical disability to psychosocial
disfunction, such as cognitive decline. One of cognitive decline that caused by
stroke is dementia. This study aimed to analyze the relationship between gender
and vascular dementia incident among post stroke patients .
Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A
sample of 40 study subjects was selected by fixed-exposure sampling from
outpatients with post-stroke visiting the Neurology Clinics, RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. The data were collected by interview using a set of questionnaire. The
data was analyszed using multiple logistic regression model on SPSS version 17
for Windows.
Results: Female patients had 1/100 times as many level of adherence to post-
stroke vascular dementia than male patients (OR = 0.01; 95%CI 0.001 to 0.25; p =
0.004). This estimate has controlled for the effects of confounding variables such
as age and level of education.
Conclusion: There is a statistically significant relationship between gender to
vascular dementia on post-stroke patients. This conclusion is drawn after
controlling for the effects of confounding factors such as age and level of
education.
Keywords: gender, vascular dementia, stroke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) 1995
sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinis,baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak. Stroke merupakan salah satu penyakit
vaskuler otak yang hingga saat ini dikategorikan sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia, penyebab utama kecacatan pada orang dewasa,
serta penyebab kedua terjadinya demensia.
Prevalensi stroke di seluruh dunia berkisar pada angka 7,1 juta pada
tahun 2000 dan jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin maju. Menurut data di negara
berkembang seperti Indonesia, insidensi stroke yang terjadi adalah 234 per
100.000 penduduk (survei di Bogor oleh Misbach, 2001), sedangkan hasil
riset kesehatan dasar Depkes RI tahun 2007, dilaporkan bahwa penyebab
kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%). Jumlah kematian
yang dilaporkan pada tahun 2003, menunjukkan bahwa penyakit stroke
menempati urutan pertama (6,9%) dari 50 peringkat utama kematian di
rumah sakit (RS) dan menempati urutan ke-13 (1,3%) penyebab rawat inap
di RS seluruh Indonesia.
Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa
kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, diantaranya berupa
gangguan fungsi kognitif. Hal ini akan memengaruhi kualitas hidup
penderita pasca stroke. Gangguan kognitif dalam jangka panjang tanpa
dilakukannya penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi
demensia. Kejadian demensia vaskular (DVa) di negara-negara Eropa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Amerika, menduduki urutan kedua terbanyak setelah demensia Alzheimer.
DVa merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai
peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan
perbaikan kualitas hidup usia lanjut penderita.
Demensia pasca stroke (DPS) merupakan salah satu subtipe demensia
vaskuler. DPS didefinisikan sebagai demensia yang timbul pada tiga bulan
setelah serangan akut, baik stroke rekuren maupun stroke pada serangan
pertama. Frekuensi DPS yang telah ditemukan lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya, dan stroke meningkatkan risiko demensia 4 sampai 12 kali.
Insidensi demensia pasca stroke bervariasi antara 23,5% sampai dengan
61% (Schmid et al, 1993). Tatemichi et al (1990) melaporkan prevalensi
demensia pasca stroke di Jepang mencapai angka 26,3%. Pohjasvaara
(1997) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di India sebesar
31,8%. Roman (2002) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di
berbagai negara sebesar 21%-45%. Angka demensia vaskuler, khususnya
demensia pasca stroke di Indonesia belum ada. Penelitian terakhir
memperlihatkan, demensia terjadi rata-rata seperempat sampai sepertiga
dari kasus stroke (Taternichi et al., 1992).
Prevalensi Dva akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia
seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian yang
dilakukan di Lundby, Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada laki-
laki besarnya 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh The European Community
Concerted Action on Epidemiology and Prevention of Dementia
mendapatkan prevalensi DVa berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun
di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Italia. Kaplan
(1997) menyebutkan bahwa demensia vaskuler lebih sering ditemukan pada
laki-laki dibandingkan perempuan, namun penelitian-penelitian lain yang
ada tidak menyebutkan perbedaan kejadian demensia vaskuler pada laki-
laki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
penelitian mengenai apakah ada perbedaan kejadian demensia vaskuler pada
pasien pasca stroke laki-laki dan perempuan di RSUD Dr. Moewardi.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
demensia vaskuler pada pasien pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan jangka pendek penelitian dengan judul “Hubungan Jenis
Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di
RSUD Dr. Moewardi” adalah untuk mendapatkan data dan bukti ilmiah
mengenai hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler,
terutama bagi pasien dengan stroke yang berobat di Rumah Sakit Dr.
Moewardi, Surakarta. Data ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dari
jenis kelamin, serta faktor lainnya yang turut mempengaruhi kejadian
demensia vaskuler pada pasien dalam kondisi pasca stroke di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data lengkap dan menyeluruh dari hubungan jenis kelamin dengan kejadian
demensia vaskuler pasien pasca stroke di Indonesia, sebab hingga saat ini,
data mengenai prevalensi penderita demensia vaskuler pada pasien pasca
stroke masih belum jelas, terutama di Indonesia sendiri. Selain itu, perlu
dilakukan analisis mengenai adanya faktor – faktor yang berperan dalam
kejadian timbulnya demensia vaskuler, sehingga dapat dilakukan
pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pasien penderita demensia
vaskuler pasca stroke.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik:
a. Memberikan tambahan pengetahuan untuk menjelaskan apakah ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler
pada pasien pasca stroke.
b. Menemukan kejadian demensia pada penderita stroke laki-laki dan
perempuan
2. Manfaat Aplikatif:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan
untuk penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada penderita pasca
stroke sehingga dapat mencegah kejadian demensia, terutama demensia
vaskuler.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Stroke
a. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
diketemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (Aliah
et al., 1996).
b. Etiologi
Penyebab utama stroke diurutkan dari yang paling penting,
adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisma
vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,
diabetes melitus atau penyakit vaskuler perifer (Lombardo, 1995).
c. Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan
penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi
Marshall, stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a) Stroke iskemik atau non-hemoragik
b) Transient Ischemic Attack (TIA)
c) Trombosis serebri
d) Emboli serebri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
e) Stroke hemoragik
f) Perdarahan intraserebral
g) Perdarahan subarachnoid
2) Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :
a) Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik
Sepintas (SIS)
b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) atau Defisit
Neurologis Iskemik Sepintas (DNIS)
c) Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke progresif
d) Completed Stroke atau stroke komplit
3) Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a) Sistem karotis
b) Sistem vertebro-basiler
d. Gejala dan manifestasi klinis
Gejala neurologis yang timbul tergantung dari berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi
klinis stroke dapat berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau beberapa anggota badan
(gangguan sensorik).
3) Perubahan mendadak status mental (konvulsi, delirium, letargi,
stupor, koma)
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan
memahami ucapan)
5) Disartria (berbicara “pelo” atau cadel)
6) Gangguan penglihatan (hemianopsia atau monookuler) atau
diplopia.
7) Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala (Mansjoer et al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
e. Patofisiolgi stroke
Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap keadaan
iskemik. Meskipun berat otak hanya sekitar 2% dari total berat
badan, otak menerima lebih dari 20% dari cardiac output untuk
memenuhi kebutuhan metabolismenya, oksigen dan glukosa.
Kegagalan dalam memasok darah dalam jumlah yang mencukupi
akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak yang terserang atau
nekrosis, yang disebut sebagai stroke iskemik (Iskandar, 1999).
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke
otak atau yang disebut cerebral blood flow (CBF) adalah 50-55 ml
per 100 gram otak per menit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat
CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi
secara normal, namun masih mempunyai potensi untuk pulih
sempurna. Ambang bagi gagalnya pompa membran terjadi bila CBF
berkurang sampai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada
tingkat ini, kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat
CBF antar 8-18 ml per 100 gram otak per menit merupakan daerah
yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kematian
neuronal. Daerah ini dinamai penumbra iskemik (Lumbantobing,
2004). Pada pusat daerah iskemik akan berkembang proses
degenerasi yang bersifat irreversible, sel-sel saraf daerah iskemik
tidak bisa tahan lama (Mardjoni, 2000). Infark otak, kematian
neuron, glia dan vaskuler disebabkan oleh tidak adanya nutrien dan
oksigen atau terganggunya metabolisme. Infark bisa disebabkan oleh
iskemia sehingga terjadi hipoksia sekunder, terganggunya nutrisi
seluler, dan kematian sel otak (Harsono, 1999).
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik disebabkan oleh
pecahnya arteri serebralis yang kemudian menimbulkan perdarahan.
Daerah distal dari tempat dinding arteri yang pecah tidak lagi
mendapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik
dan kemudian menjadi infark. Gambaran patologik menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak, diikuti
edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma (Lionel, 2005).
Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat gangguan
gangguan sel yang berat, bahkan sampai nekrosis sel saraf. Selain
kerusakan jaringan saraf, pendarahan juga dapat mengakibatkan
gangguan aliran darah di arteri yang terkena. Kerusakan dinding
menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan aliran darah
terhambat sehingga otak yang disuplainya mengalami iskemik
(Iskandar, 1999). Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga
disebabkan oleh :
1) Trauma
2) Non-trauma :
a) Serebral angiopati
b) Vaskular malformasi
c) Arteripati yang lain
d) Neoplasma
e) Diskrasia darah : leukimia, sicke cell, kelainan platelet,
kekurangan faktor pembekuan darah
f) Pengobatan : antikoagulan dan trombolotik agents
g) Penyalahgunaan obat : amphetamine, penggunaan kokain
secara kronis
h) Toksik : arsen (Suroto, 2004).
Untuk dapat berfungsi dengan baik, jaringan otak
membutuhkan bahan makanan yang terus-menerus, oksigen dan
glukosa digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan guna
memelihara jutaan sel otak dengan baik. Pada waktu stroke, aliran
darah ke otak sangat terganggu sehingga terjadi iskemia yang
berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan
lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat mitokondria
dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi gangguan
fungsi seluler, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik. Hasil akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kerusakan serebral akibat iskemia adalah kematian sel neuron
maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia,
endotel, eritrosit dan leukosit (Suroto, 2002). Sel-sel saraf (neuron)
berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmitter
berkurang, akibatnya kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi
impuls antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor
menurun secara keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya
kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik,
mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram dan
memberikan respon terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan
motorik) (Widjajakusumah, 1992).
f. Faktor risiko
Faktor risiko stroke adalah faktor-fakto yang ada dalam
seseorang yang dapat menyebabkan stroke (Harsono, 1999). Faktor-
faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu
yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus
untuk mengontrol faktor-faktor yang bisa diubah maka pengaruh dari
faktor-faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi
(Soeharto, 2001).
Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah :
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Ras
4) Riwayat keluarga
5) Serangan stroke atau TIA terdahulu
Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah :
1) Hipertensi
2) Diabetes
3) Merokok
4) Fibralasi atrium (penyakit jantung)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
5) Hiperkolestrolemia
6) Aktifitas yang kurang dan obesitas
7) Alkohol
8) Penyakit arteri karotis atau arteri yang lain
g. Diagnosis stroke
Diagnosis stroke berdasar atas :
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan internus
3) Pemeriksaan neurordiologik
4) Pemeriksaan penunjang
2. Demensia
a. Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan
oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya
daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global
fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya berpikir abstrak,
kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat (PERDOSSI).
b. Etiologi dan klasifikasi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang
berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia
vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang
mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim
Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia
frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik,
demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)
atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang
melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12
atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.
Kemungkinan penyebab demensia (Kaplan dan Sadock):
1) Demensia degeneratif
a) Penyakit Alzheimer
b) Demensia frontotemporal, misalnya pada penyakit Pick
c) Demensia Lewi Body
d) Ferokalsinosis serebral idiopatik
e) Kelumpuhan supranuklear yang progresif
2) Trauma
a) Demensia pugilistica
b) Subdural Hematoma
3) Infeksi
a) Penyakit Creudzfeldt-Jakob
b) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
c) Sifilis
4) Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia:
a) Infark serebri (infark tunggal maupun multipel atau infark
lakunar)
b) Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic
encephalopathy)
c) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
5) Kelainan Psikiatrik
a) Pseudodemensia pada depresi
b) Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut
6) Fisiologis
Hidrosefalus tekanan normal
7) Demielinisasi
Multipel Sklerosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
8) Kelainan Metabolik
a) Defisiensi vitamin, misalnya B12
b) Endokrinopati, misalnya Hipotiroidisme
c) Gangguan metabolisme kronik, misalnya uremia
9) Obat-obatan dan toksin
a) Alkohol
b) Logam berat
c) Radiasi
d) Karbon Monoksida
10) Tumor
Tumor primer maupun metastase
11) Lain-lain
a) Pennyakit Huntington
b) Penyakit Wilson
c) Leukodistrofi metakromatik
d) Neuroakantositosis
c. Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan
bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat
bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65
tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen,
sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya
mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita
demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia
yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimer’s diseases). Jenis demensia yang paling lazim ditemui
berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan
dengan penyakit serebrovaskuler. Demensia vaskuler meliputi 15
hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler
paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.
Untuk Indonesia belum ada data yang pasti mengenai prevalensi
demensia, tetapi kalau melihat data bangsal saraf di Indonesia, stroke
(CVD) merupakan kasus terbanyak (sekitar 50%), maka
kemungkinan etiologi terbesar untuk demensia di Indonesia adalah
vaskuler.
d. Gejala dan Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demensia dapat meliputi gangguan pada
aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.
1) Gangguan bahasa
Menurut Critchley yang dikutip dari Sidarta gangguan
bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada
kemiskinan kosa kata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama
benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation
naming), tetapi lebih sulit lagi menyebutkan nama benda dalam
satu kategori (category naming), misalnya disuruh menyebutkan
nama buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya
diskrepansi antara penamaan konfontasi dan penamaan kategori
dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang
dengan cepat dapat menyebutkan benda dalam satu kategori, ini
didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun.
2) Gangguan memori
Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang
pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal, yang
terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang
baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat
terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam
tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara
stimulus dan recall, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a) Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara
stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya
dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).
b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama
yaitu bebrapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.
c) Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-
tahun, bahkan seumur hidup.
3) Gangguan emosi
Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke. Sekitar
15% pasien mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari
emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba dan tidak
dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari
penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang tumpul,
disinhibition, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan dan
menurunnya sensitivitas sosial. Selain itu dapat juga terjadi
kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.
4) Gangguan visuospasial
Gangguan ini juga sering timbul pada demensia dini.
Pasien banyak yang lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan
malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga
sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara
obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan
meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok
sesuai bentuk tertentu.
5) Gangguan kognisi
Fungsi ini merupakan fungsi yang paling sering
terganggu pada pasien demensia, terutama daya abstraksinya.
Pasien selalu berpikir konkret sehingga sulit sekali dalam
mengartikan suatu peribahasa. Selain itu, daya persamaannya
(similarities) juga mengalami penurunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3. Mini Mental State Examination (MMSE)
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode
pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara
luas oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian. Untuk
menentukan kasus demensia secara cepat di sisi tempat tidur (a rapid
bed side screening) seringkali digunakan Mini Mental State
Examination (MMSE) (Soedomo, 2000). MMSE pertama kali
diperkenalkan oleh Fostein (1975) dan telah banyak dipakai di dunia
dan di Indonesia juga telah direkomendasikan oleh kelompok studi
fungsi luhur PERDOSSI (Dahlan, 1999).
Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan
kalkulasi, mengingat kembali (recall) serta bahasa. Pasien dinilai secara
kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30.
Menurut Friedl et al. (1995) nilai MMSE dipengaruhi oleh
faktor sosiodemografik, termasuk didalamnya adalah umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang
kedua adalah faktor lingkungan dan faktor behaviour, yaitu beban
kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik,
merokok dan minum alkohol. Faktor- faktor yang memengaruhi nilai
MMSE menurut Folstein et al. (1993) adalah umur dan tingkat
pendidikan, sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang
memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja.
Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang normal menunjukkan
skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka
dikatakan telah ada gejala demensia (Harsono, 2007). Terdapat
beberapa perbedaan pendapat diantara para ahli dalam menentukan
klasifikasi penilaian MMSE, Grut et al. (1993) dan Folstein et al.
(1993) mendapatkan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama
dengan 27, sedangkan Wind (1994) mendapatkan nilai MMSE normal
(27-30), curiga gangguan fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi
kognitif (<21).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pemeriksaan MMSE mudah dilakukan yaitu dengan memberi
nilai untuk beberapa fungsi kognitif. Tes ini dapat dilakukan oleh
dokter, perawat, atau orang awam dengan sedikit latihan dan
membutuhkan waktu hanya sekitar 10 menit. Reliabilitasnya untuk
pasien-pasien psikiatrik dan neurologik telah diuji oleh National
Institute of Mental Health USA. Sensitivitasnya 87% dan spesifitasnya
82% untuk deteksi demensia (Tatemichi et al., 1997).
4. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan
sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa
pada permukaan dalam dinding arteri. Yang menjadi cikal bakal
aterosklerosis adalah kerusakan endotel vaskular. Secara histologis,
aterosklerosis dibagi menjadi :
a. Lesi awal (fatty streak)
b. Lesi lanjut (fibrosis, plaque-aterosklerotik)
c. Lesi komplikata (ulserasi, perdarahan, kalsifikasi) yang
menyebabkan stroke, aneurisma, infark acute coronary syndrome.
Pembentukan ateroma dimulai dengan pembentukan fatty
streak. Proses tersebut diawali dengan adanya kerusakan endotel
vaskular. Penyebab kerusakan pada endotel diakibatkan adanya faktor-
faktor seperti hiperkolesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional
shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah, ataupun adanya
disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut
menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel
endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat
dibawahnya. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan faktor
pertumbuhan yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan
intima pembuluh darah. Monosit pada dinding pembuluh darah akan
berubah menjadi makrofag yang akan mencerna dan mengoksidasi
kolesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam cell (sel busa makrofag).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Foam cell ini kemudian bersatu pada pembuluh darah dan membentuk
fatty streak yang dapat dilihat.
Seiring berjalannya waktu, jaringan otot polos serta jaringan
fibrosa di sekitarnya berproliferasi akibat adanya pelepasan Platelet
Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sehingga fatty streak
menjadi lebih besar dan bersatu kemudian terbentuk plak yang makin
lama makin besar. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif
akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih fibrotik. Makrofag,
sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium
awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat
interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol intra
dan ekstraseluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak
fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan
menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan
menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga
pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen.
Arteri yang mengalami aterosklerosis kehilangan sebagian besar
distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya
berdegenerasi, pembuluh menjadi lebih mudah robek. Pada tempat
penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar
dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, yang berakibat
terbentuknya trombus atau embolus.
5. Demensia Vaskuler
a. Definisi
Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi
heterogen yang meliputi semua sindrom demensia akibat iskemik,
anoksia atau hipoksia otak dengan penurunan fungsi kognisi mulai
dari yang ringan sampai yang paling berat dan meliputi semua
domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol
(PERDOSSI, 2004). Demensia pasca stroke adalah bagian dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
demensia vaskuler, yaitu demensia yang timbul sebagai akibat
langsung dari suatu serangan stroke, baik itu stroke perdarahan
maupun stroke iskemik.
b. Klasifikasi
Klasifikasi demensia vaskuler secara klinis menurut Kelompok
Studi Fungsi Luhur PERDOSSI adalah :
1) Demensia pasca stroke :
a) Demensia infark serebri
b) Demensia perdarahan intraserebral
2) Demensia vaskuler subkortikal
a) Lesi iskemik substansia alba
b) Infark lakuner subkortikal
c) Infark non lakuner subkortikal
d) Demensia vaskuler tipe campuran (Demensia Alzheimer dan
demensia vaskuler)
PPDGJ III membagi demensia vaskuler sebagai berikut :
1) F01.0 Demensia vaskuler onset akut
2) F01.1 Demensia vaskuler multi-infark
3) F01.2 Demensia vaskuler subkortikal
4) F01.3 Demensia vaskuler campuran kortikal dan subkortikal
5) F01.4 Demensia vaskuler lainnya
c. Epidemiologi
Sampai saat ini masih sulit untuk menggambarkan distribusi
dan frekuensi demensia vaskuler. Ketidaksepakatan tentang kriteria
diagnosis dan implementasi di lapangan masih merupakan masalah
besar. Dua studi prevalensi demensia vaskuler melaporkan hasil
yang berbeda, yaitu 13,6% (Censari et al., 1996) dan 31,8%
(Pohjasvaara et al., 1997) dalam waktu 3 bulan setelah serangan
stroke. Bomstein et al. (1996) melaporkan angka prevalensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
demensia vaskuler ialah 32% setelah 5 tahun serangan stroke. Angka
prevalensi demensia vaskuler meningkat pada penderita stroke yang
selamat dari kematian (Tatemichi et al., 1992 ; Censari et al., 1996 ;
Pohjasvaara et al., 1997). Andersen et al. (1996) 25% dari penderita-
penderita stroke yang diikuti selama setahun terjadi demensia
vaskuler. Sejauh ini hanya ada dua penelitian population-based
tentang insidensi demensia vaskuler pada penderita stroke (Kokmen
et al., 1996 ; Kiyohara, 1999). Kokmen et al. (1996) melakukan
penelitian dengan mengikuti penderita pasca stroke selama 25 tahun.
Angka insidensi kumulatif demensia vaskuler meningkat dari 7%
pada tahun pertama menjadi 48% pada 25 tahun kemudian. Kiyohara
(1999) melaporkan age-adjusted total incidence (per 1000 person-
years) demensia vaskuler adalah 12,2 untuk laki-laki dan 9,0 untuk
perempuan.
d. Faktor Risiko
Faktor risiko demensia vaskuler dapat dibagi dalam 2
kelompok, yaitu ; (1) yang ada hubungannya dengan
kardioserebrovaskuler dan (2) faktor-faktor lain (Gorelick et al.,
1998).
e. Patogenesis
Ada beberapa hal yang mendasari patogenesis terjadinya
demensia vaskuler:
1) Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark
multipel dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali
serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Computed
tomography imaging (CT Scan) otak menunjukkan hipodensitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi
ventrikel.
2) Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm,
disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di daerah
diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi.
Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.
Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik,
transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah
lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering
disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi
lacunar state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel
dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT Scan otak
karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak.
Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar
terutama di daerah batang otak (pons).
3) Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi
iskemik pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai
fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia
sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial
dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri
posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi
visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi
arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan
apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif
dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial.
Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus
menghasilkan thalamic dementia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
4) Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan
demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-
kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar
palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan
inkontinensia. Faktor risikonya adalah small artery diseases
(hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran
darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena
kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.
5) Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan
adventisia arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan
bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia dengan
onset mendadak.
6) Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena
henti jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala
oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan
fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi
vaskular di otak yang multipel.
7) Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti
hematoma subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub
arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau
herediter.
8) Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk
kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis
nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan
sebagainya).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
f. Diagnosis
Diagnosis demensia vaskuler ditegakkan melalui dua tahap,
pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses
vaskuler yang mendasari. Sampai saat ini belum ada marka biologis
yang baku untuk mendiagnosis suatu demensia vaskuler. Saat ini,
alat yang digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler adalah
dengan menggunakan berbagai kriteria diagnosis.
Kriteria diagnosis yang sering digunakan untuk mendiagnosis
demensia vaskuler antara lain :
1) Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders 4th
edition (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) :
a) Ada gangguan kognitif multipleks yang dicirikan oleh dua
keadaan berikut :
(1) Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk
mempelajari hal yang baru atau menyebut kembali
informasi yang baru saja diperoleh).
(2) Satu atau lebih dari gangguan kognitif, yaitu :
(a) Afasia (gangguan berbahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan
aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal)
(c) Agnosia (tak dapat mengenal atau mengidentifikasi
benda, sementara fungsi sensorik normal)
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,
mengelola, kemampuan berpikir abstrak dan membuat
urutan).
b) Gangguan kognitif pada kriteria A masing-masing
menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang
jelas.
c) Tanda dan gejala neurologis fokal (refleks fisiologis
meningkat, refleks patologis positif, paralisis pseudobulbar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti
pemeriksaan radiologis menunjukkan infark multiple di
daerah korteks atau subkorteks.
d) Tidak ada delirium
2) International Classification of Disease 10th revision :
a) Distribusi yang tidak lazim dari gangguan kognitif satu
dengan yang lain
b) Terdapat bukti adanya gangguan fokal otak
c) Terdapat bukti pernah mengalami gangguan serebrovaskuler
sebelumnya
3) National Institue of Neurological Disorders and Stroke and
Association Internationale pour la Recherche et l’Enseignement
en Neurosciences (NINDS-AIREN) yang mempunyai 3 tingkat
kepastian, yaitu probable, possible dan definite.
a) Diagnosis probable
(1) Demensia
(2) Penyakit serebrovaskuler (CVD), ditandai dengan adanya
defisit neurologis fokal dan bukti pemeriksaan neuro
imaging (CT-Scan atau MRI)
(3) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas yang
dibuktikan dengan onset demensia dalam kurun waktu 3
bulan pasca stroke atau deteriorasi fungsi kognitif yang
mendadak, fluktuatif dan bertahap.
b) Diagnosis possible
(1) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi
tanpa didukung bukti pemeriksaan neuroimaging (CT-
Scan atau MRI)
(2) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi
tanpa adanya hubungan yang jelas antara demensia dan
stroke.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(3) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi
dengan onset yang tidak jelas dan deteriorasi fungsi
kognitifnya bervariasi.
c) Diagnosis pasti (definite)
(1) Adanya kriteria diagnosis probable
(2) Otopsi memunjukkan adanya cedera otak iskemik dan
tidak didapatkan penyebab lain demensia.
Dari ketiga kriteria diagnosis diatas, yang saat ini paling sering
digunakan adalah kriteria NINDS-AIREN karena menggunakan
pemeriksaan pencitraan otak sebagai salah satu bukti adanya
gangguan serebrovaskuler. DSM-IV mempunyai sensitivitas yang
tinggi tetapi spesifitasnya rendah. Untuk penelitian dianjurkan
menggunakan kriteria NINDS-AIREN.
g. Gambaran Klinik
Serangan terjadinya demensia vaskuler terjadi secara
mendadak, dengan didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)
atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah
serangan dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun
kemudian. Adanya riwayat dari faktor risiko serebrovaskuler harus
disadari tentang kemungkinan terjadinya Dva.
Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari
gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala
neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan
motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan
neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih
kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi
eksekutif.
Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa
perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil,
delusion, apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom
depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas,
retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide
seperti waham terjadi pada kurang lebih 50%, termasuk pikiran
curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi
yang melibatkan struktur temporoparietal.
h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data
yang dapat memberikan nilai tambah dalam pencegahan, diagnosis,
terapi, prognosis dan rehabilitasi.
1) Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT-Scan otak dan MRI
dapat dipastikan adanya perdarahan otak atau infark (tunggal dan
multipel), besar serta lokasinya. Selain itu juga dapat disingkirkan
kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan
gambaran lain yang mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.
2) Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang
menyebabkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah
tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb,
kolestrol, trigliserida, tes serologi untuk sifilis, HIV, fungsi tiroid,
profil koagulasi, kadar asam urat, antibodi antikardiolipin dan lain
sebagainya yang dianggap perlu.
3) Lain-lain
Foto rontgen dada, EKG, ekokardigrafi, EEG, pemeriksaan
Doppler, potensial cetusan atau angiografi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
i. Penatalaksanaan
1) Farmakologi
Terapi untuk demensia vaskuler ditujukan kepada
penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder)
serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan
interaksi obat. Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan
fingsi kognitif pada penderita demensia vaskuler belum
menunjukkan hasil yang memuaskan, namun beberapa studi
menunjukkan beberapa jenis obat yang dapat memperbaiki fungsi
kognitif pada pasien demensia vaskuler.
Pentoksifilin dilaporkan dapat meningkatkan fungsi kognitif
dan intelektual pada penderita demensia vaskuler (Black et al., 1992
; European Pentoxifylline Multi Infarct Dementia Study, 1996).
Gingko Biloba dilaporkan pula dapat meningkatkan fungsi kognitif
pada demensia vaskuler bermakna dibandingkan plasebo
(Hopfenbuller, 1994 ; Kanowski et al., 1996 ; Pere et al., 1997).
Moris dkk mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil
secara rutin dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif.
Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan
memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari
golongan ini diharapkan dapat menstimulasi reseptor nikotinik untuk
menambah pelepasan neurotransmitter seperti asetilkolin dan
glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang.
Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterase inhibitors telah
terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia, diantaranya :
a) Reversible inhibitor : Donezepil, Galantamin
b) Pseudoreversible inhibitor : Rivastigmin
c) Irreversible inhibitor : Metrifonat
Depresi, agitasi, ansietas, kebingungan, gangguan tidur dan
gangguan perilaku seksual sering menyertai terjadinya demensia
vaskuler. Oleh karena itu, penanganan hal-hal tersebut juga penting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Seringkali penderita demensia vaskuler dengan depresi
memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandingkan
dengan yang tanpa depresi.
2) Non-Farmakologi (Cognitive Rehabilitation Therapy)
Secara garis besar, CRT dapat dilakukan berdasarkan
timbulnya gangguan sebagai berikut :
a) Gejala utama
Gangguan kognitif, gangguan fungsional dan gangguan sosial.
b) Gejala tambahan
Agitasi, agresif, depresi, psikosis, gangguan repetisi, gangguan
tidur dan gangguan perilaku non-spesifik.
F. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Demensia Pasca Stroke
Stroke telah dikenal sebagai gangguan fungsi otak yang
disebabkan karena gangguan fungsi aliran darah ke otak yang timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat (dalam
beberapa jam) (Laksmiasanti, 1999). Kurangnya suplai darah ke
suatu area di otak disebut iskemik. Penyebab terjadinya demensia
vaskuler, dalam hal ini demensia pasca stroke adalah adanya
gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh berbagai
metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan
dalam metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas
(free fatty acid), yang mana asam lemak bebas merupakan hasil dari
proses lipolisis (Asdie, 2012).
Gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia
pasca stroke adalah aterosklerosis (Tampubolon, 2010). Dalam
mekanisme aterosklerosis, kapiler dan arteriola jaringan otak akan
mengalami penebalan dinding karena terjadi deposisi hyalin dan
proliferasi tunika intima serta adanya plak aterosklerosis, sehingga
menyebabkan penyempitan diameter lumen dan peningkatan
resistensi pembuluh darah. Adanya sumbatan dan hipoperfusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pembuluh darah akan meyebabkan otak kekurangan nutrisi penting
seperti oksigen dan glukosa. Berkurangnya nutrisi akan
mengakibatkan pengurangan ATP, glukosa dan gangguan asam basa
sehingga menimbulkan edema dan kerusakan sampai kematian
neuron dan sel glia. Perluasan kerusakan neuron dan glia
mengakibatkan daerah yang diperdarahi pembuluh darah tersebut
akan mengalami iskemik sampai infark (Ois et al., 2007; Dong et al.,
2005). Iskemik ini akan menimbulkan kematian suatu daerah atau
jaringan di otak apabila tidak ditangani dengan cepat. Kematian
daripada area di otak inilah yang menyebabkan terjadinya demensia
(Suroto, 2004). Stroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan
otak yang rusak meliputi 50-100 gram, dengan demikian disebut
sebagai multiinfark demensia atau kita sebut demensia vaskular.
Kondisi aterosklerosis cenderung lebih sedikit dijumpai pada
wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini dikarenakan
adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap
aterosklerosis. Estrogen efektif dalam menurunkan kadar low-density
lipoproteins (LDLs) dan meningkatkan kadar high-density
lipoproteins (HDLs) dalam darah. Di sisi lain, testosteron
menurunkan konsentrasi HDL dan meningkatkan LDL dalam darah
sehingga laki-laki rentan terhadap penyakit kardiovaskular.
Dikatakan pula bahwa hormon estrogen mempunyai fungsi dalam
menghambat perkembangan awal aterosklerosis dengan mengurangi
pembentukan sel busa makrofag (Sulistiyani, 1997).
Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan
metabolisme lemak pada laki-laki dan perempuan seperti tingginya
kadar kolesterol HDL dan besarnya aktifitas lipoprotein lipase pada
perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu hormon yang
mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012).
Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang
menghambat lipolisis dan β-adrenergic yang menstimulasi lipolisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Hormon estrogen dan testosteron mempengaruhi lipolisis melalui
reseptor yang terdapat pada katekolamin. Estrogen menduduki α2-
adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa estrogen
menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan
kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko
aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron
menduduki reseptor β-adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis,
sehingga kolestrol yang bersirkulasi dalam darah pun meningkat.
Pria lebih banyak menderita demensia vaskular karena
berbagai faktor risiko penyebab stroke lebih banyak terdapat pada
pria, seperti gaya hidup peminum alkohol dan merokok lebih banyak
pada pria dibanding wanita, selain itu angka penderita penyakit
jantung memang lebih banyak didapatkan pada pria dibanding
wanita. Mekanisme yang mungkin menyebabkan meningkatnya
aterosklerosis akibat rokok adalah injury endotel secara langsung
akibat agen pada rokok (karbon monoksida dan nikotin) yang
menyebabkan timbulnya bleb pada permukaan lumen, formasi
mikrofili dan lepasnya sel endotel (endotel damage), perubahan
trombosit, meningkatnya kadar fibrinogen dan C-reactive protein
dan menginduksi sitokin proinflamasi (Jawaharlal, 2000; Maron,
2001). Namun, apabila di masa yang akan datang terjadi pergeseran
di mana wanita lebih banyak merokok, minum alkohol, atau gaya
hidup lain yang merupakan faktor risiko stroke, maka wanita pun
akan menjadi lebih sering menderita demensia vaskular daripada
pria.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan
: Aktivasi
: Menghambat
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
Estrogen Testosteron
Stimulasi
α2-adrenoreseptor
Stimulasi
β-adrenergic
Lipolisis Lipolisis
Kolestrol darah ↓ Kolestrol darah ↑
Hiperkolestrolemia <<< Hiperkolestrolemia >>>
Aterosklerosis
Trombus/Embolus
Iskemia jaringan
otak
Stroke iskemik
Demensia
Perubahan morfologi
arteriol otak
Aneurisma
Perdarahan arteri
(intraserebral/subarakhnoid)
Stroke hemoragik
HDL ↓, LDL ↑ HDL ↑ , LDL ↓
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
C. Hipotesis
Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia
vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca stroke laki-laki
memiliki risiko untuk mengalami demensia vaskuler lebih tinggi
daripada perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Unit Penyakit Saraf Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Maret hingga Mei 2012.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien yang berada di Poliklinik Saraf
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang pada rekam
medis terdapat riwayat pernah menderita stroke minimal 3 bulan baik laki-
laki maupun perempuan, usia 40-60 tahun dan bersedia menjadi subjek
penelitian. Penelitian ini tidak membedakan pasien lama/ baru, maupun
stroke primer dan sekunder.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Mengalami tuli
2. Mengalami gangguan kesadaran
3. Mengalami kesulitan berbicara
4. Penderita buta huruf
5. Penderita demensia Alzheimer dan demensia campuran
6. Penderita cedera kepala
7. Penderita tumor otak
8. Penderita depresi berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
D. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik fixed
exposure sampling yaitu berdasarkan status paparan subjek. Sampel
diambil dari pasien pasca stroke yang datang ke poliklinik penyakit saraf
RSUD Dr. Moewardi.
Besar sampel pada penelitian ini adalah 15 – 20/variabel independen
(Murti, 2010). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel independen. Jadi,
besar sampel yang digunakan adalah 2 x (15 – 20) = 30-40 orang.
E. Instrumentasi Penelitian
Sumber data diperoleh dari responden secara langsung dengan
wawancara terpimpin dan melalui rekam medis pasien sebagai data
pelengkap. Instrumen untuk memperoleh data dengan menggunakan
MMSE (Mini Mental State Examination), dan kartu identitas (KTP/SIM)
responden.
F. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan)
2. Variabel terikat : Demensia vaskuler
3. Variabel perancu :
a. Terkendali : usia
b. Tak terkendali : faktor genetik, gaya hidup, hipertensi, DM, tingkat
pendidikan, dislipidemia.
G. Definisi Operasional Variabel
1. Demensia : Status klinis dengan terjadinya kemunduran intelektual,
melibatkan deteorisasi pada memori satu atau lebih fungsi intelektual
lain seperti bahasa, berpikir tempat dan orientasinya, pemecahan
masalah, dan kemampuan berpikir abstrak. Cara ukur dan alat ukur
demensia menggunakan wawancara serta kuesioner MMSE (Mini
Mental State Examination). Hasil ukur kuesioner MMSE demensia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
jika nilai kuesioner MMSE kurang dari 24 dan dianggap tidak
demensia jika nilai kuesioner MMSE antara 24-30.
Skala Variabel: Kontinu
2. Jenis Kelamin : Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu
spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses
reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies
itu. Jenis kelamin yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dikaitkan pula dengan
aspek gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan
pada masing-masing jenis kelamin ini, sehingga mengakibatkan
perbedaan perilaku dan gaya hidup masing-masing individu yang
berperan dalam faktor risiko stroke dalam penelitian ini. Cara ukur
dan alat ukur variabel ini menggunakan observasi visual dan kartu
identitas.
Skala variabel : Kategorikal
3. Usia : Jumlah tahun kehidupan yang telah dicapai, dihitung sejak
tanggal lahirnya sampai saat dilakukan wawancara. Cara ukur dan alat
ukur variabel ini menggunakan wawancara dan kartu identitas.
Skala variabel : Kontinu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
H. Rancangan Penelitian
Gambar 3.1 Jalannya penelitian
I. Cara Kerja
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat izin untuk
pengambilan data di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi.
Setelah mendapatkan izin, peneliti membuat lembar kuesioner untuk diisi
dengan data-data pasien yang dibutuhkan. Setelah kuesioner selesai dibuat,
barulah peneliti dapat melakukan penelitian. Pasien Poli Saraf di RSUD
Dr. Moewardi dipilih berdasarkan rekam medisnya untuk mencari pasien
post stroke. Selanjutnya, peneliti meminta persetujuan subjek untuk
diikutsertakan sebagai sampel penelitian dengan cara mengisi lembar
pengesahan. Jumlah pasien post stroke yang digunakan dalam penelitian
ini sejumlah 30-40 orang (laki-laki dan perempuan) yang memenuhi
kriteria inklusi. Kemudian kelompok sampel dibagi menjadi dua kelompok
Pasien Poli Saraf RSDM
Dipilih Dari Rekam Medis
Pasien Post Stroke
Pria Wanita
Wawancara
MMSE
Demensia
Analisis Data
Kriteria inklusi Kriteria Inklusi
Wawancara
MMSE
Tidak Demensia Demensia Tidak Demensia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
yaitu kelompok laki-laki (Kelompok A) dan kelompok perempuan
(Kelompok B). Kedua kelompok ini kemudian dilakukan pemeriksaan
menggunakan MMSE. Anggota kelompok, baik kelompok A maupun B,
dengan hasil MMSE 24-30 dimasukkan dalam kelompok yang tidak
mengalami demensia. Kelompok A maupun Kelompok B yang memiliki
hasil MMSE kurang dari 24 dimasukkan dalam kelompok yang mengalami
demensia. Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan tabulasi
data. Data yang telah ditabulasi, kemudian dianalisis menggunakan uji
analisis regresi logistik ganda.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan metode
analisis regresi logistik ganda.
Secara matematis, model regresi logistik ganda ini diekspresikan
dalam persamaan berikut :
ln
= a + b1 X1 + b2 X2
Keterangan :
p = probabilitas untuk mengalami demensia
1-p = probabilitas untuk tidak mengalami demensia
b1, b2 = koefisien regresi variabel independen
X1 = jenis kelamin ( 0 = Laki-laki ; 1 = Perempuan)
X2 = umur ( 0 = < 60 tahun ; 1 = ≥ 60 tahun)
Kekuatan hubungan untuk variabel independen yang berskala
biner atau dikotomi dapat dikonversikan menjadi OR (Odds Ratio)
berdasarkan rumus :
OR = exp (b)
Keterangan :
OR = Odds Ratio paparan terhadap penyakit
b = Koefisien regresi variabel independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
exp = Exponensial atau inverse dari ln
Interpretasi Odds Ratio (OR) sebagai berikut :
OR = 1, artinya variabel independen tidak berhubungan dengan variabel
dependen.
OR >1, artinya variabel independen meningkatkan kemungkinan
variabel dependen.
1/~ < OR < 1, artinya variabel independen menurunkan kemungkinan
variabel dependen.
Contoh : OR1 = 0.50, artinya pasien stroke perempuan memiliki risiko
untuk mengalami demensia vaskuler ½ kali lebih rendah daripada laki-
laki.
Contoh : OR2 = 1.50, artinya pasien stroke usia ≥ 60 tahun memiliki
risiko untuk mengalami demensia vaskuler 1.5 kali lebih besar daripada
usia < 60 tahun.
(Murti, 1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian
Demensia Vaskular pada Pasien Pasca Stroke telah dilakukan di Poliklinik Unit
Penyakit Saraf RSUD Dr. Moewardi pada bulan Maret hingga Mei 2012. Subjek
penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 20 pasien
perempuan. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel
dan diagram.
A. Karakteristik Sampel Penelitian
Berdasarkan data tentang identitas sampel, dapat diketahui karakteristik
sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, skor MMSE, dan tingkat pendidikan
seperti yang akan dipaparkan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu
Variabel n Mean SD Min Maks
Umur (tahun) 40 54.75 5.68 38 60
Skor MMSE 40 22.18 4.43 14 30
Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal
Variabel n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 20 50.00
Perempuan 20 50.00
Total 40 100.00
Tingkat Pendidikan
Dibawah SMA 20 50.00
SMA keatas 20 50.00
Total 40 100.00
Umur
<55 tahun 13 32.5
≥55 tahun 27 67.5
Total 40 100.00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Demensia
Ya 21 52.50
Tidak 19 47.50
Total 40 100.00
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 memperlihatkan karakteristik sampel 40 pasien
pasca stroke yang diteliti. Dari segi umur, rata-rata pasien berumur sekitar 55
tahun dengan umur tertinggi adalah 60 tahun dan umur terendah adalah 38
tahun. Pasien dengan umur <55 tahun berjumlah 13 pasien (32.5%) dan umur
≥55 tahun berjumlah 27 pasien (67.5%). Pasien terdiri dari 20 pasien laki-laki
dan 20 pasien perempuan.
Dilihat dari skor MMSE, pasien memiliki rerata skor 22.18. Nilai skor
MMSE tertinggi pada sampel sebesar 30, sedangkan yang terendah adalah 14.
Dari data diatas didapatkan jumlah pasien demensia sebanyak 21 pasien (52.5%)
dan tidak demensia sebanyak 19 pasien (47.5%).
Dari segi tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan dibawah
SMA berjumlah 20 pasien dan SMA keatas sebanyak 20 pasien.
B. Analisis Bivariat
Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
dengan variabel bebas (jenis kelamin) terhadap variabel terikat (demensia pasca
stroke) serta arah hubungannya. Analisis juga dilakukan terhadap faktor perancu
yaitu usia (variabel bebas) dan tingkat pendidikan (variabel bebas). Adanya
faktor perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk
mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan
Chi-square Test dengan Confidence Interval (CI) = 95%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
1. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Analisis Bivariat tentang Hubungan Demensia Pasca Stroke
dengan Jenis Kelamin
Demensia pasca stroke
Variabel Ya Tidak Total OR p
n (%) n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Pria 17 (85.00) 3 (15.00) 20 (100.00) 0.04 <0.001
Wanita 4 (20.00) 16 (80.00) 20 (100.00)
Dari Tabel 4.3 didapatkan dari 20 pasien laki-laki, yang mengalami
demensia pasca stroke sebanyak 17 pasien (85%) dan yang tidak mengalami
demensia sebanyak 3 pasien (15%), dimana dari 20 pasien perempuan, yang
mengalami demensia pasca stroke sebanyak 4 pasien (20%) dan yang tidak
mengalami demensia sebanyak 16 pasien (80%). Gambar 4.1 menunjukkan
analisis bivariat terhadap hubungan jenis kelamin dengan demensia pasca stroke
Gambar 4.1 Perbandingan tentang Hubungan antara Jenis
Kelamin dan Demensia Pasca Stroke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0.001). Pasien pasca stroke
perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 4/100 kali lebih rendah
daripada laki-laki. (OR= 0.04), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari
variabel perancu.
2. Hubungan Demensia Pasca Stroke dengan Usia
Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Hubungan Usia dengan Demensia Pasca
stroke
Demensia pasca stroke
Variabel Ya Tidak Total OR p
n (%) n (%) n (%)
Usia
<55thn 3 (23.10) 10 (76.90) 13 (100.00) 6.67 0.010
≥55thn 18 (66.67) 9 (33.33) 27 (100.00)
Dari Tabel 4.4 didapatkan kelompok pasien berusia <55 tahun yang
berjumlah 13 orang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 3 pasien
(23.10%) dan yang tidak demensia sebanyak 10 pasien (76.90%). Kelompok
pasien berusia ≥55 tahun berjumlah 27 orang, dimana pasien yang mengalami
demensia pasca stroke sebanyak 18 pasien (66.67%) dan yang tidak mengalami
demensia pasca stroke berjumlah 9 pasien (33.33%). Analisis bivariat terhadap
hubungan usia dengan kejadian demensia pasca stroke menunjukan hubungan
yang signifikan (p=0.010). Pasien pasca stroke usia ≥55 tahun memiliki risiko
untuk mengalami demensia 6.67 kali lebih tinggi daripada pasien pasca stroke
usia <55 tahun (OR= 6.67), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari
variabel perancu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia Pasca Stroke
Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Demensia Pasca Stroke.
Demensia Pasca Stroke
Variabel Ya Tidak Total OR p
n(%) n(%) n(%)
Pendidikan
<SMA 16 (80.00) 4 (20.00) 20 (100.00) 0.083 <0.001
≥SMA 5 (25.00) 15 (75.00) 20 (100.00)
Dari Tabel 4.5 didapatkan kelompok pasien dengan tingkat pendidikan
dibawah SMA yang berjumlah 20 orang mengalami demensia pasca stroke
sebanyak 16 pasien (80.00%) dan yang tidak demensia sebanyak 4 pasien
(20.00%). Kelompok pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas berjumlah
20 orang, dimana pasien yang mengalami demensia pasca stroke sebanyak 5
pasien (25.00%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 15 pasien
(75.00%). Analisis bivariat terhadap hubungan tingkat pendidikan dengan
kejadian demensia pasca stroke menunjukan hubungan yang signifikan
(p<0.001). Pasien pasca stroke dengan tingkat pendidikan SMA keatas memiliki
risiko untuk mengalami demensia 0.083 kali lebih rendah daripada tingkat
pendidikan dibawah SMA (OR= 0.083), tetapi hasil ini belum mengontrol
pengaruh dari variabel perancu.
C. Analisis Regresi Logistik Ganda
Setelah melakukan analisis bivariat terhadap jenis kelamin dan variabel
perancu yaitu usia, didapatkan jenis kelamin dan usia secara signifikan
berpengaruh terhadap kejadian demensia pada pasien pasca stroke. Analisis
regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel jenis
kelamin, usia, dan tingkat pendidikan sehingga didapatkan hasil yang lebih valid
karena telah mengontrol variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi
hubungan jenis kelamin dengan demensia pasca stroke.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan Jenis
Kelamin dengan Demensia Pasca Stroke dengan Mengontrol Usia
dan Tingkat Pendidikan Pasien.
CI 95%
Variabel OR Nilai p
independen Batas Batas
Bawah Atas
Jenis kelamin wanita 0.01 0.001 0.25 0.004
Usia (≥ 55thn) 28.97 1.36 619.12 0.031
Pendidikan (≥ SMA) 0.03 0.002 0.48 0.012
N observasi 40
-2 log likelihood 20.30
Negerkerke R² 77.9%
Interpretasi dari Tabel 4.6 menunjukkan hasil regresi logistik ganda
bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan risiko demensia. Pasien pasca
stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih
rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004).
Kesimpulan ini telah mengendalikan pengaruh tingkat pendidikan dan usia
pasien. Pasien dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memiliki risiko untuk
mengalami demensia 1/33 kali lebih rendah daripada tingkat pendidikan
dibawah SMA. (OR=0.03; CI 95% 0.002 hingga 0.48; p=0.012). Pasien dengan
usia 55 keatas memiliki risiko untuk mengalami demensia 29 kali lebih besar
daripada usia kurang dari 55 tahun (OR= 28.97; CI 95% 1.36 hingga 619.12;
p=0.031). Negerkerke R² = 77.9% mengandung arti bahwa variabel jenis
kelamin, usia dan pendidikan sebagai variabel independen dalam model regresi
logistik (Tabel 4.6) mampu menjelaskan terjadi demensia vaskuler pasca stroke
sebesar 77.9%.
Tabel 4.6 menghasilkan estimasi tentang pengaruh jenis kelamin
terhadap demensia vaskuler pasca stroke setelah mengontrol variabel perancu
usia dan tingkat pendidikan (adjusted estimate) dengan OR= 0.01, sedangkan
tabel 4.3 menghasilkan estimasi tentang pengaruh jenis kelamin terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
demensia pasca stroke tanpa mengontrol variabel perancu (crude estimate)
dengan OR= 0.04. Perbedaan estimasi tersebut menunjukkan bahwa umur dan
pendidikan jika tidak dikontrol pengaruhnya akan menyebabkan bias sebesar =
(0.04-0.01)/0.04 x 100% = 75% (lebih besar dari angka patokan yang berkisar
10-20%).
Hasil analisis di atas memperlihatkan nilai -2 log likelihood sebesar 20.30
mengandung arti bahwa model regresi logistik yang melibatkan jenis kelamin,
usia, dan pendidikan sebagai variabel independen cukup sesuai dengan data
sampel yang diteliti (karena mendekati nol dan nilainya berada pada kisaran
antara 0 sampai 100).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poliklinik Saraf Rumah
Sakit Dr.Moewardi Surakarta pada bulan Maret sampai Mei 2012 diperoleh data
sebagaimana yang telah disajikan pada tabel-tabel di atas.
Pada penelitian ini didapatkan distribusi subyek penelitian berdasarkan
umur (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien stroke yang menjadi sampel rata-
rata berumur 55 tahun dengan umur terendah 38 tahun dan umur tertinggi 60
tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa
risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan variasi
terbanyak antara usia 50-60 tahun.
Jumlah penderita stroke yang mengalami demensia sebanyak 21 orang
(52.50%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 19 orang (47.50%) dari
total 40 responden. Hal ini sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang
mengatakan bahwa stroke meningkatkan risiko demensia vaskuler, namun dalam
penelitian ini perbandingan pasien yang mengalami demensia pasca stroke
dengan non-demensia tidak begitu besar. Hal ini mungkin dikarenakan sampel
yang sedikit sehingga tidak terlihat perbandingan jumlah yang signifikan antara
pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan yang tidak.
Dengan analisis uji bivariat (Tabel 4.4) diperoleh bahwa demensia lebih
sedikit terjadi pada kelompok usia <55 tahun yaitu sebanyak 3 orang (23.10%)
dari total 13 orang dan paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥55 tahun
yaitu sebanyak 18 orang (66.67%) dari total 27 orang. Dapat dilihat bahwa
persentase terjadinya demensia meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada bahwa demensia dapat terjadi pada usia berapa
pun tergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian angka risiko
demensia meningkat pada golongan usia di atas 40 tahun dan dibawah usia 80
tahun (Ivan et al., 2004; Shprakh et al., 2010). Menurut Tampubolon (2010),
gangguan yang terutama menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah
aterosklerosis. Semakin tua kecenderungan mengalami aterosklerosis juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
semakin meningkat. Setelah usia 30 tahun, lesi aterosklerotik mulai tampak di
sana-sini. Setelah usia 50 tahun, tampak ada kecenderungan arteri serebral yang
kecil juga terkena proses aterosklerosis sehingga semakin banyak pembuluh
darah yang tersumbat dan akan menyebabkan kurangnya pasokan darah ke
daerah otak (Mardjono, 1997).
Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan pasien yang mengalami demensia
pasca stroke lebih banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan
dibawah SMA, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas lebih
sedikit mengalami demensia pasca stroke. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa penderita stroke dengan pendidikan lebih rendah atau
setingkat sekolah dasar memiliki kecenderungan lebih banyak timbul demensia
post stroke (Erkinjuntti et al., 2002; PERDOSSI, 2004; Shprakh et al., 2010).
Studi lain juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya demensia (Lamsudin et al., 1997). Di samping
itu, diagnosis demensia menggunakan MMSE juga dipengaruhi oleh nilai
MMSE yang sangat bervariasi pada tingkat pendidikan. Suatu penelitian
menganjurkan untuk menggunakan persentil bawah pada nilai MMSE yang telah
disesuaikan berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Hal ini karena nilai
MMSE sangat dipengaruhi oleh umur serta tingkat pendidikan (Folstein et al.,
1993), sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi
nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin
dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pada Tabel 4.3
menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian
demensia pasca stroke. Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis
data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia
dan tingkat pendidikan dengan analisi regresi logistik ganda. Tabel 4.6
merupakan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan signifikan antara
jenis kelamin dengan kejadian demensia pasca stroke (p=0.004) dengan Odd
Ratio=0.001. Usia dan tingkat pendidikan pasien secara statistik mempengaruhi
kejadian demensia pasca stroke. Hasil yang diperoleh ini akan menjadi lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
valid karena dalam penelitian variabel-variabel perancu yang dapat
mempengaruhi variabel terikat telah dikontrol terlebih dahulu.
Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah ada yang
dilakukan di Lundby, Swedia yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa
risiko terjadinya demensia vaskuler pada laki-laki lebih tinggi, yaitu sebesar
34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Penelitian yang dilakukan
oleh Ruitenberg et al. (2001) juga menyatakan bahwa insiden demensia vaskuler
lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita di setiap kelompok umur. Faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian demensia vaskuler dapat dibagi menjadi
dua, yaitu faktor yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler dan
faktor-faktor lain (Gorelick et al., 1998). Faktor yang ada hubungannya dengan
kardioserebrovaskuler contohnya umur, jenis kelamin, ras dan etnis (Gorelick
1997 ; Skoog, 1998).
Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca
stroke adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh
berbagai metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan dalam
metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas (free fatty acid), yang
mana asam lemak bebas merupakan hasil dari proses lipolisis (Asdie, 2012).
Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada
laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya
aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu
hormon yang mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012).
Katekolamin mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang menghambat
lipolisis dan β-adrenergic yang menstimulasi lipolisis. Hormon estrogen dan
testosteron mempengaruhi lipolisis melalui reseptor yang terdapat pada
katekolamin. Estrogen menduduki α2-adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa estrogen menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini
menyebabakan kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko
aterosklerosis pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron menduduki
reseptor β-adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis, sehingga kolestrol yang
bersirkulasi dalam darah pun meningkat. Selain itu, kondisi aterosklerosis juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
cenderung lebih sedikit dijumpai pada wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991).
Hal ini dikarenakan adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap
aterosklerosis.
Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang secara statistik memiliki
presisi (ketelitian) yang rendah. Hal ini dikarenakan penelitian ini mempunyai
beberapa kelemahan yaitu : (1) jumlah sampel yang terlalu kecil, hal ini
disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian, (2) hasil penelitian ini
tidak turut menganalisis variabel perancu lainnya yang mungkin mempengaruhi
hasil dari penelitian ini, seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia,
obesitas, penyakit jantung, merokok, polisitemia, abnormalitas hemostasis, dan
penyakit vaskuler perifer, sehingga tidak diketahui pengaruhnya terhadap
kejadian demensia vaskuler pasca stroke, (3) mencari ada tidaknya demensia
pasca stroke hanya menggunakan satu cara diagnosis yaitu dengan MMSE.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan
peneliti, maka penelitian ini hanya mengendalikan sejumlah variabel yang
dipilih sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan
keadaan yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin
dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca
stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih
rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004).
Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan dengan
menggunakan analisis multivariat.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran peneliti
adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penyuluhan pada pasien stroke dan juga keluarga pasien
mengenai kemungkinan terjadinya demensia pasca stroke.
2. Jika telah terdiagnosis demensia vaskuler, maka faktor risiko yang berperan
harus diidentifikasi dan ditanggulangi supaya mencegah bertambah buruknya
demensia
3. Penatalaksanaan stroke perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
demensia, oleh karena itu pasien harus mendapat terapi yang sesuai.
Sebaiknya diberikan terapi farmakologis maupun non-farmakologis.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
sekaligus menganalisis variabel-variabel perancu yang lain sehingga semakin
memperkuat simpulan dan memperkecil bias.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poliklinik Saraf RSUD
Dr.Moewardi Surakarta pada bulan Maret sampai Mei 2012 diperoleh data
sebagaimana yang telah disajikan pada tabel-tabel di atas.
Pada penelitian ini didapatkan distribusi subyek penelitian berdasarkan
umur (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien stroke yang menjadi sampel rata-
rata berumur 55 tahun dengan umur terendah 38 tahun dan umur tertinggi 60
tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa
risiko stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan variasi
terbanyak antara usia 50-60 tahun.
Jumlah penderita stroke yang mengalami demensia sebanyak 21 orang
(52.50%) dan yang tidak mengalami demensia sebanyak 19 orang (47.50%) dari
total 40 responden. Hal ini sesuai dengan teori-teori sebelumnya yang mengatakan
bahwa stroke meningkatkan risiko demensia vaskuler, namun dalam penelitian ini
perbandingan pasien yang mengalami demensia pasca stroke dengan non-
demensia tidak begitu besar. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang sedikit
sehingga tidak terlihat perbandingan jumlah yang signifikan antara pasien yang
mengalami demensia pasca stroke dengan yang tidak.
Dengan analisis uji bivariat (Tabel 4.4) diperoleh bahwa demensia lebih
sedikit terjadi pada kelompok usia <55 tahun yaitu sebanyak 3 orang (23.10%)
dari total 13 orang dan paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥55 tahun yaitu
sebanyak 18 orang (66.67%) dari total 27 orang. Dapat dilihat bahwa persentase
terjadinya demensia meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai
dengan teori yang ada bahwa demensia dapat terjadi pada usia berapa pun
tergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian angka risiko demensia
meningkat pada golongan usia di atas 40 tahun dan dibawah usia 80 tahun (Ivan et
al., 2004; Shprakh et al., 2010). Menurut Tampubolon (2010), gangguan yang
terutama menyebabkan terjadinya demensia pasca stroke adalah aterosklerosis.
Semakin tua kecenderungan mengalami aterosklerosis juga semakin meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Setelah usia 30 tahun, lesi aterosklerotik mulai tampak di sana-sini. Setelah usia
50 tahun, tampak ada kecenderungan arteri serebral yang kecil juga terkena proses
aterosklerosis sehingga semakin banyak pembuluh darah yang tersumbat dan akan
menyebabkan kurangnya pasokan darah ke daerah otak (Mardjono, 1997).
Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan pasien yang mengalami demensia pasca
stroke lebih banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan dibawah
SMA, sedangkan pasien dengan tingkat pendidikan SMA keatas lebih sedikit
mengalami demensia pasca stroke. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa penderita stroke dengan pendidikan lebih rendah atau setingkat sekolah
dasar memiliki kecenderungan lebih banyak timbul demensia post stroke
(Erkinjuntti et al., 2002; PERDOSSI, 2004; Shprakh et al., 2010). Studi lain juga
menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya demensia (Lamsudin et al., 1997). Di samping itu, diagnosis
demensia menggunakan MMSE juga dipengaruhi oleh nilai MMSE yang sangat
bervariasi pada tingkat pendidikan. Suatu penelitian menganjurkan untuk
menggunakan persentil bawah pada nilai MMSE yang telah disesuaikan
berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Hal ini karena nilai MMSE sangat
dipengaruhi oleh umur serta tingkat pendidikan (Folstein et al., 1993), sedangkan
Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi nilai MMSE hanya
tingkat pendidikan saja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan
kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pada Tabel 4.3
menunjukkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian
demensia pasca stroke. Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis
data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia
dan tingkat pendidikan dengan analisi regresi logistik ganda. Tabel 4.6 merupakan
hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan signifikan antara jenis kelamin
dengan kejadian demensia pasca stroke (p=0.004) dengan Odd Ratio=0.001. Usia
dan tingkat pendidikan pasien secara statistik mempengaruhi kejadian demensia
pasca stroke. Hasil yang diperoleh ini akan menjadi lebih valid karena dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
penelitian variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi variabel terikat
telah dikontrol terlebih dahulu.
Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah ada yang
dilakukan di Lundby, Swedia yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa risiko
terjadinya demensia vaskuler pada laki-laki lebih tinggi, yaitu sebesar 34,5% dan
perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Ruitenberg
et al. (2001) juga menyatakan bahwa insiden demensia vaskuler lebih tinggi pada
pria dibandingkan wanita di setiap kelompok umur. Faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian demensia vaskuler dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor
yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler dan faktor-faktor lain
(Gorelick et al., 1998). Faktor yang ada hubungannya dengan
kardioserebrovaskuler contohnya umur, jenis kelamin, ras dan etnis (Gorelick
1997 ; Skoog, 1998).
Penyebab terjadinya demensia vaskuler, dalam hal ini demensia pasca
stroke adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak yang disebabkan oleh
berbagai metabolic etiology. Dikatakan patofisiologi yang paling berperan dalam
metabolic etiology ini adalah kelebihan asam lemak bebas (free fatty acid), yang
mana asam lemak bebas merupakan hasil dari proses lipolisis (Asdie, 2012).
Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan metabolisme lemak pada
laki-laki dan perempuan seperti tingginya kadar kolesterol HDL dan besarnya
aktifitas lipoprotein lipase pada perempuan (Jawaharlal, 2000). Salah satu hormon
yang mempengaruhi lipolisis adalah katekolamin (Asdie, 2012). Katekolamin
mempunyai 2 reseptor, yaitu α2-adrenoreseptor yang menghambat lipolisis dan β-
adrenergic yang menstimulasi lipolisis. Hormon estrogen dan testosteron
mempengaruhi lipolisis melalui reseptor yang terdapat pada katekolamin.
Estrogen menduduki α2-adrenoreseptor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
estrogen menghambat lipolisis. Penghambatan lipolisis ini menyebabakan
kolestrol yang beredar di dalam darah berkurang, sehingga risiko aterosklerosis
pun menurun. Berbeda dengan estrogen, testosteron menduduki reseptor β-
adrenergic yang akan menstimulasi lipolisis, sehingga kolestrol yang bersirkulasi
dalam darah pun meningkat. Selain itu, kondisi aterosklerosis juga cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
lebih sedikit dijumpai pada wanita dibandingkan pria (Grundy, 1991). Hal ini
dikarenakan adanya estrogen yang memiliki sifat protektif terhadap aterosklerosis.
Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang secara statistik memiliki
presisi (ketelitian) yang rendah. Hal ini dikarenakan penelitian ini mempunyai
beberapa kelemahan yaitu : (1) jumlah sampel yang terlalu kecil, hal ini
disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian, (2) hasil penelitian ini
tidak turut menganalisis variabel perancu lainnya yang mungkin mempengaruhi
hasil dari penelitian ini, seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas,
penyakit jantung, merokok, polisitemia, abnormalitas hemostasis, dan penyakit
vaskuler perifer, sehingga tidak diketahui pengaruhnya terhadap kejadian
demensia vaskuler pasca stroke, (3) mencari ada tidaknya demensia pasca stroke
hanya menggunakan satu cara diagnosis yaitu dengan MMSE.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti,
maka penelitian ini hanya mengendalikan sejumlah variabel yang dipilih
sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan keadaan yang
sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin
dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke. Pasien pasca
stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih
rendah daripada laki-laki. (OR= 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p=0.004).
Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan dengan
menggunakan analisis multivariat.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran peneliti
adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penyuluhan pada pasien stroke dan juga keluarga pasien
mengenai kemungkinan terjadinya demensia pasca stroke.
2. Jika telah terdiagnosis demensia vaskuler, maka faktor risiko yang
berperan harus diidentifikasi dan ditanggulangi supaya mencegah
bertambah buruknya demensia.
3. Penatalaksanaan stroke perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
demensia, oleh karena itu pasien harus mendapat terapi yang sesuai.
Sebaiknya diberikan terapi farmakologis maupun non-farmakologis.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
sekaligus menganalisis variabel-variabel perancu yang lain sehingga
semakin memperkuat simpulan dan memperkecil bias.