HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN … TESIS.pdfi tesis hubungan gangguan pemusatan perhatian...
-
Upload
duongxuyen -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN … TESIS.pdfi tesis hubungan gangguan pemusatan perhatian...
i
TESIS
HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN
PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS PADA ANAK
TERHADAP KEJADIAN DEPRESI IBU DI SEKOLAH
SWASTA
DENPASAR
ANAK AGUNG DWI RATIH ARNINGSIH
NIM 1114058101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN
PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS PADA ANAK
TERHADAP KEJADIAN DEPRESI IBU DI SEKOLAH
SWASTA
DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada ProgramMagister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
ANAK AGUNG DWI RATIH ARNINGSIH
NIM 1114058101
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 18 MARET 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. IGA Endah Ardjana, SpKJ(K) dr. A.A Sagung Sawitri,
MPH
NIP. 195102101980102001 NIP
.196809141999032001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Dr. dr. G.N Indraguna P., Prof. Dr. dr. A.A Raka
M.Sc, SpGK Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195805211985031002 NIP.
195902151985102001
TESIS INI TELAH DIUJI PADA
TANGGAL 18 MARET 2016
iv
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No : 1113/UN.14.4/HK/2016
Tertanggal 11 Maret 2016
Ketua : dr. I Gusti Ayu Endah Ardjana, SpKJ(K)
Anggota :
1. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH
2. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ
3. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K)
4. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
Pertama-tama perkenankan penulis menghaturkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas karunia-Nya, tesis yang berjudul “Hubungan Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas Pada Anak Terhadap Kejadian Depresi Ibu di
Sekolah Swasta Denpasar” dapat diselesaikan. Tesis ini adalah tugas akhir
pendidikan sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister pada Program Studi
Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Combine Degree, Program
Pascasarjana Universitas Udayana serta gelar Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat,
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Yang terhormat Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku
Rektor Universitas Udayana; Prof. Dr. dr. Putu Astawa, M. Kes, Sp. OT, FICS
selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; Prof. Dr. dr. A. A.
Raka Sudewi, Sp. S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Udayana; Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M. Sc, Sp. GK selaku Ketua
Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Combine Degree, Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan
untuk penulis dapat menempuh pendidikan di Universitas Udayana.
Yang saya hormati dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, Sp. KJ selaku Kepala
bagian/SMF Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah dan dr. Wayan Westa, Sp.
vii
KJ(K) selaku Ketua Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS)-1 Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah atas kesempatan, fasilitas, dan
bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan ini.
Terima kasih kepada Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah serta para
guru kelas di SD Tunas Daud Denpasar, yang telah memberikan kesempatan,
ijin dan fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. IGA Endah
Ardjana, Sp KJ(K) dan dr. A.A Sagung Sawitri, MPH sebagai pembimbing atas
waktu, perhatian, dorongan semangat, masukan, arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih kepada dr. Nyoman Hanati, Sp. KJ(K) sebagai
pembimbing akademis yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat
dalam menjalankan pendidikan dan penelitian. Kepada seluruh staf pengajar di
bagian Psikiatri FK UNUD dan staf pengajar Program Magister Ilmu Biomedik
Kekhususan Kedokteran klinik (Combine Degree) Program Pascasarjana
Universitas Udayana atas ilmu, saran dan motivasi yang diberikan dalam
menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih kepada dr. Ni Luh Made Novi Ratnasari atas
bimbingan statistiknya selama penulis menyelesaikan tesis ini. Ungkapan terima
kasih penulis tujukan kepada seluruh teman sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK
UNUD/ RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti
pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini.
viii
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua, I Gusti
Ngurah Bagus Ardjana dan I Gusti Ayu Endah Ardjana, SpKJ(K), mertua I
Gusti Ketut Sujana, MBA dan Anak Agung Mirahadi, suami tercinta Anak
Agung Ngurah Ketut Agung Wardana, SE.MM, anak-anak tercinta Anak Agung
Ayu Amirra Wulandari, Anak Agung Ngurah Jhoni Diyaus Putra, Anak Agung
Ayu Indudewi Wulansari dan Anak Agung Mas Githa Indrayanti atas
pengertian, pengorbanannya, dukungan semangat, moral dan material sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan
yang ada, tesis ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat diharapkan demi
perbaikan pada tulisan berikutnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
memberikan berkat-Nya pada semua yang terlibat dalam tesis ini dan semoga
tesis ini memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Badung, Februari 2016
Penulis
ix
ABSTRAK
HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN
HIPERAKTIVITAS PADA ANAK TERHADAP KEJADIAN
DEPRESI IBU DI SEKOLAH SWASTA
DENPASAR
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
salah satu masalah psikiatri yang sering ditemukan pada anak. Pengasuhan
anak GPPH memerlukan kesabaran yang tinggi. Kejadian GPPH serta dampaknya
terhadap gangguan psikologis ibu belum banyak ditelaah di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan karakteristik GPPH pada
anak terhadap kejadian depresi ibu di Sekolah Dasar Tunas Daud Denpasar.
Penelitian cross sectional analysis dilakukan bulan Oktober sampai
November 2015, terhadap 63 orang ibu yang terdiri dari 49 orang ibu dengan anak
GPPH dan 14 orang ibu tanpa anak GPPH. Responden mengisi kuisioner Beck
Depression Inventory, dengan nilai lebih dar 16 adalah depresi. Data dianalisis
menggunakan uji chi square dan regresi logistik.
Karakteristik responden adalah, usia rata-rata ibu 37 tahun, pendidkan
sarjana/diploma (84,1%), SMA (15,9%), bekerja sebagai wiraswasta (55.5%),
karyawan swasta (44,4%), status menikah (92,1%), bercerai (7,9%), memiliki
anak rata-rata 2 orang. Kejadian GPPH pada anak berhubungan secara signifikan
terhadap kejadian depresi ibu (p=0,02). Status pernikahan (p=0,0092) dan jumlah
anak (p=0,11) memiliki kecenderungan untuk menimbulkan depresi.
Kesimpulan yang didapat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
GPPH pada anak terhadap kejadian depresi ibu, dan resiko tersebut semakin
meningkat apabila didapatkan perceraian dan jumlah anak yang dimiliki dalam
sebuah keluarga.
Kata Kunci: Gangguan Pemusatan Perhatian, depresi, Sekolah Dasar
x
ABSTRACT
CORRELATION OF CHILD ATTENTION DEFICIT AND
HYPERACTIVITY DISORDER AND MATERNAL DEPRESSION
IN A PRIVATE SCHOOL IN DENPASAR
Parenting a child with Attention Deficit and Hyperactivity Disorder
(ADHD) might correlate to maternal depression, but this hasn’t been much
investigated. This research was then conducted to determine such correlation
among mother-child dyads in Tunas Daud Elementary School, Denpasar.
This analytic cross sectional research was conducted on a sample of 63
mothers of children with (n=49) and without (n=14) ADHD during October to
November 2015. Data for children’s clinical and demographic features and and
mothers’ demographic data were obtained. Mothers also completed Beck
Depression Inventory to determine the occurrence of depression (score of >16).
Data were analyzed using chi square logistic regression tests.
Mean age of mothers was 37 years. Most mothers completed higher
degree/diploma (84.1%), were entrepreneurs (55.5%) and married (92.1%) with 2
kids. Variables with significant correlation to maternal depression were having a
child with ADHD, marital status, and number of children (p values 0.02, 0.0092,
and 0.11, respectively). Future research should be conducted with bigger sample
size with inquiries on other variables such as anxiety or stress level.
Keywords: Attention Deficit and Hyperactivity Disorder, Maternal Depression,
Elementary School
xi
DAFTAR ISI
Sampul Dalam...........................................................................................................i
Prasyarat Gelar.........................................................................................................ii
Lembar Pengesahan................................................................................................iii
Lembar Penetapan Penguji .....................................................................................iv
Surat Pernyataan Bebas Palgiat ...............................................................................v
Ucapan Terima Kasih..............................................................................................vi
Abstrak.....................................................................................................................x
Daftar Isi.................................................. ..............................................................xii
Daftar Gambar ............. ...........................................................................................xv
Daftar Tabel ......................................................................................................... xvi
Daftar Singkatan dan Lambang ......................................................................... ..xvii
Daftar Lampiran .............................................................................. .....................xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 6
2.1 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas ........................ 6
2.1.1 Definisi Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) ............................................................ 6
2.1.2 Prevalensi GPPH ..................................................................... 8
2.1.3 Etiologi GPPH ....................................................................... 10
2.1.4 Diagnosis GPPH ................................................................... 13
2.2 Depresi ............................................................................................. 18
2.2.1 Definisi Depresi ..................................................................... 18
2.2.2 Etiologi Depresi ..................................................................... 20
2.3 Depresi Pada Ibu .............................................................................. 22
2.3.1 Prevalensi Depresi Pada Ibu .................................................. 24
2.3.2 Dampak Depresi Pada Ibu Terhadap Perkembangan
Anak ...................................................................................... 24
2.4 Depresi Pada Ibu yang Memiliki Anak GPPH ............................... 25
2.4.1 Prevalensi Depresi Ibu yang Memiliki Anak GPPH ............. 26
2.4.2 Dampak Depresi Pada Ibu Terhadap Perkembangan
Anak GPPH ........................................................................... 27
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN............................................................ 29
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 29
xii
3.2 Konsep Penelitian ............................................................................. 30
3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 32
4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 32
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 33
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 33
4.3.1 Populasi target ....................................................................... 33
4.3.2 Populasi terjangkau ............................................................... 33
4.3.3 Kriteria Sampel ...................................................................... 33
4.3.4 Besar Sampel ......................................................................... 34
4.3.5 Teknik pengambilan sampel .................................................. 35
4.1. Variabel Penelitian ......................................................................... 36
4.2. Definisi Operasional ....................................................................... 36
4.3. Instrumen Penelitian ....................................................................... 38
4.4. Prosedur Penelitian ......................................................................... 41
4.5. Analisis Data .................................................................................. 42
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................................44
BAB VI PEMBAHASAN......................................................................................50
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...................................................................57
7.1. Simpulan.........................................................................................57
7.2. Saran...............................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA .......... ..................................................................................60
LAMPIRAN ........................................................................................................... 67
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patofisiologi GPPH. ......................................................................... ..12
Gambar 3.1 Konsep Penelitian ............................................................................... 30
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian .............................................................. 32
Gambar 4.8 Alur Penelitian.................................................................................... 42
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik Responden. ..... ..................................................................45
Tabel 5.2 Kejadian GPPH Pada Anak dan Depresi Pada Ibu ................................ 46
Tabel 5.3 Analisis Hubungan Karakteristik dan tipe GPPH Anak Terhadap
Kejadian Depresi Ibu ............................................................................. 47
Tabel 5.4 Analisis Hubungan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Depresi Ibu ........................................................................................... 49
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ADHD : Attention deficit hyperactivity disorder
GPPH : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
WHO : World Health Organization
MCMI-II : Millon Clinical Multiaxial Inventory-III
DSM : Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorder
DAT : Dopamin Agent Transporter
DR : Dopamin Resceptor
CT Scan : Computerized Tomography Scan
MRI : Magnetic Resonance Imaging
CSTC : circuit cortical-striatal-thalamic-cortical
PET Scan : Positron Emission Tomography
SPPAHI : Skala Penilaian Anak Hiperaktif Indonesia
ACTRS : Abbreviated Conner’s Teacher Rating Scale
5-HIAA : 5- Hidroksi Indol Asetic Acid
HVA : Homovanilic Acid
MPGH : 5-Methoxy-0-Hydroksi Phenil Glikol
PSI : Parenting Stress Index
MMPI : Minnesota Multiphasic Personality Inventory
IQ : Intellegence Quotient
BDI : Beck Depression Inventory
SD : Sekolah Dasar
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
PNS : Pegawai Negeri Sipil
ABK : Anak Berkebutuhan Khusus
PMT : Parent Management Training
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informasi Penelitian dan Formulir Persetujuan .................................. 67
Lampiran 2 Formulir Informed Consent ................................................................ 68
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian ........................................................................... 69
Lampiran 4 Penilaian SPAAHI .............................................................................. 70
Lampiran 5 Kuesioner BDI .................................................................................... 74
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi
impian setiap orangtua. Sebagian orangtua menganggap anak usia prasekolah
sebagai usia yang sering mengundang masalah. Pada masa ini anak seringkali
terlihat bandel, keras kepala, tidak menurut, melawan dan seringkali marah tanpa
alasan.
Memasuki usia sekolah, anak adalah seorang yang aktif, membentuk dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka mengeksplorasi
lingkungan dan tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis
(Nurdin, 2011). Perkembangan karakteristik anak pada usia sekolah dasar
berbeda-beda. Berbagai masalah akan mereka hadapi yang dapat bersumber dari
ketegangan karena ketidak-mampuan mengerjakan tugas, persaingan dengan
teman, kemampuan dasar intelektual kurang atau kegagalan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Permasalahan yang dihadapi anak tentu akan berdampak
pada orangtua (Irma, 2012).
Masalah lain yang dihadapi orangtua adalah ketika anak mengalami suatu
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya seperti: retardasi mental,
autisme maupun attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) yang dalam bahasa Indonesia digunakan
18
istilah gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan
salah satu masalah psikiatri yang sering ditemukan pada anak (Yanis dkk., 2013).
Prevalensi anak dengan GPPH di Amerika Serikat pada anak usia sekolah
diperkirakan sebesar 2-20% dan 3-7% pada usia pubertas (Banaschewski &
Rohde, 2010). Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan di Poliklinik
Tumbuh Kembang Anak, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun
2005-2006, yang dilakukan untuk mengetahui prevalensi, karakteristik demografi
dan klinis, serta faktor-faktor risiko GPPH. Hasil dari penelitian tersebut dari 111
subyek didapatkan prevalensi GPPH 51 (45,9%) yang terdiri dari 43 (38,7%) laki-
laki dan 8 (7,2%) perempuan. Jumlah GPPH tipe kombinasi 39 (76,5%), GPPH
tipe kurangnya perhatian 7 (13,7%), dan GPPH tipe impulsivitas-hiperaktivitas
sebesar 5(9,8%), anak pertama lebih banyak didapatkan pada anak dengan GPPH
dan ibu yang pendidikan sarjana (Indriyani, dkk., 2008).
GPPH memiliki suatu pola perilaku yang menetap dengan gejala kurangnya
perhatian dan atau hiperaktivitas yang lebih sering dan lebih berat bila
dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang sama. Saat ini
diperkirakan 5% populasi anak-anak di seluruh dunia mengalami masalah GPPH
dengan berbagai tingkat keparahan, anak-anak usia sekolah dasar dua kali lebih
banyak dibandingkan dengan remaja (Saputro D., 2012). Perilaku anak dengan
GPPH yang sering usil, mengganggu anak lain, sering tidak sabar, tidak mampu
menunggu giliran, perilaku asal bicara yang tidak menghiraukan perasaan orang
lain, merupakan beberapa gejala yang sering dikeluhkan oleh orangtua dan
gurunya di sekolah (Sugiarmini, 2007).
19
Pelham dan Bender, 1982 (dikutip dalam Saputro, 2009) menyatakan bahwa
lebih dari 50% anak dengan gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas
mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dan komunikasi. Penderita GPPH
mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orangtua sehingga terjadi
peningkatan konflik antara orangtua dan anak.
Seorang ibu mempunyai tanggung jawab utama terhadap anak, sesuai
dengan Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 pasal 31 ayat 3. Ibu bertugas
dalam urusan rumah tangga termasuk dalam pengasuhan anak, sedangkan ayah
memiliki kewajiban yang utama sebagai penyedia fasilitas untuk kehidupan
rumah tangga, pencari nafkah keluarga serta penyokong perekonomian keluarga
(Astuti, 2013). Budaya Bangsa Indonesia dan di Bali khususnya, peran
pengasuhan anak, mendidik, dan pekerjaan rumah tangga lebih dibebankan
kepada kaum ibu di dalam struktur keluarga. Ayah lebih banyak berperan sebagai
kepala rumah tangga yang berkewajiban mencari nafkah dan kebutuhan hidup
keluarganya (Rosmayuani, 2014). Pengasuhan anak dengan GPPH memerlukan
kesabaran yang tinggi untuk mengawasi dan mendidik mereka. Hal tersebut dapat
menjadi pemicu konflik antara orangtua terutama ibu, perubahan persepsi ibu
terhadap dirinya sendiri, dan muncul rasa tidak mampu dalam menjalankan peran
menjadi orangtua. Kondisi tersebut berdampak terhadap peningkatan penggunaan
alkohol, perpisahan atau perceraian serta depresi pada ibu (Rahmita, 2011).
Depresi menduduki urutan keempat penyakit di dunia dengan prevalensi
20% pada perempuan dan 12% pada pria, dan jumlah tersebut akan terus
meningkat hingga tahun 2020 menurut World Health Organization (WHO).
20
Depresi pada ibu yang mempunyai anak dengan GPPH seringkali disebabkan
karena merasa gagal dalam mendidik anaknya (Yulianti, dkk., 2011).
Penelitian oleh Dadashzadeh dkk. (2014) pada orangtua dari anak berusia 6-
12 tahun dengan GPPH yang dirujuk ke Klinik Psikiatri Bozorgmehr, Iran yang
bekerjasama dengan Tabriz University of Medical Sciences. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui profil kepribadian orangtua pada anak dengan GPPH
dengan Millon Clinical Multiaxial Inventory-III (MCMI-III). Hasil dari penelitian
ini menunjukkan pola kepribadian yang paling umum ditemukan pada orangtua
yang memiliki anak dengan GPPH yaitu kepribadian depresi (25,3%), kepribadian
histrionik (20%), dan kepribadian kompulsif (17%).
Merujuk pada keseluruhan latar belakang diatas diketahui bahwa kejadian
GPPH serta dampaknya terhadap gangguan psikologis ibu belum banyak ditelaah
di Indonesia. Hal tersebut menunjukaan bahwa perlu untuk meneliti masalah yang
ditimbulkan oleh anak dengan GPPH, terutama pada ibu sebagai pengasuh anak di
rumah. Sekolah Tunas Daud Denpasar adalah salah satu sekolah inklusi yang
menerima anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme, GPPH, dan disleksia,
selain juga anak-anak normal. Para orangtua siswa di sekolah tersebut terlebih
dahulu telah menandatangani surat persetujuan bahwa anaknya akan menerima
pendidikan bersama dengan anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data
orangtua siswa, mayoritas siswa memiliki orangtua yang bekerja dan berdomisili
di Denpasar. Hal ini memberikan peluang untuk melakukan penelitian terkait
dengan karakteristik GPPH pada anak terhadap terjadinya depresi ibu.
21
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara karakteristik GPPH pada anak terhadap kejadian
depresi ibu di SD Tunas Daud Denpasar ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan adanya hubungan karakteristik GPPH pada anak terhadap
kejadian depresi ibu di SD Tunas Daud Denpasar.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik anak dan karakteristik ibu.
b. Mengetahui kejadian GPPH pada anak dan kejadian depresi pada ibu.
c. Membuktikan adanya hubungan antara status GPPH pada anak dengan
depresi ibu.
d. Membuktikan adanya hubungan antara tipe GPPH pada anak dengan
depresi ibu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Memberikan konstribusi untuk berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang ilmu kedokteran jiwa dan psikologi.
b. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang masalah-masalah pada
anak dengan GPPH serta dampaknya terhadap depresi ibu untuk
penelitian lebih lanjut.
22
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Memberikan keuntungan dalam mengetahui dampak yang terjadi pada
orangtua yang memiliki anak GPPH sehingga dapat dipikirkan tindak
lanjut dalam mengatasi masalah ke depannya.
b. Memberikan pemahaman kepada guru atau pendidik anak GPPH
khususnya tentang perilaku anak GPPH serta dampaknya sehingga dapat
bekerjasama dengan orangtua.
c. Memberikan informasi kepada sekolah-sekolah inklusi agar dapat
mengembangkan suatu program pendidikan serta konseling murid GPPH
dan orangtuanya yang dilakukan secara berkala.
d. Memberikan tambahan informasi terkait menangani kondisi anak GPPH
beserta orangtuanya sehingga dapat mengembangkan pendekatan
pengobatan yang lebih komprehensif untuk keluarga dan anak-anak
GPPH.
23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
2.1.1 Definisi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah
gangguan neurobehaviour pada anak, yang ditandai dengan adanya gejala
berkurangnya perhatian dan atau aktivitas atau impulsivitas yang berlebihan.
Kedua ciri tersebut merupakan syarat mutlak untuk diagnosis dan harusnya nyata
pada lebih dari satu situasi (Sadock dkk., 2015). Organisasi Kesehatan Dunia
(1992), dalam ICD-10 menggunakan kategori gangguan hiperkinetik untuk GPPH
yang memiliki deskripsi gangguan perilaku yang sama pada umumnya, tetapi
berat item yang berbeda. Singkatnya, tiga komponen gangguan hiperkinetik harus
ada dalam setiap kasus (Saputro, 2012).
GPPH sebagai suatu gangguan psikiatri yang ditandai oleh suatu
perkembangan yang tidak sesuai, pervasif (berbagai situasi berbeda seperti di
rumah dan sekolah) dan persisten dari pola kurangnya perhatian, hiperaktivitas,
dan atau impulsivitas berat dengan onset pada masa kanak awal yang berkaitan
dengan hendaya besar dalam fungsi sosial, akademik, dan atau pekerjaan
(Banaschewski & Rohde, 2010). Diagnostic & Statistical Manual of Mental
Disorder 5th
edition (2013) dari American Psychiatric Association, ciri penting
dari GPPH adalah pola persisten dari kurangnya perhatian dan atau hiperaktif
impulsif yang mengganggu fungsi atau perkembangan, gejala harus hadir sebelum
24
usia 12 tahun GPPH dapat dibuat pada orang yang juga memiliki diagnosis
Autism Spectrum Disorders, dan remaja atau orang dewasa bisa dimasukan
klasifikasi GPPH dengan setidaknya lima gejala di salah satu atau kedua dari dua
domain.
Pada DSM-5 dibahas tentang faktor risiko dan faktor prognostik yang
menekankan perlunya memperhitungkan keadaan lingkungan anak. Tekanan
hidup jangka panjang seperti kemiskinan dan kekerasan fisik atau emosional dapat
menyebabkan gejala yang mirip dengan GPPH atau dapat meningkatkan
keparahan gejala GPPH (Paris, 2013). Gejala-gejala yang diperlihatkan DSM-5
ataupun DSM IV-TR secara subtansial tidak banyak mengalami perubahan seperti
gejala kurangnya perhatian dalam GPPH bermanifestasi sebagai kesulitan
mempertahankan fokus dan bukan karena kurangnya pemahaman. Hiperaktivitas
mengacu pada aktifitas motorik yang berlebihan seperti seorang anak yang
berlarian, tidak bisa diam, gelisah, banyak bicara. Impulsivitas mengacu pada
tindakan tergesa-gesa yang terjadi tanpa pemikiran dan memiliki potensi tinggi
untuk merugikan individu misalnya, menyeberang ke jalan tanpa melihat.
Perilaku impulsif dapat bermanifestasi sebagai masalah sosial, misalnya,
mengganggu orang lain secara berlebihan, dan atau membuat keputusan penting
tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang, misalnya, mengambil pekerjaan
tanpa informasi yang memadai (Banaschewski & Rohde, 2010).
2.1.2 Prevalensi GPPH
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tuckman (2007) mengatakan
prevalensi GPPH usia sekolah sebesar 3%-5% di AS, Jerman, Puerto Rico,
25
Taiwan dan di AS didapatkan prevalensi sebesar 7%-8% untuk anak usia dibawah
18 tahun, dan sebesar 4%-5% untuk usia 18 tahun ke atas sedangkan yang
berlanjut hingga dewasa sebesar 30%-50%.
Tinjauan sistematik terhadap 102 penelitian yang meliputi 171.756 subyek
ditemukan prevalensi GPPH di seluruh dunia adalah 5,29%. Kelompok usia anak
ditemukan prevalensi 6,5% dan 2,7% untuk kelompok usia remaja. Anak-anak
usia antara 6 sampai 17 tahun di Amerika Serikat, telah menerima diagnosis
GPPH (Polanczyk et al, 2007).
Penelitian tentang prevalensi anak dengan GPPH pada masa tumbuh
kembang anak di Indonesia, masih belum banyak yang mengkaji (Judarwanto,
2009). Penelitian pada sekolah dasar di Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun
2000 menunjukkan prevalensi GPPH 9,5%, dan pada sebuah penelitian terbatas
yang dilakukan tahun 2009 mengatakan 2,9% sampel dewasa mempunyai gejala
sisa GPPH dengan rasio laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan
(Saputro D., 2012). Penelitian di Purwokerto mendapatkan prevalensi GPPH
sebesar 44,2%, dengan rentang usia 6 sampai 12 tahun (Hidayani dkk., 2015).
GPPH sering memiliki komorbiditas dengan gangguan sikap menentang
(54-84%), gangguan belajar (33-60%), gangguan tidur (25-50%), penyalahgunaan
zat (40%), gangguan cemas (30-40%), gangguan tic (34%), gangguan mood (20-
30%), serta gangguan tingkah laku (10-20%) (Taylor & Barke, 2008).
Penelitian mengenai predisposisi anak yang memiliki kedudukan khusus
dalam keluarga seperti anak sulung, anak tunggal, atau anak bungsu dalam sebuah
keluarga secara sosio-budaya biasanya sering diperlakukan istimewa didalam pola
26
asuh keluarga. Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga tersebut dapat berupa
melindungi berlebihan (overprotective) atau dimanjakan (overindulgence)
(Herwini, 2014). Perbedaan pola asuh orangtua memiliki peran penting dalam
mempengaruhi perkembangan GPPH dan perilaku agresif yang sangat berkaitan
dengan GPPH (Lui dkk., 2013).
2.1.3 Etiologi GPPH
Etiologi sesungguhnya dari GPPH memang belum jelas diketahui. Faktor
neurobiologi diduga salah satu faktor yang cukup kuat untuk timbulnya gangguan
ini. Pemaparan zat toksik prenatal, prematuritas, dan mekanisme kelahiran yang
mengganggu sistem saraf diperkirakan berhubungan dengan gangguan ini. Hasil
penelitian menyatakan bahwa faktor psikososial dapat menyebabkan dan
memperburuk gejala GPPH. Beberapa faktor yang diduga berhubungan atau
sebagai penyebab GPPH antara lain (Paris,2013) :
A. Faktor Genetik
GPPH lebih sering didapatkan pada keluarga yang memiliki riwayat
menderita GPPH. Keluarga keturunan pertama dari anak dengan GPPH
didapatkan lima kali lebih banyak menderita GPPH daripada keluarga anak
normal. Angka kejadian orangtua kandung dari anak dengan GPPH lebih
banyak menderita GPPH daripada orangtua angkat. Saudara kandung dari
anak dengan GPPH didapatkan 2-3 kali lebih banyak menderita GPPH
daripada saudara anak normal (Taylor & Barke, 2008). Beberapa penelitian
ini menemukan bahwa orangtua dengan GPPH memiliki peningkatan dua
hingga delapan kali lipat untuk risiko untuk memiliki anak GPPH. Pada saat
27
ini penelitian yang paling banyak dilakukan adalah yang terkait dengan
neurotransmiter dopamin, serotonin, noradrenergik, dan neurotransmiter
nikotinergik. Genetik berpengaruh 76% terhadap kejadian GPPH pada anak
dan gen spesifik yang berhubungan dengan GPPH yaitu gen transporter
dopamin (DAT1) pada khromosom 5 dan gen D4 reseptor dopamin (DRD4)
pada khromosom 11 (Taylor & Barke, 2008; Paris, 2013).
B. Faktor Lingkungan
Beberapa penelitian dengan anak kembar menemukan interaksi yang
terjadi antara lingkungan dan konstitusi genetik yang berkonstribusi
terhadap penurunan suatu gangguan perilaku. Lingkungan dapat
berhubungan dengan efek genetik melalui beberapa cara dan menunjukkan
korelasi yang pasif antara gen dan lingkungan dimana orangtualah yang
menciptakan lingkungan pada anak seperti halnya mewarisi gen mereka.
Faktor non-genetik yang dapat mempengaruhi risiko GPPH seperti adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat-obatan atau
anemia selama kehamilan, dan kelahiran anak yang prematur (Nass &
Leventhal, 2012).
Orangtua yang antisosial akan menciptakan suatu lingkungan yang
kasar dan reaksi yang inkonsisten pada anak mereka. Reaksi tersebut
berhubungan dengan adanya dan menetapnya perilaku antisosial pada anak
(Banaschewski & Rohde, 2010).
Beberapa aspek dari lingkungan anak terbentuk dari hiperaktivitas
yang berasal dari orangtua, seperti yang ditampilkan dalam gambar 2.1.
28
Gambar 2.1 Patofisiologi GPPH (Taylor & Barke, 2008)
C. Faktor Neurobiologis
Anak-anak dengan GPPH tidak terbukti mengalami kerusakan berat di
otak. Hal ini dijelaskan dengan banyaknya anak dengan kelainan neurologis
yang disebabkan oleh trauma kapitis berat justru tidak menunjukkan adanya
gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Hasil
penelitian 10-15 tahun terakhir ini mendukung adanya pengaruh gangguan
perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala GPPH.
Penelitian dengan Computerized Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) telah membuktikan bahwa ada beberapa tempat
29
di otak yang berfungsi abnormal pada individu dengan GPPH yaitu
hubungan antara circuit cortical-striatal-thalamic-cortical (CSTC)
(Feldman & Reiff, 2014).
Hasil pemeriksaan Positron Emission Tomography Scan (PET Scan)
pada anak dengan GPPH didapatkan penurunan metabolisme gluose di
korteks prefrontal dan frontal terutama sebelah kanan. Penelitian dari
National Institute of Mental Health di USA juga menunjukkan bahwa area
globus pallidus dan nucleus caudatus secara bermakna lebih kecil pada anak
ADHD daripada anak normal (Stahl & Mignon, 2009).
2.1.4 Diagnosis GPPH
Diagnosis GPPH didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari
wawancara dengan pasien dan orangtua serta informasi dari guru. Kriteria
Diagnostik GPPH menurut DSM-5, dari panduan diagnosis American Psychiatric
Association (2013), sesuai dengan kriteria di bawah ini:
A. Gejala Utama GPPH
Gambaran Utama GPPH adalah adanya pola menetap dari gejala kurangnya
perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang bersifat maladaptif dan tidak
sesuai dengan tahap perkembangan anak. GPPH diawali pada masa anak-anak,
beberapa gejala nampak sebelum usia 12 tahun dan terlihat pada minimal dua
tempat yang berbeda (misalnya di rumah, sekolah, atau tempat kerja). GPPH
dapat ditegakkan apabila terdapat minimal enam gejala dari kurangnya perhatian,
hiperaktivitas dan impulsivitas minimal dalam enam bulan.
30
Penilaian adanya gejala GPPH memerlukan informasi dari orang yang
melihat individu ini sehari-hari, karena pada suasana hati dimana individu dengan
GPPH itu mendapatkan pujian, atau dalam pengawasan, atau melakukan kegiatan
yang menarik dan menyenangkan, semua menunjukkan gejala.
Terdapat salah satu atau dua di antara gejala di bawah ini yang menonjol, yaitu:
1. Tidak mampu memusatkan perhatian (inattention)
Penyandang GPPH menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian
dibandingkan anak dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Gejala yang
dapat diamati berupa: sering gagal memberikan perhatian penuh sampai
terperinci atau selalu membuat kesalahan saat melakukan aktifitas pekerjaan
di sekolah, tempat pekerjaan atau aktifitas lain, sering mengalami kesukaran
dalam mempertahankan perhatian dalam tugas tertentu atau aktifitas bermain
(mudah bosan), sering nampak tidak mendengarkan apabila diajak bicara,
tidak mengikuti perintah dengan sungguh-sungguh dan selalu gagal dalam
menyelesaikan tugas, kesulitan mengatur tugas-tugas dan aktifitasnya, sering
menghindar terhadap tugas-tugas yang memerlukan perhatian mental cukup
lama, sering kehilangan barang-barang (alat tulis pensil, buku, mainan),
perhatian mudah teralih oleh rangsangan dari luar, sering melupakan aktifitas
sehari-hari.
Pemusatan perhatian adalah suatu kondisi mental yang berupa
kewaspadaan penuh (alertness), sangat berminat (aurosal), selektivitas,
mempertahankan perhatian (sustained attention), dan rentang perhatian
(attention span). Individu dengan gangguan pemusatan perhatian
31
menunjukkan kesulitan dalam kemampuan-kemampuan tersebut. Keunikan
mereka adalah mampu mempertahankan perhatian (sangat fokus) apabila
mengerjakan hal-hal yang diminatinya. Ini merupakan potensi baik yang ada
pada penyandang GPPH, sering dikatakan sebagai selective inattention.
2. Hiperaktivitas – impusivitas
Hiperaktivitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan dengan
tangan atau kaki sering bergerak-gerak saat duduk, meninggalkan tempat
duduk saat ada di dalam kelas atau situasi lain dimana memerlukan duduk
diam, sering lari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak sesuai, kesukaran dalam mengikuti permainan atau aktifitas yang
membutuhkan ketenangan, berbicara berlebihan, selalu bergerak atau
aktifitas seolah-olah mengendarai sepeda motor, menjawab sebelum
pertanyaan selesai diutarakan, sukar menunggu giliran bermain, sering
interupsi saat diskusi (Association, 2013).
Gejala hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari
impulsivitas. Anak dengan GPPH pada umumnya tidak mampu
menghambat tingkah lakunya saat merespon rangsangan dari luar dirinya,
itulah yang disebut impulsivitas. Perilaku anak dengan GPPH sehari-hari
seperti tidak sabar, sulit menunggu giliran, jengkel bila keinginannya tidak
terpenuhi, usil, mengganggu anak lain, melakukan sesuatu tanpa berpikir
dahulu, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai
ditanyakan. Perilaku impulsif tersebut yang membuat individu dengan
GPPH sering melakukan kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi,
32
dan cepat bosan. Gaya bicara yang spontan, kurang memperdulikan
perasaan orang lain dan konsekuensi sosial yang terjadi. Anak dengan
GPPH sering dianggap kurang bertanggung-jawab, tidak dapat
mengendalikan diri, kekanak-kanakkan, mementingkan diri sendiri, malas,
tidak sopan atau nakal, sehingga sering mendapatkan hukuman, kritikan,
teguran atau tidak disukai oleh teman-temannya (Juniar & Setiawati,
2014).
Berdasarkan gejala yang menonjol, GPPH dibagi menjadi tiga sub tipe
yaitu tipe kurangnya perhatian, tipe hiperaktivitas-impulsivitas, dan tipe
kombinasi (Saputro, 2012; Association, 2013).
B. Deteksi Dini GPPH
Mendeteksi GPPH diperlukan informasi tentang riwayat
perkembangan serta observasi perilakunya sehari-hari dirumah, disekolah,
maupun di berbagai tempat, karena saat di klinik anak dengan GPPH sering
menunjukkan perilaku yang baik, sehingga tidak ditemukan gejala GPPH.
Dampak negatif pada fungsi sehari-hari anak, baik dirumah, maupun di
lingkungan yang lain serta kesulitan yang dialami anak perlu dipastikan dari
informasi orangtua, guru maupun pengasuh anak (Juniar & Setiawati, 2014).
Kuisioner yang berupa skala penilaian perilaku (rating scale) untuk
penapisan GPPH yang disusun sesuai dengan kriteria diagnosis, dapat
dijadikan bahan untuk diisi atau dijawab oleh orangtua atau guru. Skala ini
menggambarkan keadaan anak sehari-hari, apabila laporan dari orangtua
atau guru menunjukkan adanya gejala GPPH dan menimbulkan kegagalan
33
fungsi atau apabila nilai total skor dari skala penilaian perilaku tersebut
melampaui batas cut-off score, maka anak tersebut dapat dideteksi sebagai
anak beresiko tinggi untuk terjadinya GPPH (Juniar & Setiawati, 2014).
Dua kuisioner skala penilaian yang dapat digunakan untuk keperluan
skrining GPPH, yaitu Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia
(SPPAHI), dan Abbreviated Conner’s Teacher Rating Scale (ACTRS) yang
telah divalidasi ke dalam bahasa Indonesia (Saputro D., 2009).
2.1.5 Penanganan pada anak dengan GPPH
GPPH merupakan kondisi berbasis biologis, sehingga memerlukan
pharmacologis agent untuk memperbaiki gejalanya selain terapi non
farmakologis. Anak dengan GPPH memerlukan penanganan yang efektif dengan
kombinasi penanganan terapi obat-obatan dan terapi perilaku. Orangtua anak
dengan GPPH diberikan edukasi tentang kondisi anak dengan GPPH dan
penyebabnya, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam menangani anak di
rumah. Pengasuhan anak dengan GPPH dengan tehnik reinforcement positif pada
anak contohnya: memberikan pelukan atau hadiah atau sistem poin apabila anak
berperilaku baik. Anak yang menunjukkan perilaku tidak baik akan diberikan
konsekuensi ringan seperti tidak boleh bersepeda atau menonton televisi.
Orangtua wajib memonitor atau melakukan observasi pada anak baik diluar
maupun didalam rumah, sehingga diharapkan orangtua memiliki strategi cara
mengatasi masalah anak dan cara bermusyawarah dengan anak (Warsiki, 2010).
Program yang melibatkan guru-guru di sekolah juga diharapkan mampu berperan
dalam mengembangkan keterampilan anak dalam area penyelesaian masalah
34
tingkah lakunya, bagaimana caranya mengatasi kemarahannya, keterampilan
interaksi sosial dengan teman atau lingkungannya, kemampuan komunikasi
dengan sekelilingnya. Program sekolah ini memberikan kesempatan pada guru
dan orangtua untuk memusatkan perhatian pada masalah spesifik yang dialami
anak atau remaja (Tresco dkk., 2010).
2.2. Depresi
2.2.1. Definisi Depresi
Depresi adalah suatu kondisi terganggunya aktifitas kehidupan selama dua
minggu atau lebih yang berhubungan dengan alam perasaan yang sedih, diikuti
dengan gejala penyerta, termasuk gangguan pola tidur, gangguan nafsu makan,
gangguan psikomotor, gangguan konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta keinginan bunuh diri (O'Connor, 2013).
Gangguan depresi ditandai oleh perasaan kesedihan, berkurangnya
kesenangan, kehilangan energi, perasaan tidak berguna, menurunnya kemampuan
berfikir dan konsentrasi, pikiran berulang mengenai kematian sampai pada
munculnya waham dan halusinasi serta kemungkinan adanya tindakan bunuh diri
(Sadock dkk., 2015).
Gangguan depresi mayor menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Fifth Edition (DSM-5) (2013) memenuhi kriteria:
A. Lima (atau lebih) dari beberapa gejala dibawah ini yang berlangsung
setidaknya dalam dua minggu dan menunjukkan adanya gangguan dalam
fungsi, minimal salah satu dari gejala (1) mood depresi atau (2) kehilangan
minat dan kesenangan.
35
1. Mood depresi yang muncul hampir setiap hari, perasaan sedih, kosong,
putus asa.
2. Kehilangan minat atau kehilangan rasa nikmat terhadap semua, atau
hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, atau
bahkan hampir setiap hari (ditandai oleh laporan secara subyektif atau
berdasarkan pengamatan orang lain).
3. Kehilangan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
bertambahnya berat badan secara signifikan (misalnya: perubahan
berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan).
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Kegelisahan atau keterlambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat
diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif akan
kegelisahan atau merasa lambat).
6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak wajar (bisa merupakan delusi) yang dialami hampir setiap hari.
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau
sulit dalam membuat keputusan hampir setiap hari (ditandai oleh
laporan subyektif atau pengamatan orang lain).
9. Berulangkali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati),
berulang kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang
jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk
mengakhiri nyawa sendiri.
36
B. Semua gejala klinis ini akibat dari adanya distress yang signifikan atau
gangguan dalam sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Episode ini tidak diakibatkan oleh efek psikologis dari penggunaan zat atau
kondisi medis lainnya.
D. Tidak memenuhi kriteria gangguan skizoafektif, dkizofrenia,
skizofreniform, gangguan waham, spektrum skizofrenia tidak spesifik atau
spesifik lainnya dan gangguan psikotik lain.
E. Tidak pernah ada episode manik atau hipomanik.
Gangguan depresi selain dengan kriteria diagnostik, untuk keperluan skrining
dapat dilakukan dengan memakai skala penilaian seperti Beck Depression
Inventory-II (BDI-II) yang merupakan skala pengukuran interval yang
mengevaluasi 21 gejala depresi. Instrumen ini cocok dan mudah dilakukan untuk
melakukan skrining awal pada populasi tertentu.
2.2.2. Etiologi Depresi
Depresi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: faktor genetik,
faktor biologi dan faktor psikososial (Birrel, 2013):
a. Faktor Genetik
Hasil penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa risiko untuk
mengalami depresi antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu
yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan dua sampai tiga kali
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Faktor yang signifikan
dalam perkembangan depresi adalah genetik. Hasil penelitian pada anak
kembar terhadap gangguan depresi berat menunjukkan bahwa kembar
37
monozigot memiliki insiden komorbiditas 54% lebih besar dan kembar
dizigot memiliki insiden 24% lebih besar (Feldman & Reiff, 2014).
b. Faktor Biologi
Ketidakseimbangan zat-zat kimia di dalam sel otak akan memicu
timbulnya depresi. Kelainan pada amin biogenic di dalam darah, urin,
cairan cerebrospinal terjadi pada pasien depresi. Amin biogenic yang
berubah yaitu 5- Hidroksi Indol Asetic Acid (5-HIAA), Homovanilic Acid
(HVA), 5-Methoxy-0-Hydroksi Phenil Glikol (MPGH). Neurotransmitter
yang berperan dalam patologi depresi adalah serotonin dan epinephrine.
Penurunan serotonin dapat menimbulkan depresi (Sadock dkk., 2015).
Norepinephrine berhubungan dengan menurunnya regulasi reseptor B-
adrenergik dan respon antidepresan yang secara klinis merupakan indikasi
dari peran sistem noradrenergic dalam depresi (Birrel, 2013). Hormon
esterogen dan progesteron dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku
dengan mempengaruhi norepinephrine, serotonin, dopamin, asetilkolin.
Perubahan hormon esterogen dan progesteron yang menurun membuat
perempuan mudah mengalami gangguan mood, khususnya depresi (Stahl
& Mignon, 2009).
c. Faktor Psikososial
Pendapat Freud (1917 dalam Sadock dkk., 2015) menyatakan bahwa
penyebab depresi adalah suatu hubungan antara kehilangan objek yang
dicintai. Kemarahan pasien depresi mengarah pada diri sendiri untuk
mengidentifikasikan objek yang hilang tersebut (Arista, 2014). Faktor
38
psikososial yang diperkirakan sebagai penyebab depresi adalah hilangnya
peran sosial, penurunan kesehatan, penyakit kronis, isolasi diri,
kemiskinan, penurunan fungsi kognitif dan kurangnya dukungan keluarga.
Faktor kepribadian apapun dapat sebagai faktor predisposisi terhadap
depresi.
Peningkatan risiko terjadinya depresi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti: usia, jenis kelamin, status pernikahan, kehilangan pekerjaan dan
pendapatan rumah tangga, dukungan keluarga, pendidikan, dan suku. Depresi
lebih mudah terjadi pada orang dewasa muda, dengan jenis kelamin perempuan
dan pada individu yang memiliki pendidikan yang rendah (Arista, 2014).
2.3 Depresi Pada Ibu
Peran ibu dalam keluarga sangat banyak yaitu sebagai istri, mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak, dan sebagai salah satu
kelompok dari peran sosialnya serta bagian dari masyarakat. Kenakalan dan
kegagalan pendidikan anak, lebih banyak ditunding sebagai akibat dari
kegagalan seorang ibu dalam menjalankan fungsinya. Saat ini banyak ibu yang
realitasnya menjadi perempuan bekerja untuk menunjang ekonomi keluarga
(Purba, 2011).
Pergeseran nilai peran seorang ibu saat ini, dimana seorang ibu menjalankan
peran ganda dalam melaksanakan peran seorang ibu dan sekaligus perempuan
bekerja akan berpengaruh positif maupun negatif terhadap kondisi keluarga
terutama terhadap anak. Sisi positif dimana bekerja dipandang sebagai sarana
untuk melepaskan diri dari tekanan dalam rumah tangga, untuk mengembangkan
39
diri, aktualisasi diri, serta menambah pendapatan keluarga (Retnowati &
Pujiastuti, 2005).
Seorang ibu rumah tangga ataupun ibu yang bekerja membutuhkan
manajemen waktu untuk menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Rumah
tangga yang aman adalah rumah tangga tempat dimana kedua orangtua memiliki
waktu saling memperhatikan pasangannya serta anak-anak mereka (Semiawan,
2005). Masalah yang sering ditemui dimana perlakuan ibu terhadap anak
dirumah yang memanjakan anak-anaknya akibat rasa bersalah karena lebih
banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan, dapat berdampak negatif terhadap
prestasi belajar anak dan interaksi sosialnya di sekolah (Nurdin, 2011; Anugrah,
2015).
Sebuah penelitian pendahuluan dengan menggunakan Parenting Stress
Index (PSI) terhadap lima orang ibu didapatkan, tiga orang ibu mengatakan
bahwa lebih repot mengurus lebih dari satu anak dibandingkan hanya satu orang
anak saja dan ibu yang bekerja sebagai karyawan, mengaku seringkali tidak
tenang meninggalkan anaknya saat bekerja. Kesulitan yang mereka hadapi
adalah saat anak mereka sulit dinasehati, sulit diatur, dan menunjukkan perilaku
yang sulit dikendalikan (Chairini, 2013).
Berbagai faktor internal maupun eksternal dengan berbagai tuntutan
terhadap seorang ibu dapat berdampak pada psikologis ibu. Stresor yang
berlangsung terus dalam jangka panjang, maka ibu dapat mengalami kelelahan
mental, dan pada akhirnya akan memasuki kondisi depresi. Gangguan depresi
pada ibu mempunyai gambaran yang spesifik, yaitu waktu mengalami depresi
40
lebih panjang, menjadi bersifat khronik berkaitan dengan kejadian reproduktif,
gejala atipikal lebih banyak, lebih dominan gejala somatik, dan respon terhadap
terapi lebih lambat (Maramis, 2009).
Salah satu faktor yang dapat menimbulkan depresi pada perempuan adalah
stress dan tekanan yang dialami di luar rumah, ketidak-seimbangan antara tugas
sebagai istri dan ibu rumah tangga disamping juga pekerjaan yang mampu
menciptakan suatu stress tersendiri (Sianturi, 2013). Kondisi depresi yang
dialami ibu tentu saja akan mempengaruhi kondisi keluarga. Ibu menjadi
pemurung, gelisah, tidak bersemangat, sehingga melalaikan kewajibannya dalam
merawat dan mendidik anaknya di rumah. Hal tersebut dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
2.3.1 Prevalensi Depresi Pada Ibu
Perempuan memiliki risiko lebih besar untuk terjadiya depresi. Penelitian di
Amerika mendapatkan bahwa 7% dari perempuan mengalami depresi, demikian
juga halnya dengan di Edmonton, Canada, Puerto Rico, Paris dan Jerman Barat
(Stein dkk., 2006). Angka kejadian depresi seumur hidup pada perempuan
sebesar 21%, khususnya di masa subur dengan onset usia berkisar antara 20
hingga 50 tahun (Maramis, 2009; Muhdi, 2009).
2.3.2 Dampak Depresi Ibu Terhadap Perkembangan Anak
Proses tumbuh kembang seorang anak dipengaruhi oleh faktor herediter dan
faktor lingkungan psikososial, dimana faktor herediter menentukan kemampuan
41
bawaan, sedangkan lingkungan psikososial akan menentukan dicapainya atau
tidak potensi bawaan dari anak tersebut (Semiawan, 2005).
Taraf perkembangan kemampuan kognitif yang optimal, diperlukan struktur
tubuh dan fungsi dari organ-organ yang baik, adanya simulasi atau rangsangan
baru yang berkelanjutan dari lingkungan dan peran aktif individu untuk mengolah
informasi yang diterimanya dari lingkungan itu. Hal tersebut menjelaskan bahwa
peranan orangtua sangat diperlukan dalam upaya mencapai taraf pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal (Rahmita, 2011).
Kesehatan fisik dan emosional ibu ketika membesarkan anak-anaknya
berpengaruh erat terhadap perubahan perilaku anak. Anak-anak yang masih dalam
sekolah dasar dan dibesarkan oleh ibu yang mengalami depresi, cenderung akan
terlibat dalam masalah perilaku seperti peminum alkohol dan narkotika disaat
anak tersebut menginjak usia remaja (Diley, 2005 ; O'Connor, 2013).
Pengasuhan ibu yang depresi dan perilaku orangtua yang negatif dapat
membahayakan perkembangan anak sendiri. Penelitian di Kanada terhadap ibu
yang mengalami depresi menunjukkan perilaku anak yang lebih emosional
dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh ibu yang tidak depresi. Ibu yang
depresi kurang konsisten dalam mengasuh anak mereka, meninggalkan anak –
anak di lingkungan yang kurang stabil, disiplin dan komunikasi orangtua-anak
tidak efektif (Harmon, 2010).
2.4 Depresi Pada Ibu yang Memiliki Anak GPPH
Karakteristik anak dengan GPPH adalah tidak mampu memusatkan
perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas. Pola perilaku anak prasekolah dengan
42
GPPH, dan komorbiditas yang menyertainya sama dengan anak usia dewasa.
Gambaran klinis anak dengan GPPH adalah kegagalan fungsi pada berbagai
bidang akibat gejala tersebut. GPPH menunjukkan keterkaitan secara konsisten
dengan kegagalan berbicara, serta keterampilan akademik yang buruk, banyak
mengalami masalah motorik dan mudah mengalami kecelakaan, kesulitan
bersosialisasi dengan kelompok sebayanya. Mereka juga memiliki kesulitan
dalam berinteraksi dengan orangtua dan anggota keluarga yang lain. Kondisi
tersebut dapat menimbulkan beban dan sumber stres bagi keluarga terutama ibu
(Saputro D., 2012).
Kualitas waktu kehidupan anak terbanyak dalam lingkungan keluarga.
Orangtua khususnya ibu merasa kecewa dengan perilaku anak yang negatif, meski
berulangkali diberi nasehat. Mereka menganggap perilaku anak dengan GPPH
yang ditunjukkan anak adalah perilaku-perilaku yang dipaparkan sengaja. Hal
tersebut memunculkan konflik antara anak dan orangtua. Anak dengan GPPH
juga bermasalah di sekolah, tidak mampu berinteraksi dengan teman-teman, dan
nilai prestasi sekolah yang buruk. Anak dengan GPPH banyak menimbulkan
masalah yang dapat berdampak terhadap psikologis ibu sehingga rentan untuk
mengalami gangguan cemas ataupun depresi (Ellison, 2015).
2.4.1 Prevalensi Depresi pada Ibu yang Memiliki Anak GPPH
Ibu yang memiliki anak dengan GPPH memiliki peningkatan angka
perceraian, penyalahgunaan zat, dan menderita depresi yang jauh lebih tinggi dari
ibu yang memiliki anak-anak normal. Anak dengan GPPH membutuhkan lebih
banyak perhatian, obat-obatan dan pengasuhan yang konsisten sehingga
43
menambah beban pengasuhan ibu, dimana ditemukan setidaknya 50% dari ibu-ibu
yang memiliki anak dengan GPPH menjadi depresi (Serpico, 2013; Ellison,
2015).
Penelitian oleh Lee dkk. (2008) yang meneliti kepribadian ibu dari anak-
anak dengan GPPH dengan menggunakan Minnesota Multiphasic Personality
Inventory (MMPI), dimana didapatkan hasil skor depresi, histeria, dan
psychastenia lebih tinggi dan bermakna secara statistik pada ibu dengan anak
dengan GPPH dibandingkan kelompok kontrol, dengan mengontrol usia ibu,
pendidikan ibu, jenis kelamin anak, usia dan jumlah dari Intellegence Quotient
(IQ).
2.4.2 Dampak Depresi Ibu terhadap perkembangan anak GPPH
Anak dengan GPPH menunjukkan perilaku yang buruk, seperti tidak mau
diam, tidak patuh terhadap perintah, anak terlalu senang bermain, malas belajar.
Orangtua kurang memahami tentang karakteristik gangguan GPPH beserta dengan
gejala penyertanya. Orangtua menganggap bahwa gangguan ini merupakan sifat
buruk anak (Saputro, 2009).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2013) tentang peran
pendampingan regulasi emosi dalam menurunkan perilaku maltreatment fisik
terhadap anak GPPH, dengan melakukan wawancara pada ibu yang memiliki anak
yang terdiagnosis GPPH. Hasil dari penelitian tersebut bahwa ibu sering tidak
sabar dan jengkel menghadapi perilaku anak dengan GPPH. Sikap ibu menjadi
lebih kasar dan terkadang menjadi ringan tangan, mencubit dan memukul,
menyeret ketika anak tidak segera melakukan instruksi yang diberikan, ibu merasa
44
anak merepotkannya dan ibu akan mudah mengalami suasana hati yang berubah-
ubah dapat menyebabkan suasana hati yang buruk dan depresi. Sikap keras yang
dilakukan oleh ibu dalam upaya mengendalikan anak, justru menjadi sebaliknya,
anak menjadi marah dan menunjukkan sikap melawan, memiliki gejala
impulsivitas dan kurangnya perhatian yang lebih parah dibandingkan anak dengan
GPPH yang tidak mengalami kekerasan.
Penelitian oleh Lee dkk. (2013) yang melanjutkan penelitian sebelumnya
terhadap ibu yang memiliki anak dengan GPPH, menggunakan metode
observarsional. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh depresi ibu terhadap
anak GPPH dan menilai kualitas interaksi orangtua-anak. Penelitian ini
membandingkan antara anak GPPH dengan ibu yang depresi, anak GPPH dengan
ibu yang tidak depresi dan anak tanpa GPPH dengan ibu yang tidak depresi. Hasil
dari penelitian ini adalah anak dengan GPPH yang ibunya mengalami depresi
terjadi interaksi orangtua-anak yang kurang positif dibandingkan kelompok yang
lain. Depresi ibu mungkin memainkan peran penting dalam presentasi afektif
terhadap anak dengan GPPH dengan ibu yang depresi.
45
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berfikir
Anak merupakan bagian dari sebuah keluarga. Anak membutuhkan
kehangatan, kasih sayang serta respon penerimaan yang positif dari orangtuanya.
Merawat dan mengasuh anak dapat memberikan kepuasan sekaligus menimbulkan
banyak tantangan yang menjadi stressor bagi orangtua khususnya ibu.
Perilaku anak-anak menginjak usia sekolah dasar akan mengalami suatu
perubahan. Usia sekolah merupakan usia dimana mereka mengembangkan
kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Masalah yang sering muncul
adalah sikap anak yang emosional dan menentang, sehingga berdampak pada
perkembangan kognitif dan prestasi akademik mereka di sekolah. Karakteristik
anak seperti usia, jenis kelamin serta kedudukan anak dalam keluarga dapat
mempengaruhi beban pengasuhan yang dialami oleh seorang ibu.
Masalah lain yang dihadapi oleh orangtua adalah ketika anaknya mengalami
suatu gangguan. Anak dengan GPPH memiliki perilaku yang mengganggu atau
merusak karena hiperaktivitas dan impulsivitasnya. Faktor biologis pada fungsi
otak yang bersifat kronis pada GPPH dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Anak dengan GPPH sering mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi,
memiliki kemampuan toleransi secara emosional yang rendah, serta memiliki
instabilitas emosional yang tinggi dibandingkan dengan anak normal seusianya.
46
Kegagalan anak dengan GPPH dalam menjalin suatu hubungan atau relasi
dengan orang-orang disekelilingnya termasuk orangtua membuat berbagai
dampak negatif untuk keluarga. Ibu yang berperan dominan dalam pengasuhan
anak, adalah orang pertama yang akan terkena dampak psikologis, seperti cemas,
gangguan emosi, dan depresi.
Seorang ibu rentan terhadap depresi disebabkan oleh beberapa faktor seperti
hormonal ataupun tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Karakteristik ibu akan
mempengaruhi munculnya kejadian depresi pada ibu seperti usia, status
pernikahan, pendidikan, pekerjaan serta jumlah anak yang dimilikinya.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Konsep Penelitian
Karakteristik anak dengan GPPH - jenis kelamin - usia - urutan kelahiran
Tipe GPPH pada anak - tipe kurangnya perhatian - tipe hiperaktif/
impusif - tipe kombinasi
Faktor Perancu:
- usia ibu - status pernikahan ibu - pendidikan ibu - pekerjaan ibu - jumlah anak
Depresi pada ibu
47
Keterangan:
: Variabel dalam lingkungan penelitian
: Variabel yang tidak termasuk dalam lingkungan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep
penelitian sebagai berikut:
1. Anak dengan GPPH dapat menimbulkan depresi pada ibu. Perlu untuk
mengetahui apakah depresi tersebut dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin
anak, tipe GPPH kurangnya perhatian atau hiperaktif/impulsif, atau GPPH
kombinasi pada anak.
2. Faktor lain yang dapat mempengaruhi depresi pada ibu adalah usia, status
pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak yang akan dikendalikan
pada tahap rancangan penelitian.
3.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep penelitian yang telah dijabarkan
maka didapatkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara GPPH pada anak terhadap kejadian depresi ibu.
2. Terdapat hubungan antara tipe GPPH pada anak terhadap kejadian depresi ibu.
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan rancangan cross-sectional analytic, karena semua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel tergantung diukur dalam satu periode yang sama.
Penelitian ini menggunakan analitik karena meneliti hubungan karakteristik anak
dengan GPPH terhadap depresi ibu dan hubungan tipe GPPH terhadap depresi ibu
(Sastroasmoro & Ismael, 2010).
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian
Ibu dari Anak Usia
6-12 tahun
Ibu dengan anak GPPH Ibu tanpa anak GPPH
Depresi (+) Depresi (-) Depresi (+) Depresi (-)
Populasi Anak Usia 6-12 tahun
49
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Tunas Daud yang beralamat di
Jalan Kebo Iwa Utara No. 18 Denpasar. Penyusunan proposal dilakukan bulan
Juli sampai September 2015 dan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober
sampai November 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak
dengan dan tanpa GPPH.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak
dengan GPPH dan ibu yang memiliki anak tanpa GPPH usia sekolah dasar (6
sampai 12 tahun) di sekolah Tunas Daud Denpasar tahun ajar 2015-2016.
4.3.3. Kriteria Sampel
Semua ibu yang memiliki anak dengan dan tanpa GPPH usia (7 sampai 12
tahun) di SD Tunas Daud Denpasar yang memenuhi kiteria inklusi dan eksklusi.
1. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Ibu dari anak yang bersekolah di Sekolah Tunas Daud Denpasar.
b. Ibu dari anak dengan GPPH yang memiliki skor SPPAHI > 29 dan telah
dikonfirmasi oleh psikiater yang bertugas di Sekolah Tunas Daud Denpasar
c. Ibu berdomisili di Denpasar dan usia 20 sampai 40 tahun.
50
d. Pendidikan ibu minimal tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
e. Ibu yang bekerja
f. Ibu yang bersedia mengikuti penelitian dan mendatangani informed consent.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu yang memiliki disabilitas atau penyakit fisik kronis (Diabetes Melitus,
Hipertensi, Stroke, atau penyakit lain yang diketahui oleh ibu dan
dikonfirmasi kembali oleh peneliti sebagai suatu penyakit kronis)
b. Ibu yang memiliki anak disabilitas
c. Ibu yang sedang dalam terapi untuk gangguan psikiatri seperti psikotik,
cemas atau depresi.
4.3.4 Penentuan Besar Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional analytic untuk mencari
hubungan antara GPPH pada anak terhadap kejadian depresi ibu. Perhitungan
besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut (Dahlan
dkk, 2013) :
( √ √ )
N = jumlah sampel minimal
Zα = kesalahan tipe I ditetapkan 5 %, sehingga Zα = 1,96
Zβ = kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ= 0,84
P2 = angka depresi pada ibu dengan anak dengan GPPH, 0,69 ~ 0,7
(Tarabek dkk., 2011)
Q2 = 1-0,7 = 0,3
51
P1-P2 = Selisih minimal proporsi yang dianggap bermakna ditetapkan
sebesar 0,2.
Dengan demikian :
( √ √ )
( √ √ )
N = 48, 72
Berdasarkan penghitungan besar sampel maka sampel minimal yang harus
dikumpulkan oleh peneliti adalah ± 48, 72 orang, dibulatkan menjadi 49 orang.
4.3.5 Teknik Pengambilan sampel
Sampel penelitian adalah ibu yang memiliki anak dengan dan tanpa GPPH
yang bersekolah di SD Tunas Daud Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Sampel ibu yang memiliki anak dengan GPPH diambil dengan total
sampling sedangkan ibu yang memiliki anak tanpa GPPH di Sekolah Tunas Daud
Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil secara Simple
Random Sampling. Pemilihan sampel diawali dengan mengumpulkan data murid
kelas I sampai VI SD, kemudian sampel diambil dengan melakukan kelipatan dua
dari data tersebut. Sampel terpilih dinyatakan sebagai subyek penelitian setelah
menyetujui dan memberikan informed consent tertulis sebagai subyek penelitian.
52
4.4 Variabel Penelitian
1. Variabel terikat : status depresi pada ibu
2. Variabel bebas : status GPPH pada anak
3. Variabel perancu : usia ibu, status pernikahan ibu, pendidikan ibu
pekerjaan ibu dan jumlah anak
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Depresi adalah suasana hati yang dialami sampel saat ini sebagai respon
terhadap keadaan memiliki anak dengan GPPH. Depresi diskrining dengan
menggunakan skala Beck Depression Inventory-II (BDI-II) yang merupakan
skala pengukuran interval yang mengevaluasi 21 gejala depresi, 15
diantaranya menggambarkan emosi, 4 perubahan sikap, 6 gejala somatik.
Setiap gejala diranking dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya
ditambahkan untuk memberi total nilai dari 0 sampai 63, nilai yang lebih
tinggi mewakili depresi yang lebih berat. Batasan nilai untuk depresi 0-9
mengidentifikasikan tidak ada depresi, 10-16 untuk depresi ringan, 17-29
depresi sedang, dan 30-63 mengidentifikasikan depresi berat. Skala ini telah
diuji validitas dan kesahihannya di Indonesia (Yulianti dkk., 2011).
2. Anak dengan GPPH adalah anak yang menunjukkan pola menetap dari
kurangnya perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas. Gejala dari kurangnya
perhatian dalam bentuk tidak menyelesaikan tugas sesuai yang seharusnya,
kesulitan mempertahankan perhatian, dan tidak dapat mengatur kegiatannya
dengan baik. Hiperaktivitas mengacu pada aktifitas motorik yang berlebihan,
banyak bergerak dan berbicara di situasi yang menuntut perhatian, seperti saat
53
pelajaran di dalam kelas. Impulsivitas dalam bentuk melakukan sesuatu
dengan serta merta tanpa dilandasi pertimbangan yang matang (Sadock dkk.,
2015).
Berdasarkan gejala yang menonjol, GPPH dibagi dalam tiga tipe. Tipe GPPH
kurangnya perhatian pada anak apabila menjawab sering atau selalu minimal
12 item dari pernyataan SPPAHI nomor 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 16, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 25, 26, 27, 33, dan 35. Tipe GPPH Hiperaktif /Impulsif pada anak
apabila menjawab sering atau selalu minimal 8 item pada pernyataan SPPAHI
nomor 2, 7, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 24, 28, 29, 30, 31, 32, dan 34. Tipe GPPH
kombinasi pada anak apabila dalam menjawab sering atau selalu pada 35
pernyataan dalam SPPAHI.
3. Jenis kelamin anak yang terdiri dari laki-laki atau perempuan.
4. Umur anak adalah usia anak yang dihitung dari tahun kelahiran, dalam
ukuran tahun. Pada penelitian ini umur anak dibedakan dalam dua kelompok
yaitu umur 2-6 tahun termasuk masa kanak awal dan 7-12 tahun masuk dalam
kelompok masa kanak akhir (Soetjiningsih & Ranuh, 2012).
5. Urutan kelahiran anak terdiri dari sulung, tengah, bungsu dan tunggal.
6. Usia ibu berdasarkan kartu identitas resmi dalam ukuran tahun.
7. Status pernikahan ibu yang didapat dengan wawancara, yaitu menikah,
bercerai, atau janda.
8. Pendidikan ibu merupakan jenjang pendidikan yang sudah dilalui meliputi
SMP, SMA, Sarjana/Diploma sesuai dengan yang tercantum dalam kartu
identitas resmi.
54
9. Pekerjaan ibu adalah kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh ibu dan
menghasilkan uang. Pekerjaan terdiri dari karyawan swasta, wiraswasta,
PNS.
10. Jumlah anak kandung yang dilahirkan oleh ibu, yang dapat dari wawancara.
4.6 Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data berupa formulir pengumpulan data yang memuat
tentang karakteristik sampel, pemeriksaan GPPH anak, pemeriksaan depresi ibu.
a. Kuisioner A yang berisi karakteristik ibu sampel sesuai dengan kartu identitas
dan karakteristik anak.
b. Penilaian anak dengan GPPH menggunakan instrumen Skala Penilaian Anak
Hiperaktif Indonesia (SPPAHI). Instrumen ini untuk mendapatkan ciri-ciri
psikopatologi pada perilaku anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas di sekolah ataupun di rumah. Skala ini dikembangkan
oleh DR. dr. Dwidjo Saputro, SpKJ di Indonesia tahun 2004. Skala ini terdiri
dari 35 pertanyaan dengan jawaban yang berskala dari 1 (tidak pernah sama
sekali), 2 (kadang-kadang), 3 (sering), 4 (sangat sering). Penilaian SPPAHI
dengan memberi nilai 0-3 untuk jawaban setiap butir pertanyaan. Nilai 1
apabila jawaban pada kolom 2 (kadang-kadang), nilai 2 apabila jawaban pada
kolom 3 (sering) dan nilai 3 apabila jawaban pada kolom 4 (selalu atau sangat
sering). Total nilai keseluruhan berkisar 0 – 105. Cut-off Score berbeda
tergantung siapa yang menilai. Bila orangtua yang menilai maka nilai Cut-off
Score > 30, guru > 29 dan dokter > 22. Skor SPPAHI yang lebih besar dari
Cut-off Score dinyatakan berisiko tinggi mengalami GPPH (Juniar &
55
Setiawati, 2014). Hasil uji analisis faktor terhadap instrumen SPPAHI
menunjukkan komponen faktorial yang sesuai dengan faktor utama
psikopatologi GPPH. Uji reliabilitas dan validitas terhadap 35 butir
psikopatologi tersebut didapatkan koefisien korelasi () antara butir-butir
tersebut lebih besar dari 0,2. Koefisien korelasi antara butir dengan nilai total
paling rendah 0,5174 dan paling tinggi 0,9101, dengan demikian 35 butir
psikopatologi tersebut memiliki korelasi yang tinggi terhadap nilai total. Pada
uji konsistensi internal didapatkan standarized item alpha adalah 0,9856
sehingga 35 butir psikopatologi tersebut memiliki konsistensi internal yang
sangat tinggi. Uji validitas dilakukan dengan analisis program LISREL 8
terhadap matrik korelasi antar tujuh komponen item-loading pada kelompok
orangtua, guru dan dokter, dan hasilnya menunjukkan model teoritis sesuai
dengan data yang teramati. Hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen
SPPAHI untuk orangtua, guru dan dokter ini adalah reliabel dan valid.
Penilaian oleh guru terhadap gejala gangguan GPPH menunjukkan rerata nilai
SPPAHI yang tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkah laku anak di
sekolah di nilai oleh guru sesuai dengan perkembangan gejala gangguan ini
(Saputro D., 2009). SPPAHI digunakan dalam penelitian oleh Hidayani dkk.
(2015) dalam penelitian menilai hubungan antara GPPH terhadap prestasi
belajar siswa SDN 2 dan SDN 3 Berkoh Purwokerto. Pada penelitian ini
SPPAHI diisi oleh guru kelas SD Tunas Daud Denpasar.
c. Pemeriksaan depresi dengan menggunakan kuisioner Beck Depression
Inventory (BDI) adalah instrumen pengukuran depresi yang dibuat oleh Dr.
56
Aaron T. Beck. BDI pertama kali diterbitkan pada tahun 1961 terdiri dari dua
puluh satu pertanyaan tentang bagaimana perasaan klien pada minggu terakhir
terkait tanda dan gejala depresi. BDI merupakan salah satu instrumen yang
paling banyak digunakan untuk mengukur keparahan depresi. BDI dirancang
untuk individu yang berusia 13 tahun dan lebih, terdiri dari 21 pertanyaan yang
berhubungan dengan gejala depresi seperti keputusasaan dan marah, kognisi
seperti perasaan bersalah atau dihukum, serta gejala fisik seperti kelelahan,
penurunan berat badan, dan kurangnya minat pada seks (Beck, 2006).
Uji validitas dan reabilitas dilakukan terhadap dua puluh satu pernyataan
modifikasi Beck Depression Inventory. Hasil uji terhadap dua puluh satu
pernyataan tersebut didapatkan nilai alpha Cronbach sebesar 0,896. Nilai r
Alpha lebih besar dibandingkan dengan 0,6, maka dua puluh satu pernyataan
modifikasi Beck Depression Inventory dinyatakan reliabel. Hasil uji yang
dilakukan pada program komputer terlihat dua puluh satu pernyataan, terdapat
dua pernyataan depresi nomor 5 (0,339) dan pernyataan depresi nomor 21
(0,337) yang nilainya lebih rendah dari r table (0,335), sehingga kedua
pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid. Langkah selanjutnya yang
dilakukan peneliti adalah memodifikasi kembali pernyataan tersebut dengan
cara mengkaji sesuai dengan instrument aslinya (Maulida, 2012). Penilaian
skor BDI dibagi menjadi naik turunnya perasaan ini tergolong wajar (skor 1-
10), Gangguan mood atau rasa murung yang ringan (skor 11-16), garis batas
depresi klinis (skor 17-20), , depresi sedang (skor 21-30) dan depresi berat
(skor 31-40), dan depresi ekstrim (skor 40 keatas). Pada penelitian ini skor BDI
57
dibagi menjadi dua kelompok yaitu tidak depresi apabila skor BDI < 16 dan
depresi apabila skor BDI > 16. Kuisioner BDI ini diisi oleh sampel sendiri.
4.7 Prosedur Penelitian
a. Penelitian dilakukan setelah mendapat ijin dari Kepala Departemen Psikiatri
FK Unud dan Komite Etik FK Unud RSUP Sanglah, Ketua Yayasan dan
Kepala Sekolah Tunas Daud.
b. Peneliti memberikan kuisioner SPPAHI kepada masing-masing guru kelas I
sampai VI SD dan kemudian melakukan perhitungan skor SPPAHI dan
menentukan jumlah siswa yang GPPH dan tidak GPPH.
c. Peneliti mencari data orangtua dari data kesiswaan sekolah
d. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan
penjelasan tentang teknis penelitian, tujuan dan manfaat penelitian sebelum
dilakukan penelitian.
e. Subyek penelitian yang bersedia menjadi sampel dengan menandatangani
surat persetujuan dilakukan wawancara terstruktur dengan kuisioner A dan
BDI.
f. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah untuk mendapatkan hasil
penelitian.
58
4.8 Alur Penelitian
Gambar 4.8 Alur Penelitian
4.9 Analisis Data
Data yang didapat dikumpulkan kemudian dilakukan analisis statistik
dengan bantuan program SPSS. Langkah-langkah analisis sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan proporsi dan karakteristik
sampel.
(Populasi Target) ibu yang memiliki anak
Usia 6-12 tahun di Denpasar
(Populasi Terjangkau) Ibu yang memiliki anak usia 6-12 tahun di SD
Tunas Daud Denpasar
(Simple random sampling) Ibu yang memiliki anak tanpa GPPH
Hasil
Analisis Statistik
Kesimpulan
BDI
Informed Consent
Sampling
Kriteria inklusi Kriteria eksklusi
Total sampling Ibu dengan anak GPPH
Penilaian SPPAHI pada anak Oleh guru kelas
59
2. Chi Square dilakukan untuk untuk menganalisa hubungan antara karakteristik
dan tipe GPPH pada anak terhadap kejadian depresi ibu.
3. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang
ada pada anak dan ibu, serta hubungan antara GPPH terhadap depresi ibu
secara independen.
60
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Dasar Sampel
Jumlah murid kelas I sampai kelas VI di SD Tunas Daud Denpasar adalah
324 anak. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner SPPAHI oleh guru kelas dan
evaluasi yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan 77 murid dengan GPPH dan 247
murid tanpa GPPH. Sampel ibu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
adalah 49 ibu dari anak GPPH sebagai subyek penelitian, sedangkan pada
kelompok ibu yang memiliki anak tanpa GPPH, hanya didapatkan 14 orang ibu
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebagian besar ibu-ibu tersebut
menolak mengikuti penelitian ini, meskipun peneliti telah memberikan penjelasan
secara rinci tentang tujuan dan prosedur penelitian. Total sampel dalam penelitian
ini sebanyak 63 ibu.
Karakteristik usia ibu sebagai sampel penelitian ini adalah 37 ± 4,49 tahun,
dengan usia termuda adalah 29 tahun dan usia ibu tertua 48 tahun. Sebagian besar
sampel berpendidikan sarjana/diploma (84,1%) dan berpendidikan SMA (15,9%).
Hal ini sejalan dengan pekerjaan yang ditekuni sampel, dimana lebih dari
setengah (55,5%) sampel berwiraswasta dan sisanya merupakan pegawai swasta
(44,4%). Status pernikahan sampel sebagian besar masih dalam ikatan pernikahan
(92,1%) dan hanya sebagian kecil yang sudah bercerai (7,9%). Sebagian besar
sampel memiliki 2 orang anak dengan jumlah anak tertinggi adalah 4 orang anak
yang dimiliki dalam satu keluarga.
61
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa sampel rata-rata memiliki anak
umur 8,5 ± 1,51 tahun, dengan usia terbesar adalah 12 tahun dan usia terkecil
adalah 6 tahun. Mayoritas anak berjenis kelamin laki – laki (76,2%), merupakan
anak sulung (41,3%) dan 20 orang (31,7%) anak bungsu. Data lengkap
karakteristik dasar sampel penelitian ditampilkan pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Sampel
No Karakteristik Mean ± SD Persentase
(%)
1 Usia ibu
(tahun)
37,57 ± 4.49
2 Pendidikan
Sarjana/
Diploma
SMA
84,1 %
15,9 %
3 Pekerjaan Wiraswasta
Pegawai Swasta
55,5 %
44,4 %
4 Status
Pernikahan
Menikah
Cerai
92,1 %
7,9 %
5 Jumlah Anak 2 (1 – 4 )
6 Usia Anak
(tahun)
8,46 ± 1,51
7 Urutan anak Tunggal
Sulung
Tengah
Bungsu
23,8 %
41,3 %
3,2 %
31,7 %
8 Jenis kelamin
Anak
Laki – laki
Perempuan
76,2 %
23,8%
62
5.2 Kejadian GPPH Pada Anak dan Depresi Pada Ibu
Berdasarkan data yang didapatkan dari guru kelas I sampai VI SD Tunas
Daud dan perhitungan skor SPPAHI oleh peneliti, dari 324 murid didapatkan 77
anak GPPH (23,7%) dan 247 (76,2%) murid tanpa GPPH. Penilaian guru kelas
saat mengisi kuisioner SPPAHI, lebih banyak menjawab pada pernyataan
meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain yang diharapkan untuk tetap
duduk diam, sering perhatian mudah terpecah, perhatian yang mudah teralih oleh
rangsangan dari luar, tidak bisa duduk diam atau selalu bergerak dan sering
melontarkan jawaban secara terburu-buru.
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian
ini adalah 63 ibu yang terdiri dari 49 ibu dari anak GPPH dan 14 ibu dari anak
tanpa GPPH. Sampel diberikan kuisioner BDI untuk menilai depresi, dengan
kriteria skor > 16 adalah depresi dan skor < 16 adalah tidak depresi. Dari
penilaian ini diperoleh informasi bahwa lebih dari setengah (55,4%) sampel
ternyata mengalami depresi seperti yang ditampilkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Kejadian GPPH Pada Anak dan Depresi Pada Ibu
Variabel Frekuensi
(N)
Persentase
(%)
GPPH (n= 324)
1. GPPH 77 23,7
2. Tidak GPPH 247 76,2
Depresi (n=63)
1. Depresi 35 55,4
2. Tidak Depresi 28 44,4
63
5.3 Hubungan Karakteristik dan Tipe GPPH anak terhadap Depresi Ibu
Penelitian ini menggunakan uji chi-square untuk menganalisis hubungan
antara karakteristik anak dan tipe GPPH terhadap kejadian depresi ibu.
Karakteristik anak yaitu jenis kelamin, usia serta urutan kelahiran dan tipe GPPH
yaitu tipe kurangnya perhatian, hiperaktif/impulsif, dan kombinasi dihubungkan
dengan kejadian depresi pada ibu. Faktor ibu yang diperkirakan juga
mempengaruhi depresi, seperti usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan
jumlah anak juga diuji dengan kejadian depresi. Hubungan karakteristik anak dan
tipe GPPH serta faktor ibu yang mempengaruhi kejadian depresi ibu selengkapnya
ditampilkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hubungan Karakteristik dan Tipe GPPH Anak Terhadap Depresi Ibu
Variabel Depresi
F %
Tidak Depresi
F %
Nilai p
Karakteristik Anak
1. Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
2. Usia Anak
- 2-6 tahun
- 7-12 tahun
3. Urutan Kelahiran
- Tunggal
- Sulung
- Tengah
- Bungsu
4. Kejadian
- GPPH
- Tidak GPPH
5. Tipe GPPH
- Hiperaktif
- Kurangnya perhatian
- Kombinasi
25 64
6 60
5 62,5
30 54,5
8 53,3
14 53,8
0 0,0
13 65
31 63,2
4 28,5
9 60
11 57,8
11 73,3
14 35,8
4 40
3 37,5
25 45,4
7 46,6
12 46,1
2 10
7 35
18 36,7
10 71,4
6 40
8 42,1
4 26,6
0,54
0,48
0,35
0,02
0,61
64
Faktor Ibu
1. Usia Ibu (tahun)
- dengan anak GPPH
- tanpa anak GPPH
2. Status Pernikahan
- Menikah
- Cerai
3. Pekerjaan
- Wiraswasta
- Pegawai Swasta
4. Pendidikan
- Sarjana/Diploma
- SMA
5. Jumlah Anak
- < 2
- > 2
Mean 37,65
Mean 37,29
30 51,7
5 100
21 60
14 50
29 54,7
6 60
26 50,9
9 75
+ 4,781
+ 3,429
28 48,2
0 0,0
14 40
14 50
24 45,2
4 40
25 49
3 25
0,790*
0,092**
0,29
0,51
0,11
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada kecenderungan
spesifik terjadinya depresi ibu berdasarkan parameter jenis kelamin anak, urutan
anak. Kecenderungan terjadinya depresi tampak pada nilai p< 0,05 berdasarkan
parameter adanya GPPH pada anak (p=0,02). Tipe GPPH pada anak tidak
menampakkan hubungan dengan kejadian depresi ibu (p=0,61). Ibu-ibu yang
masih dalam ikatan perkawinan, sebagian besar mengalami depresi (51,7%)
sedangkan ibu yang bercerai semuanya mengalami depresi (100%). Pekerjaan ibu
yang wiraswasta sebagian besar mengalami depresi (60%), dibandingkan yang
tidak depresi. Pendidikan ibu yang sarjana/diploma menujukkan jumlah yang
* dengan T Test
** nilai 0 sudah dikoreksi dengan penambahan 1 untuk semua sel
65
tidak terlalu berbeda terhadap kejadian depresi, sedangkan pada ibu yang
berpendidikan SMA sebesar 60% mengalami depresi dan 40% tidak depresi.
5.4 Hubungan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kejadian Depresi Ibu
Berdasarkan analisis bivariat dengan chi-square di atas, diperoleh beberapa
variabel yang berpotensi mempengaruhi kejadian depresi pada ibu. Peranan
variabel apa saja yang secara independen berpengaruh terhadap kejadian depresi
diketahui dengan menggunakan analisis multivariat yaitu analisis regresi logistik.
Batas penerimaan variabel dalam analisis adalah jika nilai p<0,250. Tiga variabel
yang memiliki nilai p<0,250 berdasarkan analisis chi-square, yaitu adanya GPPH
pada anak (p=0,02), status pernikahan (p=0,092) dan jumlah anak (p=0,11),
seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Depresi Ibu
No. Variabel OR p
(α = 0,05)
95% CI
Lower Upper
1. Adanya GPPH Pada anak 4,789 0,036 1,108 20,643
2. Status Pernikahan 0,000 0,99 0,000
3. Jumlah Anak 0,448 0,059 0,195 1,030
Hasil dari analisis regresi logistik didapatkan bahwa adanya GPPH pada anak
memiliki nilai yang signifikan (p=0,036) untuk terjadinya depresi, dan
kemungkinan terjadinya depresi pada ibu dengan anak GPPH sebesar 4,789 kali
dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak tanpa GPPH.
66
BAB VI
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas pada anak berhubungan dengan kejadian depresi ibu,
sedangkan faktor anak yang lain seperti usia anak, jenis kelamin anak, urutan
kelahiran dan tipe GPPH terbukti tidak berhubungan dengan kejadian depresi ibu.
Faktor ibu seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan terbukti tidak mempengaruhi
depresi, namun status pernikahan ibu dan jumlah anak dalam keluarga
menunjukkan kecenderungan berhubungan dengan kejadian depresi.
Kejadian GPPH pada anak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian
depresi ibu (p=0,02). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa ibu dari anak GPPH memiliki risiko yang meningkat untuk
mengalami depresi dibandingkan ibu dari anak normal. Hal tersebut bisa
dijelaskan melalui beberapa mekanisme. Pertama, dalam beberapa penelitian
seperti Fischer, 1990; Pelham dkk., 1997; Johnston & Mash, 2001 (dikutip dalam
Gamble, 2013) mendapatkan bahwa ibu yang memiliki anak dengan GPPH
cenderung menilai diri mereka memiliki kemampuan yang lebih rendah dan
kurang puas dalam melakukan segala hal, karena perilaku anak dengan GPPH
terbukti menjadi kontributor stres yang besar bagi orang tua.
Mekanisme kedua, sebagaimana disebutkan oleh Pelham dan Bender, 1982
(dikutip dalam Saputro, 2009), bahwa anak GPPH mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orangtua sehingga meningkatkan konflik antara kedua
67
orangtua. Kesulitan anak GPPH berinteraksi dengan orangtua dan anggota
keluarga yang lain, dimana terjalinnya hubungan interaksi negatif antara orangtua
dan anak merupakan suatu keadaan penuh dengan stres, yang meningkatkan
resiko orangtua menjadi depresi serta menurunnya kemampuan mereka dalam
mengasuh anak (Saputro D., 2012 dan Gamble dkk., 2013).
Mekanisme ketiga, dalam penelitian ini dijumpai bahwa semua sampel
adalah ibu yang bekerja sebagai wiraswasta. Ibu yang bekerja diharapkan
memiliki kemampuan dalam mengatur waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Masalah yang sering ditemui adalah perlakuan ibu yang memanjakan anaknya di
rumah sebagai dampak dari rasa bersalah telah menghabiskan waktu untuk
pekerjaan. Sikap ibu terhadap anak tersebut memberikan suatu dampak negatif
terhadap prestasi belajar anak dan interaksi sosialnya di sekolah, sehingga muncul
keluhan guru kelas yang akan menambah stres pada ibu (Nurdin, 2011; Anugrah,
2015). Perilaku anak GPPH yang tidak mau diam, tidak patuh terhadap perintah,
malas belajar, membuat ibu mudah marah dan memperlakukan anak lebih kasar
dan ringan tangan, sehingga ibu mudah mengalami suasana hati yang berubah-
ubah dan ibu mudah mengalami depresi akibat ketidakseimbangan antara beban
pekerjaan dan pengasuhan (Sianturi, 2013 dan Hidayati 2013).
Penelitian ini mendapatkan adanya kecenderungan peran faktor status
perkawinan ibu terhadap kejadian depresi, walaupun tidak signifikan secara
statistik. Fungsi pengasuhan orangtua dalam sebuah keluarga, menurut pendapat
Belsky, 1984 (dikutip dari Fung, 2007) dipengaruhi oleh hubungan perkawinan.
Penelitian ini mendapatkan seluruh ibu yang bersatus bercerai mengalami depresi
68
(100%). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa menjadi single parent
meningkatkan risiko memiliki anak dengan GPPH, hal tersebut terjadi karena
single parent kurang mampu memberikan pola asuh yang optimal untuk anak-
anak mereka, disamping itu mereka memiliki beban dalam memenuhi kebutuhan
pokok serta pengasuhan anak yang menjadikan mereka sangat rentan terhadap
stres (Russell dkk., 2014). Kondisi anak dengan GPPH juga memerlukan biaya
pengobatan dan pengasuhan yang konsisten sehingga menambah beban
pengasuhan secara bermakna (Serpico, 2013 dan Ellison, 2015).
Prevalensi GPPH di sekolah Tunas daud sebagian besar adalah laki-laki
(54,5%) sedangkan anak perempuan hanya sebesar 11,8%. Hal tersebut memiliki
persamaan dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa prevalensi anak
laki-laki 3-4 kali lebih besar untuk menderita GPPH dibandingkan dengan anak
perempuan (Indriyani dkk., 2008; Taylor & Barke, 2008; Saputro, 2012; Nass &
Leventhal, 2012). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa anak laki-laki lebih sering
menunjukkan perilaku yang bermasalah, lebih usil dan senang membuat masalah
sehingga lebih cepat untuk didiagnosis sebagai GPPH (Nass & Leventhal, 2012).
Sampel dalam penelitian ini sebagian besar merupakan ibu yang memiliki anak
laki-laki (64%), sedangkan hasil dari penelitian menunjukkan ibu dari anak laki-
laki dan ibu dengan jumlah anak yang lebih dari dua memiliki kecenderungan
untuk menjadi depresi, walaupun tidak signifikan secara statistik.
Anak laki-laki dalam sebuah keluarga memiliki kedudukan khusus, terkait
dengan sistem kekerabatan patrileneal, dimana anak laki-laki merupakan pewaris
keluarga (Waskita, 2013). Penelitian pada orangtua yang memiliki anak
69
berkebutuhan khusus, mendapatkan hasil orangtua yang memiliki anak laki-laki
mengalami stres yang lebih besar dibandingkan anak perempuan, karena ibu
sangat mengkhawatirkan kemampuan anak untuk mencari nafkah di masa depan
(Putri, 2014). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semakin banyak jumlah
anak yang diasuh oleh ibu, maka tingkat stres pengasuhan yang dialami oleh ibu
akan semakin tinggi terutama bila memiliki anak yang menunjukkan perilaku
yang sulit dikendalikan (Indriyani, 2008; Rahmita 2011; Chairini, 2013). Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan peranan ibu dalam keluarga sangat kompleks
yaitu sebagai seorang istri, pengurus rumah tangga, pengasuh bagi anak-anaknya,
dan bagian dari masyarakat dan lingkungan, ditambah dengan peran ibu sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarga (Efendi dkk., 2009).
Karakteristik psikologis orangtua menjadi yang terpenting karena
mempengaruhi kemampuan mereka dalam memberikan pengasuhan yang
berkualitas tinggi (Chairini, 2013). Kondisi psikologis orangtua seperti depresi,
kecemasan, histeria atau stres dalam pernikahan mempengaruhi sikap orangtua
dalam pengasuhan anak. Ibu yang mengalami depresi menunjukan perubahan
emosional yang labil, memiliki harga diri yang rendah, lebih lalai dalam
pengasuhan, menerapkan disiplin yang kurang, menunjukkan perilaku yang
menentang pada anak-anak mereka. Pengasuhan tersebut mempengaruhi jalinan
komunikasi yang buruk antara ibu dan anak, sehingga anak yang tumbuh dalam
lingkungan yang penuh konflik cenderung akan menunjukkan gangguan perilaku
(Shay, 2009; Nass & Leventhal, 2012).
70
Pemahaman orangtua terhadap ABK diharapkan dapat berperan dalam
memberikan intervensi di rumah sehingga perbaikan terhadap perilaku menjadi
lebih cepat dan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak.
Kerjasama antara guru dengan orangtua diperlukan dalam mengatasi perilaku
anak GPPH. Program terapi multimodalitas yang menggunakan semua sumber
daya keluarga dan komunitas yang tersedia memberikan hasil yang paling baik
dalam upaya mengendalikan gangguan tingkah laku (Sadock dkk., 2015). Model
Parent Management Training (PMT) dapat digunakan sebagai salah satu bentuk
intervensi untuk mengatasi gangguan perilaku anak GPPH. Intervensi ini
melibatkan orangtua dengan memberikan latihan keterampilan manajemen dalam
mengatasi perilaku anak yang bermasalah dengan prinsip teori behaviour dan
tehnik modifikasi perilaku (Savitri, 2011 dan Setiawati, 2014). Program ini dapat
diberikan secara berkala dan memberikan dukungan psikologis pada orangtua
khususnya ibu dari anak GPPH.
Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan SPPAHI oleh guru kelas untuk
seluruh murid SD kelas I sampai VI di SD Tunas Daud, dan hasilnya didapatkan
beberapa murid yang termasuk dalam GPPH baik yang sudah dalam penanganan
psikiater dan guru anak berkebutuhan khusus (ABK) yang bertugas di sekolah,
maupun yang sebelumnya tidak dilaporkan oleh orangtua mereka. Prevalensi
GPPH dalam sekolah ini cukup besar (23,7%). Jumlah tersebut hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan pada dua Sekolah Dasar Negeri di Purwokerto
tahun 2015 yang mendapatkan prevalensi GPPH sebesar 44,2% pada rentang usia
6 tahun sampai 12 tahun (Hidayani dkk., 2015). Setiap keluarga pasti
71
mengharapkan mempunyai anak dengan pertumbuhan dan perkembangan yang
normal, namun apabila sebuah keluarga dihadapkan pada kenyataan bahwa
mereka mempunyai anak dengan kebutuhan khusus, maka dapat terjadi perubahan
interaksi psikososial dalam keluarga dan lingkungan. Sikap orangtua saat mereka
mengetahui kondisi anaknya, mempengaruhi dari peran serta mereka dalam
mengikuti penelitian ini.
Keadaan anak yang memperlihatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak yang normal, menyebabkan
perlakuan orangtua terhadap anak tersebut akan berbeda-beda. Sikap orangtua
terhadap kondisi anaknya ditentukan oleh kemampuan orangtua dalam
menghadapi kenyataan, penyesuaian mereka secara emosional dan perilaku.
Penerimaan dari orangtua yang tulus dan tanpa syarat ditunjukkan dengan
menyambut dan menilai anak dengan kondisinya atau perilakunya, sehingga
mampu menciptakan rasa aman bagi anak (Pratiti, 2014).
Tingkat partisipasi orangtua yang memiliki anak tanpa GPPH dalam
penelitian ini sangat rendah, dimana sebagian besar menolak berpartisipasi dalam
penelitian ini. Pernyataan penolakan tersebut terutama karena mereka
menganggap anak mereka tidak mengalami gangguan psikologis, meskipun telah
diberikan penjelasan terinci oleh peneliti dan dibantu oleh guru ABK yang
bertugas di sekolah. Keterbatasan jumlah sampel ibu yang tidak memiliki anak
dengan GPPH berpengaruh terhadap hasil analisis beberapa variabel dalam
penelitian ini, sehingga perannya tidak terbukti signifikan. Di sisi lain, hal tersebut
72
menunjukkan fenomena bahwa masih ada stigma di masyarakat terhadap
gangguan jiwa.
Berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan ibu selama perekrutan sampel,
diketahui bahwa mereka khawatir apabila ternyata mereka memiliki suatu masalah
psikologis saat berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini
sebagian besar adalah sarjana/diploma, sehingga untuk mengatasi masalah
tersebut diperlukan pendekatan yang lebih tepat untuk mengelola kondisi ini,
utamanya jika hendak melakukan penelitian yang terkait dengan masalah
psikologis.
Keberadaan sekolah inklusi sebagai suatu sistem sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk belajar
bersama dengan anak normal, memberikan dukungan positif terhadap psikologis
orangtua. Sekolah inklusi nerupakan sekolah yang ideal untuk anak berkebutuhan
khusus, namun juga memberikan peluang kepada anak yang tidak berkebutuhan
khusus untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian
serta tetap berprestasi dengan baik. Sekolah inklusi menerapkan suatu program
pendidikan yang dimodifikasi baik kurikulum maupun cara belajar, yang berfokus
pada penanganan masalah akademik anak.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah bersifat observasional saja tidak
berupa penelitian kohort atau prospektif yang mengetahui hubungan waktu
diantara variabel. Hal yang dinilai dalam penelitian ini adalah hubungan diantara
variabel sehingga dari penelitian ini tidak dapat mengetahui batasan atau waktu
yang tepat untuk dilakukan intervensi guna mencegah terjadinya depresi.
73
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Karakteristik anak yang bersekolah di Sekolah Tunas Daud Denpasar adalah
rata-rata berusia 8 tahun, dengan prevalensi GPPH sebesar 23,7%, sebagian besar
laki-laki (76%), dan merupakan anak sulung dalam keluarga (41,3%).
Karakteristik ibu dari anak yang bersekolah di Tunas Daud Denpasar rata-rata
berusia 37 tahun, sebagian besar status menikah, pendidikan sarjana/diploma,
pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta, dan memiliki anak kurang dari atau sama
dengan dua.
Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian GPPH pada anak
terhadap kejadian depresi ibu di sekolah swasta Denpasar, sedangkan tipe GPPH
pada anak tidak terbukti memiliki hubungan terhadap kejadian depresi ibu. Ibu
dengan status perceraian dan jumlah anak yang lebih dari dua memiliki
kecenderungan untuk menjadi depresi.
7.2 Saran
Saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlu
adanya dukungan dari lingkungan keluarga terhadap kondisi psikologis ibu dari
anak GPPH, dan keterlibatan keluarga untuk dapat memberikan pengasuhan yang
baik dalam menghadapi perilaku anak GPPH. Orangtua saling bekerjasama untuk
meluangkan waktu dalam memberikan perhatian dan pengasuhan terhadap anak.
74
Pengasuhan yang konsisten dengan menerapkan peraturan yang diletakkan di
tempat yang mudah dilihat anak, konsisten dengan hadiah, hukuman ataupun
rutinitas.
Hasil penelitian ini bagi dokter yang menangani anak dengan GPPH, agar
mempertimbangkan kondisi psikologis orangtua terutama ibu dari anak tersebut,
untuk melakukan suatu skrining atau pengobatan tambahan pada ibu, sehingga
dapat memberikan penanganan yang holistik.
Para guru dari anak berkebutuhan khusus seperti GPPH, diharapkan mampu
bekerja sama secara intensif dalam proses pendidikan dan meningkatkan
kerjasama dengan orangtua dalam mengatasi perilaku anak di rumah sehingga
mampu mengoptimalkan potensi anak. Penanganan tidak saja berfokus pada
kemampuan akademik anak, namun juga pada masalah psikologis orangtua
dengan menerapkan suatu program untuk orangtua secara berkala, seperti Parent
Management Training (PMT) yang melibatkan orangtua secara berkelompok,
guru ABK dan psikiater.
Sekolah inklusi sangat baik dalam membantu psikologis orangtua, namun
tidak mudah untuk menemukan sekolah-sekolah inklusi baik yang dikelola oleh
pemerintah maupun swasta. Penelitian lebih lanjut terhadap prevalensi anak
berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah non-inklusi diperlukan, sehingga
diharapkan pemerintah pengambil kebijakan dapat menyediakan fasilitas
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus yang
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
75
Pada penelitian ini nampak bahwa stigma negatif di masyarakat terhadap
gangguan jiwa masih ada. Pemahaman masyarakat yang masih minim ini tidak
hanya pada masyarakat golongan perekonomian rendah, namun juga terhadap
masyarakat perekonomian menengah ke atas. Kondisi tersebut tentu akan
mempengaruhi situasi keluarga dan perkembangan anak.
Kerjasama antara pengambil kebijakan, tokoh masyarakat dan lembaga
sosial masyarakat, pengusaha serta para ahli kedokteran jiwa harus lebih di
optimalkan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap gangguan
jiwa. Pelayanan posyandu adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah
dan masyarakat yang sudah dilakukan. Pelaksanaan pelayanan posyandu dapat
ditingkatkan dengan menambah pengetahuan masyarakat melalui program
penyuluhan tentang pola asuh serta bagaimana skrining awal dalam mengenali
gangguan perilaku anak, manajemen emosi dan cara mengendalikan stres
pengasuhan sehingga dapat mencegah terjadinya stres pada ibu.
76
DAFTAR PUSTAKA
Amir, N. 2005. Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana Depresi. Jakarta:
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Anugrah, W. 2015. Bagaimana Dampak Ibu Bekerja Pada Perkembangan Anak.
Retrieved September 18, 2015, from http:/www.widhianugrah.com.
Arista, A. (2014). Hubungan Antara Karakteristik Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan dengan Timbulnya Depresi. Retrieved September
12, 2015, from http://www.repository.unej.ac.id/handle/123456789/14056
Association, A. P. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(5th
edition). Washington DC: American Psychiatric Association, pp. 156-
168.
Astuti, A. W. 2013. Peran Ibu Rumah Tangga dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Keluarga. Retrieved Agustus 5, 2015, from
http:/www.libunnes.ac.id
Banaschewski, T., & Rohde, L. 2010. Phenomenology. In T. C. Banaschewski,
ADHD and Hyperkinetic Disorder (pp. 3-17). New York: Oxford University
Press.
Beck, A. T., Steer, R. A., & Brown, G. K. (2006). Beck Depression Inventory.
Retrieved Juni 23, 2015, from Department of Family Medicine:
http://www.academicdepartments.musc.edu
Birrel, M. 2013. The Mood (Affective) Disorders. In J. Bourke, & M. Castle,
Crash Course Psychiatry (4th Edition ed., pp. 133-136). London: Mosby
Elsevier.
Bjornstad, G., & Montgomery, P. 2005. Family Therapy for Attention-Deficit
Disorder or Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Children and
Adolescents.
Bradley, S., & Hayes, N. 2007. Literartur Review OnThe Support Needs Of
Parents of Children With Behavioral Problems.
Brady, C. 2008. Problem-Solving Skills for ADHD Children: 3 Parent Solutions.
Burgess, A., & Gutstein, S. 2007. Quality of Life for People with Autism: Raising
the Standard for Evaluating Successful Outcomes. Child and Adolescent
Mental Health, 12, 80-86.
77
Chairini, N. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Pengasuhan
Pada Ibu Dengan Anak Usia Prasekolah Di Posyandu Kemiri Muka.
Retrieved januari 30, 2015, from http:/www.additudmag.com.
Cheesman, J. 2007. Raising an ADHD Child: Relations between parental stress,
child functional impairment, and subtype of the disorder. Families, Systems
and Health.
Diley, S. 2005. The Effects of Maternal Depression on Child Development.
Retrieved September 18, 2015, from http:/www.psychiatry.emory.edu.
Efendi, Feri& Mukhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ellison, K. 2015. Double Whammy Mothers and Children with ADHD. Retrieved
Agustus 2, 2015, from http:/www.additudemag.com
Feldman, H. M., & Reiff, M. I. 2014. Clinical Practice. Attention Deficit-
Hyperactivity Disorder in Children and Adolescents.
Fung, A. 2007. Perceived Social Support and Marital Satisfaction: A Moderator
Effect On Parental Stress in Hong Kong.
Gamble, S. A., Tuscano, A. C., Roberts, J. E., Ciesla, J. A., & Pelham, W. E.
2013. Self-esteem reactivity Among Mothers of Children with Attention-
Deficit/Hyperactivity Disorder: The Moderating Role of Depression
History.
Haimour, A. I., & Abu-Hawwash, R. M. 2012. Evaluating Quality Of Life Of
Parents Having a Child With Disability. Retrieved September 18, 2015,
from http:/www.iijoe.org.
Hairina, Y. 2013. Intervensi Untuk Mengatasi Gangguan Perilaku Menentang
Anak dengan Parent Management Training.
Harmon, K. 2010. Mothers' Depression Can Go Well Beyond Children's Infancy.
Retrieved September 23, 2015, from http:/www.scientificamerican.com.
Hidayani, F. N., Setyaningsih, T. B., Paramita, H., & Darmawan, A. B. 2015.
Hubungan Antara Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
dengan Prestasi Belajar Siswa SDN 2 dan SDN 3 Berkoh Purwokerto.
Retrieved Agustus 4, 2015, from http:/www.jurnal.uad.ac.id.
Hidayati, E. 2013. Peran Pendampingan Regulasi Emosi Terhadap Perilaku
Maltreatment pada ibu dari anak GPPH . Retrieved Januari 21, 2016, from
http:/www.jurnal.uad.ac.id.
78
Ikawati, Z. 2009. Depresi. Retrieved Agustus 12, 2015, from
http://www.zuliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/depression.pdf
Indriyani & Imas. 2008. Pengaruh Kepuasan Pernikahan Terhadap Parenting
Stress: Studi Pada Ibu Dengan Anak Usia 2-5 Tahun. Fakultas Psikologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Indriyani, S., Soetjiningsih, Ardjana, I. E., & Windiani, I. T. 2008. Prevalensi dan
Faktor-Faktor Risiko Gangguan Pemusatan Perhatian Anak dan
Hiperaktivitas di Klinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah Denpasar.
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD, RSUP Sanglah Denpasar.
Denpasar: Sari Pediatri.
Irma, Y. 2012. Hubungan Antara Minat Baca dengan Prestasi Nilai Pelajaran
IPS di Siswa Kelas V Sekolah Dasar Bantul. Retrieved September 18, 2015,
from http:/www.eprints.uny.ac.id
Itayanti, & Pandeirot. 2014. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Harga Diri
Remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta. Retrieved Januari 1,
2015, from http:/www.portalgaruda.org.
Judarwanto, W. 2009. Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive
Disorders). Retrieved Agustus 7, 2015, from http:/www.autis.info
Juniar, S., & Setiawati, Y. 2014. Buku Saku Pedoman Deteksi Dini Gangguan
Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH). Sidoarjo: CV. Dwiputra
Pustaka Jaya.
Lee, S. J., Kwon, J.-H., & Lee, Y. J. (2008). Personality Characteristic of Mothers
of Children with Attention Deficit Hyperactivity Disorder as Assessed by
The Minnesota Multiphasic Personality Inventory. Psychiatry Invest , 228-
231.
Lee, P., Lin, K., Robson, D., Yang, H., Chen, V., & Niew, W. (2013). Parent-
child Interaction of Mothers With Depression and Their Children with
ADHD. Retrieved Januari 23, 2016, from Pubmed.gov:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23123879
Lestari, D. 2013. Prevalensi Anak ADHD. Retrieved Agustus 8, 2015, from
http:/www.anakabk.wordpress.com
Lui, J. H., Johnston, C., Lee, C. M., & Lee-Flyn, S. C. (2013). Parental ADHD
Symptoms and Self Reports of Positive Parenting. Retrieved Desember 3,
2015, from Journal of Consulting and Clinical Psychology:
http://www.academia.edu
79
Lumbantoruan , A. 2014. First Thing First : Kualitas hidup pada orangtua dan
anak dengan sindrom Autis.
Maulida, A. 2012. Gambaran Depresi pada Mahasiswa Program Sarjana yang
Melakukan Konseling di Badan Konseling Mahasiswa Universitas
Indonesia (Skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Maramis, M. M. 2009. Mengenal Gangguan Mood Pada Perempuan. Indonesia
Psychiatric Quarterly , 1-18.
Miller, C. 2014. Behavioral Treatments for Kids With ADHD. Retrieved
September 4 2015, from http:/www.childmind.org.
Muhdi, N. 2009. Bunuh Diri Pada Perempuan. Indonesian Psychiatric Quarterly ,
77-82.
Nass, R. D., & Leventhal, F. 2012. 100 Tanya Jawab Mengenai ADHD Pada
Anak: Dari Prasekolah hingga Perguruan Tinggi (Edisi Kedua). (B. Molan,
Trans.) Jakarta: PT Indeks.
Nurdin, A. E. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
O'Connor, R. 2013. Depressed Parents and The Effects On Their Children.
Retrieved September 12, 2015, from http://www.psychcentral.com.
Paris, J. 2013. Neurodevelopmental and disruptive behavioral disorder. In J. Paris,
The Intelligent Clinician’s Guide To The DSM-5 (141-150). New York:
Oxford University Press.
PDSKJI, P. 2013. Panduan Gangguan Depresi Mayor. Jakarta.
Polanczyk, G., de Lima, M. S., Horta, B. L., Biederman, J., & Rohde, L. A. 2007.
The worldwide prevalence of ADHD: A Systematic Review and
Metaregression Analysis.
Pratiti, B. 2014. Penerimaan Orangtua Terhadap Anak dengan Kecenderungan
Gangguan Psikiatri. Bandung: Asosiasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
Indonesia.
Predescu, E., & Sipos, R. 2013. Cognitive Coping Strategies, Emotional Distress
and Quality of Life in Mothers of Children with ASD and ADHD.
Purba, H. 2011. Penelusuran Teoritis Pengasuhan Anak. Retrieved September 12,
2015, from http://www.repository.usu.ac.id
Putri, J. S.S., 2014. Perbedaan Tingkat Depresi Antara Ibu Yang Memiliki Anak
Cerebral Palsy di YPAC Surakarta Dengan Ibu Yang Memiliki Anak
80
Retardasi Mental di SLB YP SLB Kerten. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Rahmita. 2011. Orang Tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus. Retrieved
Februari 19, 2015, from http://www.little1academy.com
Retnowati, S., & Pujiastuti, E. 2005. Kepuasan Pernikahan dengan Depresi Pada
Kelompok Perempuan Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja.
Universitas Gadjah Mada . Yogyakarta: Indonesian Psychologycal Journal.
Rosmayuani, R. 2014. Implementasi Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak
Dalam Pengasuhan Anak Pasca Perceraian Dalam Kehidupan Masyarakat
Partrilineal di Bali.
Russell, G., Ford, T., Rosenberg, R., & Kelly, S. 2014. The Association of
Attention Deficit Hyperactivity Disorder With Sosioeconomic
Disadvantage; Alternative Explanations and Evidence. Journal of Child
Psychology and Psychiatry, 436-445.
Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz, P. 2015. Attention Deficit and
Hyperactivity. In Synopsis Of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry (11th
ed., 1169-1180). Wolters Kluwer.
Saputro, D. 2009. ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Saputro, D. 2012. ADHD pada Usia Prasekolah: dapatkah ADHD dikenali dan
diintervensi sebelum usia 5 tahun. (S. Yuniar, & M. Maramis, Eds.)
Makalah Ilmiah Konggres Nasional II Akeswari , 43-49.
Savitri, I. 2011. Terapi Modifikasi Perilaku Bagi Anak dengan AD/HD. Naskah
Lengkap Konggres Nasional ke-II AKESWARI. Yogyakarta 7 Mei.
Sembara Jaya, I. A. 2014. Pengaruh Film Helen Keller Terhadap Optimisme
Orangtua Yang Memiliki Anak Tunanetra.
Semiawan, C. R. 2005. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global. Jakarta: PT
Tema Baru.
Serpico, E. 2013. ADHD Children Thrive When Their Parents Do. Retrieved
Agustus 3, 2015, from http://www.diamondblackonline.com.
Setiawati, Y. 2014. Parent Management Therapy Pada Anak Dengan Gangguan
Tingkah Laku. In : Pandia, S., Andayani & Iskandar, S. Mental Health Well-
Being for Children, Parents, and Family (262-269). Bandung. Asosiasi
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja.
81
Setyowati, R. 2013. Keefektifan Pelatihan Ketrampilan Regulasi Emosi Terhadap
Penurunan Tingkat Stres Pada Ibu yang Memiliki Anak Attention Deficit
and Hyperactive Disorder.
Soetjiningsih, & Ranuh, I. G. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Buku
Kedokteran.
Sugiarmini, M. 2007. Anak dengan ADHD. Retrieved Februari 23, 2015, from
http://www.file.upi.edu
Shay, N. L. 2009. The Connection Between Maternal Depression, Parenting, and
Child Externalizing Disorders.
Slamet. 2013. 184 Ribu Anak Berkebutuhan Khusus Belum Nikmati Pendidikan.
Retrieved Februari 19, 2016, from http://www.antaranews.com.
Stahl, S., & Mignon, L. 2009. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. In Stahl’s
Illustrated (1st ed.,1-14). New York: Cambrige University Press.
Stein, D., Kupfer, D., & Schatzberg, A. 2006. Textbook of Mood Disorders. The
American Psychiatric Publishing.
Tarabek, J., Wittenborn, A., Hubner, A., & Benton, L. A. 2011. Relationship
Satisfaction and Mental Health of Parents of Children With Autism: A
Comparison of Autism, ADHD, and Normative Children.
Taylor, E., & Barke, E. 2008. Disorders of attention and activity. In M. B. Rutter,
Rutter’s Child and Adolescent Psychiatry (5th ed., 521-542). Massachusetts:
Blackwell Publishing Limited.
Tresco, K. E., Lefler, E. K., & Power, T. J. 2010. Psychosocial Interventions to
Improve the School Performance of Students with Attention-
Deficit/Hyperactivity Disorder.
Tuckman, A. 2007. Integrative Treatment for Adult ADHD.
Ulinnihayah, P. S. 2007. Perbedaan Kemandirian Belajar Ditinjau dari Persepsi
Terhadap Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Sulung dan Anak Bungsu.
Waskita, A. W. 2013. Pembagian Warisan Anak Perempuan dan Laki-laki
Menurut KUH Perdata dan Hukum Adat Tionghoa
Yanis, A., Novriana, D. E., & Masri, M. 2013. Prevalensi Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas pada siswa dan siswi Sekolah Dasar Negeri
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013.
82
Yulianti, A. R., Soewadi, & DW, S. 2011. Dukungan Sosial Hubungannya
dengan Kejadian Depresi pada Ibu yang Mempunyai Anak Gangguan
Hiperkinetik.
Zuliawati, D. U. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Probabilitas
Ibu Rumah Tangga Untuk Bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten
Purworejo.
83
LAMPIRAN 1
INFORMASI PENELITIAN DAN FORMULIR PERSETUJUAN
Bersama ini kami akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan
antara Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas Pada Anak
Terhadap Kejadian Depresi Ibu di Sekolah Swasta di Denpasar”.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Saudara khususnya untuk
mengetahui kondisi mental yang saat ini dialami sekaligus berkonsultasi jika ada
masalah yang dijumpai.
Untuk mendapatkan data penelitian ini kami memerlukan keterangan dari
Saudara yang disampaikan dengan sejujurnya sesuai dengan apa yang dirasakan
sehari-hari. Kerahasiaan identitas dan keterangan akan kami jaga.
Partisipasi Saudara terhadap penelitian yang akan dilaksanakan oleh : dr.
A.A Dwi Ratih Arningsih.
Apabila dalam partisipasi pada penelitian ini dirasakan terdapat hal-hal
yang mengganggu atau merugikan maka Saudara dapat mengundurkan diri dan
membatalkan keikutsertaan dalam penelitian ini.
Sehubungan dengan penelitian ini jika ada informasi yang belum jelas atau
memerlukan keterangan lebih lanjut, silahkan menghubungi : dr. A.A Dwi Ratih
Arningsih (Hp: 087861333433) di Poliklinik Psikiatri RSUP Sanglah Denpasar.
84
LAMPIRAN 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Menyatakan bersedia secara suka rela untuk berpartisipasi dalam penelitian
dengan judul “Hubungan antara Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas Pada Anak Terhadap Kejadian Depresi Ibu di Sekolah
Swasta Denpasar”.
yang akan dilakukan oleh : dr. A.A Dwi Ratih Arningsih
Demikian persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya.
Denpasar, ...........................2015
Peneliti, Yang bertanda tangan,
(A.A Dwi Ratih Arningsih) ( )
Saksi
( )
85
LAMPIRAN 3
KUISIONER PENELITIAN
Hubungan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Pada Anak
Terhadap Kejadian Depresi Ibu di Sekolah Swasta Denpasar
Petunjuk pengisian
Anda diharapkan :
1. Isilah titik-titik yang telah disediakan sesuai dengan jawaban anda
2. Semua pertanyaan harus di jawab
3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti
A. Identitas Sampel
1. Nama : ………………………………………………………
2. Usia : ………....... tahun
3. Status Pernikahan : menikah/cerai/janda
4. Pendidikan : SMP/SMA/Diploma/Sarjana
5. Pekerjaan : PNS/ Swasta/ Wiraswasta
6. Jumlah Anak :
7. Adakah penyakit yang di derita saat ini (pilihan boleh lebih dari satu)
□ Diabetes Mellitus
□ Tekanan Darah Tinggi
□ Stroke
□ Lain-lain ………………………………………
□ Tidak ada
8. Adakah cacat fisik yang ibu atau anak yang derita saat ini ?
□ Ya
□ Tidak
9. Apakah sedang menjalankan terapi dari psikiater saat ini ?
□ Ada
□ Tidak
B. Identitas Anak yang bersekolah di Tunas Daud
1. Nama : ……………………………………………………….
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan
3. Usia : ……………… tahun
3. Urutan anak : Sulung/tengah/bungsu/tunggal *
* Coret yang tidak perlu
86
Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia
(SPPAHI)
Sama
Sekali
Tidak/
Sangat
jarang
Kadang
kadang
Sering
kali
Selalu
demi-
kian
1. Sering sulit mempertahankan perhatian pada waktu
melaksanakan tugas atau kegiatan bermain
2. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan
pada situasi yang tidak sesuai untuk hal tersebut
3. Gagal menyelesaikan sesuatu yang telah dimulai
4. Gagal memberi perhatian pada hal-hal kecil atau
ceroboh dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah,
pekerjaan, atau kegiatan lainnya
5. Sering seolah-olah tidak memperhatikan orang pada
waktu diajak bicara
6. Sering lambat dalam menyelesaikan tugas di sekolah
(mencatat, menyalin, mengerjakan soal)
7. Kemampuan sosialisasi buruk
8. Sering lupa tentang sesuatu yang telah dipelajari
9. Menghindari, enggan, atau mengalami kesulitan
melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan
ketekunan yang berkesinambungan (seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan
rumah)
10. Membutuhkan bimbingan penuh untuk dapat
menyelesaikan tugas
11. Mengalami kesulitan bermain atau melaksanakan
87
kegiatan dengan tenang di waktu senggang
12. Mudah terangsang dan impulsif (bertindak tanpa
berpikir)
13. Sering melontarkan jawaban secara terburu-buru
terhadap pertanyaan yang belum selesai ditanyakan
14. Meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain
di mana diharapkan untuk tetap duduk diam
15. Mengalami kesulitan untuk antri atau menunggu
giliran dalam bermain atau situasi kelompok
16. Sering perhatiannya mudah terpecah atau terbagi
17. Mudah tersinggung dan terganggu oleh orang lain
18. Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik
tanpa bantuan orang lain
19. Tidak dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan
waktunya
20. Tidak dapat mengikuti perintah secara berurutan
21. Perhatiannya mudah beralih ketika diberi petunjuk
untuk mengerjakan sesuatu
22. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan
dari luar
23. Sering ceroboh atau tidak teliti dalam menyelesaikan
tugas
24. Tidak pernah bisa diam, tidak mengenal lelah
25. Sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas atau kegiatan lain (seperti
tugas sekolah : pensil, buku, peralatan atau alat
bermain)
26. Sering seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak
bicara secara langsung
27. Sering gagal menyelesaikan tugas
88
28. Selalu dalam keadaan “siap gerak” atau aktivitasnya
seperti digerakkan oleh mesin
29. Sulit dikendalikan pada saat berada di Mall atau
sedang berbelanja
30. Sering menyela atau memaksakan diri terhadap orang
lain (misalnya memotong, “menyelak” percakapan
atau mengganggu permainan)
31. Sering usil, mengganggu anak lain di dalam kelas
32. Terlalu aktif atau aktivitas berlebihan
33. Tidak mampu mengikuti petunjuk dan gagal
menyelesaikan tugas sekolah (tidak disebabkan oleh
tingkah laku/sikap menentang atau kegagalan untuk
memahami petunjuk)
34. Tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa
diam, atau selalu bergerak)
35. Sering “bengong”, pada waktu melaksanakan tugas
Total Skor :
Penilaian Skor :
- Sama sekali tidak/sangat jarang = 0
- Kadang-kadang = 1
- Seringkali = 2
- Selalu demikian = 3
89
KUESIONER PENGUKUR DEPRESI
Beck Depression Inventory
APAKAH ANDA MENGALAMI HAL-HAL BERIKUT ?
1) 0. Saya tidak merasa sedih
1. Saya merasa sedíh
2. Sepanjang waktu saya sedih dan tidak bisa menghilangkan perasaan itu
3. Saya demikian sedih atau tidak bahagia sehingga saya tidak tahan lagi
rasanya
2) 0. Saya tidak terlalu berkecil hati mengenai masa depan
1. Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
2. Saya merasa bahwa tidak ada satupun yang dapat saya harapkan
3. Saya merasa bahwa masa depan saya tanpa harapan dan bahwa
semuanya tidak akan dapat membaik.
3) 0. Saya tidak menganggap diri saya sebagai orang yang gagal.
1. Saya merasa bahwa saya telah gagal lebih daripada kebanyakan orang
2. Saat saya menengok masa lalu, maka yang terlihat oleh saya hanyalah
kegagalan
3. Saya merasa bahwa saya adalah seorang yang gagal total
4) 0. Saya memperoleh banyak kepuasan dari hal-hal yang saya lakukan,
sama seperti sebelumnya
1. Saya tidak lagi menikmati berbagai hal, seperti yang pernah saya
rasakan dulu
2. Saya tidak memperoleh kepuasan sejati dari apapun lagi
3. Saya tidak puas atau bosan dengan segalanya
5) 0. Saya tidak terlalu merasa bersalah
1. Saya merasa bersalah dihampir seluruh waktu
2. Saya agak merasa bersalah disebagian besar waktu
3. Saya merasa bersalah sepanjang waktu
6) 0. Saya tidak merasa seolah saya sedang dihukum
1. Saya merasa mungkin saya sedang dihukum
2. Saya pikir saya akan dihukum
3. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum
7) 0. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
1. Saya kecewa dengan diri saya sendiri
2. Saya muak terhadap diri saya sendiri
3. Saya membenci terhadap diri saya sendiri
8) 0. Saya tidak merasa lebih buruk daripada orang lain
1. Saya cela diri saya sendiri karena kelemahan kelemahan atau kesalahan
saya.
90
2. Saya menyalahkan diri saya sepanjang waktu karena kesalahan
kesalahan saya
3. Saya menyalahkan diri saya untuk semua hal buruk yang terjadi
9) 0. Saya tidak punya sedikitpun pikiran untuk bunuh diri
1. Saya mempunyai pikiran-pikiran untuk bunuh diri, namun saya tidak
akan melakukannya
2. Saya ingin bunuh diri
3. Saya akan bunuh diri jika saya ada kesempatan
10) 0. Saya tidak lebih banyak menangis dibandingkan biasanya
1. Sekarang saya lebih banyak menangis daripada sebelumnya
2. Sekarang saya menangis sepanjang waktu
3. Biasanya saya mampu menangis, namun kini saya tidak dapat lagi
menangis walaupun saya menginginkannya.
11) 0. Saya tidak lebih terganggu oleh berbagai hal dibandingkan biasanya
1. Kini saya sedikit lebih pemarah daripada biasanya
2. Saya agak jengkel atau terganggu di sebagian besar waktu saya
3. Kini saya merasa jengkel sepanjang waktu
12) 0. Saya tidak kehilangan minat saya terhadap orang lain
1. Saya agak kurang berminat terhadap orang lain dibandingkan biasanya
2. Saya kehilangan hampir seluruh minat saya pada orang lain
3. Saya telah kehilangan seluruh minat saya pada orang lain
13) 0. Saya mengambil keputusan-keputusan hampir sama baiknya dengan
yang biasa saya lakukan.
1. Saya menunda mengambil keputusan lebih sering dari yang biasa saya
lakukan
2. Saya mengalami kesulitan lebih besar dalam mengambil keputusan
daripada sebelumnya
3. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan-keputusan lagi
14) 0. Saya tidak merasa bahwa keadaan saya tampak lebih buruk dari yang
biasanya
1. Saya khawatir saya tampak tua atau tidak menarik
2. Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
saya sehingga membuat saya tampak tidak menarik
3. Saya yakin bahwa saya tampak jelek
15) 0. Saya dapat bekerja sama baiknya dengan waktu-waktu sebelumnya
1. Saya membutuhkan suatu usaha ekstra untuk mulai melakukan sesuatu
2. Saya harus memaksa diri sekuat tenaga untuk melakukan sesuatu
3. Saya tidak mampu mengerjakan apapun lagi
16) 0. Saya dapat tidur seperti biasa
1. Tidur saya tidak senyenyak biasanya
2. Saya bangun 1-2 jam lebih awal dari biasanya dan merasa sukar sekali
untuk bisa tidur kembali
91
3. Saya bangun beberapa jam lebih awal daripada biasanya serta tidak
dapat tidur kembali
17) 0. Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
1. Saya merasa lebih mudah lelah dari biasanya
2. Saya merasa lelah setelah melakukan apa saja
3. Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun
18) 0. Nafsu makan saya tidak lebih buruk dari biasanya
1. Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya
2. Nafsu makan saya kini jauh lebih buruk
3. Saya tak memiliki nafsu makan lagi
19) 0. Berat badan saya tidak turun banyak / bahkan tetap akhir-akhir ini
1. Berat badan saya turun lebih dari lima pon
2. Berat badan saya turun lebih dari sepuluh pon
3. Berat badan saya turun lebih dari lima belas pon
20) 0. Saya tidak lebih cemas mengenai kesehatan saya daripada biasanya
1. Saya cemas mengenai masalah fisik seperti rasa sakit dan tidak enak
badan / perut mual / sembelit
2. Saya sangat cemas mengenai masalah fisik dan sukar untuk
memikirkan banyak hal lainnya.
3. Saya begitu cemas mengenai masalah fisik saya sehingga tidak dapat
berfikir tentang hal lain
21) 0. Saya tidak melihat adanya perubahan dalam minat saya terhadap sex
1. Saya kurang berminat dibidang sex dibanding biasanya
2. Kini saya sangat kurang berminat terhadap sex
3. Saya telah kehilangan minat terhadap sex sama sekali