HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER HEMATOLOGI ......dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 175...
Transcript of HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER HEMATOLOGI ......dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 175...
HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER
HEMATOLOGI DENGAN LAMA RAWAT INAP
PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
RAUDYA IWANA TUZZAHRA NIM: 1113103000004
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 18 Oktober 2016
Raudya Iwana Tuzzahra
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER HEMATOLOGI DENGAN
LAMA RAWAT INAP PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2014-2015
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Raudya Iwana Tuzzahra
NIM: 1113103000004
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
Pembimbing 1
dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH
NIP. 19731005 200604 2 001
Pembimbing 2
dr. Silvia Dewi, Sp.PD
NIP. 19770403 200804 2 007
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER
HEMATOLOGI DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM
(RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015 yang diajukan
oleh Raudya Iwana Tuzzahra (NIM: 1113103000004), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada Oktober 2016. Laporan
Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 18 Oktober 2016
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH
NIP. 19731005 200604 2 001
PIMPINAN FAKULTAS
Pembimbing 1
dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, K-GEH
NIP. 19731005 200604 2 001
Pembimbing 2
dr. Silvia Dewi, Sp.PD
NIP. 19770403 200804 2 007
Penguji 1
dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM
NIP. 19660629 199803 1 001
Penguji 2
dr. Mery Nitalia, Sp.PK
NIP. 19781230 200604 2 001
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes
NIP. 19650808 198803 1 002
Kaprodi PSKPD FKIK UIN
dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT
NIP. 19780507 200501 1 005
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN BEBERAPA
PARAMETER HEMATOLOGI DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DEWASA DI RUMAH SAKIT
UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014-2015”
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH selaku dosen pembimbing 1 yang
telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
dan membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian
ini.
4. dr. Silvia Dewi, Sp.PD selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
5. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM selaku dosen penguji yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan
serta memberi masukan untuk penelitian ini.
vi
6. dr. Merry Nitalia, Sp.P.K selaku dosen penguji yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi
masukan untuk penelitian ini.
7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter 2013.
8. Kedua orangtua penulis, H. Irwan Ruswandi dan Hj. Ai Kusmiati, yang
selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan
dukungan baik moral maupun material, serta adik tercinta Maghfira Iwana
Aqilla yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi terselesaikannya
penelitian ini.
9. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Pihak RSU Kota Tangerang Selatan, Direktur rumah sakit beserta
jajarannya, Ibu Fina, dan seluruh staf rekam medis rumah sakit yang telah
membantu berlangsungnya penelitian ini.
11. Teman-teman seperjuangan riset, Ahmad Sisjufri M, Nur Hakimatul
Faizah, Rohman Sungkono, Azmi Jabbar Nasution, dan Charifa Sama
yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati berbagai
hal dalam penelitian ini.
12. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi
banyak manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2016
Raudya Iwana Tuzzahra
vii
ABSTRAK
Raudya Iwana Tuzzahra. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Hubungan Beberapa Parameter Hematologi dengan Lama Rawat Inap
Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Dewasa di Rumah Sakit Umum
(RSU) Kota Tangerang Selatan Tahun 2014-2015.
Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
jumlah trombosit, jumlah leukosit, dan nilai hematokrit dengan lama rawat inap
pasien DBD. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 175 pasien DBD dewasa yang
menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014-2015. Data
diperoleh dari rekam medis pasien dengan teknik consecutive sampling. Uji
statistik menggunakan chi square dan uji fisher. Hasil: Tidak terdapat hubungan
bermakna antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap (p=1,000). Tidak
terdapat hubungan bermakna antara jumlah leukosit dengan lama rawat inap
(p=0,393). Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan
lama rawat inap (p=0,630). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jumlah trombosit, jumlah leukosit, dan nilai hematokrit dengan
lama rawat inap pasien DBD dewasa di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014-
2015.
Kata Kunci: Demam berdarah dengue (DBD), trombosit, leukosit, hematokrit,
lama rawat inap.
ABSTRACT
Raudya Iwana Tuzzahra. School of Medicine. The Association of Several
Hematological Parameters with Length of Stay of Adult Patients with
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in General Hospital of South Tangerang
in 2014-2015.
Background: This study aims to determine the relationship between the number
of platelets, leukocyte count and hematocrit values with length of stay of patients
with DHF. Methods: This study was an observational analytic research with cross
sectional approach. Samples were 175 adult dengue patients were hospitalized in
General Hospital of South Tangerang in 2014-2015. Data was collected from
medical records of patients by used consecutive sampling technique. Chi square
and fisher test were used as the statistical test. Results: There was no significant
relationship between platelets count with length of stay (p = 1.000). There was no
significant relationship between leukocytes count with length of stay (p = 0.393).
There was no significant relationship between hematocrit value with length of stay
(p = 0.630). Conclusion: There was no significant relationship between the
number of platelets, leukocyte count and hematocrit values with length of stay of
adult dengue patients in General Hospital of South Tangerang in 2014-2015.
Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF), platelets, leukocyte, hematocrit,
duration of hospital stay.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAM PEMBIMBING .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii
BAB 1: PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Hipotesis ......................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti ........................................... 4
1.5.2 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan ........ 5
1.5.3 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi ........................... 5
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6
2.1 Kerangka/Landasan Teori .............................................................. 6
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah ................................................ 6
2.1.2 Etiologi .................................................................................. 6
2.1.3 Penularan Virus Dengue ....................................................... 8
2.1.4 Patogenesis ............................................................................ 9
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................. 13
2.1.6 Diagnosis ............................................................................... 17
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 19
2.1.8 Penatalaksanaan .................................................................... 20
2.1.9 Pencegahan ............................................................................ 26
2.1.10 Kriteria Memulangkan Pasien ............................................. 26
2.1.11 Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap .... 27
2.1.12 Hubungan Jumlah Leukosit dengan Lama Rawat Inap....... 29
2.1.13 Hubungan Nilai Hematokrit dengan Lama Rawat Inap ...... 30
2.6 Kerangka Teori............................................................................... 31
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................... 32
2.8 Definisi Operasional....................................................................... 32
BAB 3: METODE PENELITIAN........................................................... 34
3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 34
ix
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 34
3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 34
3.3.1 Populasi Target...................................................................... 34
3.3.2 Populasi Populasi Terjangkau ............................................... 34
3.3.3 Sampel ................................................................................... 34
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................................... 35
3.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................................... 35
3.4.2 Kriteria Eksklusi.................................................................... 35
3.5 Besar Sampel .................................................................................. 36
3.6 Cara Kerja Penelitian ..................................................................... 36
3.7 Alur Penelitian ............................................................................... 37
3.8 Manajemen dan Analisis Data ....................................................... 37
BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 38
4.1 Deskripsi Sampel Penelitian .......................................................... 38
4.1.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Rawat Inap................ 38
4.1.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 39
4.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ..................................... 39
4.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Penyakit DBD ........ 40
4.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Trombosit ............... 40
4.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Leukosit ................. 41
4.1.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai Hematokrit ................. 41
4.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 42
4.2.1 Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap ...... 42
4.2.2 Hubungan Jumlah Leukosit dengan Lama Rawat Inap......... 42
4.2.3 Hubungan Nilai Hematokrit dengan Lama Rawat Inap ........ 43
4.3 Pembahasan ................................................................................... 48
4.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 49
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 50
5.1 Simpulan ........................................................................................ 50
5.2 Saran ............................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52
LAMPIRAN ............................................................................................... 56
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ 60
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Skema Virion Dengue ................................................................................... 7
2.2 Hipotesis Infeksi Sekunder ........................................................................... 11
2.3 Gambaran Respon Antibodi Pada Infeksi Primer dan Infeksi Sekunder ...... 12
2.4 Perjalanan Penyakit Dengue ......................................................................... 14
2.5 Skema Manifestasi Klinis Infeksi Dengue .................................................... 15
2.6 Skema Observasi dan Pemberian Cairan Suspek DBD Dewasa
Tanpa Renjatan di Unit Gawat Darurat ......................................................... 22
2.7 Skema Tatalaksana DBD dengan Peningkatan Ht > 20% ............................ 23
2.8 Skema Tatalaksana Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa ....................... 24
2.9 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa ...................................... 25
2.10 Gambaran pembentukan sel darah (hematopoiesis) .................................... 28
2.11 Hematokrit (angka-angka yang disajikan adalah untuk pria) ..................... 30
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Klasifikasi WHO 2011 untuk derajat penyakit infeksi DBD ........................ 19
4.1 Distribusi sampel berdasarkan lama rawat inap ............................................ 38
4.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ................................................ 39
4.3 Distribusi sampel berdasarkan usia ............................................................... 39
4.4 Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit ............................................ 40
4.5 Distribusi sampel berdasarkan jumlah trombosit .......................................... 40
4.6 Distribusi sampel berdasarkan jumlah leukosit............................................. 41
4.7 Distribusi sampel berdasarkan nilai hematokrit ............................................ 41
4.8 Hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap ................................... 42
4.9 Hubungan jumlah leukosit dengan lama rawat inap ..................................... 42
4.10 Hubungan nilai hematokrit dengan lama rawat inap .................................. 43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Data ........................................................................ 56
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ....................................................................... 59
Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup .................................................................... 60
xiii
DAFTAR SINGKATAN
DD : Demam dengue
DBD : Demam berdarah dengue
SSD : Sindrom syok dengue
DF : Dengue fever
DHF : Dengue haemorraghic fever
DSS : Dengue shock syndrome
ADE : Antibody dependent enchancement
PAF : Platelet activating factor
FDP : Fibrin degradation product
VD : Virus dengue
ADP : Adenosin Difosfat
PF4 : Platelet factor 4
CRT : Capillary refill time
RNA : Ribonucleic acid
RT-PCR : Reverse transcription polymerase chain reaction
PT : Prothrombin time
APTT : Activated partial thromboplastin time
HI-test : Haemagglutination inhibition test
Ht : Hematokrit
SGOT : Serum glutamic oxaloacetic transaminase
SGPT : Serum glutamic pyruvic transaminase
KID : Koagulasi intravaskular diseminata
PRC : Packed red cells
FFP : Fresh frozen plasma
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
banyak terjadi di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia, DBD sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat sejak tahun 1968. Menurut WHO, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, Indonesia adalah negara dengan jumlah kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Pada tahun 1968 tercatat 58 kasus DBD, dan
pada tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 158.912 kasus. Data dari seluruh
dunia menunjukan bahwa Asia merupakan benua dengan jumlah penderita DBD
terbanyak setiap tahunnya.1
Indonesia merupakan negara yang padat dengan jumlah populasi mencapai
245 juta penduduk. Pulau Jawa adalah daerah dengan angka kejadian infeksi DBD
tertinggi, karena merupakan pulau terpadat di Indonesia dengan hampir 60%
penduduk Indonesia menetap di pulau Jawa.2 Untuk pertama kalinya pada tahun
1972 kasus DBD dilaporkan terjadi diluar pulau Jawa yaitu di Sumatera Barat dan
Lampung.3
Kasus DBD terus meningkat dan penyebarannya semakin meluas
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah perpindahan penduduk yang
tinggi, perkembangan dan pembangunan kota, serta perubahan iklim yang
berpengaruh terhadap curah hujan, suhu, kelembaban dan arah udara yang
mendukung ekosistem untuk perkembangbiakan vektor penyakit.1,2 Diketahui
dalam lima tahun terakhir yaitu sejak tahun 2005-2009 terdapat 5 provinsi dengan
angka insiden tinggi yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara,
dan Kepulauan Riau. Diantara kelimanya yaitu DKI Jakarta yang selalu tercatat
memiliki angka insiden tertinggi.1
Data Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan hingga akhir Januari tahun 2016,
kejadian luar biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 9 kabupaten dan 2
2
kota dari 7 provinsi di Indonesia. Wilayah KLB tersebut antara lain: 1) Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten; 2) Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan; 3)
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu; 4) Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar,
Provinsi Bali; 5) Kabupaten Bulukumba, Pangkep, Luwu Utara, dan Wajo,
Provinsi Sulawesi Selatan; 6) Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo; serta 7)
Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Sepanjang bulan Januari, kasus DBD yang
terjadi di wilayah tersebut tercatat sebanyak 492 orang dengan jumlah kematian
25 orang.4
Telah diketahui angka insiden DBD terus meningkat dari tahun ke tahun,
namun angka kematian pada pasien DBD terlihat mengalami penurunan. Pada
awal tahun penyebaran DBD angka kematian pasien di Indonesia terhitung sangat
tinggi, tercatat 41,4% pada tahun 1968. Angka tersebut kemudian berangsur turun
hingga tahun 2009 tercatat 0,89%. Angka kematian nasional telah berhasil
mencapai angka kurang dari 1%, tetapi angka kematian dibeberapa provinsi di
Indonesia masih tinggi diatas 1%. Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2009
memiliki angka kematian tertinggi yaitu (4, 58%), Bengkulu (3,08%), Gorontalo
(2,2%), DKI Jakarta (0,11%) dan yang terendah adalah provinsi Sulawesi Barat
(0%).1
Angka kematian pasien DBD yang semakin berkurang menunjukan bahwa
program & upaya penanganan pasien DBD oleh petugas kesehatan telah berhasil
di beberapa provinsi di Indonesia. Data telah memperlihatkan bahwa provinsi
dengan angka insiden tinggi berbeda dengan provinsi yang memiliki angka
kematian pasien DBD tinggi. Kemungkinan ini terjadi disebabkan oleh perbedaan
dari pelayanan medis, akses pasien ke pelayanan kesehatan, dan tingkat
pengetahuan mengenai DBD di masyarakat. Faktor lain juga yang perlu
diperhatikan yaitu pelatihan manajemen kasus bagi petugas kesehatan, penyediaan
sarana dan prasarana untuk deteksi dini dan penanganan dengan tepat dan cepat.1
Indikasi rawat inap pasien DBD yaitu jika ditemukan tanda bahaya, keluhan
dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ, kenaikan hematokrit pada
pemeriksaan kedua, dan memiliki faktor komorbiditas (kehamilan, diabetes
3
mellitus, hipertensi).1 Menurut protokol 1 yang telah dibuat oleh Perhimpunan
Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) pasien DBD harus dirawat inap,
pertama jika Hb, Ht normal, dengan kadar trombosit <100.000, dan kedua jika
Hb,Ht meningkat, dengan trombosit normal atau turun.5
Pasien DBD berasal dari berbagai kalangan usia, bahkan cenderung
mengenai usia-usia produktif dan tidak memandang jenis kelamin, karena kedua
jenis kelamin memiliki risiko yang sama terkena DBD.1,6 Dari berbagai kasus
yang telah dilaporkan, Depkes RI telah mendata kasus rawat inap DBD di RS dari
tahun 2004-2008 yang menunjukan tingginya pasien rawat inap DBD dirumah
sakit, serta terlihat peningkatan dari tahun 2004 yang berjumlah 49.741 menjadi
90.466 di tahun 2008.1
Pasien DBD rata-rata menghabiskan waktu rawat inap di rumah sakit
dengan manajemen standar selama 4,2 ± 1,5 hari.7 Menurut penelitian yang
dilakukan di RSUD Tarakan pada tahun 2004 pasien dirawat di rumah sakit rata-
rata 4 hari, dengan variasi antara 1 sampai 10 hari.8 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Mayetti (2010) yang menyatakan bahwa jumlah trombosit,
hematokrit, dan leukosit merupakan faktor risiko syok pada DBD.9 Pada
penelitian Hasri Nopianto menyatakan bahwa terdapat pengaruh bermakna antara
jumlah trombosit (p=0,036) dan jumlah leukosit (p=0,003) terhadap lama rawat
inap, dan tidak terdapat pengaruh bermakna antara usia (p=0,162), jenis kelamin
(p=0,169), dan nilai hematokrit (p=0,697) terhadap lama rawat inap.10 Penelitian
Nikodemus Siregar (2010) menyatakan terdapat hubungan yang sangat lemah
(tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat inap (r=0,262).11
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ita Perwira (2011) menyatakan bahwa jumlah
trombosit (p=0.013, OR=2.585, 95% CI 1.220-5.478) dan jumlah
leukosit(p=0.024, OR=1.624, 95% CI 1.065-2.475) memiliki hubungan bermakna
dengan lama rawat inap pasien yang terinfeksi virus dengue.12
Oleh karena itu perlu diketahui faktor yang dapat memperkirakan lama
rawat inap pasien DBD di rumah sakit. Pada penelitian ini variabel yang akan
diteliti yaitu jumlah trombosit, leukosit, dan nilai hematokrit.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan antara beberapa parameter hematologi dengan
lama rawat inap pasien DBD dewasa di RSU Kota Tangerang Selatan?
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara beberapa parameter hematologi dengan lama
rawat inap pasien DBD dewasa di RSU Kota Tangerang Selatan.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan beberapa parameter hematologi dengan lama
rawat inap pasien DBD dewasa di RSU Kota Tangerang Selatan.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran hasil pemeriksaan trombosit hari pertama
masuk rumah sakit pada pasien DBD rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan.
b. Untuk mendapatkan gambaran hasil pemeriksaan leukosit hari pertama
masuk rumah sakit pada pasien DBD rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan.
c. Untuk mendapatkan gambaran hasil pemeriksaan hematokrit hari pertama
masuk rumah sakit pada pasien DBD rawat inap di RSU Kota Tangerang
Selatan.
d. Untuk mengetahui hubungan jumlah trombosit, jumlah leukosit, dan nilai
hematokrit hari pertama pasien masuk rumah sakit dengan lama rawat inap
pasien DBD rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti
a. Menjadi sarana belajar bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
b. Sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Kedokteran.
5
c. Melatih cara berpikir analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah.
d. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam penelitian.
1.5.2 Manfaat Penelitian bagi RSU Kota Tangerang Selatan
Membantu petugas kesehatan dalam memperkirakan lama rawat
inap pasien DBD.
1.5.3 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai realisasi dari tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan
fungsinya sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat.
b. Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
di bidang kedokteran.
c. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan jumlah trombosit, jumlah leukosit, dan nilai hematokrit dengan
lama rawat inap pasien DBD di masa depan.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka/Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah
Demam dengue/DD (dengue fever, DF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan merupakan peyakit yang mengenai anak-anak
dan orang dewasa. Penyakit ini memiliki gejala klinis yaitu demam secara tiba-
tiba, yang disertai sakit kepala berat, nyeri pada pergerakan bola mata, nyeri otot,
nyeri sendi, gangguan gastrointestinal, leukopenia, ruam, dan trombositopenia
yang perlu observasi terutama jika disertai tanda perdarahan. Tanda perdarahan
ringan yang mungkin ditemukan seperti petekie, epistaksis, dan perdarahan pada
gusi.13 Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorraghic fever, DHF)
merupakan salah satu dari klasifikasi derajat penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue.5,13
DBD adalah suatu penyakit yang parah dan sering bersifat fatal, dan
merupakan penyakit dengan manifestasi demam yang disebabkan oleh virus
dengue.14 Pada DBD memperlihatkan semua gejala yang dialami oleh pasien DD,
namun disertai tanda perdarahan (tes tourniquet positif dan perdarahan spontan),
trombositopenia, tanda yang menunjukan peningkatan permeabilitas vaskular
(hemokonsentrasi atau efusi cairan di rongga dada dan perut), abnormalitas
hemostasis. Pada kasus yang parah, pasien dengan sindrom renjatan (dengue
shock syndrome, DSS) dapat mengalami kehilangan protein yang didasari oleh
mekanisme imunopatologis.13,14
2.1.2 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue genus flavivirus, yang termasuk
kedalam group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirus).5,15 Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106. Virionnya terdiri dari nukleokapsid dengan bentuk kubus
simetris dan terbungkus oleh amplop lipoprotein. Rangkaian kromosom virus
7
dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga protein struktural
yaitu nukleokapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M), dan
suatu protein envelope (E), serta gen protein non struktural (NS).16
Gambar 2.1 Skema Virion Dengue18
Virus dengue memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan DD dan DBD.5 Keempat serotipe
virus ini telah di temukan di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia
menunjukan DEN-3 merupakan serotipe yang banyak ditemukan dan
menyebabkan kasus yang berat.15
Infeksi dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti meskipun
dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus yang hidup dikebun. Kedua
jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh pelosok di Indonesia, kecuali
ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.15
Viremia diawali oleh demam persisten, dalam jangka waktu yang lama. Virus
dengue ditemukan di daerah tropis seperti India, Asia Tenggara, Kepulauan
Pasifik, Kepulauan Karibia, Amerika Selatan, Afrika dan Timur Tengah. Wabah
dengue terjadi ketika serotipe baru menginfeksi komunitas atau individu dalam
jumlah besar sehingga menyebabkan daerah tersebut menjadi endemis.17
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh daerah di
Indonesia.5
8
2.1.3 Penularan Virus Dengue
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai
1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit oleh nyamuk penular, maka
virus yang ada pada darah penderita akan ikut terisap masuk kedalam lambung
nyamuk, kemudian virus akan memperbanyak diri dan tersebar diseluruh jaringan
tubuh nyamuk termasuk di kelenjar liurnya. Nyamuk tersebut siap menularkan ke
orang lain kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya, oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus
dengue akan menjadi penular (infektif). Penularan ini terjadi karena sebelum
menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat
tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku.15
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan,
yaitu dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina seperti bejana
yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue
yaitu:5
1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan vektor menggigit, kepadatan
vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu: terdapat penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, dan usia serta jenis kelamin.
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
Nyamuk betina menyukai darah karena diperlukan untuk mematangkan
telur jika dibuahi oleh sperma jantan telur dapat menetas. Biasanya nyamuk betina
mencari mangsa pada siang hari. Aktivitas mengigitnya mulai pagi hingga petang,
dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Setelah
menghisap darah, nyamuk ini hinggap di dalam atau kadang-kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak
9
gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya.15
2.1.4 Patogenesis
Virus dengue setelah masuk kedalam tubuh manusia akan menuju ke
beberapa organ sasaran yang merupakan sel-sel yang termasuk kedalam sistem
retikuloendotelial, yaitu sel kupffer di hepar, sel mesangial di ginjal, sel mikroglia
di otak, limpa, nodus limpatikus, sumsum tulang, serta paru.6,18 Pada beberapa
penelitian menunjukan bahwa sel monosit dan makrofag memiliki peran pada
infeksi, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus kedalam sel
dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen
struktur virus.6
Berdasarkan data yang ada, mekanisme imunopatologis berperan kuat
dalam proses terjadinya demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom renjatan
dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis terjadinya DBD
adalah:5
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibodi. Antibodi terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan
makrofag, hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan
TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini meningkatkan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
10
Infeksi virus dengue menyebabkan reaksi imunitas protektif terhadap
serotipe virus yang menginfeksi, namun tidak ada cross protective terhadap
serotipe virus lain.6 Teori secondary heterologous infection yang diungkapkan
oleh Halstead pada tahun 1973, menyatakan bahwa DBD/DHF akan terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan serotipe yang berbeda.5 Pada
infeksi sekunder, jumlah sel terinfeksi dari sistem retikuloendotelial lebih banyak
dari infeksi primer, dan karena itu jumlah virion dalam tubuh juga akan lebih
banyak.18
Pada tahun 1994 Kurane dan Ennis merangkum pendapat Halstead dan
penelitian lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non nentralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag menyebabkan aktivasi
T-helper dan T Sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresikan mediator
inflamasi seperti TNF-α, IL-1, platelet activating factor (PAF), IL-6, dan
Histamin yang meyebabkan disfungsi endotel dan kebocoran plasma. Peningkatan
Ca3 dan Ca5 terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi juga menyebabkan
kebocoran plasma.5
11
Gambar 2.2 Hipotesis Infeksi Sekunder5
Pada infeksi primer, antibodi yang pertama kali terbentuk adalah antibodi
netralisasi yang terbentuk pada hari kelima minggu pertama sampai dengan
minggu keempat untuk kemudian turun dengan lambat dan keberadaannya akan
bertahan seumur hidup, antibodi ini sifatnya spesifik untuk tipe virus yang
menyerang. Antibodi kemudian muncul pada beberapa hari setelahnya yaitu
antibodi hambatan hemaglutinasi yang timbul dan naik titernya sejajar dengan
kenaikan titer antibodi netralisasi untuk kemudian kadarnya turun lebih cepat dari
antibodi netralisasi dan bertahan dalam tubuh bertahun-tahun. Antibodi hambat
hemaglutinasi sangat bereaksi silang dengan virus dengue tipe lain dan anggota
flavivirus lainnya.18
Antibodi ketiga yang muncul yaitu antibodi pengikat komplemen, yang
timbul mulai minggu kedua sampai minggu ketiga dan titernya naik cepat hampir
Infeksi dengue sekunder dengan serotipe berbeda
Replikasi virus Respon antibodi
Komplek antigen virus-antibodi
Agregasi platelet Aktivasi
komplemen
Aktivasi
kaskade
koagulasi Pengeluaran
platelet factor
III
Gangguan
fungsi
trombosit
Konsumtifitas
Faktor
pembekuan
FDP
Reaksi
anafilatoksis
Peningkatan
permeabilitas
vaskular
Syok
Aktivasi
faktor
hageman
Kinin
Kini
Eliminasi
trombosit
oleh RES
Trombositopenia
12
sejajar dengan kenaikan titer antibodi hambatan hemaglutinasi dan mencapai titer
maksimum setelah satu hingga dua bulan atau setelah penyakitnya hilang.
Kemudian antibodi ini akan hilang dari tubuh dalam 1-3 tahun. Antibodi pengikat
komplemen juga akan mengalami reaksi silang dengan anggota flavivirus lain.18
Antibodi yang muncul umumya adalah IgG dan IgM, pada infeksi primer
antibodi ini pertama kali dibentuk, selanjutnya pada infeksi sekunder kadarnya
semakin meningkat. Pada infeksi primer kadar antibodi IgG meningkat pada
demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua.6
Gambar 2.3 Gambaran respon antibodi pada infeksi primer dan infeksi sekunder21
Timbulnya gejala (hari)
Deteksi NS1
Virus RNA isolasi deteksi
IgM Sekunder
IgM Primer
IgG Sekunder
IgG infeksi sekunder
Viremia
13
Trombositopenia pada infeksi virus dengue terjadi melalui mekanisme:5
1. Supresi sumsum tulang. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi
(< 5 hari) menunjukan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai maka terjadi peningkatan hematopoiesis dan
megakariopoiesis. Pada tombositopenia kadar trombopoietin mengalami
peningkatan, hal ini menunjukan stimulasi trombopoiesis sebagai
kompensasi trombositopenia.
2. Destruksi dan pemendekan masa trombosit. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin, dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat dari interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein CI-inhibitor complex).5
2.1.5 Manifestasi Klinis
Seseorang yang terinfeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
simtomatik dan manifestasi klinis yang timbul dapat bervariasi mulai dari demam
tidak khas (infeksi virus), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD)
dan sindrom syok dengue (SSD). Gambaran klinis bergantung pada beberapa
faktor seperti umur, kondisi imun host, strain virus dan infeksi primer atau infeksi
sekunder.19,20
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi memiliki risiko untuk terjadi renjatan jika tidak memperoleh
14
pengobatan adekuat. Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang
3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri
tulang belakang, dan perasaan lelah.5
Infeksi virus dengue adalah penyakit sistemik dan bersifat dinamis.
Penyakit ini memiliki spektrum klinis yang luas termasuk manifestasi klinis yang
berat dan tidak berat. Setelah periode inkubasi, penyakit ini dimulai secara tiba-
tiba dan diikuti oleh tiga fase yaitu: fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan.
Triase, perawatan yang tepat, dan pegambilan keputusan yang tepat dimana
penanganan harus diberikan (di fasilitas kesehatan atau di rumah) dipengaruhi
oleh klasifikasi dari dengue.21
Gambar 2.4 Perjalanan penyakit dengue21
Pada waktu penurunan suhu tubuh dalam kisaran temperatur suhu menjadi
37,5-38oC atau kurang dibawahnya, biasanya pada hari ke 3-7 penyakit,
peningkatan permeabilitas kapiler secara pararel dengan peningkatan kadar
Hari sakit
Suhu tubuh
Masalah klinis potensial
Perubahan nilai laboratorium
Serologi dan virologi
Perjalanan penyakit: Demam Kritis Fase pemulihan
Viremia IgM/IgG
Hematokrit
Trombosit
Kerusakan organ
Kelebihan
reabsorpsi
cairan
Perdarahan
Syok Dehidrasi
15
hematokrit mungkin terjadi. Ini merupakan tanda awal dari fase kritis. Periode
kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam.
Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan cepat jumlah trombosit biasanya
mendahului kebocoran plasma. Pasien yang tidak mengalami peningkatan
permeabilitas kapiler akan mengalami perbaikan, tetapi pada pasien yang
mengalami peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai
akibat hilangnya volume plasma. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi
pleura dan asites dapat terdeteksi secara klinis tergantung derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. X-ray dada dan USG abdomen dapat digunakan
sebagai alat diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit diatas kadar awal sering
mencerminkan keparahan kebocoran plasma.21
Gambar 2.5 Skema manifestasi klinis infeksi virus dengue19
Infeksi virus dengue
Asimtomatik Simtomatik
Demam dengue
(DD)
Undifferentiated
fever (viral
syndrome
Expanded dengue
syndrome/Isolated
organopathy
(unusual
manifestation)
Demam berdarah
dengue (DBD)
(dengan kebocoran
plasma)
Dengan
perdarahan
Tanpa
perdarahan
DBD non-
syok
DBD dengan
syok/Sindrom
syok dengue
(SSD)
16
Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue:19
a. Undifferentiated Fever (viral syndrome)
Bayi, anak, dan orang dewasa yang terinfeksi virus dengue, terutama yang
baru terinfeksi pertama kali (infeksi primer), mungkin akan mengalami demam
yang tidak berbeda dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular mungkin
menyertai demam, atau timbul selama suhu tubuh kembali normal. Gejala umum
pada saluran pernafasan atas dan gastrointestinal sering muncul.
b. Demam Dengue
Demam dengue (DD) lebih sering pada anak, remaja, dan orang dewasa.
Gejala umumnya demam akut, dan sewaktu-waktu demam bifasik dengan sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, ruam, leukopenia, dan trombositopenia mungkin
juga perlu diobservasi. Meskipun demam dengue bersifat tidak mengancam
nyawa, namun dapat menjadi penyakit yang melumpuhkan dengan sakit kepala
yang berat, nyeri otot, sendi dan tulang (demam tulang), terutama pada orang
dewasa. Kadang perdarahan yang tidak biasa dapat terjadi seperti perdarahan
gastrointestinal, hypermenorrhea, dan epistaksis. Di daerah endemis demam
berdarah, wabah DD jarang terjadi pada orang lokal.
c. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) sering terjadi pada anak yang berusia
kurang dari 15 tahun di area hiperendemis, dan berkaitan dengan infeksi yang
berulang. Pada orang dewasa kejadian DBD meningkat. DBD ditandai oleh onset
akut dari demam tinggi dan berhubungan dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan DD di fase awal demam. Ada tanda perdarahan umum seperti positif tes
tourniquet (TT), petekie, mudah memar, dan perdarahan gastrointestinal pada
kasus yang parah. Pada akhir masa demam, ada kecenderungan untuk berkembang
menjadi sindrom syok dengue (SSD) akibat kebocoran plasma.
Adanya tanda-tanda waspada yang mendahului seperti muntah, nyeri
perut, letargi atau gelisah, atau perasaan sensitif dan oliguria penting diketahui
17
untuk intervensi SSD. Hemostasis abnormal dan kebocoran plasma adalah
patofisiologi utama terjadinya DBD. Trombositopenia dan peningkatan
hematokrit/hemokonsentrasi selalu ditemukan sebelum demam turun/onset dari
syok.
d. Expanded Dengue Syndrome
Manifestasi yang tidak biasa dari pasien dengan keterlibatan organ yang
berat seperti hepar, ginjal, otak atau jantung yang berkaitan dengan infeksi dengue
telah dilaporkan meningkat pada DBD dan juga pada pasien dengue yang tidak
terbukti mengalami kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa ini mungkin
berkaitan dengan koinfeksi, komorbiditas, dan komplikasi dari syok yang
berkepanjangan. Penyelidikan lengkap harus dilakukan pada kasus ini.
Kebanyakan dari pasien DBD yang memiliki manifestasi tidak biasa adalah akibat
dari syok yang berkepanjangan dengan kerusakan organ atau pasien dengan
komorbiditas dan koinfeksi.
2.1.6 Diagnosis
Menurut WHO tahun 2011 diagnosis infeksi dengue dapat ditegakan
melalui kriteria berikut:19
Demam Dengue (DD)
Demam akut disertai minimal 2 dari tanda berikut:
o Sakit kepala
o Nyeri retro-orbital
o Nyeri otot
o Nyeri sendi
o Ruam
o Manifestasi perdarahan
o Leukopenia ≤ 5000 sel/mm3
o Trombositopenia ≤150.000 sel/mm3
o Peningkatan hematokrit 5-10%
18
Dan disertai 1 dari tanda berikut:
o Tes serologi positif
o Terdapat kasus DBD di waktu dan lokasi tempat tinggal yang sama
dengan pasien
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Semua tanda dibawah ini:
o Demam akut 2-7 hari
o Manifestasi perdarahan: tes tourniquet positif, petekie, ekimosis
atau purpura, atau perdarahan mukosa, perdarahan saluran cerna,
dan lainnya.
o Hitung tombosit ≤100.000 sel/mm3
o Tanda kebocoran plasma: peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi
≥20%, efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia/albuminemia
Sindrom Syok Dengue
Kriteria demam berdarah dengue seperti diatas dengan tanda-tanda syok
dibawah ini:
o Takikardia, akral dingin, CRT > 2 detik, nadi lemah, dan letargi
o Tekanan nadi ≤20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik,
contoh 100/80 mmHg
o Hipotensi berdasarkan usia. Tekanan sistolik < 80 mmHg untuk
usia dibawah 5 tahun atau < 80-90 untuk anak yang lebih tua dan
orang dewasa.
19
Tabel 2.1 Klasifikasi WHO 2011 untuk derajat penyakit infeksi DBD19
DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DD Demam dengan 2 gejala dibawah
yang menyertai:
o Sakit kepala
o Nyeri retro-orbital
o Nyeri otot
o Arthtralgia/nyeri tulang
o Ruam
o Gelaja perdarahan
o Tidak ada bukti kebocoran
plasma
o Leukopenia (wbc ≤
5000 sel/mm3)
o Trombositopenia (<
150.000 sel/mm3)
o Peningkatan
hematokrit (5-10%)
o Tidak ada bukti
kebocoran plasma
DBD I Demam dan gejala perdarahan
(tourniquet test +) dan bukti
kebocoran plasma.
Trombositopenia < 100.000
sel/mm3, peningkatan Ht ≥
20%.
DBD II Gejala seperti derajat I diatas diserta
perdarahan spontan.
Trombositopenia < 100.000
sel/mm3, peningkatan Ht ≥
20%.
DBD# III Gejala seperti derajat I dan II
ditambah kegagalan sirkulasi (Nadi
lemah, tekanan nadi sempit (≤ 20
mmHg), hipotensi, dan gelisah).
Trombositopenia < 100.000
sel/mm3, peningkatan Ht ≥
20%.
DBD# IV Gejala seperti derajat III ditambah
syok berat dengan tekanan darah dan
nadi tidak terukur.
Trombositopenia < 100.000
sel/mm3, peningkatan Ht ≥
20%.
#: DBD III dan IV adalah SSD
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti untuk menegakan infeksi virus dengue dapat diperoleh
dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA
dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
dan IgG. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa adalah:5
Leukosit: jumlah dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat
ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) diserta adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada
fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya akan trombositopenia pada hari ke 3-8.
20
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukan peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT: dapat meningkat.
Ureum dan kreatinin: bila didapat gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
Imunoserologi dilakukan dengan pemeriksaan IgM dan IgG
IgM: Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat hingga minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
Haemagglutination Inhibition Test (HI)
HI paling sering digunakan dimasa lalu untuk diagnosis serologi rutin
infeksi dengue. Uji ini sensitif dan mudah dilakukan, membutuhkan
peralatan minimal, dan sangat akurat jika dilakukan dengan benar. Karena
antibodi HI bertahan lama (hingga lebih dari 50 tahun), tes ini baik untuk
studi sero-epidemiologi.19
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan demam dengue adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
21
Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa,
sebagai berikut:5
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) dan juga dipakai dalam memutuskan indikasi rawat inap.
Gambar 2.6 Skema Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa
renjatan di Unit Gawat Darurat5
Penderita infeksi dengue yang harus dirawat inap adalah pasien dengan
tanda bahaya. Tanda bahaya tersebut adalah: keluhan dan tanda hipotensi,
perdarahan, gangguan organ (ginjal, hepar, jantung, dan neurologik), peningkatan
hematokrit pada pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites, komorbiditas (kehamilan,
diabetes mellitus, hipertensi, dan tukak petik), dan pasien denga kondisi sosial
tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan, dan transportasi sulit).1
Rawat
Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)
Hb, Ht
meningkat
trombosit
normal/turun
Hb, Ht normal,
trombosit < 100.000
Hb, Ht normal,
trombosit 100.000-
150.000
Hb, Ht,
trombosit
normal
Observasi,
rawat jalan,
periksa Hb, Ht,
Leukosit,
Trombosit/24
jam
Rawat Observasi,
rawat jalan,
periksa Hb, Ht,
Leukosit,
Trombosit/24
jam
22
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang
Rawat Inap
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan rumus berikut ini:
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, tiap 24 jam:
- Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 sel/mm3
jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi
pemantauan Hb, Ht, dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.
- Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dengan peningkatan Ht > 20%.
1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}
23
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%
Gambar 2.7 Skema Tatalaksana DBD dengan Peningkatan Ht > 20%5
Perbaikan
Tatalaksana
sesuai protokol
syok dan
perdarahan
Terapi cairan
dihentikan 24-48
jam
Kondisi
Memburuk
tanda syok
Perbaikan
Kurangi infus
kristaloid 3
ml/kg/jam
5% defisit cairan
Terapi awal cairan intravena
kristaloid 6-7 ml/kg/jam
Perbaikan Tidak Membaik
Kurangi infus
kristaloid 5
ml/kg/jam
Tidak membaik Ht,
nadi meningkat,
tekanan darah menurun
< 20 mmHg, produksi
urin menurun
Evaluasi
3-4 jam
Infus kristaloid
10 ml/kg/jam
PERBAIKAN Ht dan
frekuensi nadi menurun,
tekanan darah membaik,
produksi urin meningkat
Infus kristaloid
15 ml/kg/jam
Tanda vital dan
hematokrit
memburuk
24
Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
Kasus DBD:
Perdarahan spontan dan masif:
- Epistaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
Syok (-)
Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, Pemeriksaan hemostasis (KID)
Golongan darah, Cross-match test
Gambar 2.8 Skema Tatalaksana Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa5
KID (+)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb <10 g/dL)
*FFP
*TC (Trombosit < 100.000)
** Heparinisasi 5000-
10000/24 jam drip
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb
Tiap 4-6 jam
*Ulang pemeriksaan
hemostasis 24 jam kemudian
Cek APTT tiap hari, target
1,5-2,5 kali kontrol
KID (-)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb <10 g/dL)
*FFP
*TC (Trombosit <
100.000)
*Pemantauan Hb, Ht,
Tromb Tiap 4-6 jam
*Ulang pemeriksaan
hemostasis 24 jam
kemudian
25
Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Gambar 2.9 Skema Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa5
Kristaloid
dipantau 10-15
menit
Kombinasi
koloid kristaloid
Perbaikan
Perbaikan
@
Pasang PVC
Hipovolemik Normovolemik
Koreksi gangguan asam
basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder
Inotropik
Vasopresor
Afterload
Perbaikan:
bertahap
vasopresor
24-48 jam
setelah syok
teratasi tanda
vital/ Ht stabil
diuresis cukup
Stop infus
Koreksi gangguan asam
basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
KID, infeksi sekunder
Transfusi darah
segar
10ml/KgBB
dapat diulang
sesuai
kebutuhan
Koloid 10-20
ml/KgBB
tetes cepat 10-
15 menit
Perbaikan
@
Koloid (hingga
maksimal
30ml/KgBB)
Kristaloid 3
ml/KgBB/jam
Perbaikan
- Kristaloid guyur 10-20 ml/KgBB 20-30
menit
- O2 2-4 L/menit
- AGD, Hb, Ht, elektrolit, Ur, Kr, gol. darah
@ Kristaloid 7
ml/KgBB/jam
Kristaloid guyur
20-30ml/KgBB
20-30 menit
Tetap
syok
Kembali
ke awal
Tanda
vital/Ht
menurun Kristaloid 7
ml/KgBB/jam
Perbaikan
Perbaikan
Tetap
syok
Tetap
syok
26
2.1.9 Pencegahan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian DBD adalah:22
Pengetahuan dan sikap masyarakat yang mendukung penanggulangan dan
pencegahan DBD. Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap
masyarakat perlu dilakukan penyuluhan DBD oleh petugas kesehatan.
3 M, yaitu: Menguras kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup
rapat kontainer air bersih, dan mengubur kontainer bekas, seperti kaleng
bekas, gelas plastik, dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air
bersih.
Penaburan butiran temephos kedalam penampung air bersih dengan dosis
1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup efektif menurunkan
kepadatan populasi nyamuk Aedes atau meningkatkan angka bebas jentik.
Pengasapan (Fogging) dalam 2 siklus, yaitu waktu antara pengisapan
pertama dan berikutnya harus dalam interval 7 hari.
Vaksin dengue. Selama 60 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk
mengembangkan vaksin dengue, namun pencapaian optimal dari
pengembangan tersebut baru tercapai 10 tahun terakhir. Meskipun vaksin
tersebut belum dipasarkan, terdapat vaksin yang telah sampai pada tahap
uji klinis tahap akhir yang memberikan harapan besar dalam pencegahan
DBD. Sampai saat ini terdapat 4 jenis vaksin yang telah dikembangkan
yaitu vaksin Live Attenuated Vaccine (LAV), vaksin chimera, vaksin DNA
dengue, dan vaksin DENV terinaktifasi. Vaksin itu mampu menghasilkan
respon imun protektif terhadap ke-4 serotipe DENV.23
2.1.10 Kriteria Memulangkan Pasien
Kriteria memulangkan pasien yang telah dirawat inap dan mendapatkan
perawatan:15
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
27
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/µl untuk pasien yang sebelumnya memiliki
trombosit yang sangat rendah.
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan efusi pleura atau asidosis)
2.1.11 Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap
Pada fase awal demam jumlah trombosit cenderung normal. Namun,
jumlah trombosit akan menurun dan dapat diamati setelah fase awal demam.
Penurunan jumlah trombosit secara drastis < 100.000 terjadi pada akhir fase
demam sebelum timbulnya syok. Jumlah trombosit berkorelasi dengan derajat
keparahan infeksi dengue, selain itu terjadi gangguan fungsi trombosit.19 Jumlah
trombosit yang menurun merupakan salah satu indikasi rawat inap untuk pasien
DBD.5 Pasien rawat inap DBD dapat pulang setelah jumlah trombosit > 50.000
atau mengalami perbaikan.15 Pada penelitian Hasri Nopianto (2012) menyatakan
bahwa terdapat pengaruh bermakna antara jumlah trombosit dengan lama rawat
inap (p=0,036).10
Trombosit (Platelet, keping darah) adalah salah satu elemen selular yang
terdapat dalam darah. Dalam setiap mililiter darah secara normal terdapat sekitar
250 juta trombosit (150.000-350.000 sel/mm3).24 Trombosit merupakan fragmen
kecil sel (diameter sekitar 2-4 µm) yang dihasilkan di sumsum tulang melalui
fragmentasi sitoplasma pada megakariosit, salah satu sel terbesar di tubuh.24,25
Trombosit pada hakikatnya adalah vesikel yang terlepas dan mengandung
sebagian sitoplasma megakariosit terbungkus pada membran plasma. Satu
megakariosit biasanya memproduksi 1000-5000 trombosit. Fungsi rata-rata
trombosit selama 10 hari, setelah itu trombosit dibersihkan dari sirkulasi oleh
makrofag jaringan, terutama yang terdapat pada hati dan limpa, kemudian
digantikan oleh trombosit baru yang dilepaskan dari sumsum tulang. Prekursor
megakariosit adalah megakarioblas yang berasal dari proses diferensiasi dari sel
punca hematopoietik.24,25
28
Gambar 2.10 Gambaran pembentukan sel darah (hematopoiesis)24
Sistem Hemostasis melindungi tubuh dari perdarahan dan kehilangan
darah. Sistem ini melibatkan faktor plasma, trombosit (platelet), dan dinding
pembuluh darah.26 Hemostasis melibatkan tiga langkah utama, yaitu: spasme
vaskular, pembentukan sumbat trombosit, dan koagulasi darah. Trombosit
memiliki peran kunci dalam hemostasis.24 Pada DBD trombositopenia terjadi
karena supresi sumsum tulang, destruksi trombosit, dan gangguan fungsi
trombosit.5 Peningkatan TNF-α berhubungan dengan manifestasi perdarahan,
sedangkan IL-10 berhubungan dengan penurunan trombosit.27
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang
kompleks pada berbagai mekanisme homeostasis tubuh. Trombositopenia menjadi
salah satu faktor yang mendasari mekanisme perdarahan pada DBD. Tanda klinis
yang dapat ditemukan sebagai manifestasi perdarahan adalah petekie, epistaksis,
hipermenorea, dan perdarahan saluran cerna. Faktor lain yang menyebabkan
perubahan hemostasis pada DBD yaitu perubahan vaskuler dan kelainan
koagulasi. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit yang
Monosit/makrofag
Sumsum
tulang
Sirkulasi
Sel punca
pluripoten
Sel punca mieloid Sel punca limfoid
Megakariosit Prekursor
granulosit
Prekursor
eritrosit
Prekursor
monosit Limfosit
di jaringan
limfoid
Trombosit Granulosit Eritrosit Monosit Limfosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Limfosit
B
Limfosit
T
29
mengeluarkan ADP diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian
akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati.
Agregat trombosit ini akan menyebabkan keluarnya platelet faktor III yang
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif.27, 28, 29
2.1.12 Hubungan Leukosit dengan Lama Rawat Inap
Perubahan jumlah leukosit menjadi ≤ 5.000 dan rasio neutrofil dan limfosit
(neutrofil < limfosit) dapat digunakan untuk memprediksi fase kritis dari
kebocoran plasma.19 Penelitian Hasri Nopianto menyatakan terdapat pengaruh
bermakna antara jumlah leukosit (p=0,003) terhadap lama rawat inap.10
Leukosit (sel darah putih atau SDP) adalah satuan mobile pada sistem
pertahanan imun tubuh. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan
berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan
internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda asing
dalam tubuh. Secara spesifik fungsi sistem imun adalah:24
1. Mempertahankan tubuh dari invasi patogen (mikroorganisme penyebab
penyakit misalnya bakteri dan virus).
2. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh.
3. Berfungsi membersihkan sel-sel tua (misalnya sel darah merah yang sudah
tua) dan sisa jaringan (misalnya jaringan yang rusak akibat trauma atau
penyakit).
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis
sedang. Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung
jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga
sampai hari kedelapan. Pada syok berat, dapat dijumpai leukositosis dengan
neutropenia absolut. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak
(20-50%) limfosit bertransformasi atau atipik dalam sediaan hapusan darah tepi
penderita DBD, terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atipik dikenal juga
sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini dapat ditemukan sejak hari
ketiga demam dan digunakan sebagai penunjang diagnosis.28
30
2.1.13 Hubungan Hematokrit dengan Lama Rawat Inap
Peningkatan nilai hematokrit secara tiba-tiba dapat diobservasi secara
simultan dengan penurunan jumlah trombosit. Hemokonsentrasi atau peningkatan
nilai hematokrit > 20% dari nilai baseline menjadi dasar objektif terjadinya
kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit dapat terjadi pada semua kasus DBD,
terutama pada kasus syok.19 Pada penelitian Hasri Nopianto (2012) nilai
hematokrit tidak berhubungan dengan lama rawat inap (p=0,697).10
Hematokrit atau packed cell volume pada dasarnya mencerminkan
persentase eritrosit dalam volume darah total. Nilai hematokrit rerata pada wanita
adalah 42% dan pria sedikit lebih tinggi yaitu 45%. Plasma membentuk volume
sisanya. Karena itu volume rerata plasma dalam darah adalah 58% untuk wanita
dan 55% untuk pria. Sel darah putih dan trombosit, yang tidak berwarna dan
kurang padat dibandingkan eritrosit, termampatkan dalam suatu lapisan tipis
berwarna krim yang dinamai “buffy coat”, diatas kolom sel darah merah. Lapisan
ini membentuk kurang dari 1% volume darah total.24
Gambar 2.11 Hematokrit (angka-angka yang disajikan adalah untuk pria)24
Hematokrit Eritrosit=
45% dari
seluruh
darah
Buffy coat:
trombosit
& leukosit=
< 1%
Plasma= 55%
dari seluruh
darah
Trombosit
Eritrosit
Leukosit
31
Nilai hematokrit biasanya mulai menigkat pada hari ketiga dari perjalanan
penyakit dan semakin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD.
Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi
akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa,
melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran plasma ini volume darah menjadi
berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemia dan kegagalan
sirkulasi.28
2.2 Kerangka Teori
Destruksi dan
gangguan fungsi
trombosit
Lama rawat inap pasien
DBD
Infeksi virus dengue
Sel endotel
Disfungsi endotel
↑ permeabilitas
& fragilitas
pembuluh darah
Sumsum tulang
↓ Hemopoiesis
Trombositopenia
Makrofag
jaringan
Sitokin Pro-
inflamasi
Gangguan koagulasi
(Koagulopati)
Ekstravasasi
cairan plasma
Hemokonsentrasi
PGE IL-
1 TNF-α
Demam Manifestasi
perdarahan ↑ Hematokrit
Leukopenia
Indikasi rawat inap pasien
DBD
32
2.3 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai hubungan jumlah
trombosit, jumlah leukosit dan nilai hematokrit dengan lama rawat inap pasien
demam berdarah dengue (DBD) sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
2.4 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
Ukur Cara Ukur Skala Ukur
1 Lama rawat
inap
Lama rawat inap adalah
istilah yang umum
digunakan untuk
mengukur durasi satu
episode rawat inap.10
Lama rawat inap
dikategorikan menjadi:8
- ≤4 hari
- >4 hari.
Rekam
medis
Diukur dengan
melihat jumlah
hari rawat inap
berdasarkan
data rekam
medis.
Nominal
2 Jumlah
Trombosit
Jumlah trombosit setiap
dinyatakan sebagai
konsentrasi, yaitu sel-sel
per unit volume darah.30
Jumlah trombosit berasal
dari histogram plt dan
dikalikan dengan konstanta
kalibrasi sebagai n x 103
sel/µL.31 Jumlah trombosit
dikategorikan menjadi:19 - ≤100.000 sel/mm3
- >100.000 sel/mm3
Rekam
medis
Dengan melihat
hasil
laboratorium
dihari pertama
masuk UGD
yang terdapat
pada rekam
medis.
Nominal
3 Jumlah
Leukosit
Jumlah leukosit setiap
dinyatakan sebagai
Rekam
medis
Dengan melihat
hasil
Nominal
Jumlah trombosit
Lama rawat inap
pasien DBD Hasil
Laboratorium
Nilai hematokrit
Jumlah leukosit
33
konsentrasi, yaitu sel-sel
per unit volume darah.30
Jumlah leukosit diukur
secara langsung dan
dikalikan dengan konstanta
kalibrasi sebagai n x 103
sel/µL.31 Jumlah leukosit
dikategorikan menjadi:19
- ≤5.000 sel/ mm3
- >5.000 sel/ mm3
laboratorium
dihari pertama
masuk UGD
yang terdapat
pada rekam
medis.
4 Nilai
Hematokrit
Nilai hematokrit
merupakan rasio volume
eritrosit dengan seluruh
darah. Nilai ini dapat
dinyatakan dengan
persentase (konvensional)
atau dalam pecahan
desimal (SI unit).30 Nilai
hematokrit dikategorikan
mejadi:32
- Laki-laki: >46%
- Perempuan:
>44%
Rekam
medis
Dengan melihat
hasil
laboratorium
dihari pertama
masuk UGD
yang terdapat
pada rekam
medis.
Nominal
5 Demam
berdarah
dengue (DBD)
Demam berdarah dengue
adalah penyakit yang
ditularkan ke manusia
melalui nyamuk Aedes
aegypty yang terinfeksi
virus dengue.1
Dikategorikan berdasarkan
derajat infeksi dengue:19
- DBD I
- DBD II
Rekam
medis
Dengan melihat
diagnosis pasien
yang tertera
dalam rekam
medis.
Ordinal
6 Usia Lama hidup pasien
dihitung sejak lahir sampai
ulang tahun terakhir saat
pencatatan rekam medis.
Usia dikategorikan
menjadi:
- 18-24 th
- 25-34 th
- 35-44 th
- 45-54 th
- 55-64 th
- > 65 th
Rekam
medis
Dengan melihat
usia pasien yang
tertera dalam
rekam medis
Ordinal
7 Jenis Kelamin Jenis kelamin pasien yang
tercatat pada rekam medis.
Dikategorikan menjadi:
- Laki-laki
- Perempuan
Rekam
medis
Dengan melihat
usia pasien yang
tertera dalam
rekam medis
Nominal
34
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian analitik
observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui
hubungan jumlah trombosit, jumlah leukosit, dan nilai hematokrit dengan
lama rawat inap pasien demam berdarah dengue (DBD) dewasa di RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2014-2015.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota
Tangerang Selatan. Data diambil dari rekam medis pasien demam
berdarah dengue dewasa selama bulan Juli-Agustus 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien demam berdarah
dengue (DBD).
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien rawat inap
demam berdarah dengue (DBD) dewasa di Rumah Sakit Umum (RSU)
Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-2015.
3.3.3 Sampel
Pasien rawat inap demam berdarah dengue (DBD) dewasa di
Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014-
2015 yang dipilih menurut kriteria inklusi dan eksklusi dengan cara
consecutive sampling.
35
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
Data rekam medis dengan kriteria:
1. Pasien berusia ≥ 18 tahun.
2. Telah terdiagnosis penyakit demam berdarah dengue oleh
dokter RSU Tangerang Selatan yang tertera dalam rekam
medis.
3. Pasien rawat inap demam berdarah dengue sampai
diperbolehkan pulang.
4. Lama demam sebelum dirawat di rumah sakit 3-7 hari (fase
kritis DBD).
3.4.1 Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang menderita penyakit infeksi lain (demam tifoid, TB
paru, pneumonia, ISK).
2. Data rekam medis tidak lengkap.
36
3.5 Besar Sampel
Perkiraan besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan:33
n1 = n2 = (Zα √2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2)2
(P1-P2)2
n1 = n2 = 51 sampel pada setiap kelompok
Keterangan:
n : besar sampel minimal
Zα : deviat baku alfa, (1,96)
Zβ : deviat baku beta, (1,64)
P : proporsi total, (0,95)
Q : 1-P (1-0,95= 0,05)
P1 : proporsi pada kelompok yang merupakan judgment peneliti, (1,1)
Q1 : 1-0,4= 0,6
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (0,8)34
Q2 : 1-0,8= 0,2
3.6 Cara Kerja Penelitian
Persiapan
Penelitian
Analisis Data
Pemilihan
Sampel
Hasil dan
Kesimpulan
Pengambilan
Data
37
3.7 Alur Penelitian
3.8 Manajemen dan Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode statistik uji chi square
menggunakan aplikasi SPSS 22 dengan uji bivariat: Hubungan jumlah trombosit,
jumlah leukosit, dan nilai hematokrit dengan lama rawat inap pasien demam
berdarah dengue (DBD) dewasa di RSU Kota Tangerang Selatan.
Lulus Sidang Proposal
Pengambilan data rekam medis pasien
rawat inap demam berdarah dengue
(DBD) dewasa di RSU Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2014-2015
Lama rawat
inap
Consecutive sampling dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi
Hasil laboratorium (jumlah trombosit,
jumlah leukosit, dan nilai hematokrit)
hari pertama masuk RS/UGD
Analisis dan
pengolahan data
Pengumpulan
data dari rekam
medis
Sampel
Pembuatan Proposal
Penelitian dan
Pengajuan Izin
Penelitian
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi sampel penelitian
Selama periode penelitian, data yang diambil adalah data pasien DBD
dewasa berusia ≥18 tahun yang menjalani rawat inap di ruang rawat ilmu penyakit
dalam (IPD) RSU Kota Tangerang Selatan selama kurun waktu 2 tahun periode
Januari 2014-Desember 2015 yang berjumlah 420 orang. Dari 420 pasien tersebut,
jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel pada
penelitian ini adalah 175 orang dari jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu 51
orang untuk setiap kelompok, sehingga total sampel 102 orang.
4.1.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Rawat Inap
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan lama rawat inap
Dalam penelitian ini lama rawat inap menjadi variabel dependen. Lama
rawat inap pasien tercepat yaitu 1 hari dan terlama yaitu 11 hari. Rata-rata lama
rawat inap pada pasien DBD di RSU Kota Tangerang Selatan adalah 3,7 ± 1,5
hari, nilai tengah adalah 3 hari, dan modus 3 hari. Dari 175 orang pasien DBD
yang dirawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan, pasien yang menjalani rawat
inap ≤ 4 hari berjumlah 131 orang (74,9%) dan yang menjalani rawat inap lebih
dari 4 hari berjumlah 44 orang (25,1%).
Lama rawat inap Jumlah Persentase
≤4 hari 131 74,9%
>4 hari 44 25,1%
Total 175 100%
39
4.1.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 87 49,7%
Perempuan 88 50,3%
Total 175 100%
Menurut jenis kelamin, diketahui jenis kelamin perempuan lebih banyak
daripada jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 88 orang pasien perempuan
(50,3%) dan 87 orang pasien laki-laki (49,7%). Hal ini tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan, karena rasio dari jenis kelamin laki-laki dan
perempuan relatif sama.
4.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan usia
Usia Jumlah Persentase
18-24 50 28,6%
25-34
35-44
45-54
55-64
>65
48
38
24
12
3
27,4%
21,7%
13,7%
6,9%
1,7%
Total 175 100%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien DBD paling banyak dijumpai
pada kelompok usia 18-24 tahun sebanyak 50 orang (28,6%). Pasien DBD paling
sedikit dijumpai pada kelompok usia > 65 tahun yaitu sebanyak 3 orang (1,7%).
Pasien DBD termuda yaitu usia 18 tahun sebanyak 8 orang (4,6%), dan pasien
40
usia tertua yaitu usia 86 tahun sebanyak 1 orang (0,6%). Rata-rata usia pasien
adalah 34,4 ± 13,5.
4.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Penyakit DBD
Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit
Demam berdarah
dengue
Jumlah Persentase
DBD derajat I 75 42,9%
DBD derajat II 100 57,1%
Total 175 100%
Derajat penyakit yang didapatkan dari diagnosis akhir pasien saat keluar
dari rumah sakit yang terdapat pada rekam medis dikelompokan menjadi 2
kategori yaitu DBD derajat I dan DBD derajat II. Pasien dengan diagnosis akhir
DBD derajat I berjumlah 75 orang (42,9%) dan DBD derajat II berjumlah 100
orang (57,1%).
4.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Trombosit
Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan jumlah trombosit
Jumlah trombosit Jumlah Persentase
≤100.000 168 96%
>100.000 7 4%
Total 175 100%
Jumlah trombosit terendah adalah 3.000 sel/mm3, sementara jumlah
trombosit tertinggi adalah 178.000 sel/mm3. Rata-rata jumlah trombosit pada
penelitian ini adalah 40.325 ± 30.538 sel/mm3 . Pasien dengan jumlah trombosit ≤
100.000 berjumlah 168 orang (96%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
trombosit > 100.000 yaitu 7 orang (4%).
41
4.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Leukosit
Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan jumlah leukosit
Jumlah leukosit Jumlah Persentase
≤5.000 105 60%
>5.000 70 40%
Total 175 100%
Jumlah leukosit terendah adalah 1.400 sel/mm3, sementara jumlah leukosit
tertinggi adalah 18.900 sel/mm3. Rata-rata jumlah leukosit pada penelitian ini
adalah 5.204 ± 3.135 sel/mm3. Pada penelitian ini jumlah leukosit ≤5.000
berjumlah 105 pasien (60%) lebih banyak dibandingkan jumlah leukosit >5.000
yang berjumlah 70 orang (40%).
4.1.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai Hematokrit
Tabel 4.7. Distribusi sampel berdasarkan nilai hematokrit
Nilai Hematokrit Jumlah Persentase
Normal 132 75,4%
Meningkat 43 24,6%
Total 175 100%
Pada penelitian ini pasien dengan nilai hematokrit normal berjumlah 132
orang (75,4%), lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan nilai hematokrit
yang meningkat yaitu 43 orang (24,6%). Nilai hematokrit terendah yaitu 23% dan
tertinggi 58%, dengan rata-rata nilai hematokrit adalah 41,5 ± 6,4. Kriteria
peningkatan hematokrit 20% tidak dapat diaplikasikan pada penelitian ini karena
dalam sebagian besar kasus tidak tersedia data sebelumnya untuk dijadikan
perbandingan, hal ini seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Souza
(2007).35
42
4.2 Analisis Bivariat
4.2.1 Hubungan Jumlah Trombosit dengan Lama Rawat Inap
Tabel 4.8 Hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap
Jumlah trombosit Lama rawat inap P
≤4 hari >4 hari
≤100.000 126 (75%) 42 (25%) 1,000
>100.000 5 (71,4%) 2 (28,6%)
Pada uji Chi Square dengan tabel 2x2 ditemukan expected count yang
kurang dari 5 > 20% yaitu 25%, yang menunjukan bahwa syarat uji chi square
tidak terpenuhi. Oleh karena itu, uji yang dipakai adalah uji alternatifnya, yaitu uji
Fisher.33 Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara
jumlah trombosit dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini berdasarkan nilai p
> 0,05 yaitu p = 1,000.
4.2.2 Hubungan Jumlah Leukosit dengan Lama Rawat Inap
Tabel 4.9 Hubungan jumlah leukosit dengan lama rawat inap
Jumlah leukosit Lama rawat inap P
≤4 hari >4 hari
≤5.000 81 (77,1%) 24 (22,9%) 0,393
>5.000 50 (71,4%) 20 (28,6%)
Dari hasil analisis uji chi square didapatkan hubungan yang tidak
bermakna antara jumlah leukosit dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini
berdasarkan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,393.
43
4.2.3 Hubungan Nilai Hematokrit dengan Lama Rawat Inap
Tabel 4.10 Hubungan nilai hematokrit dengan lama rawat inap
Nilai Hematokrit Lama rawat inap P
≤4 hari >4 hari
Normal 100 (75,8%) 32 (24,2%) 0,630
Meningkat 31 (72,1%) 12 (27,9%)
Dari hasil analisis uji chi square didapatkan hubungan yang tidak
bermakna antara nilai hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini
berdasarkan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,630.
4.3 Pembahasan
Dari hasil penelitian pada 175 pasien didapat pasien yang mengalami
penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia (≤100.000 sel/mm3) berjumlah
168 orang (96%) (tabel 4.5), dengan jumlah trombosit terendah adalah 3.000
sel/mm3 dan jumlah trombosit tertinggi adalah 178.000 sel/mm3. Pasien yang
mengalami penurunan jumlah leukosit atau leukopenia (≤5.000 sel/mm3)
berjumlah 105 orang (60%) (tabel 4.6), dengan jumlah leukosit terendah adalah
1.400 sel/mm3 dan jumlah leukosit tertinggi yaitu 18.900 sel/mm3. Pasien yang
mengalami peningkatan hematokrit atau hemokonsentrasi berjumlah 43 orang
(24,6%) dari 175 pasien (tabel 4.7), hal ini sesuai dengan teori pada fase kritis
DBD yang dinyatakan oleh WHO (2009) bahwa pada fase ini kemungkinan
terjadi kebocoran plasma sehingga nilai hematokrit meningkat pada beberapa
pasien.20
Berdasarkan distribusi usia (tabel 4.3), pada penelitian ini terlihat pasien
DBD yang menjalani rawat inap banyak dialami oleh kelompok usia 18-34 tahun
sebanyak 98 orang (56%), disusul oleh kelompok usia 35-44 tahun sebanyak 38
orang (21,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur
Purwoko (2012) yang menyatakan bahwa di Kota Mataram pasien berusia ≤ 35
tahun memiliki risiko 1,79 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berumur >
44
35 tahun.36 Pada penelitian di Brazil mengenai risiko rawat inap dengan usia yang
dilakukan oleh Marcelo dkk (2016) tahun 2000-2014, menyatakan bahwa proporsi
tertinggi pasien rawat inap terjadi pada pasien yang lebih muda, dengan lebih dari
15% anak berusia < 10 tahun menjalani rawat inap dirumah sakit. Proporsi rawat
inap yang relatif tinggi juga terjadi pada pasien demam berdarah dengan usia > 65
tahun sebanyak 12,4%.37 Pada penelitian ini sampel yang diambil hanya terbatas
pada pasien usia > 18 tahun, sehingga tidak dapat menggambarkan kejadian rawat
inap pada pasien dengan usia lebih muda.
Pada penelitian ini sampel yang terpilih adalah pasien DBD yang
menjalani rawat inap dengan lama sakit sebelum dirawat yaitu 3-7 hari, hal ini
berdasarkan fase kritis dari perjalanan penyakit DBD menurut WHO (2009) yang
menyatakan bahwa perubahan drastis hasil pemeriksaan laboratorium dari
trombosit, leukosit dan hematokrit terjadi pada fase ini. Pada fase ini juga
dijelaskan dapat terjadi syok atau perburukan penyakit DBD menjadi SSD seiring
dengan terjadinya kebocoran plasma.20 Namun hasil dari penelitian ini
menunjukan tidak ditemukannya pasien SSD. Dari hasil penelitian, ditemukan
bahwa pasien DBD yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang selama
periode 2014-2015 yaitu pasien DBD derajat I dan DBD derajat II (tabel 4.4).
Dari jumlah pasien 168 orang yang mengalami trombositopenia, pasien
yang menjalani rawat inap ≤ 4 hari berjumlah 126 orang (75%), sedangkan pasien
yang menjalani rawat inap > 4 hari berjumlah 42 orang (25%) (tabel 4.8).
Hubungan antara jumlah trombosit dan lama rawat inap pasien DBD pada
penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan bermakna yang ditunjukan
dengan nilai p = 1,000 (tabel 4.8). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Nikodemus Siregar (2010) bahwa terdapat hubungan
yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah trombosit dengan lama rawat
inap pasien DBD (r=0,262), hasil tersebut diperoleh dengan analisis uji korelasi
pearson dari jumlah sampel sebanyak 68 orang.11
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Akshatha Rao (2015)
yang menyatakan bahwa trombositopenia berhubungan dengan kejadian rash,
45
peningkatan AST dan ALT, dan penurunan albumin. Trombositopenia tidak dapat
memprediksi lama rawat inap pasien. Lama rawat inap pasien DBD berhubungan
dengan kejadian diare, nyeri abdomen, asites, dan penurunan Hb. Pada penelitian
Akshatha Rao (2015) data dianalisis menggunakan analisis regresi logistik
multivariat, dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang.38
Tetapi hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ita Perwira (2011) dengan p=0,009 dari analisis bivariat dan p=
0,013 dari analisis multivariat, serta penelitian Hasri Nopianto (2012) dengan
p=0,036 yang menunjukan hubungan yang bermakna antara jumlah trombosit dan
lama rawat inap.10,12 Perbedaan hasil dapat terjadi karena pada penelitian Ita
Perwira (2011) penelitian dilakukan pada sampel yang lebih banyak yaitu
berjumlah 450 sampel, dan menggunakan uji statistik chi square pada analisis
bivariat dan uji statistik analisis regresi logistik multivariat pada analisis
multivatiat.12 Perbedaan dengan penelitian Hasri Nopianto dapat disebabkan oleh
jumlah sampel yang berjumlah 122 kasus.10
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Hari Kishan Jayanthi (2016)
menyatakan bahwa jumlah trombosit yang menurun memiliki korelasi negatif
dengan lama rawat inap (p = 0,00597). Jumlah trombosit yang menurun
berhubungan dengan terjadinya non hemorrhagic complication seperti hepatitis,
transaminitis, acute respiratory distress syndrome (ARDS), ensefalopati, dan
acute kidney injury (AKI). Penjelasan yang mungkin bisa jadi sesuai adalah
komplikasi terjadi meningkat dengan jumlah trombosit yang menurun, maka
terjadi peningkatan durasi lama rawat inap. Pada penelitian tersebut menyatakan
bahwa jumlah trombosit dapat memprediksi tingkat komplikasi dan lama rawat
inap.39 Perbedaan hasil penelitian dengan Hari Kishan Jayanthi disebabkan oleh
desain penelitian yang berbeda yaitu menggunakan prospektif observasional
dengan uji korelasi.
Untuk jumlah leukosit, dari 105 pasien yang mengalami leukopenia,
pasien yang menjalani rawat inap ≤ 4 hari berjumlah 81 orang (77,1%), dan yang
menjalani rawat inap > 4 hari berjumlah 24 orang (22,9%) (tabel 4.9). Hubungan
46
antara jumlah leukosit dan lama rawat inap pasien DBD pada penelitian ini
menunjukan hubungan yang tidak bermakna, hal ini ditunjukan dengan nilai p =
0,393 (tabel 4.9). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ita Perwira (2011) dengan p=0,002 dari hasil analisis bivariat dan
p=0.024 dari hasil analisis multivariat, serta penelitian Hasri Nopianto (2012)
dengan p=0,003 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
jumlah leukosit dengan lama rawat inap.10,12
Leukopenia progresif dan trombositopenia ditemukan pada akhir fase
demam dan mendahului terjadinya kebocoran plasma.20 Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Raihan dkk (2010) menyatakan bahwa penderita syok dengue
lebih banyak ditemukan dengan jumlah leukosit < 5000 mm3.40 Menurut
penelitian Yenni Risniati dkk (2011) jumlah leukosit dapat dijadikan sebagai
prediktor terjadinya SSD pada anak dengan DBD.41 Kedua penelitian
menggunakan sampel anak-anak, pada penelitian Raihan dkk (2010) jumlah
sampel sebanyak 276 orang dengan 73 orang (26,5%) memiliki jumlah leukosit ≤
5.000 sel/mm3 dan mengalami syok, dan uji statistik menggunakan analisis regresi
logistik. Penelitian Yenni Risniati dkk (2011) memiliki jumlah sampel 129 orang
dengan desain penelitian retrospektif case control, data dianalisis dengan analisis
bivariat. dan multivariat.
Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah pasien dewasa, dan tidak
ditemukan pasien dengan diagnosis akhir SSD, sehingga pada penelitian ini
jumlah leukosit tidak dapat dijadikan prediktor terjadinya SSD dan terlihat dari
hasil analisis menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah
leukosit dengan lama rawat inap. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fiyya (2007) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara rata-rata jumlah leukosit dengan kejadian syok (p= 0,554) pada pasien
dewasa di RSUP Dr. Kariadi Semarang.42 Perbedaan penelitian ini dengan Fiyya
(2007) terdapat pada kriteria sampel yang berusia > 14 tahun, cara uji statistik
yang menggunakan uji chi square dan uji Mann Whitney, jumlah sampel yang
berjumlah 271 orang, serta derajat penyakit yang mencakup DBD derajat I, II, III,
dan IV.
47
Pada DBD masa penyembuhan cepat dan tanpa gejala sisa, sama seperti
syok sepsis. Sepsis berhubungan dengan migrasi leukosit yang diaktivasi dari
aliran darah ke jaringan inflamasi dan bersamaan dengan produksi leukosit di
sumsum tulang yang intensif dikeluarkan kedalam aliran darah. Ketika leukosit
melekat pada endotel, gangguan vaskuler mulai terjadi. Perlekatan ini terjadi
karena teraktivasinya endotel, neutrofil, dan limfosit oleh sitokin dan kemokin
yang dikeluarkan oleh monosit/makrofag. Neutrofil yang merupakan salah satu
komponen dari leukosit serta trombosit masing-masing mengeluarkan faktor-
faktor yang saling mengaktifkan satu sama lain. Pada penderita dengan sepsis
menunjukan peningkatan α4-integrin-dependent yang dapat meningkatkan
perlekatan sel pada pembuluh darah.41,43 Hal ini menjelaskan terjadinya
leukopenia dan trombositopenia pada DBD yang terjadi lebih dahulu.20
Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan hematokrit pada 43 orang
pasien, dengan jumlah pasien yang menjalani lama rawat inap ≤ 4 hari berjumlah
31 orang (72,1%) dan lama rawat inap > 4 hari berjumlah 12 orang (27,9%) (tabel
4.10). Untuk nilai hematokrit, pada penelitian ini ditemukan hasil bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dan lama rawat inap pasien
DBD, hal ini ditunjukan dengan nilai p = 0,630 (tabel 4.10). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hasri Nopianto (2012) dengan p=0,697 yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit
dengan lama rawat inap, dengan pasien yang mengalami peningkatan hematokrit
berjumlah 101 orang (82,8%). Pada penelitian Hasri Nopianto cut off point dari
nilai hematokrit yaitu ≤ 35% dan > 35%.10 Nilai hematokrit yang tinggi atau
hemokonsentrasi diatas nilai awal menggambarkan keparahan kebocoran
plasma.20
Kebocoran plasma mencapai puncaknya pada saat syok. Hemokonsentrasi
yang ditandai dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih, mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler, perembesan plasma, dan berhubungan dengan
beratnya penyakit.40 Namun pada penelitian ini nilai hematokrit tidak
dikategorikan dengan melihat peningkatan nilai awal hematokrit 20% atau lebih,
karena tidak didapatkan nilai hematokrit awal pasien sebelum sakit dan sulit
48
membandingkannya, sehingga nilai hematokrit dikategorikan sesuai dengan nilai
baseline yaitu pada laki-laki > 46% dan perempuan > 44%.32 Nilai hematokrit
juga rentan dipengaruhi oleh penggantian cairan, intake kurang, dehidrasi, dan
perdarahan.40
Pada penelitian ini, rata-rata pasien rawat inap DBD datang ke rumah sakit
setelah sakit selama 4,7 ± 1,1 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Marcelo dkk (2016) yang menyatakan bahwa risiko rawat inap
pasien DBD meningkat pada pasien yang menunda kehadiran pertama ke rumah
sakit > 2 hari. Risiko hampir 3 kali lipat untuk penundaan kedatangan antara 3-5
hari, dan hampir 5 kali lipat untuk penundaan lebih dari 5 hari.37 Perbedaan yang
terlihat pada hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian lain terjadi karena
perbedaan dari cut off point dari beberapa variabel, jumlah sampel penelitian,
metode penelitian dan metode analisis. Pada penelitian ini tidak ditemukan
hubungan bermakna yang signifikan karena proporsi pasien cenderung memiliki
jumlah trombosit dalam kategori trombositopenia, jumlah leukosit dalam kategori
leukopenia, dan nilai hematokrit dalam kategori normal sehingga sulit untuk
mendapatkan hubungan antar variabel.
49
4.4 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah desain penelitian yang masih cross
sectional dan data yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medis.
Variabel yang diteliti hanya nilai laboratoris, sehingga faktor lain yang mungkin
berperan dan mempengaruhi lama rawat inap tidak diteliti. Variabel lain seperti
status gizi tidak dapat diteliti karena berat badan dan tinggi badan tidak tercantum
dalam rekam medis.
Pada penelitian ini terdapat bias seleksi, karena saat pemilihan sampel
tidak menyeleksi pasien dengan penyakit yang dapat mempengaruhi nilai
hematologi seperti purpura trombositopenia idiopatik, serta tidak menyeleksi
pasien yang mengkonsumsi obat anti platelet, anti koagulasi, dan trombolitik.
Jumlah sampel pada penelitian ini tidak memenuhi sampel minimal untuk setiap
kelompok dan cukup banyak berkas rekam medis yang tidak ditemukan pada saat
pemilihan sampel. Sampel yang hanya terbatas pada usia dewasa ≥ 18 tahun,
sehingga hasil penelitian tidak dapat menggambarkan pada usia anak.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini pasien dengan jumlah trombosit ≤ 100.000 sebanyak
168 orang (96%), dan pasien dengan jumlah trombosit > 100.000 sebanyak
7 orang (4%). Rata-rata jumlah trombosit pada penelitian ini adalah 40.325
± 30.538 sel/mm3.
2. Pada penelitian ini jumlah leukosit ≤ 5.000 berjumlah 105 pasien (60%),
dan pasien dengan jumlah leukosit > 5.000 yang berjumlah 70 orang
(40%). Rata-rata jumlah leukosit pada penelitian ini adalah 5.204 ± 3.135
sel/mm3.
3. Pada penelitian ini pasien dengan nilai hematokrit normal berjumlah 132
orang (75,4%), dan pasien dengan nilai hematokrit yang meningkat yaitu
43 orang (24,6%). Rata-rata nilai hematokrit adalah 41,5 ± 6,4.
4. Jumlah trombosit tidak berhubungan dengan lama rawat inap pasien DBD
di RSU Kota Tangerang Selatan.
5. Jumlah leukosit tidak berhubungan dengan lama rawat inap pasien DBD di
RSU Kota Tangerang Selatan.
6. Nilai hematokrit tidak berhubungan dengan lama rawat inap pasien DBD
di RSU Kota Tangerang Selatan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian lain
dengan level validitas lebih tinggi dan memperhatikan keterbatasan pada
penelitian ini.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak
dengan rentang waktu yang panjang dan memenuhi jumlah minimal
sampel setiap kelompok penelitian.
51
3. Perlu dilakukan penelitian pada variabel lain yang mungkin
mempengaruhi lama rawat inap, dan dilakukan pada kelompok usia lain
seperti pada pasien DBD anak.
4. Pasien DBD perlu pemeriksaan laboratorium lebih lengkap dan serial
selama rawat inap.
5. Rumah sakit perlu memperhatikan format penempatan data pasien dalam
rekam medis agar lebih rapih dan mudah untuk di follow up.
6. Rumah sakit perlu memperhatikan kesesuaian antara data register rumah
sakit dengan isi rekam medis.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Buletin Jendela Epidemiologi:
Topik Utama Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2010. H.1.
2. Karyanti M.R, Hadinegoro S.R. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Sari Pediatri. 2009; 10(6): 424-32.
3. Hadi U.K. Penyakit Tular Vektor Demam Berdarah Dengue. Bogor:
Fakultas Kedokteran Hewan IPB; 2011.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Wilayah KLB Ada di 11
Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2016.
5. Suhendro, Nainggolan Leonard, dkk. Demam Berdarah Dengue dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
H.539-48.
6. Candra Aryu. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2010.
7. Tai DYH, Chee YC, Chan KW. The Natural History of Dengue Illness
Based on Study of Hospitalized Patient in Singapore. Singapore: Singapore
Medical Journal; 1999.
8. Allosomba Torrodatu. Cost of Illness Demam Berdarah Dengue di RSUD
Tarakan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004. Jakarta: Perpustakaan
Universitas Indonesia; 2004.
9. Mayetti. Hubungan Gambaran Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor
Risiko Syok pada Demam Berdarah Dengue. Padang: Fakultas Kedokteran
Andalas; 2010.
10. Nopianto H. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Lama Rawat Inap
Pada Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP dr. Kariadi Semarang.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012.
11. Siregar Nikodemus. Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit
Dengan Lama Rawat Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah
53
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2010.
12. Perwita, Ita. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Rawat Inap Pada
Pasien yang Terinfeksi Virus Dengue di RSUP Persahabatan-Jakarta
Timur. Depok: Program Studi Epidemiologi Pascasarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2011.
13. Martina B.E.E et al. Dengue Virus Pathogenesis: Integrated View. Clinical
Microbiology Review. 2009; 22(4):564-81.
14. Kliegman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition. USA:
Saunders Elsevier; 2007.
15. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
16. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Modul Pengendalian Demam berdarah Dengue. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2011.
17. Gillespie S.H, Bamford K.B. Medical Microbiology and Infection at a
Glance. London: Blackwell Science; 2000.
18. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:
Binarupa Aksara Publisher; 2002.
19. World Health Organization Regional Office for South-East Asia.
Comprehensive guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever Revised and Expanded Edition. India: WHO;
2011.
20. World Health Organization India. National Guideline for Clinical
Management of Dengue Fever. India: Directorate General of Health
Service; 2014.
21. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Preventation and Control. France: WHO; 2009.
54
22. Fathi, Keman S dkk. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap
Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan
Lingkungan; 2005.
23. Amin Hz, Sungkar Saleha. Perkembangan Mutakhir Vaksin Dengue.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. Available from:
http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/3007/2466.
24. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2011.
25. Hoffbrand A.V, Moss P.A.H. Kapita Selekta Hematologi Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2013.
26. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC; 2006.
27. Frans SH. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Available from:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20
Desember%202010/PATOGENESIS%20INFEKSI%20VIRUS%20DENG
UE.pdf.
28. Rena NMRA, Utama Susila, Parwati T. Kelainan Hematologi Pada Demam
Berdarah Dengue. J Peny Dalam. 2009;10(3).
29. Livina A, Rotty LWA, Panda AL. Hubungan Trombositopenia dan
Hematokrit Dengan Manifestasi Perdarahan pada Penderita Demam
Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas
Samratulangi. 2014.
30. McPherson RA, Pincus MR. Henry’s Clinical Diagnosis and Management
by Laboratory Methods. China: Elsevier; 2011. P. 509-35
31. National Center for Health Statistics. Complete Blood Count. 2008.
Available from:
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhanes/nhanes_07_08/cbc_e_met.pdf.
32. Fauci, Braunwald et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
Edition. USA: The McGraw-Hill; 2008.
33. Dahlan M. Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika; 2009. H. 79-96.
55
34. Afira Fatma, Mansyur Muchtaruddin. Gambaran Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar
Jakarta Pusat Tahun 2005-2009. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2013. Available from:
http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/1592/1339.
35. Souza et al. The Impact of Dengue on Liver Function as Evaluated by
Aminotransferase Levels. The Brazilian Journal of Infectious Disease.
2007; 11(4):407-10.
36. Widodo N.P. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2012.
37. Burattini M.N et al. Age and Regional Differences in Clinical Presentation
and Risk of Hospitalization for Dengue in Brazil 2000-2014. Clinics; 2016:
71 (8):455-463.
38. Aroor et al. Clinical Manifestations and Predictors of Thrombocytopenia in
Hospitalized Adult with Dengue Fever. North American Journal of Medical
Sciences. 2015.
39. Jayanthi HK, Tulasi SK. Correlation Study between Platelet Count,
Leukocyte Count, Nonhemorrhagic Complications, and Duration of
Hospital Stay in Dengue Fever with Thrombocytopenia. Journal of Family
Medicine and Primary Care. 2016.
40. Raihan dkk. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam Berdarah
Dengue. Sari Pediatri. 2010;12(1).
41. Risniati Yenni dkk. Leukopenia Sebagai Prediktor Terjadinya Sindrom
Syok Dengue Pada Anak dengan Demam Berdarah Dengue di RSPI Prof.
dr. Sulianti Saroso. Media Litbang Kesehatan. 2011;21(3).
42. Agilatun Fiyya. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Kejadian Syok
pada Penderita Demam Berdarah Dengue Dewasa di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007.
43. C Nusa Karla dkk. Hubungan Ratio Neutrofil dan Limfosit pada Penderita
Penyakit Infeksi Virus Dengue. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi; 2015.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1
1. Hasil analisis data
a. Uji chi-square hubungan jumlah trombosit dengan lama rawat inap
K_Trombosit * K_LamaRawatInap Crosstabulation
K_LamaRawatInap
Total =<4 hari >4 hari
K_Trombosit =< 100000/Trombositopenia Count 126 42 168
Expected Count 125.8 42.2 168.0
% within K_Trombosit 75.0% 25.0% 100.0%
% within
K_LamaRawatInap 96.2% 95.5% 96.0%
>100000/normal-meningkat Count 5 2 7
Expected Count 5.2 1.8 7.0
% within K_Trombosit 71.4% 28.6% 100.0%
% within
K_LamaRawatInap 3.8% 4.5% 4.0%
Total Count 131 44 175
Expected Count 131.0 44.0 175.0
% within K_Trombosit 74.9% 25.1% 100.0%
% within
K_LamaRawatInap 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .046a 1 .831
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .044 1 .833
Fisher's Exact Test 1.000 .562
Linear-by-Linear Association .045 1 .831
N of Valid Cases 175
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.76.
b. Computed only for a 2x2 table
57
(Lanjutan)
b. Uji chi-square hubungan jumlah leukosit dengan lama rawat inap
K_Leukosit * K_LamaRawatInap Crosstabulation
K_LamaRawatInap
Total =<4 hari >4 hari
K_Leukosit =< 5000/Leukopenia Count 81 24 105
Expected Count 78.6 26.4 105.0
% within K_Leukosit 77.1% 22.9% 100.0%
> 5000/normal-meningkat Count 50 20 70
Expected Count 52.4 17.6 70.0
% within K_Leukosit 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 131 44 175
Expected Count 131.0 44.0 175.0
% within K_Leukosit 74.9% 25.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .729a 1 .393
Continuity Correctionb .457 1 .499
Likelihood Ratio .723 1 .395
Fisher's Exact Test .477 .249
Linear-by-Linear Association .724 1 .395
N of Valid Cases 175
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.60.
b. Computed only for a 2x2 table
58
(Lanjutan)
c. Uji chi-square hubungan nilai hematokrit dengan lama rawat inap
K_HematokritCampuran * K_LamaRawatInap Crosstabulation
K_LamaRawatInap
Total =<4 hari >4 hari
K_HematokritCampuran Normal Count 100 32 132
Expected Count 98.8 33.2 132.0
% within
K_HematokritCampuran 75.8% 24.2% 100.0%
Meningkat Count 31 12 43
Expected Count 32.2 10.8 43.0
% within
K_HematokritCampuran 72.1% 27.9% 100.0%
Total Count 131 44 175
Expected Count 131.0 44.0 175.0
% within
K_HematokritCampuran 74.9% 25.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .231a 1 .630
Continuity Correctionb .078 1 .780
Likelihood Ratio .228 1 .633
Fisher's Exact Test .687 .384
Linear-by-Linear Association .230 1 .631
N of Valid Cases 175
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.81.
b. Computed only for a 2x2 table
59
Lampiran 2
1. Surat Izin Penelitian
60
Lampiran 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Raudya Iwana Tuzzahra
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Sukabumi, 24 Februari 1997
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kp. Sirna Asih RT 04/03 Desa Cikakak
Palabuhanratu-Sukabumi, Jawa Barat
Nomor Telepon/Hp : 081317308145
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1) Tahun 2003-2009 : SDI Al-Azhar 26 Cisolok
2) Tahun 2009-2011 : SMPI As-Syafi’iyah Pulo Air Sukabumi
3) Tahun 2011-2013 : SMAI As-Syafi’iyah Pulo Air Sukabumi
4) Tahun 2013-Sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta