HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t8640.pdf · Ayes,...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t8640.pdf · Ayes,...
i
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SIKAP KELUARGA USIA LANJUT DALAM PENCEGAHAN
JATUH DI RUMAH DI DUSUN GAMPING KIDUL AMBAR KETAWAN G SLEMAN YOGYKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
SUSANTI TRI NUGRAENI 20040320087
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2008
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SIKAP KELUARGA USIA LANJUT DALAM
PENCEGAHAN JATUH DI RUMAH Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Karya Tulis
Ilmiah Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pada tanggal: 5 November 2008
SUSANTI TRI NUGRAENI 20040320087
Dosen Pembimbing
( Uswatun Khasanah, MNS )
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN SIKAP KELUARGA USIA LANJUT DALAM PENCEGAHAN
JATUH DI RUMAH DI DUSUN GAMPING KIDUL AMBAR KETAWAN G SLEMAN YOGYKARTA
Telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal: 5 November 2008
Oleh:
SUSANTI TRI NUGRAENI
NIM 20040320087
Dewan Penguji:
Uswatun Khasanah, MNS (………………….)
Nunuk Sri Purwanti, S.Kp.M.kes (.….……..……….)
Mengetahui Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(dr. H. Erwin Santosa, Sp.A., M. Kes)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan
berkah, hidayah dan nikmat-Nya, sehingga penulis mampu menyusun dan
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Keluarga Dengan Sikap Keluarga Lansia Dalam Pencegahan Jatuh
di Rumah”.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam
memperoleh gelar sarjana keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Penyusunan karya tulis ini dapat diselesaikan atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. dr. H. Erwin Santosa, Sp.A., M. Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan
menyusun karya tulis ilmiah.
2. Uswatun Khasanah, MNS., selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah.
v
3. Nunuk Sri Purwanti, S.kp.M.kes., selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah.
4. Kepala kelurahan dan bapak dukuh Gamping Kidul beserta staff yang
telah memberi ijin dan banyak membantu pelaksanaan penelitian.
5. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Tukiran dan Ibu Yuliati) dan kedua
kakakku tercinta (Jati Wibowo dan Santoso Dwi Nugroho) serta Mas
Nur dan keluarga yang tiada henti mendo’a kan, memberi dukungan
baik moril maupun materil, menjadi semangat dan sumber inspirasi
dalam hidupku.
7. Sahabat dan Teman-teman seperjuangan PSIK 04 Ayi, Yeti, Imoy, Ika,
Ayes, Dewi, Imah, Catur, Uly, Ria, Nana, Ojul, Imoet, Sasa, Mb
Wedha dan semua teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang
telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
8. Keluargaku; Banjar Negara, Piyungan dan Magelang yang selalu
menjadi tumpahan rasa rinduku akan kampung halaman. Kalian adalah
orang-orang terkasih yang mengelilingi diriku dan menjadi hal
terindah dalam kehidupanku. Untuk mas Wawan terima kasih untuk
kasih sayang dan semangat serta dukungan yang kau berikan untukku.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna.
Atas kekurangan dan kesalahan dalam karya tulis ini, penulis mohon
maaf.
vi
Demi kebaikan karya tulis ilmiah ini, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis
mengharapkan KTI ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu keperawatan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Yogyakarta, November 2008
Susanti Tri Nugraeni
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………....…..….……………….…. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….................. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………….…………... vii
DAFTAR TABEL …………………………………………….…………... xi
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv
INTISARI …………………………………….……………………………. xv
ABSTRACT ……………………………………………………….….……. xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………….………………….……... 1
B. Rumusan Masalah………………………….……………………. 5
C. Tujuan Penelitian………………...…………...………………..… 5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
E. Ruang Lingkup............................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian……………………………..……………..…. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jatuh
1. Pengertian Jatuh...................................................................... 10
2. Penyebab................................................................................. 10
viii
3. Faktor-faktor yang berpengaruh............................................. 11
4. Pencegahan............................................................................. 13
B. Usia Lanjut
1. Pengertian Proses menua........................................................ 15
2. Karakteristik Tentang Proses Penuaan.................................... 15
3. Tanda-Tanda Menjadi Tua………………………………….. 16
4. Pengertian Usia Lanjut……………………………………… 17
5. Pembatasan Usia Lanjtut……………………………………. 18
6. Tipe-Tipe Usia Lanjut………………………………………. 18
7. Pengelompokan Usia Lanjut Menurut Kemampuannya…… 19
8. Perubahan –Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut……. 20
9. Reaksi Dan Sikap Usia Lanjut Terhadap Perubahan.............. 28
10. Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Oleh Usia Lanjut................. 29
C. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan.......................................................... 30
2. Proses adopsi perilaku............................................................ 31
3. Pengetahuan di dalam domain kognitif.................................. 33
D. Keluarga
1. Definisi keluarga..................................................................... 34
2. Fungsi keluarga........................................................................ 35
E. Sikap
1. Pengertian sikap...................................................................... 37
2. Struktur sikap.......................................................................... 41
ix
3. Komponen sikap...................................................................... 43
4. Interaksi komponen-komponen sikap..................................... 44
5. Organisasi sikap....................................................................... 44
6. Berbagai tingkatan sikap.......................................................... 45
7. Hubungan antara sikap dengan pengetahuan........................... 47
F. Kerangka Konsep.......................................................................... 48
G. Hipotesis........................................................................................ 48
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian……………….………….……………………. 49
B. Populasi dan Sampel Penelitian………….…………….………... 49
C. Lokasi dan Waktu Penelitian…….…………………..………….. 50
D. Variabel Penelitian………………………………………………. 50
E. Hubungan antar variabel................................................................ 51
F. Definisi operasional……………………………………………... 51
G. Instrumen Penelitian ..................................................................... 52
H. Uji validitas dan Reabilitas............................................................ 54
I. Tehnik Pengumpulan Data............................................................. 56
J. Tehnik pengelolaan data dan analisa data...................................... 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum…………………………………………….. 58
2. Karakteristik Responden…………………………………….. 58
3. Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Jatuh
x
Pada Usia Lansia....................................................................... 61
4. Sikap Kuarga Tentang Pencegahan Jatuh Pada
Usia Lanjut Di Rumah…………………………………….....
61
5. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Keluarga Usia Lanjut Dalam Pencegahan Jatuh Di Rumah..... 62
B. Pembahasan
1. Pengetahuan.............................................................................. 63
2. Sikap………………………………………………………… 66
3. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga
lansia dalam pencegahan jatuh di rumah................................
67
C. Faktor pendukung dan penghambat
1. Faktor Pendukung……........................................................... 69
2. Faktor Penghambat…………………………………………. 69
D. Keterbatasan Penelitian.. ………………………………………. 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………..……..…………….... 71
B. Saran………………………………………..………...………….. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Halaman Tabel 1 Instrumen penelitian................................................................ 53 Tabel 2 Instrument penelitian sikap.................................................... 54 Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan golongan umur
di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008........................................................................................ 59
Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan Jenis kelamin di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008........................................................................................ 59
Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan golongan tingkat
pendidikan, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008........................... 59
Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan golongan jenis
pekerjaan, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008........................................................ 60
Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan hubungan keluarga
Dengan usia lanjut di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008........................... 60
Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan golongan tingkat
pengetahuan keluarga, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008............................ 61
Tabel 9 Karakteristik sikap keluarga dalam pencegahan jatuh
usia lanjut di rumah, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008........................... . 61
Tabel 10 Tabel Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Keluarga usia lanjut dalam pencegahan
xii
jatuh di rumah di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008............................ 62
Tabel 11 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Keluarga Usia Lanjut dalam Pencegahan Jatuh di Rumah di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta 2008............................ 62
xiii
DAFTAR SKEMA Skema 1 Kerangka konsep Penelitian…………………………..…...... 48
Skema 2 Hubungan antar variabel.......................................................... 51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji validitas dan reabilitas kuesioner
Lampiran 2. Data Tabulasi Pengetahuan dan Sikap
Lampiran 3. Hasil korelasi
Lampiran 4. Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 5. Lembar Persetujuan Menjadi Reponden
Lampiran 6. Kuesioner
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kepada Kelurahan Ambar Ketawang Gamping Kidul
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian Dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kepada Kepala Daerah Cq. Kepala Bappeda Sleman.
Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian dari Kelurahan Ambar Ketawang Gamping
Kidul Sleman, Yogyakarta
Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Sleman
xv
Susanti Tri Nugraeni.(2008). Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga usia lanjut dalam pencegahan jatuh di rumah di dusun gamping kidul ambar ketawang sleman yogykarta.
Pembimbing: Uswatun Khasanah, MNS
INTISARI
Seiring meningkatnya jumlah populasi warga usia lanjut di Indonesia, pengetahuan dan sikap tentang pencegahan jatuh lansia di rumah menjadi suatu hal yang sangat penting. Lansia memiliki ketakutan yang sangat realistis untuk mengalami jatuh. Hanya sekitar 5 sampai 6 % jatuh terjadi dalam suatu cedera yang serius, tetapi konsekuensi dari jatuh mungkin lebih daripada sekedar cedera yang serius. Jatuh dapat juga memalukan dan menyakitkan dan dapat menyebabkan keterbatasan aktifitas dan kemandirian atau kehilangan rasa percaya diri. Metode penelitin yang di gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah keluarga yang memiliki usia lanjut 60 tahun ke atas, untuk cara mengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, uji statistik dengan menggunakan SPSS dengan range spearman corelation. Jumlah populasi 140 dan sampel dalam penelitian ini 30 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dalam pencegahan jatuh di rumah di Dusun Gamping Kidul Kel. Ambar Ketawang, Sleman Yogyakarta. Dari hasil penelitian di dapatkan pengetahuan baik yaitu pada 14 orang dengan prosentase 46,0%, untuk sikap categori baik yaitu 21 orang dengan prosentase 70%.
Kesimpulan pada penelitin ini sebagian besar keluarga memiliki pengetahuan baik dan sebagian besar sikap keluarga tentang pencegahan jatuh usia lanjut dirumah dengan kategori cukup, jadi terdapat hubungan yang yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap sikap keluarga tentang pencegahan jatuh usia lanjut di rumah di Dusun Gamping Kidul Kel. Ambar Ketawang, Sleman Yogyakarta. Ini di buktikan dengan hasil signifikan 0,007 < 0,05 sehingga Ho di tolak. Kata kunci: Pengetahuan keluarga, sikap keluarga dalam pencegahan jatuh.
xvi
Susanti Tri Nugraeni. (2008). The correlation between family knowledge level with families attitude who has older people in preventing of fall in their home in dusun gamping kidul ambar ketawang sleman yogykarta.
Advisers: Uswatun Khasanah, MNS
ABSTRACT
Along increasing of the older people population total in Indonesia, knowledge and attitude about fall preventing of older people in their home becomes an important thing. Older people has fear ness to fall and it’s a realistic think. It’s about 5 until 6 % the incident of fall that makes a serious injury, but the consequences of fall more than it. Fall is shameful and a painful. It also can make activity limitation, autonomous or lose the confidence.
Research method use a cross sectional approach. Subject of this research is the family that has the older people who have age more than 60 years. This research use questioner instrument and SPSS (range spearmen correlation) in statistical test. Population in this research is 140 and 30 respondents to sample.
The purpose of Identified the correlation between knowledge level toward family attitude in preventing older people of fall in their at home. The location of this research is Dusun Gamping Kidul, Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta.
The result of this research, we know that families education level with good category is 14persons (46,9%) and good category 21 person (70%). So there is a significant correlation between knowledge with family attitude about preventing older people of fall in their home. This research can prove by significant result 0,007 < 0, 05 so Ho was rejected. Keywsord: Family knowledge, family attitude preventing in older people.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kemajuan suatu bangsa dapat di lihat dari indikator harapan hidup
penduduknya, dimana dapat dilihat dari terjadinya penurunan angka
kematian ibu dan bayi, serta meningkatnya harapan hidup waktu lahir.
Umur harapan hidup di Indonesia tahun 2000 mencapai lebih dari 70 tahun
(Darmojo, 2006). Hal ini memperlihatkan semakin tingginya jumlah
penduduk usia lanjut khususnya di pulau Jawa yaitu proporsi terbesar
berturut-turut di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur, yaitu
sebesar 12,58% dan 9,46%, sedangkan proporsi terkecil adalah Irian Jaya,
sebesar 1,65% (Notoatmodjo, 2007).
Lanjut usia (Lansia) oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan
bahwa antara 2005-2010 jumlah penduduk lansia sekitar 19 juta jiwa atau
8,5% dari seluruh jumlah penduduk. WHO telah memperhitungkan bahwa
di tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga
lansia sebesar 41,4%, yang merupakan sebuah peningkatan tertinggi di
dunia (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo mengatakan meningkatnya jumlah penduduk lansia
menimbulkan masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan
lansia. Masalah tersebut jika tidak ditangani akan berkembang menjadi
masalah yang lebih kompleks. Masalah yang kompleks pada lansia seperti
perubahan fisik, mental, dan sosial. Lansia memiliki ketakutan yang sangat
xviii
realistis untuk mengalami jatuh. Meski hanya sekitar 5 sampai 6 % jatuh
terjadi dalam suatu cedera yang serius, tetapi konsekuensi dari jatuh
mungkin lebih daripada sekedar cedera yang serius. Menjadi lansia banyak
mengalami perubahan salah satunya adalah perubahan fisik sehingga dapat
menyebabkan terjadinya jatuh (Darmodjo, 2006).
(Stanley et al, 2006) menyatakan jatuh dapat juga memalukan,
menyakitkan dan dapat menyebabkan keterbatasan aktifitas serta
kemandirian atau kehilangan rasa percaya diri. Reuben dkk (1996)
mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umur lebih dari 65
tahun berkisar sepertiga populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh
0,6 per orang. Sedangkan insiden jatuh di rumah 3 kali lebih banyak
(Tinetti, 1992 dalam buku Darmojo, 2006). Lima persen dari penderita
jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah
sakit (Darmojo, 2006 ). Lansia yang telah mengalami jatuh dan perlu
untuk ditangani di rumah sakit memiliki kemungkinan meninggal
sebanyak 17 sampai 50% pada tahun berikutnya (Stanley et al, 2006)
Kecelakaan adalah merupakan penyebab kematian nomor enam
pada tahun 1992, dan nomor lima pada tahun 1994 untuk penderita lansia,
2/3 nya akibat jatuh. Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi
karena sering tidak di sadari oleh keluarga atau dokter yang
memeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain
misalnya serangan jatung mendadak (Tinetti,1992 dalam buku Darmojo,
2006).
xix
Jatuh seringkali di alami oleh para lanjut usia dan penyebabnya
bisa multi faktor, baik faktor instrinsik (dari dalam lanjut usia), misalnya:
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, dan sikope-dizzins, maupun faktor ekstrinsik, misalnya : lantai yang
licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang
karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya (Nugroho, 2000).
Fraktur collum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh
pada lansia diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, yang
sebagian besar adalah wanita. Diperkirakan 1% lansia jatuh akan
mengalami fraktur collum femoris, 5% akan mengalami fraktur tulang
lain, seperti iga, humerus, pelvis, dan lain-lain, 5% perlukaan jaringan
lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius seperti subdural hematom,
hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering merupakan komplikasi
akibat jatuh (Kane et all, 1994 dalam buku Darmojo, 2006). Resiko untuk
terjadinya perlukaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari
penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh akibat dari jatuh itu
sendiri (Reuben, 1996 dalam buku Darmojo).
Nugroho (2000), mengatakan lanjut usia harus dicegah agar tidak
jatuh dengan cara mengidentifikasi faktor resiko, menilai, mengawasi
keseimbangan dan gaya berjalan, mengatur serta mengatasi faktor
situasional. Peran keluarga untuk perawatan lanjut usia sangats penting
karena keluarga merupakan orang terdekat dari lansia sehingga diharapkan
dapat meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan lansia menuju
xx
masa tua yang sehat dan bahagia. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan
yang baik karena diharapkan dengan pengetahuan yang baik timbul sikap
yang lebih baik. Pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang
peranan yang penting dalam penentuan sikap yang utuh, sehingga Pada
prinsipnya mencegah terjadinya jatuh pada lanjut usia sangat penting dan
lebih utama dari pada mengobati akibatnya (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di peroleh data bahwa di
Kelurahan Ambar Ketawang terutama di Dusun Gamping Kidul terdapat
140 keluarga yang tinggal bersama keluarga, ini di peroleh dari data
penjaringan usia lanjut tahun 2003 sehingga peneliti memutuskan untuk
melakukan penelitian di daerah tersebut.
Menurut Hardywinata (1999), permasalahan umum pada usia
lanjut adalah makin lemahnya nilai kekerabatan, sehingga keluarga yang
berusia lanjut kurang di perhatikan, dihargai dihormati, berhubung terjadi
perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah
pada bentuk keluarga kecil. Sedangkan menurut Departemen Sosial R.I,
(1998), masalah yang dihadapi oleh kelompok usia lanjut antara lain : (1)
ketiadaan sanak keluarga, kerabat, dan masyarakat lingkungan yang dapat
memberikan bantuan tempat tinggal dan penghidupan; (2) kesulitan
hubungan antara usia lanjut dengan keluarga di tempat selama ia tinggal;
(3) ketidak mampuan secara ekonomi dari keluarga untuk menjamin
kehidupan secara layak ; (4) berkurangnya kesempatan keluarga untuk
memberikan pelayanan kepada usia lanjut. Perawatan usia lanjut bertujuan
xxi
mempertahankan kesehatan dan kemampuan usia lanjut dengan jalan
perawatan serta membantu mepertahankan dan membesarkan semangat
hidup mereka, selajutnya menolong dan merawat usia lanjut yang
menderita gangguan tertentu.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan permasalahan
peneliti adalah ’’Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga
dengan sikap keluarga usia lajut di Dusun Gamping Kidul Ambar
Ketawang Sleman Yogyakarta 2008?’’.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap
keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut dirumah.
2. Tujuan khusus
a) Diketahui tingkat pengetahuan tentang pencegahan jatuh usia
lanjut.
b) Diketahui sikap keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat bagi keperawatan
Untuk meningkatkan wawasan keperawatan dalam praktek
keperawatan dengan usia lanjut.
xxii
2. Manfaat bagi keluarga
Sebagai dasar untuk mengembangkan tingkat pengetahuan yang baik,
dalam menjalankan tingkat pencegahan jatuh untuk para usia lanjut di
dalam keluarga. Memperoleh pengetahuan, keterampilan yang spesifik
dalam rangka peningkatan kesehatan usia lanjut.
4. Manfaat bagi puskesmas
Dapat digunakan sebagai informasi kepada pengelola program
kesehatan usia lanjut khususnya dalam pencegahan jatuh usia lanjut
dirumah. Dapat menggunakan strategi yang sama dalam upaya
pencegahan jatuh usia lanjut di rumah dengan melibatkan peran aktif
keluarga
E. Ruang lingkup
1. Responden
Semua keluarga yang mempunyai usia lanjut di Dusun Gamping Kidul
Kelurahan Ambar Ketawang, karena keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting terutama dalam pencegahan jatuh lanjut usia di
rumah.
2. Tempat
Di wilayah Dusun Gamping Kidul Kelurahan Ambar Ketawang
Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
3. Waktu
Penelitian ini di lakukan di bulan Agustus 2008 di wilayah Dusun
Gamping Kidul Kelurahan Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta.
xxiii
4. Materi
Materi penelitian yang di ambil adalah tingkat pengetahuan dengan
sikap keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut di rumah.
F. Keaslian penelitian
Penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan di lakukan adalah ;
Wibisono (2000), Pengetahuan dan Perilaku Ibu yang Memiliki
Balita Tentang Upaya Pencegahan Kecelakaan di Rumah Pada Balita dan
faktor-faktor yang berhubungan di Kelurahan Pisangan Baru Kecamatan
Matraman Jakarta Timur 2000. Penelitian ini menggunakan disain
penelitian cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan perilaku ibu yang memiliki balita tentang upaya pencegahan
kecelakaan di rumah serta diketahuinya pola kecelakaan dalam 3 bulan
terakhir dan faktor-faktor yang berhubungan. Jumlah responden yang
didapatkan sebanyak 108 responden. Karakteristik kejadian kecelakaan di
ambil dalam 3 bulan terakhir. Hasil penelitian mendapatkan pengetahuan
responden rendah sebanyak 65,7%, perilaku responden yang kurang
sebanyak 57,4%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan
adalah aktifitas sosial. Semakin banyak kegiatan yang di ikuti semakain
baik pengetahuan responden. Faktor yang berhubungan dengan perilaku
adalah pendidikan dan pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan yang di
ikuti dan semakin baik pengetahuan maka semakin baik perilaku
responden untuk pencegahan kecelakaan. Sebanyak 63,9% balita usia 0-5
xxiv
tahuan mengalami kecelakaan dalam 3 bulan terakhir. Kecelakaan yang
paling sering terjadi adalah jatuh sebanyak 62,2%. Perbedaan antara
penelitian ini dengan yang akan di teliti terletak pada variabel dan subyek
penelitian.
Nurwahyuni (2005), melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Keluarga Dalam Perawatan
Usila Di Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngebel Kasihan Bantul.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara
tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dalam perawatan usila di rumah.
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah
keluarga yang memiliki usia lanjut di atas 60 tahun ke atas, untuk cara
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil dari penelitian
menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan sikap keluarga tentang perawatan usia lanjut di
rumah. Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah
terletak pada variabel terikatnya. Persamaannya terletak pada variabel
sikap keluarga.
Utami (2005), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan
Perilaku Keluarga Dalam Perawatan Usia Lanjut Di Rumah Di Kasihan
Bantul Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperimental dengan
desain one group pretest postest, dengan subyek keluarga yang memilki
xxv
usia lanjut 60 tahun ke atas dan cara pengumpulan datanya menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perilaku
keluarga dalam perawatan usia lanjut di rumah. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan di lakukan adalah bahwa pada penelitian ini
variabel penelitiannya lebih luas dan menggunakan intervensi sedangkan
pada penelitian yang akan di lakukan variabel yang di teliti lebih khusus
yaitu mengenai jatuh dan tidak menggunakan intervensi.
xxvi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jatuh
1. Pengertian jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring,
terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2006).
2. Penyebab
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan
beberapa faktor, antara lain : (Darmojo, 2006)
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30-50% kasus
jatuh lansia ) murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung dan
gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda
yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan vertigo
c. Hipotensi orthostatic; Hipovolemia atau curah jantung yang rendah,
disfungsi otonom, penurunan kembalinya darah vena ke jantung,
terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi
sesudah makan.
xxvii
d. Obat- obatan; diuretic atau antihipertensi, anti depresent trisiklik,
sedative, antipsikotik, obat-obat hipoglikemik, alkohol.
e. Proses penyakit yang spesifik akut seperti; kardiovaskular; aritmia,
stenosis aorta, sinkope sinus carotis dan Neurologi; TIA, stroke,
serangan kejang, Parkinson, kompresi saraf spinal karena spondilosis,
penyakit cerebellum.
f. Idiopatik
g. Sinkope; kehilangan kesadaran secara tiba-tiba: Droup attack
(serangan roboh), penurunan darah ke otak secara tiba-tiba, terbakar
matahari.
3. Faktor-Faktor yang berpengaruh
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada lansia di
kategorikan menjadi dua bagian (Darmojo, 2006)
a. Karakteristik lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang sering di hubungkan dengan kejadian
kecelakaan pada lansia antara lain: Alat-alat atau perlengkapan rumah
tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah dapat
menggangu aktivitas lansia. Tempat tidur atau WC yang rendah/
jongkok, tempat berpegangan yang tidak kuat/ tidak mudah di pegang;
Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun, karpet yang
tidak dilem dengan baik, keset yang tebal atau menekuk pinggirnya,
dan benda-benda alas yang licin atau mudah tergeser. Lantai yang licin
atau basah, Penerangan yang tidak baik (kurang atau meyilaukan) dan
xxviii
alat Bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaanya.
b. Karakteristik situasional
1. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga dan mengganti posisi.
Jatuh sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olah
raga, karena di sebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya
hanya 5% jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas yang
berbahaya seperti mendaki gunung atau olah raga berat. Jatuh juga
sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang bergerak) ketika
tiba-tiba dia ingin berpindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa
pertolongan.
2. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di
tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak di
banding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung atau
menabrak benda-benda perlengkapan rumah tangga, lantai licin
atau tidak rata dan penerangan ruang yang kurang.
3. Penyakit akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut
dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan
jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru
xxix
obstruksi menahun, nyeri dada pada penderita penyakit jantung,
dan lain-lain.
4. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah awal yang harus di lakukan
karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan
tetap memberatkan (Darmojo, 2006).
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain : (Darmojo,
2006)
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu di lakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor intrinsic resiko jatuh, perlu dilakukan assesment keadaan
sensorik, neurologik, musculoskeletal dan penyakit sistemik yang
sering mendasari/menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus di hilangkan. Penerangan rumah harus cukup
tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari
benda-benda kecil yang susah di lihat. Peralatan rumah tangga yang
sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti,
peralatan rumah ini sebaiknya di letakan sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu jalan atau tempat aktifitas lansia. Kamar mandi
dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu
yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
xxx
Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural,
hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat
selektif dan dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan
keluarganya tentang resiko terjadinya jatuh akibat minum obat
tersebut.
Alat Bantu berjalan yang di pakai lansia baik berupa tongkat,
tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi
ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi
badan lansia.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.
Penilaian postural sway sangat di perlukan untuk mencegah terjadinya
jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat
beresiko jatuh, maka di perlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi
medik. Penilaian gaya berjalan (gait) juga harus dilakukan dengan
cermat, apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak
mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada
saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup
untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus di koreksi bila
terdapat kelainan atau penurunan.
3. Mengatur / mengatasi faktor situasional
xxxi
Faktor situsional yang bersifat serangan akut/ eksaserbasi akut
penyakit yang di derita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin
kesehatan yang di derita secara periodik. Faktor situasional bahaya
lingkungan dapat di cegah dengan mengusahakan perbaikan
lingkungan seperti tersebut di atas. Faktor situasional yang berupa
aktifitas fisik dapat dibatasi dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu
diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman
bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang
diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila
lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan
lansia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau
beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
B. Usia lanjut
1. Pengertian Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakanyang diderita (Constantinides,
1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)
secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya di alami pada semua
makhluk hidup.
2. Karakteristik Tentang Proses Penuaan
xxxii
Menurut Vicent, J. Cristofalo (1990), beberapa karakteristik
tentang proses penuaan yang terjadi pada manusia adalah;
a) Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia
b) Menurutnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di
lingkungannya.
c) Terjadinya perubahan yang progresif dan merusak
d) Meningkatnya kerentaan terhadap penyakit tertentu.
3. Tanda-Tanda Menjadi Tua
Menurut Dep.Kes RI (2000), tanda-tanda menjadi tua adalah :
1) Kemunduran- kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik antara lain :
a) Kulit mulai mengendur pada wajah timbul keriput serta garis-
garis yang menetap
b) Rambut mulai beruban dan menjadi putih
c) Gigi mulai ompong
d) Penglihatan dan pendengaran berkurang
e) Mudah lelah
f) Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
g) Kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak
terutama bagian perut dan pinggang.
2) Kemandirian kemampuan-kemampuan kognitif antara lain :
a) Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
xxxiii
b) Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik dari pada hal-
hal yang baru terjadi, yang pertama di lupakan adalah nama-
nama.
c) Orientasi umum dan persepsi waktu dan ruang atau tempat juga
mundur.
d) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang
dicapai dalam tes-tes intelegensi menjadi lebih rendah.
e) Tidak mudah menerima hal-hal atau ide baru.
4. Pengertian Usia Lanjut
Usia lanjut merupakan masa perkembangan terakhir dalam hidup
manusia, terdapat proses penurunan kemampuan pada usia lanjut
(Prawitasari, 1993). Metode pengelolaan untuk menganalisa keadaan sakit
seseorang usia lanjut diawali dengan suatu assesment. Perubahan
perlemahan atau perburukan (impairment) adalah hilangnya atau tidak
normalnya kondisi fisiologis, psikologis atau struktur tubuh dan anatomi
tubuh, misalnya beberapa bagian yang mengalami kelemahan, antara lain
kemampuan berbicara, pendengaran, penglihatan, organ-organ gerak dan
bentuk tubuh. Ketidakmampuan atau cacat (disability) merupakan
pembatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh seseorang. Keterbatasan ini terjadi karena hasil kelemahan organ
tubuh di atas, dan meliputi kemampuan berkomunikasi, berperilaku dan
memelihara diri. Rintangan (handicap) adalah hambatan untuk melakukan
aktivitas dasar dan instrumental sehari-hari merupakan pengaruh adanya
xxxiv
kelemahan dan keterbatasan ini, terjadi atas kemampuan orientasi,
ketergantungan fisik, mobilitas dan berinteraksi sosial (WHO, 1980).
5 Pembatasan Usia Lanjut
Kelompok usia lanjut menurut World Health Organization (WHO,
1980), adalah sebagai berikut : 1). Usia lanjut pertengahan tahun yaitu 45-
59 tahun, 2). Usia lanjut yaitu usia 60-75 tahun, 3). Usia tua berkisar 75-90
tahun, 4). Usia tua adalah di atas 90 tahun. Usia lanjut adalah 60 tahun ke
atas atau lebih (Dep. Kes RI, 2000).
Dilihat dari segi fisik, kejiwasan, sosial dan ekonomi usia lanjut
menghadapi berbagai perubahan. Untuk menghadapi dan mengatasinya di
perlukan pengertian, dukungan dan perhatian dari keluarga terutama
mengenai perawatan usia lanjut, sehingga usia lanjut dapat memelihara
kesehatan secara optimal.
6 Tipe-Tipe Usia Lanjut
Tipe-tipe usia lanjut menurut Nugroho (2000) antara lain adalah;
a) Tipe arif bijaksana
Adalah lansia yang kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b) Tipe mandiri
xxxv
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit di layani dan pengkritik.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik mempunyai konsep habis gelap
terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan
apa saja yang dilakukan.
e) Tipe bingung
Mudah terkejut, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
7 Pengelompkan Usia Lanjut Menurut Kemampuannya
Menurut kemampuannya dalam berdiri sendiri para usia lanjut biasa di
golongkan dalam kelompok-kelompok (Dep. Kes RI, 1992).
a) Usia lanjut mandiri sepenuhnya
b) Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
c) Usia lanjut mandiri dengan bantuan tidak langsung
xxxvi
d) Usia lanjut dibantu oleh badan sosial
e) Usia lanjut panti sosial Tresna Werda
f) Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit
g) Usia lanjut yang menderita gangguan mental.
8 Perubahan- Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut
a) Perubahan-perubahan fisik
1) Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya
b) Lebih besar ukurannya
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intra celuler
d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal darah dan hati
e) Jumlah otak turun
f) Terganggunya mekanisme perbaikan di dalam sel
g) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-10%.
2) Sistem Persyarafan
a) Berat otak menurun 10-20%
b) Cepatnya menurun hubungan peryarafan
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya
dengan stres
d) Mengecilnya saraf panca indera seperti berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendendaran, mengecilnya syaraf
xxxvii
pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan pada
suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
e) Kurang sensitif terhadap perubahan.
3) Sistem pendengaran
a) Presbiakusis
b) Membrana timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
c) Terjadinya pengumpulan seruman yang mengeras karena
meningkatnya kreatinin
d) Pendengaran menurun pada usia lanjut yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress
4) Sistem penglihatan
a) Sfinger pupil timbil skelerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
c) Lensa lebih suram
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam
kegelapan.
e) Hilangnya daya akomodasi
f) Menurunnya lapang pandang
xxxviii
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada
skala.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volunternya.
d) Kehilangannya elastisitas pembuluh darah kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi.
Perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
e) Tekanan darah meninggi di akibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer sistolis normal ± 170
mmHg. Diastolis normal ± 90mmHg.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermi) secara fisiologik yaitu
± 350C akibat metabolisme yang menurun.
b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem respirasi
a) Otot pernafasan hilangnya dan menjadi kaku
xxxix
b) Menurunnya aktivitas dari silia
c) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
turun dan kedalaman nafas menurun
d) Alveoli ukurannya melebar dan biasa dan jumlahnya berkurang
e) O2 pada arteri menurun menjadi 75mmHg
f) CO2 pada arteri tidak berganti
g) Kemampuan untuk batuk berkurang
h) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia
8) Sistem gastrointestinal
a) Kehilangan gigi
b) Indera pengecap menurun
c) Esophagus melebar
d) Lambung, rasa lapar menurun ( sensitifitas lapar menurun ),
asam lambung menurun dan waktu mengosongkan menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
f) Fungsi absorpsi lemah
g) Menciutnya ovari dan uterus
h) Atrofi payudara
9) Sistem gastrourinaria
xl
a) Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme
tubuh, melalui urin darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh
satuan terkecil dari ginjal yang disebut nefron
b) Vesika urinaria : otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air
seni meningkat
c) Pembesaran prostat ± 75% dialami oleh pria usia di atas 65
tahun
d) Atrofi vulva
e) Vagina
10) Sistem endokrin
a) Produksi dari hampir semua hormon turun
b) Fungsi paratiroid dan sekkresinya tidak berubah
c) Pituitari
d) Menurunnya aktifitas tiroid
e) Menurunnya produksi aldosteron
f) Menurunnya sekresi hormon kelamin
11) Sistem kulit
a) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak
b) Menurunnya respon terhadap trauma permukaan kulit kasar
dan bersisik
c) Mekanisme proteksi kulit menurun
d) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu
xli
e) Rambut dalam hidung dan telinga menebal
f) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi
g) Pertubuhan kuku lebih kuat
h) Kuku jari menjadi keras dan rapuh
i) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
j) Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya
k) Kuku menjadi pudar dan kurang berbahaya.
12) Sistem muskuloskeletal
a) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh
b) Kifosis
c) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
d) Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang)
e) Persendian membesar dan menjadi kaku
f) Tendon mengerut dan mengalami sclerosis
g) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil ) : serabut-
serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi
lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
h) Otot-otot polos tidak begitu terpengaruh
b) Perubahan - perubahan mental
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
xlii
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan
e) Lingkungan
2) Kenangan (memori)
a) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari
yang lalu mencangkup beberapa perubahan.
b) Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan
buruk.
3) IQ (Intelegentia Quation)
a) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal.
b) Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan
psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena
tekanan-teknan dari waktu.
c) Perubahan-perubahan psikososial
4) Pensiun
Nilai seseorang di ukur oleh produktifitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang sudah
pensiun, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :
a) Kehilangan finansial : income berkurang
xliii
b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap, dengan segala fasilitasnya)
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
e) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality)
f) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit
g) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic
deprivation)
h) Penyakit kronis dan ketidakmampuan
i) Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
j) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
k) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dn famili
l) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
5) Perubahan spiritual/perkembangan spiritual
a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya
b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
xliv
c) Perkembangannya spiritual pada usia 70 tahun, yang dicapai
adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh
cara mencintai dan keadilan
6) Perubahan kejiwaan
Kejiwaan yaitu :
a) Daya ingat dan konsentrasi menurun
b) Mudah sedih dan tersinggung
7) Perubahan sosial
Sosial yaitu :
a) Kehilangan pekerjaan
b) Kehilangan pasangan
c) Berpisah dengan anak
d) Menerima kehadiran cucu
9 Reaksi dan Sikap Usia Lanjut Terhadap Perubahan
a. Baik
1) Menerima keadaan
2) Lebih giat beribadah
3) Menyadari perubahan
4) Menjaga kesehatan
5) Melakukan perawatan diri
6) Tetap bersmangat menghadapi hidup
b) Tidak baik
1) Menolak perubahan
xlv
2) Frustasi
3) Menyendiri
4) Merencanakan bunuh diri
5) Takut mati
6) Kesedihan yang berkepanjangan
10 Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Oleh Usia Lanjut
a) Terhadap perubahan fisik
1) Melakukan perawatan diri secara terataur
2) Lakukan senam/gerak badan
3) Minum obat sesuai petunjuk, jika sakit
4) Makan makanan dengan gizi seimbang
5) Minum paling sedikit 8 gelas sehari
b) Terhadap perubahan jiwa
1) Kenali masalah yang ada
2) Menerima masa tua dengan hati lapang
3) Yakinkan diri bahwa masih dibutuhkan
4) Beribadah secara teratur
5) Ikuti kegiatan keagamaan
6) Sabar dan tawakal
7) Pertahankan keharmonisan suami dan istri dan anggota
keluarga lain
xlvi
c) Terhadap perubahan sosial/masyarakat
1) Lakukan kesibukan pada waktu luang
2) Mengunjungi teman sesuai dan keluarga
3) Lakukan kegiatan rekreasi
4) Menyesuaikan diri terhadap penurunan penghasilan /pensiun
5) Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (paling sedikit 6
bulan sekali
C. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Sarwono (Sarwono, 1997), tingkat pengetahuan itu lebih
bersifat pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif.
Tingkat pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Azwar 1997, menyatakan bahwa fungsi pengetahuan
adalah manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk
mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
xlvii
Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah pemahaman yang di peroleh berdasarkan
pengalaman yang di dapatkan melalui proses penginderaan yang berupa
fakta-fakta dan informasi baru yang mampu menarik atau
mempengaruhi individu tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :
a. Tigkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan upaya yang memeberikan
pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang
meningkat.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan
memeberikan pengetahuan yang lebih jelas.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan
yang memeiliki sikap dan kepercayaaan.
d. Pengalaman
Suatu yang di alami sesorang akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat non formal.
e. Tingkat ekonomi
xlviii
Tingkat kemampuan sesorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
sesorang yang memepunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas (Notoatmodjo,
1993).
2. Proses adopsi perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan pengetahuan yang baik akan
mudah menerima informasi sehingga lebih mudah dalammemberikan
solusi yang tepat untuk menghadapi masalahnya, hal ini tentu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang tinggi (Soewadi, 1997). Disisi
lain status pekerjaan juga akan empengaruhi sikap seseorang karena
lebih mampu melakukan analisis logis dalam menghadapi masalah
memerlukan biaya atau dana (Billing and Moss, 1974), mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru ( berperilaku baru ), di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni;
a. Awareness, dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau obyek.
b. Interest, dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus.
c. Evaluation, menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya
stimulus tersebut terhadap dirinya.
d. Trial, mencoba prilaku.
xlix
e. Adoptation, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitin selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama.
3. Pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
enam tahapan ;
a. Tahu
Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di
pelajari sebelumnya, termasuk dalam tigkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari.
Oleh karena itu tahap ini di sebut dengan tahap pengetahuan yang
lebih rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lainmenyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
b. Memahami
l
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut dengan benar.
c. Aplikasi
Di artikan sebagai kemapuan menggunakan pengetahuan yang
dipahami pada keadaan yang nyata.
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjbarkan suatu materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sam lain.
e. Sintetis
Menunjuk suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
D. Keluarga
1. Definisi keluarga
Menurut Baylon dan Maglaya (1978), keluarga adalah dua atau
lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu
li
dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan
serta mempertahankan suatu budaya.
Menurut Burgess (1963 dalam Friedman 2003), keluarga adalah
orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan
adopsi yang hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga atau hidup
secara terpisah. Mereka berinteraksi, berkomunikasi satu sama lain dalam
peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah-ibu, anak dan mereka
menggunakan budaya yang sama.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang bekumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (DepKes
cit Prasetyanti, 2002). Keluarga merupakan sekumpulan orang yang terdiri
dari dua atau lebih individu yang dikarakteristikkan dengan atau tanpa
hubungan darah yang memiliki fungsi di dalamnya (Whall, 1986 dalam
Friedman 2003).
Uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu
sistem. Sebagai sistem, keluarga mempunyai anggota yaitu: ayah, ibu dan
anak atau semua individu yang tinggal di dalam rumah tangga. Anggota
keluarga saling berinteraksi, intoleransi dan interdependensi untuk
mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka
sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya, yaitu lingkungannya
(masyarakat). Pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam membentuk
manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-psiko-sosisl-spiritual.
lii
Keluarga sebagai titik sentral pelayanan keperawatan. Keluarga yang sehat
akan mempunyai anggota keluarga yang sehat dan masyarakat yang sehat.
2. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga adalah bertanggung jawab dalam menjaga dan
menumbuh kembangkan anggotanya (Herawati, 2000). Menurut Friedman
(2003) fungsi keluarga dibagi menjadi tiga fungsi pokok yaitu; fungsi
afektif, fungsi sosialisasi dan fungsi perawatan kesehatan.
Pemenuhan fungsi afektif merupakan sentral bagi pembentukan
dan kelanjutan dari unit keluarga. Keluarga melakukan tugas-tugas yang
menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi anggotanya.
Loveland-Cherry (1989), menyatakan bahwa kasih sayang di
kalangan anggota keluarga menghasilkan suasana emosional pengasuhan
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara positif.
Fungsi keluarga yang kedua menurut Friedman (2003) adalah
fungsi sosialisasi, merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus dalam mengubah perilaku sebagai respon terhadap situasi yang
terpola secara sosial. Fungsi sosialisasi meliputi pembinaan sosialisasi
anggota keluarga, membentuk norma-norma tingkah laku dan meneruskan
nilai-nilai kebudayaan.
Fungsi keluarga yang ketiga menurut Friedman (2003) adalah
fungsi perawatan kesehatan yang merupakan salah satu fungsi utama
keluarga. Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan
perawatan kesehatan menjadi fokus utama untuk meningkatkan derajat
liii
kesehatan para anggotanya. Keluarga memberikan perawatan kesehatan
yang bersifat preventif dan bersama-sama merawat anggota keluarga yang
sakit. Sebagai pemberi perawatan, penting bagi keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan agar keluarga dapat
mendeteksi lebih awal gejala dari suatu penyakit.
Tingkat kesehatan seluruh anggota keluarga merupakan indikasi
untuk menilai tingkat fungsi keluarga. Semakin baik kesehatan anggota
keluarga, semakin kuat sistem yang berfungsi dalam keluarga. Keluarga
dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama, oleh sebab itu
keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan
keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
E. sikap
1. Pengertian sikap
Menurut Purwanto(1999), sikap adalah pandangan atau perasaan
yang di sertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap dari
objek tertentu. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap pada sesuatu hal,
suatu objek dan bukan sikap yang tanpa objek. Manusia dapat mempunyai
sikap yang bermacm-macam. Sikap mungkin terarah terhadap benda-
benda, orang-orang tetapi atau juga bisa pada peristiwa-peristiwa,
liv
perundang-undangan, lembaga-lembaga dan norma-norma maupun nilai-
nilai yang lain.
Ciri-ciri sikap adalah ;
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan di bentuk atau di pelajari
sepanjang perkembangan orang itu ada hubungan dengannya dengan
objek. Sifat membedakan dengan sifat motif-motif biogenetic seperti
lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2) Sikap dapat berubah- ubah karena itu sikap dapat di pelajari dan
karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu dan memepermudah sikap
pada orang tertentu.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek, dengan kata lain, sikap itu terbentuk, di
pelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu
yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4) Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi perasaan. Sifat inilah yang
membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau tingkat
pengetahuan yang dimiliki orang.
Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda
dalam suatu tingkat pengetahuan yang dimiliki setiap orang. Tingkat
pengetahuan saja belum menjadi penggerak, sepaerti halnya pada
lv
sikap. Tingkat pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap
apabila tingkat pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak
sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap objek tertentu. Sikap
mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju suatu tujuan,
maka akan berusaha mencapai tujuan. Sikap dapat merupakan suatu
tingkat pengetahuan, sikap ini dapat bersifat positif dapat pula bersifat
negatife. Dalam sikap positif cenderung ketindakan yang mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap
negatife cenderung kepada tindakan yang menjauhi, menghindari, dan
menyukai objek tertentu.
Sikap dapat dibentuk melalui empat cara, yaitu ;
1) Adopsi
Kejadian –kajadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-
ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap
kedalam individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2) Diferensiasiasi
Dengan berkembanganya intelegensi, bertambahnya pengalaman,
sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya
dianggap sejenis, sekarang di pandang tersendiri.
3) Integrasi
Pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap dimulai dengan
berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.
4) Trauma
lvi
Adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, yang
meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa yang bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan
terbentuknya sikap.
Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja melainkan
melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus
antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dalam hal ini
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah :
1) Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri
orang yang bersangkutan, seperti selektifitas. Kita tidak dapat
menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi, oleh
karena itu kita harus memilih rangsangan yang mana yang akan
kita dekati dan harus dijauhi, pilihan ini ditentukan oleh motif-
motif dan kecenderungan-kecenderungan yang ada di dalam
diri kita, karena itu kita harus memilih, menyusun sikap yang
positif supaya tidak terjadi sikap yang negatife.
2) Faktor eksternal, yang merupakan faktor dari luar manusia atau
dari diri sendiri yaitu ;
a) Sifat objek yang di jadikan sasaran sikap
b) Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap
tersebut
c) Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap
tersebut
lvii
d) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan
sikap
e) Situasi pada saat sikap terbentuk.
Tentunya tidak semua faktor harus terpenuhi untuk membentuk
suatu sikap, kadang-kadang satu atau dua faktor saja tidak cukup, tetapi
makin banyak yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuknya
sikap.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reakssi yang masih
tertutup, tidak dapat melihat langsung. Sikap hanya dapat di tafsirkan dari
perilaku yang tampak. Allport, 1978(cit.Azwar, 1988) menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengn cara
tertentu. Sikap merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognisi,
reaksi afeksi dan perilaku pada masa lalu. Sikap juga mempengaruhi
proses berfikir, respon afektif, kehendak dan perilaku berikutnya.
2. Struktur sikap
Mengikuti skema triadic, struktur sikap terdiri dari tiga komponen
yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konasi (Azwar.S, 1995)
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang
dari apa yang telah kita lihat kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan
mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan
itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan sesorang mengenai
lviii
apa yang diharapkan dari objek tertentu. Dengan demikian interaksi kita
dengan pengalaman di masa yang akan datang serta prediksi kita
mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dalam
keteraturan.
Tanpa adanya suatu yang kita percayai, maka fenomena dunia di
sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk di hayati dan sulitlah
untuk ditafsirkan artinya. Kepercayaan yang menyederhanakan dan
mengatur apa yang kita lihat dan kita temui, sebagai komponen kognitif
tentu tidak akurat. Kepercayaan terkadang terbentuk justru karena kurang
atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang di hadapi.
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun
pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudanya bila
dikaitankan dengan sikap.
Apakah yang menentukan reaksi emosional kita terhadap suatu
objek? Pada umumnya , reaksi emosional yang merupakan komponen
afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yng kita percayai
sebagin benar dan berlaku bagi objek termaksud.
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang hadapinya. Hal ini
didasarkan atas asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
lix
mempengaruhi perilaku, artinya adalah bagaimana orang berperilaku
dalam situasi tertentu dan terhadap stimulasi tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaann dan perasaannya terhadap
stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras
dengan kepercayaan ini membentuk sikap individual. Oleh karena itu
adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan
dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.
Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif,
perasaan sebagai komponen afektif, dengan tendensi perilaku sebagai
komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan usaha
penyimpulan sikap yang di cerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap.
Namun, adalah keliru apabila mengharapkan adanya hubungan sistematis
yang langsung antara sikap dan perilaku nyata dikarenakan sikap tidaklah
merupakan determinan satu-satunya bagi periaku. Oleh komonen tendensi
perilaku dalam struktur sikap merupakan komponen yang paling mudah
untuk di ukur atau di ungkap.
Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa
komponen kognitif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat secara
langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang
berupa pernyataan atau perkataan yang di ucapkan oleh seseorang.
3. Komponen sikap
Allport (1954 dalam Notoatmodjo, 2007) menjelaskan bahwa sikap
itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :
lx
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Untuk itu penentuan sikap yang utuh ini antara lain
tingkat pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting.
4. Interaksi komponen-komponen sikap
Para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa
ketiganya adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila di hadapkan
dengan suatu objek sikap yang sam maka ketiga komponen ini harus
mempolakan arah sikap yang seragam. Apakah yang terjadi apabila ketiga
komponen ini tidak konsisten satu sama lain? Teori mengatakan bahwa
apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsiaten
dengan yang lain, maka akan terjadi ketidak selarasan yang menyebabkan
timbulnya mekenisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga
konsistensi itu tercapai kembali. Perinsip inilah yang sekarang banyak
dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap
tertentu menjadi bentuk yang lain, yakni dengan memberikan informasi
berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi
diantara komponen-komponen sikap seseorang.
5. Organisasi sikap
lxi
(Kelman 1958 cit Alami, 2005 ) mengemukakan teorinya
mengenai organisasi sikap (Teori tiga proses perubahan kelman) dengan
menekankan konsepsi mengenai berbagai cara atau proses yang sangat
berguna dalam memahami fungsi pengaruh sosial terhadap perubahan
sikap. Teori Kelmn sangat relevan denagan permasalahan pengubahan
sikap manusia. Secara khusus Kelman menyebutkan adanya proses social
yang Sberperanan dalam proses perubahan sikap, yaitu kesediaan
(compliance), identifikasi (identification) dan internalisasi
(internalization).
1) Kesehatan
Tersedianya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu
bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain
dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi atau tanggapan
positif dari pihak lain tersebut.
2) Identifikasi
Proses identifikasi terjadi terjadi individu meniru perilaku atau sikap
seseorang atau kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai
dengan apa yang yang diangganya sebagai bentuk hubungan yang
menyenangkan antara dia dengan pihak lain yang termaksud
3) Internalisasi
Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan
bersedia menuruti pengaruh itu di karenakan sikap tersebut sesuai
lxii
dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan system nilai yag di
anutnya.
6. Berbagai tingkatan sikap
Seperti halnya dengan tingkat pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan ( Notoatmodjo, 2007);
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek),misalnya sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap
ceramah-ceramah tentang gizi.
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila dirinya di Tanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang di berikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga,misalnya seorang ibu
mengajak orang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya)
untuk mendiskusikan gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut
telah bersikap positif terhadap gizi.
4) Bertanggung jawab (Responsible)
lxiii
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang
ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari
mertua atau orang tuanya sendiri. Romziah (1996) cit Nurwahyuni,
(2005) mengemukakan bahwa sosial kultur budaya di Indonesia telah
menanamkan rasa hormat kepada orang tua agar mereka tinggal
bersama dengan anak-anaknya tanpa memandang status sosial
ekonomi anak.
7. Hubungan antara sikap dengan pengetahuan
Pengetahuan memegang peranan penting dalam penentuan sikap
yang utuh (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Sarwono, 1997 menyatakan bahwa sikap seseorang dapat
berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu,
karena dalam kehidupan manusia sikap selalu mengalami perubahan dan
perkembangan.
Menurut Brighman (1991) cit Nurwahyuni (2005) bahwa sikap
memiliki karakteristik yang nilai-nilai, sikap kepribadian, dan sikap yang
saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinterksi pula dengan
faktor-faktor lingkungan. Pengetahuan mengenai kelompok dan sikap
kelompok, mengenai proses perubahan sikap dan sebagainya akan sangat
bermanfaat dalam penanganan masalah-masalah sosial. Tanpa memahami
sikap individu, seseorang tidak dapat memasukan idenya kepada orang
lain dan tidak akan dapat mempengaruhi orang lain. Dengan pengetahuan
lxiv
sikap dan cara-cara mempengaruhi maka manipulasi dan pengendalian
psikologis dapat dilakukan.
Azwar, 1997 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
untuk dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan
dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
E. KERANGKA KONSEP
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
F. Hipotesis
Sikap keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut
Tingkat pengetahuan keluarga : − Karakteristik lingkungan − Karakteristik situasional
Pengalaman
Lingkungan
Informasi
Faktor eksternal; -sifat objek -sifat seseorang -media komunikasi -situasi
Faktor internal; -selektifitas -persepsi
lxv
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga
dalam pencegahan jatuh pada usia lanjut dirumah di dusun Gamping Kidul
Kelurahan Ambar Ketawang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Nursalam, (2003) menyatakan penelitian ini merupakan penelitian non
eksperimental yaitu penelitian korelasi dengan rancangan penelitian
menggunakan pendekatan cross sectional. Metode penelitian seperti ini
digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pencegahan jatuh pada lansia di
rumah.
B. Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006), populasi adalah keseluruhan dari subyek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang ada di dusun
Gamping Kidul. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lansia yang ada
adalah 140 orang.
lxvi
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti dalam
penelitian, dalam penelitian ini tehnik pengambilan sampel menggunakan
tehnik simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang,
dari 20-25% populasi (Arikunto, 2006). Kriteria inklusi atau karakteristik
sampel keluarga yang dapat dimasukkan adalah;
1. Yang tidak bisa membaca akan di bacakan oleh peneliti
2. Keluarga yang memiliki usia lanjut
3. Usia responden atau anggota keluarga >18 tahun
C. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di dusun Gamping Kidul Sleman Yogyakarta.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008.
D. Variabel penelitian
1. Variabel Independen (Bebas)
Tingkat pengetahuan keluarga di ukur dengan menggunakan skala
ordinal.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Sikap keluarga dalam pencegahan jatuh di rumah diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
3. Variabel pengganggu
a. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang lebih jelas. Variabel ini tidak di
lxvii
kendalikan karena setiap orang mempunyai informasi yang berbeda-
beda.
c. Pengalaman
Sesuatu yang di alami seseorang akan merubah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat non formal.
d. Lingkungan
Sesuatu keadaan atau tempat dimana seseorang melakukan sesuatu
kegiatan, untuk lingkungan biologis tidak dikendalikan seperti ras atau
suku bangsa karena responden penelitian adalah bangsa Indonesia.
E. Hubungan antar variabel
Variabel Bebas Variabel Terikat
variabel pengganggu
F. Definisi operasional
a. Tingkat pengetahuan keluarga dalam pencegahan jatuh lanjut usia dirumah
adalah wawasan yang diketahui oleh pengasuh utama keluarga mengenai
pencegahan jatuh usia lanjut di rumah meliputi Identifikasi faktor resiko,
penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, mengatur atau mengatasi
faktor situasional.
Tingkat pengetahuan keluarga
Sikap keluarga dalam mengidentifikasi pencegahan jatuh di rumah
-Pengalaman -Lingkungan -Informasi
lxviii
b. Keluarga
Keluarga adalah orang terdekat dari lansia yaitu suami anak ataupun orang
lain yang tinggal bersama.
c. Sikap keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut di rumah adalah
tanggapan atau respon keluarga terhadap pencegahan jatuh di rumah pada
lanjut usia baik secara Identifikasi faktor resiko, penilaian keseimbangan
dan gaya berjalan dan mengatur atau mengatasi faktor situasional yang di
ukur dengan skala ordinal. Skoring untuk penelitian untuk variabel ini
dibagi menjadi tiga kategoti (Arikunto, 2006) adalah sebagai berikut ;
1. Baik bila skor ; 76% -100%
2. Cukup bila skor ; 56% -75%
3. Kurang bila skor ; ≤ 55
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Pada penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner
(daftar pertanyaan tertutup ) yang berarti semua jawaban sudah disediakan dan
respoden tinggal memilih jawaban yang ada. Kuesioner berisi daftar
pertanyaan untuk mengetahui tingkat pendidikan dan sikap keluarga dalam
perawatan usia lanjut.
Pengetahuan melalui kuesioner dimana menjawab benar maka
mendapat nilai 1 (satu) sedangkan salah mendapat nilai 0 (nol ). Kemudian
alternative jawaban yang benar pada setiap item soal dijumlahkan.]
lxix
Tabel 1. Instrument pengetahuan Aspek Jenis pertanyaan
Jumlah pertanyaan
Penyebab; - Karakteristik
lingkungan - Karakteristik Situasional Pencegahan ; - Mengidentifikasi faktor resiko - Penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
- Mengatur/mengatasi faktor situasional
7, 12,
8, 9,
1,15, 16
10,
3,6,11, 13, 14,
2 2 3 1 5
Hadi (1990) cit Nurwahyuni (2005) mengemukakan bahwa untuk
menghindari jawaban subyek kelompok tengah maka pilihan jawaban
dipergunakan jawaban genap yaitu; sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju maksud kategori jawaban tersebut terutama untuk melihat
kecenderungan responden kearah setuju atau tidak setuju. Kuesioner yang
digunakan untuk mengukur sikap menggunakan skala Likert yang
dimodifikasi. Subyek hanya dapat memilih alternatife jawaban dari 4 alternatif
jawaban yang mendukung, butir yang favorabel dan unfavorabel dengan
penilaian sebagai berikut:
a. Item yang favorabel, responden yang menjawab :
1) Sangat setuju : dinilai 4
2) Setuju : dinilai 3
3) Tidak setuju : dinilai 2
4) Sangat tidak setuju :dinilai 1
lxx
b. Item yang unfavorabel, responden yang menjawab :
1) Sangat setuju : dinilai 1
2) Setuju : dinilai 2
3) Tidak setuju : dinilai 3
4) Sangat tidak setuju : dinilai 4
Tabel 2. Instrument sikap Aspek Jenis pertanyaan
Favorabel unfavorabel
Jumlah pertanyaan
- Karakteristik lingkungan - Karakteristik Situasional - Penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
- Mengatur/mengatasi
faktor situasional
No. 4,5,6,7 No. 8 No. 2 No. 1, 9,10 No. 11 No. 3,12,13,14,15
5 4 1
5
Dari penelitian tersebut kemudian di ketegorikan kedalam skor menurut
Arikunto (2006), yaitu rentang skor kategori yang membagi sama besar. Cara
perhitungan adalah jawaban antar skor minimum dan maksimum (range)
dibagi menurut kategori sehingga diperoleh skor Kategori sikap dan
pengetahuan adalah; Baik, cukup dan kurang.
H. Uji validitas dan Reabilitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kualitas
suatu instrumen (Suharsini, 1997 cit Nurwahyuni 2005 ). ssssUji Validitas dan
Reabilitas di lakukan di Rw 16 Di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang
lxxi
Sleman Yogyakarta, dengan beranggapan bahwa karakteristik keluarga yang
memiliki lansia sama dengan responden yang akan di teliti. Uji Validitas dan
Reabilitas di lakukan pada bulan Agustus 8-13 Agustus 2008, dilakukan
terhadap 10 responden dari 20 pertanyaan pengetahuan dan 20 item
pertanyaan sikap. Suatu variabel dinyatakan valid bila skor variabel tersebut
berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Metode yang digunakan
dalam uji validitas ini yaitu dengan menggunakan metode korelasi pearson
product moment. Rumus korelasi
( )( )( )( ) ( )( )∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
−−
−=
2222 yyNxxN
yxxyNrn Pearson product moment
(Arikunto, 2006).
Keterangan :
X : tingkat pengetahuan keluarga
Y : sikap keluarga
R : korelasi
Kesimpulan :
Ho ditolak jika nilai sig. < 0.05
Ho diterima jika nilai sig. > 0.05
Ho ditolak artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga
dengan sikap keluarga. Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga.
Hasil uji validitas dari 20 pertanyaan pengetahuan yang tidak
dinyatakan valid ada 4 pertanyaan, yang terdiri dari 3 pertanyaan yang di
lxxii
nyatakan gugur dan satu pertanyaan di gunakan kembali setelah di modifikasi
dan di revisi, karena pentingnya instrument tersebut sehingga tidak di
gugurkan. Pertanyaan sikap dari 20 pertanyaan dinyatakan gugur 3
pertanyaan.
Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi responden dalam
merespon instrumen. Uji realibilitas dilakukan setelah uji validitas, hanya item
yang valid saja yang dilibatkan dalam uji reliabilitas. Uji reliabilitas yang
digunakan adalah Alpa Cronbach (Notoatmodjo, 2002).
Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha > 0,6.
Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai dari masing-masing kuesioner yaitu
0,914 untuk kuesioner pengetahuan dan 0,915 untuk sikap, dari hasil uji
reliabilitas tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini telah reliabel.
I. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan
tentang tingkat pengetahuan dan sikap keluarga.
1. Mendapatkan ijin dari kepala Rw
2. Mendata keluarga yang memiliki usia lanjut, mengambil data ini peneliti
mengerjakan tanpa asisten.
3. Memilih responden untuk sampel penelitian dengan cara Random
Sampling, yaitu dari 140 populasi keluarga yang memiliki lansia dipilih
secara acak 30 responden
4. Menguji kuesioner pada responden
lxxiii
5. Mengecek kelengkapan kuesioner
J. Tehnik pengelolaan data dan analisa data
Uji hipotesis untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
dan sikap keluarga dalam mencegah jatuh menggunakan uji korelasi
Spearman (rs) karena variabel bebas dan variabel terikat merupakan data
ordinal (Nursalam, 2003). Jika hasil yang diperoleh p<0,05 maka berarti
terdapat hubungan antara variabel yang diuji dan jika p>0,05 berarti tidak
terdapat hubungan antara variabel yang diuji (Dahlan, 2004).
Data-data hasil jawaban kuesioner diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Editing
Memeriksa data, memeriksa jawaban, memperjelas, serta melakukan
pengecekan terhadap data yang telah dikumpulkan.
2. Transfering
Memindahkan jawaban atau kode dalam master data.
3. Menjumlahkan data yang benar selanjutnya dimasukkan dalam rumus:
%100xn
xP =
Dimana: P : prosentase (%)
x : jumlah jawaban yang benar
n : jumlah nilai maksimal
Kemudian hasilnya dimasukkan kedalam kategori kualitatif. Penilaian
kategori kualitatif menurut Arikunto (2006) adalah: baik bila
lxxiv
persentasenya 76-100%, cukup bila persentasenya 56-75%, dan kurang
bila persentasenya ≤55%.
lxxv
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Gambaran umum
Penelitian ini di lakukan di wilayah Dusun Gamping Kidul Ambar
Ketawang Sleman Yogyakarta, yang terdiri dari empat RW yaitu Rw
16,17,18 dan Rw 19. Dengan jumlah lansia sebanyak 140 orang. Dan
dilakukan pada bulan Agustus yaitu tentang Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Keluarga Dengan Sikap Keluarga Usia Lanjut Dalam
Pencegahan Jatuh Di Rumah.
2. Karakteristik Responden
Pengambilan responden di lakukan pada keluarga yang memiliki
usia lanjut sesuai dengan kriteria sampel, dengan jumlah responden yaitu
30 responden, dilaksanakan di bulan Agustus 2008, bertempat di Dusun
Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman Yogyakarta. Karakteristik
keluarga sebagai responden meliputi ; umur, tingkat pendidikan, pekerjaan
dan keluarga utama, hubungan dengan lansia, apakah tinggal serumah atau
tidak. Dari data tersebut di dapat informasi bahwa 100% usia lanjut tinggal
serumah dengan keluarganya.
lxxvi
Tabel 3 : Karakteristik responden berdasarkan golongan umur, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No Umur Frekuensi Prosentase % 1 2 3 4 5 6
18 - 25 tahun 26 - 33 tahun 34 – 41 tahun 42 - 49 tahun 50 – 57 tahun 58 – 65 tahun
6 10 7 4 2 1
20,0 33,3 23,3 13,3 6,7 3,3
Jumlah Total 30 100
Berdasarkan golongan umur reponden, pada kelompok tertinggi pada
golongan umur antara 58-65 tahun yaitu sebanyak 1 orang ( 3,3 %)
berusia 61 tahun. Dan kelompok umur responden terbanyak adalah 33,3%
pada kelompok umur 26-33 tahun dengan jumlah 10 orang.
Tabel 4 : Karakteristik responden berdasarkan Jenis kelamin di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No. Jenis kelamin Jumlah Prosentase% 1 2
Laki – laki Perempuan
10 orang 20 orang
33,3 66,7
Jumlah Total 30 orang 100
Berdasarkan data responden di peroleh data jumlah responden laki-laki
berjumlah 10 jiwa (33,3%) dan perempuan berjumlah 20 jiwa (66,6%).
Tabel 5 : Karakteristik responden berdasarkan golongan tingkat pendidikan, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No. Jenis pendidikan Jumlah Prosentase % 1 2 3 4 5
SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
6 7 14 2 1
20,0 43,3 90,0 96,7
Jumlah Total 30 100
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar
berpendidikan SLTA sebanyak 14 orang (90,0%), disini peneliti
lxxvii
mendapatkan hasil terbanyak pada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar
14 orang.
Tabel 6 : Karakteristik responden berdasarkan golongan jenis pekerjaan, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No. Jenis pekerjaan Jumlah Prosentase%
1 2 3 4 5
Karyawan/swasta Wiraswasta Buruh Petani Tidak bekerja
5 7 7 1 10
16,7 23,3 23,3 3,3 33,3
Jumlah Total 30 100
Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar
keluarga tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu berjumlah 10
orang (33,3%) dan sebagian besar lainnya bekerja sebagai wiraswasta dan
buruh masing-masing sebesar 7 orang ( 23,3%)
Tabel 7 : Karakteristik responden berdasarkan hubungan keluarga dengan usia lanjut di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No. Jenis Hubungan dengan keluarga
Jumlah Prosentase%
1 2 3
Anak Menantu Cucu
20 6 4
66,7 20,0 13,3
Jumlah Total 30 100
Karakteristik responden berdasarkan hubungan usia lanjut dengan
keluarga terbesar adalah anak yaitu 20 orang (66,6%) dari hasil penelitian
di dapatkan yang banyak hubungannya dengan usia lanjut adalah anak.
lxxviii
3. Pengetahuan responden tentang usia lanjut.
Tabel 8 : Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan Tingkat Pengetahuan Keluarga, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No Tingkat pengetahuan Jumlah Prosentase % 1 2 3
Baik Cukup kurang
14 13 3
46,7% 43,3% 10,0%
Jumlah Total 30 100%
Berdasarkan tabel diatas, tingkat pengetahuan responden pada pencegahan
jatuh usia lanjut di rumah dengan kategori baik lebih banyak yaitu
sebanyak yaitu 14 orang (46,7%) kategori cukup 13(43%) dan terendah
pada tingkat pengetahuan kurang baik yaitu 3 orang (10,0%).
4. Sikap keluarga tentang pencegahan jatuh pada usia lanjut di rumah .
Tabel 9 : Karakteristik sikap keluarga dalam pencegahan jatuh usia lanjut di rumah, di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
No Sikap Jumlah Prosentase % 1 2 3
Baik Cukup Kurang
21 9 0
70,0% 30,0%
0% Jumlah Total 30 100%
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan sikap keluarga baik dalam
pencegahan jatuh di rumah sebanyak 21 orang (70,0%) untuk kategori
cukup 9 (30%) dan terendah dengan kategori kurang yaitu sebanyak 0
orang (0%).
lxxix
Tabel 10 : Tabel Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Usia Lanjut dalam Pencegahan Jatuh di Rumah di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
Sikap Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Jumlah
Baik 13 43%
1 3%
0 0%
14 46,0%
Cukup 7 23%
6 20%
0 0%
13 43%
Kurang 1 3%
2 7%
0 0%
3 10%
Jumlah 21 70%
9 30%
0 0%
30 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 14 responden yang
mempunyai pengetahuan baik, 13 orang bersikap baik, 1 orang
mempunyai sikap cukup dan 0 orang bersikap kurang. Responden yang
mempunyai pengetahuan cukup 13 orang, yang terdiri dari 7 orang
bersikap baik, 6 orang sikap cukup dan 0 orang bersikap kurang.
Responden yang mempunyai pengetahuan kurang terdiri dari 1 orang
bersikap baik dan 2 orang bersikap cukup. Jadi secara keseluruhan ada 21
orang yang bersikap baik 9 orang mempunyai sikap cukup dan tidak ada
yang bersikap kurang. Hasil analisa data dengan uji Range Spearmant
yaitu ada hubungan antara dua variabel ini di buktikan dengan hasil
signifikan 0,007 < 0,05 sehingga HO di tolak.
lxxx
5. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Usia
Lanjut Dalam Pencegahan Jatuh Di Rumah.
Tabel 11 ; Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Usia Lanjut Dalam Pencegahan Jatuh Di Rumah di Dusun Gamping Kidul Ambar Ketawang Sleman, Yogyakarta 2008.
Variabel Sikap P. value
Tingkat pengetahuan 0,484 0,007
Berdasarkan tabel di atas di ketahui nilai korelasi 0,484 bernilai positif
yaitu semakin baik tingkat pengetahuan semakin baik pula sikap dengan
nilai signifikan 0,007 < 0,05, hal ini menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap.
B. Pembahasan
1. Pengetahuan
Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan responden pada
pencegahan jatuh usia lanjut di rumah dengan kategori baik lebih banyak
yaitu sebanyak 14 orang (46,7%) kategori cukup 13 (43%) dan terendah
pada tingkat pengetahuan kurang baik yaitu 3 orang (10,0%).
Pengetahuan responden dalam penelitian ini meliputi tingkat
pengetahuan keluarga tentang pencegahan jatuh pada lansia. Yang harus
diperhatikan keluarga untuk meminimalkan terjatuhnya anggota keluarga
terutama yang berusia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi faktor resiko
Setiap anggota keluarga harus jeli terhadap faktor – faktor
intrinsik resiko jatuh pada lansia, sehingga perlu di adakan
lxxxi
pemeriksaan terhadap kesehatan. Faktor intinsik yang di maksud
seperti keadaan sensorik, neurologik, muskuluskletal dan penyakit
sistemik yang sering menyebabkan jatuh dengan cara memeriksakan
secara dini ke dokter atau petugas kesehatan sebelum ataupun setelah
jatuh agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah. Sedangkan
keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
lansia jatuh dapat di perbaiki dengan cara penerangan rumah harus
datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah di lihat dan
alat-alat yang sudah lapuk sebaiknya di ganti serta kamar mandi
sebaiknya tidak licin dan diberi pegangan.
Keluarga juga sangat berperan aktif dalam mengawasi usia
lanjut terutama dalam hal penggunaan obat seperti obat yang dapat
menurunkan kewaspadaan karena resiko dari penggunaan obat tersebut
adalah terjadinya jatuh. Untuk lansia yang menggunakan alat bantu
seperti tongkat, tripod, kruk atau walker keluarga juga harus
memperhatikan bahan dari alat tersebut yaitu harus kuat tetapi ringan
aan dan tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan
lansia (Darmojo, 2006).
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
Keseimbangan dan gaya berjalan lansia sangat berpengaruh
terhadap resiko terjadinya jatuh dan keluarga adalah orang terdekat
lansia untuk itu keluaraga berperan aktif dalam menilai atau
mengevaluasi keseimbangan badannya seperti pada saat lansia
lxxxii
melakukan gerakan pindah tempat, dan pindah posisi, yaitu dengan
cara menilai apakah lansia dapat menapakan kakinya dengan baik dan
benar serta tidak mudah goyah.
c. Mengatur / mengatasi faktor situasinal
Pada umumnya lansia di Kelurahan Ambar Ketawang Gamping
kidul sebagai lansia produktif untuk itu peran serta keluarga dalam
mengawai aktifitas fisik lansia yang berlebihan sangatlah penting
karena faktor situasional seperti aktifitas fisik sangat berpengaruh
terhadap terjadinya jatuh. Penulis melihat bahwa keluarga lansia di
daerah tersebut sangat peduli terhadap lansia sehingga keluarga selalu
mengingatakan kegiatan apa yang bisa dan tidak di lakukan oleh lansia
sehingga resiko dari jatuh itu sendiri dapat di minimalkan.
Berdasarkan tabel 7 di atas, sebagian besar responden dengan
tingkat pengetahuan keluarga dalam pencegahan jatuh di rumah dalam
kategori baik yaitu 14 orang dengan prosentase 46,7%. Dapat di
gunakan untuk membantu mengingat informasi yang di terima tentang
usia lanjut dan ini di dukung oleh (Dewi, 2004) dengan judul pengaruh
pemberian pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan
sikap keluarga dalam perawatan usia lanjut. Dengan adanya
pengetahuan yang dimiliki tiap-tiap anggota keluarga akan
meminimalis angka jatuhnya lansia di Kelurahan Ambar Ketawang,
Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.
lxxxiii
2. Sikap
Menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan
yang di sertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap dari
objek tadi. berdasarkan tabel 7 di atas sebagian besar tingkat pengetahuan
dan sikap keluarga dalam pencegahan jatuh lansia di rumah pada kategori
cukup yaitu sebanyak 21 orang dengan prosentase 70,9%. Hal ini di
sebabkan keluarga sudah cukup sadar akan pentingnya merawat usia lanjut
khususnya dalam pencegahan jatuh di rumah.
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang di sertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap dari obyek. Jadi sikap
senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang
tanpa obyek. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang,
tetapi juga bisa pada peristiwa-peristiwa, pandangan-pandangan, lembaga-
lembaga bahkan terhadap norma-norma dan nilai-nilai.
Menurut Rahayu (1996) yang menyatakan bahwa sikap keluarga
yang pertama adalah menerima dan merawatnya di rumah. Hal ini di
landasi pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan serta penegakan hukum.
Romziah (1996) mengemukakan kultur sosial budaya indonesia
telah menanamkan penghormatan kepada orang tua agar mereka tinggal
bersama dengan anak-anaknya tanpa memandang status sosial ekonomi
anak.
Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih
berbeda dalam suatu tingkat pengetahuan yang dimiliki setiap orang.
lxxxiv
Tingkat pengetahuan mengenai suatu objek itu. Tingkat pengetahuan saja
belum menjadi penggerak, seperti halnya pada sikap. Tingkat pengetahuan
mengenai suatu objek baru menjadi sikap apabila tingkat pengetahuan itu
disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan tingkat pengetahuan
terhadap objek itu. Sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis
menuju suatu tujuan, maka akan berusaha mencapai tujuan. Sikap dapat
merupakan suatu tingkat pengetahuan, sikap ini dapat bersifat positif dapat
pula bersifat negatif. Dalam sikap positif cenderung ketindakan yang
mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam
sikap negatife cenderung ketindakan yang menjauhi, menghindari, dan
menyukai objek tertentu.
Perubahan sikap menurut Azwar (2000) dapat di ubah dengan
strategi persuasi. Dengan cara memasukan ide, pemikiran dan bahkan
fakta baru lewat pesan yang di sampaikan dengan cara berkomunikatif.
Sikap dapat dibentuk melalui empat macam cara dengan cara adopsi,
integrasi, dan trauma.
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, dan tidak dapat di
lihat secara langsung. Sikap hanya dapat di tafsirkan dari perilaku yang
nampak (Notoatmodjo, 2007).
3. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga lansia dalam
pencegahan jatuh di rumah.
Hasil analisa di atas dengan uji dengan Range spearman
menunjukan ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
lxxxv
sikap keluarga usia lanjut dalam pencegahan jatuh di Dusun Gamping
Kidul Kelurahan Ambar Ketawang Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Hal tersebut di karenakan kesehatan untuk para keluarga sangatlah
penting, dan rasa sayang keluarga terhadap lansia sehingga keluarga selalu
melakukan yang terbaik dengan salah satu cara mencegah terjadinya suatu
penyakit Keluarga sendiri sadar akan pentingnya kesehatan bagi diri dan
keluarganya. Keluarga juga dalam mengambil keputusan selalu yang
terbaik dan tepat untuk keluarganya. Keluarga dalam mencegah jatuh pada
lansia cukup baik ini dapat dilihat dalam mempertahankan suasana rumah
yang menguntungkan kesehatan dan mempertahankan hubungan timbal
balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan ( Friedman, 1998).
Pengetahuan itu lebih bersifat pengalaman terhadap benda atau hal
secara objek, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( Sarwono, 1997). Sikap
adalah kesiapan untuk bertindak (Rusmi, 1999). Di antara berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukn sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan orang lain yang di anggap penting , lembaga pendidikan atau
lembaga agama dan media masa. Serta faktor tersebut dapat dibedakan
menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi jenis
kelamin, umur, pendidikan, pengalaman, dan faktor eksternal meliputi
lembaga pendidikan dan lembaga agama, media masa (Azwar, 2000).
Diantara orang yang bisa di anggap penting bagi induvidu adalah
orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman dekat, guru,
lxxxvi
temen kerja, istri atau suami dan lain-lain. Pengetahuan memegang
peranan yang sangat penting dalam penentuan sikap yang utuh
(Notoatmodjo, 2003). Sikap seseorang dapat berubah dengan di
perolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu ( Sarwono, 1993).
C. Faktor pendukung dan penghambat
Ada faktor pendukung dan penghambat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Faktor pendukung
Faktor tempat merupakan faktor pendukung utama di mana di Dusun
Gamping Kidul ini di gunakan untuk melakukan penelitian bagi
mahasiswa PSIK maupun dari institusi lain. Kepala Dusun yang telah
meluangkan waktu untuk menunjukan alamat dan para pengurus
posyandu lansia dari masing-masing Rw yang turut membantu.
2. Faktor penghambat
Penghambat dalam penelitian ini adalah jarak rumah koresponden
yang berjauhan dan kesibukan keluarga juga menjadi pertimbangan
dalam memberikan kuesioner, sehingga peneliti harus mencari waktu
luang dari anggota keluarga yang siap untuk mengisi kuesioner. Hal ini
di lakukan agar keluarga yang digunakan sebagai responden tidak
merasa terganggu dengan keberadaan dan tugas yang penulis lakukan.
Selain itu, dengan adanya waktu yang luang, koresponden dapat lebih
konsentrasi atau lebih perhatian dalam memberikan jawaban.
lxxxvii
D. Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian yang telah di lakukan banyak keterbatasan yang
penulis miliki antara lain ;
1. Tehnik pengumpulan data yang di gunakan untuk meneliti
hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap sikap keluarga
dalam mencegah lansia jatuh di rumah adalah menggunakan
kuesioner, kemungkinan terdapat keterbatasan yaitu kurangnya
kemampuan dan keterampilan peneliti dalam membuat kuesioner.
Penulis menggunakan pengetahuan untuk mengetahui cara
pencegahan dan sikap yang responden ambil pada pencegahan
jatuh usia lanjut di rumah.
2. Perilaku yang seharusnya menjadi inti dari tugas merawat usia
lanjut kurang di kaji lebih dalam, penyusunan kuesioner yang
terbatas serta observasi secara langsung langsung yang kurang
menjadikan hasil penelitian terbatas pada subyektif.
lxxxviii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan usia lnjut
di rumah adalah baik sebanyak 46,7%.
2. Sebagian besar sikap keluarga dalam pencegahan jatuh menunjukan sikap
yang cukup yaitu 70,9%
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan
sikap keluarga lansia dalam pencegahan jatuh di rumah dengan nilai
signifikan α: 0,007 < 0,05.
B. Saran
Dari penelitian yang peneliti lakukan untuk pengembangan keperawatan ada
beberapa hal yang peneliti sarankan :
1. Bagi Ilmu Keperawatan
a. Khususnya ilmu keperawatan keluarga, hendaknya fungsi keluarga
dalam perawatan kesehatan lebih dioptimalkan yang berkaitan dengan
masalah perawatan dalam keluarga mengenai usia lanjut terutama yang
berkaitan dengan penelitian ini yaitu mengenai pencegahan jatuh.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan sikap keluarga dalam pencegahan jatuh di rumah, hal
ini untuk pengembangan ilmu perawatan komunitas.
lxxxix
2. Bagi Responden
Kepada keluarga agar dapat mengetahui akan pentingnya pencegahan
jatuh lanjut usia di rumah, sehingga untuk terjadinya komplikasi akibat
jatuh itu dapat di di cegah secara dini.
3. Bagi Puskesmas
Supaya menambah promosi-proosi tentang pencegahan jatuh pada lansia
di rumah dengan cara menyebarkan brosur, info tentang pencegahan jatuh
pada usia lanjut di rumah.
xc
DAFTAR PUSTAKA
Alami,A,W, (2005), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku K eluarga Dalam Perawatan Usia Lanjut Di Rumah (Home Care)Di Kasihan Bantul Yogyakarta,Lapoan Penelitian
Arikunto,S, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
Rineke Cipta. Azwar, S., (1997). Sikap Manusia Teory dan Pengukurannya. Edisi 11. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta Darmojo, (2006). Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut(3 ed)Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Dahlan, S. (2004). Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. PT Arkans International Education In Harmoni
Depkes RI, (1993), Buku Pedoman Pengukuran Keberhasilan Pelatihan, Depkes RI, Jakarta.
--------------(1998), Buku Pedoman Pengukuran Keberhasilan Pelatihan, Depkes RI, Jakarta.
--------------(2000), Buku Pedoman Pengukuran Keberhasilan Pelatihan, Depkes RI, Jakarta.
Friedman,Marilyn M.(1998). Keperawatn keluarga Teori dan praktik (3 ed)Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Hamid, A.R.A, Anastasia, Wibisono, Pngetahuan dan perilaku ibu yang memiliki
balita tentang upaya pencegahan kecelakaan di rumah pada balita dan faktor-faktor yang berhubungan di Kelurahan Pisangan Baru Kecamatan Mantraman Jakarta Timur Tahun 2000, dalam : Kumpulan makalah penelitian dan karya tulis ilmiah terbaik tingkat nasional The Indonesian Medical And Health Students’ Symposium, Jakarta, 2000.
Hardywinoto, (1999), Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Marilyn M. Friedman., (1998). Keperawatan Keluarga. Teori dan Praktek. Edisi
111.EGC. Jakarta.
xci
Mubarak,Iqbal W dkk(2006).Buku ajar Ilmu keprawatan komunitas 2 Jakarta: CV.Sagung Seto.
Notoatmodjo, S, (2007), Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Perilakui, Jakarta :
Rineka Cipta Nugroho W.,(2000). Keperawatan Gerontik. Cetakan 11. EGC. Jkarta. Nurwahyuni, (2005), Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap
Keluarga Dalam perawatan Usila Di Rumah Wilayah Kerja Puskesmas Ngebel Kasihan Bantul, Laporan penelitian.
Nursalam. (2003). Konsep & penerapan metodologi penelitianiIlmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Prihandana,S.(2003).Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kecelakaan di rumah pada balita di dusun meijing kidul ambar ketawang kecamatan gamping kabupaten Sleman.Skripsi strata satu, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Prawitasari, (1993). Aspek Sosio-Psikologi Lansia di Indonesia. Buletin Psikologi II No. 1 Pp: 27-34
Rahayu, RA., (1996). Aspek Sosial Ekonomi Pada Lansia. Makalah Penelitian
Gerontik Tingkat Nasioal. Sarwono,S.,(1997). Sosiologi kesehatan Beberapa Konsep Serta Aplikasinya.
Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Stanley, (2006).Buku ajar keperawatan gerontik(3 ed)Jakaarta.
Shohiba S. Rao, M.D.,Prevention Of Falls In Older Patients. American Family Physician.,University Of Texas Southwestern,Dallas, Texas.