HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT...

108
HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Psikologi Disusun Oleh: Hieronimus Lianggi Lukito NIM: 159114090 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT...

  • HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT DAN

    INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana

    Program Studi Psikologi

    Disusun Oleh:

    Hieronimus Lianggi Lukito

    NIM: 159114090

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2019

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    HALAMAN MOTTO

    “How do I know I am not gonna mess it up again? Right, it’s a leap of faith.”

    ―Peter B. Parker, Spiderman: Into the Spiderverse

    “Start by doing what’s necessary; then do what’s possible; and suddenly you are

    doing the impossible.”

    ―Santo Fransiskus Assisi

    “I can accept failure, everyone fail at something, but I can’t accept not trying.”

    ―Michael Jordan

    “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai

    kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

    ―Matius 6:34

    “Just Keep Swimming.”

    ―Dory, Finding Dory

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Karya ini saya persembahkan kepada:

    Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa mendampingi proses penegerjaan ini

    melalui orang-orang yang saya kasihi.

    Keluarga saya yang dengan sabar menunggu selesainya pengerjaan skripsi saya.

    Teman-teman dan jajaran dosen yang telah memberikan saran dan pertolongan

    dalam penulisan skripsi saya.

    Serta kekasih saya yang selalu menyediakan hati dan pikirannya, serta tetap setia

    menyemangati pada proses yang saya jalankan ketika berada dekat maupun jauh

    dari saya. Ke dalam tulisan ini, telah dituangkan segala semangat dan rasa pantang

    menyerah yang berasal dari kasih sayang serta kebaikan yang Anda taburkan. Inilah

    buahnya. Sebuah bukti langkah awal dalam menggapai mimpi kita bersama.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

    memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam

    kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

    Yogyakarta, 20 Oktober 2Al9

    V1

    Hieronimus Lianggi Lukito

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT DAN

    INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL

    Hieronimus Lianggi Lukito

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara psychological

    entitlement dan intensi turnover. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah adanya

    hubungan yang positif dan signifikan antara variabel psychological entitlement

    dengan intensi turnover. Subjek dalam penelitian ini merupakan 114 karyawan

    tetap dengan tahun kelahiran 1980-2000 yang bekerja di berbagai macam

    perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner

    penelitian yang terdiri dari skala psychological entitlement (9 item, α = 0,826) dan

    skala intensi turnover (3 item, α = 0,871). Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa

    data bersifat normal dan linear. Oleh karena itu analisis data dilakukan dengan

    menggunakan Pearson’s product moment. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa

    variabel psychological entitlement berkorelasi positif dengan intensi turnover

    dengan nilai koefisisen korelasi r = 0,197 dan nilai signifikansi p = 0,018. Hal ini

    menunjukkan bahwa semakin tinggi psychological entitlement semakin tinggi pula

    intensi turnover generasi milenial.

    Kata kunci: karyawan generasi milenial, psychological entitlement, intensi turnover

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    CORRELATION BETWEEN PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT AND

    TURNOVER INTENTION AMONG MILLENIAL EMPLOYEE

    Hieronimus Lianggi Lukito

    ABSTRACT

    This study aims to determine the correlation between psychological entitlement and

    turnover intention. The proposed hypothesis is the positive and significant

    correlation between psychological entitlement and turnover intention among

    millennial employees. The subject in this study were 114 people born in 1980-2000

    who worked as a permanent employee in various kind of organization. Data

    collected by spreading research questioner consist of psychological entitlement

    scale (9 item, α = 0,826) and turnover intention scale (3 item, α = 0,871). The test

    results show that the data are normal and linear. The data analysis was performed

    by using Pearson’s product moment. Results show that psychological entitlement

    positively correlated with turnover intention with correlation coefficient of r =

    0.197 and the value of significance p = 0.018. This result show that the higher

    psychological entitlement, the higher millennial employees turnover intention

    become.

    Keywords: millennial employees, psychological entitlement, turnover intention

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAHUNTUK KEPENTINGAN AI(ADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

    Nama : Hieronimus Lianggi Lukito

    MM 1s91 14090

    Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

    Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

    HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOG I CAL ENTITLEMENT DAN

    INTENSI TURNOWR PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL

    Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas

    Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media,

    serta mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa

    perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama

    tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

    Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

    Yogyakarta

    Oktober 2019

    Yang Menyatakan,

    lx

    (Hieronimus Lianggi Lukito)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan

    rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini disusun

    sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas

    Psikologi Sanata Dharma. Proses pengerjaan skripsi ini telah mendapat banyak

    dukungan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih

    kepada:

    1. Bapak Dr. Minta Istono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

    membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan

    skripsi.

    2. Romo Priyono Marwan, SJ yang telah beberapa kali memberikan saran dan

    arahan.

    3. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko M. Psi yang telah membantu

    menerjemahkan kedua skala.

    4. Odelia Yulita, S.S yang telah memotivasi, membantu penulis dalam

    melakukan sintesa dalam proses back-translate alat ukur, dan menemani

    penulis dalam setiap proses naik dan turunnya proses penulisan skripsi.

    5. Keluarga kecil serta keluarga besar penulis yang telah memotivasi penulis

    dengan pertanyaan, “Kapan lulus?”,”Mau lulus kapan?”, “Sudah ujian

    kan?”.

    6. Alvin Jodi Putra, Benjamin Haryono, dan Stefanus Afin yang telah

    memberikan dinamika dari semasa perkuliahan hingga dalam pengerjaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    skripsi. Ide dan proses penulisan skripsi ini tidak akan muncul tanpa

    keterlibatan kalian.

    7. Teman-teman satu bimbingan skripsi yang saling menyemangati dan sering

    penulis repotkan. Terimakasih karena kalian sudah mau menyediakan

    waktu dan bantuan ketika penulis membutuhkan arahan dalam tata cara

    penulisan skripsi.

    8. Semua orang yang telah terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini.

    Teman-teman kelas A, jajaran para dosen, kakak tingkat, adik tingkat dan

    semua pihak yang tidak mampu saya sebutkan satu-per satu di sini. Semoga

    Tuhan memberkati kita semua.

    Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini, maka

    dari itu penulis meminta maaf apabila ada hal yang kurang berkenan. Kritik dan

    saran yang membangun aka diterima dengan sebaik-baiknya. Semoga tulisan ini

    bermanfaat bagi pihak yang membaca dan membutuhkan. Atas perhatian dan

    kerjasamanya penulis ucapkan terimakasih banyak.

    Yogyakarta, 20 Oktober 2019

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i

    HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………………………ii

    HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….…...iii

    HALAMAN MOTTO …………………………………………………………… iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………..v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………………….vi

    ABSTRAK ………………………………………………………………………vii

    ABSTRACT …………………………………………………………………… viii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………….ix

    KATA PENGANTAR …………………………………………………………….x

    DAFTAR ISI …………………………………………………………………….xii

    DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xvi

    DAFTAR SKEMA……………………………………………………………...xvii

    DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...xviii

    BAB I ……………………………………………………………………………...1

    A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1

    B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 8

    C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 9

    D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 9

    1. Manfaat Teoritis ……………………………………………………… 9

    2. Manfaat Praktis ………………………………………………………. 9

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    BAB II……………………………………………………………………………10

    A. Intensi Turnover………………………………………………………… 10

    1. Definisi Intensi Turnover ………………………………….……….. 10

    2. Aspek Intensi Turnover …………………………………………….. 13

    3. Faktor yang mempengaruhi Intensi Turnover ………………………. 15

    a. Usia ……………………………………………………………... 15

    b. Watak atau kepribadian …………………………………………. 15

    c. Jenis kelamin ……………………………………………………. 16

    d. Tingkat pendidikan ……………………………………………... 16

    e. Kepuasan kerja ………………………………………………….. 16

    f. Komitmen organisasi …………………………………………… 17

    g. Kesenjangan nilai kerja …………………………………………. 17

    B. Psychological Entitlement………………………………………………. 18

    1. Sejarah singkat dan Definisi Psychological Entitlement ……………. 18

    2. Aspek Psychological Entitlement …………………………….…...... 20

    3. Dampak Psychological Entitlement secara umum dan di tempat kerja

    ………………………………………………………….………………..... 22

    C. Generasi Milenial ………………………………………………………. 24

    1. Generasi Milenial dan Latar Belakangnya …………………………. 24

    2. Karakteristik Generasi Milenial dan Ekspektasi dalam Organisasi …25

    D. Dinamika antara Intensi Turnover dengan Psychological Entitlement ….27

    E. Model Penelitian ……………………………………………………….. 30

    F. Hipotesis Penlitian ……………………………………………………... 30

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    BAB III ………………………………………………………………………… 31

    A. Jenis Penelitian ………………………………………………………..... 31

    B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ……………………….... 31

    1. Psychological Entitlement ………………………………………….. 32

    2. Intensi Turnover …………………………………………………….. 33

    C. Subjek ………….……………………………………………………...... 33

    D. Sampling Penelitian …………………………………………………….. 34

    E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………………………………….... 34

    1. Psychological Entitlement Scale …………………………………..... 35

    2. Skala Intensi Turnover ……………………………………………… 37

    F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……………………………………. 38

    1. Validitas …………………………………………………………….. 38

    2. Reliabilitas ………………………………………………………...... 39

    G. Metode Analisis Data …………………………………………………… 40

    1. Uji Asumsi ………………………………………………………...... 41

    2. Uji Hipotesis ………………………………………………………... 42

    BAB IV …………………………………………………………………………. 43

    A. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………………. 43

    B. Deskripsi Subjek Penelitian ……………………………………………. 43

    C. Deskripsi Data Penelitian ……………………………………………… 45

    D. Hasil Penelitian ………………………………………………………… 48

    1. Uji Asumsi ………………………………………………………...... 48

    a. Uji Normalitas ………………………………………………….. 48

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    b. Uji Linearitas …………………………………………………… 49

    2. Uji Hipotesis ………………………………………………………… 50

    E. Pembahasan Uji Hipotesis ……………………………………………… 52

    F. Uji Tambahan ……………………………………………………........... 54

    1. Uji Normalitas ………………………………………………............. 55

    2. Uji Homogenitas ………………………………………………......... 56

    3. Uji Beda Mean ………………………………………………………. 57

    G. Pembahasan Uji Tambahan ..…………………………………………… 58

    BAB V ………………………………………………………………………….. 60

    A. Kesimpulan …………………………………………………………..…. 60

    B. Keterbatasan Penelitian …………………………………………………. 60

    C. Saran ……………………………………………………………………. 61

    1. Bagi Subjek Penelitian ……………………………………………… 61

    2. Bagi Organisasi …………………………………………………….. 61

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya …………………………………………… 61

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...... 63

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Pemberian Skor Pada Skala Likert ……………………………….. ….35

    Tabel 2 Item Skala Intensi Turnover ……………………………………… ….38

    Tabel 3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach …………….40

    Tabel 4 Deskripsi Tahun Kelahiran Subjek ………………………………. ….44

    Tabel 5 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek …………………………………. ….44

    Tabel 6 Deskripsi Tingkat Pendidikan Subjek ……………………………. ….44

    Tabel 7 Norma Kategori Skor ……………………………………….……. ….46

    Tabel 8 Kategori Skor Psychological Entitlement ………………………... ….47

    Tabel 9 Kategori Skor Intensi Turnover ………………………………….. ….47

    Tabel 10 Uji Normalitas dengan Komolgorov-Smirnov………………….. ….49

    Tabel 11 Hasil Uji Linearitas Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover

    ……………………………………………………………………………... ….50

    Tabel 12 Uji Hipotesis dengan Pearson’s product moment ……………… ….51

    Tabel 13 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi …………………………… ….52

    Tabel 14 Hasil Uji Normalitas Kelompok Usia …………………………...…. 55

    Tabel 15 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Usia ………………………… … 56

    Tabel 16 Hasil Uji Beda Mean Independent Sample T-Test Kelompok Usia…57

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    DAFTAR SKEMA

    Skema 1 Model Theory Planned Behavior ……………………………………..11

    Skema 2 Model Hubungan Perantara Mobley ………………………………….14

    Skema 3 Skema Dampak Psychological Entitlement …………………………..22

    Skema 4 Hubungan antara Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover

    karyawan Generasi Milenial ………………………………………………….... 30

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Final Terjemahan Alat Ukur ………………………………... 70

    Lampiran 2 Skala Penelitian …………………………………………………… 73

    Lampiran 3 Reliabilitas Skala ……………………………………………......... 76

    Lampiran 4 Hasil Uji Beda Mean One Sample T-test …………………………. 80

    Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas ……………………………………………… 82

    Lampiran 6 Hasil Uji Linearitas ………………………………………………. 84

    Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis dengan Pearsons’s Product Moment ............... 85

    Lampiran 8 Hasil Uji Tambahan ………………………………………………. 87

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Saat ini, perusahaan-perusahaan sudah mulai dipadati oleh karyawan

    generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang lahir di antara tahun

    1982 hingga tahun 2000 (Howe & Strauss, 2000). Menurut data BPS, yang

    dirilis tahun 2016, dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai

    lebih dari 160 juta orang, sebanyak 40% di antaranya adalah generasi millenial,

    tepatnya sekitar 62,5 juta orang, sedangkan populasi millenial masih dibawah

    generasi X yang berjumlah sekitar 69 juta dan generasi baby boomers paling

    rendah jumlahnya, sekitar 28 juta orang (Millenial ogah terlibat sepenuhnya di

    perusahaan?, 2017). Pada tahun 2018, Badan Perencanaan Pembangunan

    Negara (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja generasi milenial

    sudah mencapai 90 juta (Sembiring, 2018). Dengan banyaknya jumlah tenaga

    kerja yang tersebar, masing-masing perusahaan tentu mengusahakan teknik

    pengelolaan sumber daya manusia dalam rangka membina dan

    mempertahankannya. Menurut Handoko (2001:4), keberhasilan pengelolaan

    organisasi sangat ditentukan kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.

    Mempertahankan tenaga kerja generasi milenial sebagai aset

    merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan. Beberapa perusahaan juga

    sudah melakukan upaya dalam mempertahankan karyawan milenial.

    Contohnya perusahaan besar seperti Google, mendesain kantornya dengan

    berbagai fasilitas dan ruang rekreasi untuk membuat pekerjanya tetap nyaman.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Dalam sebuah video reportase yang diunggah Wall Street Journal ke situs

    YouTube pada tahun 2012, diperlihatkan bahwa kantor Google di New York

    memiliki ruang rekreasi, bistro, ruang diskusi teknologi, ruang tamu personal,

    dan menara air di kafenya (Jordan, 2012). Selain perusahaan global seperti

    Google, perusahaan agensi marketing seperti Mindspark dan Lockard &

    Wechsler Direct juga melakukan upaya mempertahankan loyalitas generasi

    milenial dengan memberikan pelayanan pijat refleksi, fasilitas video game,

    waktu senggang, dan lingkungan kerja yang didesain agar pekerjanya merasa

    rileks (Roberts, 2015). Tidak hanya dari segi fasilitas, namun saat ini mulai ada

    beberapa studi yang diusahakan untuk mengenal generasi milenial dan

    merancang strategi tepat dalam membuat retention program demi

    mempertahankan generasi milenial (Oladapo, 2014; Aydogmus, 2016).

    Perusahaan telah memiliki pengelolaan sumber daya manusia, fasilitas

    pendukung, dan retention program, akan tetapi setiap perusahaan tidak

    terhindar dari masalah turnover karyawan. Menurut APA Dictionary of

    Psychology (2007), turnover adalah jumlah karyawan yang keluar dari

    organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sebuah survei terkait tingkat turnover

    yang dilakukan HayGroup pada tahun 2013 dengan mengambil partisipan

    karyawan berjumlah 700 juta orang dari 19 negara menunjukkan hasil yang

    mengejutkan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan tingkat

    turnover tertinggi senilai 25,8% didahului oleh India di peringkat pertama

    dengan nilai 26,9 % dan Rusia di peringkat kedua dengan nilai 26,8%.

    HayGroup memprediksikan pada tahun 2018, akan terjadi peningkatan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    turnover karyawan sebanyak 49 juta dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu

    jumlah karyawan yang akan mengundurkan diri secara global akan mencapai

    192 juta pada tahun 2018 (HayGroup, 2013).

    Selaras dengan dua data survei di atas, generasi milenial yang mulai

    memadati lapangan kerja juga menunjukkan tingkat turnover yang cukup

    tinggi pula. Tingginya tingkat turnover pekerja generasi milenial didukung

    oleh data survei yang diperoleh sebuah perusahaan konsultasi manajemen

    kinerja global asal Amerika Serikat bernama Gallup, yaitu sekitar 60%

    generasi milenial saat ini terbuka untuk kesempatan kerja yang baru dan sejauh

    ini merupakan generasi yang paling mungkin untuk berpindah pekerjaan

    (Adkins, 2016). Data survei juga menampilkan temuan lain, yaitu 21%

    generasi milenial pada tahun 2016 dilaporkan telah berganti pekerjaan dalam

    satu tahun terakhir dibandingkan dengan sekitar 7% generasi X dan non-

    milenial lainnya.

    Tidak hanya di Amerika Serikat, demikian pula fenomena tersebut juga

    terjadi di Indonesia. Menurut hasil riset Jobplanet, sebuah situs daring untuk

    berbagi informasi seputar dunia kerja dan ulasan mengenai perusahaan,

    melaporkan bahwa generasi milenial memiliki tingkat loyalitas yang lebih

    rendah terhadap pekerjaan mereka (Ibo, 2017). Sebanyak 76,7% dari mereka

    hanya bertahan 1–2 tahun di tempat kerjanya sebelum memutuskan untuk

    berpindah kerja. Hanya 9,5% dari mereka yang bertahan bekerja di satu tempat

    selama lima tahun atau lebih. Hal ini juga selaras dengan temuan data Dale

    Carnegie Indonesia (2016 dalam Frian & Mulyani, 2018), yaitu sebanyak 60%

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    tenaga kerja generasi milenial Indonesia akan memiliki intensi untuk keluar

    yang tinggi apabila tidak merasa tergabung dengan organisasi. Dengan

    demikian, benar adanya prediksi yang disampaikan oleh penelitian HayGroup

    bahwa tingkat turnover pekerja mengalami peningkatan pada tahun-tahun

    berikutnya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa karyawan generasi milenial

    menjadi sebagian dari naiknya tingkat turnover saat ini. Ketidakselarasan

    antara usaha yang telah dikerahkan perusahaan dengan turnover generasi

    milenial memunculkan sebuah pertanyaan, yaitu mengapa generasi milenial

    menunjukkan turnover yang tinggi sekalipun perusahaan sudah mengupayakan

    program untuk mempertahankan tenaga kerja generasi milenial.

    Turnover menjadi penting untuk diteliti karena hingga saat ini turnover

    merupakan masalah yang terus dihadapi dan berdampak negatif dalam

    lingkungan pekerjaan. Turnover memiliki dampak yang bersifat implikatif bagi

    organisasi (Akinyomi, 2016). Kerugian utama yang dialami organisasi yaitu

    biaya yang harus dikeluarkan perusahaan secara langsung maupun tidak

    langsung (Mobley, 1986). Biaya langsung meliputi biaya pemutusan hubungan

    kerja, biaya perekrutan, biaya seleksi, biaya penempatan, biaya pelatihan

    karyawan baru, dan biaya produktivitas yang hilang (Mobley, 1986; Zhang,

    2016). Sedangkan biaya tidak langsung meliputi banyaknya waktu yang hilang

    karena adanya proses pergantian karyawan baru, menurunnya semangat kerja,

    rusaknya rantai jabatan, tercemarnya reputasi organsisasi, dan menurunnya

    tingkat produktivitas (Mobley, 1986; Zhang, 2016). Kerugian tersebut benar

    adanya sesuai dengan hasil survei Gallup yang juga menyatakan bahwa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    generasi milenial menimbulkan kerugian biaya ekonomi Amerika Serikat lebih

    dari 30 miliar US Dollar per tahunnya akibat berganti pekerjaan secara terus

    menerus (Adkins, 2016). Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan

    memunculkan urgensi pentingnya untuk mengatasi dan menanggulangi

    turnover. Maka dari itu, masih perlu dilakukan penelitian dan tinjauan yang

    lebih jauh untuk memahami seluk beluk dari turnover.

    Dalam penelitian terkait turnover, variabel intensi turnover sering

    digunakan sebagai variabel turnover yang representatif. Sebelum turnover

    terjadi, organisasi dapat memprediksi terlebih dahulu melalui intensi turnover

    karyawan (Spector, 1999). Intensi turnover didefinisikan sebagai keinginan

    karyawan secara sadar untuk meninggalkan organisasi (Tett & Meyer, 1993).

    Bothma dan Roodt (2013) menyebutkan bahwa beberapa peneliti juga sudah

    berargumen dan membuktikan bagaimana intensi turnover dapat menjadi

    representasi yang valid dalam mewakili turnover yang sesungguhnya. Intensi

    turnover dapat menjadi representasi yang valid dari turnover karena telah

    dibuktikan secara empirik dan dapat disebut sebagai prediktor terbaik dalam

    mengetahui turnover (Mobley, 1986; Tett & Meyer, 1993; Zhang, 2016).

    Selain itu, alasan Intensi turnover merupakan prediktor yang tepat dalam

    mengukur turnover dikarenakan intensi turnover merupakan variabel konstan

    sebelum tindakan turnover dilakukan karyawan (Lambert, 1999 dalam Atef,

    Leithy, & Al-Kalyoubi, 2017).

    Karyawan melakukan turnover karena beberapa alasan seperti pensiun,

    mendapatkan pekerjaan lain, atau karena rendahnya nilai kerja (Priyono, 2010).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    Menurut hasil penelitian terdahulu, intensi turnover dikaitkan oleh beberapa

    faktor penyebab seperti usia, gaji, kepuasan kerja, komitmen organisasi, relasi

    interpersonal, jenjang pendidikan, kesempatan perkembangan karir (Zhang,

    2016), perbedaan generasi, nilai kerja yang berbeda (Rani & Samuel, 2018),

    dan sifat kepribadian (Singh, 2014). Terkait dengan sifat kepribadian, salah

    satu karakteristik generasi milenial ditemukan memiliki pengaruh negatif

    dalam kehidupan kerja mereka adalah psychological entitlement (Harvey &

    Martinko, 2009).

    Entitlement dapat dikatakan sebagai kecenderungan individu untuk

    merasa layak mendapatkan hak-hak tertentu (Bishop & Lane, 2002). Dalam

    konteks lingkungan kerja, entitlement perlu didefinisikan lebih spesifik sesuai

    dengan ranahnnya (Naumann, Minsky, & Sturman, 2002). Dalam penelitian

    ini, konsep entitlement yang digunakan adalah psychological entitlement,

    karena terdapat jenis varian entitlement yang lain dan perlu dibedakan (Harvey

    & Dasborough, 2015). Campbell, Bonacci, Shelton, Exline, dan Bushman

    (2004) mendefinisikan psychological entitlement sebagai pendirian stabil dan

    melekat yang meyakini bahwa seseorang lebih layak dan berhak dibandingkan

    orang lain.

    Generasi milenial ditemukan memiliki psychological entitlement yang

    lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen, Allen, Karl, & White,

    2015). Tingginya tingkat psychological entitlement berdampak pada

    mudahnya individu dalam memersepsikan banyak kejadian yang dirasa tidak

    sesuai ekspektasi dan munculnya rasa kecewa (Grubbs & Exline, 2016). Dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    konteks lingkungan kerja, generasi milenial mengekspektasikan adanya

    kesempatan kerja yang lebih baik, jaminan promosi karir, jaminan kesehatan,

    waktu jam kerja yang fleksibel, supervisi yang baik, serta adanya apresiasi dari

    atasan (Sujansky & Ferri-Reed, 2009).

    Psychological entitlement berdampak negatif dalam situasi pekerjaan

    di antaranya seperti munculnya konflik, kepuasan kerja yang rendah, perilaku

    menyalah gunakan, frustrasi kerja, dan terjadinya kekecewaan akibat

    ketidaksesuaian ekspektasi (Harvey & Martinko, 2009; Harvey & Harris,

    2010). Selain itu, penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa ada hubungan

    positif antara psychological entitlement dengan intensi turnover (Harvey &

    Martinko, 2009), dengan populasi yang berbeda. Temuan tersebut semakin

    memperkuat dugaan yang diajukan apabila dikaitkan dengan konteks dan

    karakteristik generasi milenial yang memiliki psychological entitlement yang

    lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen et al., 2015). Hal ini

    memunculkan dugaan bahwa pada generasi milenial, semakin banyak

    ketidaksesuaian ekspektasi yang terjadi, maka semakin mudah pula karyawan

    untuk melakukan turnover atas rasa kekecewaan yang terjadi. Dengan kata

    lain, karakteristik psychological entitlement generasi milenial diduga menjadi

    alasan di balik masalah tingginya intensi turnover sekalipun organisasi telah

    melakukan banyak usaha dalam mempertahankannya melalui tunjangan

    fasilitas, gaji, dan hak-hak lainnya.

    Berangkat dari masalah penelitian yang telah disebutkan, peneliti ingin

    meninjau lebih jauh lagi apakah psychological entitlement generasi milenial

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    memiliki hubungan tertentu dengan intensi turnover. Apabila melihat kembali

    paparan terkait teori dan penelitian terdahulu secara menyeluruh, peneliti

    melihat adanya potensi bagaimana ketidaksesuaian ekspektasi menjadi suatu

    jembatan penghubung antara psychological entitlement dengan masalah

    fenomena tingginya turnover generasi milenial. Psychological entitlement

    yang tinggi mampu mendorong individu menciptakan ekspektasi yang tinggi

    dan semakin mudah terpapar kekecewaan atas ketidaksesuaian ekspektasi.

    B. Rumusan Masalah

    Berangkat dari paparan dinamika dan alasan di atas, peneliti

    merumuskan sebuah pertanyaan penelitian, yaitu apakah psychological

    entitlement memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi turnover

    generasi milenial?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

    psychological entitlement dengan intensi turnover generasi milenial.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Topik psychological entitlement pada generasi milenial masih

    menjadi topik yang perlu ditinjau lebih banyak lagi. Penelitian yang

    dilakukan untuk melihat psychological entitlement di tempat kerja masih

    dapat dikatakan sedikit (Harvey & Dasborough, 2015). Penelitian ini

    diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam memperkaya temuan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    penelitian sebelumnya, secara khusus untuk memperluas informasi terkait

    hubungan psychological entitlement dengan variabel lain.

    2. Manfaat Praktis

    Penelitian ini berusaha menjawab bagaimana perusahaan tetap bisa

    mengurangi kerugian di tengah terjadinya fenomena tingginya turnover

    generasi milenial. Perusahaan tentu menginginkan karyawan yang dapat

    menjadi aset dan mampu berkomitmen. Maka dari itu, hasil penelitian

    yang melibatkan karakteristik psychological entitlement generasi milenial

    yang diharapkan bermanfaat bagi perusahaan atau organisasi dalam

    mencari solusi, membina, dan mempertahankan generasi milenial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Intensi Turnover

    1. Definisi Intensi Turnover

    Turnover adalah berhentinya individu sebagai anggota suatu

    organisasi yang disertai dengan pemberian imbalan keuangan oleh

    organisasi bersangkutan (Mobley 1986: 13). Menurut APA Dictionary of

    Psychology (2007), turnover adalah jumlah karyawan yang keluar dari

    organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Robbins

    (2006), turnover merupakan berhentinya karyawan dari perusahaan yang

    bersifat tetap, baik yang dilakukan oleh karyawan maupun yang dilakukan

    oleh perusahaan. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan

    bahwa turnover adalah berhentinya karyawan dari sebuah organisasi.

    Turnover dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu turnover tidak

    sukarela (involuntary turnover) dan turnover sukarela (voluntary

    turnover) (Steel & Ovalle, 1984 dalam Lambert, Hogan, & Barton, 2001).

    Turnover tidak sukarela terjadi ketika individu berhenti atau keluar dari

    organisasi atas keputusan dari pihak organisasi, yaitu pemecatan,

    pengunduran diri atas desakan, pensiun, dan kematian (Zhang, 2016).

    Turnover sukarela terjadi ketika individu berhenti atau keluar dari

    organisasi atas keinginan diri sendiri. Turnover sukarela mencerminkan

    keinginan dan keputusan individu untuk meninggalkan organisasi

    (Milovanovic, 2017 dalam Bozoganova & Ivan, 2018).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    Setelah memahami definisi dari turnover, maka perlu untuk

    memahami istilah “intensi”. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975 dalam

    Bothma & Roodt, 2013), intensi merupakan penentu langsung dari sebuah

    perilaku nyata. Seiring berjalannya waktu, Ajzen (2011) mengembangkan

    Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menggambarkan intensi. Berikut

    adalah model TPB:

    Skema 1.

    Model Theory of Planned Behavior

    Model tersebut menjelaskan bahwa intensi ditentukan oleh sikap terhadap

    perilaku dengan adanya keyakinan berperilaku (terkait perkiraan akan

    hasil perilaku), norma subjektif yang berasal dari adanya keyakinan

    normatif (terkait norma sosial), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan

    yang berasal dari keyakinan kontrol (terkait faktor-faktor yang

    mempengaruhi eksekusi perilaku). Sikap terhadap perilaku dan norma

    subjektif menentukan intensi perilaku tertentu melalui moderasi dari

    kontrol perilaku yang dipersepsikan, yaitu mengacu pada sejauh mana

    orang merasa yakin mampu mengeksekusi perilaku berdasarkan faktor-

    faktor yang mampu dikendalikan. Hal ini secara nyata dapat muncul dalam

    Keyakinan

    Berperilaku

    Keyakinan

    Normatif

    Sikap

    terhadap

    perilaku

    Norma

    Subjektif

    Intensi Perilaku

    Keyakinan

    kontrol

    Kontrol perilaku

    yang dipersepsikan Kontrol Perilaku

    Nyata

    Copyright © 2019 Icek Ajzen

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    kontrol perilaku nyata yang dapat berupa kemampuan, material, dan hal

    lain yang diperlukan seseorang dalam berperilaku tertentu. Di sini kontrol

    perilaku yang dipersepsikan maupun nyata, memoderatori proses intensi

    menjadi perilaku. Dengan kata lain, terwujudnya intensi menjadi perilaku

    sangat ditentukan oleh sejauh mana individu merasa mampu melakukan

    perilaku tersebut dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mampu

    dikendalikan atau diusahakan.

    Beberapa ahli berikut mendefinisikan intensi turnover sebagai

    sebuah proses kognisi. Tett dan Meyer (1993) mendefinisikan intensi

    turnover sebagai keinginan yang disadari dan disengaja untuk

    meninggalkan organisasi. Menurut Lacity, Lyer, dan Rudramuniyaiah

    (2008 dalam Bothma & Roodt, 2013), intensi turnover merupakan tingkat

    sejauh mana pekerja berencana untuk keluar meninggalkan organisasi.

    Selaras dengan bentuk turnover sukarela, intensi turnover merupakan

    proses akhir pengambilan keputusan secara kognitif ketika melakukan

    turnover secara sukarela (Steel & Ovalle, 1984 dalam Lambert et al.,

    2001). Jacob dan Roodt (2007 dalam Atef et al., 2017) juga serupa dalam

    mendefinisikan intensi turnover, yaitu sebagai pertimbangan rasional yang

    dilakukan dengan sadar oleh karyawan untuk meninggalkan suatu

    organisasi secara sukarela. Melalui beberapa paparan definisi di atas, dapat

    disimpulkan bahwa, intensi turnover merupakan keinginan serta

    pertimbangan akhir karyawan dalam memutuskan untuk meninggalkan

    organisasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Intensi turnover merupakan prediktor yang tepat dalam mengukur

    turnover yang sesungguhnya karena intensi turnover merupakan variabel

    konstan sebelum tindakan turnover dilakukan karyawan (Lambert, 1999

    dalam Atef et al, 2017). Beberapa peneliti juga sudah berargumen dan

    membuktikan bagaimana intensi turnover dapat menjadi representasi yang

    valid dalam mewakili turnover yang sesungguhnya (Jaros et al., 1993;

    Muliawan et al, 2009; Tett & Meyer, 1993 dalam Bothma &Roodt, 2013).

    Intensi turnover dapat menjadi representasi yang valid dari turnover

    karena telah dibuktikan secara empirik dan dapat disebut sebagai prediktor

    terbaik dalam mengetahui turnover (Mobley, 1986; Tett & Meyer, 1993;

    Zhang, 2016).

    2. Aspek Intensi Turnover

    Aspek yang menjadi pengukuran intensi turnover dalam penelitian

    ini menekankan pada pemikiran untuk keluar dan hadirnya alternatif

    pekerjaan yang dirumuskan oleh Landau dan Hammer (1986) melalui

    model hubungan perantara Mobley serta pendapat March dan Simon.

    March dan Simon (1958 dalam Landau & Hammer, 1986) menyebutkan

    bahwa karyawan lebih mudah untuk keluar dari pekerjaan ketika alternatif

    pekerjaan dirasa lebih menguntungkan. Selaras dengan hal tersebut,

    Mobley (1986: 145-148) menyajikan suatu model proses pengambilan

    keputusan turnover yang dikenal sebagai “model hubungan perantara”

    yang menggambarkan bahwa intensi turnover muncul karena adanya

    evaluasi negatif terhadap pekerjaan dan mendorong pertimbangan serta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    pencarian terhadap alternatif pekerjaan. Berikut model hubungan

    perantara yang dimaksud:

    Skema 2.

    Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986)

    Evaluasi terhadap pekerjaan yang ada

    Evaluasi negatif

    Berpikir untuk keluar

    Evaluasi terhadap kegunaan pencarian dan

    dampak pengunduran diri

    Intensi untuk mencari alternatif

    pekerjaan lain

    Mencari alternatif pekerjaan lain

    Evaluasi mengenai alternatif pekerjaan

    Membandingkan alternatif pekerjaan yang

    ada dengan pekerjaan saat ini

    Intensi untuk keluar atau tinggal

    Keluar atau tinggal

    Landau dan Hammer (1986) merumuskan 3 aspek yang dapat

    ditemukan dalam intensi turnover melalui referensi hubungan perantara

    Mobley dalam skema 1 serta pendapat March dan Simons. Bagian yang

    dicetak tebal dalam skema 1 menunjukkan aspek yang dirumuskan Landau

    dan Hammer. Ketiga aspek yang dimaksud yaitu:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    a. Berpikir untuk keluar dari organisasi setelah melakukan berbagai

    pertimbangan melalui evaluasi,

    b. Keinginan untuk mencari alternatif pekerjaan, dan

    c. Keinginan untuk keluar dari organisasi.

    Aspek-aspek tersebut menjadi acuan dalam 3 item pengukuran intensi

    turnover yang dirancang oleh Landau dan Hammer.

    3. Faktor yang mempengaruhi Intensi Turnover

    Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensi

    turnover:

    a. Usia

    Karyawan berusia muda, yaitu usia 18-30 tahun, memiliki

    niatan lebih tinggi untuk berhenti dari pekerjaan dan melakukan

    turnover dibandingkan dengan karyawan berusia tua, yaitu mereka

    yang berusia di atas 30 tahun (Zhang, 2016). Selaras dengan apa yang

    dipaparkan Mobley (1986), intensi turnover karyawan muda lebih

    tinggi karena memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan

    pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab kekeluargaan yang lebih

    kecil.

    b. Watak atau kepribadian

    Watak atau kepribadian juga pernah disebut sebagai faktor

    yang mempengaruhi intensi turnover. Kepribadian yang neurotis

    ditemukan memiliki hubungan positif dengan intensi turnover (Singh,

    2014; Bozoganova & Ivan, 2018).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    c. Jenis kelamin

    Dalam penelitian terdahulu, perempuan ditemukan memiliki

    intensi turnover yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena

    kesempatan karir yang kecil dan adanya peran dalam mengurus rumah

    tangga (Carbery et al., 2003; Karatepe et al., 2006; Uludağ et al., 2011

    dalam Emiroglu et al., 2015)

    d. Tingkat pendidikan

    Karyawan dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki

    harapan yang tinggi terkait kesempatan karir, atasan, hak finansial,

    dan tunjangan tertentu (Chen, Kuo, Cheng, Hsai, & Chien, 2010

    dalam Emiroğlu, Akova, & Tanriverdi, 2015). Semakin rendah tingkat

    pendidikan, semakin rendah pula intensi turnover yang dimiliki

    karyawan (Emiroğlu et al., 2015)

    e. Kepuasan kerja

    Kepuasan kerja dan intensi turnover sudah sering diteliti

    bersama di berbagai bidang (Acker, 1999; Martin & Schinke, 1998

    dalam Lu & Gursoy, 2013). Tett dan Meyer (1993) mendefinisikan

    kepuasan kerja sebagai kelekatan emosi karyawan secara menyeluruh

    terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja berhubungan negatif dengan

    intensi turnover karyawan (Mobley 1977; Saeed et al 2014; Atef et

    al., 2017). Selaras dengan model hubungan perantara Mobley (1986),

    kepuasan kerja menjadi hal yang dievaluasi oleh karyawan ketika ada

    pemikiran untuk berhenti atau keluar dari pekerjaan. Dalam model

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    TPB, kepuasan kerja disebutkan mampu menjadi pelengkap dari 3

    prediktor intensi yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan

    kontrol perilaku yang dipersepsikan (Van Breukelen, van der Vlist, &

    Steensma, 2004).

    f. Komitmen Organisasi

    Komitmen organisasi merupakan kepercayaan dan

    penerimaan individu yang kuat terhadap tujuan dan nilai organisasi;

    kemauan untuk memberikan banyak usaha atas nama organisasi; dan

    keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi

    (Mowday Porter, & Steers 1982 dalam Alkahtani, 2015). Oleh karena

    itu, karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki

    niatan yang rendah untuk berhenti dari pekerjaan (Allen & Meyer,

    1990; Bentein, Vandenberghe, Vandenberg, & Stinglhamber, 2005;

    Falkenburg & Schyns, 20017; Good, Page, & Young, 1996; Harris &

    Cameron, 2005; Huselid, 1995; Rhoades & Eisenberger, 2002 dalam

    Alkahtani, 2015).

    g. Kesenjangan nilai kerja

    Menurut Rani dan Samuel (2016), kesenjangan nilai kerja

    menjadi faktor yang menentukan tingkat intensi turnover.

    Kesenjangan terjadi apabila terdapat perbedaan antara ekspektasi

    imbalan karyawan dan realita imbalan yang diberikan oleh organisasi.

    Semakin besar kesenjangan antara ekspektasi dengan realita, maka

    semakin tinggi pula intensi turnover. Kesenjangan nilai kerja ini

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    ditemukan tinggi pada generasi milenial dan X dibandingkan baby

    boomer.

    B. Psychological Entitlement

    1. Sejarah singkat dan Definisi Psychological Entitlement

    Topik entitlement sudah mulai secara implisit dibahas oleh tokoh-

    tokoh ternama psikologi di abad ke-20. Lessard, Greenberger, dan Chen

    (2016), menceritakan bahwa Freud mulai mempopulerkan konstruk

    entitlement melalui karakteristik yang Freud temui pada pasien-pasiennya.

    Perkembangan ini mulai diikuti pula oleh Horneye dan Rothstein yang

    berusaha melihatnya melalui pengalaman masa kecil. Lalu juga ada Adler

    yang berusaha menjelaskannya bahwa entitlement terbentuk melalui proses

    belajar dan perilaku.

    Seiring berjalannya waktu, secara resmi di dalam DSM-III,

    entitlement disebut sebagai salah satu kriteria dari orang dengan gangguan

    kepribadian narsisistik (DSM-III; American Psychiatric Association, 1980)

    dan para ahli mulai mengenal entitlement sebagai komponen dari

    narsisisme. Berangkat dari informasi tersebut, Raskin dan Hall (1979),

    merancang sebuah alat ukur yaitu NPI (Narcissistic Personality Inventory)

    untuk mendiagnosa apakah seseorang memiliki kepribadian narsisistik.

    Beberapa tahun kemudian Raskin dan Terry (1988) merancang kembali NPI

    dengan versi baru yaitu dengan jumlah 40 item masih dengan entitlement

    sebagai dimensi yang representative dalam sebagian itemnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Kemudian, Campbell et al. (2004) merancang sebuah alat ukur yang

    secara khusus ditujukan untuk mengukur entitlement dan mendefinisikan

    entitlement yang dimaksud sebagai psychological entitlement. Campbell et

    al. (2004) mendefinisikan psychological entitlement sebagai pendirian stabil

    dan melekat yang meyakini bahwa seseorang lebih layak dan berhak

    dibandingkan orang lain. Berangkat dari perancangan ini, psychological

    entitlement tidak hanya dikenal sebagai kriteria narsisisme, namun juga

    sebagai variabel kepribadian yang unik yang dapat menjadi fitur kunci

    tersendiri dan memiliki pengaruh tertentu di kehidupan sosial (Campbell et

    al., 2004). Perancangan alat ukur entitlement bernama PES (Psychological

    Entitlement Scale) ini juga didasarkan pada kelemahan subskala NPI dalam

    mengukur entitlement, mulai dari reliabilitas yang rendah hingga bentuk

    itemnya yang tertutup.

    Setelah temuan Campbell et al mulai menjadi acuan banyak peneliti,

    banyak yang menyetujui konsep dan definisi tersebut. Masih mengacu pada

    definisi tersebut, Harvey dan Harris (2010) mendefinisikan psychological

    entitlement sebagai sifat yang merujuk pada persepsi diri yang baik disertai

    kecenderungan untuk merasa layak atas pujian dan imbalan yang tinggi,

    terlepas dari tingkat performansi yang sesungguhnya. Grubbs dan Exline

    (2016) juga menyetujui definisi yang dikemukakan Campbell yaitu bahwa

    psychological entitlement merupakan sifat kepribadian yang dicirikan

    dengan adanya perasaan bahwa seseorang layak akan barang, pelayanan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    serta perlakuan spesial dibandingkan yang lain, terlepas dari sesuai atau

    tidaknya usaha yang diberikan.

    Apabila disimpulkan secara ringkas, psychological entitlement

    merupakan sifat di mana seseorang merasa layak dan berhak atas barang,

    hadiah, dan perlakukan khusus daripada orang lain terlepas dari baik atau

    buruknya usaha yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini, konsep yang

    akan digunakan adalah psychological entitlement. Selain psychological

    entitlement, ada beberapa jenis entitlement lain seperti equity entitlement,

    economic entitlement, dan legitimate entitlement (Harvey & Dasborough,

    2015). Harvey dan Dasborough (2015) menyebutkan bahwa istilah dan

    definisi psychological entitlement digunakan untuk membedakan konsep

    entitlement ini dengan yang lain.

    2. Aspek Psychological Entitlement

    Aspek psychological entitlement dalam penelitian ini mengacu pada

    konsep yang ditegaskan oleh Campbell et al. (2004), yaitu psychological

    entitlement sebagai pendirian yang menetap terkait bahwa seseorang merasa

    lebih layak dan berhak dibandingkan dengan lainnya. Ada 3 aspek yang

    terlibat dalam konsep psychological entitlement. Pertama, psychological

    entitlement terdiri dari pengalaman di mana seseorang merasa berhak.

    Kedua, pengalaman di mana seseorang merasa layak. Ketiga, adanya

    gagasan bahwa diri seseorang merupakan spesial juga merupakan aspek dari

    psychological entitlement (Grubbs & Exline, 2016). Pengalaman-

    pengalaman ini secara nyata tercermin dalam keinginan dan perilaku yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    ditunjukkan seseorang. Memperdetil pernyataan tersebut, Campbell et al.

    (2004) menyatakan bahwa psychological entitlement yang dimaksud

    bersifat global dan dapat dialami di berbagai situasi.

    Aspek berhak dan layak dalam psychological entitlement

    menunjukkan keserupaan, namun memiliki perbedaan makna yang cukup

    jelas. Dalam Campbell et al. (2004) disebutkan bahwa kedua istilah

    menggambarkan adanya hasil baik atau imbalan yang perlu dimiliki

    seseorang, namun mengacu pada sumber pemikiran yang berbeda. Istilah

    “layak” atau deservingness lebih cocok digunakan untuk menggambarkan

    bahwa sebuah imbalan patut diperikan karena sebuah hasil kerja keras,

    namun istilah “berhak” atau entitlement lebih merujuk pada ekspektasi

    imbalan yang dihasilkan oleh kontrak sosial. Sebagai contoh sederhana,

    akan lebih tepat mengatakan bahwa seseorang layak mendapatkan gaji atas

    kerja kerasnya, daripada seseorang berhak mendapatkan gaji atas kerja

    kerasnya. Contoh lain misalnya, akan lebih tepat mengatakan seseorang

    berhak mendapat tunjangan dana pensiun daripada seseorang layak

    mendapatkan tunjangan dana pensiun. Akan tetapi, bila seseorang

    mengatakan menggunakan istilah layak maupun berhak, pemaknaannya

    akan sebagian besar tetap sama.

    Istilah “layak” dan “berhak” digunakan dalam sebagian besar

    pernyataan item alat ukur PES karena maknanya yang sebagian besar tetap

    sama. Hal ini tampak terepresentasikan pada item nomor 6 yang berbunyi

    “Saya layak untuk mendapatkan lebih banyak hal dalam hidup saya” atau

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    nomor 9 yang berbunyi “Saya merasa berhak untuk mendapat lebih dalam

    semua hal”. Selaras dengan dua hal tersebut, Grubbs dan Exline (2016) juga

    semakin mempertajam konsep yang dibicarakan Campbell et al dengan

    menggaris bawahi konsep terkait adanya gagasan bahwa diri seseorang

    spesial. Hal ini terepresentasikan dalam item nomor 2 PES yang berbunyi

    “Hal-hal baik seharusnya datang kepada saya” atau item nomor 7 yang

    mencakup konsep “layak” yang berbunyi “Orang seperti saya layak untuk

    sesekali mendapatkan waktu istirahat tambahan.”

    3. Dampak Psychological Entitlement secara umum dan di tempat kerja

    Psychological entitlement mengakibatkan dampak tertentu bagi

    seseorang. Grubbs dan Exline (2016) mengusulkan sebuah model bahwa

    psychological entitlement berdampak pada terjadinya ketidaksesuaian

    ekspektasi dan menyebabkan terjadinya tekanan psikologis. Berikut skema

    dampak psychological entitlement:

    Skema 3.

    Skema Dampak Psychological Entitlement

    Entitlement

    Ekspektasi

    berlebihan

    Gagasan bahwa

    diri spesial

    Perasaan layak

    yang berlebihan

    Kekecewaan Ancaman

    terhadap diri

    Persepsi

    ketidakadilan

    Ketidakpuasan Ancaman Amarah

    Tekanan Psikologis

    Reaksi

    Defensif yang

    memperkuat

    keyakinan

    entitlement

    Ketidaksesuaian Ekspektasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    Model ini dapat dijelaskan dalam 3 tahap. Tahap pertama,

    psychological entitlement melibatkan adanya ekspektasi yang berlebihan,

    keyakinan bahwa dirinya spesial, dan hadirnya persepsi berlebih bahwa diri

    layak. Hadirnya aspek-aspek tersebut menjadikan individu mudah terpapar

    pada ketidaksesuaian ekspektasi. Ketidaksesuaian ekspektasi semakin

    mudah terjadi karena pada dasarnya, individu yang entitled bukan lagi

    tertarik kepada imbalan apa yang akan didapat, tetapi terikat pada hasrat

    untuk memiliki “segalanya” (Bushman, Moeller, & Crocker, 2011 dalam

    Grubbs & Exline 2016).

    Tahap kedua, Apabila terjadi ketidaksesuaian ekspektasi, individu

    dapat menjadi kecewa, merasa diri terancam, dan memersepsikan terjadinya

    ketidakadilan yang berakibat pada munculnya kekecewaan dan rasa marah.

    Tahap ketiga, rasa kekecewaan, amarah, dan ancaman ini membangun

    terjadinya tekanan psikologis. Bentuk nyata perilaku kecewa, marah, dan

    terancam menjadikan seseorang juga sangat mudah untuk memunculkan

    konflik interpersonal, yang pada nantinya juga akan berakibat pada

    terakumulasinya tekanan psikologis.

    Ketiga tahapan ini digambarkan sebagai sebuah siklus. Hal ini

    disebabkan karena adanya gagasan bahwa diri individu adalah spesial.

    Melanjutkan penjelasan dari tahap ketiga, Individu yang entitled akan

    menggunakan keyakinan tersebut sebagai bentuk pertahanan diri dan

    memperkuat keyakinan tersebut ketika mengalami kekecewaan, rasa marah,

    dan ancaman terhadap diri. Individu akan semakin memperkuat keyakinan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    bahwa dirinya berhak atas sesuatu dan mengulangi proses dari tahap

    pertama sampai ketiga. Akibatnya, ketika individu memelihara siklus ini,

    akan banyak hal dalam aspek kehidupan yang tidak sesuai dengan

    ekspektasi, salah satunya dalam kehidupan kerja.

    Dalam konteks kehidupan kerja, psychological entitlement memiliki

    beberapa dampak yang tidak diinginkan. Harvey dan Harris (2010)

    menemukan bahwa psychological entitlement berdampak pada terjadinya

    frustasi kerja, mudahnya memandang supervisor sebagai orang yang

    semena-mena, dan menuntun pada perilaku politik yang tidak baik. Tidak

    hanya itu, psychological entitlement juga berdampak pada munculnya

    intensi turnover (Harvey & Martinko, 2009). Selaras dengan model di atas,

    Rani dan Samuel (2018) menyebutkan bahwa kesenjangan nilai kerja

    karyawan dan perusahaan dapat terjadi karena ekspektasi karyawan yang

    tidak realistis di tempat kerja dan mengakibatkan munculnya rasa kecewa

    atas ekspektasi yang tidak terpenuhi.

    C. Generasi Milenial

    1. Generasi Milenial dan latar belakangnya

    Beberapa ahli memiliki definisi tersendiri dalam menentukan

    rentang waktu kelahiran generasi milenial. Ada yang menyebutkan

    generasi milenial adalah mereka yang lahir di antara tahun 1982 hingga

    tahun 2000 (Howe & Strauss, 2000; Moore, 2012 dalam Moreno,

    Lafuente, Avila, & Moreno 2017). Namun, ada pula yang menyebutkan

    bahwa generasi milenial lahir pada tahun 1980 hingga 2000 (Rainer &

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    Rainer, 2011; Lee & Kotler, 2016 dalam Moreno et al, 2017). Apabila

    diperkirakan, umur dari generasi milenial berkisar dari 19 hingga 37

    sampai 39 tahun.

    Generasi milenial tumbuh dan berkembang di mana teknologi sudah

    mengalami kemajuan. Teknologi mempermudah tugas-tugas sekolah dan

    problematika lainnya. Tidak hanya seputar kewajiban, generasi milenial

    juga mampu merasakan hiburan dan mainan baru dari dunia daring. Orang

    tua generasi milenial merupakan anggota dari generasi X dan baby

    boomer. Sujansky dan Ferri-Reed (2009) menjelaskan bahwa sebagian

    besar generasi milenial belajar dari pengalaman mereka hidup bersama

    orangtua mereka yang merupakan generasi baby boomer. Baby boomer

    adalah generasi yang ambisius dengan pekerjaan dan berusaha mencari

    pendapatan ekonomi setinggi-tingginya karena mereka hidup di masa di

    mana krisis moneter sempat terjadi sehingga work-life balance mereka tak

    seimbang. Anak-anak mereka yang merupakan generasi milenial belajar

    bahwa orang tua mereka jarang di rumah karena bekerja. Akibatnya,

    generasi milenial mengadopsi nilai kerja tertentu yang nanti akan dibahas

    dalam bagian karakteristik dan ekspektasi di tempat kerja.

    2. Karakteristik Generasi Milenial dan Ekspektasi dalam Organisasi

    Karakter generasi milenial dekat dengan latar belakang yang sudah

    disebutkan di bagian sebelumnya. Generasi milenial adalah generasi yang

    serba instan (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Hal tersebut dikarenakan

    adanya campur tangan teknologi di aspek-aspek kehidupan mereka.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Mereka mengkolaborasikan antara jaringan hubungan dan keadaan saling

    ketergantungan serta menunjukkan tingginya kecenderungan dalam

    bekerja sama (Aydogmus, 2016). Sebagai tambahan, generasi ini juga

    mampu melalukan multi-tasking (Dougan, Thomas, Christina, 2008 dalam

    Aydogmus, 2016).

    Generasi milenial juga memiliki tingkat entitlement yang lebih

    tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Allen et al. (2015) menemukan

    bahwa tingkat entitlement generasi milenial memang terbukti lebih tinggi

    dibandingkan generasi baby boomer dan generasi X. Apabila kita melihat

    kembali model Grubbs dan Exline (2016), tingginya entitlement seseorang

    akan memunculkan ekspektasi-ekspektasi tertentu. Sesuai dengan model

    tersebut, generasi milenial juga dilaporkan khas dengan karakter mereka

    yang memiliki ekspektasi yang tinggi (Sujansky & Ferri-Reed, 2009).

    Menurut Allen et al. (2015), dampak sejarah pertumbuhan dan

    perkembangan menjadi faktor dalam pembentukan karakter entitlement

    pada generasi milenial.

    Dalam konteks sebagai karyawan di sebuah organisasi, generasi

    milenial juga menunjukkan karakteristik serta ekspektasi tertentu. Mereka

    mengekspektasikan sesuatu yang mereka anggap “keren”, adanya jaminan

    promosi karir, adanya jaminan kesehatan, dan waktu jam kerja yang

    fleksibel (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Meski begitu, mereka tidak setia

    terhadap organisasi di mana mereka bekerja (Aydogmus, 2016). Hal ini

    masih ada kaitannya dengan karakter entitlement generasi milenial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Generasi milenial memandang bahwa mereka merupakan tenaga kerja

    yang diinginkan serta layak mendapatkan perlakuan spesial (Lancaster &

    Stillman, 2010 dalam Aydogmus, 2016). Selain itu, karyawan generasi

    milenial percaya bahwa mereka tidak perlu bekerja dan berusaha sebanyak

    generasi yang lebih tua untuk mendapatkan promosi karir karena mereka

    mereka merasa layak (Kelly & McGowen, 2011 dalam Aydogmus, 2016).

    D. Dinamika antara Intensi Turnover dengan Psychological Entitlement

    Masalah Intensi turnover dan karakteristik entitlement cukup menjadi

    isu populer pada tenaga kerja generasi milenial. Dibandingkan generasi

    sebelumnya, tenaga kerja generasi milenial dikenal tidak setia terhadap

    organisasi di mana mereka bekerja (Aydogmus, 2016). Generasi ini bahkan

    terbukti menunjukkan intensi turnover yang lebih tinggi dibandingkan generasi

    sebelumnya (Rani & Samuel, 2018). Mereka memiliki ekspektasi yang tinggi

    (Sujansky & Ferri-Reed, 2009), dan ditemukan memiliki entitlement yang

    lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen et al, 2015). Sejak

    generasi milenial mulai memadati lapangan kerja secara global, media dan

    percetakan populer telah mendokumentasikan masalah-masalah entitlement di

    tempat kerja seperti ekpektasi akan pujian untuk kinerja yang biasa-biasa saja,

    intoleransi terhadap evaluasi negatif, ekspektasi terhadap imbalan yang tidak

    realistis (Harvey & Dasborough, 2015).

    Tingginya kecenderungan psychological entitlement yang ditandai oleh

    adanya perasaan layak dan berhak atas imbalan tertentu, mengakibatkan

    munculnya ekspektasi-ekspektasi yang diharapkan terjadi (Campbell et al.,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    2004; Grubbs & Exline, 2016; Rani & Samuel, 2018). Di tempat kerja, generasi

    milenial mengekspektasikan sesuatu yang mereka anggap “keren”, adanya

    jaminan promosi karir, adanya jaminan kesehatan, dan waktu jam kerja yang

    fleksibel (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Karyawan generasi milenial percaya

    bahwa mereka tidak perlu bekerja dan berusaha sebanyak generasi yang lebih

    tua untuk mendapatkan promosi karir karena mereka merasa layak (Kelly &

    McGowen, 2011 dalam Aydogmus, 2016). Generasi milenial bahkan juga

    memandang bahwa mereka merupakan tenaga kerja yang diinginkan serta

    layak mendapatkan perlakuan spesial (Lancaster & Stillman, 2010 dalam

    Aydogmus, 2016).

    Sebagai aset perusahaan, organisasi berusaha mempertahankan tenaga

    kerja generasi milenial beserta ekspektasi mereka yang mulai menjadi

    tantangan saat ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan perusahaan di

    antaranya meningkatkan kualitas fasilitas pendukung pekerjaan, kenaikan gaji,

    adanya fasilitas rekreasi, dan adanya waktu istirahat lebih fleksibel. Meski

    upaya-upaya tersebut sudah dilakukan, namun tidak semua ekspektasi dari

    tenaga kerja generasi milenial dapat dipenuhi. Akibatnya, rasa kecewa muncul

    atas ketidaksesuaian ekspektasi yang terjadi.

    Grubbs dan Exline (2016) menyebutkan bahwa hadirnya karakteristik

    entitlement pada seseorang menyebabkan mereka sering mempersepsikan

    terjadinya ketidaksesuaian ekspektasi antara apa yang diharapkan dengan apa

    yang senyatanya didapatkan. Dengan hadirnya karakteristik ini, karyawan akan

    semakin mudah mengalami kekecewaan karena kesenjangan ekspektasi yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    tidak realistis dengan realita yang dialami (Grubbs & Exline, 2016; Rani &

    Samuel, 2018). Sebagai akibatnya, kekecewaan yang muncul dalam pekerjaan

    dapat menjadi evaluasi negatif karyawan terhadap pekerjaannya dan

    memunculkan intensi turnover. Terlepas dari konteks generasi milenial,

    penelitian yang dilakukan Harvey dan Martinko (2009) dengan tujuan serta

    populasi yang berbeda, secara empirik telah membuktikan bahwa entitlement

    dan intensi turnover memiliki hubungan positif yang signifikan.

    Berdasarkan paparan dinamika di atas, penelitian bermaksud untuk

    mengetahui hubungan antara psychological entitlement dengan intensi

    turnover generasi milenial. Tingginya kecenderungan psychological

    entitlement dan intensi turnover merupakan dua karakteristik yang melekat

    pada karyawan generasi milenial. Tingginya entitlement pada generasi milenial

    bahkan disebut sebagai pengaruh munculnya intensi turnover yang didasarkan

    pada kekecewaan serta ketidaksesuaian ekspektasi. Selain itu, penelitian

    terdahulu telah menyebutkan bahwa ada hubungan positif antara psychological

    entitlement dengan intensi turnover meskipun yang menjadi subjek penelitian

    saat itu bukan generasi milenial. Hal ini semakin mendukung dugaan bahwa

    psychological entitlement pada generasi milenial memiliki hubungan yang

    signifikan dengan intensi turnover mereka. Penelitian ini diharapkan mampu

    menjawab pertanyaan penelitian bahwa salah satu faktor yang yang

    memengaruhi intensi turnover generasi milenial adalah karakteristik

    psychological entitlement.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    E. Model penelitian

    Skema 4.

    Hubungan antara Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover

    karyawan Generasi Milenial

    F. Hipotesis penelitian

    Terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological entitlement

    dengan intensi turnover generasi milenial. Semakin tinggi tingkat

    psychological entitlement generasi milenial, maka semakin tinggi pula intensi

    turnovernya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat psychological entitlement,

    semakin rendah pula intensi turnover.

    Timbulnya rasa kecewa

    Terjadinya ketidaksesuaian ekspektasi

    Psychological Entitlement

    Dicirikan dengan adanya perasaan layak dan berhak

    mendapatkan sesuatu, serta adanya gagasan bahwa

    dirinya spesial

    Muncul dan meningkatnya intensi

    turnover

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif

    korelasional. Creswell (2012) menyebutkan bahwa salah satu desain penelitian

    kuantitatif adalah penelitian kuantitatif korelasional. Desain penelitian

    kuantitatif digunakan untuk menjawab isu, keprihatinan, atau masalah tertentu

    yang dirumuskan sebagai hubungan antar variabel tertentu (Supratiknya, 2015).

    Variabel tersebut akan diukur menggunakan instrumen penelitian, sehingga

    diperoleh data numerik yang kemudian dianalisis dengan prosedur statistik

    (Creswell, 2012). Dalam menjawab masalah tersebut, hipotesis penelitian yang

    telah dirumuskan akan dibuktikan dengan data relevan yang telah diperoleh dan

    didukung dengan bantuan prosedur statistik. Penelitian kuantitatif korelasional

    adalah sebuah metode penelitian yang menggunakan statisitik korelasional

    untuk mendeskripsikan dan mengukur tingkat atau taraf hubungan skor antara

    dua atau lebih variabel yang diteliti (Creswell, 2012).

    B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

    Variabel merupakan karakteristik atau atribut seorang individu atau

    organisasi yang dapat diukur atau diobservasi (Creswell, 2012). Variabel dalam

    penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel

    tergantung (dependent variable). Menurut Supratiknya (2015), variabel bebas

    merupakan variabel yang memengaruhi dampak atau hasil tertentu terhadap

    sebagian atau keseluruhan variasi di dalam variabel tergantung. Dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah psychological entitlement.

    Supratiknya (2015) menyebutkan bahwa variabel tergantung merupakan

    variabel yang diasumsikan sebagai hasil atau akibat pengaruh dari variabel

    bebas. Dalam penelitian ini, variabel tergantung yang digunakan adalah intensi

    turnover.

    Setelah mengetahui penempatan dari kedua variabel, akan dilakukan

    perumusan definisi operasional terhadap kedua variabel penelitian. Perumusan

    ini disebut sebagai operasionalisasi, yaitu mendefinisikan variabel atau konsep

    abstrak dengan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengukur variabel

    atau konsep abstrak tersebut (Supratiknya, 2015). Berikut definisi operasional

    dari kedua variabel:

    1. Psychological Entitlement

    Psychological entitlement merupakan sifat kepribadian yang dicirikan

    dengan adanya perasaan bahwa seseorang layak akan barang, pelayanan, serta

    perlakuan spesial dibandingkan yang lain, terlepas dari sesuai atau tidaknya

    usaha yang diberikan. Tiga aspek yang digunakan sebagai indikator yang

    pada psychological entitlement adalah adanya pandangan bahwa dirinya

    merasa berhak mendapat suatu hal, pandangan bahwa dirinya layak mendapat

    sesuatu, dan gagasan bahwa dirinya adalah spesial. Psychological entitlement

    diukur menggunakan skala bernama PES yang dirancang berdasarkan pada

    konsep tersebut. Semakin tinggi skor total dari PES, semakin tinggi pula

    kecenderungan seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang entitled.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    Sebaliknya, semakin rendah skor PES, menggambarkan rendahnya

    kecenderungan sifat entitlement pada seseorang.

    2. Intensi Turnover

    Intensi turnover merupakan keinginan serta pertimbangan akhir

    karyawan dalam memutuskan untuk meninggalkan organisasi. Intensi

    turnover dalam penelitian ini akan diukur dengan skala intensi turnover yang

    dirancang oleh Landau dan Hammer (1986), di mana item-itemnya sesuai

    dengan aspek yang telah disebutkan dalam model Mobley (1986). Aspek-

    aspek yang dimaksud yaitu adanya pemikiran untuk keluar dari organisasi

    setelah mempertimbangkan berbagai hal, adanya keinginan atau intensi untuk

    mencari alternatif pekerjaan lain, dan adanya keinginan atau intesni untuk

    keluar dari tempat kerja. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka

    semakin tinggi intensi turnover. Sebaliknya, semakin rendah skor yang

    diperoleh, maka semakin rendah intensi turnover.

    C. Subjek

    Subjek dalam penelitian ini merupakan tenaga kerja generasi milenial.

    Kriteria utama yang harus dipenuhi adalah berada di jarak usia tertentu dan

    memiliki status sebagai karyawan sebuah perusahaan. Sesuai landasan teori,

    ada yang menyebut bahwa generasi milenial paling awal lahir pada tahun 1980,

    ada pula yang menyebut 1982 (Moreno et al., 2017). Oleh karena itu, peneliti

    memutuskan untuk mengacu pada salah satu tahun kelahiran, yaitu tahun 1980.

    Dengan demikian, mereka yang menjadi sampel dalam penelitian ini akan

    berkisar di umur 19-39 tahun. Kriteria kedua, subjek sedang bekerja sebagai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    karyawan tetap di perusahaan. Kriteria ketiga, paling sedikit sudah menjalani

    6 bulan masa kerja. Kriteria masa kerja juga ditentukan mempertimbangkan

    bahwa karyawan perlu menjalani masa kerja tertentu untuk melakukan evaluasi

    terhadap hal-hal yang mempengaruhi intensi mereka untuk menetap atau

    keluar.

    D. Sampling Penelitian

    Teknik sampling yang digunakan adalah non-probabilitas convenient

    sampling. Convenient sampling merupakan proses penentuan sampel yang

    dipilih berdasarkan kemudahan atau ketersediaan untuk mengaksesnya

    (Supratiknya, 2015). Teknik ini digunakan untuk mencari sampel yang banyak

    dan tersebar di populasi yang besar jumlahnya. Penelitian akan dilakukan

    dengan menyebarkan skala kuisioner secara online kepada karyawan generasi

    milenial di Indonesia. Kuisioner secara online dirancang menggunakan google

    form dan dibagikan melalui media sosial melalui tautan.

    E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    menyebarkan kuisioner. Model skala yang digunakan adalah model Likert.

    Skala Likert merupakan metode penskalaan yang meminta subjek untuk

    menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri

    atas lima respon, yaitu: sangat setuju, setuju, tidak tahu/netral, tidak setuju, dan

    sangat tidak setuju (Supratiknya, 2014: 269).

    Dalam perkembangannya, terdapat modifikasi skala Likert yaitu:

    penggunaan jumlah genap opsi jawaban; penggunaan opsi dalam jumlah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    sedikit atau kurang dari lima; dan penggunaan opsi jawaban dalam jumlah

    banyak atau lebih dari lima (Supratiknya, 2014: 271). Penelitian ini

    menggunakan modifikasi dengan opsi jawaban berjumlah tujuh, yaitu: sangat

    setuju, setuju, agak setuju, netral/tidak tahu, agak tidak setuju, tidak setuju,

    tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Menurut Supratiknya (2014: 271),

    penggunaan opsi jawaban dalam jumlah banyak atau lebih dari lima dapat

    meningkatkan konsistensi internal skala.

    Tabel 1.

    Pemberian Skor Pada Skala Likert

    Skor Item Favorable Unfavorable

    Sangat Setuju (SS) 7 1

    Setuju (S) 6 2

    Agak Setuju (AS) 5 3

    Netral (N) 4 4

    Agak Tidak Setuju (ATS) 3 5

    Tidak Setuju (TS) 2 6

    Sangat Tidak Setuju (STS) 1 7

    Penelitian ini akan menggunakan dua skala, yaitu skala psychological

    entitlement dan skala intensi turnover.

    1. Psychological Entitlement Scale (PES)

    PES merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui

    kecenderungan psychological entitlement. PES pertama kali dikonstruksi

    oleh Campbell et al. (2004). Konsep perancangan alat ukur ini berdasar pada

    subskala Narcissistic Personality Inventory – Entitlement (NPI-E). Dalam

    studinya, Campbell et al. (2004) menjelaskan bahwa NPI-E menunjukkan

    beberapa kelemahan, salah satunya mengenai bagaimana beberapa item

    dinilai kurang menggambarkan entitlement. Oleh karena itu, Campbell

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    menggarisbawahi konsep entitlement yang digunakan dalam perancangan

    alat ukur tersebut merupakan sebuah kepekaan seseorang di mana dirinya

    merasa lebih berhak dan layak dibandingkan orang lain dalam segala jenis

    situasi. Contohnya, entitlement tidak hanya sebatas “Saya berhak

    mendapatkan nilai baik karena sudah bekerja keras” namun juga berbagai

    macam situasi lain seperti “Saya berhak menjadi raja di sebuah toko karena

    saya adalah pelanggan” atau “Saya merasa perlu didahulukan karena saya

    sudah menunggu lama”.

    Ada tiga konsep dalam psychological entitlement yaitu adanya

    pandangan bahwa dirinya merasa berhak mendapat suatu hal, pandangan

    bahwa dirinya layak mendapat sesuatu, dan gagasan bahwa dirinya adalah

    spesial. Dalam alat ukur PES, konsep utama yang menjadi acuan adalah

    adanya pandangan bahwa dirinya merasa berhak mendapat suatu hal dan

    pandangan bahwa dirinya layak mendapat sesuatu (Campbell et al., 2004).

    Namun, Grubbs dan Exline (2016) dalam rumusan literaturnya

    menyebutkan bahwa hadirnya gagasan bahwa diri seseorang spesial

    merupakan fitur penting psychological entitlement. Konsep ini tampak

    dalam nuansa yang ditunjukkan oleh kesembilan item PES meski tidak

    disebutkan secara eksplisit dalam Campbell et al.

    Dalam menggunakan PES, peneliti terlebih dahulu melakukan

    proses back-translation karena item-item PES menggunakan bahasa asing.

    Metode back-translation merupakan proses memastikan validitas dari hasil

    terjemahan dari penelitian lintas budaya (Brislin, 1970). Skala asli yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    masih dalam bahasa asing terlebih dahulu diterjemahkan ahli yang

    berbahasa bilingual ke dalam bahasa yang target, lalu hasil terjemahan

    bahasa target akan dikonversikan kembali ke dalam bahasa asing oleh ahli

    berbahasa bilingual agar peneliti dapat melakukan pemeriksaan terhadap

    perubahan atau kesesuaian makna sebelum dan sesudah diterjemahkan.

    2. Skala Intensi Turnover

    Skala intensi Turnover rancangan Landau dan Hammer (1986)

    disusun berdasarkan aspek intensi turnover dari model Mobley (1986),

    yaitu:

    a. Adanya pemikiran untuk keluar dari organisasi setelah

    mempertimbangkan berbagai hal.

    b. Adanya keinginan atau intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain,

    dan

    c. Adanya keinginan atau intensi untuk keluar dari tempat kerja.

    Dalam menggunakan skala intensi turnover, peneliti terlebih dahulu

    melakukan proses back-translation karena item-item skala intensi turnover

    menggunakan bahasa asing. Metode back-translation merupakan proses

    memastikan validitas dari hasil terjemahan dari penelitian lintas budaya

    (Brislin, 1970). Skala asli yang masih dalam bahasa asing terlebih dahulu

    diterjemahkan ahli yang berbahasa bilingual ke dalam bahasa yang target,

    lalu hasil terjemahan bahasa target akan dikonversikan kembali ke dalam

    bahasa asing oleh ahli berbahasa bilingual agar peneliti dapat melakukan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    pemeriksaan terhadap perubahan atau kesesuaian makna sebelum dan

    sesudah diterjemahkan.

    Tabel 2.

    Item Skala Intensi Turnover

    Intensi Turnover (Mobley,

    1986) Nomor item Jumlah

    Adanya pemikiran untuk

    keluar dari organisasi setelah

    mempertimbangkan berbagai

    hal.

    2 1

    Adanya keinginan atau

    intensi untuk mencari

    alternatif pekerjaan lain

    3 1

    Adanya keinginan atau

    intesni untuk keluar dari

    tempat kerja

    1 1

    Total 3

    F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

    1. Validitas Alat Ukur

    Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana

    suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak

    diukur (Supratiknya, 2014: 121). Penelitian ini menggunakan jenis

    validitas isi yang mengacu pada taraf sejauh mana unsur-unsur instrument

    asesmen relevan dan mencerminkan konstruk sasaran (Haynes, Richard, &

    Kubany, 1995 dalam Supratiknya, 2016: 20). Isi mengacu pada tema-tema,

    pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau pernyataan yang

    digunakan (Supratiknya, 2014: 123). Salah satu cara untuk mengukur

    validitas isi adalah penilaian pakar atau ahli (expert judgement) terhadap

    kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur oleh sebuah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    tes melalui analisis logis atau empiris (Supratiknya, 2014). Pada penelitian

    ini, expert judgement validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing.

    Selain expert judgement, skala PES terbukti memiliki validitas konstruk

    yang baik (Campbell et al., 2004). Skala intensi turnover juga memiliki

    memiliki validitas konstruk yang baik, karena dirancang berdasarkan teori

    Mobley (1986).

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas adalah konsistensi yang diperoleh dari pengukuran jika

    prosedur pengetesan dilakukan secara berulang kali terhadap suatu

    populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014: 127). Reliabilitas alat ukur

    yang digunakan dalam penelitian ini dilihat melalui koefisisen Alpha

    Cronbach (α) yang menghasilkan estimasi konsistensi internal. Apabila

    koefisien reliabilitasnya semakin mendekati angka 1, alat ukur memiliki

    tingkat reliabilitas yang tinggi. Sebaliknya apabila semakin mendekati 0,

    maka tingkat reliabilitas alat ukur dapat dikatakan rendah (Supratiknya,

    2015). Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas

    adalah sebesar 0,70; jika koefisien minimum kurang dari 0,70 alat ukur

    dipandang kurang memadai karena menunjukkan bahwa inkosistensi alat

    ukur sedemikian besar, sehingga interpretasi skor menjadi meragukan

    (Supratiknya, 2014: 288-289). Berikut adalah tabel kriteria reliabilitas:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    Tabel 3.

    Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach (Budi, 2006)

    Koefisien Reliabilitas Kriteria

    0,00 – 0,20 Kurang Reliabel

    > 0,20 – 0,40 Agak Reliabel

    > 0,40 – 0,60 Cukup Reliabel

    > 0,60 – 0,80 Reliabel

    > 0,80 – 1,00 Sangat Reliabel

    Reliabilitas pada PES dapat dikatakan baik. PES memiliki

    reliabilitas internal yang baik dengan koefisien alpha sebesar 0.85

    (Campbell et al, 2004). PES menunjukkan reliabilitas tes retes yang baik

    karena nilai alphanya yang lebih dari 0.70. Campbell menguji sampel tes

    retes jangka waktu 1 bulan dan sampel tes retes jangka waktu 2 bulan.

    Ditemukan bahwa sampel 1 bulan memiliki koefisien alpha sebesar 0.83

    dan sampel 2 bulan sebesar 0.88. Selain itu pada uji coba alat ukur yang

    sudah diterjemahkan, koefisien alpha PES ditemukan sebesar 0,826.

    Reliabilitas skala intensi turnover mencapai nilai alpha cronbach sebesar

    0,81 (Landau & Hammer 1986). Pada uji coba alat ukur yang sudah

    diterjemahkan, koefisien alpha skala intensi turnover yang didapat sebesar

    0,871. Nilai-nilai α yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa

    kedua skala memiliki reliabilitas yang memuaskan.

    G. Metode Analisis Data

    Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisis

    dengan alat bantu olah statistika IBM SPSS versi 23.00. Metode analisis yang

    akan digunakan yaitu uji asumsi dan uji hipotesis. Pada uji asumsi terdiri dari

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    uji normalitas dan uji linearitas yang akan menentukan uji hipotesis pada tahap

    berikutnya.

    1. Uji asumsi

    Sugiyono (2018) menyebutkan bahwa terdapat teknik analisis

    inferensial yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya

    diberlakukan untuk populasi. Pada teknik analisis inferensial terdapat

    beberapa uji asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum

    menentukan teknik analisis yang akan digunakan pada uji hipotesis. Dalam

    penelitian ini, uji asumsi akan menggunakan uji normalitas dan uji

    linearitas.

    a. Uji Normalitas

    Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang

    diperoleh berdistribusi normal atau tidak (Sugiyono, 2018). Taraf

    signifikansi untuk uji normalitas adalah sebesar 0.05 (Suparno, 2011).

    Data dikatakan terdistibusi normal apabila taraf signifikansinya berada

    di atas 0.05 (p ≥ 0.05). Sebaliknya, data dikatakan tidak terdistribusi

    normal apabila taraf signifikansinya berada di bawah 0.05 (p < 0.05).

    b. Uji Linearitas

    Uji linearitas dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

    bebas dan variabel tergantung yang digunakan. Hubungan antar

    variabel dikatakan linear apabila perubahan nilai pada variabel bebas

    diikuti perubahan nilai pada variabel tergantung. Linearitas dapat

    bersifat positif atau negatif (Suparno, 2011). Linearitas bersifat positif

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    apabila nilai pada variabel bebas naik (bertambah besar), maka nilai

    pada variabel tergantung juga naik (bertambah besar). Sedangkan

    bersifat negatif (inverse relationship), apabila nilai pada variabel bebas

    bertambah besar, maka nilai pada variabel tergantung justru bertambah

    kecil (Suparno, 2011). Sebaliknya, tidak linear artinya kedua variabel

    tidak memiliki hubungan sama sekali. Taraf signifikansi untuk uji

    linearitas adalah sebesar 0.05 (Suparno, 2011). Apabila taraf

    signifikansi berada di atas 0.05 (p < 0.05), maka data dikatakan linear.

    Sebaliknya, apabila taraf signifikansi berada di bawah 0.05 (p ≤ 0.05),

    maka data dikatakan tidak linear.

    2. Uji Hipotesis

    Uji hipotesis digunakan untuk menentukan dugaan terhadap ada

    atau tidaknya hubungan secara signifikan antara dua variabel atau lebih

    (Sugiyono, 2018). Uji hipotesis dilakukan berdasarkan uji asumsi yang

    telah dilakukan sebelumnya. Apabila uji asumsi terpenuhi, maka akan

    dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis parametris. Uji

    hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Pearson

    Product Moment, yaitu uji korelatif untuk data dengan distribusi normal.

    Sebaliknya, apabila uji asumsi tidak terpenuhi, maka akan dilakukan uji

    hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametris. Uji hipotesis akan

    dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Spearman Rho, yaitu uji

    korelatif untuk data yang tidak terdistribusi normal.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2019 sampai dengan 20

    Agustus 2019. Penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan skala

    psychological entitlement dan skala intensi turnover pada kelompok tahun

    kelahiran 1980-2000. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara online melalui

    google form. Skala tersebut kemudian disebarkan dalam bentuk tautan melalui

    berbagai media sosial dan aplikasi seperti Instagram, WhatsApp, dan LINE.

    Diperoleh 132 respon dari skala yang disebarkan melalui google form.

    Respon tersebut kemudian dipilih kembali sesuai dengan kriteria yang telah

    ditetapkan. Beberapa respon didapat tidak sesuai dengan kriteria penelitian, di

    antaranya tidak sesuai dengan masa kerja yang ditentukan dan bukan

    merupakan karyawan tetap. Setelah dilakukan proses pemilihan subjek yang

    sesuai kriteria, terdapat 114 respon sebagai hasil akhir jumlah data yang akan

    digunakan dalam penelitia