HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK … · hubungan antara orientasi religius intrinsik...
-
Upload
phamnguyet -
Category
Documents
-
view
260 -
download
3
Transcript of HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK … · hubungan antara orientasi religius intrinsik...
HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK
DENGAN TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN
KARYAWAN PT. TELKOM INDONESIA
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Oleh:
MEFISYA NUZULLIA WS
RETNO KUMOLOHADI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK
DENGAN TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN
KARYAWAN PT. TELKOM INDONESIA
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal
______________________
Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Retno Kumolohadi S.Psi., M.Si., Psikolog
HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK DENGAN
TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN KARYAWAN
PT. TELKOM INDONESIA
Mefisya Nuzullia WS Retno Kumolohadi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula.
Subjek dalam penelitian ini adalah 62 orang karyawan PT. Telkom Indonesia area Purwokerto, dengan karakteristik usia pernikahan antara 5 – 35 tahun, telah memiliki anak setidaknya satu, dan latar belakang pendidikan minimal SMU. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun skala yang digunakan adalah skala Orientasi Religius Intrinsik sejumlah 33 autem yang merupakan adaptasi dan modifikasi Religious Orientation Scale dari Allport & Ross (1969) dan skala Kepuasan Pernikahan sejumlah 59 aitem yang mengacu pada aspek – aspek yang dikemukakan oleh Jane (1999).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 13,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi r = 0,559 dan p=0,000 (p<0,001), yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Orientasi Religius Intrinsik, Kepuasan Pernikahan
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan salah satu tugas dan kewajiban orang dewasa dan
tentunya ini menjadi bagian dari rencana dalam kehidupan kebanyakan orang.
Meskipun saat ini terjadi banyak pergeseran dalam nilai – nilai masyarakat,
khususnya berkaitan dengan pernikahan -lebih dikenal dengan istilah kawin cerai
ataupun kumpul kebo- namun kebanyakan orang yang memutuskan untuk
menikah akan tetap memandang pernikahan tersebut sebagai sesuatu yang
sakral dan menginginkan pernikahan yang bahagia dan langgeng hingga seumur
hidup (Syumanjaya, 2006).
Kecendrungan – kecendrungan yang tampak mengenai fenomena kepuasan
pernikahan, terutama di kota besar adalah semakin rapuhnya dukungan adat
istiadat dan budaya timur serta norma – norma lingkungan terhadap iklim relasi
antar suami isteri dalam pernikahannya. Salah satunya adalah suami isteri yang
bekerja (Sadarjoen, 2005). Meski bukan fenomena baru, namun masalah
perempuan bekerja nampaknya masih terus menjadi perdebatan sampai
sekarang. Akan tetapi mengenai kepuasan pernikahan, penelitian Pujiastuti
(2001) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok wanita
menikah yang bekerja dan kelompok wanita menikah yang tidak bekerja. Hal ini
mungkin dikarenakan adanya hubungan yang baik dengan suami, anak – anak,
mertua atau ipar sehingga wanita yang tidak bekerja tetap merasa lebih berarti,
dicintai, dan dibutuhkan oleh keluarganya.
Fenomena perceraian dan perselingkuhan yang mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga
akan meningkat. Respon yang diambil oleh seseorang yang mengalami
ketidakbahagiaan dalam perkawinan akan sangat mempengaruhi kehidupan
dalam keluarga tersebut, baik pada pasangan maupun pada anak – anak
mereka. Disinilah fungsi agama sangat diperlukan sebagai analisa dari dimensi
pribadi dan kehidupan sosial.
Individu yang memiliki orientasi religius intrinsik akan memandang
kehidupan pernikahan sebagai suatu ibadah dan upaya mendekatkan diri dengan
Tuhan. Kehidupan rumah tangga yang penuh dengan tantangan, diselesaikannya
berdasarkan pertimbangan agama yang berusaha diterapkannya dalam
kehidupan nyata sehari – hari. Individu tersebut tidak banyak berkeluh kesah dan
tetap merasa kehidupan pernikahannya ini terasa memuaskan. Hal ini
dikarenakan ada keyakinan bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap
langkah kehidupannya sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya.
Berdasarkan uraian di atas mengenai pentingnya peranan orientasi religius
intrinsik dalam usaha mempertahankan dan memelihara pernikahan, maka
peneliti mempunyai keinginan untuk mendapatkan bukti empirik adanya
hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan kepuasan pernikahan.
Terlebih lagi disaat fenomena kawin cerai makin meningkatkan gejalanya di
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan pada penelitian ini adalah
apakah ada hubungan positif antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat
kepuasan pernikahan ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara orientasi
religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan
Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, seperti:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi baru dan
memperkaya khazanah teori psikologi mengenai tingkat keterkaitan antara
orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan, terutama
psikologi sosial dan psikologi agama.
2. Secara praktis
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para konselor pernikahan
dan bagi para pasangan suami isteri, serta para calon suami dan isteri
mengenai pemahaman perlunya orientasi religius yang intrinsik dalam
kehidupan sehari – hari, terutama dalam kehidupan rumah tangga
sehingga dapat menumbuhkan kepuasan dalam pernikahan yang pada
akhirnya akan menghadirkan kebahagiaan keluarga.
b. Dari hasil penelitian ini, diharapkan para peneliti selanjutnya memperoleh
gambaran dan melihat hal – hal lain yang dapat mempengaruhi kepuasan
pernikahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepuasan Pernikahan
Jane (1999) berpendapat bahwa kepuasan pernikahan merupakan suatu
sikap yang relatif stabil dan mencerminkan evaluasi keseluruhan individu dalam
suatu hubungan pernikahannya. Kepuasan pernikahan ini tergantung atas
kebutuhan individu, harapan, dan keinginan dari hubungan yang dijalaninya.
Sebenarnya, konsep ini hampir sama dengan definisi kebahagiaan pernikahan
karena hanya individu yang menjalaninya yang mampu mengatakan bagaimana
kebahagiaan atau kepuasan mereka.
Larson & Holman (Jane dkk, 2004) menyatakan bahwa ada tiga faktor dalam
kepuasan pernikahan berdasarkan perspektif ekologis, yaitu (a) latar belakang
atau faktor kontekstual (yaitu., variabel keluarga asal, faktor sosiokultural, dan
kondisi saat ini), (b) Sifat dan perilaku individu, dan (c) proses interaksi
pasangan. Mereka menyimpulkan bahwa prediktor yang paling kuat dari
ketidakstabilan pernikahan adalah umur yang masih muda ketika menikah. Ras
bukanlah suatu prediktor yang baik mengenai kepuasan pernikahan dan peran
gender masih belum bisa dipahami dengan jelas. Selain itu, mereka melaporkan
bahwa hubungan pertemanan dan persepsi positif tentang pasangannya
merupakan prediksi dari kepuasan pernikahan, sedangkan efek tekanan
pengasuhan sampai intimidasi atau keterlibatan yang berlebihan merupakan
prediksi dari ketidakpuasan pernikahan.
ENRICH (Evaluating & Nurturing, Relationship Issues, Communication,
Happiness) menambahkan data demografik yang terdiri dari usia, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, usia menikah, lamanya perkenalan sebelum menikah,
agama, kelahiran, status menikah, ras, status pekerjaan, status pernikahan
orangtua, populasi anak, dan tempat tinggal sekarang sebagai faktor – faktor
yang mempengaruhi kepuasan pernikahan (Olson & Fowers, 1989). Sedangkan
Jane (1999) menjelaskan tentang pentingnya kesesuaian peran, komitmen
terhadap agama, karakteristik kepribadian, cinta kasih, saling menghormati, dan
kepercayaan antar pasangan.
Jane (1999) berpendapat bahwa ada 6 kategori perilaku yang dapat
menunjukkan kepuasan pernikahan atau kegagalan, yaitu:
a. Expression of Affection.
Kasih sayang dalam suatu hubungan antara suami isteri diekspresikan melalui
kata – kata dan tindakan. Pada tahap awal pernikahan, biasanya masing –
masing pasangan saling memberi perhatian lebih dan bertindak dengan
penuh pertimbangan. Hal ini adalah daya tarik utama bagi suatu hubungan.
Akan tetapi, ketika kasih sayang dalam suatu hubungan yang baru terlihat
sangat mudah, cara yang nyata adalah dikembangkan dan di dukung oleh
tingkatan kasih sayang yang sebenarnya dari waktu ke waktu.
b. Communication.
Sepanjang waktu dalam hubungan pernikahan, komunikasi menjadi sebuah
persoalan mengenai kemampuan saling mendengarkan pemikiran, gagasan,
perasaan, dan pendapat orang lain. Dalam komunikasi yang terjadi
melibatkan kepercayaan, keinginan untuk mempercayai, dan kemampuan
untuk mengungkapkan diri tanpa takut.
c. Consensus.
Persetujuan bersama tentang perbedaan gaya hidup sangat diperlukan bagi
pasangan yang ingin mencapai kepuasan dalam pernikahannya. Masing –
masing pasangan seharusnya membangun pemahaman diantara mereka
mengenai permasalahan – permasalahan seperti uang, rekreasi, lingkungan
rumah, pengasuhan, dan hubungan dengan orang lain dalam hidup mereka.
Pada level tertentu penting bagi pasangan memiliki kesediaan untuk
berkompromi agar hubungannya dapat berfungsi dengan baik.
d. Sexuality and Intimacy.
Seksualitas dan keintiman merupakan komponen utama dalam pernikahan.
Seksualitas dan keintiman dapat menenteramkan hati pasangan bahwa
mereka adalah yang dicintai, dihargai, dan menarik. Sepanjang waktu
pernikahan, dua hal ini menciptakan ikatan pribadi yang mendalam atau
menjadikan penolakan pribadi. Sebagai tambahan, seksualitas dan keintiman
menyediakan keamanan hubungan dengan memuaskan kebutuhan dasar
manusia .
e. Conflict Management.
Yang paling bijaksana ketika terjadi perbedaan pendapat antar pasangan
adalah mempertimbangkan bagaimana konflik tersebut ditangani dalam
perkawinan. Hubungan yang sehat memberikan kesempatan pasangannya
untuk tumbuh dengan potensi mereka seutuhnya dan perkawinan dapat
menyediakan pondasi untuk pemenuhan bersama.
f. Distribution of Roles.
Kepuasan perkawinan juga berhubungan dengan kepuasan pasangan dengan
peran yang dimainkan dalam perkawinan tersebut. Masalahnya adalah peran
tersebut berubah dari waktu dan kadang – kadang perubahan peran itu
kurang diinginkan dalam kaitannya dengan keadaan yang di luar kendali
seperti keuangan, jadwal kerja, anak – anak, dan kebutuhan anggota
keluarga lainnya. Cara untuk memelihara kebahagiaan dalam suatu
hubungan yang unik ini adalah belajar untuk bekerja dengan baik secara
bersama-sama, saling mendukung, dan fleksibel. Ketika perubahan di
dukung, perkawinan menjadi solid dan penuh kasih.
Orientasi Religius Intrinsik
Perbedaan orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik sudah sering digunakan
untuk penelitian dalam bidang psikologi mengenai sikap religius dan perilaku
(Gorsuch, 1988; Kirkpatrick & Hood, 1990; dalam Maltby 1999). Walaupun
demikian, Gordon Allport's adalah pioneer pendirian teori mengenai bagaimana
agama dalam perbedaan orientasi yang mempengaruhi perilaku manusia. Allport
bekerja dengan contoh klasik dalam melakukan konseptualisasi dan pengukuran
mengenai agama. Allport melakukan pembedaan terhadap orientasi motivasional
menjadi kepercayaan religius dan praktek, yang akhirnya menghasilkan tipologi
orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik (Strahan, 1996).
Beberapa ahli (Maltby, 1999) mengatakan bahwa orientasi religius intrinsik
dipandang sebagai pemahaman agama yang sangat pribadi pada individu dan ini
sering didefinisikan sebagai responden yang hidup dengan agama mereka
(Allport, 1966; Allport& Ross, 1967), sedangkan orientasi religius ekstrinsik
menekankan agama sebagai bagian dalam suatu kelompok yang kuat (Genia&
Shaw, 1991), menyediakan perlindungan, hiburan dan status sosial (Allport&
Ross,1967), memberikan partisipasi religius (Fleck, 1981), atau sebagai
pertahanan ego (Kahoe & Meadow, 1981).
Allport & Ross (1967) Dalam penelitian ini digunakan beberapa aspek sikap
yang berkaitan dengan orientasi kehidupan keagaamaan yang dikembangkan
oleh Allport & Ross (1967). Adapun aspek – aspek tersebut sebagai berikut :
a. Personal
Personal yaitu meyakini secara personal nilai – nilai ajaran agama sebagai hal
yang vital dan mengusahakan tingkat penghayatan yang lebih dalam,
sedangkan institusional adalah penghayatan agama yang bersifat institusional
atau dalam konteks kelembagaan. Hal ini tampak, misalnya ketika individu
merasakan nikmatnya beribadah kepada Tuhan baik ketika sendiri maupun
bersama orang lain atau seseorang yang berbuat kebaikan agar orang
mengenalnya sebagai orang baik.
b. Unselfish
Unselfish adalah berusaha mentransendensikan kebutuhan – kebutuhan yang
berpusat kepada diri sendiri, sedangkan selfish ialah pemuasan diri sendiri,
pemanfaatan proteksi untuk kepentingan pribadi. Hal ini tampak, misalnya
ketika individu memberikan sebagian hartanya kepada orang yang
membutuhkan.
c. Relevansi terhadap seluruh kehidupan
Relevansi terhadap seluruh kehidupan adalah memenuhi kehidupannya
dengan motivasi dan makna religius, sedangkan kompartemental ialah
motivasi dan makna religius tidak terintegrasikan ke dalam keseluruhan
pandangan hidupnya. Hal ini tampak, misalnya ketika individu melibatkan
agama dalam seluruh urusan kehidupannya.
d. Kepenuhan terhadap penghayatan keyakinan
Kepenuhan terhadap penghayatan keyakinan yaitu beriman dengan sungguh-
sungguh dan menerima keyakinan agamanya secara total tanpa syarat. Hal
ini tampak, misalnya individu menomorsatukan pertimbangan agama
dibandingkan pertimbangan yang lain.
e. Ultimate
Ultimate adalah keyakinan agama sebagai tujuan akhir, nilai, dan motif yang
utama dan sangat signifikan. Instrumental adalah keyakinan agama sebagai
sarana mencapai tujuan dan memanfaatkan agama untuk memenuhi
kebutuhan – kebutuhan lain yang non religius. Hal ini tampak, misalnya
ketika individu menjadikan agamanya sebagai tujuan hidupya dan bukan
untuk keberadaan status sosial ekonomi.
f. Asosiasional
Asosiasional merupakan keterlibatan religius demi pencarian nilai religius
yang lebih dalam, sedangkan komunal ialah afiliasi untuk kepentingan
sosialisasi dan status. Hal ini tampak, misalnya individu selalu berusaha
mempelajari ajaran agamanya secara mendalam.
g. Keteraturan penjagaan perkembangan iman
Keteraturan penjagaan perkembangan iman yaitu penjagaan perkembangan
iman yang konsisten dan teratur, sedangkan perhatian perkembangan iman
yang bersifat periferal dan kausal adalah merasa tidak perlu menjaga
keyakinan secara reguler. Hal ini tampak, misalnya individu selalu berusaha
menyempatkan diri menunaikan ibadah di sela – sela kesibukannya.
Hubungan Antara Orientasi Religius Intrinsik dengan Tingkat
Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan dapat diartikan sebagai evaluasi subjektif yang
dirasakan pasangan suami isteri berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan,
harapan, keinginan, dan tujuan, yang ingin dicapai pada saat ia menikah baik
sebagian maupun seluruhnya dalam jangka waktu tertentu selama kehidupan
pernikahannya. Berbagai riset telah menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan
sebagian besar didasarkan pada pentingnya iman kepada Tuhan dan kepuasan
dengan peran keluarga dalam komunitas religius. Booth dan Johnson (1995)
menghubungkan lima indikator religiusitas dengan lima indikator peningkatan
hubungan pernikahan. Mereka menemukan bahwa semua indikator religiusitas
secara signifikan dipengaruhi satu indikator kualitas pernikahan (kecendrungan
perceraian), tetapi tidak mempengaruhi indikator lain. Mereka juga menemukan
bahwa dua indikator dari kualitas pernikahan (interaksi pasangan dan
kebahagiaan pernikahan) dipengaruhi religiusitas. Secara keseluruhan mereka
menyimpulkan bahwa semua peningkatan dalam religiusitas menunjukkan
peningkatan dalam pernikahan, dan hubungan antara religiusitas dan pernikahan
adalah timbal balik.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dengan merujuk
berbagai teori yang ada, penulis berpendapat bahwa orientasi religius menjadi
penting artinya terhadap tingkat kepuasan pernikahan. Semakin intrinsik
orientasi religiusnya maka individu tersebut akan memberikan arti positif
terhadap kepuasan pernikahannya. Mereka akan berjalan pada aturan agama
yang telah digariskan sehingga sikap yang ditempuh juga berpedoman pada
aturan dan norma – norma agama. Individu yang motivasi keberagamaannya
intrinsik akan mencoba menghayati dan melaksanakan perintah agama dengan
sungguh – sungguh. Individu ini akan memegang teguh seluruh aspek sikap
yang berkaitan dengan orientasi kehidupan keagamaannya sehingga memiliki
kecendrungan untuk mereaksi kehidupan pernikahan sebagai sesuatu ibadah dan
upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Kehidupan rumah tangga yang
penuh dengan tantangan diselesaikannya dengan objektivitas dan kejernihan hati
berdasarkan pertimbangan – pertimbangan agama yang berusaha diterapkannya
dalam kehidupan nyata sehari – hari. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan
bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap langkah kehidupannya
sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya dan akhirnya akan tercipta
pernikahan yang memuaskan. Selain itu, komitmen terhadap agama akan
melindungi keluarga dari penurunan kebahagiaan pernikahan.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian kali ini adalah karyawan PT. Telkom DIVRE IV area
Purwokerto dengan usia pernikahan antara 5 – 35 tahun, telah memiliki anak
setidaknya satu, dan latar belakang pendidikan minimal SMU.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
metode pengisian skala, yaitu Skala Orientasi Religius Intrinsik dan Skala
Kepuasan Pernikahan
1. Skala Orientasi Religius Intrinsik
Skala orientasi religius intrinsik disusun berdasar adaptasi dan modifikasi
sebagian dari aitem – aitem Religious Orientation Scale yang dikemukakan
oleh Allport & Ross (1969).
Pola dasar pengukuran skala orientasi religius ini mengikuti pola Metode
Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor orientasi religius
intrinsik subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin
intrinsik orientasi religiusnya dan sebaliknya semakin rendah skor yang
diperoleh subjek berarti semakin rendah orientasi religius intrinsiknya.
2. Skala Kepuasan Pernikahan
Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pernikahan
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kepuasan pernikahan yang
dikemukakan oleh Jane (1999).
Pola dasar pengukuran Skala Kepuasan Pernikahan ini mengikuti pola
Metode Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Kurang Sesuia (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak
Sesuai (STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor kepuasan
pernikahan yang dirasakan subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
berarti semakin puas subjek terhadap pernikahannya dan semakin rendah
skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah pula kepuasan yang
dirasakan subjek dalam pernikahannya.
Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan pada penelitian kali ini dianalisis dengan
menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson untuk menguji
hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan
pada karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk dengan menggunakan analisis
statistik SPSS 13.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data deskriptif berdasarkan variabel serta seluruh data yang
terkumpul dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian
Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel X
max X
min Mean SD X max
X min Mean SD
Orientasi Religius Intrinsik
165 33 99 22 265 197 228,44 18,939
Kepuasan Pernikahan 295 59 177 39,333 164 114 135,68 12,366
Pada penelitian ini uji hipotesis hubungan disyaratkan adanya uji asumsi yang
terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji normalitas membuktikan
bahwa data orientasi religius intrinsik dan kepuasan pernikahan terdistribusi atau
tersebar dengan normal. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya koefisien
K-SZ = 0,712 dengan p = 0,692 (p>0,05) dan data orientasi religius intrinsik
diperoleh K-SZ = 0,786 dengan p = 0,567 (p>0,05). Hasil uji linearitas juga
menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan
kepuasan pernikahan bersifat linier atau mengikuti garis lurus, yang dibuktikan
dengan diperolehnya F = 59,129 dengan p = 0,000.
Dari hasil pengolahan data orientasi religius intrinsik dengan tingkat
kepuasan pernikahan diperoleh koefisien korelasi r = 0,559 dan p = 0,000
(p<0,001). Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara orientasi religius intrinsik dan tingkat kepuasan pernikahan. Dengan
demikian, hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Angka korelasi yang positif
menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan positif antar dua variabel.
Semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka
akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula, sebaliknya
semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan
tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula.
Berdasarkan penjelasan data – data di atas dapat dilihat bahwa orientasi
religius intrinsik memang berhubungan dengan tingkat kepuasan pernikahan.
Tingginya orientasi religius intrinsik yang dimiliki oleh responden diiringi dengan
tingginya tingkat kepuasan pernikahan. Hasil penjelasan ini sejalan dengan
pendapat Jane (1999) yang menyatakan bahwa komitmen terhadap agama
dapat memberikan struktur kehidupan keluarga yang sehat, serta memberikan
kepuasan dalam pernikahan. Fiese & Thomas (2001) menjelaskan bahwa agama
berhubungan dengan kepuasan pernikahan melalui makna yang diciptakan dalam
melakukan ritual bersama. Melakukan ritual yang penuh makna mungkin hanya
satu aspek dari bagaimana sebuah keluarga menciptakan arti dalam hubungan
mereka dan efek ini memang lebih kuat dibanding liburan religius yang rutin atau
tingkat agama yang menjadi pertimbangan penting bagi pasangan. Dalam
konteks perubahan sosial di mana pernikahan adalah suatu institusi yang rentan,
menjalankan ritual keagamaan bisa memelihara suatu hubungan dan bertindak
sebagai pengaruh positif untuk generasi masa depan.
Kategorisasi kepuasan pernikahan yang tinggi pada penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek merasa puas dan bahagia dengan pernikahan
maupun rumah tangga yang dijalaninya. Pernikahan tersebut dianggap mampu
memberikan perasaan aman, tentram, dan membuat subjek penelitian merasa
lebih berarti, lengkap, serta lebih optimis menghadapi masa depannya. Menurut
Hamdun (2004), kandungan nilai ibadah dalam pernikahan dari sisi afeksi,
meletakkan dasar emosional dan perasaan aman bagi manusia religius untuk
tetap menjaga hubungan harmonis antara pasangan.
Lebih tingginya mean empirik dibanding mean hipotetik pada skala orientasi
religius intrinsik menunjukkan bahwa orientasi religius intrinsik karyawan berada
di atas rata – rata yang diperkirakan dan hal ini juga didukung oleh tingkatan
kategorisasi yang juga tinggi. Individu yang orientasi religiusnya intrinsik
meyakini bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap langkah
kehidupannya sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya.
Hubungan antara kepuasan pernikahan dengan variabel – variabel lain
seperti jenis kelamin, status pendidikan, jumlah anak, dan lamanya pernikahan
dapat dilihat melalui hasil analisis tambahan dalam penelitian ini. Namun hasilnya
menunjukkan tidak ada perbedaan maupun hubungan yang signifikan antara
variabel yang diukur. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi
kepuasan pernikahan.
Banyak sekali hal – hal yang dapat digali dari penilaian kepuasan pernikahan
seperti ini. Permasalahan seperti latar belakang budaya, tingkat sosial ekonomi,
dan latar belakang keluarga diasumsikan dapat mempengaruhi kepuasan
pernikahan juga. Penelitian kali ini tidak membahas variabel-variabel tersebut,
disarankan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengangkat topik tersebut
atau bahkan mencari topik-topik lain untuk memperkaya referensi tentang
kepuasan pernikahan.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa orientasi religius intrinsik
memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kepuasan pernikahan pada
karyawan. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien
korelasi (r) sebesar 0,559 dengan p= 0,000 atau p< 0,001. Hal ini berarti
semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka
akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula, sebaliknya
semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan
tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula.
Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Para karyawan agar dapat menjadikan orientasi religius intrinsik sebagai
salah satu pondasi yang penting dalam proses mencapai kepuasan
pernikahan. Hal ini dikarenakan bahwa pernikahan adalah suatu keterampilan
dasar dalam membangun hubungan dan memerlukan kecakapan tertentu.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti lain yang tertarik dan ingin mengkaji tema orientasi religius dan
kepuasan pernikahan diharapkan mempertimbangkan variabel – variabel lain,
seperti kepribadian, kebermaknaan hidup, religious coping, atau motivasi
seseorang untuk menjadi religius. Diharapkan dengan semakin terungkapnya
variabel – variabel tersebut, maka akan memperkaya referensi mengenai
orientasi religius dan kepuasan pernikahan. Penelitian dengan metode
kualitatif dan menggunakan metode analisis yang mendetail sebaiknya juga
dilakukan jika ingin menggunakan variabel yang sama. Selain itu, teori yang
up to date dan subjek penelitian yang lebih banyak dapat membuat
generalisasi yang lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, F.M. 2000. Hubungan Antara Orientasi Religius dan Perilaku Menolong Altruistik Pada Remaja Muslim. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Allport, G. W., & Ross, M. 1967. Personal Religious Orientation and Prejudices. Journal of Personality and Social Psychology, 5, 432–433.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar
Baron, R.A., & Donn, B. 2005. Psikologi Sosial (edisi kesepuluh, Jilid ke-2). Jakarta : Penerbit Erlangga
Beck, R and Ryan, K.J. 2004. The Multidimensional Nature of Quest Motivation. Journal of Psychology and Theology, Vol. 32, No. 4, 283 – 294
Booth, A., & Johnson, D.R., (1995) “ Belief and behavior: Does religion matter in today’s marriage? ”. Journal of Marriage & Family, Aug 95, Vol 57 Issue 3, 661-671.
Bonds-Raacke, J.M,. Bearden, E.S,. dkk. 2001. Engaging Distortions: Are We
Idealizing Marriage?. The Journal of Psychology, 135 (2), 179 – 184
Bradbury, T.N., Fincham, F.D., and Beach, S.R., 2000. Research on the Nature and Determinants of Marital Satisfaction : A Decade in Review. Journal of Marriage and The Family, 62 (November 2000), 964 – 980
Cohen, A.B. March 1, 2003. New Research: Religious Motivations Judged by Faith. www.stnews.org/email.php?article_id=1347
Cremers, Agus. 1995. Tahap – Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Dewi, A.R.W. Jum’at, 29 April 2005. Perselingkuhan dalam Rumah Tangga, Salah Siapa?. www.pikiran-rakyat.com
Dudley, M.G., and Frederick A.K. September 1990. Religiosity and Marital Satisfaction: A Research Note, Andrews University Review of Religious Research, Vol. 32, No. 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta
Departemen Agama Republik Indonesia. 1985. Modul Keluarga Bahagia Sejahtera. Jakarta
Earnshaw, E.L., 2000. Religious Orientation and Meaning In Life: An Exploratory Study. Department of Psychology: Central Methodist College dalam http://clearinghouse.mwsc.edu//manuscripts/172-asp
Fiese, B.H,. and Thomas, J.T,. December 17, 2001. Shared Religious Holiday Rituals Increase Marital Satisfaction. http://mentalhealth.about.com/gi/dynamic/offsite.htm?
Fagan, P.F. January 25, 1996. Why Religion Matters: The Impact of Religious Practice on Social Stability. Research De Vos Center for Religion and Civil Society
Gray, J. 2001. Men Are From Mars and Womens Are From Venus (Terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Hadi, S. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi
Hale, Beth. 13 February 2006. Yes, Marriage Does Make You Happy (but after a Year It's All Downhill). www.questia.com
Hamdun, Dudung. 2004. Hubungan Antara Konsep Diri dan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan. Tesis (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Hardjana, A.M. 1993. Penghayatan Agama : Yang Otentik dan Yang Tidak Otentik. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Hall, C.S., & Lindzey, G. 1993. Teori – Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Hawari, D. 2004. Al Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa
Hiinler, O.S., and Tulin, Gencoz. 2003. Summary Submissive Behaviours and MS Relation: Mediator Role of Perceived Marital Problem Solving. Turki Psikoloji Dergisi, 18(51), 109 – 110
Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan). Jakarta : Erlangga
Jane, R.R., Jane, E.M., and John, A.H. Winter 2004. The Relationship Between Marital Characteristics, Marital Interaction Process, and Marital Satisfaction, Journal of Counseling and Development, Vol. 82, Iss. 1, 58 - 71
Jane, R.R. 1999. Improving Your Marital Satisfaction. www.dr.jane.com/chapters/satisfaction,htm,4/10/03
Kompas. 2004. Faktor Praperkawinan Yang Berpengaruh Pada Sukses Perkawinan. www.unitedfool.com/violet/arsip/2004/04/000563.shtml.htm.
Kurniawan, I. 1997. Kecendrungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja Ditinjau Dari Orientasi Religius Dan Jenis Kelamin. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Laswell, M. C., & Laswell, T. E. 1987. Marriage and The Family (2nd edition). California : Woodsworth, Inc
Lippman, Laura., Erik, Michelsen., and Eugene, C.R. 2005. The Measurement of Family Religiosity and Spirituality. Paper Prepared For Office of The Assistant Secretary for Planning and Evaluation. www.youthandreligion.org
Lelly, F.A. 1995. Hubungan Antara Religiusitas, Komunikasi Interpersonal Dengan Kepuasan Pernikahan. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Maltby, John. 1999. Internal Structure of a Derived, Revised, and Amended Measure of The Religious Orientation Scale: The ‘Age-Universal’ I-E Scale-12, Journal of Social Behavior and Personality. www.findarticles.com
Morris, M.D., & Ernest, W.B. 1955. Successfull Marriage New and Revised Edition. New York : Double Day & Company, Inc
Olson, D.H., & Defrain, J. 2003. Marriages and Families : Intimacy, Diversity, and Strengths, fourth edition. New York: McGraw-Hiil, Inc
Olson, D.H, & Fowers, B.J., 1989. ENRICH Marital Inventory : A Discriminant Validity and Cross – Validity Assessment, Journal of Marital and Family Therapy, 15 (1), 65 – 79
Paloutzian, R.F. 1996. Invitation to The Psychology of Religion, 2nd ed. Massachusetts : Allyn & Bacon
Raffel, M. 1996. Kesadaran akan Kepribadian Islami. Dalam Bagader, A.B.A. (editor). Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama. Yogyakarta: Titian Illahi Press
Rahima, Swara. 2006. Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung. www.duniaesai.com/gender/gender1.htm
Pujiastuti, E. 2001. Hubungan Antara Kepuasan Pernikahan dengan Depresi pada Kelompok Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja. Skripsi (Tidk Diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Rini, J.F. 7 Juni 2002. Pengaruh Keluarga Asal Terhadap Perkawinan. Jakarta : www.e-psikologi.com
Sadarjoen, S.S. 2005. “Closed Marriage” VS “Open Marriage”. Jakarta : www.kompas.com/kesehatan/news/0511/07/123957.htm
Salim, P. 1989. The contemporary English – Indonesian Dictionary, (Revised fourth edition). Jakarta : Modern English Press
Santoso, S. 2001. SPSS Versi 10 Mengelola Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Santrock, J.W. 2002. Life – Span Development (edisi kelima, Jilid ke-2). Jakarta : Penerbit Erlangga
Shrum, W. "Religion and Marital Instability: Change in the 1970s?" Review of Religious Research, Vol. 21 (1980), pp.135-147.)
Shehan, C.L. 2003. Marriages and Families, second Edition. USA: Pearson Education, Inc
Sosorliang 16 juni 2006. Pernikahan, Masihkah Akan Indah ??? . http://aisoise.vnunetblogs.com/aisoise_rio_simanjuntak/story/index.html
Strahan, B.J. Does Religion Support Family Relationships?: It Depends on What Kind of Religion. Australian Family Research Conference, Brisbane, 27 – 29 November 1996
Sumayah, U. 2006. Makna Kepuasan. Tabloid MQ, No.7, Vol.7. 3-16 Agustus 2006
Syumanjaya, B. 2006. Kiat Praktis Untuk Keutuhan Pernikahan Anda. http://www.jawaban.com/xml/kontributor.xml
IDENTITAS PENULIS
Nama : Mefisya Nuzullia WS
Alamat Rumah : Jl. KH. Agus Salim IV No. 14 Karang Pucung Purwokerto
No. Telp : 08886830419