HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA...
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA KELAS VIII DI SMP ISS JATIPURNO WONOGIRI
skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Esti Dika Sulistyowati
1301412071
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Dan orang-
orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh
PERSEMBAHAN
Untuk Almamaterku, Universitas Negeri Semarang
v
PRAKATA
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Alloh SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan keluarga
dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri”. Skripsi
ini diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar. Hal ini
berarti semakin baik kematangan emosi dan semakin baik keharmonisan keluarga
maka akan semakin baik juga motivasi belajarnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya
atas kemampuan dan usaha penulis semata. Namun juga berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak khususnya dosen pembimbing yang telah sabar
membimbing penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk menempuh studi di Jurusan Bimbingan dan Konseling
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin
penelitian untuk penyelesaian skripsi.
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd, Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP
UNNES yang telah memberikan rekomendasi ijin penelitian untuk penyelesaian
skripsi.
4. Dra. Ninik Setyowani, M. Pd., Dosen pembimbing utama yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi sampai terselesaikannya skripsi ini.
5. Drs. Suharso, M.Pd. Kons., Dosen pembimbing kedua yang telah memberikan
kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
vi
6. Dra. Sinta Saraswati, M.Pd.,Kons. dan tim penguji skripsi, yang telah memberi
masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan, bimbingan, dan
motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesai.
8. Kepala Sekolah SMP ISS Jatipurno yang telah memberikan ijin kepada peneliti
untuk melakukan penelitian dan bersedia membantu serta bekerjasama dalam
penyelesaian skripsi ini.
9. Guru Bimbingan dan Konseling di SMP ISS Jatipurno yang telah memberikan
ijin, bersedia membantu dan bekerjasama dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Kedua orangtua dan adikku tercinta, terima kasih untuk kasih sayangnya,
perhatian, dukungan, doa, dan kesabarannya.
11. Teman-teman BK angkatan 2012.
12. Serta berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta dapat
memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan khususnya terkait dengan
perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.
Semarang, November 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Sulistyowati, Esti Dika. 2016. Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing I: Dra. Ninik Setyowani, M. Pd. dan Pembimbing II: Drs.
Suharso, M.Pd. Kons.
Kata kunci: kematangan emosi, keharmonisan keluarga, motivasi belajar
Penelitian ini berdasarkan fenomena di SMP ISS Jatipurno Wonogiri yang
menunjukkan bahwa terdapat siswa kelas VIII yang mempunyai permasalahan
motivasi belajar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran motivasi belajar
siswa, gambaran kematangan emosi siswa, gambaran keharmonisan keluarga siswa,
hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi belajar siswa, hubungan antara
keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa, hubungan antara kematangan
emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa. Penelitian ini
termasuk penelitian expost facto, bersifat korelasional, dan menggunakan pendekatan
kuantitatif non eksperimental. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kematangan
emosi ( ), keharmonisan keluarga ( ), dan variabel terikat dalam penelitian ini
adalah motivasi belajar (Y). Populasi penelitian sebanyak 166 siswa kelas VIII.
Teknik sampling yang digunakan adalah proportional random sampling, sampel
diambil berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% (n=114).
Pengumpulan data menggunakan skala psikologi dan angket tertutup. Validitas diuji
dengan rumus product moment, dan reliabilitas diuji dengan rumus Alpha. Teknik
analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif persentase, regresi linier
sederhana dan regresi linier berganda.
Hasil analisis deskriptif persentase menunjukkan bahwa motivasi belajar
siswa dalam kategori baik dengan persentase 68%, kematangan emosi siswa termasuk
kategori baik dengan persentase 70%, sedangkan keharmonisan keluarga siswa
termasuk dalam kategori baik dengan persentase 72%. Dari analisis regresi ganda
menunjukkan bahwa 1) ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi
dengan motivasi belajar, diperoleh hasil = 2,215 dengan nilai sig = 0,029 <
0,05, 2) ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar, diperoleh hasil = 2,034 dengan nilai sig = 0,044 < 0,05, 3) ada
hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga
dengan motivasi belajar, diperoleh nilai = 3,719 dengan sig = 0,027 < 0,05.
Oleh karena itu, disarankan guru bimbingan dan konseling untuk memberikan
layanan bimbingan dan konseling bagi siswa terkait dengan kematangan emosi,
keharmonisan keluarga dan motivasi belajar.
viii
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iPENGESAHAN .............................................................................................. ii
PERNYATAAN ............................................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
PRAKATA ...................................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
1.5 Sistematika Skripsi .................................................................................. 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12
2.2 Motivasi Belajar ..................................................................................... 15
2.2.1 Pengertian Motivasi .............................................................................. 16
2.2.2 Pengertian Belajar .................................................................................. 18
2.2.3 Pengertian Motivasi Belajar ................................................................. 19
2.2.4 Ciri-Ciri Motivasi Belajar ...................................................................... 20
2.2.5 Macam-Macam Motivasi Belajar .......................................................... 22
2.2.6 Fungsi Motivasi Belajar ........................................................................ 24
2.3 Kematangan Emosi................................................................................. 25
2.3.1 Emosi .................................................................................................... 25
2.3.1.1 Pengertian Emosi ............................................................................... 25
2.3.1.2 Ciri-Ciri Emosi ................................................................................... 27
2.3.1.3 Macam-Macam Emosi ....................................................................... 27
2.3.2 Pengertian Kematangan Emosi ............................................................. 30
2.3.3 Ciri-Ciri Kematangan Emosi ................................................................. 31
2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ..................... 33
2.4 Keharmonisan Keluarga ....................................................................... 36
2.4.1 Keluarga ................................................................................................. 36
ix
2.4.1.1 Pengertian Keluarga ........................................................................... 36
2.4.1.2 Fungsi-Fungsi Keluarga .................................................................... 37
2.4.2 Pengertian Keharmonisan Keluarga ...................................................... 39
2.4.3 Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga ......................................................... 42
2.4.4 Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga ................................................. 44
2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga ............... 46
2.5 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga
dengan Motivasi Belajar ........................................................................ 48
2.6 Hipotesis .................................................................................................. 53
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 55
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 55
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................ 56
3.2.1 Identifikasi Variabel .............................................................................. 56
3.2.2 Hubungan antar Variabel ....................................................................... 57
3.2.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 58
3.2.3.1 Motivasi Belajar ................................................................................. 58
3.2.3.2 Kematangan Emosi ............................................................................. 58
3.2.3.3 Keharmonisan Keluarga .................................................................... 59
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 59
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................... 59
3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................. 60
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ........................................................ 63
3.4.1 Metode Pengumpul Data ....................................................................... 63
3.4.1.1 Skala Psikologi .................................................................................. 63
3.4.1.2 Angket atau Kuosioner ....................................................................... 65
3.4.2 Alat Pengumpul Data............................................................................. 66
3.4.2.1 Skala Motivasi Belajar........................................................................ 67
3.4.2.2 Skala Kematangan Emosi ................................................................... 70
3.4.2.3 Angket Keharmonisan Keluarga ....................................................... 71
3.4.3 Prosedur Penyusunan Instrumen ........................................................... 73
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................... 75
3.5.1 Validitas Instrumen................................................................................ 75
3.5.2 Reliabilitas Instrumen ............................................................................ 76
3.5.3 Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................................... 78
3.5.3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Motivasi Belajar ....................... 78
3.5.3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Kematangan Emosi ................... 79
x
3.5.3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ........ 79
3.5.3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Skala Motivasi Belajar .................... 80
3.5.3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Skala Kematangan Emosi ............... 80
3.5.3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga .... 80
3.6 Metode Analisis Data.............................................................................. 80
3.6.1 Analisis Deskriptif ................................................................................. 80
3.6.2 Regresi Linier Sederhana ....................................................................... 82
3.6.3 Regresi Linier Berganda ........................................................................ 83
3.6.3.1 Uji Asumsi .......................................................................................... 84
3.6.4 Uji Hipotesis Penelitian ......................................................................... 86
3.6.4.1 Uji Signifikansi ................................................................................... 86
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 87
4.1.1 Gambaran Motivasi Belajar Siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri ................................................................................................ 88
4.1.2 Gambaran Kematangan Emosi Siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 90
4.1.3 Gambaran Keharmonisan Keluarga Siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 92
4.1.4 Hubungan antara Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi Belajar
(Y) Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ......................... 94
4.1.5 Hubungan antara Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi
Belajar (Y) Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ............ 96
4.1.6 Hubungan antara Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan
Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) Siswa Kelas VIII di
SMP ISS Jatipurno Wonogiri ................................................................ 97
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 100
4.2.1 Gambaran Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri ................................................................................................ 100
4.2.2 Gambaran Kematangan Emosi Siswa Kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 102
4.2.3 Gambaran Keharmonisan Keluarga Siswa Kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 104
4.2.4 Hubungan Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi Belajar (Y) Siswa
Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri .......................................... 107
4.2.5 Hubungan Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y)
Siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ................................ 110
4.2.6 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga
xi
denganMotivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri ................................................................................................ 112
4.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 116
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 117
1.1 Simpulan ................................................................................................. 117
1.2 Saran ....................................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 120
LAMPIRAN..................................................................................... ............... 124
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Populasi Siswa Kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri ..................... 60
3.2 Penentuan Sampel Isaac dan Michael ..................................................... 61
3.3 Daftar Perolehan Jumlah Sampel ............................................................ 62
3.4 Penggunaan Alat Pengumpul Data.......................................................... 67
3.5 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Skala Motivasi Belajar ............. 68
3.6 Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar ........................................... 69
3.7 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Skala Kematangan Emosi ......... 70
3.8 Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi....................................... 71
3.9 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Angket Keharmonisan
Keluarga .................................................................................................. 72
3.10 Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ............................ 73
3.11 Kategori Interpretasi Skor Reliabilitas .................................................... 78
3.12 Kriteria kematangan emosi, keharmonisan keluarga dan motivasi
belajar siswa ............................................................................................ 82
4.1 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Motivasi Belajar .......................... 88
4.2 Persentase Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri per Masing-Masing Indikator ................................................. 89
4.3 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Kematangan Emosi ..................... 90
4.4 Persentase Kematangan Emosi Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri per Masing-masing Indikator .................................................. 91
4.5 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Keharmonisan Keluarga .............. 92
4.6 Persentase Keharmonisan Keluarga Siswa kelas VIII SMP ISS
Jatipurno Wonogiri per Masing-Masing Indikator ................................. 93
4.7 Hasil Uji Asumsi Klasik Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi
Belajar (Y) ............................................................................................... 94
4.8 Koefisien Hubungan Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi
Belajar (Y) .............................................................................................. 95
4.9 Hasil Uji Asumsi Klasik Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi
Belajar (Y) ............................................................................................... 96
4.10 Koefisien Hubungan Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi
Belajar (Y) ............................................................................................... 96
4.11 Hasil Uji Asumsi Klasik Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan
Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) ........................................... 98
4.12 Koefisien Hubungan Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan
Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) ........................................... 98
4.13 Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) .................................................... 99
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................... 53
3.1 Hubungan antar Variabel ........................................................................ 57
3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen ............................................................. 75
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
4.1 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Motivasi Belajar .......................... 89
4.2 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Kematangan Emosi ..................... 91
4.3 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Keharmonisan Keluarga .............. 93
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pedoman Observasi Data Awal .................................................................. 125
2. Pedoman Wawancara Data Awal ............................................................... 126
3. Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar Uji Coba ............................... 127
4. Skala Motivasi Belajar Uji Coba ............................................................... 128
5. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi Uji Coba .......................... 132
6. Skala Kematangan Emosi Uji Coba ........................................................... 133
7. Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga Uji Coba................ 137
8. Angket Keharmonisan Keluarga Uji Coba ................................................ 138
9. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Skala Motivasi Belajar ............................... 141
10. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Skala Kematangan Emosi .......................... 149
11. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Angket Keharmonisan Keluarga ................ 157
12. Hasil Uji Reliabilitas .................................................................................. 165
13. Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar .............................................. 167
14. Skala Motivasi Belajar ............................................................................... 168
15. Lembar Jawab Skala Motivasi Belajar ....................................................... 171
16. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi.......................................... 172
17. Skala Kematangan Emosi .......................................................................... 173
18. Lembar Jawab Skala Kematangan Emosi .................................................. 176
19. Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ............................... 177
20. Angket Keharmonisan Keluarga ................................................................ 178
21. Lembar Jawab Angket Keharmonisan Keluarga........................................ 181
22. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................... 182
23. Analisis Regresi ......................................................................................... 189
24. Uji Hipotesis .............................................................................................. 190
25. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 191
26. Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari SMP ISS
Jatipurno Wonogiri..................................................................................... 192
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja,
teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dalam pendidikan formal, belajar
menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan
didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.
“Belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain” (Baharuddin, 2010: 15). Apabila setelah
belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan
telah berlangsung proses belajar. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam
prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan
dibutuhkan adanya proses belajar. Seorang siswa dalam melaksanakan proses belajar,
memerlukan adanya dorongan tertentu agar dapat memperoleh hasil belajar sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
Dorongan dalam belajar ini merupakan suatu hal yang sangat diperlukan bagi
siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajar yaitu berupa motivasi belajar.
2
Motivasi dalam belajar memegang peranan yang sangat penting karena
motivasi yang dimiliki siswa akan menentukan hasil yang dicapai dari kegiatan
pembelajaran. “Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya
rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk
mengadakan perubahan tingkah laku lebih baik dari keadaan sebelumnya” (Uno,
2011: 9).
Dari definisi tersebut jelaslah bahwa motivasi pada dasarnya merupakan
dorongan efektif yang menggerakkan perilaku individu untuk mencapai tujuan
tertentu. Motivasi dapat menjadi penyebab siswa untuk dapat berkembang dan
mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk itu, agar dapat mencapai
prestasi belajar yang optimal siswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat mendorong siswa atau individu
untuk belajar. Motivasi belajar bukan saja penting karena menjadi pendorong dalam
belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar siswa.
Fenomena yang terjadi di SMP ISS Jatipurno khususnya siswa kelas VIII
menunjukkan adanya masalah terkait motivasi belajar. Berdasarkan hasil observasi
terdapat 35% (60 siswa) dari jumlah keseluruhan kelas VIII (166 siswa) dimana siswa
tersebut menunjukkan kurangnya motivasi dalam belajar. Kurangnya motivasi belajar
dapat dilihat dari tingkah laku seperti kurang antusias mengikuti pelajaran,
mengerjakan PR di sekolah, malas mencatat, mencontek pekerjaan teman, mengantuk
di kelas, dan tidak berani menyampaikan pendapat ketika diskusi berlangsung. Selain
itu, tidak jarang ada yang celometan ketika guru sedang memberikan materi
3
pelajaran. Hal tersebut dapat terlihat bahwa kemauan atau motivasi siswa dalam
belajar masih kurang.
Berdasarkan wawancara dengan guru pembimbing, ketika anak diberikan
tugas atau pekerjaan rumah tidak sedikit yang menyepelekannya sehingga mereka
kurang dapat mengikuti materi pelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini
disebabkan karena siswa menganggap remeh pelajaran, kurangnya dukungan
orangtua, serta sistem penyampaian materi yang kurang menarik bagi siswa.
Motivasi belajar itu sendiri terdapat dua jenis, yaitu motivasi instrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
Uno (2011: 4), motif intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari
luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau
sejalan dengan kebutuhannya.Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena
adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan
terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena
melihat manfaatnya.
Berdasarkan pendapat Uno tersebut, bahwa motivasi belajar itu ada yang
bersifat instrinsik atau timbul dari dalam diri siswa sendiri sesuai dengan
kebutuhannya, ada juga yang bersifat ekstrinsik atau muncul karena adanya
rangsangan dari luar individu. Dalam hal ini, terlihat bahwa motivasi belajar
disebabkan adanya dorongan atau rangsangan dari dalam dan luar diri individu.
Faktor instrinsik yang berpengaruh dalam motivasi belajar salah satunya
adalah kematangan emosi. Remaja cenderung memiliki emosi yang labil sehingga
terkadang muncul dalam bentuk yang meledak-ledak. Hal ini dikarenakan perubahan
emosi selama masa awal remaja biasanya terjadi lebih cepat. Masa remaja
4
mempunyai energi yang besar dan perkembangan emosi yang belum stabil sedangkan
pengendalian diri pada masa remaja terkadang masih sulit dilakukan. Remaja yang
belum bisa mengontrol emosi negatif dengan baik dapat mengakibatkan remaja dalam
bertingkah laku sangat dikuasai emosinya. Hurlock (1980: 213) mengemukakan
bahwa:
Petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu
untuk menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak
atau orang yang tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional
yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati yang
lain.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah
kemampuan individu untuk mengadakan tanggapan-tanggapan emosi secara matang
dan mampu mengontrol serta mengendalikan emosinya sehingga menunjukkan suatu
kesiapan dalam bertindak. Orang yang emosinya matang mampu mengadakan
penyesuaian antara yang dia inginkan dan kenyataan yang dia hadapi.
Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa seseorang telah mencapai kematangan
emosi apabila dirinya dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu
berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Dalam hal ini, dengan
kematangan emosi diharapkan siswa akan dapat berpikir secara baik, termasuk dalam
hal belajarnya. Apabila dalam belajar siswa dapat berpikiran secara baik tidak
menutup kemungkinan motivasi belajarnya pun akan tinggi.
Berdasarkan wawancara dengan guru pembimbing, praktikan memperoleh
gambaran mengenai kematangan emosi siswa kelas VIII, yaitu menunjukkan bahwa
5
siswa kurang bisa dalam mengendalikan emosinya. Misalnya saja ada yang
melampiaskan kemarahannya dengan teman dekatnya, bertengkar, sering melamun,
dan suka berkata kasar. Dengan adanya kematangan emosi dalam diri siswa,
diharapkan siswa mampu mengendalikan emosinya dan mampu berpikir secara baik
sehingga dalam belajar akan memperoleh hasil yang baik pula.
Berkaitan dengan permasalahan motivasi belajar, salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap motivasi belajar adalah keharmonisan keluarga. Penelitian
Rahayu (2013: 195) ”lingkungan keluarga yang harmonis, kondusif, bahagia,
menyenangkan dapat memotivasi anak untuk belajar dan menimbulkan dorongan
berprestasi pada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa”.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa agar tercapai prestasi belajar yang baik adalah
lingkungan keluarga, yaitu adanya keluarga yang harmonis.
Setiap orang pasti mendambakan keluarga yang harmonis, keluarga yang
penuh dengan rasa aman, tenang, riang gembira dan saling menyayangi diantara
anggota keluarga. “Keluarga harmonis akan tercipta jika setiap anggota keluarga
menyadari dan mengakui hak dan kewajiban masing-masing” (Prihatiningsih dan
Nurhainun, 2006: 2). Untuk menciptakan keharmonisan dalam keluarga juga
diperlukan adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Dengan terciptanya
komunikasi yang baik dapat menumbuhkan rasa saling pengertian, rasa aman dan
ketenangan bagi anak. Hal tersebut akan berpengaruh pada proses belajar siswa
sehingga akan berdampak pada motivasi belajarnya.
6
Dalam kenyataan sehari-hari tidak semua keluarga dapat mencapai keluarga
yang harmonis. Ada diantara keluarga yang mengalami banyak masalah. Salah satu
ciri keluarga yang tidak harmonis adalah terjadinya pertengkaran atau percekcokan
diantara anggota keluarga dan tidak adanya komunikasi dalam keluarga sehingga
kehidupan dalam keluarga tidak ada kedamaian dan ketentraman (Prihatiningsih dan
Nurhainun, 2006: 1). Apabila hal ini berlangsung terus maka akan menyebabkan
terjadinya perceraian. Iklim keluarga yang tidak sehat ini akan mempengaruhi
perkembangan emosi anak, kemudian berpengaruh terhadap perilaku anak, yang
akhirnya prestasi belajarnya mundur.
Berdasarkan fenomena di lapangan, peneliti memperoleh gambaran mengenai
permasalahan kurangnya keharmonisan dalam keluarga. Berdasarkan wawancara
dengan guru pembimbing bahwa ketidakharmonisan dalam keluarga mengakibatkan
anak merasa kurang diperhatikan, misalnya di sekolah anak sering membolos, datang
ke sekolah sering terlambat, merokok di lingkungan sekolah, mengerjakan PR di
sekolah, kurang bisa menghargai guru ketika pelajaran sedang berlangsung, bahkan
ada yang jarang pulang ke rumah. Apabila dalam sebuah keluarga seorang anak
mendapatkan bimbingan, pengawasan, rasa aman, perhatian, sikap saling pengertian
dan kasih sayang dari anggota keluarga lain maka akan mengakibatkan anak menjadi
termotivasi untuk belajar sehingga anak bisa meraih prestasi belajar yang baik.
Bagi anak-anak yang motivasi belajarnya rendah yang diakibatkan karena
kebutuhan emosinya tidak terpenuhi dan kurangnya keharmonisan dalam keluarga
akan berpotensi mengalami permasalahan belajar di kemudian hari. Dampaknya akan
7
meluas pada kemampuannya dalam memahami kejadian atau peristiwa-peristiwa lain
yang dialami sehari-hari. Untuk itu, pelayanan guru bimbingan dan konseling
hendaknya berjalan secara efektif dalam membantu siswa mencapai tujuan-tujuan
perkembangannya dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh siswa.
Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling dalam
mengatasi berbagai permasalahan siswa. Permasalahan tersebut mencakup
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
Manfaat bimbingan dan konseling cukup penting bagi seorang siswa untuk mengatasi
berbagai permasalahan, termasuk dalam hal kematangan emosi, keharmonisan
keluarga maupun motivasi belajar siswa.
Hal tersebutlah yang memunculkan ketertarikan penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan
Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah seperti di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana gambaran motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri ?
8
1.2.2 Bagaimana gambaran kematangan emosi siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ?
1.2.3 Bagaimana gambaran keharmonisan keluarga siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri ?
1.2.4 Seberapa erat hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi belajar
siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ?
1.2.5 Seberapa erat hubungan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri?
1.2.6 Seberapa erat hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga
dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah diajukan
maka penelitian ini bertujuan:
1.3.1 Untuk mengetahui gambaran motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri.
1.3.2 Untuk mengetahui gambaran kematangan emosi siswa kelas VIII di SMP ISS
Jatipurno Wonogiri.
1.3.3 Untuk mengetahui gambaran keharmonisan keluarga siswa kelas VIII di SMP
ISS Jatipurno Wonogiri.
9
1.3.4 Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri.
1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri.
1.3.6 Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan
keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di
bidang bimbingan dan konseling, khususnya bagi pengembangan teori mengenai
hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar siswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Sebagai bahan masukan bagi para konselor bahwa dalam memotivasi belajar
siswa perlu memperhatikan faktor internal salah satunya yaitu kematangan
emosi, dan faktor keluarga karena keluarga merupakan salah satu faktor
eksternal tumbuhnya motivasi belajar siswa.
1.4.2.2 Sebagai masukan bagi siswa untuk selalu meningkatkan motivasi belajar agar
dapat meraih prestasi dan cita-cita yang diinginkan.
10
1.4.2.3 Bagi peneliti lanjutan, dirasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang
motivasi belajar dengan aspek-aspek lain yang belum diteliti dalam penelitian
ini.
1.5 Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi merupakan garis besar penyusunan skripsi yang
memudahkan jalan pemikiran dalam memahami keseluruhan isi skripsi yang berisi :
1.5.1 Bagian Awal Skripsi
Bagian ini berisi tentang halaman judul, abstrak, halaman pengesahan,
halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,
daftar grafik, dan daftar lampiran.
1.5.2 Bagian Inti
Bagian inti terdiri dari lima bab, yaitu :
Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka. Pada bab ini disajikan kajian pustaka yang
membahas teori-teori yang melandasi penelitian ini. Beberapa konsep teori yang
disajikan pada bab ini mencakup penelitian terdahulu, teori mengenai motivasi
belajar, teori mengenai kematangan emosi, teori mengenai keharmonisan keluarga
serta hipotesis.
11
Bab 3 Metode Penelitian. Pada bab ini disajikan metode penelitian yang
meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi, sampel, metode pengumpulan
data, validitas dan reliabilitas, hasil uji instrumen, prosedur penyusunan instrumen
serta teknik analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini disajikan hasil penelitian
yang meliputi hasil analisis deskriptif persentase, hasil uji asumsi, hasil uji regresi
sederhana, hasil uji regresi ganda, hasil uji hipotesis, pembahasan penelitian dan
keterbatasan penelitian.
Bab 5 Penutup. Pada bab ini disajikan simpulan atas hasil penelitian serta
saran-saran.
1.5.3 Bagian Akhir Skripsi
Pada bagian ini terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
mendukung penelitian ini.
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara teoritis yang akan dipakai sebagai
dasar penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang mendasari
penelitian ini yang meliputi (1) penelitian terdahulu (2) motivasi belajar (3)
kematangan emosi (4) keharmonisan keluarga (5) hubungan antara kematangan emosi
dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar dan (6) hipotesis.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh
peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi peneliti dan untuk
membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian
terdahulu akan diuraikan pokok bahasan sebagai berikut :
2.1.1 Buyung Desiverlina (2015) Hubungan Kecerdasan Emosional dan
Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah
SMK Kesehatan Samarinda
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Buyung Desiverlina menunjukkan
bahwa (1) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan
keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa SMK Kesehatan Samarinda.
(2) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan
motivasi belajar siswa SMK Kesehatan Samarinda. (3) Tidak terdapat hubungan
13
antara keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa SMK Kesehatan
Samarinda.
2.1.2 Lusiana Solita, dkk (2012) Hubungan antara Kemandirian Emosi dengan
Motivasi Belajar
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusiana dkk (2012) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian emosi dengan motivasi belajar
siswa. Pada masa remaja siswa menampilkan bermacam-macam emosi sesuai dengan
apa yang dirasakan, salah satu jenis emosi yang sering ditampilkan remaja adalah
emosi marah, siswa sangat sering marah pada masalah-masalah yang sepele yang
akhirnya berpengaruh pada motivasi belajar siswa, namun siswa yang memiliki
kemandirian emosi bisa mengontrol marah dan tidak berpengaruh pada motivasi
belajarnya. Jadi siswa yang mandiri secara emosi, tentu dapat mengontrol emosinya
untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang dapat mendorong dalam kegiatan
belajar.
2.1.3 Muhammad Aries Nugrahanto (2011) Hubungan antara Keharmonisan
Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV dan V Madrasah
Ibtidaiyah Kadirejo 01 Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang Tahun
Pelajaran 2010/2011.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Aries Nugrahanto
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keharmonisan keluarga dengan
motivasi belajar siswa MI Kadirejo 01 Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten
14
Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Semakin tinggi tingkat keharmoisan keluarga
semakin tinggi pula tingkat motivasi belajar.
2.1.4 Listriana Fatimah (2010) Hubungan Persepsi Anak terhadap
Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi
Belajar (Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Listriana Fatimah menunjukkan bahwa
(1) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi anak terhadap keharmonisan
keluarga dengan motivasi belajar. (2) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi
anak terhadap pola asuh orang tua dengan motivasi belajar. (3) Ada hubungan yang
signifikan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh orang
tua dengan motivasi belajar. Setiap peningkatan 1 skor persepsi anak terhadap
keharmonisan keluarga akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,921 dan setiap
peningkatan 1 skor persepsi anak terhadap pola asuh orang tua akan meningkatkan
motivasi belajar sebesar 0,878.
2.1.5 M. Asy’ari, dkk (2014) Konsep Diri, Kecerdasan Emosi Dan Motivasi
Belajar Siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan M. Asy’ari, dkk menunjukkan bahwa (1) Ada
hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi belajar siswa
SMK Assa’adah Sampurnan Bungah. Semakin tinggi konsep diri siswa maka akan
semakin baik pula motivasi belajarnya (2) Ada hubungan positif yang signifikan
antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar siswa SMK Assa’adah
Sampurnan Bungah. Semakin tinggi kecerdasan emosional siswa maka akan semakin
15
baik pula siswa termotivasi dalam belajarnya. (3) Ada hubungan positif yang
signifikan antara konsep diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan
motivasi belajar siswa SMK Assa’adah Sampurnan Bungah. Semakin tinggi konsep
diri dan kecerdasan emosional siswa maka akan semakin baik pula motivasi
belajarnya.
Berdasarkan kelima penelitian terdahulu diatas, menunjukkan bahwa
penelitian mengenai motivasi belajar sudah banyak dilakukan. Bahkan sudah ada
yang meneliti tentang hubungan kecerdasan emosi dan keharmonisan keluarga
dengan motivasi belajar. Namun, semuanya belum pernah ada yang menyinggung
tentang hubungan kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar. Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti ini sah untuk dilakukan,
karena belum ada yang meneliti hal ini sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut,
peneliti akan meneliti hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan
keluarga dengan motivasi belajar pada siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri.
2.2 Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Betapa
pentingnya motivasi dalam belajar, karena keberadaannya sangat berarti bagi
perbuatan belajar. Motivasi yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.
16
Apabila siswa tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan
belajar pada siswa tersebut.
2.2.1 Pengertian Motivasi
Maslow sebagai tokoh motivasi aliran humanisme, menyatakan bahwa
kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan
tersebut mencakup kebutuhan fisiologis (sandang pangan), kebutuhan rasa aman
(bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, dan
kebutuhan aktualisasi diri (Uno, 2011: 6).
Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan homeostatik seperti makan, minum,
gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan rasa aman dan
perlindungan meliputi kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum,
keteraturan, batas, bebas dari takut dan cemas. Kebutuhan sosial meliputi antara lain
kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat pasangan, anak, kebutuhan menjadi bagian
dari kelompok. Kebutuhan penghargaan seperti (1) kebutuhan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian. (2) kebutuhan prestise, penghargaan dari
orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting, kehormatan dan apresiasi.
Sedangkan kebutuhan aktualisasi diri dapat meliputi (1) kebutuhan orang untuk
menjadi yang seharusnya sesuai potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri,
pengembangan self. (2) kebutuhan harkat kemanusiaan untuk mencapai tujuan, terus
maju, menjadi lebih baik (Alwisol, 2009: 202).
Menurut Maslow apabila kebutuhan dasar manusia terpenuhi maka akan
timbul kebutuhan yang lebih tinggi lagi. Jika kebutuhan yang lebih tinggi tersebut
17
pun dapat terpenuhi lagi, manusia akan mempunyai keinginan yang lebih tinggi dari
sebelumnya, demikian seterusnya. Untuk memberikan motivasi yang berhasil dalam
belajar harus berawal dari pemenuhan kebutuhan dasar para siswa. Kemudian timbul
rasa beprestasi pada seseorang yang merupakan sumber kebanggaan. Rasa berprestasi
inilah yang akan mendorong siswa untuk berkompetisi dan merasa butuh untuk
memperoleh hasil yang tertinggi.
Istilah motivasi memiliki akar kata dari bahasa latin movere, yang berarti
gerak atau dorongan untuk bergerak. Atau bisa disebut dengan motif yang diartikan
sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu
tersebut bertindak atau berbuat guna mencapai suatu tujuan. Berbagai ahli
memberikan definisi tentang motivasi, motivasi menurut Uno (2011: 3) “motivasi
merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan
perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya”. Sedangkan
menurut Hamalik (2013: 158) “motivasi adalah perubahan energi yang terjadi dalam
diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
suatu tujuan”.
Motivasi menurut McDonald yang dikutip oleh Hamalik (2014: 173)
“Motivation is energy change within the person characterized by affective arousal
and anticipatory goal reactions”. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai
tujuan. “Motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak
18
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu” (Purwanto, 2007:
71).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil pengertian motivasi adalah
suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu yang membuat individu tersebut
bertingkah laku yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya,
termasuk didalamnya adalah kegiatan belajar.
2.2.2 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010: 2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Hal senada juga dikemukakan oleh Basleman dan Mappa (2011: 12)
“belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi
dengan lingkungannya”.
“Belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain” (Baharuddin, 2010: 15). Sedangkan
menurut Purwanto (2007: 85) “belajar adalah tingkah laku yang mengalami
perubahan yang relatif mantap melalui latihan atau pengalaman karena belajar
menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap”.
19
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku yang dialami individu sebagai akibat dari pengalaman
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2.2.3 Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Dalam
belajar, motivasi sangat penting karena sebagai modal yang berkaitan dengan
semangat dan kebutuhan dalam melakukan kegiatan belajar. “Motivasi belajar adalah
proses yang memberikan semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya
perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan
lama” (Suprijono, 2012: 163)
Uno (2011: 23) “motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator dan atau unsur yang mendukung. Hal itu
mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar”. Pada
hakikatnya motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan akan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan dari faktor ekstrinsik yaitu adanya penghargaan, lingkungan belajar yang
kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Namun dari kedua faktor tersebut
disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang memiliki keinginan untuk
melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan bersemangat.
20
Dari pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar
adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang
memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai
tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat
penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan
proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar.
2.2.4 Ciri-Ciri Motivasi Belajar
Sardiman (2007 : 83) menyatakan motivasi yang ada pada diri setiap orang itu
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama,
tidak berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan
prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah “untuk orang dewasa”
(misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan,
pemberantasan korupsi, dan sebagainya).
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
21
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Hakikat motivasi belajar menurut Uno (2011: 23) adalah dorongan internal
dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.
Ciri-ciri motivasi belajar yang dijelaskan oleh Uno dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
d. Adanya penghargaan dalam belajar.
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
seseorang belajar dengan baik.
Jadi, apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti diatas berarti orang itu selalu
memiliki motivasi yang cukup kuat. Dan dalam kegiatan belajar mengajar akan
berhasil baik, kalau siswa memiliki ciri-ciri seperti diatas.
Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar adalah: (1) tekun menghadapi tugas, (2)
ulet menghadapi kesulitan, (3) senang bekerja mandiri, (4) senang mencari dan
memecahkan soal-soal, (5) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (6)
22
berpendirian kuat dan memiliki tujuan jangka panjang, (7) adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar (variasi dalam aktivitas belajar).
2.2.5 Macam-Macam Motivasi Belajar
Motivasi belajar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu (Sardiman, 2007: 89). Misalnya saja seseorang yang senang
membaca, tidak perlu ada yang mendorong atau menyuruhnya pun ia rajin mencari
buku-buku untuk dibacanya. Kemudian jika dilihat dari segi tujuan kegiatan belajar
yang dilakukannya, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik disini adalah
ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri.
Misalnya saja seorang siswa belajar karena dia memang benar-benar ingin
mendapatkan pengetahuan/nilai atau ketrampilan tertentu dan tidak karena tujuan
selain itu. Itulah sebabnya motivasi instrinsik juga dapat dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu
dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena
motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar
(ekstrinsik).
23
Motivasi instrinsik adalah dorongan yang dating dari dalam diri siswa,
motivasi ini juga disebut “motivasi murni” yang antara lain berupa:
1) Sikap
Sikap adalah suatu cara berinteraksi terhadap suatu rangsangan dalam
menghadapi situasi tertentu.
2) Kebiasaan
Kebiasaan merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang
secara tepat dan seragam.
3) Minat
Suatu kegiatan akan berjalan dengan lancar apabila ada minat atau motif itu
akan bangkit jika ada minat yang besar.
4) Kebutuhan
Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ia merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan.
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992) yang dikutip Baharudin (2010:
23), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju
3) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan
dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-
teman, dan lain-lain sebagainya.
4) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna
bagi dirinya, dan lain-lain.
24
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2007: 90). Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, hadiah, hukuman, nilai dan lain sebagainya. Sebagai
contoh seseorang itu belajar, karena tahu bahwa besuk paginya akan ujian dengan
harapan mendapat nilai baik sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Jadi
dia belajar bukan karena ingin mengetahui sesuatu namun karena ingin mendapatkan
nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalam aktivitas belajarnya dimulai dan
diteruskan berdasarkan dorongan dari luar.
Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik atau
tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting, ini dikarenakan
kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, dan mungkin juga komponen-
komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa,
sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
2.2.6 Fungsi Motivasi dalam Belajar
Fungsi motivasi menurut Sardiman (2007: 85) adalah sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
25
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Disamping itu terdapat fungsi lain dari motivasi yaitu sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang
baik pula, atau dengan kata lain itensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasinya.
2.3 Kematangan Emosi
2.3.1 Emosi
2.3.1.1 Pengertian Emosi
Emosi merupakan hal yang penting dan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan individu. Peranan emosi dalam kehidupan individu sangat penting sekali.
Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian emosi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
Goleman (2004: 411) mengatakan bahwa “emosi merupakan suatu keadaan
yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
26
biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak”. Menurut
Poerbakawatja dalam Ali dan Muhammad Asrori (2014: 62) “emosi adalah suatu
respon atau reaksi terhadap suatu perangsang yang dapat menyebabkan perubahan
fisiologis, disertai dengan perasaan yang kuat, biasanya mengandung kemungkinan
untuk meletus”.
Menurut Washfi (2005: 53) “emosi adalah kondisi jiwa yang paling tampak,
dimana saat itu perasaan muncul dalam bentuk yang paling menonjol”. Adapun Crow
and Crow (dalam Djaali 2008: 37) menyatakan bahwa “emosi adalah pengalaman
yang afektif yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, di mana
keadaan mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap, juga dapat
diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata”. Sedangkan menurut
Hamalik (2014: 95) “emosi merupakan keadaan bergolak, gejolak atau guncangan
yang terjadi di dalam organism”.
Dari berbagai pendapat para ahli mengenai definisi emosi maka dapat
disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan, pemikiran, keadaan yang ada
pada diri individu yang dapat menyebabkan adanya suatu perubahan, reaksi atau
tindakan pada diri individu. Dengan adanya emosi inilah individu dapat merasakan
sesuatu, dapat merespon sesuatu, dan juga dapat melakukan tindakan sesuai dengan
keadaan yang ada pada dirinya.
27
2.3.1.2 Ciri-Ciri Emosi
Menurut Yusuf (2009: 116) emosi sebagai suatu peristiwa psikologis
mengandung ciri-ciri, yaitu: (a) lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis
lainnya, seperti pengamatan dan berpikir, (b) bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan (c)
banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indra. Mengenai ciri-ciri
emosi dapat juga dibedakan karakteristik antara emosi anak dan emosi orang dewasa.
2.3.1.3 Macam-Macam Emosi
Menurut Washfi (2005: 52) ada tiga macam emosi yaitu emosi sederhana,
emosi kompleks, dan emosi derivatif.
a) Emosi Sederhana. Emosi sederhana hanya terdiri dari satu unsur perasaan
saja. Misalnya: sedih, takut, marah, gembira, simpati.
b) Emosi Kompleks. Emosi kompleks terdiri dari lebih satu macam perasaan,
misalnya: memandang rendah, melecehkan, benci, kagum, kaget atau
bingung, melecehkan, memuliakan, pengakuan terhadap kelebihan, kasih dan
sayang.
c) Emosi Derivatif. Emosi derivatif mirip dengan jenis emosi lainnya, hanya saja
emosi ini muncul ketika seseorang sedang mengalami kecenderungan-
kecenderungan tertentu yang kuat.
28
Reaksi emosi yang dirasakan individu berbeda-beda dan bermacam-macam.
Goleman (2004: 411) menggolongkan emosi sebagai berikut:
a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali
tindakan yang paling hebat, tindakan kekerasan, dan kebencian patologis.
b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis depresi berat.
c) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali,
khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, sebagai
patologi, fobia, dan panik.
d) Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,
kegirangan luar biasa, senang, dan batas ujungnya mania.
e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f) Terkejut: terkejut, takjub, terpana.
g) Jengkel: hina, jijik, mual-mual, benci, tidak suka, mau muntah.
h) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Berbagai golongan emosi seperti amarah, kesedihan, takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, malu, maka masing-masing dapat dirasakan oleh setiap individu
akan tetapi pengungkapannya berbeda-beda antara satu individu dengan individu
29
lainnya. Sedangkan menurut Djaali (2008: 40) menggolongkan emosi menjadi empat,
yaitu: (a) Takut, (b) Marah, (c) Afeksi, dan (d) Simpati.
Menurut Yusuf (2009: 117) emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian,
yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar
terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang
termasuk emosi ini antara lain, yaitu:
1) Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang
lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk: rasa yakin dan
tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa gembira karena
mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.
2) Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang
lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini
seperti: rasa solidaritas, persaudaraan, simpati, kasih sayang dan
sebagianya.
3) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilainilai baik
dan buruk atau etika (moral), seperti: rasa tanggung jawab, rasa bersalah
apabila melanggar norma, rasa tentram dalam menaati norma.
30
4) Perasaan keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan
keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
Perasaan ketuhanan, salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan
dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
2.3.2 Pengertian Kematangan Emosi
Menurut Walgito (2000: 44) menyatakan bahwa seseorang telah mencapai
kematangan emosi bila dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu
berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Chaplin (2002: 165)
mendefinisikan kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai
tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang
bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.
“Kematangan emosi terjadi bila perkembangan tercapai pada usianya yang khas
untuk tahap tertentu”(Hamalik 2014: 97). Hurlock (1980: 213) mengemukakan
bahwa:
Petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu untuk
menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional,
tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang
tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak
berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati yang lain.
Dengan demikian, kematangan emosi adalah dimana individu tersebut mampu
menilai situasi secara kritis, mampu mengendalikan emosi tidak berpikir seperti anak-
anak, dan memikirkannya dengan matang sebelum melakukan tindakan.
31
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan diatas dapat dikemukakan
bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan emosional dimana tingkat
kedewasaan individu yang terkendali, dan mampu mengungkapkan emosi secara
matang yang mana dapat menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara
emosional.
2.3.3 Ciri-Ciri Kematangan Emosi
Kematangan emosi adalah suatu keadaan emosional dimana tingkat
kedewasaan individu yang terkendali, dan mampu mengungkapkan emosi secara
matang yang mana dapat menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara
emosional. Berikut ciri-ciri kematangan emosi menurut beberapa ahli.
Menurut Walgito (2000: 45) ada beberapa ciri kematangan emosi, yaitu:
a. Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti
adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya. Hal ini disebabkan karena
seseorang yang lebih matang emosinya dapat berpikir secara lebih baik, dapat
berpikir secara obyektif.
b. Tidak bersifat impulsif, akan merespon stimulus dengan cara berpikir baik,
dapat mengatur pikirannya untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus
yang mengenainya.
c. Dapat mengontrol emosi dan mengekspresikan emosinya dengan baik.
d. Bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai
toleransi yang baik.
32
e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah
mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.
Hamalik (2014: 97) mengemukakan kriteria kematangan emosi:
a. Mampu menahan emosi yang negatif atau dapat menyatakannya secara tidak
langsung.
b. Membina dan mengembangkan emosi yang positif. Ini dapat dilakukan
dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang berhasil.
c. Mengembangkan toleransi yang tinggi terhadap situasi-situasi atau hal-hal
yang tidak berkenan di hati.
d. Memperoleh kepuasan sosial yang terus bertambah karena tindakan-tindakan
yang sesuai dengan masyarakat.
e. Kebebasan dalam bertindak yang terus bertambah.
f. Kemampuan untuk melakukan pilihan.
g. Bebas dari rasa takut yang beralasan (tak masuk akal).
h. Bertindak sesuai dengan batas-batas kemampuan.
i. Berani berbuat salah tanpa ada perasaan tidak akan dihormati.
j. Sadar akan kemampuan dan prestasi orang lain.
k. Mampu meraih kemenangan secara terhormat.
l. Mampu bangkit kembali setelah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan atau kegagalan.
33
m. Mampu menangguhkan pemuasaan dorongan-dorangan yang bersifat
jasmaniah.
n. Kemampuan untuk bersifat terbuka dan menerima keterbukaan dalam
hubungan-hubungan interpersonal.
o. Merasa senang dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi yang telah diuraikan diatas maka
dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri kematangan emosi dapat dikelompokkan sebagai
berikut : (1) Dapat menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, (2) Mampu
mengontrol dan mengarahkan emosi, (3) Mampu menyikapi masalah secara positif,
(4) Tidak mudah frustasi terhadap permasalahan yang muncul, (5) Kemandirian, (6)
Kemampuan adaptasi.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa kematangan emosi berkaitan erat
dengan umur individu. Makin bertambahnya usia seseorang diharapkan emosinya
akan lebih matang dan individu akan lebih menguasai atau mengendalikan emosinya.
Menurut Hurlock (1980: 213) hal-hal yang dapat mempengaruhi kematangan
emosi adalah:
1) Gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi emosional.
2) Membicarakan berbagai masalah pribadi dengan orang lain.
34
3) Lingkungan sosial yang dapat menimbulkan perasaan aman dan keterbukaan
dalam hubungan sosial.
4) Belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosi.
5) Kebiasaan dalam memahami dan menguasai emosi dan nafsu.
Ali dan Mohammad Asrori (2014: 69) mengungkapkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja yaitu:
1) Perkembangan jasmani atau fisik
Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber
menyebabkan keadaan tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini
mempengaruhi kondisi psikis remaja.
2) Perubahan dalam hubungan orang tua
Adanya ketidakharmonisan hubungan orang tua dan anak, tidak adanya saling
pengertian diantaranya keduanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan
emosi remaja.
3) Perubahan hubungan dengan teman-teman
Hubungan antar remaja seperti perkumpulan para remaja, masalah konflik
antar remaja, atau percintaan antar remaja dapat mempengaruhi
perkembangan emosi remaja.
35
4) Perubahan dalam hubungan dengan sekolah
Remaja belum dapat menyadari pentingnya pendidikan pada saat ini, akan
tetapi menjelang kelulusan atau remaja akan mengalami kecemasan dalam
menentukan prospek masa depan dan dalam memasuki dunia kerja.
5) Perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru
Lingkungan baru yang dialami oleh remaja akan mempengaruhi
perkembangan emosinya.
Perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
diantaranya perubahan jasmani dan fisik, perubahan dalam hubungan orang tua,
perubahan hubungan dengan teman-teman, perubahan dalam hubungan dengan
sekolah, perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru. Apabila faktor tersebut
dapat seimbang, maka perkembangan emosi remaja menjadi baik.
Faktor yang mempengaruhi emosi menurut Djaali (2008: 38) yaitu:
1) Rangsangan yang menimbulkan emosi
Emosi akan berlangsung terus selama stimulusnya ada dan yang menyertainya
masih aktif. Karena emosi mempengaruhi tingkah laku, tingkah lakunya akan
terus terpengaruh selama stimulusnya aktif, namun demikian emosi bukan
satu-satunya faktor yang menentukan tingkah laku.
2) Perubahan fisik dan psikologis
Perubahan fisik dan psikologis dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang
menimbulkan emosi. Emosi ini akan menghasilkan berbagai perubahan yang
36
mendalam (visceral changes) dan akan mempengaruhi urat-urat kerangka di
dalam tubuhnya.
2.4 Keharmonisan Keluarga
2.4.1 Keluarga
2.4.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang
berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa
orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ("nuclear family")
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Menurut Riyadi (2013: 104) “keluarga
bermula dari terjadinya hubungan atau ikatan berupa perkawinan seorang laki-laki
dan seorang perempuan, dan sedikitnya terdiri dari dua orang tersebut, kemudian
ditambah anak, atau anak-anak”.
Menurut pendapat Pujosuwarno (1994: 11), mengungkapkan bahwa
pengertian keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki
atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan
menurut Djamarah (2004: 16) “keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang
terbentuk karena ikatan perkawinan yang didalamnya hidup bersama pasangan suami-
istri secara sah karena perkawinan”.
37
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah
suatu kelompok orang yang terbentuk atas dasar ikatan perkawinan yang hidup
bersama dalam sebuah rumah tangga.
2.4.1.2 Fungsi-Fungsi Keluarga
Menurut Pujosuwarno (1994: 13) fungsi keluarga antara lain:
a. Pengaturan seksual, kebutuhan seks merupakan salah satu kebutuhan biologis
setiap manusia.
b. Fungsi reproduksi, dalam hal ini keluarga berfungsi untuk menghasilkan
anggota baru, sebagai penerus bagi kehidupan manusia yang turun menurun.
c. Fungsi perlindungan dan pemeliharaan, keluarga juga berfungsi sebagai
perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga, terutama
kepada anak yang masih bayi, karena kehidupan bayi pada saat itu masih
sangat bergantung kepada orang tuanya, misalnya masih harus menyusu
kepada ibunya, kencing dan buang kotoran masih menjadi kewajiban orang
tuanya dan kebutuhan-kebutuhan fisik maupun psikis yang lain masih sangat
bergantung kepada orang tuanya.
d. Fungsi pendidikan, keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama karena anak mengenal pendidikan yang pertama kali adalah di
dalam keluarga, bahkan pendidikan tersebut dapat berlangsung pada saat anak
masih berada di dalam kandungan ibunya.
38
e. Fungsi sosialisasi, dalam hal ini keluarga merupakan factor yang sangat
penting bagi kehidupan anak karena keluarga sebagai anggota primer yang di
dalamnya terjadi interaksi diantara para anggota dan di situlah terjadinya
proses sosialisasi.
f. Fungsi afeksi dan rekreasi, hubungan cinta kasih yang dibina oleh seseorang
akan menjadi dasar perkawinan yang dapat menumbuhkan hubungan afeksi
bagi semua anggota keluarga yang dibinanya.
g. Fungsi ekonomi, anggota keluarga bekerja sama sebagi suatu team dan andil
bersama dalam hasil mereka.
h. Fungsi status sosial, keluarga berfungsi sebagai suatu dasar yang
menunjukkan kedudukan atau status bagi anggota-anggotanya.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pengembangan Kualitas Keluarga, BAB II, Pasal 4, Ayat 1 disebutkan bahwa ada
delapan fungsi keluarga, yakni:
a. Fungsi keagamaan dalam keluarga dan anggotanya didorong dan
dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai
agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan-insan agamis
yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi sosial budaya memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka
ragam dalam satu kesatuan.
39
c. Fungsi cinta kasih dalam keluarga akan memberikan landasan yang kokoh
terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan
anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga
menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir
dan batin.
d. Fungsi melindungi dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan
kehangatan.
e. Fungsi reproduksi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan
yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di
dunia yang penuh iman dan taqwa.
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran kepada keluarga untuk
mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam
kehidupannya di masa depan.
g. Fungsi ekonomi menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga.
h. Fungsi pembinaan lingkungan memberikan pada setiap keluarga kemampuan
menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung
alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.
2.4.2 Pengertian Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan keluarga merupakan idam-idaman oleh setiap keluarga.
Keharmonisan berarti adanya keserasian, kesepadanan, kerukunan diantara laki-laki
40
dan perempuan dalam rumah tangga sebagai suami istri. Keharmonisan juga
menyangkut kerukunan dengan anggota keluarga lain, yaitu anak-anak, saudara-
saudara ataupun kakek-nenek. Menurut Setiono (2011: 10) “kesejahteraan atau
keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar anggota keluarga tercapai saling
pengertian”. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 Tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, BAB 1, Pasal 1, Ayat 2
disebutkan bahwa : keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan
atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil
yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,
selaras dan seimbang antaranggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan (Djamarah, 2004: 19).
Teori Maslow (Walgito, 2004 : 16) yang membahas tentang beragam
kebutuhan manusia telah menyusun suatu hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh individu sebagai pribadi dan sebagai anggota keluarga secara selaras dan
seimbang, yaitu:
1) The physiological needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis,
dan kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara
kebutuhan-kebutuhan yang lain.
2) The safety needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan hubungan dengan rasa aman.
41
3) The belongingness and love needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan
yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain, merupakan kebutuhan
sosial.
4) The esteem needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
penghargaan, termasuk rasa harga diri, rasa dihargai.
5) The needs for self-actualization, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri, kebutuhan ikut berperan.
Kebutuhan-kebutuhan ini membentuk suatu sistem, dimana sebelum
kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi sampai derajat tertentu maka
individu atau kelompok belum akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan pada
tingkat yang lebih tinggi. Keluarga yang harmonis dapat terjadi apabila kebutuhan
tiap anggota keluarga dapat terpenuhi dengan baik.
Sebuah keluarga terdiri atas bermacam-macam orang dengan banyak
keinginan. Dalam suatu rumah tangga ada ayah, ibu dan anak bahkan mungkin ada
kakek, nenek, paman, bibi atau pembantu rumah tangga. Beragam orang tersebut
niscaya terangkum sebuah keluarga yang harmonis, tidak banyak ditandai pertikaian,
bahkan sanggup berperan sebagai ajang kehidupan bersama yang menguatkan setiap
anggotanya. Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang didalamnya
terjadi hubungan yang serasi dan seimbang dimana setiap anggota keluarga
menyadari dan mengakui hak dan kewajibannya masing-masing (Prihatiningsih dan
Nurhainun, 2006: 2). Selain itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di
atas dasar sistem interaksi yang kondusif (Djamarah, 2004: 49).
42
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan
keluarga adalah suatu keadaan dalam keluarga dimana didalamnya tercipta kehidupan
beragama yang kuat, suasana yang hangat, terpenuhi kebutuhan baik kebutuhan lahir
maupun batin, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antaranggota
dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
2.4.3 Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga
Untuk merumuskan bagaimana ciri-ciri keluarga harmonis, perlu di sini
penulis tampilkan beberapa pendapat para ahli mengenai ciri-ciri keluarga harmonis.
Menurut Danuri (dalam Pujosuwarno, 1994: 53) mengungkapkan bahwa keluarga
bahagia adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain
dalam keluarga dan masyarakat.
c. Terjamin kesehatan jasmani, rohani dan sosial.
d. Cukup sandang, pangan dan papan.
e. Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia.
f. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.
g. Ada jaminan dihari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar dimasa tua.
h. Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.
43
Sedangkan pendapat dari Riyadi (2013: 105) megungkapkan ciri keluarga
harmonis adalah:
a. Kehidupan beragama dalam keluarga.
b. Mempunyai waktu untuk bersama.
c. Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga.
d. Saling menghargai satu dengan yang lain.
e. Masing-masing merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai kelompok.
f. Bila terjadi suatu masalah dalam keluarga mampu menyelesaikan secara
positif dan konstruktif.
Ciri-ciri keluarga sejahtera menurut Asnawi Latief (dalam Djamarah, 2004:
115), memiliki unsur-unsur yang meliputi suami (ayah), istri (ibu), dan anak. Semua
itu harus terjelma:
a. Suami istri yang saleh. Artinya yang dapat mendatangkan manfaat dan faedah
untuk dirinya, anak-anaknya dan masyarakatnya.
b. Anak-anaknya abror (baik) dalam pengertian berkualitas, berakhlak, sehat
rohani dan jasmani.
c. Pergaulannya baik. Artinya pergaulan anak-anaknya terarah, hanya dengan
anak-anak yang bermental baik, berpendidikan yang sepadan.
d. Berkecukupan rizkinya (sandang, pangan, papan). Cukup disini artinya dapat
membiayai hidup dan kehidupan keluarganya.
44
Dari beberapa ciri-ciri keharmonisan keluarga yang dijelaskan di atas dapat
disimpulkan bahwa ciri-ciri keharmonisan keluarga adalah sebagai berikut: (1)
Tercipta kehidupan beragama dalam keluarga, (2) Hubungan yang harmonis antar
anggota keluarga dan masyarakat, (3) Cukup sandang, pangan, dan papan, (4) Pola
komunikasi yang baik, (5) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.
2.4.4 Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga
Dalam mencapai suatu keharmonisan keluarga, perlu kita perhatikan beberapa
aspek sebagai suatu pegangan hubungan perkawinan bahagia. Menurut Adrian (2010)
mengemukakan enam aspek tersebut antara lain adalah:
a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan
beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat
nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
b. Mempunyai waktu bersama keluarga
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani
anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam
kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.
45
c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
Remaja akan merasa aman apabila orangtuanya tampak rukun, karena
kerukunan tersebut akan memberikan rasa aman dan ketenangan bagi anak,
komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan dapat membantu remaja
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar rumah.
d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.
Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap
anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang
lebih luas.
e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan
keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam
keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam
keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota
keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari
penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya
sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang
erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa
46
kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini
dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar
anggota keluarga dan saling menghargai.
Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lainnya. Proses tumbuh kembang anak sangat ditentukan dari berfungsi tidaknya
keenam aspek di atas, untuk menciptakan keluarga harmonis peran dan fungsi
orangtua sangat menentukan, keluarga yang tidak bahagia atau tidak harmonis akan
mengakibatkan proses perkembangan anak menjadi terhambat, salah satunya
berkaitan dengan perkembangan emosi.
2.4.5 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Keharmonisan Keluarga
Membangun sebuah keluarga yang harmonis adalah tugas yang paling penting
dalam hidup berkeluarga dan memunculkan berbagai permasalahan yang harus
dihadapi keluarga. Untuk mencapai kehidupan keluarga yang harmonis, tentunya
banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya menurut
Sukmana (dalam Prihatiningsih dan Nurhainun, 2006: 4) adalah :
a. Peran masing-masing anggota keluarga.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing sesuai dengan
status yang disandangnya. Berjalannya peran dari masing-masing status
tersebut akan memperlancar laju bahtera rumah tangga, sehingga tercapai
keluarga yang rukun dan damai. Namun dalam pelaksanaan kadang-kadang
47
peran-peran dalam keluarga tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini
terjadi antara lain karena masing-masing status dalam keluarga belum
memahami peran yang disandangnya.
b. Empati (menempatkan diri pada posisi orang lain)
Disini suami-istri saling menghargai keberadaan masing-masing sehingga
terjadi saling pengertian dan tumbuh cinta kasih yang berkesinambungan.
c. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup yang dimiliki suami dan istri akan mempengaruhi dalam
menyikapi kehidupan keluarga. Semakin luas pengalaman, maka akan
semakin matang dalam menghadapi masalah yang timbul.
d. Adat istiadat
Perbedaan adat istiadat ini dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing.
Selain itu, adat suami dan istri dilatarbelakangi oleh keluarganya masing-
masing. Dengan adanya perbedaan ini seyogyanya suami dan istri saling
menghormati dan menghargai.
e. Tujuan Keluarga
Tujuan merupakan pedoman yang dapat memberi arah atau jalan yang harus
dilalui oleh anggota keluarga. Dalam menetapkan tujuan keluarga hendaknya
jelas dan tegas. Apa yang harus dilakukan dan apa yang mesti dihindari.
f. Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga (APBK)
Angggaran, ekonomi atau keuangan bukan satu-satunya faktor penentu
dalam meraih kebahagian keluarga. Namun, tanpa ekonomi yang cukup
48
rasanya akan sulit untuk mencapai kebahagiaan keluarga. Oleh karena itu,
dalam sebuah keluarga sebaiknya disusun anggaran pendapatan dan belanja
keluarga.
g. Hubungan (komunikasi)
Semua faktor diatas yang telah diuraikan satu persatu, harus dikomunikasikan
kepada semua anggota keluarga. Dengan kata lain, dalam keluarga harus
tercipta hubungan (komunikasi) yang harmonis. Dengan adanya komunikasi
yang harmonis akan terhindar dari salah tafsir dalam menanggapi suatu pesan
yang disampaikan.
2.5 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar
Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Penilaian
tentang motivasi banyak dilakukan atau digunakan dalam berbagai bidang
pendidikan. “Seseorang dapat melakukan sesuatu yang diinginkan disebabkan karena
adanya motivasi” (Sardiman, 2007: 74). Motivasi dapat menjadi penyebab siswa
untuk dapat berkembang dan mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk
itu, agar dapat mencapai prestasi belajar yang optimal siswa harus memiliki motivasi
belajar yang tinggi.
Menurut Uno (2011: 23) mengatakan bahwa:
Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang
sedang belajar untuk mengadakan tingkah laku dengan indikator adanya
hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
49
adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar,
adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang
kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
Dari pendapat diatas, dapat dijelaskan motivasi belajar yang timbul dari
dorongan internal, yaitu hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan
belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor eksternal adalah adanya
penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Dalam hal ini motivasi belajar disebakan oleh dorongan atau rangsangan dari dalam
dan luar dirinya.
Salah satu faktor instrinsik yang berpengaruh terhadap motivasi belajar adalah
kematangan emosi siswa. Kematangan emosi adalah salah satu hal yang terpenting
dalam menumbuhkan motivasi belajar karena emosi sangat berperan dalam
mendorong diri yang merupakan perasaan dan kegiatan mental yang bisa
menumbuhkan semangat dalam belajar. “Emosi dapat berfungsi sebagai motif yang
dapat memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu
dapat berbuat atau bertingkah laku” (Anni, 2012: 55). Kematangan emosi juga harus
ditanamkan, agar siswa tersebut dapat terkontrol dan dapat mengendalikan dirinya
tatkala ada peristiwa atau kejadian yang dihadapinya. Siswa dengan kematangan
emosi yang tinggi semestinya memiliki kemampuan mengendalikan dorongan emosi
dan mampu menghargai serta berempati terhadap orang lain sehingga mereka lebih
berhati-hati dan menjaga perilakunya.
50
Kematangan emosi merupakan hal yang urgen yang harus ada pada diri siswa.
Siswa yang dapat mengenali dan mengelola emosinya dengan baik maka ia juga akan
mudah membina hubungan dengan orang lain dan mengenali emosi orang lain dengan
baik pula. Jika kematangan emosi ini terus dipupuk dalam diri siswa maka siswa akan
merasa nyaman dengan lingkungannya, yang selanjutnya ia akan termotivasi dalam
belajarnya.
Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa seseorang telah mencapai kematangan
emosi apabila dirinya dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu
berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Dalam hal ini, dengan
kematangan emosi diharapkan siswa akan dapat berpikir secara baik, termasuk dalam
hal belajarnya. Apabila dalam belajar siswa dapat berpikiran secara baik tidak
menutup kemungkinan motivasi belajarnya pun akan tinggi.
Motivasi dalam belajar merupakan keseluruhan daya penggerak baik dari
dalam diri maupun dari luar diri, untuk memotivasi diri saat belajar keadaan emosi
sangat mempengaruhi dorongan untuk belajar, hal ini karena emosi merupakan
ekspresi seseorang yang terlihat dari tingkah laku yang ditampilkan dimana
kesemuanya mengambarkan keadaannya jiwa, jadi siswa yang matang secara emosi,
tentu dapat mengontrol emosinya untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang
dapat mendorong dalam kegiatan belajar. Dengan demikian, motivasi dapat
dipengaruhi keadaan emosi seseorang.
Sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah dari
lingkungan keluarga, peran keluarga dapat memacu motivasi belajar. Keluarga
51
merupakan tempat pertama kali seorang anak belajar. Selama hidupnya, seorang anak
membutuhkan kedekatan dan hubungan yang hangat dengan orang tua mereka.
Kedekatan itu akan mempengaruhi timbulnya rasa percaya diri dan mendorong anak
untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor
keluarga dimana keluarga membawa pengaruh utama terhadap motivasi belajar
seorang anak.
Lingkungan keluarga yang harmonis terjadi jika keluarga sudah dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, bila dalam keluarga terdapat masalah-
masalah yang menjadikan hilangnya kepercayaan satu sama lain, hilang rasa saling
menghormati, hilang rasa saling cinta, maka itu dapat dikatakan sebagai keluarga
yang tidak harmonis yang dapat menimbulkan dampak negatif pada anak. Oleh sebab
itu, suasana keluarga yang harmonis harus selalu diciptakan dalam kehidupan sehari-
hari. Apabila keluarga itu harmonis, sudah barang tentu kehidupan dalam keluarga itu
akan selaras, serasi, dan seimbang.
Keluarga yang mampu memberikan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari
memiliki peranan penting dalam keberhasilan seorang anak dalam belajar. Rasa aman
itu akan membuat seorang anak terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa
aman merupakan salah satu pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk
belajar. Penelitian Rahayu (2013: 195) “lingkungan keluarga yang harmonis,
kondusif, bahagia, menyenangkan dapat memotivasi anak untuk belajar dan
menimbulkan dorongan berprestasi pada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa”.
52
Menurut Hurlock (1998: 170) menyatakan bahwa “hubungan keluarga yang
sehat dan bahagia menimbulkan dorongan berprestasi, sedangkan hubungan yang
tidak sehat dan tidak bahagia menimbulkan ketegangan emosional yang biasanya
memberi efek yang buruk pada kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan
berprestasi”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
lingkungan keluarga yang harmonis, kondusif, bahagia, menyenangkan dapat
memotivasi anak untuk belajar dan menimbulkan dorongan berprestasi pada siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Terkait dengan motivasi belajar siswa, keadaan emosi siswa sangat
mempengaruhi dorongan untuk belajar. Siswa yang matang secara emosi, tentu dapat
mengontrol emosinya untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang dapat
mendorong dalam kegiatan belajar. Selain itu, lingkungan keluarga yang harmonis
akan memotivasi siswa untuk belajar dan menimbulkan dorongan berprestasi.
Kematangan emosi dan keharmonisan keluarga sangat penting peranannya dalam
pembentukan motivasi belajar. Berikut ini akan disajikan bagan yang
menghubungkan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan
motivasi belajar.
53
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan” (Sugiyono, 2012: 96).
Bertolak dari kerangka berpikir yang berdasarkan pada deskripsi teoritik,
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian:
Tinggi:
Dorongan
belajar
kuat
Rendah:
Dorongan
belajar
lemah
Keharmonisan
Keluarga
Kematangan
Emosi
1. Dapat menerima diri sendiri
dan orang lain apa adanya
2. Mampu mengontrol dan
mengarahkan emosi
3. Mampu menyikapi masalah
secara positif
4. Tidak mudah frustasi terhadap
permasalahan yang muncul
5. Kemandirian
6. Kemampuan adaptasi
1. Tercipta kehidupan beragama
dalam keluarga
2. Hubungan yang harmonis
antar anggota keluarga dan
masyarakat
3. Cukup sandang, pangan, papan
dan pendidikan
4. Pola komunikasi yang baik
5. Saling menghargai antar
sesama anggota keluarga
Motivasi
Belajar
Faktor
Intrinsik:
- Sikap
- kebiasaan
- minat
- kebutuhan.
Faktor
Ekstrinsik:
-Lingkungan
-Hadiah
-Hukuman
-Nilai
-dll
54
1. Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Semakin tinggi
tingkat kematangan emosi akan semakin tinggi motivasi belajar siswa.
2. Ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Semakin tinggi
tingkat keharmonisan keluarga akan semakin tinggi motivasi belajar siswa.
3. Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan
keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri.
117
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan antara kematangan
emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP
ISS Jatipurno Wonogiri dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1 Motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri termasuk
dalam kategori baik dengan persentase 68%. Hal ini dapat dilihat dari adanya
ciri-ciri tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, senang bekerja
mandiri, senang mencari dan memecahkan soal-soal, adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, berpendirian kuat dan memiliki tujuan jangka
panjang, dan adanya kegiatan yang menarik dalam belajar (variasi dalam
aktivitas belajar).
5.1.2 Kematangan emosi siswa kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri termasuk
dalam kategori baik dengan persentase 70%. Hal ini dapat dilihat dari adanya
ciri-ciri dapat menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, mampu
mengontrol dan mengarahkan emosi, mampu menyikapi masalah secara
positif, tidak mudah frustasi terhadap permasalahan yang muncul,
kemandirian, dan kemampuan adaptasi.
118
5.1.3 Keharmonisan keluarga siswa kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri
termasuk dalam kategori baik dengan persentase 72%. Hal ini dapat dilihat
dari adanya ciri-ciri tercipta kehidupan beragama dalam keluarga, hubungan
yang harmonis antar anggota keluarga dan masyarakat, cukup sandang,
pangan, papan, dan pendidikan, pola komunikasi yang baik, dan saling
menghargai antar sesama anggota keluarga.
5.1.4 Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri diperoleh hasil t
hitung = 2,215 dengan nilai sig = 0,029 < 0,05. Setiap peningkatan 1 skor
kematangan emosi akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,264.
5.1.5 Ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi
belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri diperoleh hasil t
hitung = 2,034 dengan nilai sig = 0,044 < 0,05. Setiap peningkatan 1 skor
keharmonisan keluarga akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,241.
5.1.6 Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan
keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno
Wonogiri diperoleh nilai F hitung = 3,719 dengan sig = 0,027 < 0,05. Setiap
peningkatan 1 skor kematangan emosi akan meningkatkan motivasi belajar
sebesar 0,219 dan setiap peningkatan 1 skor keharmonisan keluarga akan
meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,190.
119
5.2 Saran
Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas
VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
5.2.1 Bagi guru Bimbingan dan Konseling, diharapkan memberikan layanan
Bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan kematangan emosi,
keharmonisan keluarga dan motivasi belajar. Selain itu, guru Bimbingan dan
Konseling supaya lebih meningkatkan komunikasi dengan orang tua siswa,
agar orang tua bisa lebih berperan dalam meningkatkan motivasi belajar
anaknya.
5.2.2 Bagi siswa hendaklah selalu meningkatkan motivasi belajar demi tercapainya
prestasi belajar.
5.2.3 Peneliti hanya mengukur variabel kematangan emosi dan keharmonisan
keluarga. Untuk itu, diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat meneliti
tentang variabel-variabel lain yang berhubungan dengan motivasi belajar yang
belum diteliti dalam penelitian ini.
120
DAFTAR PUSTAKA
Adrian. 2010. Psikologi Keluarga. Artikel Psikologi Keluarga.
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2014. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
-----. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asy’ari, dkk. 2014. Konsep Diri Kecerdasan Emosi dan Motivasi Belajar Siswa.
Jurnal Psikologi Indonesia, 1(3): 83-89.
Azwar, Saifuddin. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-----. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni.2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Basleman, Anisah dan Syamsu Mappa. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Cahyono, Edydkk. 2014. Buku Panduan Penulisan Proposal, Tugas Akhir, Skripsi, dan Artikel Ilmiah FMIPA UNNES Tahun 2014. Semarang: UNNES
PRESS.
Chaplin, J. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
Desiverlina, Buyung. 2015. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan
Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah SMK Kesehatan
Samarinda. Jurnal Psikologi, 1(1): 156-168.
121
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Fatimah, Listriana. 2010. Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar (Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang).Tesis. Surakarta: Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan ProgramSPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Goleman, Daniel. 2004. Kecerdasan Emosional. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: ANDI.
Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. BumiAksara.
----. 2014. Psikologi Belajar & Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu pendekatanSepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.
Nugrahanto, Muhammad Aries. 2011. Hubunga nantara Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV dan V Madrasah Ibtidaiyah Kadirejo 01 Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Salatiga: Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAIN
Salatiga.
Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Kualitas Keluarga, BAB II, Pasal 4, Ayat 1. Tersedia di
https://www.google.co.id/search?q=g&oq=g&aqs=chrome.1.69i60j69i59j69
i60l3j69i59.1806j0j1&sourceid=chrome&ie=UTF8#q=peraturan+pemerinta
h+nomer+21+tahun+1994.
Prihatiningsih, Puji dan Nurzainun. 2006. Lingkungan Keluarga Harmonis Sejahtera
Menuju Keluarga Berkualitas 2015. Jurnal Lingkungan Keluarga. Edisi
Kedua Tahun III. http://www.bkkbn.go.id/webs/detailprogram,php?
Diunduh pada tanggal 20 Februari 2016.
122
Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan Konseling Keluarga. Yogyakarta: Menara
Mas Offset.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahayu.2013. Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dan Motivasi Belajar Siswa.Jurnal Ilmiah Konseling, 1(2): 191-196.
Riyadi, Agus. 2013. Bimbingan Konseling Perkawinan Dakwah dalam Membentuk Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sardiman, AM. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Setiono, Kusdwiratri. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung: P.T. ALUMNI.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: RINEKA
CIPTA.
Solita, Lusiana, dkk. 2012. Hubungan antara Kemandirian Emosi dengan Motivasi
Belajar. Jurnal Ilmiah Konseling, 1(1): 1-9.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Suprijono, Agus. 2012. Cooperatif Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.
Sutoyo, Anwar. 2012. Pemahaman Individu Observasi, Checklist, Interviu, Kuesioner, Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
-----. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
123
Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi & Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : ANDI
Yogyakarta.
Washfi, Muh. 2005. Mencapai Keluarga Barokah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Widoyoko, Eko Putro. 2015. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.