HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN VOLUME … · badan karena asupan diet yang tidak adekuat...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN VOLUME … · badan karena asupan diet yang tidak adekuat...
1
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN VOLUME
EKSPIRASI PAKSA DETIK 1 (VEP1) / KAPASITAS VITAL
PAKSA (KVP) PADA PASIEN PPOK STABIL DERAJAT
III DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU
MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Umum Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
REISWANDHIKA INTAN PERMATASARI
NIM : J 500 120 070
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
2
ii
3
iii
4
iv
1
Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
(VEP1) / Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada Pasien PPOK Stabil Derajat
III di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta
Reiswandhika Intan Permatasari, Niwan Tristanto, Budi Hernawan
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Penggolongan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dilihat dari nilai %
Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 (%VEP1) atau VEP1 Prediksi dan Volume
Ekspirasi Paksa Detik 1/ Kapasitas Vital Paksa (VEP1/KVP). Penurunan berat
badan karena asupan diet yang tidak adekuat berkorelasi dengan buruknya
prognosis PPOK. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah cara paling sederhana untuk
memantau status gizi seseorang. Penurunan IMT akan berpengaruh terhadap kerja
muskulus otot pernafasan sehingga menyebabkan nilai VEP1/KVP mengalami
penurunan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan
VEP1/KVP pada pasien PPOK stabil derajat III. Metode penelitian adalah
observasional analitik cross sectional. Penelitian dilakukan pada Bulan Februari
2016 di BBKPM Surakarta. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling.
Analisa data menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian mayoritas Indeks Massa Tubuh pada penelitian ini adalah 18.85
dan VEP1/KVP adalah 60.77. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai p = -0.195
dengan spearman correlation 0.373. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dan
volume ekspirasi paksa detik 1 (VEP1) / kapasitas vital paksa (KVP) di pada
pasien PPOK stabil derajat III di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Surakarta.
Kata Kunci : PPOK stabil Derajat III, Indeks Massa Tubuh, Nilai VEP1/KVP
2
The Correlations between Body Mass Index and Forced Expiratory Volume
in 1 second (FEV1) / Forced Vital Capacity (FVC) in Patients with Stable
COPD Grade III at The Center for Lung Health Community of Surakarta
Reiswandhika Intan Permatasari, Niwan Tristanto M, Budi Hernawan
Faculty of Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
The classification of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) can be seen
from the % forced ekspiratory volume in 1 second (%FEV1) or FEV1 predictions
and forced ekspiratory volume in 1 second (FEV1) / forced vital capacity (FVC).
Weight loss due to inadequate dietary intake correlated with poor prognosis of
COPD. Body Mass Index (BMI) is the simplest way to monitor the nutritional
status of a person. BMI decline will affect the muscular work of respiratory
muscles, causing the value of FEV1/FVC decrease. The purpose for this study is
To determine the correlations between BMI and FEV1/FVC in patients stable
COPD grade III. Methods of analytic cross sectional observational study.
Research conducted in February 2016 at The Center for Lung Health Community
of Surakarta. The sample was taken by purposive sampling technique. Data
analysis using SPSS 17.0 program with Spearman Correlations test. The Results is
the majority of BMI in this study is 18.85 and FEV1/FVC is 60.77 The statistical
analysis showed the p value = -0.195 With spearman correlations = 0.373. the
Conclusion is there is no significant correlations between BMI and FEV1/FVC in
patients with stable COPD grade III at the The Center for Lung Health
Community of Surakarta.
Keywords : Stable COPD Grade III, BMI, FEV1/FVC
3
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang
ditandai dengan hambatan aliran udara napas dari paru yang persisten (WHO,
2012). Di dunia, Asma dan PPOK merupakan penyebab kematian 10.7% dari Non
Communible Disease (WHO,2014). Di Amerika, PPOK penyebab kematian
keempat yang mengenai lebih dari 10 juta orang. Akan diperkirakan naik dari
urutan keenam menjadi urutan ketiga dari penyebab kematian terbanyak dunia
tahun 2020 (Reilly dan Silverrman, 2012). Jumlah penderita PPOK sedang hingga
berat di Asia pada tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalensi 6,3%.
Di Indonesia diperkirakan ada 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6% (PDPI,
2011). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Provinsi Jawa
Tengah khususnya di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Surakarta, didapatkan jumlah penderita PPOK tahun 2014 adalah 3.743 pasien
dan pada bulan Januari hingga Maret 2015 sebanyak 958 pasien.
PPOK derajat III merupakan PPOK dengan hasil pengukuran spirometri
VEP1 <30% atau < 50% prediksi atau VEP1/KVP < 70%. PPOK derajat III ini
merupakan PPOK berat yang ditandai dengan sesak nafas lebih berat pada skala
sesak derajat 3 dan 4 yaitu sesak timbul ketika berjalan 100 meter atau bila mandi
dan berpakaian (PDPI,2011).
Malnutrisi mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur, elastisitas, dan
fungsi paru; kekuatan dan ketahanan otot pernafasan; mekanisme pertahanan
imunitas paru; dan pengaturan nafas (Fatisari,2013). Kondisi malnutrisi akan
menambah mortalitas PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan faal
paru dan perubahan analisis gas darah (PDPI,2011 dan Fajrin,2015).Penurunan
berat badan karena asupan diet yang tidak adekuat berkorelasi secara bermakna
dengan buruknya prognosis PPOK (Fatisari,2013). Hubungan yang penting antara
nutrisi dan fungsi paru melalui efek katabolisme yaitu dengan melihat status gizi.
Jika asupan kalori berkurang, tubuh akan memecah protein pada otot termasuk
otot pernapasan (Fajrin,2015). Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah cara yang
paling sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa dan berkaitan dengan
kekurangan maupun kelebihan berat badan (Ristianingrum,2010).
4
Hasil penelitian di India menunjukkan adanya korelasi yang baik pada
hubungan antara IMT dan VEP1/KVP (r = 0,648, p = 0,003) (Gupta et al, 2010).
Hasil penelitian di Purwokerto Jawa Tengah menunjukkan hubungan antara
indeks massa tubuh dengan kapasitasi vital (KV), volume cadangan inspirasi
(VCI), kapasitas inspirasi (KI), kapasitas vital paksa (KVP) serta volume ekspirasi
paksa dalam 1 detik (VEP1) memberikan hasil yang bermakna (Fajrin, 2015).
Pada penelitian yang dilakukan di Kota Ungaran Kabupaten Semarang dinyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi yang diukur dengan
IMT dengan KVP (Trisnawati,2007). Dalam penelitian yang dilakukan Helala
tahun 2014 didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dan
nilai VEP1/KVP pada pasien PPOK (Helala et al,2014).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji apakah
terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dan nilai VEP1/KVP pada pasien
PPOK stabil derajat III di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara indeks
massa tubuh dan nilai volume ekspirasi paksa detik 1 (VEP1)/ kapasitas vital
paksa (KVP) pada pasien PPOK stabil derajat III dib alai Besar kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik observasional non-
eksperimental dengan pendekatan Cross-sectional. Penelitian ini dilakukan Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta pada bulan Februari 2016.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien PPOK Stabil Derajat III Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta dengan teknik puposive
sampling dan sampel diambil sesuai dengan criteria restrisksi. Penelitian ini
menggunakan penelitian analisis korelatif. Besar sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini minimal adalah 21,2 dibulatkan menjadi 22. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah Indeks Massa Tubuh. Variabel terikat pada penelitian ini
adalah Nilai Volume Ekspirasi Paksa detik 1 (VEP1) / Kapasitas Vital Paksa
5
(KVP) pasien PPOK stabil derajat III. Variabel Perancu : Aktivitas fisik., Nutrisi,
Kondisi lingkungan. Data dianalisis menggunakan program SPSS 17.0. Diperiksa
terlebih dahulu syarat uji yaitu distribusi data harus normal dengan menggunakan
Uji Normalitas. Dan didapatkan data tidak normal, maka diupayakan
menggunakan transformasi agar data terdistribusi normal. Data masih tidak
normal, maka digunakan uji korelasi Spearman.
HASIL
a. Tabel Karateristik Responden
Tabel 3.1 Karateristik Responden
Karakteristik Batas n (%) Mean ± SD
Usia (tahun)
41-50 4 (17.4%)
51-60 4 (17.4%)
61-70 8 (34.7%) 64.26 ± 11.92
71-80 6 (26.2%)
81-90 1 ( 4.3% )
IMT (kg/m2)
<18.5 9 ( 38.7%) 18.85 ± 2.55
18.5-24.99 14 (60.3%)
Nilai VEP1 prediksi
(%)
30-40 13 (56.5%) 38.39 ± 5.86
40-50 10 (43.5%)
Nilai VEP1/KVP
(%)
40-50 2 ( 8.7% )
50-60 6 ( 26.2% ) 60.77 ± 6.78
60-70 15 (65.1%)
b. Uji Hipotesis
Tabel 3.2 Correlation
Spearman Correlation Sig. (2-tailed) N
IMT
-.195 .373 23
VEP1/KVP
6
PEMBAHASAN
Tabel 3.1 menunjukkan mayoritas umur penderita PPOK adalah 61-70
tahun. Dalam penelitian di Saudi Arabia tahun 2011 pasien yang mengalami
PPOK mayoritas berusia lebih dari 40 tahun (Ghobain, 2011). Hal yang sama
juga terdapat dalam penelitian yang dilakukan di India tahun 2015 yang
menunjukkan bahwa 44,3% penderita PPOK memiliki rentang usia antara 60-
69 tahun (Ahmad et al,2015). Hal ini dapat diakibatkan oleh kebiasaan dari
laki-laki yaitu merokok dan prevalensi perokok laki-laki lebih besar dari pada
perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Fletcher dan Peto pada tahun 1977
menyatakan bahwa penurunan fungsi paru sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
merokok. Hal ini terlihat dari terdapat peningkatan yang cukup baik dari nilai
VEP1 setelah seseorang berhenti merokok (Tantucci dan Denise, 2012 ).
Mayoritas penderita PPOK memiliki nilai VEP1 Prediksi antara 30%-40%. Hal
tersebut menunjukkan pengelompokkan derajat keparahan PPOK yang dialami
yaitu derajat III (berat) karena memiliki nilai 30 < VEP1 Prediksi < 50. Dalam
penelitian sebelumnya tahun 2012 oleh Sajal De menunjukkan bahwa 75.4%
pasien PPOK dalam stadium III atau derajat III (De,2012). Mayoritas penderita
PPOK memiliki nilai VEP1/KVP antara 40-70. Hal tersebut juga menunjukkan
derajat PPOK yang dialami yaitu pada derajat III (severe) karena memiliki nilai
VEP1/KVP <70%. Dalam penelitian Sajal De tahun 2012 menyatakan bahwa
75,4% pasien PPOK dalam stadium atau derajat III (De,2012).
Hasil analisis uji spearman pada tabel 3.3 menunjukkan bahwa antara
IMT dan VEP1/KVP memiliki nilai p sebesar 0.373. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dan VEP1/KVP pada penderita
PPOK stabil derajat III. Pada penelitian ini, hipotesis yang telah dirumuskan
oleh peneliti belum terbukti ada hubungan antara IMT dan VEP1/KVP pada
penderita PPOK stabil derajar III.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapatnya hubungan
antara IMT dan nilai VEP1/KVP pada penderita PPOK stabil derajat III.
Hubungan yang dimaksud dalam hal ini adalah jika semakin rendah nilai IMT
pada pasien PPOK semakin rendah pula nilai VEP1/KVP pasien tersebut. Hasil
7
yang didapatkan dalam penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Satriyani dkk tahun 2015 yaitu jika IMT meningkat maka nilai VEP1 dan KVP
menurun (Satriyani et al,2015). Dalam penelitian oleh Helala et al tahun 2014
juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara IMT dan nilai
VEP1/KVP pada pasien PPOK (Helala et al,2014). Dalam penelitian oleh
Vestbo J di Kopenhagen juga menunjukkan tidak adanya korelasi antara IMT
dan pasca-bronkodilator spirometri (post VEP1/KVP) yaitu keparahan
obstruksi (Vetsbo et al,1996 dan Ischaki et al,2007).
Indeks Massa Tubuh pada pasien PPOK cenderung ada yang normal
dan ada mengalami penurunan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sajal
De tahun 2015. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cochrane & Afolabi tahun
2005 PPOK berhubungan dengan riwayat merokok yang dikaitkan dalam
inflamasi sistemik.
Pada peningkatan usia juga ditemukan sistem kardiorespirasi
mengalami penurunan daya tahan serta penurunan fungsi. Yaitu terjadinya
perubahan pada dinding dada yang menyebabkan compliance dinding dada
berkurang dan terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya
kelenjar mukus dan penebalan pada mukosa bronkus. Sehingga terjadi
peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru seperti kapasitas
vital paksa/ Force Vital Capacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik
pertama/ Force Expiration Volume 1 (FEV1). Hal inilah yang kemungkinan
merupakan tidak adanya hubungan antara penurunan IMT dan penurunan nilai
VEP1/KVP pada pasien PPOK stabil (Fajrin,2015).
Nilai VEP1/KVP yang menurun juga berhubungan dengan lamanya
seseorang tersebut menderita PPOK sehingga derajat PPOK yang diderita
sudah masuk derajat yang lebih berat. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fajrin tahun 2015 menyatakan bahwa berdasarkan fungsi paru, penderita
PPOK stabil derajat keparahan PPOK yang terbanyak adalah penurunan fungsi
paru tingkat berat yaitu 21 orang (48,8%) (Fajrin,2015). Dalam penelitian Siraj
Ahmad et al tahun 2015 juga menunjukkan dari 115 orang dengan PPOK,
keadaan sesak berhubungan signifikan dengan keparahan dan lamanya
8
menderita PPOK. Keadaan sesak inilah yang menunjukkan berkurangnya
kapasitas vital dari paru-paru (Ahmad et al,2015).
Hambatan aliran udara saat ekspirasi sebagian besar irreversible
merupakan tanda fisiologis utama PPOK. Hambatan tersebut terutama pada
saluran napas konduksi kecil dengan diameter < 2mm akibat adanya airway
remodeling yaitu fibrosis dan penyempitan. Perluasan inflamasi, fibrosis, dan
eksudat di lumen saluran napas kecil berhubungan dengan penurunan rasio
VEP1/KVP (GOLD,2014).
Pasien PPOK cenderung mengalami malnutrisi dikarenakan
meningkatnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia menyebabkan hipermetabolisme, sehingga
sering mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan studi populasi, antara
19- 60% dari pasien PPOK diklasifikasikan kurang gizi. Status gizi yang jelek
dapat menurunkan kualitas hidup pada pasien PPOK, namun hal ini belum
dapat dijelaskan sepenuhnya (Ariyani,2011). Tidak terjadinya penurunan nafsu
makan mungkin menjadi penyebab berat badan penderita PPOK tetap sehingga
banyak didapatkan IMT yang normal (Fajrin,2015).
Dalam penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional sehingga
peneliti percaya penelitian longitudinal sangat diperlukan untuk mengetahui
adakah hubungan antara IMT dan nilai Volume Ekspirasi Paksa detik 1/
Kapasitas Vital Paksa (VEP1/KVP) pada pasien PPOK stabil derajat III.
Kelebihan dari penelitian ini terdapat pada variabel yang diteliti.
Penelitian lebih spesifik untuk mengetahui hubungan antara IMT dan nilai
VEP1/KVP pada penderita PPOK stabil derajat III, sedangkan penelitian
sebelumnya dilakukan hanya untuk mengetahui hubungan antara IMT dan nilai
spirometri pada semua derajat PPOK. Penelitian ini juga untuk mengetahui
lebih spesifik hubungan IMT dengan nilai VEP1/KVP pada penderita PPOK
stabil derajat III, sedangkan penelitian sebelumnya untuk mengetahui
hubungan antara IMT dan nilai spirometri satu per satu yaitu Kapasitas Vital,
Kapasitas Vital Paksa, dan Volume Ekspirasi Paksa.
9
Kelemahan dari penelitian ini terletak pada variabel perancu yang tidak
dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dalam pengambilan data
yaitu menggunakan rekam medik. Penelitian dengan menggunakan data rekam
medik memiliki salah satu kelemahan yaitu peneliti tidak dapat menerapkan
cara pengukuran IMT dan VEP1/KVP yang sesuai dengan prosedur. Pada bab
sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat
mempengaruhi nilai IMT dan VEP1/KVP di antaranya usia, jenis kelamin,
aktivitas fisik, kondisi lingkungan dan asupan nutrisi.
Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara IMT dan nilai
VEP1.KVP pada pasien PPOK stabil derajat III dikarenakan sampel yang
didapatkan mayoritas pasien masih memiliki IMT yang normal, kemudian jika
melihat dari mayoritas nilai VEP1/KVP yang mayoritas masih dalam batas
60%-70% maka kemungkinan pasien masih mengalami PPOK derajat III
dalam jangka waktu yang belum lama. Dan kemungkinan IMT bukan
merupakan faktor yang dominan yang berhubungan dengan penurunan nilai
VEP1/KVP pada pasien PPOK stabil derajat III. Faktor luar seperti aktivitas
fisik, kondisi lingkungan, asupan nutrisi, dan genetik bisa menjadi faktor
dominan yang berpengaruh pada keparahan penyakit PPOK dan penurunan
nilai VEP1/KVP.
Pada penelitian ini juga peneliti tidak dapat mengendalikan variabel
perancu. Variabel perancu yang dikendalikan adalah usia, sedangkan variabel
perancu lain tidak dikendalikan. Variabel perancu lain seperti aktivitas fisik,
kondisi lingkungan dan asupan nutrisi yang mempengaruhi PPOK tidak dapat
dikendalikan langsung oleh peneliti. Peneliti tidak mengendalikan variabel
perancu lain disebabkan oleh keterbatasan data yang digunakan yaitu data
sekunder. Hal ini mengakibatkan peneliti tidak dapat mengukur seberapa besar
aktivitas fisik yang dilakukan, lingkungan tempat tinggal, lamanya menderita
PPOK serta asupan nutrisi dari penderita tersebut. Peneliti juga tidak dapat
mengukur sendiri variabel yang diteliti seperti mengukur IMT melalui pengukuran
10
berat badan dan tinggi pasien dan mengukur tes fungsi paru untuk mengendalikan
nilai VEP1/KVP menggunakan alat tes fungsi paru yaitu spirometri.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas dapat ditarik simpulan yaitu tidak terdapat
hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan nilai Volume Ekspirasi Paksa
Detik 1 (VEP1) / Kapasitas Vital Paksa (KVP) pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) stabil derajat III di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
SARAN
Dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat longitudinal dengan
mengendalikan variabel perancu. Bagi institusi dapat dilakukan pengawasan gizi
dan terapi yang efektif dan merujuk untuk selalu melakukan konseling gizi pada
pasien PPOK. Dilakukan penanggulangan peningkatan derajat penyakit PPOK
dengan melakukan aktivitas ringan pada pasien PPOK. Dilakukan fisioterapi
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya dalam penyusunan naskah publikasi ini. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Dr.dr.EM Sutrisna, M.Kes, selaku penguji, dr. Niwan
Tristanto, Sp.P. selaku pembimbing utama , dr. budi Hernawan selaku
pembimbing pendamping dalam penelitian ini yang senantiasa membimbing,
mengarahkan, dan selalu mendukung dalam mengerjakan penelitian. Dan kepada
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis
mengucapankan terimakasih yang sebesar-besarnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Maqusood, M., Farooq, U., 2015. Assessment of dyspnoea and fatigue
among COPD patients attending a tertiary care hospital in North India.
International Journal of Advanced Research Volume 3 Issue 6 1436-1443.
Ahmed, T., Haboubi, N., 2010. Assessment and Management of Nutrition in
Older People and its importance to health, Clinical Interventions in Aging.
5:207-216
Ariyani, D.R. 2011. Hubungan Antara Status Gizi dan Pola Makan dengan Fungsi
Paru Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Cochrane, G. P., Afolabi, O.A. 2004. Investigation Into Nutritional Status Dietary
Intake and Smoking Habits of Patients With Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. J Hum Nutr Diet P: 3-11.
De, S. 2012. Body Mass Index among Patient with Chronic Obstructive
Pulmonary Diseases. Indian Journal of Physiology and Pharmacology.
Fajrin, O. 2015.Gambaran Status Gizi dan Fungsi Paru Pada Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Stabil di Poli Paru RSUD Arifin Achmad. Jom FK
Volume 2 No. 2
Fatisari, M. 2013. Nutrition Therapy in Elderly with Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Sains Medika. Volume 5 No 1. 50-61
Ghobain, A.M. 2010. Prevalence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
among Smokers Attending Primary Healthcare Clinics in Saudi Arabia,
King Abdulaziz University. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed/21403413
GOLD 2014. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. 1-
72
Gupta, B., Surya, K., Rachna, M., Sanjay, V., 2010. Nutritional Status of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease Patients Admitted in Hospital With
Acute Exacerbation. 68-74
Helala, L., Wagih, K., Monem, M.A.E. 2014. Study the Relation between
12
Body Mass Index, Waist Circumference and Spirometry in COPD
Patients. Egyption Journal of Chest Diseases and Tuberculosis.
Ischaki, E., Papatheodorou, G., Gaki, E., Papa, L., Koulouris, N., Loukides,
S.2007. Body Mass and Fat-Free Mass Indices in COPD. American
College of Chest Physicians (Chest Journal).
Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatis di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Press
Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta.
PDPI ( Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ). 2011. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.
PDPI : Jakarta
Ristianingrum, I., Indah, R., Lantip, R. 2010. Hubungan Antara Indeks Massa
Tubuh ( IMT ) dengan Tes Fungsi Paru. Mandala of Health. Volume 4
Nomor 2.
Reilly, J.J., Silverman, E.K., Harrison’s Online Chapter 260 Chronic Obstructive
Pulmonary Disease : Introduction, In Harrison’s TM
Principles of Internal
Medicine 18th
ed., Editors : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,
Hauser SL, Loscalzo J., The McGraw-Hill Companies, Inc., USA. 2012
Sastroasmoro, S., Sofyan, I., 2011. Dasar - dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto
Satriyani, Pandelaki, K., Wongkar, M.C.P. 2015. Hubungan Obesitas dengan Faal
Paru Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas San Ratulangi
Manado. Jurnal e-Clinic (eCi) Volume 3 Nomor 1.
Sopiyudin, D. M. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Tantucci C, dan Denise M. 2012. Lung function decline in COPD. International
Journal of COPD. 7: 95–99
Trisnawati, H. 2007. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital
13
Paru Tukang Ojek di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang Bulan
Maret. Skripsi.Jurusan Kesehatan Masyarakat. UniversitasNegeri
Semarang. 67 hal. ( Telahdipublikasikan ).
Vestbo,J.,Prescott,E.,Lange,P.1996.Association of Chronic Mucus Hypersecretion
with FEV1 Decline and Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Morbidity. Copenhagen City Heart Study Group. Am J Respir Crit Care
Med 1996; 153: 1530–1535.
WHO. 2012. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), Fact Sheet No
315, November http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/,
dikutip tgl 1 September 2015
WHO Expert Consultation. 2004. Appropiate Body Mass - Index for Asian
Populations and Its Implication for Policy and Intervention Strategies.