Hiv Perwatan
-
Upload
julidia-tambunan -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
description
Transcript of Hiv Perwatan
H. Triyo Rachmadi, S.Kep. Assalamu'alaikum.Wr.Wb. Selamat Datang...... Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Saya Ini. (http://triyo-rachmadi-skep.blogspot.com)
Beranda Profil
Kamis, 25 Agustus 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV POSITIF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV POSITIF
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
AIDS merupakan singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah
sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retro virus dan disebut HIV 1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut
HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela, lamanya 4 minggu sampai dengan 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala
b. Fase infeksi HIV primer akut, lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu likes illness.
c. Infeksi asymptomatic, lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simptomatik, diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat di malam
hari, beat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati dan lesi
mulut.
e. AIDS, lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunistik berat dan tumor pada berbagai system tubuh dan
manifestasi neurologis. AIDS dapat menyerang semua golongan umur termasuk bayi,
pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah lelaki
homoseksual atau biseks, orang yang ketagihan obat intravena, partner seks dari
penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (tranfusi).
3. Patofisioogi
Setelah terinfeksi HIV, 50 – 70 % penderita akan mengalami gejala yang
disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada
umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di
badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat
disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan hilang dalam beberapa
minggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian tes serologi baru akan positif karena
telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window periode dimana
penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil test HIV-nya masih
negatif. Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa
gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe.
Masa ini berlangsung cukup panjang yaitu 5-10 tahun. Setelah masa ini pasien akan
masuk ke fase full blown AIDS.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes untuk diagnose infeksi HIV:
1. ELISA
2. Western Blot
3. P24 antigen test
4. Kultur HIV
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun
1. Hematokrit
2. LED
3. CD4/ CD limfosit
4. Serum mikroglobulin
5. Hemoglobulin
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor resiko yang potensial
termasuk praktik seksual yang beresiko dan penggunaan obat-obat intravena. Status
fisik dan psikologis pasien harus dinilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi
sistem imun perlu digali dengan seksama.
Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali factor-
faktor yang dapat mengganggu asupan otak seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri
oral atau kesulitan menelan. Disamping itu, kemampuan pasien untuk membeli dan
mempersiapkan makanan harus dinilai. Pertimbangan berat badan, pengukuran
antopometrik, pemeriksaan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen), protein serum,
albumin dan transparerin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif.
Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-
tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala
kemerahan, ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan
kandidiasis. Daerah perianal harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi
pada pasien dengan diare profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk
mengidentifikasi mikroorganisme yang infeksius.
Status respiratorius dimulai dengan pemantauan pasien untuk mendeteksi
gejala batuk, produksi sputum, napasyang pendek dan orthopnea, tachipnea dan nyeri
dada. Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi
paru yang lain mencakup hasil foto rontgen thoraks, hasil pemeriksaan gas arah arteri
dan hasil tes faal paru.
Status neurologis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien,
orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu serta ingatan yang hilang. Pasien juga
dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa
dan parestesia pada ekstremitas)serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan,
paresis atau paralysis) dan serangan kejang.
Status cairan dan elekrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane
mukosa untuk menentukan turgor dan kekeringan. Peningkatan rasa haus, penurunan
haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10
dan 15 mmHg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketika pasien duduk,
denyut nadi yang lemah serta cepat dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih,
menunjukkan dehidrasi. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti
penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum
secara khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk
menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit, tanda-tanda ini mencakup penurunan
status mental, kedutan otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus dan
pernapasan yang dangkal.
Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan
penyakit harus dievaluasi. Disamping itu tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat
perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS merupakan
informasi penting yang harus digali. Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu
dengan yang lainnya dan dapat mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu,
menarik diri dari pergaulan social dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien
menghadapi sakitnya dan riwayat stress utama yang pernah dialami sebelumnya
kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan
dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubunan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi nonoportunistik yang dapat ditransmisikan.
c. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
d. Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari system
pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.
e. Berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta
perannya dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan
f. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan
perawatan mandiri.
3. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan I:
Tujuan dan kriteria hasil: pasien akan bebas infeksi oportunistik dan
komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab.tidak ada
infeksi oportunistik, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
Intervensi:
- Monitor tanda-tanda infeksi baru
- Gunakan tekhnik aseptic pada setiap tindakan invasive. Cuci tangan sebelum
memberikan tindakan.
- Anjurkan pasien metode mencegah terpapar terhadap lingkungan yang pathogen.
- Kumpulkan specimen untuk test lab. Sesuai order.
- Atur pemberian antiinfeksi sesuai order.
Untuk pengobatan dini:
- Mencegah pasien terpapar oleh kuman pathogen yang diperoleh di rumah sakit
- Mencegah bertambahnya infeksi
- Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan
- Mempertahankan kadar darah yang terapetik
b. Diagnosa Keperawatan 2:
Tujuan dan kriteria hasil:
Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions dengan criteria kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV,
tidak terinfeksi pathogen lain seperti TBC.
Intervensi:
- Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan
kuman pathogen lainnya.
- Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bila merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.
- Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasi ini
- Mencegah transmisi infeksi HIV ke orang lain
c. Diagnosa Keperawatan 3:
Tujuan dan kriteria hasil:
Keluarga atau orang penting lain mempertahankan support system dan adaptasi
terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga
berinteraksi dengan cara yang konstruktif.
Intervensi:
- Kaji koping keluarga terhadap sakit pasien dan perawatannya
- Biarkan keluarga mengungkapkan perasaan secara verbal.
- Ajarkan kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.
Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas.
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.
d. Diagnosa Keperawatan 4:
Intervensi:
- Lakukan penilaian tingkat interaksi sosial pasien
- Lakukan tindakan pengendalian infeksi di rumah sakit atau di rumah untuk
memberikan kontribusi atas emosi pasien.
- Perawat harus memahami dan menerima penderita HIV dan keluarga serta
pasangan seksualnya.
- Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat
membantu pasien agar tidak terhindar kontak sosial.
- Pendidikan bagi dokter, perawat akan mengurangi factor-faktor yang turut
membuat pasien merasa terisolasi.
Evaluasi:
Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan sosial.
e. Diagnosa keperawatan 5:
- Bantu pasien mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perasaannya.
- Motivasi pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga serta sahabatnya
dan memanfaatan kelompok-kelompok pendukung AIDS local maupun
nasional serta saluran telepon hotline.
Evaluasi:
Melewati proses kesedihan/ duka cita
f. Diagnosa keperawatan 6:
- Beritahukan kepada keluarga dan sahabat-sahabat pasien tentang cara-cara
penularan AIDS. Bicarakan masalah ketakutan dan kesalahpahaman dengan
seksama.
- Sampaikan tindakan penjagaan yang diperlukan untuk mencegah penularan virus
HIV termasuk penggunaan kondom selama melakukan hubungan seksual.
Evaluasi:
Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.
Pengkajian
Biodata :
Nama : Tn. W
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kebumen
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VCT RSUD Kebumen pada tanggal 11 Januari 2010 dengan keluhan sering
merasa lemas dan cepat lelah, pasien sudah berulang kali berobat ke tenaga kesehatan dan
pelayanan kesehatan tetapi belum sembuh. Atas saran dari perawat di Puskesmas setempat
pasien dianjurkan memeriksakan diri di Klinik VCT RSUD Kebumen. Di klinik VCT, pasien
diperiksa laboratorium darahnya dan hasilnya HIV positif. Pasien merasa cemas dan bingung.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita sakit yang berat dan pasien belum pernah menderita sakit
yang tidak kunjung sembuh seperti sekarang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien belum perrnah menderita sakit yang berat sampai opname di Rumah
Sakit.
Status Nutrisi
Pasien tidak pernah melakukan pengaturan diet pada makanan sehari-harinya, pasien akhir-
akhir ini merasa mual tetapi tidak mengganggu kebiasaan makannya sehari-hari.
Status Kulit dan membrane Mukosa
Tidak ada tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi pada tubuhnya. Rongga mulut tidak ada
kelainan. Daerah perianal tidak ada kelainan.
Status respiratorius
Pasien tidak mengeluh batuk, sesak napas dan nyeri dada. Pada pemeriksaan napas paru dan
jantung tidak ada kelainan.
Status neurologis
Kesadaran pasien compos mentis, orientasi terhadap orang, waktu dan tempat baik, ingatan
baik. Pasien tidak mengeluh pusing, sakit kepala. Pasien hanya meras lemas ada semua
ekstremitas, merasa mudah lelah.
Status cairan dan elektrolit
Turgor kulit pasien baik, intake dan output cairan baik. Minum sehari ± 8 gelas sehari, BAK
6 x sehari, BAB 1x sehari.
Tingkat pengetahuan
Pengetahuan pasien masih kurang dengan informasi penyakit yang ada sekarang terutama
HIV/ AIDS. Pasien merasa cemas dan bingung dengan penyakitnya sekarang dan hasil
laboratorium yang menyatakan HIV Positif.
Analisa Data
DS : - mengeluh lemas, cepat lelah, cemas dengan hasil laboratorium: HIV Positif, bingung.
DO : Hasil LAB :
- Hb 11 gr/dl
- Leukosit 20.000/uL
- Trombosit 160.000/uL
- LED 30 mm
- Na 98 mmoL/L
- K 2,8 mmol/L
- Cl 110 mmol/L
- Tes HIV positif
2. Diagnosa keperawatan
1. Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem
pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.
2 Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan
mandiri.
Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 DS:cemas dengan hasil laboratorium:
HIV Positif, bingung.
DO :
- Na 98 mmoL/L
- K 2,8 mmol/L
- Cl 110 mmol/L
- HIV positif
Stigma penyakit,
penarikan diri dari
system pendukung,
prosedur isolasi, takut
menulari ke orang lain
Isolasi sosial
2 DS : bingung dengan penyakitnya
DO :- Leukosit 20.000/uL
- Trombosit 160.000/uL
- LED 30 mm, HIV positif
Tidak tahu cara-cara
mencegah HIV dan
perawatannya.
Kurang pengetahuan
Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa : Isolasi sosial yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari
sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang
lain.
Tujuan: tidak terjadi isolasi sosial.
Kriteria hasil: cemas dan bingung berkurang,
Intervensi Rasional
Mandiri
- Lakukan penilaian tingkat interaksi social
pasien
- Lakukan tindakan pengendalian infeksi di
rumah sakit atau di rumah untuk
- Mengalami pengurangan perasaan
terisolir dari pergaulan social.
memberikan kontribusi atas emosi
pasien.
- Perawat harus memahami dan menerima
penderita HIV dan keluarga serta
pasangan seksualnya.
- Berikan informasi tentang cara
melindungi diri sendiri dan orang lain
dapat membantu pasien agar tidak
terhindar kontak social.
- Pendidikan bagi dokter, perawat akan
mengurangi faktor-faktor yang turut
membuat pasien merasa terisolasi.
Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
penenang dan lain-lain.
Pantau hasil pemeriksaan
laboratorium.
.
Dx : Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan
mandiri.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami tentang cara-cara mencegah HIV dan perawatan
mandiri.
Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.
Intervensi Rasional
Mandiri
- Beritahukan kepada keluarga dan
sahabat-sahabat pasien tentang
cara-cara penularan AIDS.
Bicarakan masalah ketakutan dan
kesalahpahaman dengan seksama.
- Sampaikan tindakan penjagaan yang
diperlukan untuk mencegah
penularan virus HIV termasuk
penggunaan kondom selama
melakukan hubungan seksual.
Kolaborasi
Berikan antibiotik atau agen
antimikroba, misal : trimetroprim
(bactrim atau septra), nistasin,
pentamidin atau retrovir.
Dengan keluarga pasien
mengetahui tentang cara-cara
penularan HIV diharapkan dapat
ikut mencegah penularan HIV/
AIDS.
Evaluasi
1. Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan sosial.
2. Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.
Diposkan oleh Triyo Rachmadi,S.Kep. di 23.33
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
TKHI 2012
Di Arofah
Label salam kenal (1)
Avril Girl
Share it