Hirsh p Rung
-
Upload
amellia-azzahra -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of Hirsh p Rung
A. ANATOMI FISIOLOGIS
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner
dan ganglion mienterikus auerbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
Pengaruh dari saraf intrinsik lebih dominan dibandingkan saraf yang ekstrinsik. Pengaruh ini
terutama untuk kontraksi dan relaksasi dari usus yang teratur. Pada penyakit hircsprung tidak
terdapat ganglion pleksus submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga terjadi
hipertrofi jaringan saraf diantara otot yang longitudinal dan yang sirkuler yang menghambat
peristaltik kolon. Pada masa embrional, persarafan usus mulai dari neuroblas daerah
kranioservikal yang bermigrasi ke daerah kaudal sampai anus. Penyakit hirschprung migrasi
neuroblas, berhenti sebelum mencapai sfingter internus.
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju saluran
gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada minggu ke lima
kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu ke tujuh mencapai
mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula
pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus
submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel krista neuralis
ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit
Hirschsprung. (Fonkalsrud,1997).
B. DEFINISI
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily &
Sowden, 2000).
Penyakit Hirschprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
passase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir kurang dari 3 kg dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (Arief Mansjoer,
2000).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 :
507).
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)`
Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau sedikitnya saraf ganglion
parasimpatis pada rektum sehingga tidak ada peristaltic pada area yang terkena, usus
mengalami dilatasi serta menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen. (kelompok)
C. ETIOLOGI
1. Faktor genetik dan Down Syndrom
Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika orang tua tidak
memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
Down syndrome. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, kelainan
kardiovaskuler dan gagal eksistensi kranio kaudal pada myenterik dan sub mukosadinding
plexus. Pada penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagianusus yang
bersangkutan tidak dapat mengembang. Dimana insiden keseluruhan 1 : 1500kelahiran hidup.
Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (4: 1).
2. Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisandinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerahrektosigmoid,
10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usussampai pilorus.
3. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus
Secara fungsional, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia)
mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai
pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah. Pada anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang
dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang hanya beberapa centimeter dari usus
besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan
beberapa mutasi gen. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia,
sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal
glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).
4. Ketidakmampuan sfingter rektum berelaksasi
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk
menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering
dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara
teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit Hisprung dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Tipe kolon spastik, biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi
berkala(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan
diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau
kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual,sakit kepala, lemas,
depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan
gejala-gejalanya.
2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa
nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul
segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan
disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
Megakolon kongenital segmen pendek, bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai
sigmoid (70-80%).
Megakolon kongenital segmen panjang, bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid
(20%).
Kolon aganglionik total, bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-10%).
Kolon aganglionik universal, bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus
(5%).
E. PATOFISIOLOGIS
Dimulai dari penyebab, yaitu genetik dan lingkungan. Gen-gen dari orang tua yang
menyebaabkan kerusakan atau gangguan mutasi pembelahan sel, sehingga mempengaruhi
persarafan yang ada di sel tersebut. Faktor lingkungan yang bisa menjadi penyebab seperti
paparan radiasi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dari
faktor penyebab tersebut menimbulkan bayi yang baru lahir tidak mempunyai sel ganglion
pada submukosa kolon. Baik megakolon konginetal segmen pendek, megakolon konginetal
segmen panjang, kolon aganglionik total dan kolon aganglionik universal.
Dari tidak adanya sel ganglion pada submukosa kolon akan menyebabkan kerusakan
rangsangan saraf parasimpati,s sehingga gerakan peristaltik terganggu dan sfinkter rektum
tidak bisa berelaksasi. Maka usus akan menjadi spasme dan evakuasi usus terganggu. Terjadi
akumulasi mekonium pada usus besar sehingga terjadi distensi abdomen dan menimbulkan
diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri dan gangguan pola BAB. Dari distensi abdomen
tersebuit menyebabkan mual sama muntah bercampur cairan empedu akibat arus balik karena
adanya obstruksi pada kolon. Mual dan muntah menyebabkan anoreksia sehingga timbul 2
diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan volume cairan tubuh menurun.
Akibat terjadinya obstruksi pada kolon menyebbkan konstipasi pada kolon sehingga
menimbulkan pembengkakan kolon. Akhirnya terjadilah perubahan status kesehatan pada
anak. Timbullah 2 diagnosa kurang pengetahuan dan koping keluarga tidak efektif. Ketika
terjadi pembengkakan kolon dan dilakukan pemeriksaan diagnostik ditemukan hisprung,
maka pembedahan adalah salah satu penatalaksanaannya. Akan menimbulkan diagnosa
cemas, risiko tinggi injury, dan risiko tinggi infeksi.
F. MANIFESTASI KLINIS
1) Periode Neonatal
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24-28 jam pertama)
Muntah hijau dan distensi abdomen.
Gejalanya berupa diarrhea
Distensi abdomen
Feces berbau busuk dan disertai demam
2) Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
Gizi buruk (failure to thrive)
Dapat pula terlihat gerakan peristaltic usus di dinding abdomen
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu jari dilepaskan tinja
akan menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui juga bau dari tinja karena kotoran yang
yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah terlalu lama akan terjadi
pembusukan.
2. Radiologi (barium enema/foto roentgen)
Yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melaui anus, sehingga nantinya
dapat terlihat jelas saat difoto roentgen, sampai sejauh manakah usus besar yang terjadi
pembesaran.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
4. Laboratorium darah
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal:
enterokolitis atau sepsis
5. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari
fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam
prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis
dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser
yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat
seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi
rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994;
Neto,2000).
H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
b. Pembedahan: Pembedahan dilakukan dalam 2 (dua) tahap mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tomus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal. (memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan). Pada umur bayi diantara 6-12 bulan (mulai beratnya antara 9 s/d 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dengan cara memotong usus aganglionik dan mengantomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 inci dari anus.
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normalkearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus agaanglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganlionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
Prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang, kemudian dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfingter dilakukan pada bagian posterior.
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan untuk mengobati penyakit Hisprung. Dinding otot dari segmen rektumdibiarkan tetap utuh, kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rekto sigmonial yang tersisa.
c. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaannya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
I. KOMPLIKASI
1. Kebocoran Anastomose (penggabungan dua ujung usus yang sehat setelah usus yang
sakit usus dipotong oleh dokter bedah)
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan pembuluh abnormal atau
berlebihan) yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini
dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran
anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses
rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis
umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan
luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi,
tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3. Enterokolitis (suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan
meradang)
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin
berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin
yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat
terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30%
pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis
adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan
endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada
megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena
obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter
ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa
distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar
eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah
terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada
konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah
4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk
menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering
dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara
teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.