Hiperemesis Gravidarum (Edit)
-
Upload
dhyan-faradibah -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of Hiperemesis Gravidarum (Edit)
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. DEFINISI
Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai mual dan muntah dalam
kehamilan, paling sering pada trimester pertama, yang berhubungan dengan
ketosis dan penurunan berat badan (>5% dari berat sebelum hamil) sehingga
pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum menjadi lebih buruk.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan kekurangan cairan, ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, kekurangan gizi bahkan kematian.1,2
B. EPIDEMIOLOGI
Mual dan muntah yang berhubungan dengan kehamilan biasanya dimulai
pada 5-10 minggu kehamilan, mencapai puncak di 11-13 minggu, dan selesai
dalam banyak kasus pada 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala
dapat berlanjut setelah 20-22 minggu. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi
hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditatalaksana dengan
rawat inap. 1,2,3
C. ETIOLOGI
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa faktor biologis, fisiologis dan psikologis serta sosial
budaya dianggap menjadi faktor penyebab. Menurut teori lain, mual dan
muntah yang normal dapat menjadi mekanisme pelindung sehingga melindungi
wanita hamil dan janinnya dari zat berbahaya dalam makanan, seperti
mikroorganisme patogen pada produk daging dan racun dalam tanaman, yang
mempunyai efek selama embriogenesis (masa paling rentan kehamilan).4
Hiperemesis gravidarum tampaknya terjadi sebagai interaksi kompleks
faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya. 1,4,5
a. Faktor perubahan hormon, yang sering dikemukakan adalah produksi
Hormon Chorionik Gonadotropin (hCG) dibentuk berlebihan.
b. Progesteron
1
c. Estrogen
d. Hipertiroidism
e. Infeksi Helicobacter Pylori
f. Kelainan anatomi
g. Faktor psikologik.
Faktor resiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum antara lain : 3,4,5
Riwayat hiperemesis gravidarum di kehamilan sebelumnya
Kehamilan ganda
Nuliparitas
Gangguan metabolism
Gangguan trofoblas
Obesitas dan merokok
Gangguan psikologis misalnya, gangguan makan seperti anoreksia
nervosa atau bulimia
D. PATOFISIOLOGI
HCG adalah faktor endokrin yang paling mungkin menyebabkan
terjadinya hiperemesis gravidarum. Kesimpulan ini didasarkan pada hubungan
yang diamati antara peningkatan produksi HCG (seperti dalam kehamilan
molar atau kehamilan kembar) dan fakta bahwa kejadian hiperemesis terjadi di
saat produksi HCG mencapai puncaknya selama kehamilan (sekitar 9 minggu
kehamilan). 2,4
Bagaimana HCG dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum masih
belum jelas, namun diperkirakan mekanismenya yaitu merangsang proses
sekresi pada saluran pencernaan bagian atas (GIT) atau dengan stimulasi
hormon tiroid karena kesamaan struktural untuk Thyroid Stimulating Hormone
(TSH). 2,4
Pacemaker pada lambung menyebabkan terjadinya kontraksi peristaltik
ritmis lambung. Aktivitas myoelektrik yang abnormal dapat menyebabkan
2
berbagai disritmia lambung, termasuk takigastria dan bradigastria. Disritmia
lambung dikaitkan dengan morning sickness. Disritmia dikaitkan dengan mual
sedangkan aktivitas myoelectrical yang normal menyebabkan tidak terjadinya
mual. 2,4
Mekanisme yang menyebabkan disritmia lambung termasuk tingkat
estrogen atau progesteron yang tinggi, serta gangguan tiroid. Faktor-faktor
tersebut terjadi pada awal kehamilan. Progesteron diduga menyebabkan mual
dan muntah dengan cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi
otot-otot polos lambung. 2,4
Peningkatan kadar estrogen dan estradiol diketahui dapat menyebabkan
mual dan muntah dalam kehamilan. Hiperemesis gravidarum lebih menonjol
pada sejumlah kondisi yang terkait dengan tingkat estrogen yang tinggi, seperti
indeks massa tubuh yang lebih tinggi, kehamilan pertama, dan testis yang tidak
turun pada janin. Mual adalah efek samping yang umum dari pengobatan
estrogen. Estrogen memiliki efek pada beberapa mekanisme yang bisa
memodulasi faktor penyebab hiperemesis gravidarum. Tingkat estrogen yang
tinggi menyebabkan usus lebih lambat waktu transit dan pengosongan
lambung, dan hasilnya dalam akumulasi cairan meningkat yang disebabkan
oleh hormon steroid tinggi. Sebuah pergeseran pH di GIT dapat menyebabkan
manifestasi subklinis sebuah infeksi Helicobacter pylori, yang dapat
berhubungan dengan pencernaan. 2,3,4
Fungsi tiroid fisiologis diubah selama kehamilan, termasuk stimulasi oleh
HCG. Hipertiroidisme dengan FT3 normal dan FT4 meningkat, tapi penurunan
kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH), juga dapat terlibat di hiperemesis
gravidarum. Berbagai mekanisme mungkin terlibat dalam stimulasi fungsi
tiroid selama kehamilan. Di bawah pengaruh estrogen, produksi thyroid-
binding globulin meningkat dan metabolisme T4 melambat, menyebabkan
penurunan sementara FT4. 2,4
Banyak wanita memiliki gejala refluks gastrointestinal selama
kehamilan mereka. Gejala-gejala ini bisa menjadi hasil dari penurunan
progresif tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Hiperemesis gravidarum
3
dapat mengakibatkan distensi GIT atas yang disebabkan oleh sekresi
berlebihan dan akumulasi cairan di lumen usus. Fungsi hati yang abnormal
adalah efek gabungan dari hipovolemia, kekurangan gizi dan asidosis laktat
yang terjadi pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum. 2,4
Secara historis, muntah ibu hamil dianggap mewakili berbagai konflik
psikologis. Mual diyakini sebagai hasil kebencian terhadap kehamilan atau
ambivalensi wanita yang tidak siap untuk menjadi ibu karena ketidakmatangan
kepribadian, kecemasan dan ketegangan yang terkait dengan kehamilan.
Hiperemesis gravidarum juga telah digambarkan sebagai konversi gejala, atau
gejala histeria, neurosis atau depresi, dan bisa dihasilkan dari tekanan
psikososial, kemiskinan dan konflik perkawinan. 2,4
E. MANIFESTASI KLINIS
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi
hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III.3
4
1. Hiperemesis gravidarum tingkat I, ditandai oleh muntah yang terus-
menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat
keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat
sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor
kulit dan penurunan jumlah urin.
2. Hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang
dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang
hebat. Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah
kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
3. Hiperemesis gravidarum tingkat III, sangat jarang terjadi. Keadaan ini
merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai
dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran
pasien menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus,
sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin
dan protein.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual,
dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi
terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu
aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh
informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan
5
nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit
hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri). 1,3,6
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan
diagnosis banding. 1
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG
(pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan
ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid
dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4.
Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi
penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan
laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa, penyakit
trofoblastik, dan neoplasia. 1,3,6
G. PENATALAKSANAANPada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III
harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu
:
1. Cairan parenteral 4
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah
mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi
6
uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ
non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis
gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi
karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang
dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang
ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang
tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk
dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan : berapa
jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada
tidaknya asidosis.
Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan
glukosa 5% dalam cairan fisiologis (2-3 liter/hari)
Dapat ditambah kalium, dan vitamin (vitamin B kompleks,
Vitamin C).
Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara
intravena
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan.
Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan
bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan
darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan
dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak
muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan
minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan makanan
yang tidak cair.
2. Terapi Nutrisi 4
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung
pada derajat muntah, berat ringannya nutrisi dan penerimaan penderita
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila
memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui
hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube (NGT).
7
Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat
mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk
menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari
makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan
homeostasis nutrisi.
Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang
diberikan yaitu :
makanan dalam porsi kecil namun sering,
diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak,
hindari suplementasi besi untuk sementara,
hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah.
Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori
sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
3. Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin,
antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan
kortikosteroid. 1,3,4,6,7
Vitamin
Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti
pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah.
Anti histamin
Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan
dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan
secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular,
menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Dopamin antagonis reseptor
Dopamin antagonis reseptor diberikan selama terjadi mual dan
muntah, karena berperan dalam menghambat motilitas lambung.
8
Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine,
promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan
promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek
antiemetik. Metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat
ini menimbulkan efek 9antiemetik dengan cara meningkatkan
kekuatan spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit
time pada saluran cerna.
Serotonin antagonis
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam
menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja
menurunkan rangsangan pusat muntah di medulla oblongata.
Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron.
Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis
gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan
yang lain.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid masih 9kontroversial karena
dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat
meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.
Tabel 1. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah dalam Kehamilan 3
Agen Dosis Oral Efek samping Keterangan
Vitamin
Vitamin B6 10-25 mg setiap 8
jam
Sedasi sebagai terapi lini
pertama
Anti histamin
Doxylamine 12,5-25 mg setiap
8 jam
Sedasi
Dipenhydramine 25-50 mg setiap 8
jam
Dopamin antagonis
9
Prochlorperazine 5-10 mg setiap 6
jam
Promethazine 25 mg setiap 4-6
jam
Metoclorpramide 10 mg setiap 6
jam
Tardive dyskinesia Pemberian obat lebih dari 12 minggu meningkatkan risiko Tardive dyskinesia
Serotonin antagonis
Ondansetron 4-8 mg setiap jam Konstipasi, diare, sakit
kepala, fatigue
Kortikosteroid
Metilprednisolon 16 mg setiap 8
jam selama 3 hari,
kemudian dosis
diturunkan selama
2 minggu
Sedikit meningkatkan
risiko bibir sumbing
jika digunakan
sebelum 10 minggu
usia gestasi
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan
persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan
serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah
adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan
menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.5
Terapi Alternatif
a. Akupunktur
Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih
menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur
Neiguan P6 di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak
konsisten dan penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang
10
tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat efek
yang menguntungkan dari penggunaan acupressure, namun The
Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi
akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini
dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada
permukaan volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan
muntah serta merangsang kenaikan berat badan.1,3,4,6
b. Jahe
Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk
penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek
yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat
pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated
gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized
trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe lebih efektif daripada plasebo dan
efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping berupa refluks
gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak
ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan.
Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali
sehari.1,3,4,6
H. Komplikasi
a. Bagi ibu hamil
Muntah yang terus menerus pda ibu dapat menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit dan ketosis. Kondisi yang lebih buruk dapat
menyebabkan :
Ensefalopati Wernicke
11
Ensefalopati Wernicke adalah sindrom yang ditandai dengan nistagmus
diplopia dan gangguan mental. Ensefalopati Wernicke terjadi akibat
kerusakan sel-sel otak pada daerah thalamus dan hipotalamus akibat
kekurangan vitamin B1 (Thiamin). Salah satu fungsi thiamin adalah
membantu sel-sel otak untuk menghasilkan energi dari gula sehingga
ketika kadar thiamin dalam otak rendah, maka sel otak tidak dapat
menghasilkan energi yang mencukupi untuk menjalankan fungsinya. Pada
penderita hiperemesis gravidarum yang berkepanjangan semakin lama
akan kekurangan zat gizi yang dibutuhkan karena setiap makanan yang
dimakan akan dimuntahkan. Salah satunya adalah asupan Vitamin B1
(thiamin) yang biasanya dihubungkan dengan konsumsi karbohidrat. 1,4
b. Bagi Janin
Pada ibu yang mual muntah tidak begitu berat tidak ditemukan
adanya gangguan pada kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin.
Sedangkan pada kasus hiperemesis gravidarum yang tidak terkontrol telah
dihubungkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan kematian janin.
Resiko rendah kelainan sistem saraf pusat dan malformasi muskulokeletal
juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu dengan hiperemesis
gravidarum. 1,4
I. Pencegahan 1
1. Istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti
makanan pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi.
2. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan
dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif
untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan. Jenis makanan yang
direkomendasikan adalah makanan ringan, kacang-kacangan, produk
susu, kacang panjang, dan biskuit kering.
3. Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai
tambahan untuk memastikan terjaganya keseimbangan elektrolit dan
pemenuhan kebutuhan kalori.
12
4. Konsumsi makanan yang banyak mengandung protein juga memiliki
efek positif karena bersifat eupeptic dan efektif meredakan mual.
5. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan gejala mual.
J. Prognosis
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat
badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk
masa kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari
tujuh. 1,3
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum
sangat memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan
sendirinya pada usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian risiko
rekurrensinya meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat
hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya. Dan pada tingkatan
yang berat, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Bottomley, Cecilia. Management Strategies for Hyperemesis. Best
Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. 2009:549-64.
2. Verberg MF, Gillott DJ, Al-Fardan N. Hyperemesis Gravidarum, A
Literature Review. Human Repro Update. Sep-Oct 2005;11(5):527-39.
13
3. Gunawan Kevin, Samuel Paul, Ocviyanti Dwiana. Diagnosis dan Tata
Laksana Hiperemesis Gravidarum. Artikel Pengembangan Pendidikan
Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Nov 2011;61(11):458-64.
4. Jueckstock JK, Kaestner R, Mylonas I. Managing Hyperemesis
Gravidarum : A Multimodal Challenge. Biomed Central Medicine of
Journal. 2010:2-12.
5. Parrish CR. Management of Hyperemesis Gravidarum with Enteral
Nutrition. Practical Gastroenterology. Jun 2008:15-31.
6. Buhling KJ, David Matthias. Nausea and Hyperemesis Gravidarum.
Gynakol Geburtsmed Endokrinol. 2008;4(1):36-48.
7. Sheehan Penny. Hyperemesis Gravidarum Assessment and Management.
Australian Family Physician. Sept 2007;36(9):698-701.
14