Hendra Laporan Pneumonia
-
Upload
hendradwicahyono -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of Hendra Laporan Pneumonia
KONSEP PNEUMONIA
1. DEFINISI
Menurut Muttaqin A (2008), pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru
yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala
klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA
(P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia
disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 2003)
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak
berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan
paru-paru yang sakit (Mansjoer, 2007).
2. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri (+) gram, Streptococcus
Pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus
Aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering menyebabkan
pneumonia, demikian juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh
virus misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, Suatu pneumonia yang relatif sering
dijumpai yang disebabkan oleh suatu organisme yang berdasarkan beberapa aspeknya
berada diantara bakteri dan virus (Asih&Effendy, 2004).
3. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis
kelamin laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai,
polusi udara, kepadatan tempat tinggal, iImunisasi yang tidak memadai, efisiensi vitamin
A dan penyakit kronik menahun.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan berat ringannya penyakit, sesuai dengan beratnya sesak nafas dan
keadaan umum pneumonia dibedakan menjadi:
Pneumonia ringan: batuk dan sedikit sesak / takipneu tetapi masih aktif bermain,
mampu makan dan tidur seperti biasanya
Pneumonia sedang-berat: sesak dengan retraksi otot pernapasan, lemah dan tidak
mampu makan –minum sesuai kebiasaanya, serta gelisah.
Pneumonia sangat berat: sesak berat, penurunan kesadaran dan sianosis
Terdapat dua kategori yaitu:
1. Community-Acquired-Pneumonia
Community-acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia menular pada seseorang
yang tidak didapat dari rumah sakit. CAP adalah pneumonia yang paling umum terjadi.
Penyebab paling umum CAP beragam, tergantung pada usia seseorang, contoh
penyebabnya Streptococcus pneumoniae, virus, bakteri yang atypical, dan
Haemophilus influenzae. Secara keseluruhan, Streptococcus pneumoniae adalah
yang paling umum menjadi penyebab CAP di seluruh dunia. Bakteri gram-negatif
menyebabkan CAP di suatu populasi berisiko tertentu. CAP adalah keempat paling
umum menjadi penyebab kematian di Inggris Raya dan keenam di Amerika Serikat.
Istilah “walking pneumonia” telah digunakan untuk menjelaskan suatu jenis CAP yang
kurang ganas (karena fakta bahwa penderita ini dapat terus “berjalan” daripada
memerlukan rumah sakit). Walking pneumonia biasanya disebabkan oleh atypical
bakteri mycoplasma pneumonia.
2. Hospital-Acquired-Pneumonia
Hospital-acquired pneumonia, juga disebut nosocomial pneumonia, pneumonia yang
diperoleh selama atau setelah sakit dan menjalani rawat inap di rumah sakit, atau
secara prosedur dimulai pada minimal 72 jam setelah masuk rumah sakit.
Penyebabnya mikrobiologi, pengobatan dan prognosa yang berbeda dari yang CAP.
Me-rumahsakit-kan pasien dapat memiliki banyak faktor risiko pneumonia, contohnya
pasien dengan ventilasi mekanik (alat pernapasan buatan), kekurangan gizi
berkepanjangan, penyakit jantung dan paru-paru, penurunan jumlah asam perut, dan
gangguan kekebalan. Sebagai tambahan, mikroorganisme pada seseorang yang
terpapar dari rumah sakit sering berbeda dari yang ada di rumah. Mikroorganisme
yang diperoleh dari rumah sakit mungkin termasuk bakteri yang (umumnya resisten
terhadap obat) seperti MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus),
Pseudomonas, Enterobacter, dan Serratia. Karena seseorang yang mendapat
pneumonia dari rumah sakit biasanya terkena bakteri yang lebih berbahaya (daripada
dari luar rumash sakit), maka ia cenderung lebih mematikan daripada CAP. Ventilator-
associated pneumonia (VAP) adalah subset dari pneumonia yang diperoleh dari
rumah sakit. VAP adalah pneumonia yang terjadi setelah – setidaknya – 48 jam
intubation (merujuk kepada penempatan sebuah tabung pada eksternal atau internal
melalui lubang tubuh, mis. mulut) dan ventilasi mekanik.
a. Klasifikasi Klinis (Zul Dahlan, 2001)
1) Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
a) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik
antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas
lobus, disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae,
Klebsiella pneumoniae, H. influenzae.
b) Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat
lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh
organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus,
Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan patologi, etiologi dan klinis menurut Price dan Arif Mutaqin
sebagai berikut:
1. Berdasarkan patologis:
a. Pnumonia lobaris
Timbul bila organisme berkolonisasi luas pada ruang alveolar yang
menyebabkan kosolidasi seluruh lobus disebabkan oleh pnumokokus.
b. Broncopneumonia
Timbul bila organism berkolonisasi pada bronkus dan meluas ke alveoli.
c. Infeksi virus
Menyebabkan peradangan interstitial melalui sel-sel limfoid, dapat sembuh
spontan.
d. Infeksi fungus atau tuberculosis paru
Menyebabkan kerusakan nekrosis pada jaringan paru.
2) Sindrom klinis, dibagi atas :
a) Pneumonia bakterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang
akut dgn konsolidasi paru, dapat berupa :
Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim
paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar.
Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis
atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan
jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien penyakit
kronik.
b) Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae.
b. Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :
1) Bakterial
Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza, Klebsiella,dll
2) Non bacterial
Tuberculosis, virus, fungi, dan parasite
5. STADIUM PNEUMONIA
Untuk pneumonia, terdapat empat macam stadium penyakit, diantara lain :
1. Stadium I disebut Hipetermia
Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung didaerah paru yang
terinfeksi, Hali ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permiabilitas kapiler
ditempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
paeradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan sel cedera.
2. Stadium II disebut Hepatisasi Merah
Terjadi sewaktu alveolus terisi sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, stadium yang
dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi paradangan.
3. Stadium III disebut Hepatisasi Kelabu
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi.
4. Stadium IV disebut Resolusi
Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda:sisa-sisa sel, fibrin dan bakteri
telah dicerna:dan makrofag, sel pembersih pada reaksi paradangan, mendominasi.
6. PATOFISIOLOGI
(terlampir)
7. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah
muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk
pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri
perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Menurut Asih &Effendy (2004), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua
jenis pneumonia,tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri. Gejala-gejala mencakup :
1. Demam dan mengiggil akibat proses peradangan.
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae),merah muda (untuk
staphylococcus aureus),atau kehijauan dengan bau khas (Pseudomonas Aeruginosa).
4. Krekel (bunyi paru tambahan)
5. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan edema.
6. Biasanya sering terjadi respon subyektif dispnu
7. Timbul tanda-tanda sianosis
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat panimbunan mukus,yang dapat menyebabkan
atelektasis absorpsi.
9. Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler,
atau akibat reaksi paradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi : Thorak foto mendeteksi
adanya penyebaran ( missal dari lobus kebronkhial ),
multiple abses / infiltrate, empiema ( staphylococcus)
penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bacterial)
penyebaran extensive nodul infiltrate ( sering kali viral )
pada pneumonia mycoplasma chest- X ray mungkin bersih.
2. Test Fungsi Paru
Volume paru mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluran
udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hypoksemia.
Tes Fungsi Paru Terdiri atas :
a. .Test Ventilasi (digunakan alat SPIROMETER, PEAK FLOW METER (Mini
Wright Peak Flow Meter), Bodyplethysmograph.
b. Test kapasitas diffusi, dengan alat Alveo-Diffusion Tester.
c. Uneven Ventilation dengan Capnograph.
Instrumen/peralatan-peralatan diatas termasuk peralatan utama/ Induk,
namun untuk operasional masih memerlukan alat-alat pendukung lainnya,
seperti X – Y RECORDER dllnya.
3. Laboratorium.
Darah lengkap ( Complete blood count – CBC) : leukositosis biasanya
timbul,meskipun nilai pemeriksaan sel darah puth ( leukosit / WBC) rendah
pada infeksi virus )
LED meningkat, ada tanda infeksi
Pemeriksaan elektrolit natrium dan kalium untuk mengetahui adanya
keseimbangan cairan elektrolit dan asam- basa darah. Elektrolit sodium dan
klorida mungkin rendah karena pada pasien dengan pnumonia didapatkan
mual muntah sehingga dapat ditemukan kekurangan cairan dan elektrolit.
Test serologi : membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik .
Kultur sputum dan darah (pewarnaan gram ) didaptkan dengan needle
biopsy, aspirasi transtrakheal fiberoptic bronchoscopy,atau biopsy paru –
paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu
organisme dapat ditemukan seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus
aureus, A. Hemplytic Streptococcus dan hemophylus influenzae
Analisis gas darah dan pulse oximetry : abnormalitas mungkin timbul
tergantung dari luasnya kerusakan paru- paru. ( Soemantri,2008: 70)
(Muttaqin, 2008)
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk pneumonia tergantung pada penyebab,sesuai dengan yang
ditemukan oleh pemeriksaan sputum pengobatan dan mencakup,antara lain :
1. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis.Pneumonia lain juga dapat diobati
dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder
a. Antibiotika yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan.
b. Penisilin G merupakan antibiotika pilhan untuk infeksi oleh
Streptococcus .Pneumonia.,Medikasi efektif lainnya termasuk Eritromisin,
klndamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, Trimetoprim
sulfametoksazol ( bactrim , TMP-SMZ).
c. Bronchodilator seperti aminophylin dan mukolitik berfungsi untuk
memperbaiki drainase secret dan distribusi ventilasi.
d. Simptomatik : antipiretik diberikan untuk menurunkan panas akibat reaksi
infeksi, analgesic diberikan untuk mengurangi nyeri akibat peradangan,
biasanya pada penuomonia diadapatkan nyeri dada..
2. Istirahat
3. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4. Teknik-Teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi
resiko atlektasis
Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikro-organisme yang
diidentifikasikan dari biakan sputum.
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres.
2. Latihan bentuk efektif dan fisiotheraphy paru.
3. Pemberian oksigenasi (oksigen 1-2 liter/menit).
4. Mempertahankan kebutuhan cairan (IVFD dektrose 10% : NaCl 0,9%).
5. Pemberian nutrisi, apabila ringan tidak perlu diberikan antibiotik tetapi apabila penyakit
berat dapat dirawat inap, maka perlu pemberian antibiotik berdasarkan usia, keadaan
umum, kemungkinan penyebab, seperti pemberian Ampisilin dan Kloramfenikol.
10. KONSEP KEPERAWATAN
(1) Pengkajian Data Fokus
e. Identitas
Usia: bayi dan anak kecil lebih rentan terkena penyakit ini karena respon
imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik (price,2005:804)
Tempat tinggal Pneumonia atipikal banyak terjadi pada tempat dengan
kondisi hidup yang padat (Wong, 2003:460).
f. Keluhan utama : batuk, sesak nafas, nyeri dada, demam, anoreksia, menggigil,
nyeri kepala, malaise.
g. Riwayat penyakit sekarang :
Batuk, demam timbul secara mendadak, tidak berkurang dengan obat batuk.
Pada awal mula batuk tanpa secret, tetapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif, dengan mucus purulen kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau
kemerahan sering berbau busuk. Selanjutnya diikuti demam tinggi, lemas, nyeri
kepala dan frekwensi pernafasan cepat.
h. Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat infeksi saluran nafas atas ( ISPA)
Riwayat penyakit yg menurunkan daya tahan tubuh :AIDS.
Riwayat pemakaian antibiotika yang lama, immunosupresif, dan radiasi
Klien yg dirawat dengan menggunakan alat medis life support seperti
ventilator dengan pemasangan trakheostomi, selang endotrakheal.
Riwayat alergi ;obat, makanan.
i. Riwayat kesehatan keluarga
j. Riwayat menderita pneumonia, infeksi saluran nafas, DM.
k. Riwayat Psikososial
Kecenderungan keluarga akan mengalami kecemasan terkait dengan kondisi :
panas, sesak, nyeri saat bernafas, batuk-batuk, malas makan.
l. Kebutuhan dasar
Nutrisi sering terjadi mual, muntah, anorexia terkait dengan mucus yg berbau
busuk yang dapat menyebabkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Aktivitas intoleransi aktivitas, karena kurangnya suplai oksigen.
Istirahat kecenderungan tidur menggunakan bantal lebih dari satu, atau tidur
dengan posisi semi fowler/ fowler untuk memudahkan bernafas.
m. Pemeriksaan Fisik.
1. B1 = breath = system pernafasan.
1. Bentuk dada simetris, expansi paru tertinggal pada paru yg mengalami
konsolidasi, retaksi intercostalis ringan sampai berat pernafasan cuping
hidung dan penggunaan otot bantu nafas tergantung derajat sesak.
2. fremitus vocal meningkat pada area konsolidasi,
3. suara nafas : ronkhi basah dan halus, whezing.
4. perkusi dinding thorak ; redup pada area konsolidasi.
5. Frekwensi nafas : cepat dan dangkal takut nafas dalam karena nyeri
pleuritik.
6. Tanda sianosis perifer ( kulit ) dan sianosis central : mukosa bibir, wajah
2. B2 = Blood = system hemodinamik.
- Denyut nadi cepat ( takhicardia) dan lemah, suhu hypertemia, tekanan darah
normal
- Bunyi jantung regular diapex ICS 4-5 midklavkularis sinistra.
- Vena jugularis ada bendungan bila ada komplikasi cor- pulmonal
- Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
- Pada hypoksemia berat terdapat tanda cyanosis, CRT lambat.
- Turgor
3. B3 = brain ( system neurology )
- Pada pneumonia berat didapatkan penurunan kesadaran, wajah / expresi
wajah klien meringis kesakitan, meregang, menggeliat.
4. B 4 = Bladder ( system perkemihan )
- Ada / tidak distensi kandung kemih
5. B5 = bowel ( system gastrointestinal )
- Auscultasi bising usus terdengar lemah akibat immobilisasi
6. B 6 = Bone ( system musculoskeletal )
Kekuatan otot normal
(2) Diagnosa Keperawatan.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningatan produksi
sputum
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan pengiriman
oksigen
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara
alveoli dan membran kapiler
4. PK: septik syok berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
5. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu
sekunder akibat infeksi bekterimia/viremia
6. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru,
reaksi seluler untuk mengeluarkan toksin, batuk persisten.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan dan diare sekunder akibat infeksi
8. Kekurangan volume cairan
9. Gangguan keseimbangan elektrolit tubuh
(3) intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
yang ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak,
produksi sputum (warna: kuning kehijauan, merah; kekentalan, jumlah).
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
- RR 12-24 x/mnt
- Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
- Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
- Produksi sputum berkurang
- Batuk efektif
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab ketidakefektifan jalan nafas
R/ Peradangan dari parenkim paru menyebabkan produksi sekret meningkat
ditunjang dengan batuk tidak efektif sehingga terjadi penumpukan sekret dan
mengalami obstruksi jalan nafas yang mengakibatkan ketidakefektifan jalan nafas
2. Beri minum air hangat
R/ Air hangat dapat menjaga sekresi tetap lembab dan membantu proses drainase
sekret
3. Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi mukolitik dan
bronkodilator
R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat melebarkan
bronkus/jalan nafas.
4. Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat sekret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan
membawanya ke saluran nafas yang lebih besar.
5. Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu batuk efektif.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik
R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.
7. Observasi RR, pola pernafasan, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum
R/ Pengeluaran sekret dan suara nafas vesikuler menandakan adanya kepatenan
jalan nafas.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen
ditandai dengan pasien mengeluh sesak, nadi meningkat, RR meningkat, terdapat
retraksi ICS, penggunaan otot bantu pernafasan.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan perbaikan oksigen yang adekuat setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
- Pasien tidak sesak
- Nadi 60-100x/mnt
- RR 12-24 x/mnt
- Tidak ada retraksi ICS
- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga penyebab dari sesak
R/ Sesak terjadi karena adanya penumpukan sekret sehingga terjadi penyempitan
jalan nafas, hal ini menyebabkan oksigen yang masuk menjadi berkurang
2. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal dan meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi
3. Berikan oksigen dengan metoda yg diharuskan
R/ Oksigen memperbaiki hypoksia, diperlukan observasi yang cermat terhadap
aliran dan prosentase pemberian
4. Berikan bronchodilator sesuai yg ditentukan
R/ Bronkhodilator mendilatasi jalan nafas dan membantu melawan oedema mukosa
bronchial dan spasmemuskuler
5. Observasi sesak pasien, nadi, RR, retraksi ICS, penggunaan otot bantu pernafasan
R/ Deteksi adequatnya distribusi oksigen dalam tubuh
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara alveoli
dan membran kapiler yang ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi ICS, RR ↑, PCO2 ↑,
PO2 ↓
Tujuan: Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
- Pasien tidak sesak/sesak berkurang
- Tidak sianosis
- Tidak ada retraksi ICS dan tidak ada nafas cuping hidung
- RR 12-24x/mnt
- PO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
- PCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab kulit pucat
R/ Peradangan dari parenkim paru menyebabkan adanya akumulasi eksudat pada
paru sehingga mengganggu difusi O2 dan CO2 sehingga suplay O2 ke jaringan
perifer berkurang
2. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-
hari sesuai kebutuhan pasien.
R/ Aktivitas dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan dapat memperberat gejala
3. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
R/ Terapi oksigen dapat mengkoreksi hipoksemia yang terjadi
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD
R/ Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan penurunan kadar oksigen dan
peningkatan kadar CO2 .
5. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk pernaikan ventilasi.
6. Observasi adanya sianosis, dispneu berat, takipnoe dan retraksi dada.
R/ Menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan.
4. PK: Septik syok yang ditandai dengan suhu meningkat, nadi meningkat, RR meningkat,
kulit kemerahan.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan berkurangnya infeksi akibat pneumonia dan
meningkatnya system imun setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh normal (36,5 0C-37,5 0C)
- Nadi 60-100 x/mnt
- RR 12-24 x/mnt
- Kulit tidak merah
Intervensi:
1. Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya menjaga pasien dari penularan infeksi
dari lingkungan sekitar
R/ Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain
2. Batasi pengunjung
R/ Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain
3. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
R/ Digunakan untuk membunuh bakteri pneumonia. Kombinasi antiviral dan antijamur
digunakan bila pneumonia diakibatkan oleh organisme campuran
4. Observasi tanda-tanda infeksi
R/ Menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan
5. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu
sekunder akibat infeksi bekterimia/viremia yang ditandai dengan suhu >37,5oC, kulit
kemerahan, akral panas, takikardia.
Tujuan: Pasien mengalami penurunan suhu setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil :
- Pasien panasnya turun (36,5-37,5oC)
- Kulit tidak tampak kemerahan
- Akral hangat
- Nadi normal (60-100x/menit)
Intervensi:
1. Jelaskan kepada pasien penyebab demam.
R/ Demam disebabkan karena adanya proses peradangan oleh bakteri yang masuk
dalam tubuh
2. Berikan kompres air hangat
R/ Demam disebabkan karena adanya proses peradangan oleh bakteri yang masuk
dalam tubuh.
3. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian tipis mempercepat penurunan suhu dengan cara radiasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan antipiretik
R/ Antipiretik mengandung parasetamol yang dapat membantu untuk menurunkan
panas
5. Observasi kondisi pasien: suhu tubuh 36,5 – 37,5oC, akral hangat, badan tidak
panas, nadi normal
R/ Hasil observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang
dilakukan.
6. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkhim paru, reaksi seluler untuk mengeluarkan
toksin, batuk persisten ditandai dengan pasien mengungkapkan nyeri dada, nadi
meningkat, TD meningkat, raut wajah kesakitan, VAS 2-3
Tujuan: Pasien merasa nyaman dan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
- Ungkapan rasa nyeri berkurang
- Ekspresi wajah rileks
- VAS 1-2
- Nadi 60-100 x/mnt
- TD 120/80 mmHg
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri
R/ Nyeri disebabkan karena adanya proses peradangan pada paru
2. Ajarkan klien menahan dada saat batuk
R/ Menahan dada sebagai tindakan fixaxi, mempersempit pintu pengendalian nyeri
sehingga rangsangan nyeri sedikit yang diantarkan ke otak
3. Ajarkan teknik mengurangi rasa nyeri dengan rileksasi, distraksi
R/ Meningkatkan kerjasama klien dalam penanganan nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai ketentuan
R/ Analgesik merubah persepsi dan interpretasi nyeri dgn menekan SSP
5. Observasi keluhan nyeri, TD, Nadi, VAS
R/ Deteksi keberhasilan tindakan untuk menentukan tindakan selanjutnya
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan
akibat adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, pasien
mengungkapkan kurang nafsu makan.
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil
Pasien tidak lemas
Tidak muntah
Peningkatan BB 0,5 kg/minggu
Intervensi
1.Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet TKTP yang dibutuhkan.
R/ Intake nutrisi yang adekuat memberikan kalori untuk tenaga dan protein untuk
proses penyembuhan.
2. Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan dengan
makanan yang disukai
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi. Makanan
yang menarik dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
3.Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik.
R/ Mengurangi tidak enak pada perut.
4.Observasi BB tiap hari dengan alat ukur yang sama.
R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.
8.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui feses
ditandai dengan: dengan mukosa bibir kering, mata cowong, turgor kulit tidak elastis,
produksi urine menurun, nadi meningkat.
Tujuan: Pasien menunjukkan pemenuhan volume cairan secara adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: mukosa bibir lembab, mata tidak
cowong, turgor kulit elastis, produksi urine 1 cc/kg BB/jam, nadi 80-100x/mnt
Intervensi:
1) Jelaskan tentang pentingnya masukan oral yang adekuat
R/ Masukan oral yang adekuat dapat mengganti kehilangan cairan akibat
diare.
2) Berikan larutan rehidrasi oral (LRO) untuk rehidrasi dan penggantian
kehilangan melalui feses
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang melalui diare.
3) Anjurkan untuk banyak minum sesuai kebutuhan tubuh
R/ Masukan oral yang adekuat dapat mengganti kehilangan cairan akibat diare.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan melalui IV sesuai ketentuan
untuk dehidrasi hebat dan muntah.
R/ Mengganti cairan yang hilang karena diare
5) Kolaborasi dengan dokter dalam Pemberian obat anti diare, antibiotika, anti
emetic sesuai tertentuan
R/ Anti diare mengurangi peristaltic usus, antibiotika membunuh kuman
penyebab infeksi, anti emetic mengurangi mual & muntah
6) Observasi tiap 3 jam : balance cairan, mukosa bibir, kecowongan kelopak
mata dan nadi
R/ Deteksi tingkatan dehidrasi dan menentukan tindakan selanjutnya
9.gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran
cairan berlebihan melali diare dan muntah
Tujuan : Pasien menunjukkan adanya keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: urine dalam
batas normal 1cc/kgBB/jam, nadi dan TD dalam batas normal, Na dalam batas
normal (135-145).
Intervensi:
1) Berikan pasien minum sesuai kebutuhan tubuh
R/ Membantu meningkatkan kehilangan cairan akibat diare
2) Beri oksigen dengan metode yang diharuskan
R/ Mempertahankan nafas dan sirkulasi pasien tetap adekuat
3) Berikan larutan RL iv
R/ Cairan Ringer Laktat merupakan cairan yang
4) Tinggikan kaki pasien
R/ Untuk memperbaiki sirkulasi serebral yang lebih baik dan mendorong aliran
darah vena kembali ke jantung
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius
Juall, Lynda Carpenito. 2000. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
UNICEF. 2012. Pneumonia and Diarrhea Tackling the Deadliest Disease for the World’s
Poorest Children. Three United Station Plaza : New York
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta