Heme
description
Transcript of Heme
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembentukan Heme
Pembentukan heme
Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-
tengah cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua
porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin
memiliki heme sebagai gugus protetiknya; ini kemudian dikenal
sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya sebagai
komponen Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah
hemoprotein lainnya.
METABOLISME PORFIRIN
1. Pendahuluan
1.1 Batasan
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol
melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks
dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin
pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan klorofil,
merupakan porfirin magnesium.
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa
penting dalam proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan porfirin besi
yang terikat pada protein globin dan mempunyai fungsi penting pada mekanisme
transport oksigen dalam darah;(2) Mioglobin, merupakan pigmen pernafasan yang
terdapat dalam sel-sel otot; (3) Sitokrom, berperan sebagai pemindah elektron
(electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.
1.2 Kimia Porfirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa
lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga
bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut
porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak
berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya
mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat dan pada
daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400
nm yang disebut pita Soret.
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar
ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini
sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah
yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh
ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada
porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen
mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk porfirin yang
mempunyai ikatan rangkap.
2. Biosintesis Heme
2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa
yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel
prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar.
Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2)
Sintesis heme.
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-
KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini
memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi
dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung
dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat yang dengan
cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev).
Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim
pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev
dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen
yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang
mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol
linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase
(porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi
spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi
uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu
uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk
uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A)
menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis
oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah
uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami
dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi
vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk
protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III,
sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX
selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk
protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan
dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase
membentuk heme.
2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase.
Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis
AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang
metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450)
menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini menyebabkan represi
terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat sehingga
sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah
pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.
Biosintesa porfirin dan heme
Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang
berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin
membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan
memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera
mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering disingkat ALA.
Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan reaksi .
Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi
membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol
linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase
kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol
siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan
uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzym tersebut akan
membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai samping asimetris.
Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di bentuk
uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami
dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul
CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini
dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang
dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi
membentuk protoporfirinogen III oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana
dua rantai samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil.
Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen
oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer
porfirin seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III
dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat dan
metil pada cincin pirol ke IV.
Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau
Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.
Porfiria
Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan oleh
defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan
penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya dijaringan atau didalam urine.
Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya
sebagai diagnosa banding pada penyakit dengan keluhan nyeri abdomen,
fotosensitivitas dan gangguan psikiatri .
Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Porfiria eritropoetik
2. Porfiria hepatik
3. Protoporfiria (gabungan)
Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena ketidak
seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada jenis
porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah besar.
Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan derivat simetris lainnya.
Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan memunculkan fenomena berupa
eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena ekskresi uroporfirin I
dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena deposisi porfirin dan
kulit ©2004 Digitized by USU digital library 3
yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang diaktifkan cahaya bersifat
sangat reaktif .
Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :
- Intermitten acute porfiria ( IAP )
- Koproporfiria herediter
- Porfiria variegata
- Porfiria cutanea tarda
- Porfiria toksik
IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan secara
otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan asam
amino levulenat yang meningkat menyebabkan urine berwarna gelap.
Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial koproporfirinogen oksidase,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.
Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen oksidase,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi hampir seluruh
zat-zat antara sintesa heme.
Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen dekarboksilasi,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi uroporfirin yang
bila terpapar cahaya menyebabkan urine berwarna merah. Porfiria ini paling sering
dijumpai dibanding yang lainnya .
Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti griseofulvin,
barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya.
Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya defisiensi partial
ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
protoporfirin dalam urine.
Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu
bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan asam amino levulenat
dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan menghambat kerja ATP ase dan
meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-gejala neuro-psikiatri sedangkan bila
kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit dan
dijaringan lain akan teroksidasi spontan membentuk porfirin yang apabila terpapar
dengan cahaya, porfirin akan bereaksi dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal
bebas yang sangat reaktif dan merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi,
peristiwa ini memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.
Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena therapi kausal
yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat dipakai dan beberapa
tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat atau obat yang
merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid dan lain-
lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria. Pemberian zat-zat seperti glukosa dan
hematin yang menekan kerja ALA sintase untuk menghambat pembentukan pra zat
porfirin. Pemberian anti oksidan seperti karoten, vitamin E dan C juga dapat
dianjurkan pemakaian tabir surya guna menggurangi pemaparan terhadap cahaya.
Katabolisme Heme
Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin
Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-200 juta
eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram hemoglobin
(untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi di jaringan
retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian mikrosom
dari sel retikulo endothelial.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan
menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali. Besi
akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat dipakai
kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan bilirubin.
Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme
oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi
menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH,
besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen
ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus
hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat
diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan oksigen lagi ion feri
dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna
hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia,
diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin
reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi
gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram
hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi
bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan
beirubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu
Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama
albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan
bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai
pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas (carrier-
mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan
patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini
bukan merupakan proses rate limiting.
Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga
lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam
glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan
menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam
retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor
glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat
misalnya fenobarbital.
Sekresi
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting
enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan obat-
obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan sekresi
bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).
Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan
kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar
urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang
berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah
menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang
tersisa menjadi urobilin.
B. Struktur porifin,
Struktur porfirin, sifat dan contoh zat yang mengandung profirin
Klorofil adalah pigmen hijau fotosintetis yang terdapat dalam tanaman, Algae dan
Cynobacteria. nama "chlorophyll" berasal dari bahasa Yunani kuno : choloros =
green (hijau), and phyllon= leaf (daun). Fungsi krolofil pada tanaman adalah
menyerap energi dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintetis
yaitu suatu proses biokimia dimana tanaman mensintesis karbohidrat (gula
menjadi pati), dari gas karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari.
Klorofil merupakan pigmen hijau tumbuhan dan merupakan pigmen yang paling
penting dalam proses fotosintesis. Sekarang ini, klorofil dapat dibedakan dalam 9
tipe : klorofil a, b, c, d, dan e. Bakteri klorofil a dan b, klorofil chlorobium 650
dan 660. klorofil a biasanya untuk sinar hijau biru. Sementara klorofil b untuk
sinar kuning dan hijau.
Klorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu klorofil a dan klorofil b. perbedaan
kecil antara struktur kedua klorofil pada sel keduanya terikat pada protein.
Sedangkan perbedaan utama antar klorofil dan heme ialah karena adanya atom
magnesium (sebagai pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping
hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol.
Kloroplas berasal dari proplastid kecil (plastid yang belum dewasa, kecil dan
hampir tak berwarna, dengan sedikit atau tanpa membran dalam). Pada umumnya
proplastid berasal hanya dari sel telur yang tak terbuahi, sperma tak berperan
disini. Proplastid membelah pada saat embrio berkembang, dan berkembang
menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Kloroplas muda juga aktif
membelah, khususnya bila organ mengandung kloroplas terpajan pada cahaya.
Jadi, tiap sel daun dewasa sering mengandung beberapa ratus kloroplas. Sebagian
besar kloroplas mudah dilihat dengan mikroskop cahaya, tapi struktur rincinya
hanya bias dilihat dengan mikroskop elektron.
Struktur klorofil berbeda-beda dari struktur karotenoid, masing-masing terdapat
penataan selang-seling ikatan kovalen tunggal dan ganda. Pada klorofil, sistem
ikatan yang berseling mengitari cincin porfirin, sedangkan pada karotoid terdapat
sepasang rantai hidrokarbon yang menghubungkan struktur cincin terminal. Sifat
inilah yang memungkinkan molekul-molekul menyerap cahaya tampak demikian
kuatnya, yakni bertindak sebagai pigmen. Sifat ini pulalah yang memungkinkan
molekul-molekul menyerap energi cahaya yang dapat digunakan untuk
melakukan fotosintesis.
Klorofil akan memperlihatkan fluoresensi, berwarna merah yang berarti warna
larutan tersebut tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada
cahaya yang dipantulkan. Cahaya hijau, kuning, jingga dan merah dipantulkan
oleh kedua pigmen ini. Kombinasi panjang gelombang yang dipantulkan oleh
kedua pigmen karotenoid ini tampak berwarna kuning. Ada bukti yang
menunjukkan bahwa beta-karoten lebih efektif dalam mentransfer energi ke kedua
pusat reaksi dibanding lutein atau pigmen xanthofil yang disebut fucoxanthofil
adalah sangat efektif dalam mentrensfer energi. Di samping berperan sebagai
penyerap cahaya, karotenoid pada tilakoid juga berperan untuk melindungi
klorofil dari kerusakan oksidatif oleh O2, jika intensitas cahaya sangat tinggi.
Sejak tipe-tipe atom atau molekul yang sedikit berbeda pada tingkat energinya,
yang substansi menyerap cahaya dengan suatu karakteristik panjang gelombang
yang berbeda. Ini biasanya ditunjukkan selama penyerapan sinar pada tiap
gelombangnya. Sebagai contoh, klorofil a sangat kuat pada panjang gelombang
660 nm pada sinar merah dan paling rendah pada panjang gelombang 430 nm
pada sinar biru. Ketika gelombang itu berpindah maka sinar yang ada di sebelah
kiri adalah sinar hijau yang bisa kita lihat.
Perubahan suhu beberapa derajat saja dapat menyebabkan perubahan yang nyata
dalam laju pertumbuhan tanaman. Setiap spesies dan varietas tanaman masing-
masing mempunyai suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum.
Laju pertumbuhan tanaman akan sangat rendah apabila tanaman dikondisikan di
bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, sedangkan pada kisaran suhu
optimum akan diperoleh laju pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi.
Suhu banyak mempengaruhi metabolisme tanaman seperti fotosintesis, respirasi,
dan fotorespirasi. Peningkatan suhu sampai pada tingkat tertentu akan
meningkatkan laju fotosintesis. Namun, peningkatan ini akan segera menurun
pada suhu yang sangat tinggi
Katabolisme Heme
Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin
Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-200
juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram
hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi di
jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian
mikrosom dari sel retikulo endothelial.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan
menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali.
Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat
dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan
bilirubin.
Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme
oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah
teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi
dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan
NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin
pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi
feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan
penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida
dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai
katalisator. Pada burung dan amfibia, diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada
mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan
metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen, membentuk
bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan
menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo
dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi
bilirubin yang berwarna kuning.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu
Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama
albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan
bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai
pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas
(carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga,
dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan
pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.
Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar
sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2
molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil
transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama
terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam
glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat
diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.
Sekresi
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting
enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan
sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).
Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan
kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar
urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin
yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang
berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi
urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.