Sosialisasi dan Konsultasi Publik Status Perlindungan Ikan Hiu dan Pari
Hasil Konsultasi Publik Interpetrasi Nasional P & C RSPO
Transcript of Hasil Konsultasi Publik Interpetrasi Nasional P & C RSPO
HASIL KONSULTASI PUBLIK INTERPRETASI NASIONAL INDONESIA
PRINSIP DAN KRITERIA ROUNTABLE ON SUSTAINABEL PALM OIL
“Meningkatkan Peran Masyarakat Sipil dalam Sistem Sertifikasi Minyak Sawit
Berkelanjutan”
(Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jambi)
Pendahuluan
Peningkatan jumlah dan populasi penduduk dunia secara signifikan, dimana dalam sebuah laporan hasil
studi yang dilakukan oleh PBB pada tahun 2011, jumlah penduduk dunia telah berjumlah lebih dari 7
miliar orang, dan di tahun 2025 populasi ini akan meningkat 2 kali lipatnya. Situasi ini berakibat pada
tingginya permintaan dunia terhadap pemenuhan bahan pangan yang salah satunya adalah minyak nabati.
Berdasarkan berbagai hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan, salah satu bahan baku minyak
nabati yang paling diminati berasal dari kelapa sawit dengan melihat bahwa biaya produksi minyak sawit
yang jauh lebih murah dari biaya produksi bahan baku minyak nabati lainnya. Selain itu, kelapa sawit
melalui produk turunannya diyakini sebagai salah satu pengganti bahan bakar yang berasal dari bahan
bakar fosil. Kondisi ini tentunya berdampak pada semakin meluasnya ekspansi perkebunan kelapa sawit
tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia terutama di Afrika, Latin Amerika. serta benua
Asia termasuk India dan Asia Tenggara.
Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar yang memproduksi dan memiliki luasan perkebunan
kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data Sawit Watch 2014, luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia adalah 13 juta ha dengan produksi CPO sebesar 27,1 juta ton/tahun (GAPKI,2013). Dari total
hasil produksi ini, sebesar 80 % di ekspor dan sisanya sebesar 20 % dialokasikan bagi pemenuhan
kebutuhan dalam negeri. Angka ini tentunya sangat menggembirakan di satu sisi dan disisi lain terdapat
banyak persoalan serta konflik yang masih belum terselesaikan sampai saat ini.
RSPO adalah salah satu organisasi yang dibangun atas dasar perhatian yang serius terhadap isu
lingkungan dalam rantai pasok kelapa sawit. Dan dalam perkembangannya, isu social juga menjadi isu
lain yang menjadi prioritas dalam segala rantai pasoknya. Kepastian untuk menghasilkan produk kelapa
sawit yang ramah lingkungan dan ramah social merupakan tujuan dari RSPO. Selain itu, kepastian untuk
menhasilkan produk dari kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan menjadi domain utama dalam
organisasi ini.
Proses kerja dalam memastikan produknya lestari dan berkelanjutan adalah melalui Prinsip dan Kriteria.
Prinsip dan Kriteria adalah pedoman bagi setiap perusahaan maupun petani kelapa sawit dalam
menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit. PRinsip dan Kriteria ini menjadi dasar bagi RSPO dalam
menjamin bahwa produk yang dihasilkan oleh anggotanya (produsen kelapa sawit) adalah lestari dan
berkelanjutan atau ramah social dan ramah lingkungan.
Latar Belakang
Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap implementasi dari Prinsip dan kriteria yang telah berjalan selama
lima tahun, pada tahun 2012-2013 RSPO melakukan review terhadap Prinsip dan Kriteria yang sudah
berlaku. Dalam prosesnya, pada tahun 2013, RSPO kemudian menyusun hasil perbaikan yang kemudian
disahkan sebagai Prinsip dan Kriteria baru pada tanggal 25 April 2013.Empat kriteria baru dalam prinsip
dan kriteria ini adalah1 :
- kriteria baru tentang mengharuskan growers (perusahaan) meminimalisir emisi gas rumah kaca
dari perkebunan yang baru,
- kriteria baru terkait praktik bisnis yang etis, dimana mengharuskan perusahaan-perusahaan
memiliki dan menjalankan kebijakan yang menentang korupsi.
- kriteria baru yang mengharuskan kebijakan hak asasi manusia diberlakukan dan dikomunikasikan
ke seluruh struktur perusahaan.
- mengenai kriteria yang menentang kerja paksa (Force labour).
Harapannya, dari proses revisi dan perbaikan pada prinsip dan kriteria RSPO yang baru ini akan mampu
menjawab tantangan dan kebutuhan serta desakan pasar yang lebih luas dalam rangka memastikan
produksi minyak sawit yang dihasilkan oleh anggota RSPO benar-benar memenuhi prinsip dan nilai-nilai
keberlanjutan.
Dalam proses dan implementasinya, Prinsip dan Kriteria yang telah disusun oleh RPSO ini memerlukan
adanya terjemahan dalam secara terperinci dalam skala nasional untuk memastikan prinsip dan kriteria ini
mampu di aplikasikan secara optimal di tingkat Nasional.
Dalam penerapannya di Indonesia, prinsip dan criteria ini perlu dilakukan penyesuaian dengan peraturan
nasional yang berlaku di Indonesia, untuk menjamin tidak adanya tumpang tindih secara aturan dalam
proses penerapannya. Proses pembahasan di Indonesia menjadi tanggung jawab National Interpretation
Task Force (NI-TF) dan dalam kerangka teknisnya dilakukan oleh Forum Minyak Sawit Berkelanjutan
Indonesia (FORMISBI). Keanggotaan dalam FORMISBI ini terdiri dari berbagai pemangku kepentingan,
dimana salah satunya adalah Sawit Watch.
Proses pembahasan dalam internal FORMISBI telah menghasilkan draft akhir yang kemudian dilakukan
proses konsultasi publik pada tanggal 5 Maret 2014 yang lalu di Bogor, dimana forum konsultasi publik
ini didominasi oleh kelompok perusahaan dan sektor privat lainnya. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan masukan yang lebih luas dari masyarakat terkait dengan hasil interpretasi yang telah di buat.
1 www.rspo.org
Dalam proses pembahasan interpretasi dalam FORMISBI serta pertemuan pembahasan draft akhir ini,
keterlibatan komunitas masyarakat sipil secara luas masih sangat minim, terutama dari masyarakat adat,
petani kelapa sawit, buruh dan lain sebagainya. Disisi lain, kelompok masyarakat inilah yang pada
akhirnya akan menerima dan merasakan dampak langsung di tingkat implementasi dari P&K ketika
diterapkan. Untuk itu, keterlibatan langsung dari masyarakat sipil untuk memberikan masukan dan usulan
konkrit terhadap draft akhirnya dari P&K ini.
Berangkat dari persoalan tersebut, Sawit Watch mempunyai inisiatif untuk melakukan konsultasi publik
di beberapa daerah untuk mendapatkan masukan langsung terkait dengan interpretasi yang sudah ada.
Hal ini karena diyakini bahwa, hasil interpretasi yang sudah selesai dilakukan masih memiliki banyak
kekurangan dan belum secara utuh menampung usulan dari masyarakat yang akan terkena dampak
langsung dari perkebunan kelapa sawit.
Kosultasi Publik Lima Wilayah
Konsultasi publik Ina NI Prinsip dan Kriteria RSPO merupakan satu inisiatif dari Sawit Watch dalam
meningkatkan peran masyarakat sipil untuk mengetahui secara dini segala hal yang berkaitan dengan
prinsip dan criteria ini. Hal ini juga didasari oleh terbatasnya keterlibatan masyarakat sipil pada proses
pembahasan interpretasi nasional prinsip dan criteria ini. Sedangakn disisi lain, pihak yang akan terkena
dampak langsung dalam implementasinya adalah masyarakat yang memiliki perkebunan kelapa sawit,
masyarakat adat, atau masyarakat sipil lainnya yang terkena dampak langsung dari industri perkebunan
kelapa sawit ini.
Pada konsuiltasi public yang dilakukan di lima wilayah ini, fokus Sawit Watch adalah terkait prisnip dan
criteria yang mencantumkan masalah social. Beberapa prinsip tersebut adalah prinsip 1,2,4, dan 6.
Prinsip 6 tentang tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik
kelapa sawit. Dalam prisnip ini banyak membahas persoalan masyarakat, buruh, pekerja, dan
kesejahteraan. Persoalan ini adalah sumber konflik yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit karena
persoalan ini kurang mendapatkan perhatian serius dari perusahaan. Akan menjadi perhatian serius oleh
perusahaan ketika apa yang dilakukan masyarakat dalam menuntut haknya sudah menggangu jalannya
bisnis kelapa sawitnya.
Persoalan komitmen terhadap transparansi (prinsip 1) dan ketaatan terhadap hokum yang berlaku (prinsip
2) juga menjadi isu penting lainnya yang menjadi pokok pembahasan dalam konsultasi publik yang
dilakukan. Hal ini berangkat dari fakta lapangan yang terjadi dimana persoalan transparansi dan ketaatan
pada hukum dan peraturan yang berlaku seringkali diabaikan oleh hamper semua perusahaan kelapa sawit
yang ada di Indonesia. Sehingga dalam konsultasi public yang dilakuka kritikan dan masukan terhadap
dua prinsip ini mendapatkan sorotan tajam dari peserta yang hadir dalam konsultasi public di lima
wilayah.
Sedangkan dalam prinsip 4 yang membahas tentang penggunaan praktik terbaik oleh perusahaan dan
pabrik. Hal ini menjadi menarik dibahas karena dalam prinsip ini, beberapa indicator menyebutkan
tentang kewajiban perusahaan untuk memberikan pelatihan kepada setiap pekerja yang ada di perkebunan
dan penyediaan alat kerja yang baik. Namun dalam fakta di lapangan yang terjadi adalah, pelatihan kerja
hanya diberikan kepada beberapa pekerja saja. Sedangkan pekerja lain sangat jarang mendapatkan
pelatihan dan mengandalkan pengalaman atau sekedar melihat orang lain yang sudah lebih
berpengalaman.. Hal ini seperti pelatihan mengambil buah (dodos) yang baik agar tidak mencelakakan
diri sendiri atau pelatihan tata cara pemupukan yang benar jika menggunakan pestisida.
Selain kesemuanya itu, isu lingkungan juga dibahas dalam konsultasi public terutama yang terkait dengan
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Social Impact Assesment, High Conservation Value, dan
penggunaan pestisida di perkebunan kelapa sawit.
Konsultasi yang telah dilakukan Sawit Watch dilakukan sejak tanggal 27 Maret – 14 April 2014 dan
meliputi lima wilayah yaitu :
- Sumatera Utara dengan melibatkan masyarakat dari Riau, Sumatera Barat, Aceh dan Medan
Konsultasi public yang dilakukan di Medan, fokus pada prinsip dan criteria yang berkaitan dengan
isu buruh. Hal ini terdapat dalam prinsip 4 yang membahas tentang proses pelatihan yang
mewajibkan perusahaan memberikan pelatihan kepada setiap pekerjanya. Sedangkan dalam prinsip 6
membahas tentang persoalan social yang ada di perkebunan kelapa sawit terutama pada indicator
yang terkait dengan buruh.
- Jambi dengan melibatkan NGO nassional, petani kelapa sawit Jambi, Kalimantan Barat dan beberapa
NGO local di Jambi
Konsultasi public di Jambi fokus pada isu social dan lingkungan. Hampir semua prinsip dan criteria
di bahas dalam konsultasi ini. Poin penting dalam konsultasi public ini adalah pada prinsip 6 dan 7
yang membahas isu social dan lingkungan.
- Sumatera Selatan, dengan melibatkan masyarakat dari Palembang Jambi, Lampung, Bengkulu dan
Bangka Belitung dan pemerintah local.
Dalam konsultasi ini, pokok pembahasan yang paling menonjol adalah pada prinsip 6 yang terkait
dengan isu social dan persoalan penyelesaian konflik di perkebunan kelapa sawit. Selain itu, folus
lain adalah pada prinsip 4 yang membahas tentang Sosial Impact Assesment, AMDAL dan persoalan
penggunaan pestisida.
- Kalimantan Barat
Dalma konsultasi ini, pembahasannya difokuskan pada prinsip 6 yang membahas tentang persoalan
sosil terutama yang berhubungan langsung dengan isu petani kelapa sawit. Sekain itu juga membahas
prinsip 7 tentang lingkungan terutama yang terkait dengan isu High Consevation Value.
- Kalimantan Tengah
Dalam konsultasi yang dilakukan di Kalimantan Tengah, fokus pembahasan adalah pada prinsip 6
dan 7 sama dengan yang dilakukan di Jambi.
Catatan Hasil Konsultasi Publik Lima Daerah
(lihat pada tabel berikut)
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
Prinsip dan Kriteria Interpretasi Awal Pada Usulan Perubahan/Penambahan Pada Catatan1.1 Indikator Mayor 1.1.4
Tersedia rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh Perusahaan berdasarkan kepentingannya
Indikator Mayor 1.1.4Tersedia rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh Perusahaan berdasarkan jangka waktu izin perusahaan
Hasil Konsultasi di Medan
Indikator Mayor 1.1.2Tersedia rekaman Permintaan informasiIndikator Mayor 1.1.3Tersedia rekaman tanggapan terhadap permintaan informasi
Penggabungan terhadap Indikator Mayor 1.1.2 dan 1.1.3Tersedia rekaman permintaan dan tanggapan terhadap permintaan informasi
Hasil Konsultasi di Medan
1.2 Indikator Mayor 1.2.1 Penambahan pada Indikator Mayor 1.2.1:Satuan biaya kredit, serta biaya subsidi dari negara dalam pembangunan kebun plasma
Hasil Konsultasi di Kalbar
Penambahan pada Indikator Mayor 1.2.1 huruf a: Dokumen HGU, peta izin, peta rencana pengelolaan, serta dokumen peta lainnya dalam format dan ukuran yang sesuai
Hasil Konsultasi di Kalimantan Barat, Jambi
Penambahan pada Indikator Mayor 1.2.1 huruf k:Dokumen perusahaan pemasok TBS dan/ atau CPO
Hasil Konsultasi di Medan
1.3 Indikator Minor 1.3.1:Harus tersedia kebijakan tertulis yang berisi komitmen terhadap kode integritas dan perilaku etis dalam seluruh pelaksanaan operasi dan transaksi.
Penambahan pada Indikator Minor 1.3.1:Harus tersedia kebijakan tertulis yang berisi komitmen terhadap kode integritas dan perilaku etis, serta anti korupsi dalam seluruh pelaksanaan operasi terhadap masyarakat adat/lokal, petani, pekerja dan buruh, serta transaksi termasuk pengalihan saham perusahaan kepada pihak lain.
Hasil Konsultasi di Kalimantan Barat, Jambi, Medan
Indikator Minor 1.3.2 Tersedia dokumentasi proses sosialisasi kebijakan ke seluruh tingkat pekerja dan operasi
Penambahan pada Indikator Minor 1.3.2:Tersedia dokumentasi proses sosialisasi kebijakan ke seluruh tingkat pekerja dan buruh, masyarakat terdampak, serta pihak yang relevan, dan operasi
Hasil Konsultasi di Jambi
Panduan Paragraf 1: Yang dimaksud dengan seluruh tingkat Penambahan pada Paragraf 1: Hasil Konsultasi di Jambi
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
operasi termasuk kontraktor (contoh:, pihak-pihak yang terlibat dalam keamanan).
Yang dimaksud dengan seluruh tingkat operasi termasuk pihak ketiga dalam kontrak (contoh:, pihak-pihak yang terlibat dalam keamanan).Ditambahkan menjadi Paragraf 2: Yang dimaksud masyarakat terdampak adalah petani, pekerja dan buruh, masyarakat adat/lokal yang berada di dalam dan di sekitar perkebunan dan pabrik
2.1 Indikator Mayor 2.1.1Harus tersedia bukti kepatuhan terhadap hukum yang relevan
Penambahan pada Indikator Mayor 2.1.1Harus tersedia bukti kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan hukum yang relevan
Hasil Konsultasi Jambi, Medan
Indikator Minor 2.1.3Mekanisme untuk memastikan kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku harus diimplementasikan
Perubahan pada Indikator Minor 2.1.3Dipindahkan menjadi Indikator Mayor dan diubah menjadi:Mekanisme untuk memastikan kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku harus diimplementasikan dalam seluruh pelaksanaan operasi dan transaksi
Hasil Konsultasi Jambi, Medan
Panduan Paragraf 3:Selain itu, di negara-negara yang memiliki ketentuan hukum adat, syarat-syarat dalam hukum adat tersebut juga akan dipenuhi
Perubahan Panduan Paragraf 3:Selain itu, di negara-negara yang memiliki ketentuan hukum adat, syarat-syarat dalam hukum adat tersebut harus dipatuhi
Hasil Konsultasi Jambi, Medan
2.2 Indikator Mayor 2.2.1Tersedia dokumen yang menunjukkan penguasaan/ pengusahaan tanah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Perubahan pada Indikator Mayor 2.2.1Dikembalikan pada dokumen Generik
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan
Indikator Minor 2.2.2Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal di demarkasikan secara jelas dan terpelihara
Perubahan Indikator Minor 2.2.2Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal ditunjukkan dengan tanda batas yang jelas dan dipelihara
Hasil konsultasi Jambi
Penambahan Panduan Khusus 2.2.2Tanda batas harus dipastikan tidak menghalangi dan/ atau menutup akses masyarakat terhadap wilayah kelola
Hasil konsultasi di Kalteng
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
mereka Indikator Minor 2.2.3Apabila terdapat, atau sudah terjadi sengketa, maka harus tersedia bukti penyelesaian atau kemajuan penyelesaian dengan proses penyelesaian konflik yang diterima oleh para pihak.
Perubahan pada Indikator Minor 2.2.3Dikembalikan pada Dokumen Generik dan dimasukkan dalam Indikator Mayor
Hasil Konsultasi Jambi, Medan
Indikator Minor 2.2.5Untuk setiap konflik atau sengketa terkait lahan, harus tersedia hasil bukti kesepakatan untuk membuat peta atau hasil penilaian terhadap areal/ lahan yang dipersengketan
Perubahan pada Indikator Minor 2.2.5Dikembalikan pada Dokumen Generik dan dimasukkan dalam Indikator Mayor menjadi:Untuk setiap konflik atau perselisihan terkait tanah, area yang diperselisihkan harus dipetakan secara bersama-sama dengan pihak-pihak yang terdampak (termasuk komunitas-komunitas tetangga dimana berlaku) dan tersedian peta hasil kesepakatan atau hasil penilaian terhadap areal atau lahan yang dipersengketakan
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan dan Kalteng
Indikator Mayor 2.2.6Untuk menghindari eskalasi konflik tersedia bukti tidak dilakukannya kekerasan oleh operasi perkebunan atau pabrik kelapa sawit dalam menjaga kedamaian dan ketertiban operasi-operasi yang sedang dijalankan dan/atau yang direncanakan.
Penambahan Pada Indikator Mayor 2.2.6Untuk menghindari eskalasi konflik tidak boleh terdapat bukti penggunaan kekerasan oleh operasi perkebunan atau pabrik kelapa sawit dalam menjaga kedamaian dan ketertiban operasi-operasi yang sedang dijalankan dan/atau yang direncanakan.
Hasil Konsultasi di Medan
2.3 Indikator Minor 2.3.2Tersedia salinan perjanjian-perjanjian yang telah dinegosiasikan lengkap dengan proses KBDD, termasuk didalamnya:
a. Berita acara sosialisasi b. Bukti pernyataan pelepasan hak c. Bukti kompensasi
Perubahan pada Indikator Minor 2.3.2Dikembalikan pada Dokumen Generik dan dimasukkan dalam Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan, Kalbar
Penambahan untuk Panduan Khusus 2.3.2Ketentuan mengenai status legal perusahaan setidaknya mengacu namun tidak terbatas pada:
a. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
Lebih lanjut, akibat hukum atas tanah (Pasal 8 dan Pasal 11 PP 40 tahun 1996) dan setelah berakhirnya konsesi (Pasal 17 PP 40 tahun 1996) harus disampaikan secara terbuka kepada komunitas masyarakat Penambahan pada Panduan Khusus 2.3.2Materi konsultasi kepada masyarakat setidaknya meliputi namun tidak terbatas pada:
a. Luasan izin yang diperoleh dari Pemerintahb. Batas-batas izin berdasarkan hasil pemetaan dan
identifikasi awal c. Jangka waktu operasid. Bentuk dan prosentasi lahan yang dialokasikan
untuk kemitraan, serta besaran kredit yang dibebankan kepada masyarakat
4.4 praktik-praktik mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah
Usulan Penambahan Panduan Khusus 4.4Harus ada penjelasan khusus dari RSPO tentang kualifikasi dari kualitas dan ketersediaan air yang dimaksud
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Minor 4.4.1Harus tersedia sebuah rencana pengelolaan air yang diimplementasikan
Perubahan Pada Indikator Minor 4.4.1Dimasukkan dalam indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Mayor 4.4.2Perlindungan aliran air dan lahan basah, termasuk menjaga dan memelihara daerah sempadan sungai dan daerah penyangga badan air lainnya pada saat atau sebelum penanaman ulang.
Perubahan Pada Indikator Mayor 4.4.2perlindungan aliran air, gambut dan lahan basah, termasuk menjaga dan memelihara daerah sempadan sungai dan daerah penyangga badan air lainnya pada saat atau sebelum penanaman ulang.
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Minor 4.4.3Tersedia rekaman pemantauan BOD (Biochemical Oxygen Demand) limbah cair pabrik dan upaya untuk memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku
Penambahan Pada Indikator Minor 4.4.3tersedia rekaman pemandatauan BOD (biochemical oxygen demand) dan perhitungan harian untuk mengukur debit dan pengukuran PH limbah cair pabrik dan upaya untuk memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku
Hasil Konsultasi di Palembang
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
4.6 Panduan Khusus 4.6.1Langkah-langkah dilakukan untuk menghindari timbulnya kekebalan pada target (seperti pengaturan rotasi penggunaan pestisida) sebaiknya dijustifikasi dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif pestisida yang relatif kurang berbahaya dan PHT
Penambahan pada Panduan Khusus 4.6.1Bukti penggunaan pestisida yang terdokumentasi tersebut harus ditunjukkan dan disosialisasikan kepada minimal kepada masyarakat sekitar dan juga kepada para pihak yang berkepentingan
Hasil Konsultasi di Kalteng
Usulan Penambahan Kriteria baru terkait dengan daya tampung atau daya tahan tanah terhadap pestisida
Hasil Konsultasi di Palembang
Usulan penambahan untuk Panduan Khusus 4.6Harus ada aturan pakai dan cara penggunaan pestisida di lahan gambut dan rawa berdasarkan kajian teknis dan ilmiah
Hasil konsultasi di Kalteng
Usulan Penambahan Pada Panduan Khusus terkait dengan Aturan tentang Pestisida:
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 258/MENKES/PER/III/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: PER-03/MEN/1986 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Tempat Kerja yang mengelola pestisida.
- Keputusan Menteri Pertanian No. 949 Tahun 1998 Tentang: Pestisida Terbatas
- Peraturan Pemerintah Nomor: 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida
Hasil Konsultasi di Palembang
4.7 Rencana keselamatan dan kesehatan kerja didokumentasikan, dikomunikasikan secara efektif, dan diimplementasikan.
Perubahan Pada Indikator Minor dalam Kriteria 4.7 semuanya dipindahkan menjadi Indikator Mayor
Hasil Konsultasi Medan
Indikator Mayor 4.7.4Orang yang bertanggung jawab dalam program kesehatan dan keselamatan kerja harus diidentifikasi dan tersedia rekaman pertemuan berkala untuk membicarakan masalah kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja.
Penambahan Pada Indikator Mayor 4.7.4Orang yang bertanggung jawab dalam program kesehatan dan keselamatan kerja harus diidentifikasi dan tersedia rekaman pertemuan berkala dengan buruh atau serikat buruh/ serikat pekerja untuk membicarakan
Hasil Konsultasi Medan
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
masalah kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja.Penambahan Pada Panduan Khusus 4.7.4Dalam pelaksanaannya ada pengawasan dari serikat buruh/serikat pekerja dan atau badan/organisasi independent lainnya serta pemerintah.
Hasil Konsultasi Medan
4.8 Seluruh staf, pekerja, petani plasma dan pekerja kontrak telah diberikan pelatihan yang layak.
Perubahan pada Indikator 4.8Seluruh staf, buruh dan/ atau pekerja serta petani plasma telah diberikan pelatihan yang layak.
Hasil Konsultasi Medan
5.1 Aspek-aspek manajemen perkebunan dan pabrik kelapa sawit, termasuk penanaman ulang, yang berdampak terhadap lingkungan, diidentifikasi, dan rencana untuk mengurangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif dibuat, diimplementasikan, dan dipantau, untuk menunjukkan perbaikan secara terus menerus.
Penambahan Panduan Khusus terkait dengan Peraturan tentang Pelaporan:- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 15 tahun
2013 tentang Pengukuran, Pelaporan, dan Verivikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Mayor 5.1.1Harus tersedia dokumen analisis dampak lingkungan.
Perubahan Pada Indikator Mayor 5.1.1Harus tersedia dokumen analisis dampak sosial dan lingkungan.
Hasil Konsultasi di Palembang
Penambahan Pada Panduan Khusus 5.1.Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) harus menjadi bagian pertimbangan utama dalam melakukan pengembangan dan penanaman baru
Hasil Konsultasi di Palembang
Status spesies langka, terancam, atau terancam punah dan habitat ber-Nilai Konservasi Tinggi (NKT) lainnya, apabila ada, yang terdapat dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen perkebunan atau pabrik kelapa sawit, harus diidentifikasi dan operasi-operasi harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin bahwa spesies dan habitat tersebut terjaga dan/atau terlindungi dengan baik.
Perubahan Pada Kriteria 5.2Status spesies langka, terancam, atau terancam punah dan daerah ber-Nilai Konservasi Tinggi (NKT) lainnya, apabila ada, yang terdapat dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen perkebunan atau pabrik kelapa sawit, harus diidentifikasi dan operasi-operasi harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin bahwa spesies dan daerah tersebut terjaga dan/atau terlindungi dengan baik.
Hasil Konsultasi di Palembang
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
5.2 Panduan Khusus 5.2 Paragraf 2Untuk kebun-kebun yang dibangun sebelum November 2005, identifikasi NKT bisa dilakukan pihak Internal perusahaan (dimana ketua tim harus disetujui oleh RSPO), dengan kajian sejawat (peer review) dari pihak yang berkompeten
Perubahan Pada Panduan Khusus 5.2 Paragraf 2Untuk kebun-kebun yang dibangun sebelum November 2005, identifikasi NKT harus dilakukan oleh pihak Eksternal secara independen, dengan kajian dari ahli berdasarkan keahlian dan fokus yang sama (peer review) dan melibatkan masyarakat terdampak
Hasil konsultasi di Kalbar, Jambi, Medan
Usulan Penambahan Pada Panduan Khusus 5.2Perlu dilakukan pelatihan bagi Petani Plasma terkait dengan identifikasi dan pengelolaan NKT
Hasil Konsultasi di Kalbar
Indikator Minor 5.2.3Tersedia rekaman program sosialisasi kepada semua tenaga kerja dan pemberian sanksi kepada setiap individu yang bekerja untuk perusahaan apabila terbukti menangkap, menyakiti, mengoleksi atau membunuh spesies langka, terancam dan terancam punah (RTE).
Penambahan Pada Indikator Minor 5.2.3Tersedia rekaman program sosialisasi kepada semua tenaga kerja serta rekaman pemberian sanksi kepada setiap individu yang bekerja untuk perusahaan apabila terbukti menangkap, menyakiti, mengoleksi atau membunuh spesies langka, terancam dan terancam punah (RTE).
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Minor 5.2.4Jika terdapat NKT, harus tersedia rencana dan hasil pemantauan NKT.
Perubahan Pada Indikator Minor 5.2.4Dijadikan Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Jambi
6.1 Indikator Mayor 6.1.2Harus tersedia bukti bahwa penilaian telah dilakukan dengan partisipasi pihak-pihak yang terkena dampak.
Penambahan Pada Indikator Mayor 6.1.2Harus tersedia bukti bahwa penilaian telah dilakukan dengan partisipasi pihak-pihak yang terdampak dan pemangku kepentingan lain yang relevan
Hasil Konsultasi di Palembang
Indikator Mayor 6.1.3Harus tersedia rencana pengelolaan dampak sosial dan rencana pemantauan dampak sosial yang berdasarkan hasil Analisis Dampak Sosial melalui proses konsultasi.
Penambahan Pada Indikator Mayor 6.1.3Harus tersedia rencana pengelolaan dan penyelesaian dampak sosial secara partisipatif dari para pihak yang terdampak serta pihak yang relevan lainnya beserta kerangka kerja dan waktu berdasarkan hasil Analisis Dampak Sosial melalui proses konsultasi
Hasil Konsultasi di Medan, Palembang
Indikator Minor 6.1.5Harus memperhatikan secara khusus dampak terhadap skema
Penambahan pada Indikator Minor 6.1.5Harus memperhatikan secara khusus dampak terhadap
Hasil Konsultasi di Jambi dan Palembang
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
petani plasma (bila perkebunan memiliki skema ini). skema petani plasma (bila perkebunan memiliki skema ini), buruh, dan masyarakat sekitar (terutama perempuan dan anak)
6.2 Indikator Minor 6.2.2Perusahaan harus memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan para pihak.
Perubahan Pada Indikator Minor 6.2.2Dipindah ke Indikator Mayor dan diubah menjadi:Perusahaan harus memiliki struktur Hubungan Masyarakat (HuMas) di semua tingkat manajemen yang bertanggungjawab untuk mengambil keputusan dalam berkonsultasi dan berkomunikasi dengan para pihak yang berkepentingan dan relevan di semua tingkatan manajemen
Hasil Konsultasi di Kalbar, Palembang, dan Medan
6.3 Indikator Major 6.3.1Mekanisme yang terbuka untuk seluruh pihak yang terkena dampak, harus menyelesaikan perselisihan dengan cara yang benar, tepat waktu dan efektif, serta menjamin anonimitas pelapor dan pengungkap kasus (whistleblower), apabila diminta, sepanjang laporan tersebut didukung dengan informasi yang memadai.
Perubahan Pada Indikator Major 6.3.1Mekanisme yang terbuka untuk seluruh pihak yang terkena dampak, harus menyelesaikan perselisihan dengan cara yang benar, tepat waktu dan efektif, sepanjang laporan tersebut didukung dengan bukti awal yang cukup serta menjamin anonimitas pelapor dan pengungkap kasus (whistleblower), apabila diminta
Konsultasi Internal
Penambahan Indikator Major Tersedia mekanisme yang disepakati para pihak dalam penanganan keluhan atau ketidakpuasan
Hasil Konsultasi di Kalbar
Indikator Minor 6.3.2Harus tersedia rekaman proses dan hasil penanganan perselisihan
Perubahan Pada Indikator Minor 6.3.2Dimasukkan menjadi Indikator Mayor
6.4 Kriteria Minor 6.4.2Prosedur kalkulasi dan pembayaran kompensasi harus tersedia, diimplementasikan, dipantau, dan dievaluasi secara partisipatif. Tindakan korektif dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Perubahan Pada Indikator Minor 6.4.2Dikembalikan pada Dokumen Generik dan Dimasukkan dalam Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Kalbar, Medan, Jambi
Perubahan pada Panduan Khusus 6.4.2:Dihapuskan
6.5 Upah dan persyaratan-persyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak
Penambahan Indikator Minor Baru:Adanya rekaman ketersediaan Alat Keselamatan Kerja
Hasil Konsultasi di Jambi
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
standar minimum industri atau hukum, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
dan Alat Keselamatan Diri (APD) tersosialisasi dan terimplementasi di tempat kerja pada seluruh tingkat operasi
Indikator Mayor 6.5.2Perjanjian kerja bersama/ Peraturan Perusahaan sesuai peraturan tenaga kerja, tersedia dalam bahasa yang jelas dan dijelaskan oleh pihak manajemen atau Serikat Pekerja.
Perubahan Pada Indikator Mayor 6.5.2perjanjian kerja bersama/PKB dan/atau Peraturan Perusahaan harus dibuat perusahaan bersama dengan serikat buruh/serikat pekerja yang ada di perusahaan dengan mengacu kepada peraturan ketenagakerjaan seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
Hasil Konsultasi di Medan
Indikator Minor 6.5.3Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit harus menyediakan perumahan layak, persediaan air, kebutuhan-kebutuhan medis, pendidikan dan kenyamanan yang sesuai dengan standar nasional atau standar lebih tinggi, apabila fasilitas publik tidak tersedia atau tidak dapat diakses.
Perubahan Pada Indikator Minor 6.5.3Dipindahkan menjadi Indikator Mayor dan Menjadi:Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit harus menyediakan perumahan layak, persediaan air, kebutuhan-kebutuhan medis, pendidikan dan kenyamanan yang sesuai dengan standar nasional atau standar lebih tinggi.
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan
Penambahan Indikator Baru Mayor 6.5.5Untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit harus membayar upah minimal sesuai dengan UMSK yang berlaku dan tunjangan-tunjangan buruh bukan merupakan bagian dari upah pokok
Hasil Konsultasi di Medan
Penambahan Panduan Khusus 6.5.3 dan 6.5.5Perumahan, listrik, air bersih, dan beras diberikan kepada buruh dan/ atau pekerja tidak masuk dalam komponen upahUpah terdiri dari upah pokok dan tunjangan-tunjangan. Tunjangan terdiri dari tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Tunjangan tetap adalah sandang, pangan,
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
papan, sosial dan pendidikan yang diberikan terus menerus kepada buruh.
6.6 Indikator Minor 6.6.2Harus tersedia rekaman pertemuan dengan serikat pekerja atau perwakilan pekerja
Perubahan Pada Indikator Minor 6.6.2Harus tersedia bukti tertulis hasil pertemuan dengan Serikat Buruh dan/ atau Pekerja atau Perwakilan Buruh dan/ atau Pekerja
Hasil Konsultasi di Medan
Penambahan Indikator baru 6.6.3perusahaan perkebunan harus memberikan fasilitas kepada serikat buruh/serikat pekerja baik berupa sarana dan prasarana yang tempatnya disekitar perkebunan yang ditentukan oleh serikat buruh/serikat pekerja bagi semua serikat buruh/serikat pekerja yang terdapat didalam perkebunan/PKS
Hasil Konsultasi di Medan
Penambahan pada Panduan 6.6Pemberi kerja memberikan ruang kepada buruh dan/ pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh dan/ serikat pekerja independen serta menghapuskan sistem kerja kontrak
Hasil Konsultasi di Jambi
6.7 Anak-anak tidak dipekerjakan atau dieksploitasi. Penambahan Indikator Mayor Baru:Indikator Mayor 6.7.3 Tidak terdapat bukti penggunaan tenaga kerja anak dalam bentuk pekerjaan apapun dalam semua tingkat operasi
Hasil Konsultasi di Jambi, Medan
Penambahan Indikator Minor Baru:Indikator Minor 6.7.4Tersedia rekaman sosialisasi pelarangan penggunaan tenaga kerja anak dalam seluruh tingkat operasiIndikator Minor 6.7.5Tersedia rekaman perbaikan terkait dengan target harian kerja untuk menghindari penggunaan anak oleh tenaga kerja
Hasil Konsultasi di Jambi
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
6.8 Indikator Mayor 6.8.2Harus tersedia bukti bahwa pekerja dan kelompok-kelompok termasuk komunitas-komunitas lokal, perempuan, dan pekerja migrant tidak didiskriminasi
Penambahan Pada Indikator Mayor 6.8.2Harus tersedia bukti bahwa pekerja dan kelompok-kelompok termasuk komunitas-komunitas lokal, perempuan, pengurus dan anggota serikat, serta pekerja migrant tidak didiskriminasi
Hasil Konsultasi di Jambi
6.10 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya.
Penambahan Pada Indikator Major:Indikator 6.10.1 Adanya mekanisme pembangunan kebun plasma yang adil dan transparan, yang meliputi namun tidak terbatas pada:
1. Harus tersedia bukti keikutsertaan petani plasma/ kelembagaan petani dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penilaian kebun sebelum di alihkan/dikonversi kepada petani plasma.
2. Tersedia bukti dan dokumen yang menyatakan kebun plasma di alihkan/dikonversi kepada petani plasma dalam jangka waktu 48 bulan setelah kebun plasma di tanam.
3. Tersedia bukti berita acara penyerahan/konversi kebun plasma kepada petani peserta.
4. Tidak terdapat pengaduan dari kelembagaan petani/petani peserta terkait dengan kualitas kebun plasma secara fisik tanaman yang diterima setelah di konversi/dialihkan.
Hasil Konsultasi di Kalbar, Kalteng
Penambahan Pada Indikator Major:Indikator Major 6.10.2Adanya mekanisme yang adil dan transparan terkait dengan pengelolaan dan pengolahan Tandan Buah Segar (TBS), yang meliputi namun tidak terbatas pada:
1. Tidak ada pembatasan atau kuota bagi pengiriman TBS milik petani.
2. Tersedia rekaman tindakan dalam
Hasil Konsultasi di Kalbar
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
mengoptimalkan kapasitas pabrik. 3. Tersedia dokumen biaya indek K yang terbuka
atau transparan untuk petani/kelembagaan petani.
4. Terdapat bukti atau dokumen terkait yang terdistribusi kepada petani/kelembagaan petani tentang keputusan team penentuan harga di provinsi setiap bulan
5. Tersedia bukti dan dokumen besaran sortasi buah.
6. Tersedia bukti latihan bagi Petugas sortasi buah. 7. Tersedia bukti Waktu sortasi buah tidak
dilakukan pada malam hari.8. Tersedia rekaman dan bukti terhadap evaluasi
alat timbang TBS yang melibatkan pihak terkait dan dinas lokal terkait.
Indikator Mayor 6.10.2 Perubahan Pada Indikator Mayor 6.10.2Diganti menjadi 6.10.3
Indikator Minor 6.10.3Harus tersedia bukti bahwa semua pihak memahami kesepakatan kontrak yang mereka lakukan, dan bahwa kontrak-kontrak tersebut adil, legal dan transparan
Perubahan Pada Indikator Minor 6.10.3Dimasukkan kedalam Indikator Mayor dan dirubah menjadi Indikator Major 6.10.4
Hasil Konsultasi di Kalbar
Indikator Minor 6.10.1 Harga TBS yang berlaku dan sebelumnya harus tersedia untuk umum.
Perubahan pada Indikator 6.10.1Diganti menjadi Indikator Minor 6.10.5 dan ditambahkan menjadi:harga TBS harus sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan pembuktian pembelian 2 tahun terakhir
Hasil Konsultasi di Palembang
Penambahan Panduan Khusus 6.10.5bukti pembelianTBS yang dilakukan oleh perusahaan
Hasil Konsultasi di Palembang
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
sesuai dengan harga ketetapan pemerintah6.11 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berkontribusi
terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan bilamana memungkinkan.
Perubahan Pada Kriteria 6.11Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan.
Hasil Konsultasi di Palembang, Medan
Indikator Minor 6.11.1Harus tersedia rekaman kontribusi perusahaan pada pembangunan lokal berdasarkan hasil konsultasi dengan komunitas lokal.
Perubahan Pada Indikator Minor 6.11.1Dimasukkan menjadi Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Palembang, Medan
Penambahan Baru Indikator Mayor 6.11.3Peningkatan kapasitas local, masyarakat adat, buruh dan pekerja di wilayah perkebunan yang terdampak
Hasil Konsultasi di Medan
6.12 Indikator Minor 6.12.2Harus ditunjukkan bahwa tidak terjadi substitusi perjanjian kerja.
Perubahan Pada Indikator Minor 6.12.2Dimasukkan dalam Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Medan
6.13 Indikator Major 6.13.1Harus tersedia kebijakan untuk menghormati Hak Asasi Manusia dan dikomunikasikan ke seluruh tingkatan pekerja dan operasi
Perubahan pada Indikator Major 6.13.1Harus tersedia kebijakan untuk menghormati Hak Asasi Manusia dan dikomunikasikan ke seluruh tingkatan pekerja dan operasi serta masyarakat terdampak
Hasil Konsultasi di Jambi
Penambahan pada Indikator Major Baru:Indikator 6.13.2:Terdapat bukti rekaman pelibatan masyarakat dalam penyusunan dan pembuatan kebijakan HAM
Hasil Konsultasi di Kalbar
Penambahan Indikator Minor 6.13.3:Terdapat bukti rekaman pelatihan HAM pada seluruh tingkat operasi dan kepada pihak ketiga dalam kontrak
Hasil Konsultasi di Kalbar
7.1 Indikator Minor 7.1.2Rencana pengelolaan dan prosedur operasional yang benar harus disusun dan diimplementasikan untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif potensial yang telah diidentifikasi.
Perubahan Pada Indikator Minor 7.1.2Rencana pengelolaan dan prosedur operasional yang benar harus disusun dan diimplementasikan untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif sosial dan lingkungan yang telah diidentifikasi.
Hasil Konsultasi di Kalbar
Panduan Halaman 92 (dalam highlight kuning):Internal SEIA & HCV assesment hanya dapat dilakukan untuk area 500 Ha (untuk negara tanpa NI, mengacu RSPO P&C
Perubahan Pada Panduan Halaman 92 (dalam Highlight kuning):Keseluruhan proses Penilaian Kajian Analisis Dampak
Seluruh Putaran Hasil Regional Konsultasi Publik
Hasil Konsultasi Publik atas Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPOKalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
27 Maret – 14 April 2014
Generic 2013) namun dalam diskusi INA NITF ada beberapa pendapat sebaiknya mengacu pada PermenLH 13/2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan PERMENLH No 5/2012 batasan luasan untuk wajib AMDAL adalah ≥ 3000 Ha (untuk didiskusikan lebih lanjut setelah konsultasi publik)
Sosial dan Lingkungan serta Daerah ber-Nilai Konservasi Tinggi harus dilakukan oleh Pihak Penilai Eksternal yang Independen serta pihak berkepentingan yang relevan tanpa batasan minimal luasan areal penilaian, dimana sekecil apapun luasan yang akan dipetakan harus dilakukan oleh Pihak Penilai Eksternal yang Independen serta pihak berkepentingan yang relevan. Proses konsultasi dan pelibatan masyarakat terdampak menjadi sangat penting dalam Penilaian Kajian Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan serta Daerah ber-Nilai Konservasi Tinggi ini.
7.3 Penambahan Pada Panduan Khusus 7.3:Terkait dengan Aturan Hukum dan Perundang-undangan Nasional terkait dengan NKT merujuk pada daftar aturan perundang-undangan yang telah diidentifikasi oleh INA HCV TF
Hasil Konsultasi di Palembang
7.4 Indikator Minor 7.4.1Peta-peta indikatif yang menunjukkan tanah rapuh dan marginal, termasuk lereng eksesif dan lahan gambut, harus tersedia dan digunakan untuk mengidentifikasi area-area yang akan dihindari.
Perubahan Pada Indikator Minor 7.4.1:Dirubah menjadi Indikator Major
Hasil Konsultasi di Palembang
7.6 Indikator Minor 7.6.5Proses dan hasil setiap tuntutan kompensasi harus didokumentasikan dan tersedia untuk pihak yang terkena dampak
Perubahan Pada Indikator Minor 7.6.5Dimasukkan ke dalam Indikator Mayor
Hasil Konsultasi di Jambi