2.addendum Dokumen Pemilihan Pengawasan Hanggar dan Apron.pdf
HANGGAR KELOMPOK 15
-
Upload
slprabowo18 -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of HANGGAR KELOMPOK 15
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
1/14
Tugas Hukum Anggaran Negara
Kasus Mantan Dirut Merpati Airlines, Apakah Termasuk
Kerugian Negara?
Kelompok 15:
Evan Ferdian Basri (1106074203)
Ebel Aston (1106074260)
Alysha Athia (1106074273)
Monica Margaretha Napitupulu (1106074310)
Reyhan Arsyaputra (1106074336)
Taufiqurrahman (1106074380)
Fransiskus Xaverius Sigit Luhur Prabowo (1106074405)
DEPOK,
2013
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
2/14
A. Permasalahan/Issue
Pada tahun 2006, di bulan Januari, Pemerintah memberi suntikan modal PMN sebesar 75
milyar rupiah, yang masih kurang dari kebutuhan. Oleh sebab itu, kondisi keuangan Merpati
semakin memburuk hingga bulan April 2006 dan pemegang saham telah menunda
pengesahan RKAP atau Rencana Kerja Anggaran Perusahaan Tahun 2006. Kemudian,
Kementrian BUMN membantu fasilitas Kredit Avtur, dimana Merpati terus melanjutkan
pencarian pesawat Classic melalui iklan di www.speednews.com. Pada bulan Oktober di
tahun yang masih sama, pada akhirnya RKAP 2006 telah disahkan. Di bulan Desember tahun
2006, terdapat momen-momen penting terkait dengan Merpati Airlines. Pada tanggal 8
Desember, Merpati telah menerima proposal dari Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG)
untuk menyewa dua pesawat dengan skema Leveraged Aircraft Leasing. Pada tanggal 18
Desember, terjadi penandatanganan Lease of Aircraft Summary of Terms (LASOT) antara
Merpati dan TALG, dimana dengan Security Deposit yang bersifat Refundable dan melalui
Hume Associaties, Merpati menunjuk Lawrence Siburian untuk melakukan pemeriksaan
terhadap TALG. Pada tanggal 18 sampai 20 Desember, terdapat pelaksanaan pemeriksaan
atas TALG. Pada tanggal 19 Desember, Alan Messner, selaku CEO TALG, mengkonfirmasi
penandatanganan Aircraft Purchase Agreement antara TALG dan East dover. Kemudian atas
dasar informasi hasil pemeriksaan, pada tanggal 20 Desember, seluruh Direksi
menandatangani Circular. Lalu, terdapat eksekusi transfer Security Deposit ke TALG pada
tanggal 21 Desember.
Pada awal tahun 2007, di bulan Januari, telah terjadi kegagalan penyerahan pesawat
pertama. Kemudian pihak Merpati telah mengajukan gugatan perdata terhadap TALG dan
Alan Messner pada tanggal 17 April tahun 2007. Setelah diajukan gugatan tersebut, Badan
Pemeriksa Keuangan memeriksa Merpati di bulan yang sama. Kemudian pada bulan Mei,
Merpati telah diperiksa oleh JAM Pidsus Kejaksaan. Setelah menjelang beberapa waktu,
pada tanggal 9 Juli 2007, Merpati telah memenangkan gugatan perdata. Kemudian pada saat
menjelang akhir tahun 2007, lebih tepatnya pada bulan September, Bareskrim Polri
memeriksa Merpati dengan kesimpulan bahwa Belum Ditemukan Fakta.
http://www.speednews.com/http://www.speednews.com/ -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
3/14
Selanjutnya di bulan Mei 2008, tepat dua tahun setelah Kementrian BUMN membantu
fasilitas Kredit Avtur, Merpati telah diperiksa lagi oleh JAM Intel Kejaksaan. Pada tahun
yang sama pula Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Keuangan menyetujui
penambahan modal Merpati sebesar Rp. 300 Miliar untuk memperbaiki kondisi perusahaan,
antara lain, dengan melaksanakan Restrukturisasi SDM, Revitalisasi Armada, Relokasi
Operasi dan perbaikan cash flow
Kemudian pada bulan Oktober 2009, Komisi Pemberantas Korupsi telah memeriksa
Merpati yang kemudian memberikan kesimpulan bahwa Tidak Ditemukan Unsur Pidana.
Bersamaan dengan permasalahan yang ada, Merpati meluncurkan kembali sistem pelayanan
secara online. pada tahun ini Merpati menerapkan program kinerja SDM terpadu melalui
PMS atau Performance Manajemen System, serta peluncuran Merpati Pilot School (MPS)
untuk mencetak kebutuhan penerbang Merpati.
Pada tahun 2010, tepatnya bulan Mei, tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi terkait
dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap Merpati.
Pada tahun 2011, JAM Pidsus kembali memeriksa Merpati dan kemudian dikeluarkan
penetapan tersangka pada HN (Hotasi Nababan) dan GA (Guntur Aradea).
B. Analisis
1. Status Hukum Keuangan dalam Merpati Airline
Merpati Airlines pada tahun 2006 mengadakan penyewaan 2 unit pesawat kepada Thirdstone
Aircraft Leasing Group (TALG). Pada saat tersebut, diadakanlah penandatanganan kontrak
Lease atau Sewa antara Merpati dan TALG tersebut. Namun, pada awal tahun 2007, terjadi
kegagalan penyerahan unit pesawat tersebut, dan ternyata diketahui bahwa TALG telah
melakukan perjanjian jual-beli dengan East Dover atas unit pesawat tersebut. Padahal,
Merpati Airlines telah membayarkan uang sejumlah 1 Juta USD kepada TALG sebagai
deposit. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah jika ditinjau dari status hukum keuangan
Merpati Airlines, apakah perbuatan penyewaan Merpati Airlines ini telah merugikan negara
Merpati Airlines sebagai Badan Usaha adalah termasuk Badan Usaha Milik Negara atauBUMN. BUMN ini, menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
4/14
Badan Usaha Milik Negara, memiliki pengertian sebagai badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sehingga, di dalam BUMN, Negara hanya
menyalurkan dana untuk penyertaan modal di dalam BUMN tersebut, yang mana modal ini
berasalnya dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Merpati Airlines yang dalam hal ini
termasuk sebagai Perusahaan Perseroan, sesuai dengan Pasal 1 butir 1 UU No. 19/2003,
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang
tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Dalam hal ini, status hukum keuangan Merpati Airlines sebagai Badan Usaha Milik Negara,
adalah bukan termasuk sebagai kekayaan negara atau kekayaan publik. Di dalam BUMN,
terjadi suatu transformasi dari uang publik menjadi uang privat. Pemerintah seperti telah
disebutkan diatas melakukan penyertaan modal kepada BUMN, sehingga dapat dikatakan
bahwa Pemerintah adalah pendiri BUMN. Sebagai penyerta/pemasok modal BUMN, negara
statusnya adalah sebagai pemodal atau pemegang saham. Modal BUMN ini berasal dari
Negara, yaitu dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 4 ayat (1) UU No. 19/2003). Arti
dipisahkan tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1), pemisahan kekayaan kekayaan
dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnyapembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, Namur pembinaan
dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Dari ketentuan Pasal tersebut, tampak jelas dengan dipisahkannya dari APBN yang
merupakan keuangan Negara itu sendiri, maka modal/kekayaan negara menjadi putus
hubungannya dengan APBN, sehingga ketika harta kekayaan itu dimasukkan/disetor lepada
BUMN, menimbulkan akibat, yaitu peralihan hak milik kekayaan negara menjadi kekayaan
BUMN. Harta kekayaan tersebut bukan lagi milik negara. Hal ini sejalan dengan teori badan
hukum, bahwa badan hukum memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan
pendiri maupun pengurusnya. BUMN adalah badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri
terpisah dari kekayaan negara selaku pendirinya. Karena itu, hubungan negara dan BUMN
hanya sebatas kepemilikan saham atau modal, sementara aset yang dimiliki oleh BUMN
merupakan milik BUMN itu sendiri.
Negara tidak dapat lagi campur tangan atau mengutak-utik modal yang telah dimasukkan
BUMN karena sudah menjadi milik BUMN. Kewenangannya hanya menjadi sebatas untuk
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
5/14
mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris BUMN. Dengan kedudukannya
sebagai pemegang saham, negara hanya berhak memperoleh pembagian keuntungan atau
deviden dari BUMN setiap tahunnya. Kekayaan negara yang dipisahkan itu sendiri di dalam
BUMN hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara.
Sebaliknya, apabila BUMN menderita kerugian, negara bertanggung jawab hanya terbatas
sebesar modal yang dimasukkan ke dalam BUMN. Di dalam suatu persero, pemegang saham
tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat
(1) UUPT).
Sehingga, dapat disimpulkan, bahwa saat pemerintah melakukan pemisahan kekayaan negara
dalam rangka penyertaan BUMN, uang tersebut masih berstatus uang publik, karena sebelum
penyertaan modal terjadi, negara masih berstatus sebagai badan hukum publik yang tunduk
dengan hukum publik. Namun setelah BUMN berdiri, kedudukan negara sebagai badan
hukum publik seketika bertransformasi menjadi badan hukum privat, yaitu melakukan
pendirian badan hukum BUMN, sehingga terjadilah transformasi status hukum keuangan
BUMN itu sendiri, yaitu yang tadinya berasal dari uang publik menjadi uang privat.
Tanggung jawab Negara selanjutnya hanyalah terbatas kepada besarnya modal yang
dimasukkan. Apabila BUMN menderita kerugian yang melebihi modalnya maka negara tidak
ikut bertanggung jawab untuk menanggung kerugian tersebut.
Oleh sebab itulah, Merpati Airlines, yang adalah merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara, dapat dikatakan bahwa status hukum keuangannya adalah termasuk uang privat,
yaitu uang yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan persero tersebut dan bukan
termasuk dari kekayaan Negara. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kekayaan BUMN
dalam hal ini, Merpati Airlines, merupakan kekayaannya sendiri dan bukan merupakan
kekayaan Negara.
Namun sebenarnya, terdapat perbenturan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai hal ini. Dimana ketentuan dalam Pasal 2 huruf g UU No. 17/2003, dianggap
berbenturan dengan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19/2003 yang telah disebutkan di awal. Di
dalam pasal 2 huruf g UU No. 17/2003 tersebut dinyatakan bahwa.
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
6/14
Dari butir g diatas, kekayaan Negara dinyatakan adalah termasuk juga kekayaan yang
dipisahkan, sehingga berarti termasuk juga atas modal yang diberikan secara penyertaan oleh
Negara ketika berdirinya suatu BUMN. Sehingga jika dihubungkan dengan Pasal 4 UU No.
19/2003, tampak terjadi perbenturan kepentingan, dimana di satu pihak kekayaan BUMN
dianggap sebagai kekayaan BUMN itu sendiri, dan di pihak lain kekayaan BUMN dianggap
sebagai kekayaan Negara. Hal ini lah yang memberi akibat berdampak akan adanya
ketidakpastian hukum yang membingungkan penegak hukum, termasuk hakim.
Jika dikaitkan dengan kasus Merpati Airlines yang menimpa mantan Direktur Utama
Merpati, sesungguhnya dapat disimpulkan bahwa Negara tidak dirugikan dengan adanya
kasus ini. Hal ini dikarenakan, jika ditinjau dari segi status hukum keuangan Merpati
Airlines, keuangan nya sebagai suatu perusahaan BUMN, seharusnya tidak mempengaruhi
keuangan Negara. Mengingat terdapatnya pemisahan harta kekayaan antara kekayaan BUMN
dan kekayaan Negara itu sendiri. Dimana dengan kedudukannya sebagai pemegang saham,
Negara yang hanya berhak untuk memperoleh pembagian keuntungan atau deviden dari
BUMN saja, nantinya tidak akan ikut menderita kerugian yang dialami oleh BUMN. Hal ini
merupakan akibat dari kedudukan Negara yang hanya sebagai pemodal saja di dalam
perusahaan persero BUMN, menyebabkan Negara tidak akan menanggung kerugian lebih
dari apa yang telah dimasukkan Negara di dalam penyertaan modalnya di BUMN. Inilahyang merupakan esensi dari pemberlakuan transformasi status hukum uang publik menjadi
uang privat di dalam BUMN, agar dalam hal terjadinya kerugian, baik itu kerugian seperti
yang dialami Merpati ataupun bahkan pailit, nantinya Negara tidak akan mengalami
kerugian, karena tidak akan memberikan dampak kepada keuangan Negara itu sendiri.
Kerugian yang dialami suatu BUMN, tidak berarti langsung merugikan Negara 1. Apalagi
kerugian dari satu transaksi yang dilakukan BUMN saja, tentunya tidak akan berdampak
langsung merugikan Negara, karena masih banyak terdapat lagi transaksi-transaksi lainnya
yang dapat menguntungkan Negara.
1http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.10
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
7/14
2.) Apakah kebijakan Direksi dapat dikatakan tindak Pidana ?
Pada konsepnya perusahaan milik Negara atau yang biasa kita sebut dengan BUMN
merupakan perusahaan negara yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan
menyertakan modal sebesar minimal 51% dari negara. Terdapat beberapa pihak yang
berwenang dalam BUMN yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Menteri, Menteri
Teknis, Komisaris, dan Direksi 2yang masing masing memiliki wewenang yang berbeda.
Tetapi pihak yang langsung bertanggung jawab terhadap jalannya serta kemajuan BUMN itu
sendiri adalah Direksi, dimana Direksi bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan perusahaan atas nama perusahaan tersebut. Direksi memeiliki kewenangan untuk
melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga dalam rangka kepentingan atas nama
perusahaan tersebut, apabila dengan adanya hubungan dengan pihak ketiga justru membuat
perusahaan merugi, atau memperlambat gerak BUMN maka Direksi wajib bertanggung
jawab atas tindakannya3.
Dalam kasus yang terjadi beberapa waktu yang lalu yang menimpa perusahaan milik
negara yang bergerak dibidang pelayanan transportasi udara PT Merpati, bahwa telah terjadi
dugaan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Direksi PT Merpati. Direksi dianggap
telah merugikan uang negara sebesar 1 juta dollar USA atau sekitar Rp 9,6 Milliar atas
kebijakan yang telah dikeluarkan dalam hubungannya dengan pihak ketiga yaitu Thirdtone
Aircraft Leasing Group (TALG), Washington DC selaku pihak yang menawarkan pesawat.
Kebijakan yang dibuat oleh PT Merpati adalah bahwa perusahaan telah memberikan uang
untuk menyewa pesawat dan uang tersebut telah berada di tangan TALG tetapi sampai
sekarang pesawat yang hendak disewa PT Merpati tidak kunjung datang di Indonesia,
sehingga timbul lah dugaan telah terjadi tindakan yang dilakukan atas nama perusahaan untuk
kepentingan pihak tertentu dan membuat perusahaan merugi. Dugaan publik telah menyebar
luas dengan presepsi bahwa tindakan atau kebijakan yang telah dikeluarkan oleh PT Merpati
khususnya Direksi merupakan tindak Pidana.
Tetapi menurut pandangan serta pemahaman kami, bahwa pandangan publik yang
menyatakan bahwa kebijakan tersebut tindak Pidana adalah kurang tepat, karena menurut
kami kebijakan yang dilakukan PT Merpati bukan lah mutlak tindak pidana. Kami memiliki
2 Pasal 1 UU no 19/20033 Pasal 5 ayat (2) UU no 19/2003
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
8/14
beberapa argumen mengapa kebijakan Direksi tersebut bukan lah bentuk tindak Pidana
seperti yang publik kira, yaitu :
1. Dalam menjalankan BUMN, Direksi wajib menjalankan prinsip prinsip yaitu
profesionalisme, efisiensi, transparansi, akuntabilitas, kemandirian,
pertanggung jawaban, dan kewajaran4. Pada prinsip efisiensi lah Direksi
menjadikan alasan dibuatnya kebijakan tersebut karena dianjurkan untuk tidak
membuang waktu yang lama dalam menjalankan perusahaan maka Direksi
mengambil kesepakatan untuk melakukan perjanjian dengan TALG karena
apabila terlalu lama PT Merpati untuk berunding dan berfikir maka
kesempatan mungkin saja hilang, dan prinsip efisiensi tidak dilaksanakan
karena Direksi yang mengulur waktu lama untuk mengeluarkan kebijakan
tersebut. Prinsip profesionalisme juga diterapkan dalam mengeluarkan
kebijakan tersebut, artinya bahwa Direksi telah berhati hati serta berfikir
untuk mengambil keputusan secara profesional agar kebijakan yang dia buat
dapat bermanfaat bagi kemajuan Perusahaan.
2. Direksi selaku pemimpin dalam menjalankan BUMN secara langsung
memiliki kewenangan diskresi / asas diskresi yaitu pemimpin dapat
mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri sebagai pemimpin
yang berlaku dan baik untuk pihak yang dituju dalam keputusan tersebut.5
Dari asas diskresi ini Direksi memiliki alas hak untuk mengambil keputusan
yang terbaik untuk perusahaan, jadi pemimpin dianggap berhak mengambil
keputusan karena pemimpin dalam hal ini adalah Direksi memahami apa yang
terbaik untuk perusahaanya.
3. Adapun masalah yang sebenarnya terjadi disini ialah keperdataan saja dan
tidak masuk kedalam ranah pidana. Kasus dalam persoalan merpati ini
merupakan murni risiko bisnis, karena pihak PT MNA sudah mengeluarkan
kebijakan yang sesuai aturan, tetapi pihak TALG yang menyalah gunakan
dana tersebut, sehingga bisa disebut melakukan wanprestasi dan dapat dituntut
ganti rugi.
4 Pasal 5 ayat (3) UU no 19/20035 Buku : Hukum Administrasi Negara FHUI, Hal 39
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
9/14
Jadi kesimpulanya menurut pendapat kami dengan argumen yang telah dijelaskan tadi
bahwa apa yang telah dilakukan Direksi bukanlah semata mata meruapakan tindak pidana.
Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Direksi merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan dalam rangka mencapai kemajuan PT Merpati, segala tindakan memang selalu ada
resiko dalam hal ini ketidak adanya pastian kapan pesawat yang disewa tersebut datang,
tetapi tidak dapat langsung ditarik kesimpulan bahwa ini merupakan kasus Pidana dan harus
dihukum secara berat. Direksi sebagai pemimpin sekaligus penanggung jawab perusahaan
sudah sepatutnya memberikan hal yang terbaik untuk kemajuan perusahaanya bagaimana pun
caranya, baik itu berdampak langsung maupun yang dampaknya dirasakan dikemudian hari
yang diharapkan dalam kasus penyewaan pesawat oleh PT Merpati kepada TALG, Direksi
pasti selalu berharap bahwa uang sebesar Rp 9,6 Milliar dapat bermanfaat untuk PT Merpati
khususnya dan perkembangan BUMN pada umumnya.
3.) Apakah putusan bebas terhadap mantan Dirut PT Merpati telah tepat ?
Sekilas Mengenai kronologi singkat dari Kasus terkait. Bahwa Hotasi nababan,
Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) melakukan perjanjian
antara PT MNA dengan Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) yaitu sewa pesawatBoeing 737-400 dan Boeing 737-500. Berdasarkan prosedurnya bahwa perjanjian tersebut
dijaminkan dengan security deposit sebesar USD 1 juta. Namun kemudian pesawat yang
dijanjikan tidak terpenuhi oleh TALG sehingga perjanjian dibatalkan oleh PT MNA.
Pembatalan tersebut kemudian yang menjadi alas an bagi TALG untuk tidak mengembalikan
security deposityang telah diberikan. 6.
Dalam Pengadilan Tipikor, Kejaksaan agung menuntut Hotasi Nababan dengan
dakwaan primair yaitu pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 sebagai dakwaan subsidairnya dalam UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
6http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.25
http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
10/14
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
JPU Kejaksaan Agung mendalilkan demikian dikarenakan anggapan bahwa Hotasi Nababan
telah menyalahgunakan kewenangannya dalam perjanjian sewa pesawat yang
menguntungkan orang lain sehingga merugikan keuangan negara USD 1 juta. Fakta hukum
yang diungkap untuk mendukung dalil tersebut diantaranya bahwa pengadaan dua pesawat
tersebut tak tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 PT
MNA. Kemudian, Hotasi Nababan selaku Dirut juga melakukan pembayaran security
deposit sebesar USD 1juta berdasarkan nota dinas dan due dilligence yang minimal7.
Dalam Putusanya, Majelis hakim memutus bebas terdakwa. Putusan bebas
(vrijspraak) adalah tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat
dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain,
tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2
alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP)8
. Dengandemikian dapat disimpulakan bahwa majelis hakim beranggapan bahwa perbuatan terdakwa
tak memenuhi unsur-unsur pada dakwaan primair maupun dakwaan subsidair yang telah
dikutipkan diatas.
Konsekuensi hukum atas putusan bebas adalah berhubungan dengan Pasal 244 KUHAP,
bahwa tak ada upaya hukum lain lagi oleh penuntut umum terkait putusan bebas yang
7
http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah, diaksespada tanggal 29 April 2013 jam 23.228Lilik Mulyadi,Hukum Acara Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 152-153
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidanahttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidana -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
11/14
dijatuhkan majelis hakim. Sehingga Kejaksaan Agung sejatinya tak dapat lagi mengajukan
banding maupun kasasi.
Mengenai tanggapan terhadap putusan tersebut, saya berpendapat bahwa putusan bebas
tersebut adalah telah tepat. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya unsur dari dakwaan
primair yaitu Pasal 2 ayat (1) UU No.19 Tahun 1999 dan dakwaan subsidair yaitu Pasal 3 UU
No.19 tahun 1999. Hal ini berdasarkan pada analisis dari berbagai referensi yang saya
dapatkan.
Berikut adalah penjabaranya :
1) Mengenai dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) UU no.19 tahun 1999
terdapat unsur yang tidak terbukti yaitu diantaranya unsur Merugikan keuangan
Negara. Hal ini dikarenakan uang sebesar USD 1 juta yang telah diberikan kepada TALG
sebagai security Deposit adalah bersifat refundable atau dapat dikembalikan sehingga
sesungguhnya kerugian Negara tersebut adalah belum terjadi. Uang tersebut masih bisa di
kembalikan sehingga unsur kerugian negara menjadi hilang. Hal ini seharusnya menjadi
suatu kewajaran dikarenakan pihak TALG telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu
dengan tidak terpenuhinya prestasi. Sehingga bagaimanapun TALG tidak berhak atas
security Deposit tersebut sekalipun PT.MNA melakukan pembatalan perjanjian. Lebih
lanjut, PT.MNA telah dimenangkan oleh Pengadilan District of Columbia, AS atas
gugatanya kepada TALG untuk segera mengembalikan security deposit tersebut9.
Kemudian mengenai unsur kesengajaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang
lain, bahwa dalam kasus ini adalah anggapan jaksa bahwa terdakwa bertujuan untuk
memperkaya pihak TALG dapat dibantahkan dengan adanya upaya gugatan yang telah
dilakukan PT MNA tersebut ketika dana tersebut tidak dikembalikan. Unsur ini juga tidak
terbukti karena bagaimanapun terdakwa sama sekali tak diuntungkan dalam perkara ini10.
2) Mengenai dakwaan Subsidair Pasal 3 UU No.19 tahun 1999.
9
http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.2510Ibid.
http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
12/14
Unsur yang tak terbukti adalah anggapan bahwa terdakwa telah menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yaitu dengan kebijakan yang
diambilnya dalam perjanjian tersebut.
Dalam Pledoinya terdakwa menyatakan bahwa Setiap keputusan dibuat dengan
Keputusan kolektif untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang sehingga tidak
dirasa adanya prosedur atau ketentuan yang dilanggar, baik internal maupun eksternal
perusahaan. Hal ini termasuk bahwa kebijakan sewa pesawat dan penempatan dana deposit
juga diputuskan secara bersama oleh direksi Merpati. 11
Dengan adanya unsur yang tidak terbukti dari dakwaan primer maupun dakwaan
subsidair. Maka saya berpendapat bahwa putusan hakim untuk memutus bebas terdakwa
adalah telah tepat.
C. Kesimpulan/Conclusion
11http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah, diaksespada tanggal 29 April 2013 jam 23.22
http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah -
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
13/14
Kesimpulan dari kelompok kami, atas pertanyaan apakah kasus mantan Dirut Merpati
telah merugikan Negara atau tidak, jawaban kami adalah tidak. Menurut kami, kasus mantan
Dirut Merpati ini tidak merugikan Negara.
Jika ditinjau dari segi keuangan daripada Merpati Airlines itu sendiri, dari segi status
hukum keuangan Merpati Airlines, dapat kita lihat bahwa sebagai suatu Badan Usaha Milik
Negara, keuangan Merpati tidak menjadi termasuk dalam keuangan Negara melainkan
menjadi milik perusahaan itu tersebut sendiri saja. Negara dalam hal ini, sesuai dengan pasal
3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, tidak akan menanggung
kerugian lebih dari apa yang dimasukkan sebagai modal atau saham. Sehingga dalam hal ini,
kerugian Merpati Airlines sejumlah 1 juta USD itu tidak akan berpengaruh menimbulkan
kerugian kepada Negara.
Selanjutnya, dari segi pengambilan kebijakan, yang dilakukan oleh Direksi, tentunya
tidak dapat dipersalahkan sebagai suatu tindak pidana yang telah merugikan Negara. Karena
Direksi dalam hal ini bertindak untuk kepentingan dan keuntungan daripada Merpati
Airlines, tindakan Direksi yang menyetujui dilakukannya penyewaan unit pesawat tersebut
sesungguhnya dilakukan untuk kepentingan Merpati Airlines itu sendiri. Sehingga tindakan
Direksi tidak dapat dipersalahkan sebagai suatu tindak pidana, karena pada dasarnya hal yang
menimpa Merpati Airlines ini semata-mata merupakan risiko bisnis, dalam hal ini risikonya
adalah terjadinya wanprestasi yang merugikan Merpati Airlines.
Dan yang terakhir, dengan tidak terpenuhinya dakwaan baik dakwaan primair maupun
subsidair terhadap terdakwa Mantan Dirut Merpati Airlines, Hotasi Nababan, maka adalah
tepat putusan bebas yang diberikan terhadapnya.
DAFTAR PUSTAKA
-
7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15
14/14
Undang Undang :
1. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
2. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
3. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
5. UU No. 17 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi
Buku :
1. Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2007.
2. Nugraha, Safri. Hukum Administrasi Negara, Depok : CLGS, 2007.
Internet :
1. http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-
bersalah, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.22
2. http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-
hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam
23.25
3. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-
kasus-korupsi-merpati-tak-bulat diakses pada tanggal 29 April 2013 jam
23.31
4. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-
bumn-bukan-bagian-keuangan-negara diakses pada tanggal 28 April 2003
jam 20.33
http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara