Haluan 4

18
HALUAN MAHASISWA Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika KARUT MARUT PENURUNAN UKT Edisi IV, Juni 2016

description

Haluan Mahasiswa yang keempat kini telah terbit. Segera dapatkan dan baca! Jangan pernah sedikit pun melewatkan informasi terbaru dari kampus. Jangan tidak peduli atau pura-pura tidak peduli. Jangan diam kalau ada masalah!

Transcript of Haluan 4

Page 1: Haluan 4

HALUAN MAHASISWADiterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika

KARUT MARUT PENURUNAN UKTEdisi IV, Juni 2016

Page 2: Haluan 4

2 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktika

Susunan Redaksi

Pemimpin RedaksiAnnisa Nur Istiqomah

Sekretaris RedaksiAnnisa Fathihah

ReporterAnnisa Nur Istiqomah, Annisa

Fathihah, Hendrik Yaputra, Lutfia Harizuandini, Yulia Adiningsih

EditorNaswati, Muhammad Fahri

Tata LetakLutfia Harizuandini

SekretariatGedung G, Lantai 3, Ruang 304.

Komplek UNJ. Jalan Rawamangun No. 1 Jakarta

Timur, 13220

[email protected]

Websitewww.didaktikaunj.com

FacebookLPM Didaktika UNJ

Twitter@lpmdidaktika

Daftar Isi

Lintas I...........................3Lintas II.........................5Lintas III.......................10Lintas IV.......................12Lintas Utama................8Opini.............................14Resensi..........................16

ReDaksi

Salam Pemuda, Antusias UNJ dalam menyam-

but calon mahasiswa baru begitu memukau. Karena itu, UNJ mulai menggencarkan wacana peningkat-kan kualitas pelayanan pendidikan. Caranya dengan menaikan biaya UKT dengan dalih agar pelayanan kualitas pendidikan meningkat. Bemakin besar biaya UKT, maka se-makin baik pelayanan dari kampus.

Selain itu, sistem verifikasi UKT online pun menambah suasana baru. Sejak ada sistem online, kampus menetapkan UKT seakan sepihak. Sebab, hasil penetapan UKT melalui online tidak sesuai dengan kemam-puan mahasiswa.

Pada ranah bidikmisi, maha-siswa penerima bidikmisi mendapat-kan UKT yang tidak sesuai dengan kaidah dari permentristek dikti.

Berita selanjutnya, UKT semes-tinya sudah mencakup semua biaya kuliah, namun tidak untuk KKL.

Akhir kata, selamat membaca dan berdialektika.

Sapa Redaksi

Page 3: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 3

DiDaktika Lintas i

Nilai UKT di RaNah BidiKmisi

Di UNJ terjadi ketidaksesuaian mengenai ketentuan UKT bagi penerima Bidikmisi

Mahasiswa penerima bidik-misi memang tidak membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun kolom Sistem Informasi Uang Kuliah Tunggal (SIUKAT) membingungkan penerima bea-siswa 2016 Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Mereka memper-tanyakan nilai UKT tidak sesuai dengan ketentuan bidikmisi yaitu 2,4 juta.

Wahyuni Fitria yang meru-pakan mahasiswa baru (maba) penerima bidikmisi, program studi Sosiologi Pembangunan mendapat nilai UKT 3,1 juta. Artinya tidak sesuai dengan ketentuan bidikmisi. Secara tidak langsung maha-siswa tersebut termasuk golongan 3, seharusnya penerima bidikmisi termasuk dalam golongan 1 dan 2.

Biaya Pen-didikan Mahasiswa Miskin Berprestasi atau sering disebut Bidikmisi, sudah diselenggarakan Kementerian Pen-didikan sejak 2010. Mahasiswa yang mendapat bidikmisi dapat berkuliah di Universitas

Negeri maupun Swasta. Program tersebut sangat meringankan mahasiswa yang membutuhkan. Pasalnya dengan mendapat Bidikmisi mahasiswa tersebut tidak perlu membayar. Juga men-dapatkan uang 600 ribu setiap bulannya.

Penerima bidikmisi sudah ditentukan oleh sekolah asal mahasiswa. Universitas hanya memverifikasi data bidikmisi yang diberikan oleh sekolah dan penerima bidikmisi. Namun tahun ini, ada perbedaan pada kolom bidikmisi terdapat kolom verifikasi nilai UKT. Terdapat perbedaan nilai UKT penerima

Page 4: Haluan 4

4 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktika

bidikmisi padahal harusnya sama.

Nilai UKT pada maba pen-erima bidikmisi berbeda tiap fakultas. Seperti pada Fakultas Ilmu Sosial (FIS), penerima bidik-misi mendapat nilai UKT 3,1 juta dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ada yang menerima UKT sebesar 1,2 juta. Hal ini juga terjadi pada Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) ada yang menerima nilai UKT 4,1 juta, sedangkan Fakultas Teknik (FT) menerima nilai UKT hanya 500 ribu.

Perbedaan nilai UKT terse-but tentu tidak sesuai dengan nilai UKT yang ditetapkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) yaitu maksimal 2,4 juta. Perbedaan nilai UKT tersebut ditanggapi oleh Wakil Dekan III FIS, Andy Hadiyanto. “Perbedaan tersebut mengikuti UKT tiap prodi di fakultas, kan UKT tiap prodi beda,” tanggapn-ya. Namun perbedaan tersebut dirasa kurang pas pada maha-siswa bidikmisi karena mereka sudah ditetapkan nilai UKTnya.

“UKT berbeda itu juga karena kebutuhan tiap prodi berbeda, seperti itu untuk menutupi kebutuhan tiap mahasiswa di prodinya. Nilai UKT itu uang yang kita minta ke kementerian demi menutupi kebutuhan prodi” lanjut Andy.

Penggolongan tersebut masih kurang jelas, pasalnya pihak Wakil Rektor III juga tidak tahu-menahu mengenai nilai UKT pada bidikmisi yang lebih dari 2,4 juta tersebut. “Sudah ada

SKnya bidikmisi, ini bukan 3,1 juta, perlu di cek lagi,” ungkap Sofyan Hanif selaku Wakil Rektor III. Banyak argumentasi berbeda mengenai nilai UKT pada bidikmisi tersebut. Pihak panitia penerima mahasiswa baru menyatakan bahwa nilai UKT pada bidikmisi terse-but bukanlah masalah sebab mahasiswa penerima bidikmisi tidak dikenakan biaya UKT. Hal senada juga diungkapkan oleh pihak verifikasi bidikmisi selama mahasiswa tersebut menerima bidikmisi maka nilai UKT terse-but bukanlah masalah.

Maba penerima bidik-misi tentu kaget ketika melihat nominal nilai UKT yang tertera pada laman SIUKAT UNJ. Mereka merasa bingung mengapa mendapatkan nilai UKT yang rata-rata berada pada golongan 3 sementara mereka maha-siswa bidikmisi. Banyak yang mempertanyakan kriteria apa yang membuat mahasiswa baru penerima bidikmisi tersebut mendapat nilai UKT golongan 3. Apalagi data yang mereka masu-kan sudah sesuai dengan data mahasiswa yang membutuhkan. / Annisa Fathiha

Page 5: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 5

DiDaktika Lintas ii

Basa-Basi soal UKTKini verifikasi UKT dilakukan secara online dan besaran UKT diten-tukan oleh kampus berdasarkan rapat pimpinan dengan alasan

efektifitas dan objektifitas

Pada 10 Mei, pengumuman Seleksi Nasional Masuk Pergu-ruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016 sudah dapat diakses. Mahasiswa yang diterima melalui jalur tersebut diperk-enankan melakukan verifikasi ke perguruan tinggi negeri (PTN) masing-masing.

Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) verifikasi bagi mahasiswa umumnya terdiri dari dua tahap, yakni verifikasi akademik dan verifikasi uang kuliah tung-gal (UKT). Sedangkan untuk mahasiswa bidikmisi diharuskan untuk verifikasi kelayakan men-erima Beasiswa bidikmisi.

Ketika melakukan verifikasi akademik, antara 11 sampai 12 Mei 2016, calon mahasiswa baru diharuskan membawa rapor asli untuk dicocokkan dengan data yang diunggah ke Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) sebelumnya. Selanjutnya, maha-siswa harus melakukan verifikasi UKT.

Verifikasi UKT kali ini dilaku-kan secara online. Program ini mulai dicanangkan di UNJ sejak tahun ajaran baru 2016/2017. Menurut Ifan Iskandar, selaku panitia penerimaan mahasiswa baru (penmaba), hal tersebut ditujukan agar mempermudah siswa baru melakukan verifikasi.

Kalau tahun sebelumnya verifi-kasi diharuskan datang ke UNJ ditemani orang tua, sekarang mereka tidak perlu datang ke kampus. “Terutama bagi mereka yang berasal dari daerah jauh,” tambah Ifan.

Kepala prodi (kaprodi) serta dekan pun merespon positif den-gan diadakannya verifikasi UKT online. Riza Wirawan selaku Dekan Fakultas Teknik (FT), pun menyatakan dalam melakukan verifikasi menjadi lebih mudah. “Lebih hemat biaya sebab orang tua calon mahasiswa tidak perlu datang (ke kampus-red),” tambahnya. Senada dengan Riza, Kaprodi Teknik Mesin, Akhmad Kholil, menyatakan verifikasi online menunjang efektitas. Namun, Kholil mengakui bahwa sejauh ini keefektifan hanya terletak pada keobjektivitasan penentuan UKT.

Panitia penmaba UNJ pun mengkhawatirkan adanya kepalsuan data yang diunggah calon mahasiswa. “Bisa saja calon mahasiswa memanipulasi data yang diunggah kan,” tutur Ifan. Ia pun menambahkan, apabila panitia menemukan kepalsuan dalam pengunggahan (data), maka mahasiswa akan terancam dibawa ke pengadilan atau bahkan dikeluarkan.

Page 6: Haluan 4

6 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktika

Untuk melakukan verifikasi UKT, calon mahasiswa harus membuka laman siukat.unj.ac.id antara 10 sampai 14 Mei. Di tahap awal, laman yang pertama kali muncul menawarkan calon mahasiswa untuk masuk ke dalam UKT kelompok atas yakni golongan VI sampai VIII. Calon mahasiswa dapat menolak tawaran tersebut dengan memilih tombol ‘tidak berse-dia’. Pada proses selanjutnya, calon mahasiswa diharuskan mengunggah berkas-berkas dan form-form yang diperlukan. Ada pun berkas-berkas yang harus diunggah di antaranya pas foto calon mahasiswa, scan kartu tanda penduduk (KTP) Ayah dan Ibu,scan slip gaji Ayah dan Ibu, scan keterangan penghasilan Ayah/Ibu dari RT/RW, scan Kartu Keluarga (KK), scan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbaru, scan tagihan listrik tiga bulan, serta scan STNK motor dan mobil.

Setelah itu, calon mahasiswa memilih kesanggupan kelompok UKT. Mereka harus menunggu hingga tanggal pengumuman hasil UKT pada 17 Mei. Pihak UNJ yang akan memutuskan kelompok UKT apabila calon ma-hasiswa memilih kelompok UKT dianggap dibawah tingkat kemampuan bayar menurut data yang sudah diisi. Meski demikian, se-bagian birokrat sep-erti kaprodi Teknik Mesin dan dekan FT mengaku tak begitu

mengetahui secara detil perihal penetapan kelompok UKT.

Ada pun kasus yang dialami Rahayu, mahasiswa baru prodi Pendidikan Sejarah. Ia men-gaku pada saat verifikasi UKT online memilih golongan II yang nominalnya Rp 1.000.000,-. Namun, ketika hasil verifikasi akademik dan UKT muncul, ia masuk ke golongan III senilai Rp. 3.200.000,.

Kendati demikian, Ayu mer-asa keberatan dengan penetapan yang dilakukan secara sepihak oleh kampus. Sebab, menurutnya pendapatan yang didapat orang tua hanya terbilang cukup untuk menghidupi seluruh keluarganya. “Pendapatan sebulan kurang lebih Rp 3.100.000,-,” katanya. Ia menambahkan bahwa orang tu-anya pun harus membiayai kedua adiknya yang masih sekolah.

Terkait dengan hal terse-but, calon mahasiswa dapat menyanggah hasil penetapan UKT. Calon mahasiswa yang ingin melakukan sanggahan diperk-enankan datang ke Sekretariat Penmaba antara 18 sampai 19 Mei. Namun, sanggahan ini bu-kan digunakan untuk mengubah kelompok UKT, melainkan hanya untuk mengklarifikasi dokumen yang salah diunggah. Apabila

tidak ada kesalahan pengunggahan do-kumen maka calon mahasiswa tidak diperkenankan un-tuk melakukan pen-yanggahan. / Lutfia Harizuandini

Page 7: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 7

DiDaktika

Telah TerbiT majalah Terbaru DiDaKTiKa eDisi Ke-46!

DapaTKan segera!

Page 8: Haluan 4

8 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktika

KaRUT maRUT PeNURUNaN UKT

Setelah adanya perubahan nominal golongan UKT pada 31 Mei lalu, nominal UKT golongan V dan VI di beberapa prodi mengalami kenaikan

pada hari H lapor diri

Lintas Utama

Di Universitas Negeri Ja-karta (UNJ), Uang Kuliah Tunggal (UKT) periode 2016/2017 men-galami kenaikan yang signifikan dari tahun sebelumnya, terutama golongan III. Dampaknya, jarak nominal golongan UKT I dan II ke golongan III sangat jauh. Pada program studi (prodi) Tata Boga, nominal UKT untuk golongan I yaitu Rp. 500.000, golongan II yaitu 1.000.000, dan golongan III yaitu RP. 5.000.000. UKT untuk Prodi Teknik Sipil dan prodi Akuntansi golongan I, II, dan III sama seperti nominal UKT prodi Tata Boga, namun untuk golongan IV prodi Akuntansi lebih kecil Rp. 500.000 dari prodi Tata Boga dan Teknik Sipil yaitu Rp. 5.500.000.

Kenaikan UKT yang begitu signifikan ini, mendapat respon dari seluruh mahasiswa UNJ den-gan melakukan aksi protes pada 31 Mei 2016, untuk menolak kenaikan UKT serta kebijakan penerapan uang pangkal untuk mahasiswa baru jalur mandiri. Aksi protes seluruh mahasiswa UNJ membuahkan hasil dan menyebabkan revisi nominal golongan UKT. Nominal golongan UKT III turun dan disamakan dengan nominal golongan UKT III tahun sebelumnya. Golongan

UKT IV diambil dari rata-rata golongan UKT III dan V tahun sebelumnya.

Revisi golongan UKT 31 Mei 2016 nampaknya menimbulkan kebingungan mahasiswa baru (maba) 2016 jalur Seleksi Na-sional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah adan-ya perubahan nominal golongan UKT, nominal UKT golongan V dan VI di beberapa prodi mengalami kenaikan pada hari H lapor diri. Nominal golongan UKT VI pada prodi Pendidikan Sosiologi mengalami kenaikan yaitu dari Rp. 4.900.000 menjadi Rp. 5.200.000. Akibatnya, ma-hasiswa yang melapor diri pada 31 Mei – 2 juni 2016 diperpan-jang sampai 9 Juni 2016. “Aku dapat golongan VI, tadinya Rp. 4.900.000 tapi pas hari H lapor diri tiba-tiba jadi Rp 5.200.000. Aku bingung jadinya yang benar itu yang mana. Akhirnya aku ba-yar Rp. 5.200.000”ujar Adhinda Tri Dhara, maba prodi Pendidi-kan Sosiologi 2016.

Maba yang mendapatkan perubahan nominal UKT pada hari H lapor diri (31 Mei – 2 juni) mendapatkan himbauan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) prodi masing-masing un-tuk tidak melakukan dulu pem-

Page 9: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 9

DiDaktika

bayaran daftar ulang UKT. Bagi beberapa mahasiswa yang sudah terlanjur membayar uang UKT, mereka dimintai keterangan oleh BEM dan akan diinfokan jika ada terjadi kesalahan dan akan dikonfirmasikan. Namun, menurut keterangan Adhinda, sampai sekarang tidak ada kon-firmasi dari pihak BEM mengenai kelanjutan UKT.

Menurut Komarudin Hidayat selaku Wakil Rektor II untuk nominal UKT memiliki beberapa tahap. Tahap pertama, setiap prodi yang ada di setiap fakultas melakukan rapat untuk menentu-kan estimasi besaran UKT yang disesuaikan dengan kebutuhan prodi masing-masing. Hasil dari rapat pertama, data diajukan dari prodi ke fakultas untuk meminta persetujuan fakultas. Setelah disetujui pada tingkat fakultas, tahap selanjutnya adalah rapat pimpinan (rapim) tingkat Univer-sitas dan juga diikuti oleh semua dekan fakultas yang ada di UNJ.

Menurut Rihlah sebagai Kepala prodi (Kaprodi) Agama Islam, Hasil yang sudah disetujui pada rapim bukanlah mekanisme final, melainkan data itu dikem-balikan lagi ke prodi masing-masing dan dimintai persetujuan. Jika data hasil rapim disetujui oleh prodi, maka data tersebut dikembalikan lagi ke Universitas. Data yang sudah ditetapkan ini lalu dikirim ke Kementerian Riset dan Teknologi-Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti).

Berdasarkan keterangan yang dilontarkan oleh Komaru-din penetapan nominal golongan

UKT untuk maba 2016 men-galami tiga kali perubahan dan pada hasil akhir penetapan golongan UKT tidak ada kenaikan pada golongan V maupun VI. “Setelah ada aksi pada 31 Mei lalu, akibatnya ada tiga kali revisi golongan UKT, pertama penentuan UKT dilaksanakan pada bulan Maret, Mei, dan yang terakhir Juni.” Paparnya. “Hasil revisi terakhir tidak ada kenaikan UKT untuk golongan V dan VI. Kalau pun ada perubahan nominal UKT di beberapa prodi, itu adalah kesalahan teknis” tambah komarudin.

Mengenai kasus yang terjadi pada beberapa Maba yang terlanjur sudah membayar UKT dengan nominal yang salah seperti kasus yang dialami oleh Adhinda, Komarudin mengkon-firmasi bahwa akan mengemba-likan uang yang harus diterima sesuai dengan sisa dari nominal UKT tiap masing-masing Maba yang telah membayar UKT. Namun, sampai saat ini belum ada konfirmasi atau bahkan sosialisasi langsung mekanisme pengembalian uang bagi Maba yang melakukan kesalahan pem-bayaran UKT dari pihak kampus. “Saya baru tahu kalau UKT golon-gan V dan VI itu yang sudah fix , tidak ada kenaikan dari nominal yang sudah ditetapkan pertama. Mengenai pengembalian uang, aku tidak dapat konfirmasi baik dari BEM maupun pihak kam-pus” ungkap Adhinda. / Yulia Adiningsih

Page 10: Haluan 4

10 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktikaLintas iii

daNa UNTUK KUaliTas PelayaNaN TeRdidiK

Kualitas pelayanan terdidik ditentukan dengan dana yang selangit

Peraturan Kementrian Riset dan Teknologi-Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) nomor 22 tahun 2015 pasal 9 menyatakan bahwa universitas berhak me-mungut uang pangkal salah sa-tunya dari mahasiswa dari jalur mandiri. Kuota jalur mandiri ditambah sebesar 30% hal itu tertera di peraturan Kemenris-tek-Dikti nomor 45 pasal 5 ayat 2 tahun 2015. Berasaskan pera-turan di atas Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merencanakan akan mengadakan uang pangkal untuk mahasiswa baru yang masuk jalur mandiri sebesar 15 juta rupiah.

Menurut keterangan Djaali selaku rektor UNJ adanya uang

pangkal akan digunakan untuk pening-katan fasilitas dan pelayanan peserta didik, ketika sedang berlangsungn-ya negosiasi pada 31 Mei 2016. Akan tetapi ren-cana tersebut dibatalkan ke-tika mahasiswa melakukan aksi besar-besaran

“Menolak UKT” didepan rektorat pada 31 Mei 2016. “Adanya uang pangkal dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik itu kan pasti untuk kepentingan peningkatan pelayanan mahasiswa”, jelas, Achmad Ridwan sebagai Wakil Rektor dibagian perencanaan dan kerjasama.

Selain uang pangkal, UNJ berencana menaikkan UKT ma-hasiswa baru 2016 pada setiap golongan kecuali golongan I dan II. Contohnya saja pada golongan III, dijurusan sejarah UKT 2015 sebesar 3,2 Juta Rupiah sementara UKT 2016 sebesar 4 Juta Rupiah. Senasib dengan uang pangkal, UKT pun tidak jadi dinaikkan untuk golongan III.

Page 11: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 11

DiDaktika

Senada dengan rektor, Riza Wirawan sebagai Wakil Dekan II Fakultas Teknik (FT), menjelas-kan bahwa UKT digunakan untuk menggaji dosen, operasional, dan pemeliharaan gedung. Ia juga mengatakan kalau hanya mengandalkan dana Biaya Opera-sional Perguruan Tinggi (BOPTN) UNJ tidak akan cukup menutup biaya keseluruhan. “Apabila UKT lebih tinggi pelayanannya pun juga meningkat,”terang Riza. Riza menambahkan bahwa setiap tahunnya Fakultas Teknik menge-luarkan uang pemeliharaan laboratorium dan gedung sekitar 2 Milliar Rupiah sementara uang prasarana sebanyak 1 Milliar Rupiah. Sementara di Fakultas Ekonomi (FE) setiap tahun mengeluarkan dana sebanyak 7,1 Milliar Rupiah.

Dedi Purwana selaku Dekan FE berpendapat angka 7 Milliar Rupiah itu masih kurang karena biaya penelitian dan kegiatan mahasiswa ini termasuk biaya paling besar yang tidak cukup hanya ditutupi dengan angka 7 Milliar rupiah. ”Ada beberapa dana yang dipangkas seperti seminar mahasiswa dan pub-likasi ilmiah dosen,” ujarnya. FE sendiri mendapat dana BOPTN sebesar 300 Juta Rupiah dan UKT sebanyak 7 Milliar Rupiah. Setiap tahun FE mengakumulasikan UKT yang masuk sebanyak 13 Milliar Rupiah, namun itu belum dibagi 40% untuk Universitas. Dedi berasumsi bahwa UKT yang ideal sebesar 20 Juta Rupiah dan apabila dikali 3000 mahasiswa FE maka akan dihasilkan sekitar

60 Milliar Rupiah. Dengan 60 Milliar Rupiah UNJ akan menda-patkan pelayanan setara dengan World Class.

Dedi menambahkan bahwa pada 2015 UNJ mendapat BOPTN sebesar 35 Milliar Rupiah,sedangkan pada 2016 mengalami penurunan sebesar 5 Milliar Rupiah. Padahal Dana BOPTN dibutuhkan untuk me-nutupi kekurangan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). BKT sendiri merupakan kalkulasi dari BOPTN dan UKT. Di dalam UKT sudah terdapat uang pangkal dan biaya-biaya pendidikan selama kuliah. Apabila BOPTN UNJ turun maka untuk menutupi kekurangan dengan menaikan UKT. Tidak hanya itu diadakannya uang pangkal menurut pihak Birokrat menjadi sebuah pemakluman. “Kalau tidak ada pemasukan ya kualitas dan pelayanan juga akan turun,”keluh, Dedi

“Kalo uang pangkal jadi kita akan merampungkan gedung parkiran,” ujar Dedi. Pengadaan uang pangkal salah satunya akan digunakan untuk pembangunan gedung yang belum rampung pengerjaannya dan membu-tuhkan dana sekitar 31 Milliar Rupiah. Karena UKT dan BOPTN tidak dapat terpenuhi maka untuk menyelesaikan pemban-gunan dibutuhkan penarikan uang pangkal. Selain dari UKT dan BOPTN, pemasukan UNJ berasal dari parkiran, wisma, dan dana-dana pinjaman seperti Islamic Development Bank (IDB). / Annisa Nur Istiqomah

Page 12: Haluan 4

12 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktika

TamBahaN daNa UNTUK KKl

Pungutan di luar UKT masih menjadi persoalan besar di UNJ. Selain masalah parkiran, ternyata dalam KKL mahasiswa masih dibebankan dana

yang tidak sedikit

Lintas iV

Tiga minggu lalu tepatnya 31 Mei 2016. Ribuan orang yang me-nyebut dirinya Aliansi Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bersatu, melakukan demontrasi di gedung Rektorat UNJ. Aksi ini dilakukan sebab kebijakan yang dikeluarkan kampus mulai meresahkan mahasiswa. Aliansi Mahasiswa UNJ bersatu meminta Rektor UNJ sebagai pemegang otoritas kampus untuk menu-runkan nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT), mencabut uang pangkal serta segala bentuk pungutan di luar UKT.

Salah satu kebijakan itu ialah pungutan di luar UKT. Selain parkir UNJ yang berbayar. Ternyata dalam praktek belajar, mahasiswa harus mengeluar-kan uang yang tidak sedikit. Padahal berdasarkan peraturan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) No 22 Tahun 2015 tentang UKT pada perguruan tinggi menjelaskan kampus dilarang menarik pungutan di luar UKT dari mahasiswa.

Namun UNJ masih melaku-kan pungutan di luar UKT, sep-erti pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL). KKL merupakan mata kuliah yang dilaksanakan oleh se-mua mahasiswa. KKL bertujuan

untuk mengembangkan materi yang didapat dari perkuliahan lalu diaplikasikan ke lapangan. Di UNJ, KKL biasanya dilakukan di luar Jakarta.

Menurut Ibnu Setiyaji selaku mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi Pembangu-nan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) (10/06), menjelaskan sebelum melaksanakan KKL, mahasiswa membuat tema proposal yang akan diserahkan kepada dosen pembimbing. Setelah pengajuan tema diterima, mahasiswa baru bisa melakukan studi lapangan dan mengolah data yang akan ditujukan untuk membuat lapo-ran penelitian. Ia menambahkan jika ingin melaksanakan KKL, syarat yang harus ditempuh ialah lulus dari mata kuliah metode penelitian kualitatif.

Di Sosiologi Pembangunan, Ibnu mengeluarkan dana sebesar Rp. 850.000,- selama KKL. Dana itu merupakan jumlah yang harus ditambahkan karena dana yang didapat dari UNJ kurang. “Kita dapat dana dari kampus 650 ribu itu sudah termasuk pajak,” ujarnya. Ibnu melakukan KKL di Banyumas, Purwok-erto selama enam hari dengan jumlah dua SKS. Total dana yang dibutuhkan melaksanakan

Page 13: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 13

DiDaktika

KKL di Banyumas sekitar Rp. 1.500.000,00. Dana itu diguna-kan untuk membayar travel yang didalamnya termasuk ongkos transportasi dan makan sehari-hari.

Menurut Umasih selaku Wakil Dekan II FIS (17/06) dana itu sudah merupakan kesepakatan antara mahasiswa dengan program studi masing-masing. Umasih menambahkan, yang menyebabkan dana KKL memungut uang dari mahasiswa karena mahasiswa menginginkan daerah tujuan KKL yang jauh. Di luar kemampuan dana yang diberikan. “KKL itu kan kuliah kerja lapangan artinya kan lapa-ngan di masyarakat itu dimana

saja ada toh di jakarta juga ada. Kenapa jadi yang jauh-jauh?”, tegas Umasih.

Pembagian dana KKL pun sudah ditentukan oleh peraturan rektor. Kampus memberikan dana sebesar Rp. 800.000,00 untuk semua prodi. Selain itu, Umasih menambah-kan berkurangnya biaya Rp. 800.000,00 menjadi sekitar Rp. 650.000,00 karena pajak sekitar 12%.

Namun, Ibnu mengeluh-kan adanya dana tambahan ini. Menurutnya tidak semua temannya merupakan mahasiswa mampu. “Tidak semua temen gua tingkatan sosialnya menengah atas ya, jadi gua rasa kemahalan juga,” ungkapnya.

Umasih juga menambahkan bahwa prinsip KKL ialah kuliah di lapangan. Jadi dengan modal yang diberikan seharusnya tidak menjadi masalah. Sebab prinsipnya ialah bagaimana tema yang digunakan saat KKL dapat diterapkan di masyarakat. /Hendrik Yaputra

Page 14: Haluan 4

14 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktikaOpini

KeTiKa PeNdidiKaN BeRPihaK Pada ’meReKa’

Katanya, pendidikan hak semua bangsa. Katanya, pendidikan untuk mencerdaskan semua bangsa bahkan katanya, tidak ada diskriminasi

dalam pendidikan

Hari ini, banyak sekali sekolah dan kampus berdiri di tanah air tercinta ini. Pemerintah dan masyarakat berlomba-lomba mendirikan sekolah. Senang hati saya melihat antusias mereka untuk (katanya) mencerdaskan bangsa. Dari sekolah (yang katanya) gratis sampai yang di atas garis disuguhkan untuk mereka yang mau sekolah, atau mungkin hanya untuk mereka yang ‘mampu’ sekolah?

Mendengar lagu Kunto Aji yang berjudul ‘Terlalu Lama Sendiri’, membuat saya sadar ternyata ada kesamaan pemerintah dengan jomblo. Lai-knya jomblo yang sibuk sendiri, pemerintah juga begitu. Mereka sudah terlalu lama sibuk dengan urusannya sendiri. Sibuk memen-uhi kebutuhan hidupnya sendiri. Pemerintah sudah terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Turun ke rakyat, blusukan, entah apa istilahnya itu, akan tetap hanya menjadi sebuah istilah, atau mungkin ini adalah bentuk keas-yikan sendiri pemerintah, asyik mengamati tanpa evaluasi.

Pendidikan yang katanya hak semua bangsa, hari ini, di pelosok negeri nun jauh di sana, masih ada anak yang tidak

bisa mengeja namanya sendiri. Seragam yang dipakai oleh anak-anak kota untuk sekolah adalah baju impian anak-anak nun jauh di sana. Mereka disuruh belajar namun guru tak ada. Mereka disuruh baca namun buku tak ada. Penguasa terlalu menuntut dengan buta.

Pendidikan yang katanya hak semua bangsa, hari ini, teman-teman seusia saya masih banyak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mencicipi dunia perkuliahan. Teman-teman seusia saya banyak yang harus bekerja untuk memenuhi kebu-tuhan hidupnya. Memang, semua ini diakibatkan oleh kemiskinan. Tapi, bukankah kewajiban negara untuk membuat semua bang-sanya sejahtera?

Bulan Mei ini, anak-anak SMA/SMK yang baru saja lulus dengan penuh semangat mendaf-tar di perguruan tinggi yang ingin ia masuki. Meskipun ada pula yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka yang mendaftar perguruan tinggi dan diterima di perguruan tinggi yang ia inginkan merasa bangga dan senang seakan-akan kehidu-pan baru akan dimulai. Namun,

Oleh : Yulia Adininingsih

Page 15: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 15

DiDaktika

sebagian bingung. Bagaimana cara melanjutkan kuliah jika biaya kuliah sangat mahal?

Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampus saya dari tahun ke tahun semakin tinggi. Wajar jika kemarin, pada tanggal 31 Mei semua mahasiswanya protes dan mengadakan aksi besar-besaran menuntut untuk diturunkan bi-aya kuliahnya (UKT). Aksi protes ini adalah aksi yang seharusnya tidak terjadi kalau saja biaya kuliah masih bisa dijangkau oleh semua mahasiswa yang masih memiliki semangat belajar dan meraih pendidikan setinggi-tingginya.

Kalau saja memang rakyat ini dituntut oleh cerdas dan pemerintah benar-benar ingin mencerdaskan, mungkin tidak akan ada lagi teman-teman saya yang terpaksa putus kuliah karena tidak mampu membayar uang kuliah. Ada pun bantuan pendidikan dari pemerintah sep-erti bidikmisi, banyak digunakan tidak sesuai pada tempatnya. Di

kampus saya, manipu-lasi data dan salah bidik banyak terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Ironisnya, orang yang benar-benar membutuhkan dan meminta keringanan, sering dipersulit dengan berbagai alasan.

Hari ini bahkan indikator kualitas suatu perguruan tinggi ikut mempengaruhi besarn-ya biaya kuliah. Semakin baik fasilitas kampusnya

maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk menuntut ilmu di dalamnya. Pelayanan yang diberikan oleh kampus disesuaikan dengan uang yang diperoleh. Begitu juga pada sekolah-sekolah TK, SD, SMP, SMA/sederajat, semakin banyak uang yang diberikan ke-pada sekolah maka semakin baik pelayanan yang didapat.

Jika dilihat dari gambaran pendidikan seperti kasus diatas, maka dapat dilihat bahwa pendidikan banyak memihak kepada orang yang ber-uang saja. Adanya ketimpangan kelas yang terjadi di Indonesia menyebab-kan juga adanya kesenjangan dalam semua hal, seperti dalam pendidikan. Jika apa yang saya tulis ini benar, maka bukan hanya perekonomian Indonesia saja yang menuju kapitalisme, melainkan juga pendidikan Indonesia menganut sistem kapitalisme.

Page 16: Haluan 4

16 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

DiDaktikaResensi

BeNaRKah PeNdidiKaN UNTUK semUa?Oleh : Annisa Fathiha

Judul Buku : Manipulasi Kebijakan PendidikanPenulis : Darmaningtyas dan Edi SubkhanTahun Terbit : 2012Tebal Buku : 318Penerbit : Resist Book

Manipulasi kebijakan pendidikan merupakan buku yang dikarang oleh Darmaningtyas dan Edi Subkhan. Kedua pengarang ini memiliki konsen terhadap dunia pendidikan. Buku ini mengang-kat kebijakan pendidikan yang terjadi pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) tahun 2005-2009 serta pemerintahan SBY dan Boediono tahun 2009-2014. Darmaningtyas dan Edi menagih janji pendidikan gratis dan pendidikan untuk semua yang digadangkan SBY sebelum terpilih menjadi presiden. Nyatanya janji SBY itu memang terealisasikan, namun Kementerian Pendidikan hanya terlihat berhasil diluar. Kenyataan sebenarnya, pendidikan pada saat itu begitu kacau mulai dari pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi. Banyak peny-impangan kebijakan, kurukulum yang dipaksakan sampai keuangan yang tidak jelas muaranya.

Arah pendidikan yang dirancang oleh pemerintahan SBY adalah rencana pendidikan jangka panjang yaitu mulai tahun 2005-2025 dengan garis besar program pendidikan untuk semua (Education for all). Pendidikan untuk semua ini membawa visi pembangunan Indonesia di masa depan yaitu Indonesia aman dan damai, adil demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan pancasila UUD 1945 (hal 4).

Langkah awal perwujudan visi tersebut adalah pendidikan dasar. Namun pendidikan dasar dibangun dengan pondasi yang asal akibatnya fon-dasi pendidikan dasar menjadi rapuh. Pendidikan dasar usia dini (PAUD) di Indonesia mengalami banyak masalah. Masalah-masalah tersebut ada karena para oknum dalam (penyelenggara PAUD) serta pemerintah daerah yang kurang memperhatikan esensial pokok dari penyelenggaraan PAUD. Rata-rata mereka hanya mengharapkan uang subsidi PAUD dari pemerintah demi memenuhi kantong mereka sendiri. Selain itu, kurikulum pendidikan dasar juga melenceng dari cita rasa kebang-saan. Adanya muatan asing dalam pe-nyelenggaran pendidikan dasar. Bahkan muatan asing tersebut menjadi nilai jual tersendiri dalam penyelenggaraan pendidikan dasar. Hal tersebut dapat dilihat bahwa anak yang lulus PAUD atau Sekolah Dasar (SD) yang bagus adalah lulusannya mampu berbahasa asing terutama Inggris dengan baik.

Menyikapi hal tersebut, Ki Hajar Dewantara seabad lalu menyatakan bahwa mestinya yang diutamakan dalam pendidikan dasar adalah menggunakan

Page 17: Haluan 4

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 17

DiDaktika

bahasa ibu bukan bahasa asing (hal 22). Memberikan sejak awal bahasa asing atau menjadikan anak multi bahasa tidak memberikan pondasi yang kokoh terhadap anak tersebut mengenai nilai-nilai pengetahuan, dan kultur ling-kungan sosial dimana ia berada. Untuk penyelenggaran pendidikan yang meng-gunakan bahasa asing, maka banyak sekolah yang berlomba-lomba menjadi sekolah bertaraf internasional atau ser-ing dijumpai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI tidak sejalan dengan janji SBY mengenai pendidikan untuk semua dan pendidikan gratis. Dalam prakteknya RSBI ada pungutan biaya yang tidak sedikit bagi siswa yang masuk sekolah RSBI ini. Padahal untuk sekolah-sekolah yang menjadi rintisan internasional ini pemerintah memberi-kan subsidi yang besar. Dengan dalih bahwa sekolah bertaraf internasional membutuhkan biaya yang besar untuk pembaharuan fasilitas, memanggil guru asing, dll. Selain pendanaan dengan adanya RSBI semakin membuka lebar kesenjangan sosial, bahwa anak-anak yang masuk sekolah RSBI atau kelas khusus RSBI adalah orang-orang yang mampu saja. Dapat dilihat RSBI meny-impang dari kesetaraan pendidikan.

Selanjutnya nasib guru juga dikritisi. Darmawaningtyas dan Edi mengkritik target capaian guru hanya sekedar menampilkan target kuantitatif saja sedangkan guru selalu dan terus dipacu untuk mencapai standar-standar kualifikasi tertentu, disisi lain guru ham-pir tidak pernah dilihat oleh pemerintah secara utuh substansi dan hak mereka (hal 145).

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga mempunyai masalah. Tak dipungkiri bahwa BOS juga mempu-nyai peran dalam mendanai sekolah. Nyatanya dana BOS merupakan dana utangan yang berasal dari luar negeri. Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia mengajukan proposal kepada bank du-nia mencapai US$ 600 juta untuk proyek bulan November 2008 (hal 160). Hal tersebut menjadi ironi pasalnya dana

tersebut dipakai untuk subsidi. Selain itu BOS yang termasuk dalam kampanye SBY-JK merupakan citra bagi pasangan tersebut untuk menang dalam pemilu 2009. Dengan menawarkan program yang pro-rakyat yang sebenarnya hanya mobilitas politik untuk membangun persepsi baik masyarakat.

Kurikulum yang memakai kata “kompetensi” membuat pendidikan kearah persaingan. Kompetensi sah saja dalam pendidikan namun yang paling utama adalah penalaran kritis, kemam-puan kreatif, sensitivitas sosial, praktik kebudayaan, internalisasi nilai etis dan estetis, yang lebih menyentuh ranah substansial dan esensial dalam memban-gun karakteristik seseorang (hal 222). Buku ajar juga menuai kritikan. Buku ajar bukan berarti menafikan beberapa upaya pemerintah yang memang patut diapresiasi. Visi perbukuan nasional seharusnya mengarah pada terwu-judnya sistem perbukuan nasional yang mencerdaskan kehidupan masyarakat, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni serta budaya demi membentuk manusia yang berbudi luhur, terampil, serta kreatif, menjun-jung tinggi nilai kemanusiaan, kejujuran, kebenaran, demokrasi dan menghargai pluralitas (hal 311).

Darmaningtyas dan Edi sebagai praktisi pendidikan begitu merasakan kebijakan tersebut sangat memberatkan murid, orang tua dan guru. Kebijakan-kebijakan tersebut memang sudah ditinjau kembali mengingat buku ini merupakan kritik pendidikan pada masa SBY memerintah (2005-2014). Namun pendidikan pemerintah sekarang dan sebelumnya tidak jauh berbeda. Masih banyak anak yang tidak sekolah walaupun sekolah sudah gratis atau daerah pedalaman masih minim guru. Bahkan tahun 2015 lalu guru honorer melakukan demo meminta hak mereka. Buku ini sangat membuka mata untuk berbenah masalah pendidikan.

Page 18: Haluan 4