Hak Tanggungan Atas Sertifikat Tanah

2
Hak Tanggungan atas Sertifikat Tanah Bagi sebagian besar dari kita, istilah KPR mungkin sudah tidak asing lagi. Ya, KPR atau Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu jenis Secured Loan, artinya produk fasilitas pinjaman yang diberikan bank dengan jaminan. Jaminan yang dimaksud tentunya adalah tanah (bila anda hanya membeli kavling saja) atau tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya (bila anda membeli kavling lengkap beserta rumahnya). Dari sisi bank, agar kredit yang diberikan kepada kita selaku peminjam terjamin pembayarannya, maka akan dipasang Hak Tanggungan (HT) terhadap sertifikat tanah yang kita beli. Maksudnya, bila suatu ketika kita selaku debitur tidak mampu lagi untuk membayar cicilan KPR tersebut (terjadi credit default atau wanprestasi), maka bank selaku kreditur mendapat hak secara hukum untuk menjual tanah (dan bangunan yang berdiri di atasnya) untuk dapat melunasi sisa kredit yang belum terbayar. Dalam hal ini, UU yang mengatur tentang masalah ini adalah Undang-Undang tentang Hak Tanggungan No.4 tahun 1996. Kalau anda membeli rumah baru dari developer, banyak diantaranya pada saat awal jual beli, sertifikat induknya belum dipecah per kavling, sehingga anda juga belum bisa mendapat sertfikat atas kavling anda sendiri. Sedangkan pada saat itu akad kredit sudah harus ditandatangani. Untuk kasus seperti ini, biasanya akan dibuat dulu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang artinya anda selaku debitur memberi kuasa kepada bank selaku kreditur untuk memasang HT pada saat sertifikat atas kavling anda sudah selesai proses pemecahan dan balik namanya sehingga sudah atas nama anda sendiri. Pada saat itulah akan dipasang HT dan caranya dengan membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) melalui Notaris/PPAT setempat. Melalui proses ini, maka di buku tanah (SHGB atau SHM) yang anda miliki akan tercantum penulisan oleh kantor pertanahan (BPN) setempat bahwa atas kavling tersebut telah dipasang Hak Tanggungan. Namun kalau anda membeli rumah second (bukan rumah baru), dimana SHGB atau SHM nya sudah langsung atas nama pemiik lama, maka

description

Hak Tanggungan atas Sertifikat TanahBagi sebagian besar dari kita, istilah KPR mungkin sudah tidak asing lagi. Ya, KPR atau Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu jenis Secured Loan, artinya produk fasilitas pinjaman yang diberikan bank dengan jaminan. Jaminan yang dimaksud tentunya adalah tanah (bila anda hanya membeli kavling saja) atau tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya (bila anda membeli kavling lengkap beserta rumahnya). Dari sisi bank, agar kredit yang diberikan kepada kita

Transcript of Hak Tanggungan Atas Sertifikat Tanah

Page 1: Hak Tanggungan Atas Sertifikat Tanah

Hak Tanggungan atas Sertifikat Tanah

Bagi sebagian besar dari kita, istilah KPR mungkin sudah tidak asing lagi. Ya, KPR atau Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu jenis Secured Loan, artinya produk fasilitas pinjaman yang diberikan bank dengan jaminan. Jaminan yang dimaksud tentunya adalah tanah (bila anda hanya membeli kavling saja) atau tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya (bila anda membeli kavling lengkap beserta rumahnya).

Dari sisi bank, agar kredit yang diberikan kepada kita selaku peminjam terjamin pembayarannya, maka akan dipasang Hak Tanggungan (HT) terhadap sertifikat tanah yang kita beli. Maksudnya, bila suatu ketika kita selaku debitur tidak mampu lagi untuk membayar cicilan KPR tersebut (terjadi credit default atau wanprestasi), maka bank selaku kreditur mendapat hak secara hukum untuk menjual tanah (dan bangunan yang berdiri di atasnya) untuk dapat melunasi sisa kredit yang belum terbayar. Dalam hal ini, UU yang mengatur tentang masalah ini adalah Undang-Undang tentang Hak Tanggungan No.4 tahun 1996.

Kalau anda membeli rumah baru dari developer, banyak diantaranya pada saat awal jual beli, sertifikat induknya belum dipecah per kavling, sehingga anda juga belum bisa mendapat sertfikat atas kavling anda sendiri. Sedangkan pada saat itu akad kredit sudah harus ditandatangani. Untuk kasus seperti ini, biasanya akan dibuat dulu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang artinya anda selaku debitur memberi kuasa kepada bank selaku kreditur untuk memasang HT pada saat sertifikat atas kavling anda sudah selesai proses pemecahan dan balik namanya sehingga sudah atas nama anda sendiri. Pada saat itulah akan dipasang HT dan caranya dengan membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) melalui Notaris/PPAT setempat.

Melalui proses ini, maka di buku tanah (SHGB atau SHM) yang anda miliki akan tercantum penulisan oleh kantor pertanahan (BPN) setempat bahwa atas kavling tersebut telah dipasang Hak Tanggungan.

Namun kalau anda membeli rumah second (bukan rumah baru), dimana SHGB atau SHM nya sudah langsung atas nama pemiik lama, maka prosesnya tinggal melakukan Balik Nama dan akan langsung dipasang APHT, tanpa melalui SKMHT lagi.

Menurut UU Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 tersebut, yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan adalah:- Hak Milik- Hak Guna Usaha- Hak Guna Bangunan- Hak Pakai atas Tanah Negara- Hak Pakai atas Tanah Hak Milik (masih perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah)

Oleh karena itu, lazimnya pihak bank mensyaratkan calon debiturnya dalam mengajukan KPR maka tanah (dan bangunan) yang akan dibeli sudah memiliki sertifikat dengan salah satu hak diatas. Lazimnya lagi, bagi rumah perorangan, maka statusnya adalah Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak

Page 2: Hak Tanggungan Atas Sertifikat Tanah

Milik (HM).

Oleh karena sertifikat tanah yang asli akan disimpang langsung oleh pihak bank sampai nanti saatnya KPR lunas, maka saya sarankan jangan lupa untuk minta foto copy atas buku tanah tersebut sebagai arsip anda pribadi (lengkap dengan IMB, peta situasi dan blue print denah/konstruksi rumah). Ini untuk berjaga-jaga saja karena ada kemungkinan arsip dan penyimpanan bank sendiri tidak rapi, sehingga bertahun-tahun kemudian pada saat KPR lunas dan anda akan menerima kembali dokuman-dokuman tersebut, anda bisa minta set lengkap aslinya dan mencocokkannya dengan copy yang disimpan tadi.