Hadis dhaif
-
Upload
early-ridho-kismawadi -
Category
Documents
-
view
3.714 -
download
2
description
Transcript of Hadis dhaif
Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya
Oleh:
Early Ridho Kismawadi11 EKNI 2364
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA
PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARAMEDAN
2013 M/1433 H
1
Hadis Dhaif
1. Pendahuluan
Dhaif menurut bahasa adalah lawan dari kuat, Dhaif ada dua macam yaitu
lahiriah dan maknawiyah, sedangkan yang dimaksud disini adalah dhaif maknawiyah.
Hadis dhaif menurut istilah adalah hadis yang didalamnya tidak didapati
syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.1 Senada dengan
Mannan Al Qathan menurut T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy hadis dhaif adalah
2
Hadis yang tidak terdapat sifat hadis shahih dan tidak pula terdapat sifat hadis
hasan.
Mengetahui kriteria suatu hadis diperlukan untuk menentukan suatu hadis
dapat digunakan untuk dalil atau tidak boleh sebab itu dalam makalah kali ini akan
dibahas tentang hadis dhaif meliputi, Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif,
Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadis-hadis daif ditinjau dari
segi cacat perawi, dan Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif
2. Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif
Sebab-sebab kedaifan ketika diteliti kembali kepada dua hal pokok yaitu:
Ketidakmuttashilan sanad, dan Selain ketidakmuttashilan sanad seperti; cacatnya
seorang atau beberapa rawi3. Fatchur Rahman mengutip pendapat al-‘Iraqi, bahwa
hadis adaif bisa dibagi menjadi 42 bagian dan sebagian ulama mengatakan bahwa
hadis adaif terdiri atas 129 macam, bahkan bisa lebih dari itu.4
1 Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2004), h. 129.
2 T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, (cet.VII; Jakarta : BulanBintang, 1987), Jilid I, h. 220
3 A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalaha al-Hadits. (cet. III; Bandung: CV. Diponegoro, 1987)h. 91
4 Fathur Rahman, Ikhstisar Mushthalahul Hadits. (cet.VIII; Bandung : PT.Almaarif, 1995), h. 140.
2
3. Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad
a. Hadis Mursal
Hadits mursal yaitu: hadits yang dimarfu’kan oleh seoarng tabi’iy kepada
rasul SAW., baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir, dengan tidak menyebutkan
orang yang menceritakan kepadanya: contoh hadis berikut ini:
Abdullah bin Abi Bakr pada hadis di atas merupakan seorang Tabi’i,
sedangkan seorang tabi’I tidak semasa dan tidak bertemu dengan Nabi Saw. Akan
tetapi di tidak menyebutkan orang yang mengabarkan kepadanya sehingga dinamakan
mursal
b. Hadis Munqathi’
Hadits munqathi yaitu dalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu
tempat atau lebih, atau didalamnya disebutkan seorang perawi yang mubham. Dari
segi gugurnya seorang perawi ia sama dengan hadits mursal. Hanya saja, kalu hadis
mursal gugurnya perawi dibatasi oelh tingkatan sahabat, sementara dalam hadits
munqathi seperti itu. Jadi setiap hadits yang sanadnya gugur satu orang perawi baik
awal, ditengah ataupun diakhir- disebut munqathi.
Dari Abdur Razzaq: dari At Tsauri: dari Abu Ishaq: dari Zaid bin Yatsi’: dari
Hudzaifah, secara marfu’: ‘Kalau kalian menjadikan Abu Bakar sebagai pemimpin,
sungguh dia itu kuat dan terpercaya
Dalam hadits terputus sanadnya pada 2 tempat. Pertama, Abdur Razzaq tidak
mendengar dari At Tsauri. Yang benar, Abdur Razzaq meriwayatkan dari Nu’man bin
Abi Syaibah Al Janadi dari Ats Tauri. Kedua, Ats Tsauri tidak mendengar dari Abu
Ishaq. Yang benar, Ats Tsauri mendengar dari Syuraik dari Abu Ishaq
c. Hadis Mu’dhal
3
Yaitu hadis dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara
berturutturut. hadits ini sama, bahkan lebih rendah dari hadits munqathi. Sama dari
segi keburukan kualitasnya,
عليه الله رسول ان جريج ابن عن سالم بن سعيد اخبرنا
الشافعي ( يديه رفع البيت رأى اذا كان وسلمImam syafi’I berkata, telah menceritakan kepada kami, said ibn salam, dari
ibn juraij bahwa nabi Muhammad apabila melihat baitullah beliu mengangkat kedua
tangannya5.
Ibnu Juraij dalam sanad diatas adalah tidak sezaman dengan nabi, bahkan
masanya itu dibawah tabi’in, sehingga ia disebut tabi’it tabi’in, yakni pengikut
tabi’in. jadi antara juraij dengan rasulullah SAW ada dua perantara yaitu shahabat dan
tabi’in. karena kedua orang ini( sahabat dan tabi’in ) tidak disebutkan ditengah sanad
ini maka periwayatan hadits diatas disebut mu’dhal.
d. Hadis Mudallas
Kata Muddalas adalah isim maf’ul dari tadlis, yang secara etimologi berarti
“Menyembunyikan” Tadlis dalam jual-beli berarti menyembunyikan aib barang adri
pembelinya. Dari sinilah disinilah diambil dalam pengertian dalam sanad. Karena
keduanya memiliki kesamaan alasan, yakni menyembunyikan sesuatu dengan cara
diam tanpa menyebutkan.
عائشة عن عروة عن الزهزي عن راشد بن النعمان روى
وسلم عليه الله صلى الله رسول امرأة ان يضرب قط لم
الله سبيل فى يجاهد اال خادما وال
Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari zuhri dari urwah dari aisyah,
bahwasannya rasulullah SAW bersabda tidak pernah sekalikali memukul seorang
perempuan dan juga tidak seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad dijalan Allah6
5 Totok jumantoro, Kamus Ilmu Hadits. (Jakarta: Bumi Aksara,2002), h. 1436 Ibid, 141
4
Imam Abu Khatim berkata bahwa: Zuhri tidak pernah mendengar hadis ini
dari Urwah, ini berarti ada seorang yang tidak disebutkan oleh zuhri. Sehingga
menjadi samar.
Tadlis terdiri dari dua jenis, yaitu tadlis al- Isnad dan tadlis asy-syuyukh.
(1). Tadlis al- isnad yaitu seseorang perawi (mengatakan) meriwiyatkan
sesuatu dari sesamanya yang tidak pernah ia bertemu dengan orang itu,
atau pernah bertemu tetapi diriwiyatkannya itu tidak didengar dari orang
tersebut, dengan cara menimbulkan dugaan mendengar langsung.
يوم مجلسه فى أحدكم نعس إذا صلعم الله رسول قال
( أبوداود ( رواه غيره إال فليتحول الجمعة
Rasulullah SAW bersabda:”bila salah seorang mengantuk di tempat duduknya pada
hari jumat, hendaklah ia bergeser ke tempat lain.”(H.R. Abu Dawud)
Dalam sanad hadits Ibnu ‘Umar tersebut, terdapat seorang rawi bernama
Muhammadbin Ishaq yaitu seorang mudallis dan ia telah membuat ‘an ‘anah
(meriwayatkan dengan ‘an).
(2). Tadlis asy- syuyukh jenis ini lebih ringan dari pada tadlis al-isnad.
Karena perawi tidak sengaja mengugurkan salah seorang dari sanad dan
tidak sengaja pula menyamarkan dan tidak mendengar langsung dengan
ungkapan yang menunjukkan mendengar langsung. Perawi hanya
menyebut gurunya, yang memberi tahu. atau mensifati gurunya dengan
sifat-sifat yang tidak/ belum dikenal oleh orang banyak. Misalnya seperti
kata Abu Bakar bin Mujahid Al-Muqry:
الله عبيد أبي بن الله عبد حدثنا
“Telah bercerita kepadaku ‘Abdullah bin Abi ‘Ubaidillah.”
5
Yang dimaksudkan dengan Abdullah ini ialah Abu Bakar bin Abi Dawud As-
Sijistani.
e. Hadis Mu’alallaq
Mu’allaq secara etimologis merupakan bentuk isim maf’ul dari kata ‘alaqa (
AَقA yang berarti menggantungkan. Kemudian dari kata (عAل at-ta’lliq ( CَقD FعEل kata ,(الت at-
ta’lliq diambil dari ungkapan seperti: ta’liqul jidar ( EجDدAار ال CَقE Dي AعEل (َت atau ta’liquth
thalaq ( Dِق AاَلFالَّط CَقE Dي AعEل (َت dan lain sebagainya ketika semuanya berserikat untuk
memutuskan hubungan. Sedangkan secara terminologis hadits mu’allaq adalah hadits
yang pada bagian awal sanadnya, terdapat seorang rawi atau lebih yang dihilangkan.
CهF الل صAلFى KيD Fب الن EنAع Aة AشD عAائ EنAع AيDو Cر EدAقAو عDيسAى Cو Aب أ AالAق
AنAى ب LةAعE ك Aر AينDر EشDع DبDرEْغAمE ال AدEعA ب صAلFى EنAم AالAق AمF ل AسAو DهE Aي عAل
DةF ن AجE ال فDي Lا Eت Aي ب CهA ل CهF الل
Abu Isa (Tirmidzi) berkata; "Diriwayatkan dari 'Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa shalat dua puluh rakaat setelah
maghrib, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga."
4. Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi
a. Hadis Mudhtharib
Hadis Mudltharib, yakni hadis yang diriwayatkan dengan berbagai jalan yang
saling bertentangan, sementara kedudukan dan nilai para periwayatnya, atau sanadnya
relatif sama, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan naskh maupun tarjih.
Hadis Mudhtharib dibagi menjadi dua yaitu
Hadis Mudhtharib Sanad
6
Diriwayatkan oleh Abu Bakar, ia berkata, ”Wahai Rasulullah, aku melihat
rambutmu beruban”. Maka beliau bersabda: ”Yang telah membuat rambutku beruban
adalah Hud dan saudara-saudaranya”. (HR. Tirmidzi)
Imam Daruquthni berkata, ”Hadits ini adalah Hadits Mudhtharib, karena
hadits ini tidak diriwayatkan kecuali dari satu jalan, yaitu dari Abu Ishaq”.
Periwayatan dari Abu Ishaq diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits :
Hadis Mudhtharib Matan
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Syuraik, dari Abu Hamzah, dari Asy-
Sya’bi, dari Fathimah binti Qais, ia berkata, ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
ditanya tentang zakat”. Maka beliau bersabda: ”Sesungguhnya dalam harta ada
kewajiban yang lain selain kewajiban zakat”.
Sedangkan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dari jalur sanad yang
sama dengan menggunakan ungkapan : ”Tidak ada kewajiban dalam harta selain
kewajiban zakat”
Imam Al-‘Iraqi berkata, ”Ketidaktetapan (Al-Idhthirab) yang ada pada hadits
di atas tidak memungkinkan untuk ditakwilkan”.
b. Hadis Maqlub
Hadis Maqlub, yakni hadis yang di dalamnya terdapat pergantian, baik
periwayat, sanad, maupun matannya, yang dilakukan oleh seorang periwayat, baik
dilakukannya dengan sengaja maupun tidak
Maqlub Sanad
Maqlub Sanad adalah hadits yang terjadi penggantian pada sanadnya. Maqlub
sanad mempunyai dua bentuk :
1. Seorang rawi mendahulukan dan mengakhirkan nama salah seorang rawi dan nama
bapaknya. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah kemudian ada
yang meriwayatkan dari Murrah bin Ka’ab.
7
2. Seorang rawi mengganti salah seorang rawi hadits dengan rawi yang lain dengan
tujuan ighrab (menjadikannya gharib, asing). Seperti hadits yang masyhur dari Salim,
kemudian ada yang menjadikan hadits tersebut dari Nafi’.
Diantara rawi yang melakukan hal itu adalah Hammad bin Amr An-Nashibi.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Hammad An-Nashibi dari A’masy
dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu’ (disandarkan kepada Rasulullah) :
بالساَلم َتبدءوهم فاَل طريَق في المشركين لقيتم إذا
“Kalau kalian bertemu dengan orang-orang musyrik di jalan, maka janganlah kamu
mendahului memberi salam”
Hadits ini adalah hadits Maqlub yang diriwayatkan secara maqlub oleh
Hammad. Dia menjadikan hadits tersebut dari jalan A’masy, padahal yang terkenal
bahwa hadits itu adalah dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah,
seperti yang dikeluarkan oleh Imam Muslim.
Maqlub Matan
Maqlub Matan adalah hadits yang terjadi penggantian pada matannya. Jenis ini juga
mempunyai dua bentuk :
1. Seorang rawi mendahulukan dan mengakhirkan pada sebagian matan hadits.
Contohnya adalah hadits Abu Hurairah pada riwayat Muslim tentang tujuh golongan
yang akan diberi naungan oleh Allah di hari yang tidak ada naungan kecuali
naunganNya. Dalam hadits tersebut ada :
CَقDِفE Cن َت مAا CهC AمDين ي AمA AعEل َت A ال Fى ت Aح فAأخEِفAاهAا SةAقAدAَصD ب AِقFدAَصA َت UلCج AرAو
CهC مAال Dش
8
“Dan seseorang yang bershodaqoh dengan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi,
sampai-sampai tangan kanannya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya”
Hadits ini adalah terbalik yang terjadi di sebagian rawi hadits, karena yang benar
adalah :
CَقDِفE Cن َت مAا CهC مAال Dش AمAلEعA َت A ال Fى حAت فAأخEِفAاهAا SةAقAدAَصD ب AِقFدAَصA َت UلCج AرAو
CهC AمDين ي
“Dan seseorang yang bershodaqoh dengan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi,
sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kananya”
2. Seorang rawi menjadikan salah satu matan hadits untuk sanad yang lain dan
menjadikan sanad suatu hadits untuk matan hadits yang lain (membolak-balikkan
antara matan dan sanad hadits). Ini dilakukan untuk menguji.
Ini seperti yang dilakukan oleh penduduk Baghdad kepada Imam Bukhari,
dimana mereka membolak-balikkan 100 hadits kemudian ditanyakan kepada Imam
Bukhari tentangnya untuk menguji hafalan beliau. Imam Bukharipun mampu
mengembalikan semua hadits ke tempat semula (sebelum dibolak-balikkan) tanpa ada
kesalahan sedikitpun.
c. Hadis Syadz
Imam Syafi’ilah yang mula-mula memperkenalkan hadis syadz ini
menurutnya bila diantara perawi tziqat ada diantara mereka yang menyimpang dari
lainnya. Selanjutnya generasi setelahnya sepakat bahwa hadis syadz ialah hadis yang
diriwayatkan oleh perawi maqbul dalam keadaan menyimpang dari perawi lain yang
lebih kuat darinya.
Hadis Syadz dapat terjadi pada Sanad dan Matan
9
Hadis Syadz pada Sanad
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu
Majah; dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ausajah dari Ibnu
‘Abbas,“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang meninggal di masa Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ia tidak meninggalkan ahli waris kecuali bekas
budaknya yang ia merdekakan. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
memberikan semua harta warisannya kepada bekas budaknya”.
Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut
dengan sanad mereka dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ausajah, dari
Ibnu ‘Abbas,“Sesungguhnya seorang laki-laki meninggal…………”.
Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah, karena ia meriwayatkan hadits
tersebut dari ‘Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu ‘Abbas.
Masing-masing dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Juraij, dan Hammad bin Yazid
adalah perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu
‘Uyainah dan Ibnu Juraij, karena ia meriwayatkan hadits di atas secara mursal (tanpa
menyebutkan shahabat Ibnu ‘Abbas). Sedangkan keduanya meriwayatkannya secara
bersambung dengan menyebutkan perawi shahabat. Oleh karena keduanya lebih
banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu
‘Uyainah dinamakan Hadits Mahfudh. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid
dinamakan Hadits Syadz.
Hadis Syadz pada Matan
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi; dari hadits Abdul
Wahid bin Ziyad, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah secara
marfu’ : “Jika salah seorang di antara kalian selesai shalat sunnah fajar, maka
hendaklah ia berbaring di atas badannya yang kanan”.
10
d. Hadis Munkar
Hadis Munkar, yakni hadis yang tidak ada periwayat lain meriwayatkannya,
sedangkan periwayat tersebut sangat jauh dari kriteria kedlabithan. Atau dengan kata
lain ada yang mendefinisikan sebagai hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang
jelas-jelas fasiq, baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan juga kedlabithannya
sangat rendah disebabkan salah dan lupanya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari jalur Habib bin Habib Az-Zyyat-
tidak tsiqah-dari abu ishaq dan Aizar bin Haris, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw
bersabda:
Barang siapa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah
haji, berpuasa dan menghormati tamu, maka dia masuk surga
Abu hatim berkata. Hadis ini munkar” karena perawi yang tsiqah selain
(Habib Az-Zayyat) meriwayatkannya dari Abu Ishaq hanya sampai kepada sahabat
(mauquf), dan riwayat inilah yang dikenal7.
e. Hadis Matruk
Hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dituduh
berdusta dalam hadis nabawiy, atau sering bersdusta dalam pembicaraannya, atau
yang terlihat kefasikannya melalui perbuatan maupun kata-katanya. Atau yang sering
sekali salah dan lupa. Misalnya hadis-hadis Amr ibn Syamr dari Jabir al-Ja’fiy.
Hadits ‘Amru bin Syamr Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-Syi’i dari Jabir, dari Abu
Thufail, dari ‘Ali dan ‘Ammar, keduanya berkata,”Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam melakukan qunut pada shalat fajar, dan bertakbir pada hari Arafah dalam
shalat Dhuhur dan memotong shalat ‘ashar pada akhir hari tasyriq“.
Imam An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni dan ulama lainnya berkata tentang
‘Amru bin Syamr,”Haditsnya matruk“.
7 Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, h. 151.
11
f. Hadis Mu’allal
Hadis Mu'allal, yakni hadis yang di dalamnya terdapat cacat tersembunyi
yang secara sepintas tidak cacat. Cacat tersebut bisa berada di dalam sanad maupun
di matan. Memang untuk mengetahui cacat tersebut sangat sulit dan dibutuhkan
kecermatan, dengan cara mengumpulkan seluruh hadis yang ada untuk kemudian
dilakukan pengkajian terhadap keseluruhan hadis tersebut.
عن عمر ابن عن دينار بن عمرو عن الثوري EانA ِفEي Cس EنAع : لم ما بالخيار البيعان قال وسلم عليه الله صلى النبي
.يتِفرقا
“dari Sofyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘ Umar dari Nabi saw,
ujarnya: Sipenjual dan sipembeli boleh memilih selama belum berpisah”.
Illat hadits ini terletak pada ‘Amr bin Dinar, sebab mestinya bukan dia yang
meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin Dinar. Hal itu dapat diketahui berdasarkan
riwayat-riwayat lain, yang juga melalui sanad tersebut.
g. Hadis Mudraj
Hadis Mudraj, yakni hadis yang didalamnya terdapat tambahan, baik dalam
sanad maupun dalam matannya, yang sesungguhnya bukan termasuk hadis, tetapi
dapat menyebabkan orang mengira bahwa hal tersebut termasuk di dalam hadis.Hadis
mudraj dibagi menjadi Mudraj Sanad dan Mudraaj Matan.
Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi dari jalan Ibnu Mahdi
dari ast-Tsauri dari Wasil al Ahdab dari Mansur al a’masy dari Abu Wa’il dari Amer
bin Syurahbil dari Ibnu mas’ud r.a, katanya aku telah bertanya kepada Rasulullah
12
tentang dosa yang paling besar, kataku: “mana dosa yang paling besar?”. Nabi
menjawab:”engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakan
engkau”, aku bertanya: “kemudian apa?”. Nabi menjawab “engkau membunuh anak
engkau karena khawatir akan makan dia bersama engkau”. Aku bertanya pula:
“kemudian apa?”. Nabi menjawab: :engkau menzinai istri tetangga engkau”.
Dalam sanad ini terdapat sanad yang disisipkan yaitu Amer bin Syurahbil,
sebenarnya Abi Wail menerima langsung dari Ibnu Mas’ud r.a dengan tidak memakai
perantara Amer ibn Syurahbil.
Diriwayatkan oleh Khatib Al Baghdadi, Riwayat Abu Qathan dan Syababah
dari Syu`bah dari Muhammad bin Ziad dari Abu Hurairah berkata Rasululllah saw.
Telah bersabda sempurnakanlah wudhumu, neraka wail bagi tumit-tumit (milik
orang-orang yang tidak membasuh dengan sempurna ketika berwudhu)".
Kata-kata الوضوء Sempunakanlah" أسبغوا wudhumu" pada hadis tersebut
bukanlah sabda Nabi, melainkan kata-kata Abu Hurairah. Dan kata-kata tersebut oleh
penerima riwayat dikira bagian dari matan hadis Nabi
h. Hadis Mushahhaf
Yakni hadis yang diriwayatkan secara berbeda disebabkan adanya pergantian
atau perubahan satu huruf atau lebih, baik dalam pengucapan (bentuk hurufnya)
maupun dalam syakalnya, baik terjadi di dalam sanad maupun matan.
Jika ditinjau dari tempat terjadinya kesalahan, maka hadits mushahhaf dibagi
menjadi dua :
Tashhif dalam sanad
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syu’bah, dari Awwam bin
Murajim Al-Qaisi, dari Abu ‘Utsman An-Nahdi. Namun Yahya bin Ma’in melakukan
kesalahan dalam menyebut nama ayah dari Al-Awwam. Beliau mengatakan dengan :
“..dari Al-Awwam bin Muzahim”; dengan menggunakan huruf dan ز yang ح
dikasrah.
13
Tashhif dalam matan
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat kamar di dalam
masjid.
Namun Ibnu lahi’ah melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadits di
atas dengan menggunakan kalimat : “Sesungguhnya Rasulullah melakukan berkam di
dalam masjid
Bila ditinjau dari sebab terjadinya kesalahan, maka hadits mushahhaf dibagi
menjadi dua :
Tashhif Bashar (Penglihatan)
Tashhif bashar ini adalah sebab kesalahan yang sering terjadi. Sedangkan
yang dimaksud dengan tashhif bashar adalah ketidakjelasan tulisan suatu hadits bagi
yang membacanya. Hal ini disebabkan karena tulisannya yang jelek atau huruf-
hurufnya yang tidak bertitik.
Contohnya adalah hadits yang berbunyi :
Barangsiapa yang telah berpuasa Ramadhan kemudian diikuti 6 hari di bulan
Syawal
Disebabkan karena ketidakjelasan tulisan maka seorang perawi meriwayatkan
hadits tersebut dengan menggunakan kata syaian sebagai ganti kata yang seharusnya,
yaitu sittan
Tashhif Sama’ (Pendengaran)
Tashhif ini terjadi disebabkan karena pendengaran yang lemah, jarak antara
pendengar dan yang ia dengarkan sangat jauh, dan lain sebagainya. Hal ini
menyebabkan sebagian kata menjadi tidak jelas bagi seorang perawi karena sebagian
kata tersebut terbentuk dari pola yang sama.
14
Contohnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Ashim bin Al-
Ahwal. Namun sebagian perawi hadits tersebut meriwayatkan dari Washil bin Al-
Ahdab.
Ditinjau dari segi kata atau maknanya, maka hadits mushahhaf terbagi
menjadi 2 bagian :
Tashhif dalam Lafal
Tashhif inilah yang banyak terjadi seperti pada contoh-contoh di atas.
Tashhif dalam Makna
Yang dimaksudkan dengan Tashhif ini adalah : Seorang perawi mushahhif
(yang melakukan kesalahan) meriwayatkan sebuah hadits dengan menggunakan
kaliamt-kalimat sesuai dengan aslinya, namun ia memberikan makna yang
menunjukkan bahwa ia memahami hadits tersebut dengan pemahaman yang tidak
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hadits tersebut.
Contohnya adalah apa yang diucapkan oleh Abu Musa Muhammad bin Al-
Mutsanna Al-‘Anzi, seorang laki-laki dari kabilah ‘Anazah. Ia berkata,”Kami adalah
Kabilah ‘Anazah. Kami adalah suatu kamu yang mempunyai kemuliaan sebaba
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke arah kami”.
Makna tersebut ia pahami dari sebuah hadits yang berbunyi,“Sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke ‘Anazah”. Maka ia
memahaminya bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke
arah mereka. Padahal kata ‘Anazah (huruf ‘Ain dan Nun difathah) berarti tombak
kecil yang bermata dua, bentuknya persis seperti ‘Ukazah. Dimana Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam menancapkannya di hadapan beliau sebagai pembatas
(sutrah) ketika beliau shalat di tanah lapang.
Al-Hafidh Ibnu Hajar membagi hadits mushahhaf menjadi dua bagian :
Bagian pertama beliau namakan dengan sebutan Tashhif; yaitu jika
perubahannya adalah merubah titik-titik yang ada pada satu atau beberapa huruf,
sedangkan bentuk katanya masih berupa bentuk yang semula.
15
Bagian kedua beliau namakan dengan Tahrif. Sebutan ini beliau berikan pada
perubahan yang terjadi pada bentuk kata. Ini adalah pembagian yang baru.
Jika seorang perawi sering melakukan Tashhif (kesalahan), maka hal ini dapat
mengurangi kekuatan hafalannya. Namun apabila kadang-kadang saja ia
melakukannya, maka (dimaafkan karena) mustahil orang selamat dari kesalahan.
5. Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif
AَكCعAم EسA أ Aال Kي Dن إ DرE Aي ب Dلز] ل CتEلCق AالAق DرE Aي ب الز] DنE ب DهF الل DدE عAب EنAع
CُثKدAحC ي AمAا ك AمF ل AسAو DهE Aي عAل CهF الل صAلFى DهF الل DولCس Aر EنAع CُثKدAحC َت
: EنAم CولCقA ي CهC مDعEت Aس EنDِكA وAل CهEقDارAفC أ EمA ل Kي Dن إ مAا
A أ AالAق Uن AاَلCفAو Uن AاَلCف
Fار الن EنDم CهAدAعEقAمE AوFأ Aب Aت Eي فAل FيAلAع AبAَذA ك
Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata : Aku berkata kepada Zubair(bapaknya), Aku
tidak mendengarkan engkau menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sebagaimana yang (banyak) disampaikan oleh si fulan dan si fulan’. Beliau
menjawab, “Sesungguhnya aku ini tidak pernah berpisah dengan beliau akan tetapi
aku telah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku
dengan sengaja maka hendaknya dia menyiapkan tempat duduknya di neraka”
Terkait dengan pengamalan hadis daif, terdapat beberapa pendapat Pertama,
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib mengemukakan bahwa ada tiga pendapat mengenai
pengamalan hadis daif,8yaitu :
a. Hadis daif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadail
al-‘amal maupun dalam menetapkan hukum;
b. Hadis daif bisa diamalkan secara mutlak, karena hadis daif lebih kuat
daripada ra’y (pendapat) perseorangan;
8 Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis, h. 315-316
16
c. Hadis daif bisa diamalkan dalam masalah fadail al-‘amal bila memenuhi
syarat. Ibn Hajar mengemukakan syarat-syarat tersebut, yaitu :
1. Ke-daif-annya tidak terlalu lemah. Misalnya tidak terdapat periwayat pendusta
atau tertuduh berdusta serta tidak terlalu sering melakukan kesalahan;
2. Hadis daif itu masuk dalam cakupan hadis pokok yang bisa diamalkan;
3. Ketika mengamalkannya tidak diyakini bahwa ia berstatus kuat, tetapi sekedar
berhati-hati.
Penutup
Hadis dhaif menurut istilah adalah hadis yang didalamnya tidak didapati
syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan, Kedaifan suatu hadis
terjadi ketika Ketidakmuttashilan sanad, dan Selain ketidakmuttashilan sanad seperti;
cacatnya seorang atau beberapa rawi
Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad
Hadis Mursal
Hadis Munqathi’
Hadis Mu’dhal Hadis Mudallas Hadis Mu’alallaq
Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi
Hadis Mudhtharib
Hadis Maqlub Hadis Syadz Hadis Munkar Hadis Matruk Hadis Mu’allal Hadis Mudraj Hadis Mushahhaf
17
Pendapat menganai Pengamalan Hadis Dhaif:
Hadis daif tidak bisa diamalkan secara mutlak Hadis daif bisa diamalkan secara mutlak Hadis daif bisa diamalkan dalam masalah fadail al-‘amal bila memenuhi
syarat
Daftar Pustaka
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalaha al-Hadits. cet. III; Bandung: CV. Diponegoro, 1987
Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis, diterjemahkan oleh Qadirun-Nur dengan judul Ushul al- Hadis cet.I; Jakarta : Gaya Media, 1998.
Fathur Rahman, Ikhstisar Mushthalahul Hadits. cet.VIII; Bandung : PT.Almaarif, 1995.
Mahmud Tohan. Taisir Mustholah al Hadits. Surabaya : Al Hidayah, 1985.
Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2004
Subhis-Shaleh, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, Jakarta. Pustaka Firdaus, 1997.
T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, cet.VII; Jakarta : Bulan Bintang, 1987.
Totok jumantoro, Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara,2002.
Yulem, Nawir, 9 (Sembilan) Kitab Induk Hadis, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006.
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, Cetakan Pertama, 2001
18