Gula & Asam (Selai) !
Transcript of Gula & Asam (Selai) !
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN
HASIL PERTANIAN
ACARA PENGGUNAAN GULA & ASAM DALAM PENGOLAHAN
Paramita Puji Lestari
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN,
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN, UNIVERSITAS JEMBER
RINGKASAN
Gula merupakan bahan pangan yang memiliki senyawa kimia yang termasuk
karbohidrat, mempunyai rasa manis dan dapat dipakai sebagai pengawet. Daya larut
yang tinggi, kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan mengikat air adalah
sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan makanan Selai
merupakan salah satu contoh hasil yang diawetkan dengan gula. Dalam hal ini gula
dapat mengurangi aktivitas mikroorganisme oleh pengaruh dehidrasi. Dalam
pratikum ini bahan yang telah disiapakan Lalu panaskan dan aduk sampai berbentuk
kristal lalu diamati dengan cara dioleskan pada roti yang di sediakan. Pengaruh gula
terhadap pembuatan selai dapat dilihat dari tingkat konsistensi dan warna selai.
PENDAHULUAN
Bahan pangan yang mudah
mengalami kerusakan membutuhkan
penanganan yang lebih baik agar
terjadinya kerusakan dapat
diminimalisir. Salah satu penanganan
yang sejak lama dilakukan adalah
dengan memberikan bahan tambahan
berupa gula dan asam, Disamping
sebagai bahan pengawet, penambahan
gula dan asam digunakan sebagai
bahan tambahan dalam pengolahan
makanan.dan banyak digunakan oleh
pabrik-pabrik pengolahan makanan
untuk pembuatan produk, misalnya,
jam, jelli, marmalade, sari buah pekat,
sirup buah-buahan, dll. (Muchtadi,
1987)
Di masa sekarang telah
banyak dikembangkan proses
pengawetan bahan pangan.
Kebanyakan metode pengawetan
bahan pangan merupakan kombinasi
dua atau lebih dasar-dasar pokok cara
pengawetan misalnya selai,
pengawetan dengan cara penambahan
gula yang tinggi dan asam kemudian
dilakuakan pemanasan yang tinggi
hingga konsetrat bahan menjadi lebih
pekat. (andisalsabilblog. 2004). Produk
ini dapat tahan terhadap
mikroorganisme karena pH-nya
rendah, kadar gulanya tinggi, aktivitas
airnya (Aw) rendah dan akan semakin
awet lagi bila dikemas selagi panas,
dalam kemasan hermatik seperti dalam
wadah gelas, karena dengan cara
tersebut tekanan oksigennya akan
rendah. (Buckle, 1987).
Pentingnya pengaruh
penambahan gula dan asam dalam
pengolahan bahan makanan menjadi
dasar percobaan mengenai penggunaan
gula dan asam dalam pengolahan yang
diberikan kepada mahasiswa teknologi
hasil pertanian. Setelah melakukan
praktikum kali ini diharapkan
mahasiswa mampu membuat suatu
produk yang dapat memanfaatkan gula
dan asam sehingga produk tersebut
akan mempunyai cita rasa yang khas,
dan mempunyai nilai jual yang disukai
oleh masyarakat.
BAHAN dan METODE
Praktikum kali ini
menggunakan bahan-bahan meliputi
buah-buahan, gula pasir, asam sitrat,
aquadest, dan roti tawar. Sedangkan
alat-alat yang digunakan antara lain
wajan, nampan, pisau stainlesstell,
timbangan, gelas ukur, color reader,
kompor pH meter. Dengan metode
yang dilakukan dalam praktikum ini
yaitu menimbang buah sebanyak 250
gr lalu dikupas dan dipotong-potong
menggunakan pisau kemudian di
blanching selama 2 menit (untuk
bahan yang keras). Potongan buah
tersebut kemudian dihancurkan
menggunakn blender / diblending
menjadi bubur buah. Selanjutnya
menambahkan gula dan asam kedalam
bubur buah dengan konsentrasi
berbeda yaitu untuk jumlah gula 40%,
45%, dan 50% dengan pH 3,5
sedangkan untuk jumlah gula 45%,
pada pH 3; 3;5 dan pH 4. Lalu bubur
buah dipanaskan selama 45 menit.
HASIL dan PEMBAHASAN
Gula merupakan senyawa
kimia yang termasuk karbohidrat
mempunyai rasa manis dan dapa
dipakai sebagai pengawet. Daya larut
yang tinggi, kemampuan mengurangi
kelembaban relatif dan mengikat air
adalah sifat-sifat yang dipakai dalam
pengawetan bahan bahan makanan.
Disamping sebagai pengawet, gula
juga dipergunakan untuk pembuatan
aneka produk manisan, jam, jelly,
juice, milk kental manis, dan
sebagainya (Anonim, 2009).
Gula sendiri berfungsi untuk
memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produk makanan jika
diberikan dalam konsentrasi yang
cukup (di atas 70% padatan terlarut),
tetapi hal ini pun umum bagi gula
untuk dipakai sebagai salah satu
kombinasi dari teknik pengawetan
bahan pangan. Kadar gula yang tinggi
bersama dengan kadar asam yang
tinggi (pH rendah), perlakuan dengan
pasteurisasi secara pemnasan,
penyimpanan dengan suhu rendah,
dehidrasi, dan penggunaan baha-bahan
pengawet kimia (seperti asam
benzoate, belerang oksida) merupakan
teknik-teknik pengawetan pangan yang
penting. Apabila gula ditambahkan ke
dalam bahan pangan dalam konsentrasi
yang tinggi (paling sedikit 40%
padatan terlarut) sebagian dari air yang
ada mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme patogen yang
merugikan dan aktrivitas air (Aw) dari
bahan pangan berkurang. (Anonim,
2007)
Selai adalah produk makanan
yang kental atau setengah padat dibuat
daricampuran 45 bagain berat buah
(cacah buah) dan 55 bagian berat gula.
Tiga bahan pokok pada proses
pembuatan selai adalah pektin, asam,
dan gula dengan perbandingan tertentu
untuk menghasilkan produk yang baik.
Selai buah yang baik harus berwarna
cerah, jernih, kenyal seperti agaragar
tetapi tidak terlalu keras, serta
mempunyai rasa buah asli.
(http://annisafebrianablog., 2003)
Buah yang dapat digunakan untuk
membuat selai adalah buah yang
masak tetapi tidak terlalu matang dan
tidak ada tanda-tanda busuk. Buah
yang masih muda tidak dapat
digunakan untuk pembuatan selai
karena masih banyak mengandung zat
pati (karbohidrat) dan kandungan
pektinnya rendah. Kulit buahpun dapat
digunakan untuk menghasilkan selai
tersebut. Buah yang sering digunakan
untuk pembuatan selai antara lain :
anggur, apel, murbei, arbei, gowok,
jambu biji, jeruk, pala, dan lain-lain.
Sedangkan kulit buah yang biasa
digunakan untuk membuat selai antara
lain : kulit durian, kulit nenas, kulit
jeruk, dan lain-lain.
(http://reandydelia.thp, 2008)
Selai pada umumnya dibuat
dari daging buah yang diproses
menjadi suatu struktur seperti gel dan
mengandung gula, asam, dan pektin.
Pembuatan selai merupakan salah satu
industri hasil samping buah-buahan
yang penting yang didasarkan atas
prinsip kadar zat padat dan asam
tinggi. Dahulu pembuatan selai pada
hakekatnya merupakan proses dalam
industri rumah tangga, sekarang
tempatnya digantikan oleh suatu
aktivitas industri pengolahan bahan
pangan. Selai merupakan salah satu
contoh hasil yang diawetkan dengan
gula. Dalam hal ini gula dapat
mengurangi aktivitas mikroorganisme
oleh pengaruh dehidrasi (Winarno,
2004).
Bahan dasar selai dalam
kelompok kami adalah melon. Cara
pembuatannya yaitu langkah pertama
yang dilakukan ialah mengupas melon
dengan menggunakan pisau
stailesstell, yang bertujuan agar tidak
terjadi oksidasi yang disebabkan oleh
logam. Setelah itu melon dihaluskan
untuk menghancurkan dan
menghaluskan melon untuk
mengekstrak pektin yang akan
membentuk jam selama proses
pengolahan kemudian menentukan pH
atau keasaman. Selanjutnya,
menambahkan gula berdasar
konsentrasi yang telah ditentukan.
Perlakuan akhir yaitu bubur buah
melon dipanaskan hingga kadar air
tinggal sedikit atau hingga mengental.
Dalam pembuatan jam, air berfungsi
sebagai pelarut substrat padat atau
pectin agar terbentuk larutan koloidal
berpasta dari buah. Air pada
pembuatan jam berasal dari buah itu
sendiri dan dari penambahan. Air
memberikan kondisi encer pada awal
pembuatan jam. Untuk mendapatkan
jam yang kental, maka air harus
diuapkan dengan cara pendidihan
sambil terus diaduk selama kurang
lebih 10-15 menit. Pada saat
pendidihan juga harus berhati-hati agar
jam tersebut tidak menjadi gosong.
Dalam pembuatan jam,
terdapat beberapa substansi yang
mempengaruhi hasil pembuatan jam,
antara lain :
1. Pektin
Pektin merupakan golongan
substansi yang terdapat dalam
buah, pembentuk larutan koloidal
dalam air, dan berasal dari
perubahan protopektin selama
proses pemasakan buah. Pektin
dengan kandungan metoksil
rendah adalah asam pektinat yang
sebagian besar gugusan
karboksilnya tidak teresterkan.
Pektin dengan metoksil rendah
membentuk gel dengan ion-ion
bervalensi dua. Pektin larut dalam
air, terutama air panas. Sedangkan
dalam larutan koloidal akan
berbentuk pasta. Jika pectin dalam
larutan ditambah gula dan asam,
maka akan terbentuk gel. Hal
inilah yang menjadi dasar
pembuatan jam. Potensi
pembentukan gel dari pectin
berkurang dalam buah yang terlalu
matang, proses demetilasinya
terlalu lanjut atau sempurna.
Pektin dapat membentukgel
dengangula bila lebih dari 505
gugus karboksil telah termetilasi,
sedangkan untuk membentuk gel
yang baik, ester metal harus
sebesar 8% dari berat pectin.
Makin banyak ester metal, makin
tinggi suhu pembuatan gel.
2. Gula
Pada pembuatan gel, gula akan
menarik molekul-molekul air
sehingga gugus COOCH3 yan
berada dalam molekul pectin,
sehingga akan semakin dekat dan
akhirnya membentuk jaringan. Hal
ini terjadi melalui peristiwa
osmosis.
3. Asam
Penambahan asam pada pembuatan
jam, menyebabkan gula sukrosa
terhidrolisis membentuk gula
invert menjadi glukosa dan
fruktosa. Gula invert berperan
dalam mencega terjadinya
kristalisasi gula sakarosa dalam
substrat yang sangat kental.
Inverse sakarosa yang rendah
dapat menghasilkan granulasi
dekstrosa dalam gel. Selain itu
penambahan asam juga mencegah
terjadinya ionisasi pada gugus
karboksil, sehingga molekul pectin
terdorong semakin dekat dengan
molekul pectin lainnya dan
akhirnya membentuk jaringan tiga
dimensi.
4. Air
Dalam pembuatan jam, air
berfungsi sebagai pelarut substrat
padat atau pectin agar terbentuk
larutan koloidal berpasta dari buah.
Air pada pembuatan jam berasal
dari buah itu sendiri dan dari
penambahan. Air memberikan
kondisi encer pada awal
pembuatan jam. Untuk
mendapatkan jam yang kental,
maka air harus diuapkan dengan
cara pendidihan.
Pada praktikum ini, buah yang
digunakan untuk pembuatan selai
adalah buah melon. Adapun komposisi
dari buah melon adalah sebagai berikut
: 15,00 mg kalsium; 25,00 mg fosfor;
0,5 mg besi; 34 mg Vitamin C; 640 mg
I.U Vitamin A; dan 0,03 mg Vitamin
B1.(wikipedia,2009).
Sementara komposisi
kandungan unsur yang lain adalah
kalori sebesar 42 kalori, protein 1,2
gram, lemak 0,3 gram, hidrat arang 9,3
gram, kalsium 39 miligram, fosfor 37
miligram, besi 0,8 miligram, vitamin B
1 0,06 miligram, dan vitamin C 6
miligram. Komposisi di atas diukur
per 100 gram.( Gizi.com,2008).
Sebelum melakukan pratikum
ini perlu dilakukan blanching untuk
bahan dengan tujuan untuk
menginaktifkan enzim fenolase
sehingga proses pencoklatan bisa di
hindari. Dan juga dalam proses
penambahan gula tergantung dari
beberapa faktor meliputi keasaman
buah, kadar gula buah, dan
kematangan buah (Praptiningsih,
2006).
Gula dalam proses pengolahan
selai berfungsi sebagai pengawet,
membentuk cita rasa, berperan dalam
pembentukan gel di mana gula akan
menarik molekul-molekul air sehingga
gugus COOCH3 yang ada pada
molekul pektin akan semakin dekat
jaraknya dengan demikian mampu
membentuk jaringan. Konsentrasi gula
yang cukup tinggi (di atas 70%
padatan terlarut) sudah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
(Anonim, 2009). Penambahan kadar
gula yang tinggi (minimum 40%) pada
pembuatan selai melon akan mengikat
air dalam jam sehingga sebagian dari
air yang ada menjadi tidak tersedia
untuk pertumbuhan mikroba dan
aktivitas air (aw) pada melon menjadi
rendah (berkurang).
Penambahan konsentrasi gula
yang tinggi juga akan mengentalkan
larutan gula menyebabkan terjadinya
peristiwa osmosis dimana molekul air
melewati celah sekat ke arah gula.
Sebaliknya molekul gula berdifusi
kearah air keluar dan menguatkan sel.
Gula juga memiliki efek peneguh pada
dinding sel buah, oleh karena itu
konsentrasi gula yang tinggi pada
perendaman akan membuat buah
menjadi kaku atau makin kental dan
menghalangi peristiwa osmosis air.
(Desrosier, 1999)
Pada praktikum ini
menggunakan beberapa perlakuan
dengan bervariasi konsentarsi gula
yaitu 40%, 45% dan 50% . Untuk
pengamatan warna dengan pH 3,5
dengan masing-masing konsentrasi
gula berturut-turut adalah gula 45%,
50% kemudian 40%. Sedangkan untuk
sifat olesan dari yang paling rendah ke
yang paling tinggi adalah 40%(gelap),
50%(agak cerah) dan 45%(cerah) dan
untuk konsistensi memiliki tingkat dari
terendah ke tinggi berturut – turut
adalah 45%, 50%, dan 40%. Terdapat
penyimpangan yang dihasilkan,
dimana menurut literatur semakin
tinggi konsentrasi gula maka warna
selai semakin gelap. Hal ini terjadi
karena saat pemberian asam sitrat
terjadi kesalahan alat pada pengukuran
pH. Jadi, asam nya berlebih tapi pH
meter nya menunjukkan pergerakan
statis. Untuk sifat pengolesan telah
sesuai dengan literatur yaitu semakin
tinggi konsentrasi gula maka semakin
mudah tingkat pengolesannya. Bahkan
menurut Desroisier (1988), makin
tinggi kadar gula maka berkurang air
yang ditahan oleh struktur. Hal ini
terjadi karena gula akan menarik
molekul – molekul air sehinnga gugus
COOCH3 yang ada pada molekul
pectin semakin dekat jaraknya dengan
demikian mampu membentuk jaringan
sehingga konsistensi atau tegangannya
semakin kuat.
Selanjutnya pembuatan selai ini
juga dilakukan pengontrolan pH
dengan berbagai variasi terhadap sifat
hasil selai, yaitu pH 3; 3,5; dan 4. Dari
hasil pengamatan diperoleh tingkat
kemudahan pengolesan dan tingkat
warna dari tertinggi ke terendah adalah
pada pH 4; 3; dan 3,5. Sedangkan
untuk konsistensi dari tertinggi ke
terendah adalah pada pH 3; 4 dan 3,5.
Terdapat penyimpangan pada warna
yang dihasilkan, dimana seharusnya
semakin rendah pH maka semakin
cerah warnanya. Namun pada
pengamatan hasilnya tidak beraturan.
Pada pH 3 justru yang paling pekat.
Berdasar literatur,
semakin banyak kandungan air dalam
bahan semakin jauh jarak pektin
sehingga bersifat lunak.
Begitu juga semakin tinggi
kadar gula yang diperlukan maka
strukturnya jam semakin mengental
sehingga banyak air yang terserap
yang menyebabkan selai menjadi
mengental. Hal ini sesuai dengan
percobaan yang telah dilakukan.
Sedangkan untuk varisasi pH, jika pH
semakin tinggi berpengaruh pada
warna selai yang dihasilkan. Semakin
rendah pH yang dibrikan maka warna
menjadi semakin cerah karena titik
didih pada suasana asam lebih cepat
dari pada suasana basa. Hal ini juga
sesuai dengan percobaan yang telah
kami lakukan dimana pada selai yang
memiliki pH rendah memiliki warna
yang cerah. (Buckle,1987)
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan
hasil pengamatan dapat disimpulkan
bahwa gula merupakan senyawa kimia
yang dapat berfungsi sebagai zat
pengawet dan berperan dalam
pembuatan jam atau jel. Penambahan
gula dengan konsentrasi tertentu dan
penambahan asam (perubahan pH)
dapat mempengaruhi sifat selai atau
jam yang dihasilkan, yaitu tingkat
konsistensi, daya oles dan warna selai.
Semakin besar pH yang diberikan
maka jam akan semakin mudah
dioleskan karena semakin encer.
Dalam pengamatan ini seharusnya
semakin tinggi konsentrasi gula maka
semakin gelap warnanya, konsistensi
dan sifat daya oles ( kelembutan dan
peresapan ) semakin tinggi pula.
Sedangkan pada penambah asam maka
semakin asam maka warnanya
semakin cerah, konsisteni dan sifat
olesan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http//www.gizi.com//komposisi%melon
Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian . Jember: FTP
Buckle, dkk. 1987. Ilmu pangan. Jakarta : UI Press
Desroiser. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press
Muchtadi, Tien R. 1987. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan . Bogor; Institut Pertanian Bogor
Praptiningsih, Yhulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan UNEJ
Supardi, H. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Bogor: IPB
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama
http://andisalsabilblog.com/pengawetanbahanpangan. Diakses tanggal 24 Maret 2010
http://annisafebrianablog.masakyuk.com. 2003. Diakses tanggal 24 Maret 2010
http://reandydelia.thp, 2008. Diakses tanggal 24 Maret 2010