GRAND DESIGN Peningkatan Kapasitas Hakimpkh.komisiyudisial.go.id/files/GDH_PKH.pdf · D. Standard...
Transcript of GRAND DESIGN Peningkatan Kapasitas Hakimpkh.komisiyudisial.go.id/files/GDH_PKH.pdf · D. Standard...
GRAND DESIGNPeningkatan Kapasitas Hakim
Komisi Yudisial Republik IndonesiaBiro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim
© 2013
Penanggung JawabDanang Wijayanto
PengarahAnggota Komisi Yudisial
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas HakimJl. Kramat Raya No. 57 Jakarta PusatPO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876Fax: (021) 390 6215website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.Dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
Georgia 11, xiv + 128 hlm, 15 x 21 CmCetakan Pertama, September 2013ISBN: 978-602-14350-2-1
Tim Penyusun
KetuaHeru Purnomo
WakilHamka Kapopang
SekretarisLina Maryani
PenyuntingM. Muslih Aris Purnomo
Penyelaras AkhirDodi Widodo
SekretariatAdli ArdiantoEva DewiIndah Dwi PermatasariNur Aini Fatmawati
Layout & Desain SampulFajar Dewo Sukmono
Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor 03 Tahun 2013
Tentang
Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim
PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIANOMOR 03 TAHUN 2013
TENTANGGRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAKETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan upaya peningkatan kapasitas hakim yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial, diperlukan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Komisi Yudisial tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim;
Mengingat : 1. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250);
MEMUTUSKANMenetapkan : PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
Pasal 1Menetapkan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim sebagaimana terlampir dalam Peraturan Komisi Yudisial ini.
Pasal 2Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menjadi acuan bagi Komisi Yudisial dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas hakim.
Pasal 3Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dimasa mendatang, yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Komisi Yudisial.
Pasal 4Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Komisi Yudisial ini, diatur oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial.
Pasal 5Peraturan Komisi Yudisial ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Komisi Yudisial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 6 Februari 2013 KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,
ttdEMAN SUPARMAN
Diundangkan di Jakartapada Tanggal 8 Maret 2013MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 383
xi
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
Daftar Isi
Tim Penyusun iv
Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2013
Tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim v
Daftar Isi xi
Lampiran Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim
Bab I - Pendahuluan 3
A. Latar Belakang 3
B. Dasar Hukum 7
C. Tujuan 8
D. Ruang Lingkup 8
E. Pengertian 8
Bab II - Kerangka Konseptual 11
A. Kerangka Umum 11
B. Kerangka Operasional 15
Bab III - Arah Kebijakan dan Strategi 23
A. Visi dan Misi Komisi Yudisial 23
B. Tujuan Komisi Yudisial 25
C. Sasaran Peningkatan Kapasitas Hakim 26
D. Arah Kebijakan Peningkatan Kapasitas Hakim 26
E. Strategi Peningkatan Kapasitas Hakim 26
Bab IV - Pendekatan dan Metode 29
A. Pendekatan 29
B. Metode Pelaksanaan 32
C. Metode Evaluasi 34
xii
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
DAFTAR ISI
Bab V - Rencana Aksi 37
A. Tahun 1 (2012) 37
B. Tahun 2 (2013) 38
C. Tahun 3 (2014) 39
D. Tahun 4 (2015) 39
E. Tahun 5 (2016) 40
Bab VI - Penutup 41
Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas
Hakim
Bab I - Pendahuluan 45
A. Latar Belakang 45
B. Maksud dan Tujuan 51
C. Sasaran 52
D. Manfaat 52
E. Ruang Lingkup 53
F. Dasar Hukum 53
G. Pengertian-Pengertian 55
Bab II - Perencanaan Pelatihan 59
A.IdentifikasiKebutuhanPelatihan 59
B. Jenis Pelatihan 61
C. Metode Pelatihan 66
D. Kurikulum Pelatihan 69
Bab III - Penyelengaraan Pelatihan 85
A. Persiapan 85
B. Pelaksanaan 90
C. Pelaporan 92
Bab IV - Standard Mutu 95
A. Standard Isi 95
xiii
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
DAFTAR ISI
B. Standard Proses 104
C. Standard Produk/Output 115
D. Standard Dampak/Outcome 116
Bab V - Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 117
A. Monitoring 117
B. Evaluasi 121
C. Pelaporan 126
3
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengawali penyusunan grand design peningkatan
kapasitas hakim ini, ada baiknya kita mengingat kembali
ungkapan yang disampaikan Taverne, “... berikan saya
seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka dengan
peraturan perundang-undangan yang buruk sekalipun,
saya akan menghasilkan putusan yang adil”. Hakim yang
jujur dan cerdas menjadi syarat mutlak untuk menegakkan
hukum dan keadilan. Dalam perkembangan kehidupan
sosial yang semakin komplek sekarang ini, bisa jadi jujur
dan cerdas saja tidak cukup, sehingga pembuat undang-
undang menegaskan kembali dalam peraturan perundang-
undangan dibidang kekuasaan kehakiman bahwa hakim
harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
jujur, adil, profesional, bertaqwa dan berakhlak mulia, serta
berpengalaman dibidang hukum. Meskipun peraturan
perundang-undangan dengan tegas mengatur persyaratan
untuk dapat diangkat menjadi hakim seperti diatas, namun
dalam menjalankan tugas fungsional (memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara), ternyata kinerja hakim masih sering
menjadi sorotan masyarakat khususnya masyarakat pencari
keadilan.
Masyarakat pencari keadilan masih sering
mendapatkan putusan yang dirasakan tidak adil, seolah-olah
hukum dalam bentuk putusan pengadilan tajam kebawah
tetapi tumpul keatas. Putusan pengadilan begitu mudah
untuk menjatuhkan sanksi kepada masyarakat kecil seperti
4
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
pada kasus “Prita Mulyasari”, kasus “Pencuri Sandal Jepit”,
kasus “Pemulung Pemakai Narkoba”, kasus “Mbo Minah”,
dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya. Sebaliknya,
putusan pengadilan tidak mampu menghukum berat pelaku
tindak pidana korupsi, bandar narkoba, dan aktor utama
illegal logging. Asas setiap orang mempunyai kedudukan
yang sama dihadapan hukum (equality before the law)
terasa semakin menjauh dari putusan hakim, padahal
hakim sebelum melaksanakan tugasnya, telah bersumpah
senantiasa akan menjalankan jabatan dengan jujur dan
tidak membeda-bedakan orang, serta memutus dengan
seadil-adilnya. Sementara Gustav Radbruch menyatakan
bahwa nilai-nilai dasar dari hukum mengandung nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Mengacu pandangan
tersebut, maka putusan pengadilan sebagai hukum harus
mengandung nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian. Secara umum dapat dikatakan bahwa, putusan
pengadilan sebagaimana digambarkan dimuka, baru sebatas
memenuhi kepastian hukum, tetapi belum memberikan
keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Berawal dari ketidakpuasan terhadap putusan
pengadilan, masyarakat pencari keadilan lebih jauh
mempertanyakan integritas hakim yang secara lebih luas
diatur dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH). Masyarakat melaporkan hakim yang diduga
melakukan pelanggaran KEPPH kepada Badan Pengawasan
Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).
Sepanjang tahun 2011, Bawas MARI menerima sejumlah
3.232 pengaduan, dengan perincian, 2.833 merupakan
pengaduan masyarakat, 258 merupakan pengaduan institusi,
5
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
dan 141 masuk melalui pengaduan online. Pengaduan yang
layak ditindaklanjuti sebesar 62%, dengan hasil akhir 43
aparatur peradilan telah dikenakan hukuman disiplin
berat, diikuti 22 aparat yang dijatuhi hukuman sedang, 62
orang aparatur peradilan yang dikenakan hukuman disiplin
ringan, dan 3 orang dari peradilan militer, dengan perincian
2 orang teguran dan 1 orang penahanan ringan. Dari total
130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, tercatat
mayoritas 38% diantaranya adalah hakim, disusul oleh staf
pengadilan sebesar 19,6% dan Panitera Pengganti sebesar
11,8%. Sementara pada tahun yang sama KY menerima
3368 laporan masyarakat yang terdiri 1710 langsung
ditunjukkan kepada Komisi Yudisial, sedangkan sebanyak
1644 berupa surat tembusan. Dari 1710 laporan sebanyak
740 laporan masyarakat telah dilakukan registrasi karena
telah memenuhi persyaratan kelengkapan laporan, dengan
hasil akhir sebanyak 16 hakim direkomendasikan untuk
diberi sanksi karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pada tahun 2011,
MA dan KY telah menggelar sidang Majelis Kehormatan
Hakim (MKH) sebanyak empat kali dengan hasil
menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat kepada
1 orang hakim, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaaan sendiri kepada 1 orang hakim, sanksi non
palu dan dimutasi kepada 1 orang hakim, dan sanksi teguran
tertulis kepada 1 orang hakim.
Data-data diatas menunjukkan bahwa hakim
yang ideal sebagaimana diinginkan pembentuk undang-
undang dan didambakan masyarakat masih belum dapat
diwujudkan sepenuhnya. Kondisi demikian akan memicu
6
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
ketidakpercayaan masyarakat kepada badan peradilan yang
dalam jangka panjang dapat membahayakan keutuhan
bangsa karena masyarakat cenderung main hakim sendiri.
Integritas, pengetahuan hukum, dan independensi
hakim harus segera ditingkatkan, jika kita semua masih
menginginkan badan peradilan sebagai pelaku kekuasaan
kehakiman dapat menegakkan hukum dan keadilan.
MA dan KY harus bahu membahu secara sinergis untuk
meningkatkan kapasitas hakim baik dari segi integritas,
kemampuan intelektual, maupun kemampuan penerapan
hukum dalam memeriksa dan memutus perkara.
Sesungguhnya MA telah mengupayakan
peningkatan kapasitas hakim secara terus menerus
dan berkesinambungan melalui beberapa programnya,
antara lain: a) Program Pendidikan Calon Hakim (PPC
Terpadu), b) Program Pendidikan Hakim Berkelanjutan
(CJE), c) Beasiswa Sekolah, dan d) Diklat Kekhususan atau
SertifikasiBagiTenagaTeknisPeradilan.Beberapaprogram
tersebut belum seluruhnya dapat dilaksanakan secara
maksimal dan optimal karena berbagai keterbatasan. Untuk
meningkatkan kapasitas hakim secara terus menerus dan
berkesinambungan, MA menghadapi keterbatasan anggaran
dan SDM untuk menjangkau seluruh hakim yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga tidak
seluruh hakim mendapatkan pelatihan secara terpusat.
KY sebagai lembaga negara yang berada di ranah
kekuasaan kehakiman sudah seharusnya dapat berperan
aktif dalam meningkatkan kapasitas hakim. Pembuat
Undang-Undang memandang penting keterlibatan KY dalam
peningkatan kapasitas hakim, sehingga memberikan tugas
7
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
kepada KY untuk meningkatkan kapasitas hakim melalui
perubahan undang-undang. Pasal 20 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai
tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan
kesejahteraan Hakim”. Berlandaskan ketentuan tersebut,
KY mempunyai tugas untuk mengupayakan peningkatan
kapasitas hakim. Peningkatan kapasitas hakim yang
dilakukan KY diharapkan dapat melengkapi dan mendukung
peningkatan kapasitas hakim yang telah dilakukan MA.
Peningkatan kapasitas hakim dilakukan dalam rangka
mewujudkan hakim yang bersih, jujur, dan profesional.
Agar peningkatan kapasitas hakim tersebut dapat berjalan
dengan terencana, terarah, terprogram dan terealisasi,
maka KY memandang perlu untuk mengawalinya dengan
menyusun grand design peningkatan kapasitas hakim.
B. Dasar Hukum
Kegiatan ini dilandasi oleh beberapa dasar hukum
sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial.
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun
2005 tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial.
4. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua
8
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
Komisi Yudisial Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009;
Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.
5. Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor: 01/P/SJ.KY/1/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal
Komisi Yudisial.
C. Tujuan
Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim disusun
dengan tujuan untuk menyediakan acuan atau pedoman bagi
KY dan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program
peningkatan kapasitas hakim yang akan dilaksanakan secara
bertahap, sistematis, terarah, terukur, dan komprehensif
demi mencapai visi dan misi KY dalam rangka mewujudkan
hakim yang bersih, jujur, dan profesional.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup grand design peningkatan kapasitas
hakim mencakup:
1. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan sejak
dini sebelum pengangkatan menjadi hakim.
2. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan setelah
pengangkatan menjadi hakim.
E. Pengertian
Pengertian yang digunakan dalam grand design
peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai berikut:
1. Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan
peradilan dilingkungan peradilan umum, peradilan
9
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara yang berada di bawah Mahkamah Agung,
termasuk hakim ad hoc dan hakim pengadilan pajak.
2. Kapasitas Hakim adalah kemampuan intelektualitas
dan moralitas yang harus dimiliki hakim sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan.
3. Peningkatan Kapasitas Hakim untuk selanjutnya
disebut PKH adalah kegiatan yang dilakukan KY untuk
mengupayakan agar hakim memiliki kemampuan
intelektualitas dan moralitas sehingga menjadi hakim
yang bersih, jujur, dan profesional.
4. Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim adalah
dokumen perencanaan peningkatan kapasitas hakim
yang disusun sesuai dengan Rencana Strategis Komisi
Yudisial.
5. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
11
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Umum
1. LandasanFilosofisPengembanganKapasitasHakim
Hakim adalah figur sentral dalam proses
peradilan, senantiasa dituntut untuk membangun
kecerdasan intelektual, terutama kecerdasan
emosional, kecerdasan moral dan spiritual. Jika
kecerdasan intelektual, emosional dan moral spiritual
terbangun dan terpelihara dengan baik bukan hanya
akan memberikan manfaat kepada diri sendiri, tetapi
juga akan memberikan manfaat bagi masyarakat
dalam konteks penegakkan hukum.
Meminjam terminologi Danah Zohar dan Ian
Marshall, hakim harus mengoptimalkan IQ, EQ dan
SQ. Tiga kecerdasan tersebut menjadi sangat penting
dalam diri seorang hakim dan harus memperoleh
perhatian seimbang dalam kepribadian, kedinasan
serta dalam pergaulan kemasyarakatan, sehingga
keluhuran dan martabat hakim dimanapun dan
kapanpun akan tetap terjaga dan terpelihara.
Secara formal, tugas Hakim adalah memeriksa
dan memutus perkara, yang diajukan kepadanya, tetapi
sejatinyasecarafilosofis,tugashakimharusberjuang
mengerahkan segala kemampuan untuk menemukan
kebenaran dan keadilan yang sangat abstrak ditengah
hiruk-pikuknya kehidupan. Oleh karena itu hakim
dalam memutus perkara wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
12
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
masyarakat.
Peningkatan kapasitas hakim memiliki landasan
filosofisyangjelas.Landasanadalahalas,dasar,atau
tumpuan, atau dikenal pula sebagai pondasi. Mengacu
kepada hal itu, landasan itu menjadi dasar pijakan,
suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau
suatu pondasi tempat berdirinya sesuatu hal yang
menunjuk kepada landasan yang bersifat konseptual.
Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya
identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, nilai-
nilai, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan
yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik
tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi)
dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu
kegiatan praktek).
Pada hakekatnya, peningkatan kapasitas
hakim adalah sebuah proses humanisasi. Tujuannya
menciptakan dan membentuk hakim ideal yang
dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma
yang dianut dan telah ditetapkan, yaitu berharap
membentuk hakim menjadi sosok manusia ideal,
berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, mampu
berperan dalam kehidupan sebagai agen perubahan.
Sebab itu, peningkatan kapasitas hakim harus dapat
dipertanggungjawabkan, tidak dapat dilaksanakan
secara sembarangan, melainkan harus dilaksanakan
secara bijaksana, terarah dan terprogram. Artinya
peningkatan kapasitas hakim harus dilaksanakan
secara sadar dengan mengacu kepada suatu
landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya,
13
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
tepat isi kurikulumnya, serta efisiendan efektif cara
pelaksanaannya. Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa landasan filosofis kegiatan
peningkatan kapasitas hakim adalah asumsi-asumsi
yang bersumber dari filsafat, nilai, cita hukum yang
menjadi titik tolak kegiatan yang bertolak pada kaidah
metafisika/ontologi, epistemologi dan aksiologi
dalam upaya peningkatan kapasitas hakim, sehingga
hakim mampu mengekternalisasi, objektivasi dan
internalisasi nilai-nilai yang dianutnya selama ini.
2. Landasan Sosiologis
Hakim bagaimanapun juga adalah manusia yang
menjalankansuatufungsitertentu,artinyafigurhakim
atau kedirian hakim akan sangat dipengaruhi oleh
berbagai macam variabel yang melekat pada hakim
itu sendiri, kualitas hakim ditentukan oleh usia, latar
belakang sosial, ras atau etnis, agama dan pendidikan,
pengalaman, pengetahuan dan pemahaman serta
seribu satu macam lainnya, sehingga dapat dipastikan
akan ada lebih dari satu tipe hakim. Artinya berbagai
variabel itu memiliki peluang untuk menentukan
bagaimana kecenderungan seorang hakim untuk
memutus, dan dari banyak hasil penelitian
memperlihatkan bahwa hakim cenderung memutus
menurut pola tertentu yang sangat dipengaruhi oleh
aspek-aspek kemanusiaan, khususnya lingkungan
sosial dimana manusia itu hidup.
Hakim dalam memutus tentu tidak hanya
membaca sebuah undang-undang, melainkan
didasarkan kepada pilihan nilai yang menjadi
14
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
landasannya. Hakim dituntut untuk benar-benar
memiliki pengetahuan yang luas, pemahaman yang
terbuka dan mendalam, karena posisi hakim sebagai
penafsir utama dan menjadikan nilai-nilai yang
abstrak menjadi konkrit dalam putusannya. Oleh
karena itu perlu membentuk hakim sesuai dengan
karakter kemanusiannya. Hakim secara sosiologi
paling tidak ada dua, pertama apabila memeriksa
perkara, terlebih dahulu akan menanyakan hati
nurani atau mendengarkan putusan hati-nuraninya,
kemudian mencari pasal-pasal dalam peraturan untuk
mendukung putusannya tersebut. Kedua; adalah
hakim apabila memutus terlebih dahulu berkonsultasi
dengan kepentingan perutnya dan kemudian mencari
pasal-pasal untuk memberikan legitimasi terhadap
putusan perutnya.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, hakim
sebagai manusia perlu ditingkatkan kemampuannya
agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan
martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan
tanggungjawabnya selaku profesi yang terhormat.
Paling tidak melalui peningkatan kapasitas hakim ini,
dapat dicapai; tahap pertama yaitu adanya keinginan
dari Hakim untuk berubah menjadi lebih baik. Tahap
kedua, Hakim diharapkan mampu melepaskan
halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat
resistensi terhadap kemajuan dalam dirinya dalam
membangun dan menjaga profesinya. Tahap ketiga,
Hakim diharapkan sudah menerima kebebasan
tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab dalam
15
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
mengembangkan dirinya dan profesinya. Tahap
keempat lebih merupakan kelanjutan dari tahap
ketiga yaitu upaya untuk mengembangkan peran dan
batas tanggungjawab yang lebih luas, dari hakim, dan
hal ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk
melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Tahap kelima
ini hasil-hasil nyata dari peningkatan kapasitas hakim
dapat terlihat, dimana peningkatan rasa memiliki yang
lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih
baik. Tahap keenam telah terjadi perubahan perilaku
dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan
dalam peningkatan kinerja mampu meningkatkan
perasaan psikologis diatas posisi sebelumnya. Tahap
ketujuh hakim dapat meningkatkan kompetensi
dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih
besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus
ini secara sosiologis menggambarkan proses mengenai
upaya hakim untuk mengikuti perjalanan kearah
prestasi dan kepuasan individu dan pekerjaan yang
lebih tinggi.
B. Kerangka Operasional
1. Hakim
Interaksi antara manusia satu dengan lainnya
dapat menyebabkan perbedaan paham dan bahkan
mengakibatkan terjadinya konflik atau perselisihan
antar satu dengan lainnya. Perselisihan atau disebut
juga dengan sengketa adalah situasi atau keadaan
dimana dua pihak atau lebih memperjuangkan tujuan
16
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
mereka masing-masing yang tidak dapat dipersatukan
dan mereka masing-masing mencoba menyakinkan
pihak lain mengenai kebenaran tujuan masing-masing.
Untuk mencegah munculnya kebenaran versi masing-
masing pihak dibuatlah kaidah-kaidah hukum dalam
bentuk perundang-undangan, untuk menjadi dasar
hukum dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.
Dalam konteks hukum, pada umumnya penyelesaian
konflik diselesaikan dengan cara mengunakan
kekuasaan badan peradilan atau yang disebut dengan
litigasi.
Badan peradilan merupakan tempat mencari
keadilan, “nec curia deficeret in justitia exhibenda”
(pengadilan adalah istana dimana dewi keadilan
bersemayam untuk menyemburkan aroma keadilan
tiada henti). Keadilan dalam menyelesaikan sengketa
tidak mungkin dapat dihasilkan oleh badan peradilan
tanpa adanya peran hakim dalam persidangan di
pengadilan. Hakim memegang peran sentral dalam
mengadili perkara dalam persidangan di pengadilan.
Begitu pentingnya hakim pada badan peradilan
sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, pembuat
undang-undang memberikan kedudukan hakim
sebagai pejabat negara.
Menurut Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa, dan memutus perkara pada
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Secara
umum hakim sebagai pejabat negara mempunyai
17
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
tugas pokok untuk memeriksa dan memutus perkara
dalam rangka menjalankan kekuasaan kehakiman
untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tugas pokok
memeriksa dan memutus perkara harus dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
KEPPH dalam rangka menegakkan hukum dan
keadilan.
2. Kapasitas Hakim
Untuk dapat menjalankan tugas pokok
memeriksa dan memutus perkara, hakim harus
memiliki kemampuan tertentu sehingga dapat
menghasilkan putusan yang mengandung nilai-
nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman memberi
syarat hakim harus memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional,
bertaqwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman
dibidang hukum. Sementara Beijing Statement of
Principles of the Indpendence of Judiciary in the Law
Asia Region yang kemudian diubah di Manila pada
Tahun 1997 menetapkan bahwa untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan, maka hakim harus memiliki
kapasitas yang terdiri dari tiga pilar utama yaitu nilai-
nilai kecakapan (competence), kejujuran (integrity),
dan kemerdekaan (independence). Sedangkan MA
menyatakan bahwa untuk dapat melakukan tugas
fungsionalnya (memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara), setidaknya hakim harus menguasai
beberapa aspek utama dan aspek pendukung. Aspek
utama yang harus dimiliki hakim adalah penguasaan
18
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
ilmu hukum serta nalar hukum, penguasaan
hukum materiil dan formil, dan penguasaan teknis
persidangan termasuk didalamnya teknis pembuktian,
manajemen persidangan, dan lain-lain. Sedangkan
aspek penunjang yang diperlukan bagi seorang hakim
adalah bertanggungjawab, sikap kepemimpinan, dan
kemampuan bekerjasama. Sejalan dengan pandangan
sebelumnya, Komisi Hukum Nasional (KHN)
memberikan kriteria kapasitas hakim yang dilihat
dari aspek penguasaan atas ilmu hukum, kemampuan
berpikir yuridik, kemahiran yuridik (penerapan
hukum), serta kesadaran dan komitmen profesional.
Dari pandangan-pandangan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kapasitas hakim secara garis besar
mengandung dua aspek yaitu aspek kemampuan
pengetahuan hukum dan aspek komitmen terhadap
etika dan pedoman perilaku. Aspek kemampuan
pengetahuan hukum meliputi penguasaan terhadap
asas-asas, kaidah-kaidah, dan aturan-aturan baik
ditingkat lokal, nasional, maupun internasional;
penguasaan terhadap bidang-bidang hukum pada
sektor-sektor kehidupan masyarakat; penguasaan
terhadap metode penerapan dan penemuan hukum.
Sedangkan aspek komitmen terhadap etika dan
perilaku hakim meliputi komitmen untuk megetahui,
memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH.
3. Peningkatan Kapasitas Hakim
Peningkatan kapasitas hakim merupakan sebuah
tindakan yang dilakukan untuk menghasilkan hakim
yang mempunyai kapasitas pengetahuan hukum dan
19
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH.
Dari sudut pandang psikologi pendidikan, kapasitas
pengetahuan hukum berkaitan dengan ranah
kognitif dan psikomotorik hakim, meskipun dalam
tataran tertentu tidak dapat dipisahkan dari ranah
afektif. Sedangkan komitmen untuk menjaga dan
menegakkan KEPPH berkaitan dengan ranah afektif
dan psikomotorik, meskipun tidak dapat dipisahkan
secara tegas dari ranah kognitif. Menurut Bloom,
ranah kognitif secara bertingkat terdiri dari aspek
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. sementara ranah psikomotorik terdiri
dari aspek persepsi, kesiapan, respon terpimpin,
mekanisme, respon nyata yang kompleks, penyesuaian,
dan organisasi. Sedangkan ranah afektif meliputi
aspek penerimaan, penanganan, penghargaan,
pengorganisasian, dan pengarakterisasian. Merujuk
pada kapasitas hakim yang perlu ditingkatkan, maka
peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY
dapat menyentuh ranah afektif, kognitif, maupun
psikomotorik. Dengan peningkatan kapasitas
hakim ini, diharapkan hakim memiliki kapasitas
pengetahuan hukum dan komitmen untuk menjaga
dan menegakkan KEPPH sehingga dapat menjadi
hakim yang bersih, jujur, dan profesional.
Meskipun peningkatan kapasitas hakim yang
dilakukan KY menyentuh pada ranah afektif, kognitif,
dan psikomotorik, belum tentu akan dihasilkan
hakim yang ideal. Hal ini disebabkan karena
persoalan kapasitas hakim sangat berkaitan dengan
20
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
kualitas SDM calon hakim dan proses rekrutmen
hakim. Boy Nurdin mensinyalir bahwa untuk
melahirkan hakim yang ideal harus dipersiapkan
sejak dini mulai dari menyiapkan kualitas SDM
calon hakim, proses rekrutmen hakim transparan
dan akuntabel. Untuk menyiapkan SDM calon hakim
yang berkualitas diperlukan pendidikan profesi
penegak hukum khususnya profesi hakim dengan
program dan kurikulum yang disesuaikan dengan
profesi hakim. Sementara pada tahap pelaksanaan
rekrutmen hakim, Boy Nurdin menyarankan perlunya
dilakukan perubahan model rekrutmen hakim dengan
menekankan pelaksanaan investigasi terhadap rekam
jejak calon hakim. Oleh karena itu, peningkatan
kapasitas hakim yang dilakukan KY perlu menjangkau
pada tahapan penyiapan SDM calon hakim yang
berkualitas, perbaikan proses rekrutmen hakim
yang transparan dan akuntabel, sampai pada meng-
upgrade kapasitas hakim, baik hakim pada tingkat
pertama, tingkat banding, maupun tingkat kasasi
sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Dari segi pelaksanaan, peningkatan kapasitas
hakim yang dilakukan KY tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan yang telah dilakukan MA karena keberadaan
hakim secara administratif dan keorganisasian berada
dibawah wewenang MA. Peningkatan kapasitas hakim
yang dilakukan KY diharapkan dapat melengkapi dan
mendukung peningkatan kapasitas hakim yang telah
dilakukan MA. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas
hakim yang dilakukan KY harus dilaksanakan secara
21
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
sinergis melalui kerjasama kemitraan dengan MA dan
pihak lain yang terlibat.
23
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Visi dan Misi Komisi Yudisial
1. Visi
Pernyataan visi Komisi Yudisial adalah
perwujudan harapan tertinggi yang diwujudkan oleh
semua unit dan jajaran di Komisi Yudisial melalui
serangkaian tindakan yang dilakukan secara terus
menerus untuk mendukung pelaksanaan wewenang
dan tugas Komisi Yudisial. Visi Komisi Yudisial, yaitu:
“Terwujudnya Komisi Yudisial yang bersih,
transparan, partisipatif, akuntabel, dan kompeten
dalam rangka mewujudkan hakim bersih, jujur dan
profesional”.
Visi adalah suatu pandangan jauh kedepan
yang akan mengarahkan kita untuk menuju pada
kondisi yang akan dicapai di masa depan. Visi akan
diwujudkan oleh seluruh pemangku kepentingan
baik di internal Komisi Yudisial maupun pemangku
kepentingan diluar Komisi Yudisial.
Rumusan visi Komisi Yudisial tersebut
merupakan pandangan dan pemikiran dasar bahwa
hakim bersih, jujur dan profesional merupakan
prasyarat penting untuk menegakkan hukum
dan keadilan dalam sebuah negara hukum yang
demokratis.
2. Misi
Misi merupakan langkah utama sesuai dengan
wewenang dan tugas pokok suatu lembaga. Komisi
24
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Yudisial mempunyai langkah utama yang akan
diupayakan oleh seluruh jajaran Komisi Yudisial untuk
mewujudkan visi yang sudah ditetapkan. Adapun misi
Komisi Yudisial sebagai berikut:
a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi
Yudisial menjadi lembaga yang bersih, transparan,
partisipatif, akuntabel dan kompeten.
b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan
pencarikeadilansecaraefektifdanefisien.
c. Menyiapkan dan merekrut calon hakim agung,
calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan
hakim yang bersih, berilmu, dan berkeadilan.
d. Menjaga kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim secara efektif, transparan,
partisipatif, dan akuntabel.
e. Menegakkan KEPPH secara adil, obyektif,
transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Rumusan misi tersebut merupakan langkah
utama yang akan dilakukan KY sesuai dengan
wewenang tugasnya, sehingga tidak semua rumusan
misi diatas sesuai dengan pelaksanaan tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas hakim.
Rumusan misi yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakim
adalah rumusan misi huruf c dan huruf d. Dengan
rumusan misi huruf c, Komisi Yudisial bertekad
untuk menyiapkan dan menyeleksi calon hakim
agung, hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan hakim
dengan integritas moral, kompeten dan sekaligus
mampu mengemban amanah untuk menjadi hakim
25
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
yang jujur, bersih dan profesional. Sementara dengan
rumusan misi huruf d, Komisi Yudisial bertekad
untuk berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas
hakim. Peningkatan kapasitas hakim ditujukan untuk
menambah kemampuan pengetahuan hukum dan
komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH
sehingga terwujud hakim yang bersih, jujur dan
profesional.
B. Tujuan Komisi Yudisial
Dalam melaksanakan Misi “Menyiapkan dan
merekrut calon hakim agung, calon hakim ad hoc di
Mahkamah Agung, dan hakim yang bersih, berilmu dan
berkeadilan”, KY menetapkan tujuan yang terdiri dari:
1. Mendapatkan bakal calon yang layak menjadi calon
hakim agung dan calon hakim ad hoc pada MA.
2. Mendapatkan calon hakim yang layak menjadi hakim.
3. Menghasilkan calon hakim agung dan calon hakim ad
hoc pada MA, serta hakim yang bersih, berilmu dan
berkeadilan melalui proses seleksi yang transparan,
partisipatif dan akuntabel.
Dalam melaksanakan Misi “Menjaga kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim secara efektif,
transparan, partisipatif dan akuntabel.”, KY menetapkan
tujuan yang terdiri dari:
1. Mencegah hakim melakukan pelanggaran KEPPH.
2. Meningkatkan kapasitas hakim.
3. Memastikan hakim terlindungi kehormatan dan
keluhuran martabatnya.
Tujuan KY yang tetapkan berdasarkan misi yang
26
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
berkaitan dengan peningkatan kapasitas hakim diatas masih
bersifat umum, sehingga perlu dirumuskan tujuan khusus
dalam peningkatan kapasitas hakim yang meliputi:
1. Menyiapkan dan menghasilkan hakim yang bersih,
jujur dan profesional.
2. Meningkatkan kemampuan hakim pada aspek
pengetahuan hukum dan aspek komitmen untuk
menjaga dan menegakkan KEPPH.
C. Sasaran Peningkatan Kapasitas Hakim
Sasaran peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan
Komisi Yudisial adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya hakim yang bersih, jujur dan profesional.
2. Terlaksananya peningkatkan kemampuan hakim pada
aspek pengetahuan hukum dan aspek komitmen untuk
menjaga dan menegakkan KEPPH.
D. Arah Kebijakan Peningkatan Kapasitas Hakim
Setelah menetapkan tujuan khusus peningkatan
kapasitas hakim, maka perlu dirumuskan arah kebijakan
yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan khusus tersebut.
Arah kebijakan untuk mencapai tujuan khusus peningkatan
kapasitas hakim adalah penyelenggaraan pelatihan hakim
dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi hakim.
E. Strategi Peningkatan Kapasitas Hakim
Arah kebijakan peningkatan kapasitas hakim yang
telah ditetapkan akan dijabarkan melalui strategi sebagai
berikut:
Strategi yang akan digunakan dalam pelatihan hakim
27
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi hakim,
terdiri dari:
1. Menyelenggarakan pelatihan KEPPH.
2. Menyelenggarakan pelatihan tematik.
3. Menyelenggarakan pelatihan khusus.
4. Menyelenggarakan forum yudisial.
5. Menyediakan bahan bacaan bagi hakim.
6. Menyediakan situs/pelatihan online bagi hakim.
29
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB IV
PENDEKATAN DAN METODE
A. Pendekatan
Pendekatan merupakan kerangka pemikiran yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam menyusun
dan pelaksanaan grand design peningkatan kapasitas hakim
ini dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Keilmuan
Pendekatan ilmiah dimaksudkan bahwa
penyusunan dan pelaksanaan grand design
peningkatan kapasitas hakim ini dilakukan dengan
menggunakan langkah ilmiah yang terarah dan
sistematis. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan
pendekatan yang cocok dalam upaya penyusunan
dan pelaksanaan model atau design, karena cukup
komprehensif dan holistik didalam memahami
persoalan persoalan yang akan dalam pelaksanaan
kegiatan.
Pendekatan sistem akan digunakan untuk
membangun berbagai komponen yang dapat
membentuk disain peningkatan kapasitas hakim
maupun berbagai komponen yang berpengaruh dalam
pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas hakim.
Pendekatan ini berkarakter multi disipliner/inter dan
antar disipliner, yaitu selalu berupa penggabungan
berbagai ragam pendekatan. Pendekatan sistem
umumnya mencakup aspek substansi, struktur
30
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
dan kultur. Dalam pendekatan sistem ini akan
dilakukan melalui beberapa sub pendekatan seperti
pendekatankebijakan,pendekatannormatif,filosofis
dan pendekatan lain yang relevan dengan upaya
pengembangan disain atau model peningkatan
kapasitas hakim.
2. Pendekatan Praktis
Pendekatan praktis dimaksudkan bahwa
penyusunan disain dan pelaksanaan kegiatan
peningkatan kapasitas hakim dilakukan melalui
kegiatan fungsional untuk memotret kebutuhan riil
dan mengukur relevansi kebutuhan hakim dengan
kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai
dengan disain kapasitas peningkatan hakim.
Melalui pendekatan praktis dapat diperoleh
gambaran yang meyakinkan tentang kekuatan,
kelemahan dan juga peluang serta ancaman (SWOT)
yang akan sangat bermanfaat bagi penyusunan dan
pelaksanaan suatu disain. Pendekatan ini dilakukan
melalui beberapa kegiatan antara lain: Diskusi
terbuka, FGD, Diskusi pakar, simulasi serta kegiatan
relevan lain yang didalamnya melibatkan partisipasi
berbagai pihak, mulai dari masyarakat, hingga
pemangku kepentingan.
3. Pendekatan Partisipatif
Partisipasi adalah salah satu kata kunci dalam
pendidikan, pembangunan, politik, dan media.
Berasal dari gabungan dua kata Latin: pars yang
artinya bagian dan capere yang artinya mengambil.
Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia karangan Eko
31
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
Endarmoko menyama-artikan partisipasi sebagai
kesetaraan, keikutsertaan, keterlibatan, peran-
serta, dan kontribusi. KBBI Pusat Bahasa Edisi
IV mengartikan serupa yaitu, turut berperan serta
dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang
muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai
suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor
pendukungnya yaitu adanya: kemauan, kemampuan,
dan kesempatan untuk berpartisipasi. Selanjutnya
dalam bukunya Ach. Wazir Ws menyebutkan bahwa,
partisipasi sebagai keterlibatan seseorang secara
sadar kedalam interaksi sosial dalam situasi tertentu.
Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi
bila ia menemukan dirinya dan/atau dalam kelompok,
melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain
dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan
dan tanggungjawab bersama.
Dalam konteks pendidikan atau pembelajaran
untuk orang dewasa partisipasi merupakan syarat
utama. Partisipasi memegang peranan penting
dalam pendidikan bagi orang dewasa mengingat
ada beberapa hal yang harus dipahami bahwa orang
dewasa memiliki kecenderungan antara lain: tidak mau
digurui atau diceramahi, berusaha mengembangkan
diri melalui pendidikan atau pengamatan diri
sendiri, mengarahkan dan menjadi guru bagi diri
sendiri, sehingga proses pendidikan yang dilakukan
seyogyanya mendorong peluang partisipasi seluas-
luasnya antara lain:
32
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
a. Memberikan kesempatan berkreasi dan
berinisiatif;
b. Menciptakan suasana yang demokratis dan
terbuka;
c. Menghargai dan menghormati semua pihak
terutama menempatkan manusia dewasa yang
mandiri dan bertanggungjawab.
Dengan kata lain pendidikan orang dewasa
adalah pendidikan partisipatoris. Pendidikan
yang menekankan kepada keterbukaan, keaktifan,
kekritisan dan kreatifitas peserta didik. Model
pendidikan ini bertumpu kepada proses daripada
hasil. Pendidikan partisipatoris membuka peluang
pada setiap orang untuk berpartisipasi dan bersifat
dialogis dalam proses belajar sehingga lebih interaktif
dan terbuka. Dalam hal ini pendidik harus memiliki
pikiran yang terbuka terhadap perbedaan atau pola
pikir, khususnya dengan peserta didik. Sehingga
sistem pendidikan atau pembelajaran dengan peserta
didik dewasa lebih mengarah pada berbagai bentuk
kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan peserta dan
kebutuhan sumber serta bahan belajar, seperti pada:
kelompok diskusi, bermain peran, simulasi, pelatihan,
(group discusion, team designing, roleplaying,
simulations, skill practice sessions) (dalam Inggalls,
Knowless dan Unesco).
B. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan merupakan cara atau teknis
yang akan dilakukan dalam meningkatkan kapasitas hakim
33
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan
demikian metode pelaksanaan ini melekat pada masing-
masing kegiatan yang direncanakan dalam mengupayakan
peningkatan kapasitas hakim.
Metode pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan
hakim dan kegiatan lain yang melibatkan partisipasi hakim.
1. Metode pelaksanaan yang akan dilakukan dalam
penyelenggaraan pelatihan KEPPH, pelatihan tematik
dan pelatihan khusus adalah sebagai berikut:
a. Menyusun modul pelatihan.
b. Menjalin kerjasama dengan Diklat Kumdil MA
untuk menyelenggarakan pelatihan.
c. Menyelenggarakan pelatihan TOT.
d. Menyelenggarakan pelatihan.
e. Monitoring dan evaluasi kegiatan
2. Metode pelaksanaan yang akan dilaksanakan dalam
penyelenggaraan forum yudisial, adalah sebagai
berikut:
a. Menyusun rencana kegiatan forum yudisial.
b. Menyeleksi peserta forum yudisial.
c. Menyelenggarakan kegiatan forum yudisial.
d. Monitoring dan evaluasi kegiatan
3. Metode yang akan dilakukan dalam penyediaan bahan
bacaan bagi hakim, adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis bahan bacaan yang sesuai dengan
kebutuhan hakim.
b. Menyeleksi bahan bacaan berdasarkan prioritas
kebutuhan hakim.
c. Mencetak bahan bacaan terseleksi.
d. Menyebarkan bahan bacaan kepada hakim.
34
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
e. Monitoring dan evaluasi kegiatan
4. Metode penyediaan situs hakim
a. Menginventarisasi data berdasarkan kebutuhan.
b. Menyusun desain sistem.
c. Memasukkan data dan mengimplementasikan
kedalam sistem.
d. Mengujicobadanmemverifikasisistem.
e. Perawatan sistem.
C. Metode Evaluasi
Metode evaluasi merupakan suatu cara yang
digunakan untuk mengukur keberhasilan program yang
telah dilaksanakan. Metode evaluasi disusun berdasarkan
kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin
mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat
mencapai hasil yang diharapkan. Metode atau pendekatan
evaluasi yang sering dijadikan rujukan dalam evaluasi
program pendidikan meliputi: a) Objective-Oriented
Approach, b) Management-Oriented Approach, dan c)
Naturalistic-Participant Approach. Dari ketiga metode
atau pendekatan evaluasi tersebut, metode Naturalistic-
Participant Approach dipandang paling sesuai untuk
mengevaluasi pelaksanaan program peningkatan kapasitas
hakim yang diselenggarakan KY.
Pendekatan naturalistic atau partisipatif dalam
penilaian merupakan suatu pendekatan evaluasi yang
dilakukan secara natural dengan keterlibatan (partisipasi)
evaluator lapangan yang menjadi sasaran evaluasi.
Pendekatan naturalistic-partisipatif mengharuskan seorang
evaluator ‘masuk kedalam’ situasi yang menjadi sasaran
35
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
evaluasi. Pendekatan ini cocok terutama dalam rangka
penilaian proses atau implementasi program. Stake (1967)
dalam paper yang berjudul The Countenace of Educational
Evaluation menganggap terdapat dua aktifitas utama
dalam kegiatan evaluasi, yaitu: deskripsi dan pertimbangan
(judgment), yang dikenal sebagai Two Countenances
of Evaluation. Untuk membantu evaluator dalam
mengorganisasikan pengumpulan dan interpretasi data,
Stake menciptakan kerangka kerja yang harus dilakukan
seorang evaluator, yang meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menyajikan latar belakang, justifikasi dan deskripsi
dari rasional program (termasuk kebutuhan);
2. Membuat daftar anteceden yang diharapkan (input,
sumberdaya, dan kondisi yang ada), transaksi yang
diharapkan(aktifitasdanproses),sertahasil-hasilnya;
3. Mencatat anteceden, ransaksi, dan hasil-hasil yang
terobservasi (termasuk hal-hal yang tidak diharapkan);
4. Menyatakan secara eksplisit standar-standar (Kriteria,
harapan-harapan, kinerja program yang setara) untuk
membuat pertimbangan atas anteceden, ransaksi, dan
hasil-hasil program;
5. Mencatat pertimbangan pertimbangan yang dibuat
tentang kondisi-kondisi anteceden, transaksi, dan
hasil.
Seorang evaluator akan menganalisis informasi dalam
matrik deskripsi dengan melihat kongruensi antara yang
diharapkan dan hasil observasi, serta ketergantungan atau
kontingensi antara hasil yang dicapai dengan transaksi
dan anteseden maupun ketergantungan transaksi atas
36
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
anteseden. Pertimbangan akan dibuat dengan menerapkan
standar terhadap data deskriptif.
Karakteristik utama yang terdapat pada metode/
pendekatan naturalistik-pastisipatif adalah sebagai berikut:
1. Berdasar pada alasan-alasan induktif. Pemahaman isu,
peristiwa, atau suatu proses pendataan dari observasi
dan penemuan berbasis akar rumput.
2. Menggunakan multiplicity data. Pemahaman atas
suatu persoalan didasarkan pada asimilasi data dari
sejumlah sumber. Representasi gejala-gejala yang
dievaluasi, baik yang subyektif maupun obyektif,
kuantitatif maupun kualitatif digunakan.
3. Tidak disandarkan pada rencana yang standar. Proses
eveluasi berjalan sebagaimana pengalaman yang
diperolehpartisipandalamsemuaaktifitasprogram.
4. Mencatat realitas yang multiple ketimbang
single. Seseorang melihat sesuatu dan menginter-
pretasikannya dengan cara yang berbeda-beda. Tidak
seorangpun mengetahui segala sesuatu yang terjadi di
sekolah, dan tidak satu perspektif pun yang diterima
sebagai kebenaran. Karena hanya orang tersebutlah
yang paling tahu benar apa yang dia alami, semua
perspektif diterima sebagai sesuatu yang benar dan
tugas utama evaluator adalah menangkap realitas
ini semua dan potretnya tanpa menyederhanakan
kompleksitas dunia pendidikan.
37
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB V
RENCANA AKSI
Rencana aksi merupakan rancangan pelaksanaan kegiatan
yang akan dilaksanakan dalam upaya peningkatan kapasitas
hakim. Rencana aksi berisikan sasaran, keluaran dan program
jangka panjang 25 tahunan, jangka menengah 5 tahunan, dan
jangka pendek 1 tahunan. Rencana aksi yang disusun dalam
bagian ini adalah rencana aksi tahunan sampai dengan 5 tahun
pertama, yang diuraikan sebgai berikut:
A. Tahun 1 (2012)
1. Sasaran:
Tersedianya Sistem dan Instrumen PKH
2. Keluaran:
a. Konsep Rekrutmen Hakim/Pendidikan Profesi
b. Modul Pelatihan KEPPH
c. Modul Pelatihan Tematik
d. Modul Pelatihan Khusus
e. Konsep Forum Yudisial
f. Peta Kebutuhan Bacaan Hakim
g. Desain Situs Hakim
h. Terjalinnya kerjasama dengan negara/lembaga
pemberi donor
3. Program:
a. Penyususunan Konsep Rekrutmen Hakim/
Pendidikan Profesi
b. Penyususunan Modul Pelatihan KEPPH
c. Penyususunan Modul Pelatihan Tematik
d. Penyususunan Modul Pelatihan Khusus
38
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
e. Penyususunan Konsep Forum Yudisial
f. Pemetaan Kebutuhan Bacaan Hakim
g. Penyusunan Desain Situs Hakim
h. Penjajakan negara/lembaga pemberi donor
B. Tahun 2 (2013)
1. Sasaran:
Tersempurnakannya konsep dan implementasi PKH
2. Keluaran:
a. Modul Pelatihan KEPPH
b. Terlaksananya 2x Pelatihan KEPPH I
c. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik
d. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus
e. Terlaksananya 1x Forum Yudisial
f. Tersedianya dan terdistribusikannya 3 Bahan
Bacaan hakim serta terkumpulkannya resensi
dari hakim
g. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
h. Tersedianya dan terkirimnya hakim penerima
beasiswa
3. Program:
a. Penyempurnaan Modul Pelatihan KEPPH
b. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I
c. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik
d. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus
e. Penyelenggaraan Forum Yudisial
f. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim
g. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
h. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa
39
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
C. Tahun 3 (2014)
1. Sasaran:
Tersedianya wadah PKH
2. Keluaran:
a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I dan II @2x
b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik
c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus
d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial
e. Buku Penunjang PKH
f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
3. Program
a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III
b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik
c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus
d. Penyelenggaraan Forum Yudisial
e. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim
f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
g. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa
D. Tahun 4 (2015)
1. Sasaran:
Optimalisasi Media PKH
2. Keluaran:
a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I, II dan III @
2X
b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik
c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus
d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial
e. Buku Penunjang PKH
f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
40
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
3. Program
a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III
b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik
c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus
d. Penyelenggaraan Forum Yudisial
e. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim
f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
g. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa
E. Tahun 5 (2016)
1. Sasaran:
Pemeliharaan dan Pertumbuhan PKH
2. Keluaran:
a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I, II dan III @3X
b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik
c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus
d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial
e. Buku Penunjang PKH
f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
g. Strategi inovasi PKH jangka menengah kedua
3. Program
a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III
b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik
c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus
d. Penyelenggaraan Forum Yudisial
e. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim
f. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa
g. Evaluasi jangka menengah pertama
41
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB VI
PENUTUP
Pelaksanaan program peningkatan kapasitas hakim
melibatkan berbagai pihak dalam lingkup Komisi Yudisial
maupun para profesional, maka diperlukan peraturan yang
dapat dijadikan pedoman/acuan untuk memastikan kesamaan
pemahaman akan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai, serta memastikan adanya keselarasan dan konsistensi
pelaksanaan dari agenda program peningkatan kapasitas hakim.
Dengan adanya peningkatan kapasitas hakim ini, diharapkan
hakim memiliki kapasitas pengetahuan hukum dan komitmen
untuk mewujudkan pelaksanaan peradilan bersih.
45
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan kehakiman yang independen, transparan,
dan akuntabel merupakan conditio sine quanon bagi suatu
negara hukum yang demokratis. Kekuasaan kehakiman
dilaksanakan melalui badan peradilan, dimana hakim
berperan sebagai aktor utama dalam menegakkan hukum
dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Kinerja dan perilaku
hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan sangat
mempengaruhi citra badan peradilan di masyarakat.
Kinerja hakim dapat dinilai dari pelaksanaan tugas
fungsionalnya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara di pengadilan. Pelaksanaan tugas fungsional
tersebut akan mengasilkan putusan yang langsung dirasakan
para pihak yang berperkara. Apabila putusan hakim mampu
memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum
khususnya bagi para pihak yang berperkara, maka kinerja
hakim akan mendapatkan penilain positif. Sebaliknya,
apabila putusan hakim mengabaikan rasa keadilan
masyarakat, maka kinerja hakim akan dinilai negatif. Hakim
akan dapat menghasilkan putusan yang mencerminkan
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum apabila hakim
mempunyai kapasitas pengetahuan hukum yang didalamnya
termasuk kapasitas menerapkan hukum (rechtstoepassing),
melakukaan penemuan hukum (rechtsvinding), dan
melakukan penciptaan hukum (rechtsschepping).
Sementara perilaku hakim dinilai berdasarkan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Penilaian
46
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
tersebut dilakukan terhadap perilaku hakim didalam
kedinasan maupun perilaku hakim diluar kedinasan.
Apabila perilaku hakim tidak sesuai atau melanggar KEPPH,
maka masyarakat tidak saja menilai negatif tetapi juga
akan melaporkan hakim yang bersangkutan kepada Badan
Pengawasan Mahkamah Agung selaku pengawas internal
dan kepada Komisi Yudisial selaku pengawas eksternal.
Hakim tidak akan melakukan pelanggaran KEPPH apabila
hakim memiliki komitmen untuk memahami, menerapkan,
dan menegakkan KEPPH dalam menjalankan profesinya.
Peningkatan kinerja dan perilaku hakim yang sesuai
dengan KEPPH menjadi kata kunci untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada badan peradilan.
Peningkatan kinerja dilakukan dengan peningkatan
kapasitas hakim mengenai pengetahuan hukum.
Pengetahuan hukum bagi hakim meliputi penguasaan
terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan
peraturan perundang-undangan; penguasaan terhadap
bidang-bidang hukum dalam kehidupan masyarakat; serta
penguasaan terhadap metode penerapan dan penemuan
hukum. Sementara peningkatan perilaku hakim yang sesuai
dengan KEPPH dilakukan melalui peningkatan komitmen
hakim dalam memahami, menerapkan, dan menegakkan
KEPPH. Peningkatan pengetahuan hukum berkaitan erat
dengan kinerja hakim dalam menjalankan tugas memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Sedangkan peningkatan
komitmen terhadap KEPPH berkaitan erat dengan perilaku
hakim yang berintegritas, independen, impartial, jujur, dan
adil.
Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi
47
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
secara organisatoris bertanggungjawab melakukan
pembinaan hakim yang berada pada semua lingkungan
peradilan di bawahnya. Mahkamah Agung telah melakukan
pembinaan hakim melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah
Agung. Pendidikan dan pelatihan yang telah dilaksanakan
diantaranya adalah Training of Trainers Continuing
Judicial Education (Pelatihan Hakim Berkelanjutan), Diklat
Pembekalan Program PPC Terpadu (Training of Mentor),
Program Pendidikan Pelatihan Calon Hakim (PPC Terpadu),
Pelatihan Hakim Berkelanjutan bagi hakim Tingkat Pertama
(masa kerja 1-5 tahun), dan Diklat Kekhususan atau
Sertifikasibagitenagateknisperadilan.DiklatKekhususan
meliputiSertifikasiEkonomiSyariah,SertifikasiMediator,
Sertifikasi Hakim Pengadilan Hubungan Industrial,
SertifikasiHakimPengadilanPerikanan,SertifikasiHakim
PengadilanNiaga,SertifikasiHakimdalamPerkaraKorupsi,
Pelatihan Teknis Fungsional Hakim Anak, Pelatihan Teknis
Fungsional Hukum Lingkungan, Pelatihan Hakim Ad Hoc
Tipikor, serta Diklat Terpadu Hakim dan Jaksa.
Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan Mahkamah
Agung belum mampu menjangkau semua hakim yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia dikarenakan
keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia.1 Hakim
yang telah mendapatkan kesempatan mengikuti program
pendidikan dan pelatihan sebanyak 530 hakim yang terdiri
dari Diklat PPC I Tahun 2011 sebanyak 215 peserta, Diklat
PPC II Tahun 2012 sebanyak 215 peserta, Diklat Hakim
1 Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2011.
48
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
Tipikor sebanyak 120 peserta, Diklat Hakim Niaga sebanyak
40 peserta, Diklat Hakim PHI sebanyak 40 peserta, Diklat
Hakim Perikanan sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim
Mediasi sebanyak 50 peserta, Diklat Hakim Ekonomi Syariah
sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim Berkelanjutan (Umum)
sebanyak 160 peserta, Diklat Hakim Berkelanjutan (Agama
dan TUN) sebanyak 160 peserta.2 Jumlah hakim yang telah
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
Mahakamah Agung relatif masih sedikit dibandingkan
dengan jumlah seluruh hakim pada tahun 2012 sebanyak
7.922 hakim belum termasuk hakim peradilan militer.3
Upaya peningkatan kapasitas hakim mengenai
pengetahuan hukum dan komitmen terhadap KEPPH,
tidak saja menjadi tanggung jawab Mahakmah Agung
melainkan juga menjadi tanggungjawab Komisi Yudisial
sebagaimana diamanatkan Pasal 20 UU No. 18 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial yang menyatakan bahwa “Komisi Yudisial
mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas
dan kesejahteraan Hakim”. Komisi Yudisial sudah
melakukan peningkatan kapasitas hakim sejak tahun 2008,
meskipun secara resmi diamanatkan pada tahun 2011.
Pelaksanaan peningkatan kapasitas hakim sebelum
tahun 2011 dilakukan melalui kegiatan lokakarya dan
pelatihan Hak Asasasi Manusia. Kegiatan lokakarya
pada tahun 2008, dilaksanakan di 9 kota dengan tema
2 Pusdikat Kumdil Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung, Tahun 2012.
3 Komisi Yudisial, Sistem Informasi Manajemen Rekam Jejak Hakim Komisi Yudisial, Tahun 2012.
49
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
“Membangun Komitmen Bersama Dalam Mewujudkan
Hakim Yang Jujur, Kompeten, Berwibawa, dan Profesional”.
Pada tahu 2009, kegiatan lokakarya dilaksanakan di 9 kota
dengan tema yang disesuaikan dengan kebutuhan hakim di
masing-masing kota. Pada tahun 2010, kegiatan lokakarya
dilaksanakan di 6 kota dengan tema sesuai dengan kebutuhan
hakim di masing-masing kota. Pada tahun 2011, lokakarya
dilaksanakan di 4 kota yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dan kapasitas hakim dalam membuat putusan,
melakukan penalaran hukum, dan aspek aksiologi atau
pengakomodasian nilai keadilan dan kemanfaatan putusan
hakim, serta peningkatan pemahaman hakim terhadap
Kode Etik dan Pedoman perilaku Hakim. Selain kegiatan
lokakarya, pada tahun 2010 dan 2011 juga diselenggarakan
pelatihan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi hakim yang
dilaksanakan di dua kota pada setiap tahun. Pelatihan HAM
tersebut diselenggarakan Komisi Yudisial bekerjasama
dengan Norwegian Center of Human Rights (NCHR) dan
Pusat Studi hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia
(Pusham UII).
Sejak mendapatkan amanat untuk meningkatkan
kapasitas hakim melalui UU No. 18 Tahun 2011, Komisi
Yudisial merancang program peningkatan kapasitas hakim
yang kemudian hasilnya dituangkan dalam Peraturan
Komisi Yudisial No. 3 Tahun 2013 tentang Grand Desain
Peningkatan Kapasitas Hakim (GDPKH).4 GDPKH
berfungsi sebagai acuan bagi Komsisi Yudisial dan pihak
lain yang terlibat dalam pelaksanaan program peningkatan
4 Komisi Yudisial, Peraturan Komisi Yudisial tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim, Peraturan Komsiis Yudisial No. 3 Tahun 2013.
50
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
kapasitas hakim.5 Rencana aksi peningkatan kapasitas
hakim dalam GDPKH meliputi Program Pelatihan KEPPH,
Program Pelatihan Khusus, Pelatihan Tematik, Program
Penyelenggaraan Forum Yudisial, Program Penyediaan
Bacaan Hakim, Program Penyediaan Situs/Pelatihan
bagi Hakim, dan Program Pengiriman Hakim Penerima
Beasiswa. Program dalam rencana aksi tersebut diantaranya
berupa program pelatihan. Program pelatihan yang telah dilaksanakan bersamaan
dengan proses penyelesaian penysusunan GDPKH pada
tahun 2012 sampai dengan awal tahun 2013 yaitu Pelatihan
Tematik Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi yang
dilaksanakan di Medan yang diikuti 35 peserta, Pelatihan
Tematik Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi yang
dilaksanakan di Makassar yang melibatkan sebanyak 20
peserta, Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim
Pengadilan Agama yang dilaksanakan di Bandung dengan
54 peserta, dan Pelatihan Tematik Bagi Hakim dilingkungan
Peradilan Militer yang dilaksanakan di Surabaya yang diikuti
sebanyak 28 peserta. Program pelatihan yang akan segera
dilaksanakan pada semester kedua tahun anggaran 2013
diantaranya adalah Pelatihan Tematik Sengketa TUN Bagi
Hakim dilingkungan Peradilan TUN, Pelatihan Tematik
Hukum Perdata Bagi Hakim dilingkungan Peradilan Umum,
dan Pelatihan Tematik Bagi Hakim dilingkungan Pengadilan
Tinggi.
Secara konsepsional, GDPKH mengharuskan program
pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilaksanakan secara
5 Komisi Yudisial, Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim, hlm. 11.
51
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
terencana, berkelanjutan, terukur, dan komprehensif.
Terencana mengandung maksud bahwa pelatihan
peningkatan kapasitas hakim harus direncanakan secara
matang dengan memperhatikan kebutuhan penbingkatan
kapasitas hakim dan kemampuan sumber daya manusia dan
anggaran Komisi Yudisial. Berkelanjutan berarti pelaksanaan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan model pendidikan berjenjang.
Terukur artinya bahwa pelatihan peningkatan kapasitas
hakim harus dapat diukur baik dari segi materinya,
prosesnya, produk/output-nya, maupun outcome-nya.
Komprehensif mengandung pengertian bahwa pelatihan
peningkatan kapasitas hakim harus dapat mengcover
kebutuhan peningkatan kapasitas hakim baik dari aspek
pengetahuan hukum maupun aspek komitmen terhadap
KEPPH. Pelaksanaan program pelatihan peningkatan
kapasitas hakim yang terencana, berkelanjutan, terukur,
dan komprehensif memerlukan panduan sebagai acuan bagi
pelaksana dalam mendesain, melaksanakan, menentukan
standar mutu, dan mengukur penyelenggaran pelatihan.
Untuk itu, Komisi Yudisial merasa perlu menyusun Panduan
Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Hakim.
B. Maksud Dan Tujuan
Penyusunan panduan penyelenggaraan pelatihan
peningkatan kapasitas hakim ini dimaksudkan untuk
menjadi acuan bagi penyelenggara pelatihan peningkatan
kapasitas.
Penyusunan panduan penyelenggaraan pelatihan
peningkatan kapasitas hakim ini bertujuan untuk:
52
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
1. Memberikan panduan dalam menyelenggarakan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim dalam
merencanakan, melaksanakan, menetapkan standar
mutu, dan melakukan monitoring dan evaluasi
pelatihan.
2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan
peningkatan kapasitas hakim secara terencana,
berkelanjutan, terukur, dan komprehensif.
C. Sasaran
Sasaran penysunan panduan penyelenggaraan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai
berikut:
1. Unit kerja pada Komisi Yudisial atau pengelola
pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang
bertanggungjawab dalam peningkatan kapasitas
hakim.
2. Tim fasilitator pelatihan peningkatan kapasitas hakim
baik yang ada dilingkungan Komisi Yudisial maupun
pihak lain yang dilibatkan menjadi fasilitator atau
pengelola latihan.
3. Peserta pelatihan sebagai penerima manfaat dari
penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas
hakim.
D. Manfaat
Manfaat penyusunan panduan penyelenggaraan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat bagi penyelenggara pelatihan yaitu dapat
53
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
merencanakan, melaksanakan, menetapkan standar
mutu pelatihan, dan melakukan monitoring dan
evaluasi pelatihan sesuai dengan tujuan peningkatan
kapasitas hakim.
2. Manfaat bagi fasilitator yaitu tersedianya acuan yang
jelas dalam memfasilitasi pelatihan peningkatan
kapasitas hakim sehingga materi pelatihan dapat
disampaikan sesuai dengan tujuan peningkatan
kapasitas hakim.
3. Manfaat bagi peserta pelatihan yaitu mendapatkan
jaminan mengikuti pelatihan yang terencana dan
terukur dengan baik.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan penyelenggaraan pelatihan
peningkatan kapasitas hakim ini mencakup:
1. Perencanaan pelatihan;
2. Penyelenggaraan pelatihan;
3. Standar mutu pelatihan; dan
4. Monitoring dan evaluasi pelatihan.
F. Dasar Hukum
1. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indopnesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4958);
54
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang
Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5250);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68
Tahun 2012 tentang Sekretariat Jenderal Komisi
Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 151);
5. Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2013 Tentang Grand Desidn Peningkatan
Kapasitas Hakim (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 383);
6. Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Ketua
Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/
MA/IX/2012; Nomor: 02/PN/P.KY/09/2012 Tentang
Panduan Penegakkan Kode Etik Dan Pedoman
Perilaku Hakim;
7. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009; Nomor:
02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
8. Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2012 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi
Yudisial Republik Indonesia;
55
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
G. Pengertian-Pengertian
Dalam Panduan Penyelenggaraan Pelatihan
Peningkatan Kapasitas Hakim ini yang dimaksud dengan:
1. Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan
peradilan dilingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
Negara yang berada dibawah Mahkamah Agung,
termasuk hakim ad hoc dan hakim pengadilan pajak
yang mempunyai kewenangan untuk menegakkan
hukum dan keadilan.
2. Kapasitas Hakim adalah kemampuan intelektual dan
moralitas yang harus dimiliki hakim sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman dalam rangka menegakkan
hukum dan keadilan.
3. Peningkatan Kapasitas Hakim adalah kegiatan yang
dilakukan Komisi Yudisial untuk mengupayakan agar
hakim memiliki kemampuan intelektual dan moralitas
sehingga menjadi hakim yang bersih, jujur, dan
profesional.
4. Pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi, pengetahuan, disiplin,
sikap, dan ketrampilan serta keahlian.
5. Kode Etik Profesi Hakim adalah aturan tertulis yang
harus dipedomi oleh setiap Hakim Indonesia dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim.
6. Pedoman Tingkah Laku (Code of Conduct) Hakim
adalah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang
menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam
menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan
56
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan
sebagai anggota masyrakat yang harus dapat
memberikan contoh dan tauladan dalam kepatuhan
dan ketaatan kepada hukum.
7. Pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
adalah pelatihan yang menitik-beratkan pada ranah
afektif yang berkenaan dengan hasil belajar yang
berhubungan dengan sikap.
8. Pelatihan Khusus adalah pelatihan yang menitik
beratkan pada ranah psikomotorik seorang hakim
yang berkenan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak.
9. Pelatihan Tematik adalah pelatihan yang menitik-
beratkan pada peningkatan kemampuan ranah
kognitif yang berhubungan dengan kemampuan
pengetahuan hukum dari seorang hakim yang terdiri
dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesa dan evaluasi.
10. Kurikulum adalah seperangkat atau sistem rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk
menggunakan aktivitas belajar dan mengajar.
11. Kompetensi adalah ketrampilan yang diperlukan
seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya
untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja
yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi
pekerjaanspesifik.
12. Materi ilmu pengetahuan, kebijakan, atau
keterampilan yang perlu disampaikan kepada peserta
untuk mencapai tujuan pelatihan.
57
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
13. Alokasi waktu pelatihan yaitu jumlah waktu yang
diperlukan dalam menyelesaikan suatu materi yang
proporsinya disesuaikan dengan antara materi dasar,
materi inti, dan materi penunjang.
14. Metode Pelatihan adalah cara penyajian materi
pelatihan oleh Instruktur kepada peserta pelatihan.
15. Proses pelatihan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran yang dimulai dari pembukaan yang
dilanjutkan dengan langkah-langkah kegiatan yang
lain sampai dengan penutupan.
16. Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)
adalah uraian dari setiap materi pembelajaran, alokasi
waktu yang dibutuhkan, tujuan pembelajaran, pokok
bahasan dan sub pokok bahasan, metode, media, alat,
dan referensi yang digunakan.
17. Beban Belajar adalah rumusan satuan waktu
yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan dalam
mengikuti program pembelajaran melalui sistem
tata muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur untuk mencapai standard
kompetensi lulusan serta kemampuan lainnya dengan
memperhatikan tingkat perkembangan peserta
pelatihan.
18. Fasilitator adalah orang yang berfungsi menstimulus
dinamika forum dan mengendalikan pelatihan guna
mewujudkan tujuan pelatihan;
19. Narasumber adalah orang yang berperan dalam
memberikan pengantar mengenai materi tertentu dan
memberikan sharing pengetahuan terhadap topik-
topik yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan.
58
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
20. Standar produk/output adalah standard hasil yang
dapat diperoleh ketika proses pelatihan selesai
dilakukan.
21. Standar dampak/outcome adalah standard hasil yang
diperoleh berdasarkan efek jangka panjang dari proses
pelatihan.
22. Evaluasi Pelatihan adalah penilaian terhadap capaian
peserta pelatihan dan pelaksanaan kegiatan pelatihan.
23. Monitoring adalah aktivitas yang dilakukan
pimpinan untuk melihat dan memantau jalannya
kegiatan, melihat faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan kegiatan, dan mengkaji kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan rencana kegiatan.
24. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis didalam
mengumpulkan data, menganalisis, menginterpretasi
data atau informasi untuk dapat digunakan pembuat
keputusan dalam rangka menjawab permasalahan
yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan
kegiatan.
59
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB II
PERENCANAAN PELATIHAN
A. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
Identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan untuk
menyiapkan program pelatihan yang akan dilakukan.
Hasil identifikasi ini menjadi dasar dalam merencanakan
atau menyusun desain pelatihan, sehingga pelatihan
yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan
kapasitashakim.Identifikasikebutuhanpelatihaninidapat
dilakukan melalui:
1. Pemetaan laporan masyarakat yang disampaikan
kepada Komisi Yudisial terhadap hakim yang diduga
melakukan pelanggaran KEPPH. Pemetaan laporan
masyarakat ini dapat digunakan untuk menggali data
dan informasi mengapa hakim dilaporkan kepada
Komisi Yudisial. Secara umum dari laporan masyarakat
dapat ditemukan bentuk-bentuk pelanggaran yang
masih sering dilakukan hakim yang secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pelanggaran perilaku murni,
b. Pelanggaran terhadap hukum acara, dan
c. Kurangnya pengetahuan hakim terhadap
pengetahuan hukum yang berkembang secara
dinamis.
2. Menggali dokumen pelatihan yang telah dilakukan
sebelumnya baik yang dilakukan Balitbang Diklat
Kumdil Mahkamah Agung maupun berbagai kegiatan
Komisi Yudisial yang terkait seperti lokakarya KEPPH,
peningkatan profesionalisme hakim, dan kegiatan-
60
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
kegiatan riset. Dari dokumen-dokumen tersebut dapat
diketahui mengenai materi pelatihan yang pernah
diberikan, hakim yang pernah terlibat dalam pelatihan,
lingkungan peradilan yang sering mendapatkan
pelatihan, dan kekurangan-kekurangan dalam
pelaksanaan pelatihan yang pernah dilakukan. Dengan
pemahaman tersebut diharapkan penyelenggaraan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang akan
dilaksanakan dapat tepat guna dan tepat sasaran.
3. Menggali informasi melalui wawancara dengan
pihak-pihak terkait terutama Balitbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung sebagai penyelenggara pendidikan
dan latihan calon hakim dan pendidikan hakim
lanjutan, para tenaga pelatih atau pengajar, hakim
sebagai mantan peserta pendidikan dan latihan,
akdemisi, dan LSM bidang hukum, serta para hakim
sebagai calon penerima pelatihan. Hasil wawancara
mendalam terhadap berbagai informasi tersebut
sangat membantu untuk merencanakan program
pelatihan peningkatan kapasitas hakim baik dari
segi output yang akan dihasilkan maupun dari segi
kemanfaatan pelatihan bagi peserta guna menunjang
peningkatan kinerja hakim dalam menjalankan tugas
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
4. Menggali informasi melalui diskusi terfokus (FGD)
yang melibatkan stakeholders terkait seperti Balitbang
Diklat Kumdil Mahkamah Agung, para tenaga
pelatih atau pengajar, hakim sebagai mantan peserta
pendidikan dan latihan, akdemisi, dan LSM bidang
hukum, serta hakim sebagai calon peserta program
61
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Melalui
kegiatan FGD ini dapat dirumuskan gambaran awal
mengenai metode pelatihan yang akan dilaksanakan,
kurikulum pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan
hakim, modul pelatihan sebagai bahan pegangan,
serta sarana dan prasarana pelatihan yang diperlukan.
B. Jenis Pelatihan
Jenis pelatihan yang akan dilaksanakan semestinya
disesuaikan dengan hasil identifikasi kebutuhan pelatihan
sehingga pelatihan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan hakim. Secara umum analisis kebutuhan
pelatihan sudah dilakukan pada saat penyusunan Grand
Design Peningkatan Kapasitas Hakim, dimana peningkatan
kapasitas hakim yang akan dilakukan menitik-beratkan pada
dua aspek yaitu aspek kemampuan pengetahuan hukum
dan aspek komitmen terhadap KEPPH. Aspek kemampuan
pengetahuan hukum meliputi penguasaan terhadap
asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, pemahaman
terhadap peraturan perundang-undangan yang relatif baru,
penguasaan terhadap bidang-bidang hukum pada sektor-
sektor kehidupan masyarakat, dan penguasaan terhadap
metode penerapan dan penemuan hukum. Sedangkan aspek
komitmen terhadap KEPPH meliputi komitmen untuk
memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH.
Kedua aspek peningkatan kapasitas hakim diatas,
jika dilihat dengan pendekatan psikologi pendidikan,
maka dapat diklasifikasikan bahwa aspek kemampuan
pengetahuan hukum berkaitan erat dengan ranah kognitif
dan psikomotorik hakim, meskipun dalam tataran tertentu
62
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
tidak dapat dipisahkan dari ranah afektif. Sementara
aspek komitmen untuk memahami, menerapkan, dan
menegakkan KEPPH berkaitan erat dengan ranah afektif dan
psikomotorik, meskipun tidak dapat dipisahkan secara tegas
dari ranah kognitif. Dengan demikian pelatihan peningkatan
kapasitas hakim yang dilaksanakan Komisi Yudisial harus
mencakup penguatan kepribadian hakim (aspek afektif),
peningkatan ketrampilan hakim dalam memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara (psikomotorik), dan
peningkatan pengetahuan hukum hakim (aspek kognitif).
Berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dan
pendekatan psikologi pendidikan diatas, Grand Design
Peningkatan Kapasitas Hakim mengklasifikasikan jenis
pelatihan menjadi tiga jenis yaitu; Pelatihan KEPPH,
Pelatihan Khsusus, dan Pelatihan Tematik.
1. Pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH).
Pelatihan KEPPH merupakan pelatihan yang
menitik beratkan pada ranah afektif. Ranah afektif
adalah hasil belajar yang berhubungan dengan sikap.
Menurut Kratyhwohl ranah afektif meliputi aspek-
aspek sebagai berikut:
a. Penerimaan, yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan kemauan untuk mengikuti fenomena
khusus atau stimulus.
b. Penanganan, yaitu kemampuan yang berkaitan
dengan partisipasi aktif dari peserta.
c. Penghargaan, yaitu kemampuan yang berkaitan
dengan penilaian/penghargaan peserta terhadap
suatu objek, gejala atau tingkah laku.
63
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
d. Pengorganisasian, yaitu kemampuan yang
berhubungan dengan mempersatukan nilai-
nilai yang berbeda, menyelesaikan pertentangan
antara nilai-nilai tersebut, dan mulai membangun
satu sistem nilai-nilai yang konsisten.
e. Pengkarakterisasian, yaitu kemampuan untuk
memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah
lakunya untuk jangka waktu yang cukup lama
untuk mengembangkan suatu ciri daya kehidupan
(Krathwohl, 1964: 40-50).
Selain itu ranah afektif juga mencakup
kemampuan mengelola perasaan dan emosi.
Berdasarkan aragumen diatas, maka Pelatihan KEPPH
ini lebih menekankan bagaimana hakim supaya lebih
bisa mengerti, memahami dan menginternalisasikan
KEPPH kedalam dirinya, sehingga dapat meningkatkan
kepekaan nurani dan kecerdasan emosional hakim.
2. Pelatihan Khusus
Pelatihan Khusus menitik-beratkan pada ranah
psikomotorik seorang hakim yang berkenaan dengan
hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak
yang menurut Simpson terdiri dari aspek-aspek
sebagai berikut:
a. Persepsi, yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan penggunaan indra untuk memperoleh
petunjuk yang membimbing kegiatan motorik.
b. Kesiapan, yaitu kesediaan untuk mengambil jenis
aksi atau tindakan yang mencakup kesediaan
materiil,kesiapanfisik,dankemauanmemberikan
reaksi.
64
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
c. Respon terpimpin, yaitu langkah permulaan
dalam mempelajari keterampilan yang kompleks.
d. Mekanisme, yaitu kemampuan yang menunjukkan
bahwa respon yang dipelajari telah menjadi
kebiasaan dan gerakan-gerakan yang dapat
dilakukan dengan kepercayaan dan kemahiran.
e. Respon nyata yang kompleks, yaitu kemampuan
yang sangat terampil dari gerakan motorik yang
memerlukan gerakan yang kompleks.
f. Penyesuaian, yaitu keterampilan yang telah
berkembang dengan baik, sehingga peserta dapat
mengubah pola gerakannya untuk disesuaikan
dengan persyaratan khusus untuk situasi yang
bermasalah.
g. Organisasi, yaitu kemampuan yang berhubungan
dengan penciptaan pola-pola gerakan yang baru
untuk menyesuaikan dengan situasi dan masalah
yang khusus. (Simpson, 1971: 30-40).
Berkaitan dengan tugas hakim memeriksa,
mengadilli, dan memutus perkara maka pada pelatihan
khusus ini hakim akan dibekali dengan keterampilan
melaksanakan hukum acara yang merupakan
prosedur yang digunakan hakim dalam memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Materi yang akan
disampaikan berkaitan dengan teknik membaca
berkas, teknik persidangan, teknik pemeriksaan, dan
teknik membuat putusan.
3. Pelatihan Tematik
Pelatihan tematik menitik-beratkan pada
peningkatan kemampuan ranah kognitif yang
65
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
berhubungan dengan kemampuan pengetahuan
hukum dari seorang hakim yang terdiri dari
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesa dan evaluasi.
a. Pengetahuan, yaitu kemampuan untuk mengerti,
menginterpretasikan, dan menyatakan kembali
dalam bentuk lain dari materi yang dipelajari.
b. Pemahaman, yaitu kemampuan untuk menangkap
pengertian dari sesuatu.
c. Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan apa
yang telah dipelajari dalam situasi konkret yang
baru.
d. Analisis, yaitu kemampuan untuk menguraikan
sesuatu materi kedalam bagian-bagiannya,
sehingga struktur organisasinya dapat dipahami.
e. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan
bagian-bagian dan untuk membentuk keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk
mempertimbangkan nilai suatu materi untuk
tujuan-tujuan yang telah ditentukan (Bloom,
1960: 15-30).
Dalam pelatihan tematik ini seorang hakim akan
diberi pelatihan secara bertingkat yang terdiri dari
aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi tentang permasalahan hukum
yang berkembang secara dinamis sesuai dengan
dinamika sosial masyarakat. Setelah mengikuti
pelatihan ini diharapkan pemahaman hakim terhadap
perkembangan hukum yang baru lebih bisa meningkat.
66
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
C. Metode Pelatihan
Metode pelatihan sangat berperan untuk mencapai
tujuan pelatihan. Pemilihan metode pelatihan harus
mempertimbangkan karakteristik calon peserta pelatihan.
Calon peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim adalah
hakim pada semua lingkungan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung. Secara umum karakteristik hakim
adalah sebagai berikut:
1. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tertentu yang masing-masing berbeda satu sama lain.
2. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui.
3. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang bersifat
praktis, hanya mau memperhatikan dengan baik
apabila materinya dianggap perlu bagi mereka.
4. Pada umumnya lebih suka dihargai daripada
disalahkan.
5. Biasanya membutuhkan suasana yang akrab dengan
menjalin hubungan yang erat.
6. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan mereka.
Sesuai dengan karakteristik hakim diatas, metode
pelatihan yang sesuai adalah metode pendidikan bagi
orang dewasa (andragogy system). Metode pendidikan
bagi orang dewasa yang diperkenalkan Malcolm Knowles
yang beranggapan bahwa orang dewasa mempunyai banyak
pengalaman yang beragam dalam hidupnya. Metode
pendidikan orang dewasa kerap dipertentangkan dengan
metode pendidikan bagi anak (paedagogy system).
Malcolm Knowles menengarahi adanya empat asumsi
pokok dalam pendekatan andragogi:
1. Konsep Diri.
67
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan
diri seseorang bergerak dari ketergantungan total
(realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri
sehingga mampu mandiri dan mengarahkan dirinya
sendiri. Secara umum konsep diri pada orang dewasa
sudah mandiri sehingga orang dewasa membutuhkan
penghargaan dari orang lain sebagai manusia yang
mampu menentukan (self determination) dan
mengarahkan dirinya (self direction). Apabila orang
dewasa tidak diberi kesempatan untuk mengambil
keputusan atas dirinya sendiri, maka akan timbul
penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan.
2. Peran Pengalaman.
Asumsinya adalah setiap individu membutuhkan
proses untuk tumbuh dan berkembang menuju
kematangan. Setiap individu mengalami dan
mengumpulkan berbagai pengalaman hidup sebagai
sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang
bersamaan memberikan dasar untuk belajar dan
memperoleh pengalaman baru. Dalam pelatihan
orang dewasa lebih mengembangkan teknik yang
bertumpu pada pengalaman, atau yang dikenal
dengan “experiential learning cycle” (proses belajar
berdasarkan pengalaman). Hal ini berimplikasi
terhadap pemilihan dan penggunaan metode serta
teknik pelatihan, yang lebih banyak menggunakan
diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori,
kunjungan lapangan, dan melakukan latihan-latihan.
3. Kesiapan Belajar.
Asumsinya bahwa semakin matang individu,
68
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
maka kesiapan belajarnya bukan ditentukan oleh
kebutuhan atau paksaan akademik, tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh beban tugas dan peran sosialnya.
Hal ini membawa implikasi terhadap pilihan materi
belajar dan metode yang digunakan dalam pelatihan,
yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta.
4. Orientasi Belajar.
Orientasi belajar pada orang dewasa berpusat
pada pemecahan masalah yang dihadapi (problem
centered orientation). Bagi orang dewasa, proses
belajar merupakan kebutuhan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari, terutama berkaitan dengan tugas dan fungsinya
sebagai hakim. Hal ini menimbulkan implikasi
terhadap materi belajar yang hendaknya bersifat
praktis dan dapat segera diterapkan.
Empat asumsi dasar diatas menjadi dasar dalam
membangun suasana pembelajaran.
Suasana pelatihan yang perlu dibangun dalam proses
pelatihan dengan metode sistem andragogi adalah sebagai
berikut:
1. Partisipasi aktif yang merata dari semua peserta
Proses belajar pada orang dewasa mensyaratkan
partisipasi aktif dari semua peserta. Peserta harus
mendapat kesempatan untuk memperhatikan,
mendengarkan, berbicara, dan melakukan. Jika
terdapat peserta yang mengalami kesulitan untuk
terlibat dalam proses tersebut, adalah tugas fasilitator
untuk membantunya.
2. Suasana yang saling menghargai
69
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Seseorang dapat belajar dengan lebih baik
dalam suasana yang aman, saling mempercayai dan
menghargai semua pendapat. Kegagalan membangun
kepercayaan akan menimbulkan saling kecurigaan
yang akan membuat proses belajar tidak optimal.
3. Suasana serius tapi santai
Ketegangan yang berlebihan harus bisa dihindari
dalam proses belajar. Seandainya ketegangan terjadi,
fasilitator hendaknya segera mencairkan suasana.
Suasana belajar yang serius tetapi santai, akan lebih
membuka cakrawala belajar.
D. Kurikulum Pelatihan
Kurikulum pelatihan peningkatan kapasitas hakim
secara umum meliputi:
1. Kompetensi peserta yang ingin dicapai.
Kompetensi peserta yang ingin dicapai melalui
pelatihan peningkatan kapasitas hakim dapat
dirumuskansesuaidenganhasilidentifikasikebutuhan
diasumsikan dapat menghasilkan kebutuhan-
kebutuhan peningkatan kapasitas yang diperlukan
bagi hakim untuk menjalankan tugasnya.
Kompetensi peserta yang ingin dicapai melalui
pelatihan peningkatan kapasitas hakim mencakup
kompetensi pada ranah afektif (sikap), pada ranah
psikomotorik (keterampilan), dan pada ranah kognitif
(pengetahuan). Kompetensi pelatihan. Perumusan
kompetensi yang ingin dicapai ini dapat dilakukan
melalui training need assessment (TNA) atau metode
lain yang dipilih. Perumusan kompetensi peserta
70
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
pelatihan peningkatan kapasitas hakim lebih banyak
dirumuskan melalui kegiatan pemetaan laporan
masyarakat yang peserta pelatihan peningkatan
kapasitas hakim disusun menurut jenis pelatihan yang
telah ditetapkan dalam Grand Design Peningkatan
Kapasitas Hakim yaitu Pelatihan KEPPH, Pelatihan
Khusus, dan Pealtihan Tematik. Kompetensi peserta
pelatihan KEPPH lebih menitik-beratkan pada aspek
afektif. Kompetensi peserta pelatihan khusus lebih
menitikberatkan pada aspek psikomotorik. Kompetensi
peserta pelatihan tematik lebih menitikberatkan pada
ranah kognitif.
Secara garis besar, kompetensi peserta pelatihan
peningkatan kapasitas hakim berdasarkan jenis
pelatihan adalah sebagai berikut:
NOJENIS
PELATIHANKOMPETENSI
1 Pelatihan KEPPH a. Memahami KEPPH.b. Menerapkan KEPPH dalam
melaksanakan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari.
c. Menegakkan KEPPH dilingkungan kerjanya.
2 Pelatihan Khusus a. Memahami hukum acara.b. Menerapkan hukum acara untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan memperhatikan KEPPH.
c. Menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
3 Pelatihan Tematik a. Mengetahui perkembangan hukum.b. Mengetahui politik hukum pembuatan
peraturan perundang-undangan yang baru.
c. Menyelesaikan sengketa/perkara dengan melakukan penafsiran dan penemuan hukum.
71
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
2. Tujuan pelatihan.
Tujuan instruksional dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Tujuan instruksional umum.
Tujuan instruksional umum adalah suatu
pernyataan mengenai yang menggambarkan
kemampuan yang harus dimiliki peserta
pelatihan setelah selesai mengikuti pelatihan.
Tujuan instruksional umum merupakan
terjemahan dari “instructional goal”, sedangkan
tujuan instruksional khusus terjemahan dari
“instructional objectives”.
b. Tujuan instruksional khusus.
Tujuan instruksional khusus merupakan
penjabaran dari tujuan instruksional umum secara
lebih specifik dan terukur. Tujuan instruksional
khusus menggambarkan perubahan tingkah laku/
kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta
pelatihan setelah mengikuti setiap jenis dan
materi pelatihan.
Tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus dalam pelatihan peningkatan
kapasitas hakim dirumuskan berdasarkan jenis
pelatihan.
72
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
NOJENIS
PELATIHAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL
UMUM
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS
1 Pelatihan KEPPH
Peserta mampu memahami, menjelaskan, menerapkan butir-butir KEPPH baik dalam menjalankan tugas kedinasan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
a. Peserta mampu memahami dan menjelaskan perkembangan etika profesi hakim yang berlaku secara universal.
b. Peserta mampu menjelaskan sejarah dan urgensi penyusunan KEPPH.
c. Peserta mampu memahami dan menjelaskan butir-butir KEPPH.
d. Peserta mampu menginternalisasikan nilai-nilai KEPPH dalam kepribadiannya.
e. Peserta mampu menerapkan nilai-nilai KEPPH dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
f. Peserta mampu menerapkan nilai-nilai KEPPH dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta mampu berperan aktif dalam upaya menjaga perilaku hakim dan menegakkan pelanggaran KEPPH.
73
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
NOJENIS
PELATIHAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL
UMUM
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS
2 Pelatihan Khusus
Peserta mampu menjelaskan dan melaksanakan hukum acara dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan memperhatikan KEPPH untuk menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
a. Peserta mampu memahami asas-asas dan kaidah-kaidah hukum acara.
b. Peserta mampu menjelaskan hukum acara yang berlaku baik yang bersifat umum maupun hukum acara khusus.
c. Peserta mampu menerapkan hukum acara dengan baik dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
d. Peserta mampu menganalisis penerapan hukum acara dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah dilakukan.
e. Peserta mahir membuat putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
74
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
NOJENIS
PELATIHAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL
UMUM
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS
3 Pelatihan Tematik
Peserta mampu memahami, menganalisis, dan menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan perkembangan hukum baru baik yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun yang hidup dimasyarakat dengan penafsiran dan penemuan hukum.
a. Peserta mampu mengetahui, memahami, menjelaskan, dan menganalisis perkembangan hukum yang hidup di masyarakat.
b. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bidang-bidang hukum tertentu yang relatif baru.
c. Peserta mampu menyelesaikan sengketa atau menangani perkara yang terkait dengan perkembangan hukum.
d. Peserta mampu melakukan penafsiran dan penemuan hukum.
3. Peserta Pelatihan.
Penentuan peserta pelatihan sangat penting
dalam penyelenggaraan suatu pelatihan, apalagi
dalam pelatihan berjenjang. Penentuan peserta dalam
pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilakukan
dengan menetapkan kriteria atau persyaratan
dan jumlah peserta dalam setiap jenis pelatihan.
Kriteria atau persyaratan peserta ditentukan dengan
mempertimbangkan:
a. Kesesuaian dengan tugas pokok hakim.
b. Latar belakang pendidikan atau pelatihan
yang pernah diikuti, khususnya bagi pelatihan
berjenjang.
75
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
c. Pengalaman bekerja sesuai dengan jenis pelatihan.
d. Kriteria khusus, misalnya keterwakilan gender,
membuat makalah, dll.
Sementara jumlah peserta pelatihan ditentukan
berdasarkan tujuan pelatihan. Apabila tujuan pelatihan
lebih menitik-beratkan pada aspek afektif dan
kognitif, maka peserta pelatihan idealnya berjumlah
30 peserta atau paling banyak 35 peserta. Apabila
tujuan pelatihan lebih menitik-beratkan pada aspek
psikmotorik (keterampilan), maka peserta pelatihan
idealnya berjumlah 15-20 peserta, atau paling banyak
25 orang.
NOJENIS
PELATIHANKRITERIA PESERTA
JUMLAH PESERTA
1 Pelatihan KEPPH
1. Hakim pada semua lingkungan peradilan.
2. Telah lulus dari PPC, telah lulus Pelatihan KEPPH I, telah lulus Pelatihan KEPPH II sesuai dengan jenjang pelatihan yang diselenggarakan.
3. Masa kerja 0-5 tahun untuk Pelatihan KEPPH I, masa kerja 5-10 tahun untuk Pelatihan KEPPH II, masa kerja 10-keatas untuk Pelatihan KEPPH III.
4. Memuat makalah yang berkaitan dengan KEPPH.
Paling banyak 35 peserta
2 Pelatihan Khusus
1. Hakim pada semua lingkungan peradilan sesuai dengan Pelatihan Khusus yang diselenggarakan.
2. Telah lulus PPC.3. Masa kerja 0-10 tahun.4. Pernah menjadi anggota majelis
hakim.
Paling banyak 25 peserta
76
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
NOJENIS
PELATIHANKRITERIA PESERTA
JUMLAH PESERTA
3 Pelatihan Tematik
1. Hakim pada semua lingkungan peradilan sesuai dengan tema yang diangkat.
2. Telah lulus PPC.3. Masa kerja 5-15 tahun.4. Memuat makalah yang berkaitan
dengan tema yang diangkat.
Paling banyak 35 peserta.
4. Struktur Program Pelatihan dan Rancangan Pelatihan
Struktur program pelatihan merupakan
rangkaian materi yang akan disampaikan dalam
pelatihan. Rangkaian materi pelatihan disusun dalam
bentuk matrik yang memuat:
a. Materi
Materi pelatihan dapat dikategorikan
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Materi Dasar, yaitu materi yang sebaiknya
diketahui oleh peserta sebagai dasar untuk
memahami materi inti. Materi dasar pada
umumnya bersifat pengetahuan, misalnya
kebijakan atau peraturan perundang-
undangan. Penyampaian materi dasar
yang bersifat kognitif ini dilakukan dengan
metode interaktif dan eksploratif dengan
persentase waktu sebesar 15-20% dari
keseluruhan jumlah jam pembelajaran.
2) Materi inti, yaitu materi yang harus diketahui
peserta untuk mencapai kompetensi yang
harus dicapai setelah pelatihan selesai.
Penyampaian materi dilakukan dengan
berbagai alternatif metode yang mendorong
77
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
terjadinya eksperimentasi dan eksplorasi
oleh peserta. Presentasi materi inti sebesar
60-70% dari keseluruhan jam pembelajaran.
3) Materi penunjang, yaitu materi yang
disampaikan atau dilakukan untuk
menunjang materi inti. Materi penunjang
dalam pelatihan misalnya perkenalan,
orientasi pelatihan, dan rencana tindak
lanjut. Materi penunjang perlu dirancang
sesuai dengan tujuan pelatihan yang
disampaikan dengan berbagai metode untuk
mencairkan suasana pelatihan. Pesentase
materi penunjang sebesar 15-20% dari
keseluruhan jam pembelajaran.
b. Alokasi waktu.
Alokasi waktu menggambarkan kegiatan
pelatihan yakni:
1) Kebijakan (K)/Teori (T) sebesar 40%.
2) Penugasan (P) dan Praktik (Pr) sebesar
60%.
Pembagian alokasi waktu tersebut
disesuaikan dengan bobot materi pelatihan dan
jenis pelatihan yang dilaksanakan.
Materi dan alokasi waktu pelatihan dalam
pelatihan peningkatan kapasitas hakim berdasarkan
jenis pelatihan adalah sebagai berikut:
78
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Struktur Program Pelatihan KEPPH
NO MATERIALOKASI WAKTU
T P PR JUMLAH
A Materi Dasar:1. Etika Profesi2. Etika Profesi Hakim di Dunia
22
--
--
22
JUMLAH 4
B Materi Inti:1. Sejarah Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim di Indonesia.2. Prinsip-Prinsip KEPPH.3. Pelanggaran KEPPH yang berupa
perilaku murni. 4. KEPPH yang berupa beririsan antara
perilaku murni dengan hukum acara5. KEPPH yang berkaitan dengan
hukum acara6. Penanganan Laporan Masyarakat
tentang dugaan pelanggaran KEPPH di Komisi Yudisial.
4
42
2
2
4
-
22
2
2
-
-
-2
2
2
2
4
66
6
6
6
JUMLAH 34
C Materi Penunjang:1. Perkenalan dan Orientasi Belajar2. Rencana Tindak Lanjut dan Evaluasi
Pelatihan
22
--
--
22
JUMLAH 4
JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
42
79
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Struktur Program Pelatihan Khusus
(Contoh: Hukum Acara Pidana)
NO MATERIAlokasi Waktu
T P PR JUMLAH
A Materi Dasar:1. Asas Hukum Acara Pidana2. Peraturan Perundang-undangan dan
Kebijakan tentang Hukum Acara Pidana
22
--
--
22
JUMLAH 4
B Materi Inti:1. Proses Persidangan Perkara Pidana2. Teknik Membaca Berkas.3. Teknik Pemeriksaan Persidangan. 4. Psikologi Hakim dalam Membuat
Putusan.5. Teknik Penafsiran dan Penemuan
Hukum.6. Teknik Membuat Putusan
4242
2
2
2222
2
2
--4-
2
4
64104
6
8
JUMLAH 38
C Materi Penunjang:1. Perkenalan dan Orientasi Belajar2. Rencan Tindak Lanjut dan Evaluasi
Pelatihan
22
--
--
22
JUMLAH 4
JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
46
80
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Struktur Program Pelatihan Tematik
(Contoh: Hukum Ekonomi Syariah)
NO MATERIALOKASI WAKTU
T P PR JUMLAH
A Materi Dasar:1. Perkembangan Ekonomi Syariah.2. Peraturan Perundang-undangan dan
Kebijakan tentang Hukum Ekonomi Syariah
22
--
--
22
JUMLAH 4
B Materi Inti:1. Hukum Perbankan Syariah.2. Hukum Asuransi Syariah. 3. Hukum Pegadaian Syariah.4. Sengketa Ekonomi Syariah.5. Proses Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah
44444
22222
---22
666810
JUMLAH 34
C Materi Penunjang:1. Perkenalan dan Orientasi Belajar2. Rencan Tindak Lanjut dan Evaluasi
Pelatihan
22
--
--
22
JUMLAH 4
JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
42
5. Proses Pelatihan
Proses pelatihan merupakan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran yang dimulai dari pembukaan
yang dilanjutkan dengan langkah-langkah kegiatan
yang lain sampai dengan penutupan. Proses pelatihan
peningkatan kapasitas hakim yang terdiri dari
Pelatihan KEPPH, Pelatihan Khusus, dan Pelatihan
Tematik secara umum dapat digambarkan dalam
bentuk diagram dibawah ini.
81
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
6. Modul Pelatihan.
Modul pelatihan merupakan uraian terkecil
dari setiap materi pembelajaran yang disusun sesuai
dengan tujuan pelatihan yang dilengkapi dengan
langkah-langkah/aktivitas pembelajaran, bahan
bacaan/bahan ajar, petunjuk (penugasan, diskusi,
studi kasus), evaluasi. Modul pelatihan berfungsi untuk
membantu fasilitator/narasumber menyampaikan
materi pelatihan dalam proses pembelajaran
secara terperinci. Modul pelatihan memuat: uraian
singkat materi, tujuan pembelajaran umum, tujuan
pembelajaran khusus, pokok bahasan dan atau sub
PEMBUKAAN
KETERAMPILAN:Penerapan KEPPH, Membuat
Putusan, Penanganan Sengketa.METODE:
Simulasi, Studi Kasus, Dll.
PERKENALAN, ORIENTASI BELAJAR DAN KONTRAK BELAJAR
(Metode: Diskusi dan Game)
PENYAMPAIAN MATERI
PENGETAHUAN:Teori dan Kebijakan.
METODE:Ceramah, Curah Pendapat,
Diskusi.
PRAKTIK KASUS NYATA DALAM KELAS
EVALUASI
PENUTUPAN
82
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
pokok bahasan, aktivitas pembelajaran, bahan ajar,
referensi, dan lampiran (jika diperlukan). Kerangka
atau acuan dalam menyusun modul pelatihan Garis-
garis besar program pembelajaran (GBPP).
Contoh Garis-Garis Besar Program
Pembelajaran
NO KOMPONEN URAIAN KOMPONEN
1 Materi Psikologi Hakim
2 Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti materi ini, Peserta mampu menentukan faktor-faktor yang meringankan/memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan para hakim pada saat menjatuhkan putusan dalam perkara pidana.
3 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah materi selesai, Peserta mampu:a. Menjelaskan faktor-faktor meringankan/
memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim pada saat menjatuhkan putusan terhadap seseorang.
b. Menerapkan faktor-faktor tersebut dalam suatu kasus.
c. Mengembangkan berbagai strategi untuk menggali faktor-faktor yang meringankan/memberatkan terdakwa.
4 Pokok BahasanSub Pokok Bahasan
Faktor-faktor yang meringankan/memberatkan dalam menjatuhkan putusan.a. Faktor yang meringankan terdakwa;b. Faktor yang memberatkan terdakwa;c. Strategi dalam melindungi terdakwa.
5 Waktu 4 JPL
6 Metode Curah pendapat, diskusi, simulasi, dan studi kasus.
7 Media Makalah, Skenario, Simulasi, Kasus.
8 Alat Bantu Kertas, alat tulis, penataan ruangan, alat persidangan.
9 Referensi KUHP, KUHAP, Buku-buku hukum acara pidana.
83
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
Judul Modul
(Modul Pelatihan Khusus)
Bab I. Deskripsi Singkat
Bab II. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran Umum
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Bab III. Pokok Bahasan dan atau Sub Pokok
Bahasan
Bab IV. Aktivitas Pembelajaran
Bab V. Bahan Ajar
Bab VI. Referensi
Bab VII. Lampiran
85
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB III
PENYELENGGARAAN PELATIHAN
A. Persiapan
Persiapan pelatihan dimulai dari kegiatan penyusunan
organisasi pelaksana pelatihan sampai dengan persiapan
pembukaan pelatihan. Kegiatan pada tahap persiapan ini
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi meliputi kegiatan
pembentukan panitia pelaksana, penyiapan
administrasi keuangan, dan penyiapan berkas atau
dokumen pelatihan. Panitia pelaksana pelatihan
hakim dapat dibentuk dari internal Komisi Yudisial
dan atau melibatkan pihak Mahkamah Agung dalam
hal ini Pengadilan Tinggi. Komisi Yudisial sebagai
panitia nasional dan pihak Pengadilan Tinggi sebagai
panitia lokal. Persiapan administrasi pelatihan,
meliputi kegiatan:
a. Penyusunan kerangka acuan kegiatan.
Kerangka acuan kerja merupakan
rancangan kegiatan pelatihan sebagai dasar
pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk
menentukan persetujuan kegiatan pelatihan yang
akan dilakukan.
b. Pembentukkan panitia pelaksa.
Panitia pelaksana pelatihan peningkatan
kapasitas hakim terdiri dari panitia pusat dan
panita lokal. Susunan kepanitiaan tersebut
dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas
86
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
sehingga dapat menjalankan tugasnya secara
efektif dan efisien. Panitia pelaksana kegiatan
pelatihan hakim ini bertanggungjawab kepada
Komisi Yudisial.
c. Penyiapan administrasi keuangan.
Penyiapan administrasi keuangan
dan penggunaan keuangan dilakukan untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan pelatihan
peningkatan kapasitas hakim, maka setiap akan
dilaksanakan pelatihan harus menyusun Rencana
Anggaran Belanja (RAB) terlebih dahulu.
Penyusunan administrasi keuangan meliputi:
1) Pembuatan RAB pelatihan;
2) Penyesuaian RAB dengan ketersediaan
anggaran pada POK;
3) Penyampaian RAB kepada Kepala Biro;
4) Penyampaian RAB kepada PPK;
5) Pembuatan costsheet (Lembar biaya)
pelaksanaan pelatihan;
6) Penyampaian costsheet (Lembar biaya)
pelaksanaan pelatihan kepada PPK;
7) Penyampaian costsheet (Lembar biaya)
kepadaVerifikator;
8) Penyampaian costsheet kepada Bendahara;
9) Pencairan anggaran.
d. Penyiapan berkas pelatihan.
Berkas pelatihan yang harus disiapkan
sekurang-kurangnya meliputi:
1) Pembuatan SK Sekretaris Jenderal RI
mengenai Panita Pelaksana Kegiatan
87
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
Pelatihan;
2) Pembuatan surat persetujuan pelaksanaan
pelatihan kepada Ketua Bidang SDM,
Penelitian dan Pengembangan Komisi
Yudisiaol, yang berisikan: tanggal, tempat,
fasilitator, narasumber, serta tema dan
materi pelatihan;
3) Pembuatan surat permohonan peserta,
kesediaan untuk membuka pelatihan,
menjadi keynote speech, narasumber,
fasilitator dan menutup acara;
4) Berkaslembarkonfirmasikehadiran;
5) Pembuatan daftar hadir peserta;
6) Pembuatan lembar evaluasi;
7) Pembuatan lembar penilaian.
2. Persiapan Teknis
Persiapan pelatihan yang tidak kalah
pentingnya adalah persiapan teknis yang meliputi
persiapan peserta pelatihan, persiapan fasilitator dan
narasumber, persiapan bahan pelatihan, persiapan
sarana dan prasarana pelatihan, serta persiapan
pembukaan.
Penyelenggara pelatihan perlu menyiapkan
peserta pelatihan yang mencakup jumlah peserta,
kualifikasi peserta, asal peserta, dan persyaratan
lainnya yang diperlukan. Secara rinci persipan peserta
pelatihan terdiri dari:
a. Penentuan kriteria, persyaratan, dan jumlah
peserta.
b. Koordinasi dengan Mahkamah Agung (Badiklat
88
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
Kumdil MA) untuk mengkoordinasikan peserta
pelatihan dengan lingkungan peradilan di
bawahnya.
c. Konfirmasi kepada lingkungan peradilan
mengenai penugasan peserta pelatihan.
d. Konfirmasikehadiranpeserta.
Penyelenggara pelatihan juga harus
mempersiapkan tenaga fasilitator dan narasumber.
Tenaga fasilitator harus mempunyai kualifikasi
tertentu yang mampu mengelola pelatihan dengan
baik sehingga pelatihan dapat berjalan dengan lancar
sesuai dengan tujuan pelatihan. Penyelenggara juga
harus menentukan dan memastikan narasumber yang
sesuai dengan materi yang akan disampaikan dengan
menggunakan metode yang telah ditentukan. Secara
rinci langkah dalam mempersiapkan fasilitator dan
narasumber adalah sebagai berikut:
a. Mendata calon fasilitator dan nara sumber yang
sesuai dengan materi pelatihan.
b. Menentukan fasilitator dan narasumber
yang sesuai dengan materi pelatihan, dengan
mempersipakan fasilitator dan narasumber
alternatif.
c. Konfirmasikesediaanfasilitatordannarasumber. Persiapan teknis selanjutnya adalah
mempersiapkan bahan pelatihan. Penyelenggara
bersama dengan fasilitator mengkoordinasikan bahan
pelatihan. Bahan pelatihan dapat berupa modul
pelatihan, referensi wajib yang harus disiapkan
peserta, dan bahan ajar yang disiapkan narasumber.
89
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
Langkah persiapan bahan pelatihan secara rinci
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan materi pelatihan.
b. Menyiapkan modul pelatihan dan bahan pelatihan
yang lain seperti studi kasus, soal pre test, skenario
peragaan, dll.
c. Mensyaratkan kepada peserta untuk membawa
bahan bacaan yang diwajibkan sesuai dengan
materi pelatihan, misalnya peserta harus
membawa KEPPH, KUHAP, KUHAPer, dll.
d. Meminta kepada narasumber untuk menyerahkan
makalah terhitung 5 hari sebelum pelatihan
dimulai.
e. Mengkompilasikan dan menggandakan bahan
materi pelatihan.
Persiapan teknis yang tidak boleh dilupakan
adalah persiapan sarana dan prasarana pelatihan.
Persiapan sarana dan prasarana pelatihan mencakup:
tempat pelatihan, jadwal pelatihan definitif, bahan
dan peralatan praktek, alat bantu pengajaran, alat tulis
untuk pelatihan, akomodasi dan konsumsi, tempat
praktek, dan dokumentasi. Langkah persiapan sarana
dan prasarana pelatihan secara rinci adalah sebagai
berikut:
a. Peninjauan lokasi (advance) pelaksanaan
pelatihan untuk pengecekan ketersediaan kamar
dan ruangan pelaksanan pelatihan dan negosiasi
harga.
b. Memeriksa sarana dan prasarana yang tersedia.
c. Koordinasi dengan pihak terkait, seperti:
90
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
Pengadilan Tinggi setempat, Pemerintah Daerah
setempat, dan Pengelola tempat pelatihan.
Persiapan teknis yang terakhir adalah persiapan
pembukaan pelatihan. Pembukaan pelatihan sangat
penting untuk dipersiapkan karena akan menimbulkan
kesan pertama mengenai pelaksanaan pelatihan.
Dalam mempersiapkan pembukaan pelatihan, hal-hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Memastikan kehadiran pejabat yang terlibat
dalam pembukaan pelatihan.
b. Menentukan pembagian tugas pembukaan
pelatihan. (seperti: pembawa acara, derijen,
protokoler, petugas dokumentasi, dll.).
c. Mempersiapkan ruangan pembukaan pelatihan
(podium, tempat duduk, dll.).
d. Menyiapkan perlengkapan pembukaan pelatihan
(palu, speaker, dll.).
B. Pelaksanaan
Pelaksanaan pelatihan merupakan rangkaian kegiatan
mulai dari pembukaan pelatihan yang dilanjutkan dengan
proses pembelajaran sampai dengan penutupan pelatihan.
1. Pembukaan Pelatihan
Pembukaan pelatihan merupakan serangkaian
kegiatan yang terdiri dari acara pembukaan dan
pengarahan umum atau keynote speech. Pembukaan
pelatihan pada umumnya dilakukan secara formal oleh
Ketua Komisi Yudisial, namun dalam rangkaian acara
pembukaan sebelumnya dilakukan laporan panitia,
91
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
sambutan-sambutan, dilanjutkan pembukaan secara
resmi oleh Komisi Yudisial. Masih dalam rangkaian
acara pembukaan, jika dipandang perlu dapat diisi
dengan ceramah umum atau keynote speech yang
disampaikan oleh pakar yang kompeten.
2. Proses Pelatihan
Proses pelatihan peningkatan kapasitas hakim
ini dilakukan didalam kelas dan dimungkinkan
diluar kelas sesuai dengan jenis pelatihan dan materi
yang disampaikan. Pelatihan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pendidikan untuk orang
dewasa.
Proses pelatihan diawali dengan perkenalan,
orientasi pelatihan, dilanjutkan dengan penjelasan
tata tertib pelatihan. Kegiatan kemudian dilanjutkan
dengan penyampaian materi oleh narasumber sesuai
dengan kurikulum dan modul yang telah disediakan.
Setelah semua materi pelatihan disampaikan
dilakukan evaluasi pelatihan secara bersama-sama
dengan peserta.
Selama pelatihan berlangsung perlu dibangun
suasana kondusif baik antar peserta, peserta dengan
fasilitator maupun dengan narasumber. Fasilitator
bertanggungjawab untuk membangun suasana
pelatihan yang memungkinkan para peserta dapat
secara bebas mengemukakan pendapat dan saling
tukar pengalaman.
Setiap agenda kegiatan pada proses pelaksanaan
pelatihan didokumentasikan dan diadministrasikan
untuk keperluan penilaian peserta, evaluasi kegiatan,
92
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
dan pertanggungjawaban pelaksanaan pelatihan
hakim.
3. Penutupan Pelatihan
Penutupan pelatihan merupakan acara formal
sebagai tanda telah berakhirnya pelatihan. Pelatihan
secara resmi ditutup oleh Komisi Yudisial. Sebelum
dilakukan penutupan secara resmi, dalam rangkaian
acara penutupan juga terdapat sambutan-sambutan
dari pejabat yang terkait dalam pelaksanaan pelatihan.
Sebelum dilakukan penutupan secara resmi, pada
umumnya diumumkan hasil penilaian terhadap
peserta pelatian atau sekurang-kurangnya tiga peserta
terbaik.
C. Pelaporan
Pelaporan pelatihan merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban pelaksanaan pelatihan. Laporan
pelatihan disusun Penyelenggara Pelatihan yang memuat:
1. Laporan kegiatan
Laporan kegiatan disusun dengan sistematika:
Bab I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Keluaran/Output
d. Sistematika Laporan
Bab II. Pelaksanaan Kegiatan
a. Rancangan pelaksanaan pelatihan yang memuat:
peserta, materi pelatihan, fasilitator dan
narasumber, alokasi waktu pelatihan, dan tempat
pelatihan, serta rencana anggaran biaya.
93
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
b. Realisasi pelaksanaan pelatihan yang memuat:
materi pelatihan, fasilitator dan narasumber,
alokasi waktu pelatihan, aktivitas pelatihan, dan
tempat pelatihan, realisasi anggaran biaya.
c. Kepanitian.
Bab III. Evaluasi dan Penilaian
a. Materi.
b. Fasilitator.
c. Narasumber.
d. Panitia.
Bab IV. Analisis Hasil Pelatihan
a. Analisis capaian tujuan pelatihan.
b. Analisis terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan.
Bab V. Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Lampiran-lampiran:
a. Daftar Peserta Pelatihan.
b. Absensi peserta pelatihan.
c. Sususnan Acara Pelatihan.
d. Penilaian terhadap Peserta Pelatihan.
e. Dokumentasi Kegiatan Pelatihan.
2. Laporan keuangan.
Laporan keuangan disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Rancangan Anggaran Biaya
Bab III. Realisasi Penggunaan Anggaran
Bab IV. Analisis Penggunaan Anggaran
Bab V. Penutup
94
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
Lampiran (bukti-bukti penggunaan anggaran)
95
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB IV
STANDARD MUTU
Standard mutu pelatihan merupakan kriteria minimal
mengenai sistem pelatihan yang harus dipenuhi dalam setiap
pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Standard
mutu pelatihan berfungsi untuk menjamin dan mengendalikan
mutu pelatihan peningkatan kapasitas hakim secara tepat guna
dan tepat sasaran sehingga dapat menghasilkan hakim yang
bersih, jujur, dan profesional. Standard mutu pelatihan meliputi:
A. Standard Isi
Standard isi merupakan kriteria minimal yang
berkaitan dengan materi pelatihan yang harus disampaikan
kepada peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim
sesuai dengan jenis pelatihan masing-masing yang diperinci
dalam:
1. Kurikulum
a. Kurikulum disusun bersama oleh Komisi Yudisial
dan tim pakar yang mempunyai kompetensi di
bidang tertentu sesuai tema dan materi terkait;
b. Kurikulum harus memuat standar kompetensi
lulusan yang terstruktur yang mendukung
tercapainya tujuan pelatihan peningkatan
kapasitas hakim;
c. Kurikulum memuat latar belakang setiap jenis
pelatihan, kompetensi peserta setelah mengikuti
pelatihan, tujuan instruksional pelatihan, kriteria
dan persyaratan peserta, struktur program
pelatihan, proses pembelajaran, garis-garis besar
96
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
program pembelajaran atau silabus, media dan
alat bantu pembelajaran, dan referensi yang
digunakan;
d. Penyusunan kurikulum disesuaikan dengan jenis
pelatihan peningkatan kapasitas hakim, yaitu:
1) Pelatihan KEPPH
a) Kurikulum pelatihan KEPPH disusun
berdasarkan tujuan peningkatan
kapasitas hakim yang tertuang dalam
Grand Design Peningkatan Kapasitas
Hakim yaitu meningkatkan komitmen
hakim terhadap pemahaman,
penerapan, dan penegakkan KEPPH
baik dalam pelaksanaan tugas hakim
didalam kedinasan maupun dalam
kehidupan sehari-hari diluar kedinasan;
b) Kurikulum pelatihan KEPPH disusun
berdasarkan hasil pemetaan laporan
masyarakat kepada Komisi Yudisial
terkait dugaan pelanggaran KEPPH
yang dilakukan hakim.
2) Pelatihan Khusus
a) Kurikulum pelatihan khusus disusun
berdasarkan tujuan peningkatan
kapasitas hakim yang tertuang
dalam Grand Design Peningkatan
Kapasitas Hakim yaitu meningkatkan
pengetahuan hukum para hakim pada
aspek keterampilan hakim dalam
melaksanakan tugas memeriksa,
97
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
mengadilli dan memutus perkara;
b) Kurikulum pelatihan khusus disusun
berdasarkan inventarisasi kebutuhan
keterampilan hakim yang perlu
ditingkatkan dalam memeriksa,
mengadili dan memutus perkara yang
dihasilkan dari pemetaan laporan
masyarakat, dokumen riset yang pernah
dilakukan, atau need assessment
khusus.
3) Pelatihan Tematik
a) Kurikulum pelatihan tematik disusun
berdasarkan tujuan peningkatan
kapasitas hakim yang tertuang
dalam Grand Design Peningkatan
Kapasitas Hakim yaitu meningkatkan
pengetahuan hukum hakim pada
aspek kognitif untuk meningkatkan
pengetahuan hakim terhadap
perkembangan hukum yang hidup di
masyarakat;
b) Kurikulum pelatihan tematik
disusun berdasarkan dinamika
perkembangan hukum di masyarakat
dan permasalahan baru tentang hukum
yang perlu diperbaharui;
e. Setiap kelompok materi dilaksanakan secara
komprehensif sehingga pembelajaran masing-
masing kelompok materi mempengaruhi
pemahaman dan/atau penghayatan peserta
98
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
pelatihan;
f. Kurikulum dijabarkan lebih lanjut dalam Modul
Pelatihan.
g. Kurikulum pelatihan peningkatan kapasitas
hakim harus ditinjau ulang dalam kurun waktu
paling lama 10 tahun untuk menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan
hakim;
2. Beban Belajar
a. Beban Belajar Pelatihan KEPPH
Pengaturan beban belajar untuk pelatihan KEPPH
terdiri dari:
1) Kegiatan tatap muka
a) Kegiatan tatap muka berupa proses
interaksi antara peserta pelatihan
dengan narasumber/fasilitator di ruang
pelatihan atau ruang kelas;
b) Metode tatap muka terdiri dari:
ceramah pemaparan materi (one way
system), diskusi dan/atau tanya jawab,
diskusi kelompok, dan studi kasus
(legal case);
c) Narasumber/fasilitator diberikan
alokasi waktu untuk memaparkan
materi paling banyak 90 menit;
d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan
alokasi waktu sekurang-kurangnya 60
menit.
2) Penugasan terstruktur
a) Penugasan terstruktur disiapkan
99
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
oleh fasilitator sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Tugas dikerjakan dalam lingkup
pelatihan diluar dari kegiatan tatap
muka;
c) Alokasi waktu untuk penugasan
terstruktur disesuaikan dengan
kebutuhan pelatihan.
3) Peragaan
a) Peragaan adalah cara penyajian materi
pelatihan dengan alat peraga yang
bertujuan untuk membantu peserta
agar lebih mudah memahami materi
yang disampaikan oleh narasumber/
fasilitator;
b) Peragaan digunakan secara fleksibel
sesuai dengan materi dan metode yang
disiapkan narasumber atau fasilitator;
c) Alokasi waktu untuk peragaan
disesuaikan dengan kebutuhan.
4) Emotional Spiritual Quotient (ESQ)
a) ESQ diberikan dengan tujuan
untuk membangun kesadaran
peserta sehingga peserta mampu
menginternalisasikan nilai-nilai
KEPPH dalam kepribadiannya;
b) Alokasi waktu yang ditetapkan untuk
ESQ sekurang-kurangnya 120 menit.
5) Diskusi kelompok
a) Diskusi kelompok diberikan dengan
100
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
tujuan: untuk mengembangkan
kemampuan peserta pelatihan
untuk berpikir kritis, saling bertukar
pengalaman, dan saling bertugar
pendapat;
b) Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok untuk mendiskusikan
kasus-kasus tertentu yang telah dibuat
penyelenggara;
c) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok
sekurang-kurangnya 60 menit.
6) Pre test
a) Pre test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman peserta
terhadap materi sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Alokasi waktu untuk pre test sekurang-
kurangnya 30 menit.
7) Post test
a) Post test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman
peserta terhadap materi yang telah
disampaikan;
b) Alokasi waktu untuk post test sekurang-
kurangnya 30 menit.
b. Beban belajar Pelatihan Tematik
Pengaturan beban belajar untuk pelatihan tematik
terdiri dari:
1) Kegiatan tatap muka
a) Kegiatan tatap muka berupa proses
101
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
interaksi antara peserta pelatihan
dengan narasumber/fasilitator;
b) Kegiatan tatap muka terdiri atas
pemaparan materi, diskusi dan/atau
tanya jawab;
c) Narasumber/fasilitator diberikan
alokasi waktu untuk memaparkan
materi paling banyak 90 menit;
d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan
alokasi waktu selama 60 menit.
2) Penugasan terstruktur
a) Penugasan terstruktur disiapkan
oleh fasilitator sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Tugas dikerjakan dalam lingkup
pelatihan diluar dari kegiatan tatap
muka;
c) Alokasi waktu untuk penugasan
terstruktur disesuaikan dengan
kebutuhan.
3) Peragaan
Peragaan adalah cara penyajian materi
pelatihan dengan peragaan yang bertujuan
untuk membantu peserta agar lebih
memahami materi yang disampaikan oleh
narasumber;
a) Peragaan dilakukan secara fleksibel
sesuai kebutuhan dari narasumber;
b) Kegiatan peragaan dapat dilakukan
dengan memperagakan misalnya cara
102
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
kerja dan perilaku;
c) Alokasi waktu yang ditetapkan untuk
peragaan adalah sesuai kebutuhan.
4) Diskusi kelompok
a) Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok untuk mendiskusikan soal
kasus-kasus tertentu yang telah dibuat
oleh Komisi Yudisial;
b) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok
sekurang-kurangnya 60 menit.
5) Pre test
a) Pre test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman peserta
terhadap materi sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Alokasi waktu untuk pre test sekurang-
kurangnya 30 menit.
6) Post test
a) Post test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman
peserta terhadap materi yang telah
disampaikan;
b) Alokasi waktu untuk post test sekurang-
kurangnya 30 menit.
c. Beban belajar Pelatihan Khusus
Pengaturan beban belajar untuk pelatihan khusus
terdiri dari:
1) Kegiatan tatap muka
a) Kegiatan tatap muka berupa proses
interaksi antara peserta pelatihan
103
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
dengan narasumber/ fasilitator;
b) Kegiatan tatap muka terdiri atas
pemaparan materi, diskusi dan/atau
tanya jawab;
c) Narasumber/ fasilitator diberikan
alokasi waktu untuk memaparkan
materi paling banyak 90 menit;
d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan
alokasi waktu sekurang-kurangnya 60
menit.
2) Penugasan terstruktur
a) Penugasan terstruktur disiapkan
oleh fasilitator sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Alokasi waktu untuk penugasan
terstruktur disesuaikan dengan
kebutuhan.
3) Peragaan
a) Peragaan adalah cara penyajian materi
pelatihan dengan peragaan yang
bertujuan untuk membantu peserta
agar lebih memahami materi yang
disampaikan oleh narasumber;
b) Peragaan dilakukan secara fleksibel
sesuai kebutuhan dari narasumber/
fasilitator;
c) Alokasi waktu untuk peragaan
disesuaikan dengan kebutuhan.
4) Diskusi kelompok
a) Peserta dibagi menjadi beberapa
104
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
kelompok untuk mendiskusikan soal
kasus-kasus tertentu yang telah dibuat
oleh Komisi Yudisial;
b) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok
sekurang-kurangnya 60 menit.
5) Pre test
a) Pre test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman peserta
terhadap materi sebelum pelatihan
dilaksanakan;
b) Alokasi waktu untuk pre test adalah 30
menit.
5) Post test
a) Post test diberikan dengan tujuan
untuk mengukur pemahaman
peserta terhadap materi yang telah
disampaikan;
b) Alokasi waktu untuk post test sekurang-
kurangnya 30 menit.
2. Kalender Pelatihan
Kalender pelatihan meliputi penentuan tanggal dan
tempat pelatihan berdasarkan persetujuan Ketua
Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi
Yudisial.
B. Standard Proses
Standar proses mencakup persiapan, pelaksanaan, penilaian,
sarana dan prasarana, serta pembiayaan.
1. Persiapan
Persiapan pelatihan meliputi persiapan administratif,
105
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
persiapan teknis, persiapan materi, dan persiapan
tenaga pendidik.
a. Persiapan administratif
1) Pembentukan Panitia Pelaksana
Panitia pelaksana terdiri atas panitia pusat,
dan untuk mendukung kelancaran kegiatan
pelatihan dapat dibentuk panitia lokal.
a) Panitia Pusat
• Panitia Pusat adalah panitia yang
berasal dari lingkungan Sekretariat
Komisi Yudisial;
• Panitia pusat harus memiliki
kompetensi:
• dapat mengoperasikan komputer;
• mampu bekerjasama dalam tim;
• memiliki inisiatif tinggi dan
dinamis;
• kreatif;
• komunikatif.
• Susunan kepanitiaan harus
disesuaikan dengan sistem yang
berlaku dalam administrasi
kepegawaian;
• Susunan kepanitiaan dilengkapi
dengan pembagian tugas yang
jelas sehingga dapat menjalankan
tugasnyasecaraefektifdanefisien;
• Panitia pusat dibentuk sekurang-
kurangnya 40 hari kerja sebelum
pelaksanaan pelatihan.
106
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
b) Panitia Lokal
• Panitia lokal adalah panitia
yang berasal dari pihak terkait
di tempat pelatihan tersebut
diselenggarakan;
• Panitia lokal harus memiliki
kompetensi:
• mampu bekerjasama dalam tim;
• memiliki inisiatif tinggi dan
dinamis;
• komunikatif
• Panitia lokal dapat berasal dari
lingkungan peradilan atau pihak
lainnya yang terkait dengan
pelaksanaan pelatihan;
• Susunan kepanitiaan dilengkapi
dengan pembagian tugas yang
jelas sehingga dapat menjalankan
tugasnyasecaraefektifdanefisien;
• Panitia lokal dibentuk sekurang-
kurangnya 20 hari kerja sebelum
pelaksanaan pelatihan.
2) Persiapan Berkas Administrasi Pelatihan
a) Persiapan berkas administrasi
pelatihan perlu dilakukan dengan
matang sebelum dilaksanakannya
pelatihan;
b) Panitia pelaksana pelatihan sudah
harus menyiapkan berkas administrasi
pelatihan sekurang-kurangnya,
107
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
meliputi:
• surat permohonan peserta.
• surat permohonan narasumber.
• surat permohonan fasilitator.
• lembarkonfirmasinarasumber.
• form curriculum vitae narasumber.
• lembarkonfirmasipeserta.
• kuesioner/lembar evaluasi.
• formulir penilaian.
• daftar hadir peserta.
• dan berkas-berkas lain yang
relevan dengan kegiatan pelatihan.
3) Persiapan Administrasi Keuangan
a) Penyiapan administrasi keuangan
sangat penting untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan pelatihan.
b) Panitia pelaksana perlu menyiapkan
administrasi keuangan sedini
mungkin paling lambat 5 hari sebelum
pelaksanaan pelatihan.
c) Penggunaan keuangan pelatihan
dilakukan dan dilaporkan secara
transparan dan akuntabel.
d) Tahapan administrasi keuangan
meliputi:
• Pembuatan RAB pelatihan;
• Penyesuaian RAB dengan
ketersediaan anggaran pada POK;
• Penyampaian RAB kepada PPK;
• Pembuatan cost sheet (lembar
108
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
biaya) pelaksanaan pelatihan;
• Penyampaian cost sheet (lembar
biaya) pelaksanaan pelatihan
kepada PPK;
• Penyampaian cost sheet (lembar
biaya)kepadaverifikator;
• Penyampaian cost sheet kepada
bendahara;
• Pencairan anggaran.
b. Persiapan Teknis
Persiapan teknis mencakup persiapan peserta
pelatihan, persiapan fasilitator dan narasumber,
persiapan bahan pelatihan, persiapan sarana dan
prasarana pelatihan, serta persiapan pembukaan.
1) Persiapan peserta
a) Penentuan kriteria, persyaratan, dan
jumlah peserta.
b) Koordinasi dengan Mahkamah
Agung (Badiklat Kumdil MA) untuk
mengkoordinasikan peserta pelatihan
dengan lingkungan peradilan
dibawahnya.
c) Konfirmasi kepada lingkungan
peradilan mengenai penugasan peserta
pelatihan.
d) Konfirmasikehadiranpeserta.
2) Persiapan tenaga pendidik yang terdiri dari
fasilitator dan narasumber.
a) Fasilitator
• Fasilitator berasal dari tenaga ahli
109
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
dan atau task force dilingkungan
Sekretariat Komisi Yudisial;
• Fasilitator harus sudah mengikuti
Trainer of Trainer (ToT) yang
diselenggarakan oleh Komisi
Yudisial.
b) Narasumber
• Narasumber harus memiliki
kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen
pembelajaran, serta mempunyai
pengalaman dibidang hukum;
• Narasumber berasal dari praktisi
dan/atau akademisi;
• Narasumber dari internal Komisi
Yudisial harus sudah mengikuti
Trainer of Trainer (ToT) yang
diselenggarakan oleh Komisi
Yudisial;
• Narasumber harus menyampaikan
materi yang telah disiapkan dan
merangsang diskusi peserta.
3) Persiapan bahan
a) Menentukan materi pelatihan.
b) Menyiapkan modul pelatihan dan
bahan pelatihan yang lain seperti studi
kasus, soal pre test, skenario peragaan,
dll.
c) Mensyaratkan kepada peserta untuk
membawa bahan bacaan yang
110
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
diwajibkan sesuai dengan materi
pelatihan, misalnya peserta harus
membawa KEPPH, KUHAP, KUHAPer,
dll.
d) Meminta kepada narasumber untuk
menyerahkan makalah terhitung 5 hari
sebelum pelatihan dimulai.
e) Mengkompilasikan dan menggandakan
bahan materi pelatihan.
4) Persiapan sarana dan prasarana
a) Peninjauan lokasi (advance)
pelaksanaan pelatihan untuk
pemeriksaan ketersediaan kamar dan
ruangan pelaksanaan pelatihan dan
negosiasi harga.
b) Memriksa sarana dan prasarana yang
tersedia.
c) Koordinasi dengan pihak terkait,
seperti Pengadilan Tinggi setempat,
Pemerintah Daerah setempat, dan
Pengelola tempat pelatihan.
5) Persiapan pembukaan.
a) Memastikan kehadiran pejabat yang
terlibat dalam pembukaan pelatihan.
b) Menentukan pembagian tugas
pembukaan pelatihan, seperti pembawa
acara, derijen, protokoler, petugas
dokumentasi, dll.
c) Mempersiapkan ruangan pembukaan
pelatihan (podium, tempat duduk, dll.).
111
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
d) Menyiapkan perlengkapan pembukaan
pelatihan (palu, speaker, dll.).
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan pelatihan sekurang-kurangnya meliputi
registrasi peserta, pembukaan, orientasi pelatihan, pre
test, pemaparan materi, diskusi/tanya jawab materi,
diskusi kelompok, pengisian kuesioner, post test dan
penutupan.
a. Registrasi Peserta
1) Registrasi Peserta dilakukan sebelum
pembukaan;
2) Registrasi dimaksudkan untuk mendata
ulang para peserta pelatihan.
b. Pembukaan
Rangkaian acara pembukaan sekurang-kurangnya
terdiri atas:
1) Sambutan Ketua Mahkamah Agung atau
yang mewakili;
2) Pembukaan secara resmi oleh Ketua atau
Wakil Ketua Komisi Yudisial atau yang
mewakili;
c. Pengantar Pelatihan/Orientasi Pelatihan
1) Pengantar pelatihan dilakukan setelah
pembukaan dan sebelum materi pelatihan
disampaikan;
2) Pengantar pelatihan sekurang-kurangnya
terdiri dari:
a) perkenalan peserta;
b) perkenalan fasilitator;
c) penjelasan proses pelatihan;
112
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
d) pembacaan tata tertib pelatihan.
d. Pre Test
1) Pre Test dilakukan setelah pengantar
pelatihan dan sebelum materi pelatihan
disampaikan;
2) Pre Test dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan pemahaman awal
para peserta terhadap pokok bahasan materi
yang akan disampaikan dalam pelatihan;
e. Pemaparan Materi
Setiap narasumber/trainer harus memaparkan
materi sesuai dengan pokok bahasan dan waktu
yang telah ditentukan;
f. Diskusi/Tanya Jawab Materi
Dalam setiap pemaparan materi, peserta
diberikan kesempatan untuk tanya jawab dengan
narasumber/trainer dan/atau diskusi dengan
narasumber/trainer atau peserta lainnya terkait
dengan pokok bahasan materi yang sedang
diberikan;
g. Diskusi Kelompok
1) Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk melakukan diskusi;
2) Bahan diskusi dapat berupa kasus-kasus
terkait KEPPH atau kasus lainnya yang
relevan dengan tema pelatihan;
h. Pengisian Kuesioner
1) Para peserta diwajibkan mengisi kuesioner
yang telah dibuat oleh panitia;
2) Kuesioner sekurang-kurangnya berisi
113
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
tentang pertaanyaan-pertanyaan terkait
penilaian peserta terhadap materi,
narasumber/trainer, fasilitator, panitia
pelaksana, akomodasi, masukan/saran
peserta terkait pelatihan atau kegiatan
peningkatan kapasitas hakim;
3) Kuesioner dimaksudkan sebagai bahan
evaluasi Komisi Yudisial terhadap pelatihan.
i. Post Test
1) Setelah semua pokok bahasan materi
diberikan, peserta diwajibkan mengikuti
post test;
2) Bahan post test berasal dari materi-materi
yang telah disampaikan dalam pelatihan;
3) Post test dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan pemahaman
peserta terhadap materi-materi yang telah
disampaikan.
j. Penutupan
1) Rangkaian acara penutupan sekurang-
kurangnya terdiri atas evaluasi pelatihan,
pengumuman hasil penilaian terhadap
peserta, dan penutupan secara resmi;
2) Evaluasi pelatihan dapat dilakukan oleh
pihak lain yang terkait;
3) Pengumuman hasil penilaian terhadap
peserta sekurang-kurangnya 3 peserta
terbaik.
4) Penutupan secara resmi oleh Ketua Bidang
Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas
114
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
Hakim atau yang mewakili.
3. Penilaian
a. Selama pelatihan berlangsung, peserta pelatihan
akan dinilai oleh fasilitator;
b. Komponen penilaian meliputi:
1) Pre Test;
2) Post Test;
3) Tes Praktek;
4) Penugasan;
5) Aspek Sikap (kedisiplinan dan kesungguhan
mengikuti pelatihan);
6) Aspek Pengetahuan (analisis dan kualitas
pertanyaan); dan
7) Aspek Keterampilan (keterampilan dalam
peragaan dan prakarsa selama pelatihan)
c. Setiap peserta dinyatakan lulus pelatihan setelah:
1) Menyelesaikan seluruh program pelatihan;
2) Memperoleh nilai minimal 6.
4. Sarana Prasarana
Pelaksanaan pelatihan idealnya dilakukan di pusat
pendidikan dan pelatihan (pusdiklat), namun apabila
belum tersedia pusdiklat maka pelatihan dapat
diselenggarakan di tempat dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki sarana yang meliputi peralatan
pelatihan, media pelatihan, modul/buku dan
sumber belajar lainnya, serta perlengkapan
lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan;
b. Memiliki prasarana yang meliputi ruang kelas,
115
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
perpustakaan, sekretariat, ruang praktek sidang,
tempat berolahraga, tempat beribadah, dan ruang
lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
5. Pembiayaan
a. Pembiayaan pelatihan sekurang-kurangnya
terdiri atas:
1) Biaya penyediaan bahan/materi pelatihan;
2) Akomodasi dan transportasi peserta,
narasumber/trainer, fasilitator dan panitia
serta pihak lain yang terlibat;
3) Honorarium narasumber/trainer dan
fasilitator;
4) Perlengkapan pelatihan;
5) Dokumentasi.
b. Semua biaya yang terkait dengan pelaksanaan
pelatihan dibebankan pada RKA-L/DIPA Komisi
Yudisial dan/atau pihak lain yang sah dan tidak
mengikat.
C. Standard Produk/Output
Standard Output adalah standard hasil yang dapat diperoleh
ketika proses pelatihan selesai dilakukan. Output yang
diharapkan dari masing-masing pelatihan:
1. Pelatihan KEPPH: Peserta mampu memahami,
menjelaskan, menerapkan butir-butir KEPPH baik
dalam menjalankan tugas kedinasan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pelatihan Khusus: Peserta mampu menjelaskan
dan melaksanakan hukum acara dalam memeriksa,
116
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
mengadili, dan memutus perkara dengan
memperhatikan KEPPH untuk menghasilkan putusan
yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan,
dan kepastian hukum.
3. Pelatihan Tematik: Peserta mampu memahami,
menganalisis, dan menyelesaikan sengketa yang
berkaitan dengan perkembangan hukum baru baik
yang sudah diatur dalam peraturan perundang-
undangan maupun yang hidup dimasyarakat dengan
penafsiran dan penemuan hukum.
D. Standard Dampak/Outcome
Standard Outcome adalah standard hasil yang
diperoleh berdasarkan efek jangka panjang dari proses
pelatihan. Outcome yang diharapkan dari masing-masing
pelatihan adalah sebagai berikut:
1. Outcome Pelatihan KEPPH:
a. Berkurangnya pelanggaran KEPPH;
b. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada
hakim.
2. Outcome Pelatihan Khusus:
a. Meningkatnya kualitas putusan hakim;
b. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada
hakim.
3. Outcome Pelatihan Tematik:
Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada hakim.
117
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
BAB V
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Monitoring
Monitoring dilakukan untuk mengetahui kelancaran
dan perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan
pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Monitoring
merupakan aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk
melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan
berlangsung, melihat faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan kegiatan. Dalam monitoring (pemantauan)
dikumpulkan data dan dianalisis, hasil analisis
diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan bagi
pimpinan untuk mengadakan perbaikan. Beberapa pakar
manajemen mengemukakan bahwa fungsi monitoring
mempunyai nilai yang sama bobotnya dengan fungsi
perencanaan. Conor (1974) menjelaskan bahwa keberhasilan
dalam mencapai tujuan separuhnya ditentukan oleh
rencana yang telah ditetapkan dan separuhnya lagi fungsi
pengawasan atau monitoring. Pada umumnya, manajemen
menekankan terhadap pentingnya kedua fungsi ini, yaitu
perencanaan dan pengawasan (monitoring).
Monitoring pelatihan peningkatan kapasitas hakim
meliputi:
1. Monitoring Standard Isi
Monitoring Standard Isi dapat dilakukan melalui:
a. Pemantauan langsung;
adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara
mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga
semua kegiatan yang sedang berlangsung atau
118
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat.
b. Laporan pelaksanaan pelatihan;
adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal
pelaksanaan suatu pelatihan yang harus
disampaikan kepada pimpinan sebagai bentuk
pertanggungjawaban.
c. Kuesioner.
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada responden untuk
dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas
monitoring
2. Monitoring Standard Proses
Monitoring Standard Proses dapat dilakukan melalui:
a. Pemantauan langsung;
adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara
mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga
semua kegiatan yang sedang berlangsung atau
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat.
b. Laporan pelaksanaan pelatihan;
adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal
pelaksanaan suatu pelatihan yang harus
disampaikan kepada Pimpinan sebagai bentuk
pertanggungjawaban
c. Kuesioner.
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
119
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada responden untuk
dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas
monitoring.
3. Monitoring Standard Produk
Monitoring Standard Produk dapat dilakukan melalui:
a. Pre test dan post test;
Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur
pemahaman peserta terhadap materi sebelum
pelatihan dilaksanakan. Sedangkan Post test
diberikan dengan tujuan untuk mengukur
pemahaman peserta terhadap materi yang telah
disampaikan
b. Kuesioner;
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada peserta pelatihan
untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada
petugas monitoring
c. Pengamatan;
adalah proses pengambilan data dimana petugas
monitoring melihat langsung proses kegiatan
pelatihan yang sedang dilaksanakan.
d. Pemantauan;
adalah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan
120
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
yang sedang dilaksanakan sesuai dengan standard
produk atau tidak.
e. Riset.
adalah suatu proses penyelidikan secara sistematis
terhadap kegiatan pelatihan, yang ditujukan pada
penyediaan informasi, untuk menyelesaikan
masalah-masalah didalam pelatihan
4. Monitoring Standard Outcome
Monitoring Standard Outcome dapat dilakukan
melalui:
a. Pemantauan;
adalah kegiatan untuk melihat secara langsung
apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan
memberikan perubahan positif terhadap peserta
yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun
waktu yang panjang.
b. Wawancara;
adalah proses interaksi secara lisan dengan
menggunakan metode tanya jawab yang
mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah
pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan
perubahan positif terhadap peserta yang telah
mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang
panjang.
c. FGD;
adalah proses menyamakan persepsi melalui
musyawarah untuk menilai apakah pelatihan
yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
121
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
d. Kuesioner;
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden untuk mengetahui apakah pelatihan
yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
e. Riset.
adalah adalah suatu proses penyelidikan secara
sistematis untuk menilai apakah pelatihan yang
sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
B. Evaluasi
Evaluasi pelatihan dapat dilakukan terhadap tiga hal, yaitu:
1. Evaluasi terhadap peserta.
merupakan penilaian terhadap pertumbuhan dan
kemajuan peserta dalam mencapai tujuan dan dapat
dilakukan dengan rangkaian tes awal, evaluasi
formatif, evaluasi sumatif atau tes akhir.
2. Evaluasi terhadap Narasumber dan Fasilitator
Evaluasi terhadap Narasumber dilakukan untuk
mengevaluasi penguasaan materi, sistematika
penyajian, substansi materi, penggunaan metode
dalam penyampaian materi, cara menjawab pertanyaan
dan pemberian motivasi narasumber kepada peserta
pelatihan, sedangkan evaluasi terhadap fasilitator
122
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan fasilitator
dalam membangun proses belajar, memberikan
stimulus dan mengendalikan forum dan mengatur
penggunaan waktu secara optimal.
3. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan
dilakukan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan
pelatihan didalam kelas, evaluasi terhadap
kepanitiaan, evaluasi terhadap sarana dan prasarana,
dan evaluasi terhadap fasilitator/nara sumber dalam
menyampaikan materi. Evaluasi ini dimaksudkan
untuk perbaikan penyelenggaraan pelatihan pada
waktu mendatang.
Evaluasi pelatihan peningkatan kapasitas hakim meliputi:
1. Evaluasi Standard Isi
Evaluasi Standard Isi dapat dilakukan melalui:
a. Pemantauan langsung;
adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara
mengunjungi langsung lokasi pelatihan sehingga
semua kegiatan yang sedang berlangsung atau
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat.
b. Laporan pelaksanaan pelatihan;
adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal
pelaksanaan suatu pelatihan yang harus
disampaikan kepada pimpinan sebagai bentuk
pertanggungjawaban.
c. Kuesioner.
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
123
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada responden untuk
dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas
monitoring
2. Evaluasi Standard Proses
Evaluasi Standard Proses dapat dilakukan melalui:
a. Pemantauan langsung;
adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara
mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga
semua kegiatan yang sedang berlangsung atau
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat.
b. Laporan pelaksanaan pelatihan;
adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal
pelaksanaan suatu pelatihan yang harus
disampaikan kepada Pimpinan sebagai bentuk
pertanggungjawaban
c. Kuesioner.
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada responden untuk
dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas
monitoring.
3. Evaluasi Standard Produk
Evaluasi Standard Produk dapat dilakukan melalui:
a. Pre test dan post test;
Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur
124
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
pemahaman peserta terhadap materi sebelum
pelatihan dilaksanakan. Sedangkan Post test
diberikan dengan tujuan untuk mengukur
pemahaman peserta terhadap materi yang telah
disampaikan
b. Kuesioner;
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format
kuisioner disebarkan kepada peserta pelatihan
untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada
petugas monitoring
c. Pengamatan;
adalah proses pengambilan data dimana petugas
monitoring melihat langsung proses kegiatan
pelatihan yang sedang dilaksanakan.
d. Pemantauan;
adalah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan
yang sedang dilaksanakan sesuai dengan standar
produk atau tidak.
e. Riset.
adalah suatu proses penyelidikan secara sistematis
terhadap kegiatan pelatihan, yang ditujukan pada
penyediaan informasi, untuk menyelesaikan
masalah-masalah di dalam pelatihan
4. Evaluasi Standard Outcome
Evaluasi Standard Outcome dapat dilakukan melalui:
a. Pemantauan;
125
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
adalah kegiatan untuk melihat secara langsung
apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan
memberikan perubahan positif terhadap peserta
yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun
waktu yang panjang.
b. Wawancara;
adalah proses interaksi secara lisan dengan
menggunakan metode tanya jawab yang
mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah
pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan
perubahan positif terhadap peserta yang telah
mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang
panjang.
c. FGD;
adalah proses menyamakan persepsi melalui
musyawarah untuk menilai apakah pelatihan
yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
d. Kuesioner;
adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan
petugas monitoring untuk mengumpulkan data
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden untuk mengetahui apakah pelatihan
yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
e. Riset.
adalah adalah suatu proses penyelidikan secara
126
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
sistematis untuk menilai apakah pelatihan yang
sudah dilaksanakan memberikan perubahan
positif terhadap peserta yang telah mengikuti
pelatihan dalam kurun waktu yang panjang.
Monitoring dan evaluasi merupakan satu-kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dari hasil
monitoring diperoleh data dan analisis yang dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi
pimpinan untuk mengadakan perbaikan.
C. Pelaporan
Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk menyampaikan suatu ikhtisar tentang hal ikhwal
pelaksanaan suatu pelatihan kepada Pimpinan sebagai
bentuk pertanggungjawaban. Laporan berisi data dan
informasi tentang kondisi dan situasi, program dan kegiatan
serta pencapaian hasilnya, kendala dan masalah yang
dihadapi serta saran dan program pengembangan kedepan.
Laporan pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas
hakim berisi:
1. Bab I Pendahuluan, meliputi:
a. Latar Belakang;
b. Tujuan;
c. Metode;
d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelatihan;
e. Materi dan Narasumber;
f. Kepanitiaan;
g. Peserta;
h. Fasilitator;
i. Jadwal Acara.
127
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
2. Bab II Pelaksanaan Pelatihan
3. Bab III Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan
4. Bab IV Kritik dan Saran