GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK …kesra.jatengprov.go.id/file pdf/gdduk.pdf ·...
Transcript of GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK …kesra.jatengprov.go.id/file pdf/gdduk.pdf ·...
GRAND DESIGN
PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2035
PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA TENGAH
Bekerjasama dengan
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN
KOALISI KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH
2
KATA PENGANTAR
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Grand Design Pengendalian Kuantitas
Penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2035 telah selesai disusun tepat waktu. Grand
Design ini merupakan tindak lanjut dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk
Tahun 2010-2035 yang disusun oleh BKKBN Pusat.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) tidak hanya mempunyai tugas fungsi penyelenggaraan bidang keluarga
berencana saja tetapi juga mencakup bidang penyerasian kebijakan kependudukan, kerjasama
pendidikan kependudukan, pendidikan dan latihan kependudukan, dan peningkatan
penyediaan data informasi kependudukan. Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2035 merupakan dokumen perencanaan penting yang
nantinya menjadi pedoman dan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dan mitra kerja
dalam menyelenggarakan Pengendalian Kuantitas Penduduk di Provinsi Jawa Tengah.
Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel
demografi dengan variabel pembangunan. Oleh karena itu disusun Grand Design
Pengendalian Kuantitas Penduduk dalam rangka menyediakan kerangka pikir dan panduan
untuk mengintegrasikan berbagai variabel kependudukan ke dalam berbagai proses
pembangunan, harmonisasi antara dinamika kependudukan dengan dinamika kondisi sosial
ekonomi lainnya dan membantu memperkuat penyusunan dan implementasi perencanaan
pembangunan di Jawa Tengah.
Dengan disusunnya Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2010-2035 ini, diharapkan dapat memperbaiki political will dan komitmen
pemerintah daerah terhadap kependudukan sekaligus mampu meningkatkan kepedulian para
policy makers terhadap keterkaitan antara isu kependudukan dengan pembangunan.
Kami sampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada seluruh mitra kerja
serta semua pihak yang telah banyak menyumbangkan pikiran dan tenaganya hingga Grand
Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2035 tersusun
dengan baik.
3
D A F T A R I S I
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
KAMUS ISTILAH............................................................................................................ 5
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 7
1. Latar Belakang .......................................................................................... 7
2. Landasan Hukum ....................................................................................... 9
3. Kondisi Saat Ini ......................................................................................... 10
1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ................................. 12
2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ..................................... 13
3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah ..................... 14
4. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity ...................... 15
5. Mortalitas ........................................................................................ 16
6. Usia Menikah Pertama dan Usia Melahirkan Pertama ................... 17
7. Tingkat Kesejahteraan .................................................................... 18
8. Indeks Pembangunan Manusia ....................................................... 18
4. Kondisi Yang Diinginkan .......................................................................... 19
5. Permasalahan ............................................................................................. 20
6. Tujuan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ........................ 21
BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN .......................................................... 22
1. Visi ............................................................................................................ 22
2. Misi ............................................................................................................ 22
3. Kebijakan .................................................................................................. 22
4. Tujuan ........................................................................................................ 22
5. Sasaran Umum .......................................................................................... 23
6. Ukuran Keberhasilan ................................................................................. 23
7. Strategi Pelaksanaan ................................................................................. 23
8. Alur Pikir ................................................................................................... 24
BAB 3 POKOK-POKOK PENGENDALIAN PENDUDUK ........................................ 25
1. Pengaturan Fertilitas .................................................................................. 25
2. Penurunan Mortalitas ................................................................................ 26
3. Pengarahan Mobilitas ................................................................................ 26
4. Kebijakan Kependudukan Yang Lebih Luas ............................................ 27
5. Target Pencapaian ..................................................................................... 28
4
BAB 4 ROAD MAP GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS
PENDUDUK ...................................................................................................... 30
1. Tujuan Road Map ...................................................................................... 30
2. Sasaran Lima Tahunan .............................................................................. 30
3. Keterkaitan Grand Design dengan Road Map ........................................... 34
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 39
D A F T A R T A B E L
Tabel 1.1. Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Balita Provinsi Jawa Tengah .................... 16
Tabel 1.2. Median Usia Menikah Pertama Provinsi Jawa Tengah ............................... 17
Tabel 1.3. Median Usia Melahirkan Pertama Provinsi Jawa Tengah ........................... 18
Tabel 4.1. Sasaran Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk
Tahun 2010 – 2035 ...................................................................................... 35
D A F T A R G A M B A R
Gambar 1.1. Piramida Penduduk Provinsi Jawa Tengah .............................................. 11
Gambar 1.2. Trend Laju Pertumbuhan Penduduk (1961 – 2010)
Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 11
Gambar 1.3. Trend IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 – 2010 ........................... 19
Gambar 4.1. Keterkaitan Grand Design 2010-2035 Dengan Road Map ...................... 34
5
K A M U S I S T I L A H
NO ISTILAH KETERANGAN
1 Contraceptive Prevalency Rate ( CPR ) Angka yang menunjukkan kesertaan
dalam Keluarga Berencana
2 Crude Birth Rate ( CBR ) / Angka
Kelahiran Kasar
Angka yang menunjukkan jumlah
kelahiran per 1.000 penduduk dalam
suatu periode.
3 Crude Death Rate ( CDR ) / Angka
Kematian Kasar
Angka yang menunjukkan jumlah
kematian per 1.000 penduduk dalam
periode tertentu.
4 Dependency Ratio / Angka
Ketergantungan
Perbandingan antara kelompok usia
tidak produktif ( 0-14 th dan 65 th
keatas ) terhadap penduduk usia
produktif ( 15 - 64 th )
5 Indeks Pembangunan Gender ( IPG ) Indeks pencapaian kemampuan dasar
pembangunan manusia yang sama
seperti IPM namun mempertimbangkan
ketimpangan gender.
6 Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Pengukuran perbandingan dari harapan
hidup, melek huruf, pendidikan dan
standart hidup untuk semua negara
seluruh dunia.
7 Infant Mortality Rate ( IMR ) / Angka
Kematian Bayi ( AKB )
angka yang menunjukkan banyaknya
kematian bayi yang berumur kurang dari
1 (satu) tahun per 1.000 kelahiran pada
suatu waktu tertentu.
8 Life Expectancy ( LE ) / Angka
Harapan Hidup ( E0 )
Merupakan suatu perkiraan tahan hidup
rata-rata yang mungkin dicapai oleh
seseorang yang berada pada umur
tertentu berdasarkan angka kematian
menurut umur pada tahun tertentu.
9 Maternal Mortality Rate ( MMR ) /
Angka Kematian Ibu ( AKI )
Menunjukkan banyaknya wanita yang
meninggal pada waktu melahirkan per
100.000 kelahiran dalam tahun tertentu.
10 Nett Migration / Migrasi Netto Selisih antara migrasi masuk dan
migrasi keluar.
6
11 Nett Reproduction Rate ( NRR ) /
Angka Reproduksi Netto
Merupakan angka yang menunjukkan
rata-rata jumlah anak perempuan yang
dilahirkan oleh seorang wanita selama
hayatnya dan akan tetap hidup sampai
dapat menggantikan kedudukan ibunya,
dengan mengikuti pola fertilitas dan
mortalitas yang sama seperti ibunya.
12 Total Fertility Rate ( TFR ) / Angka
Fertilitas Total
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan
oleh seorang wanita samapi dengan
akhir masa reproduksinya.
7
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan kependudukan di tingkat nasional saat ini sangat kompleks, baik dari sisi
jumlah, laju pertumbuhan, persebaran, dan mutu penduduk. Terkait tentang jumlah penduduk
Indonesia, ternyata hasil Sensus Penduduk 2010 yang lalu melebihi dari jumlah proyeksi
sebelumnya. Semula hanya diperkirakan berjumlah 234 juta, ternyata faktanya 237,6 juta.
Pertumbuhan penduduk Indonesia sejak tahun 1961-2000 memang menurun, namun pada
periode 2000-2010 meningkat menjadi 1,49% dari periode sebelumnya yang hanya 1,45%.
Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Indonesia pada 2045 menjadi
sekitar 450 juta jiwa. Ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.
Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa selama ini pemerintah dalam mengatasi
permasalahan kependudukan belum tuntas. Berbagai tindakan maupun upaya yang dilakukan
hanya bersifat reaktif terhadap dampak pembangunan yang terjadi di suatu wilayah, serta
perlakuannya cenderung normatif. Pola penanganan (intervensi program) dengan cara
memobilisasi semacam ini tidak dapat diteruskan. Sejalan dengan otonomi daerah, maka
upaya pengembangan pembangunan berwawasan kependudukan secara konsiten dan
berkelanjutan merupakan pilihan yang paling tepat ditengah dinamika penduduk yang
kompleks.
Pada tingkat Provinsi Jawa Tengah, hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010)
menunjukkan bahwa provinsi ini “hanya” mengalami laju pertumbuhan 0,37 % per tahun.
Mengingat jumlah penduduk mencapai 32.382.657 jiwa dan menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka Total Fertility Rate (TFR) 2,3, maka banyak
hal yang harus diperhatikan.
Dari permasalahan tersebut Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB)
menjadi tumpuan harapan, karena dengan program ini tidak saja bertujuan untuk mengurangi
jumlah kelahiran namun juga bertujuan untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia.
Permasalahannya, sejak otonomi daerah diberlakukan banyak pemerintah kabupaten atau
kota yang kurang memperhatikan program kependudukan dan KB ini. Program pembangunan
fisik dan ekonomi masih diutamakan, padahal sehebat apapun pembangunan ekonomi, namun
jika jumlah penduduk tidak terkendali, maka sia-sialah pembangunan tersebut. Kurangnya
perhatian itu dapat dilihat dari indikator antara lain jumlah Penyuluh Lapangan Keluarga
8
Berencana (PLKB) di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 2.470 orang yang melayani 8.575
desa. Tentunya jumlah ini semakin menurun dari tahun ke tahun dikarenakan antara lain
pensiun maupun alih tugas sebagai aparat kepegawaian di Kabupaten/Kota. Sehingga rata-
rata 1 (satu) PLKB melayani 3 (tiga) atau 4 (empat) desa.
Karenanya, BKKBN, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Koalisi Kependudukan dan
Pembangunan Indonesia Jawa Tengah, juga memiliki kewajiban untuk turut serta
mensosialisasikan program kependudukan. Beberapa langkah yang harus diambil diantaranya
mengajak dan menghidupkan lembaga-lembaga desa yang dulu turut aktif memainkan peran
untuk masalah kependudukan, keluarga, dan kesehatan, selain itu juga perlu revitalisasi
kelembagaan. Program KB di masa Orde Baru yang dipandang masih ”represif”, kini harus
diperbarui, bukan hanya yang terkait dengan masalah kualitas penduduknya saja, tetapi juga
terkait dengan kuantitas termasuk di dalamnya kesehatan reproduksi.
Program KB mestinya juga memperhatikan hal tersebut dengan prinsip melayani klien
(peserta KB) dengan “quality of care” dan bukan hanya “quality of service”. Yang disebut
pertama adalah prinsip memperhatikan klien tidak hanya secara teknis, namun juga hubungan
antar pribadi yang intens yang hasil akhirnya ada peningkatan pengetahuan klien terhadap
perilaku reproduksi yang sehat. Jika program kependudukan dapat diatasi, maka Millenium
Development Goals (MDGs) di Provinsi Jawa Tengah akan makin sukses dan yang mendapat
penghargaan, tidak saja dari masalah angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian
bayi, namun juga untuk masalah kemiskinan, pendidikan, lingkungan dan sebagainya.
Karenanya Program Kependudukan dan KB direvitalisasi sampai ke Kabupaten/Kota.
Selain pegendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk, tugas BKKBN diperluas
sebagai institusi yang menyediakan data kependudukan yang valid untuk keperluan data
dasar pelaksanaan pembangunan nasional. Tentunya, peran perguruan tinggi dan lembaga-
lembaga swadaya masyarakat yang bermutu, juga sangat penting dalam penyediaan data
kependudukan yang valid.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menyatakan bahwa dalam
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan berbagai upaya,
yaitu : pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas
penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta
kehamilan.
9
Untuk pelaksanaannya diperlukan suatu lembaga yang kuat karena tantangan dan
hambatan yang semakin berat dan perubahan lingkungan strategis yang berkembang. Dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup serta Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga telah memberikan gambaran bahwa aspek-aspek kependudukan
beserta matranya dan lingkungan hidup, secara fungsional membentuk satu kesatuan
ekosistem. Dengan demikian arah kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan
pembangunan senantiasa memperhatikan aspek kependudukan, dan lingkungan hidup atau
sering dikenal dengan sebutan ”pembangunan berwawasan kependudukan dan
berkelanjutan”. Kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan yang menyangkut penetapan
keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kualitas dan kuantitas penduduk, serta
penataan komposisi dan struktur penduduk yang ideal bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola
pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan yang demikian
mengandung dua makna, Pertama, pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan
kondisi penduduk yang ada; Kedua, pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan
yang lebih menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan
infrastruktur semata. Kedepan perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak
dapat lagi mengabaikan peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen
pembangunan.
Dari banyaknya permasalahan tersebut maka perlu disusun suatu” Grand Design
Pengendalian Kuantitas Penduduk di Provinsi Jawa Tengah”, dengan tujuan untuk
memberikan arah dalam menetapkan suatu kebijakan di Bidang Kependudukan dan KB serta
sebagai salah satu dasar untuk perencanaan dan implementasi pembangunan kependudukan
untuk mengantisipasi dan mengarahkan perkembangan kependudukan.
1.2. Landasan Hukum
Landasan hukum dari Grand Design ini diantaranya adalah :
1. Undang-Undang Dasar tahun 1945;
2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
10
5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
6. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga;
7. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;
8. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah;
9. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
10. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional;
11. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025;
12. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013;
13. Peraturan Kepala No. 72 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN;
14. Peraturan Kepala No. 82 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perwakilan BKKBN Provinsi.
1.3. Kondisi Saat Ini
Piramida penduduk Jawa Tengah 2010 merupakan sebuah gambaran stuktur penduduk
yang sangat menarik untuk dilakukan kajian, karena dari piramida tersebut dapat diketahui
jumlah penduduk berdasar pengelompokan umur, dan yang menarik pada perbedaan jumlah
penduduk berdasar kelompok umur dimana terdapat jumlah terbesar pada kelompok umur
remaja namun disisi lain jumlah balitanya juga besar. Piramida penduduk Provinsi Jawa
Tengah ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut ini.
11
Gambar 1.1. Piramida Penduduk Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami
peningkatan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah
sebanyak 32.382.657 jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil Sensus Tahun 2000 sebanyak
30.775.847 jiwa, maka laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah sebesar 0,37% per tahun.
Gambar 1.2 berikut merupakan perkembangan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke
tahun.
Gambar 1.2. Trend Laju Pertumbuhan Penduduk (1961 – 2010) Provinsi Jawa Tengah
Jumlah penduduk Jawa Tengah 32.382.657 pada tahun 2010, lebih rendah dari proyeksi
penduduk tahun 2010 yaitu sebesar 33,09 juta, dengan sex rasio 98,8 (laki-laki 16.091.112
dan perempuan 16.291.545), sedangkan laju pertumbuhan penduduknya 0,37%, terendah di
tingkat nasional (1,49%). Dependency rasio/ketergantungan 50,31 lebih rendah dari nasional
(51,33), dengan density/kepadatan 995 orang per/km2 jauh lebih tinggi dibanding nasional
124 orang per/km2, yang dikarenakan hampir 14% penduduk Indonesia berada di Jawa
Tengah.
12
Untuk mengetahui lebih jauh kondisi kependudukan di Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, maka diperlukan analisis beberapa variabel yang
mempunyai pengaruh terhadap program kependudukan dan keluarga berencana antara lain :
jumlah penduduk menurut kelompok umur, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah
penduduk menurut kelompok umur sekolah, dan dependency ratio.
1.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Dari 32.382.657 jiwa penduduk Jawa Tengah apabila dirinci menurut kelompok umur,
maka akan diperoleh angka : Pada kelompok umur 0-14 tahun ada 26,73 %, kelompok umur
15-64 tahun berjumlah 65,72 %, dan kelompok umur 65 tahun ke atas berjumlah 7,55 %.
Selanjutnya kelompok usia 5-9 dan 10-14 tahun juga masih relatif tinggi dan makin
mengerucut di kelompok usia 65 tahun ke atas. Kondisi seperti ini menunjukkan masih ada
“ancaman” ke depan yang masih berat. Kelompok usia tersebut adalah calon remaja yang
membutuhkan banyak sarana seperti kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja.
Angka tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah hampir menikmati Bonus
Demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun hampir dua kali lipat dari
kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Hal ini berarti bahwa dua
orang usia produktif bertanggungjawab terhadap satu orang usia tidak produktif. Hanya yang
menjadi masalah, apakah kelompok usia produktif itu termasuk penduduk yang berkualitas,
karena data BPS (2010) menunjukkan ada 5.204.437 jiwa penduduk Jawa Tengah yang
bekerja kurang dari 35 jam per minggu atau menjadi setengah penganggur.
Hasil Survai Penduduk Antar Sensus 2005 dan BPS Jateng (2010) yang lalu
menunjukkan jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah naik dari 15,6 juta orang pada
tahun 2005 menjadi 16 juta orang pada tahun 2010, dan pencari kerja juga naik dari 978 ribu
orang menjadi hampir 1,5 juta orang. Hal yang mengkhawatirkan sebagian diantara mereka
adalah pencari kerja lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya juga masih besar, yakni sekitar
500-an ribu orang.
Kondisi tersebut mengisyaratkan Provinsi Jawa Tengah perlu memperhatikan kualitas
penduduknya. Masalah kependudukan adalah masalah yang tidak akan pernah selesai, karena
apabila masalah yang satu diatasi, maka masalah yang lain muncul. Misalnya jika fertilitas
bisa ditekan dan kematian dikurangi, maka jumlah penduduk lanjut usia juga akan meningkat,
dan selanjutnya membutuhkan penanganan khusus. Berdasarkan analisis penduduk menurut
13
kelompok umur tersebut maka permasalahan yang dihadapi pemerintah Provinsi Jawa
Tengah adalah bagaimana menurunkan angka fertilitas dan meningkatkan kualitas serta
kesejahteraan penduduknya.
1.3.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Dari hasil sensus penduduk 2010 diperoleh angka perbandingan jumlah penduduk
wanita dan laki-laki yaitu 98,8 (laki-laki 16.091.112 dan perempuan 16.291.545). Sebaran
penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa umumnya kabupaten dan kota di
Provinsi Jawa Tengah juga lebih banyak jumlah penduduk wanita daripada jumlah penduduk
laki-laki, kecuali : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Wonosobo,
Magelang, Kendal, Batang, Brebes, serta Kota Pekalongan.
Berdasarkan data jumlah penduduk menurut jenis kelamin, maka permasalahan yang
dihadapi Provinsi Jawa Tengah diantara adalah bagaimana memperhatikan wanita usia subur.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 nampaknya juga menaruh
perhatian terhadap kelompok ini. Hal ini juga dapat dipahami karena fakta yang ada
menunjukkan bahwa jumlah wanita usia subur (WUS) usia 15-49 tahun di Provinsi Jawa
Tengah cukup tinggi yaitu 53,38% dan kelompok umur wanita 10-14 tahun adalah yang
paling tinggi bila dibanding dengan kelompok umur lainnya. Kenyataan ini merupakan
tantangan yang berat bagi program Kependudukan dan KB di Provinsi Jawa Tengah.
Menekan angka drop out peserta KB juga penting dilakukan, karena ledakan penduduk
antara lain disebabkan terjadinya penurunan jumlah peserta KB. Menurut SDKI 2007 angka
TFR (total fertility rate) wanita usia subur 15-49 tahun di Provinsi Jawa Tengah menjadi 2,3,
berarti naik 0,2 poin dibanding tahun 2002-2003. Kenaikan ini berkaitan dengan jumlah
penduduk Jawa Tengah sebesar 32.382.657 jiwa berada pada urutan ketiga terbesar di
Indonesia yang juga meningkatkan wanita usia subur.
Dari data kesertaan KB tersebut yang cukup menggembirakan adalah peserta KB yang
mendatangi klinik KB swasta lebih tinggi dibandingkan klinik KB pemerintah. Hal ini berarti
kesadaran ber-KB cukup baik di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun demikian, penggerakkan
program Kependudukan dan KB dengan peningkatan penggunaan alat kontrasepsi tetap perlu
ditingkatkan untuk menekan angka kelahiran. Peningkatan program Kependudukan dan KB
yang berorientasi pemberdayaan perempuan juga perlu dilaksanakan dengan strategi yang
14
jelas. Dari titik inilah pendekatan sosial budaya juga harus menjadi prioritas selain aspek-
aspek teknis dalam pengendalian penduduk.
1.3.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah
Kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun masih cukup tinggi, diantara
ketiganya yang paling tinggi adalah kelompok umur 7-12 tahun. Besarnya kelompok anak
usia sekolah ini memerlukan perhatian yang serius karena pendidikan adalah bekal utama
untuk menghadapi hidup di masa mendatang. Jika diukur secara relatif, dari 35
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pemalang menduduki peringkat pertama
untuk jumlah penduduk usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) yakni sebanyak 12,34% dan Kota
Surakarta yang terkecil yakni 9,11%. Penduduk yang terbanyak untuk tingkat SMP (13-15
tahun) di Kabupaten Pekalongan yakni 6,40% dan yang terkecil di Kota Semarang yakni
4,76%, sedangkan untuk penduduk tingkat SMA (16-18 tahun) terbanyak di Kabupaten
Pekalongan sebesar 5,67% dan terkecil di Kabupaten Wonogiri sebesar 4,15%.
Terkait dengan jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi Jawa Tengah ini maka
permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana pemerintah provinsi mampu meningkatkan
pendapatan orang tua miskin yang kesulitan untuk menyekolahkan anaknya agar angka putus
sekolah dapat ditekan. Angka putus sekolah disebabkan oleh selain karena mahalnya biaya
(operasional) pendidikan, juga akibat adanya persepsi dari orang tua murid yang miskin
bahwa anak merupakan pembantu utama untuk mencari nafkah. Dengan kata lain,
keengganan orang miskin menyekolahkan anaknya bisa juga disebabkan adanya ”opportunity
cost” yang hilang. Artinya orang tua merasa tidak untung jika anaknya lulus SD atau SMP.
Ini berarti penyediaan dana yang cukup untuk meningkatkan ”daya beli” masyarakat
miskin dalam bidang pendidikan, selain membebaskan SPP, juga ada program beasiswa,
bantuan makanan tambahan, bantuan transportasi, atau mengubah metode dan waktu jam
belajar agar anak-anak miskin masih tetap bisa membantu orang tuanya bekerja, dan siang
harinya mereka dapat masuk sekolah dan sebagainya. Agar inovasi pendidikan dapat diadopsi
oleh masyarakat, maka mereka perlu diyakinkan bahwa materi inovasi itu memang memiliki
keuntungan relatif jika dibandingkan dengan sistem atau praktek yang selama ini telah ada.
Oleh karena itu menggerakkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk
mengkampanyekan program pendidikan wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Dengan adanya
himbauan tokoh agama atau tokoh masyarakat, maka ada semacam ”sanksi” religius atau
15
sanksi sosial bagi mereka yang melanggar. Tentu hal ini dapat dilakukan jika kewajiban
pemerintah (daerah) untuk menyantuni fakir miskin ini telah dipenuhi.
1.3.4. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity
Istilah Dependency Ratio menyatakan perbandingan antara kelompok usia tidak
produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (15-
64 tahun). Rasio ini menyatakan seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh
jumlah usia produktif. Jika angka itu satu berbading dua, artinya satu untuk usia tidak
produktif dan dua untuk usia produktif, maka disebut mengalami bonus demografi atau ada
window of opportunity atau jendela kesempatan.
Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah Dependency Ratio yang tertinggi adalah
Kabupaten Kebumen yakni 59,0 dan yang terendah di Kota Semarang sebesar 39,3. Hal yang
cukup menggembirakan dari 32.382.657 penduduk Jawa Tengah jika dirinci menurut
kelompok umur, maka akan diperoleh angka : Pada kelompok umur 0-14 tahun ada 26,73 %,
kelompok umur 15-64 tahun berjumlah 65,72 %, dan kelompok umur 65 tahun ke atas
berjumlah 7,55 %. Angka tersebut menunjukkan bahwa Jawa Tengah hampir menikmati
Bonus Demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun hampir dua kali lipat
dari kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).
Berdasarkan komposisi tersebut, maka yang menjadi masalah di Provinsi Jawa
Tengah adalah apakah kelompok usia produktif itu termasuk penduduk yang bermutu, karena
data BPS (2010) menunjukkan ada 5.204.437 jiwa penduduk Jawa Tengah yang bekerja
kurang dari 35 jam per minggu, alias menjadi setengah penganggur. Jika angka usia produktif
tidak atau kurang bermutu, maka bonus demografi tersebut hampir tidak ada artinya.
Meskipun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian meningkat pada
triwulan I tahun 2012 (BPS, 2012) sebesar 44,4% dari tahun 2011 triwulan I sebesar 38,4%
(BPS 2011), maka produktivitas kerja terutama pada sektor pertanian lebih ditingkatkan
sehingga penduduk desa tidak bermigrasi ke kota, ke luar kota, ke luar daerah atau keluar
negeri. Penyediaan lapangan kerja menjadi isu penting karena jumlah angkatan kerja di
Provinsi Jawa Tengah, pada bulan Februari 2012 mencapai angka 17,12 juta jiwa dengan
tingkat pengangguran sebanyak 5,88% (BPS,2012). Disamping itu peningkatan program
kesejahteraan untuk mengurangi kemiskinan. Dengan pemberdayaan di sektor pertanian,
16
usaha mikro dan kecil menengah, maupun koperasi rakyat lainnya diharapkan akan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil. Hal ini berdasarkan fakta bahwa angka
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi, pada bulan Maret 2011 (BPS, 2011)
sebesar 5.107.360 jiwa (15,76%) meskipun pada bulan Maret 2012 (BPS, 2012) menurun
sebesar 4.977.000 jiwa (15,34%).
Beberapa program yang harus ditangani adalah peningkatan produktivitas di sektor
industri dengan berbagai cara dan strategi. Peningkatan program pelatihan dan keterampilan
untuk menekan arus tenaga kerja ke luar negeri yang banyak membawa masalah juga penting
dilakukan. Seperti diketahui, kesukaran memperoleh pekerjaan di Indonesia menyebabkan
pula terjadinya gelombang pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah
dan Malaysia. Berdasarkan hal ini, nampak bahwa situasi pasar kerja di Jawa Tengah tercatat
dua hal sebagai berikut : Pertama, dari sisi penawaran, jumlah angkatan kerja masih terus
meningkat. Kedua, pengangguran terdidik (SLTA ke atas) masih tinggi dan diperkirakan
terus meningkat secara drastis pada tahun-tahun yang akan datang. Perkembangan ini
mengindikasikan adanya hubungan negatif antara tingkat pendidikan dan kesempatan kerja.
1.3.5. Mortalitas
Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan salah satu
indikator demografi untuk mengetahui kualitas penduduk di suatu wilayah. Semakin rendah
angka IMR menggambarkan semakin membaiknya kualitas penduduk. Tabel 1.1 memberikan
informasi mengenai tingkat kematian ibu dan bayi di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 1.1. Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita Provinsi Jawa Tengah
NO KONDISI 2008 2009 2010 2011
1 Angka Kematian Ibu (per 100.000
kelahiran hidup) 114.42 117.02 104.97 116.01
2 Angka Kematian Bayi (0-1 th) (per
1.000 kelahiran hidup) 9.71 10.37 10.62 10.34
3 Angka Kematian Balita (0-5 th)
(per 1.000 kelahiran hidup) 10.25 11.74 12.02 11.5
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
17
1.3.6. Usia Menikah Pertama dan Usia Melahirkan Pertama
Salah satu indikator sosial demografi yang penting adalah usia menikah pertama,
karena usia menikah pertama berkaitan dengan permulaan wanita “kumpul” pertama yang
memungkinkan wanita berisiko untuk menjadi hamil. Umumnya wanita yang menikah pada
usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil. Oleh karena itu pada
masyarakat yang kebanyakan wanitanya melakukan perkawinan pertama pada usia muda,
angka kelahirannya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang wanitanya melakukan
perkawinan pertama kali pada usia lebih tua.
Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), usia menikah pertama
di Provinsi Jawa Tengah secara umum dari tahun ke tahun telah meningkat. Median usia
menikah pertama di Jawa Tengah dari hasil SDKI 2007 masih di bawah 20 tahun, yaitu 19,60
tahun. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini.
Tabel 1.2. Median Usia Menikah Pertama Provinsi Jawa Tengah
Usia Median Usia Menikah Pertama Wanita Berdasarkan
Pasangan SDKI 1991 SDKI1994 SDKI1997 SDKI2002 SDKI2007
25-29 18.40 18.90 20.10 20.20 21.10
30-34 17.80 17.90 18.70 19.50 20.20
35-39 17.60 18.10 17.80 18.30 20.20
40-44 16.20 17.10 17.90 18.40 18.60
25-49 17.50 17.90 18.50 18.80 19.60
Sumber : SDKI tahun 1991 – 2007
Selain itu, faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas adalah usia pada kelahiran
anak pertama. Wanita yang menikah pada usia muda lebih lama menghadapi resiko
kehamilan. Oleh karena itu, pada umumnya ibu yang melahirkan pada usia muda mempunyai
anak banyak dan mempunyai resiko kesehatan yang tinggi. Kenaikan median usia pada
kelahiran pertama merupakan tanda menurunnya tingkat fertilitas, seperti yang terjadi di Jawa
Tengah. Dari tahun ke tahun usia melahirkan pertama di Jawa Tengah meningkat menacapai
usia 21,5 (hasil SDKI 2007). Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.
18
Tabel 1.3. Median Usia Melahirkan Pertama Provinsi Jawa Tengah
Usia Median Usia Melahirkan Pertama Berdasarkan
Pasangan SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002 SDKI 2007
25-29 18.40 21.00 21.60 21.70 22.70
30-34 17.80 20.10 20.70 21.00 22.00
35-39 17.60 20.10 20.20 20.00 22.10
40-44 16.20 19.90 20.50 20.20 20.60
25-49 20.20 20.00 20.70 20.70 21.50
Sumber : SDKI tahun 1991 - 2007
1.3.7. Tingkat Kesejahteraan
Pendataan Keluarga Sejahtera merupakan perkembangan dari proses Pendataan
Keluarga yang sudah dilaksanakan sejak terbitnya UU No. 10 tahun 1992. Melalui pendataan
Keluarga Sejahtera dapat diketahui tingkatan kesejahteraan keluarga untuk selanjutnya
digunakan sebagai bahan intervensi program pembangunan khususnya dalam program
Keluarga Berencana. Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan ke dalam 5 (lima) tahap.
Perumusan indikator tahapan didasarkan pada teori Maslow tentang tingkat kebutuhan
manusia (dasar, sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya), sehingga tersusun
Tahapan Keluarga dari yang terendah ke tahapan tertinggi.
1.3.8. Indeks Pembangunan Manusia
Salah satu alat ukur yang lazim digunakan untuk mengukur kualitas manusia adalah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Melalui angka IPM dapat menggambarkan hasil
pelaksanaan pembangunan manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia
yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap
sumber daya ekonomi berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat. Indeks Pembangunan
Manusia Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 72,49 meningkat dari tahun 2009
sebesar 72,1 dan telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) tahun 2010 sebesar 72,6 tetapi masih dibawah target akhir RPJMD sebesar 74,3.
Apabila dibandingkan dengan kedua provinsi di Pulau Jawa yang situasi dan kondisinya
hampir sama dengan Jawa Tengah yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, diketahui IPM
Jawa Barat sebesar 71,64 (tahun 2009) dan sebesar 72,08 (tahun 2010), sedangkan IPM Jawa
Timur sebesar 71,06 (tahun 2009) dan sebesar 71,55 (tahun 2010). Ini berarti harus ada upaya
peningkatan karena misi utama pembangunan di Jawa Tengah adalah untuk mewujudkan
19
masyarakat Jawa Tengah yang lebih sejahtera. Perkembangan IPM dari tahun 2006 sampai
2010 ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.
Gambar 1.3. Trend IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 – 2010
Dengan trend IPM yang meningkat dari tahun ke tahun juga akan berpengaruh
terhadap program Kependudukan dan Keluarga Berencana di masyarakat. Program
Kependudukan dan Keluarga Berencana tidak hanya menitik beratkan pada pembatasan
kelahiran (kuantitas penduduk) namun membentuk keluarga kecil berkualitas. Ukuran
kualitas penduduk tidak hanya terletak pada kesejahteraan ekonomi, namun juga
kesejahteraan batin, kenyamanan dan ketentraman hidup, kualitas pemikiran, kualitas
hubungan antar individu dan antar keluarga dan lain sebagainya.
1.4. Kondisi Yang Diinginkan
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2008-2013, maka prioritas pembangunan terkait Program Kependudukan dan
Keluarga Berencana di Provinsi Jawa Tengah diprioritaskan pada : peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan pelayanan sosial dasar masyarakat serta fokus peningkatan
pemerataan, kualitas dan relevansi pendidikan, peningkatan gizi, kesehatan ibu dan anak serta
optimalisasi program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Kondisi yang diinginkan di
masa depan adalah pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Tengah tumbuh seimbang
dengan Total Fertility Rate (TFR) 2,1 dan Net Reproduction Rate (NRR) 1 dan secara
berkelanjutan diharapkan TFR menjadi 2,002 dan NRR menjadi 0,938 pada tahun 2035.
70,25
70,92
71,6
72,1
72,49
69
69,5
70
70,5
71
71,5
72
72,5
73
2006 2007 2008 2009 2010
IPM
20
Disamping itu angka mortalitas juga diharapkan turun, serta penyediaan lapangan pekerjaan
di perdesaan dapat terus tumbuh seiring dengan rencana pembangunan jangka panjang
Provinsi Jawa Tengah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Apabila pembangunan perdesaan berjalan baik dan merata, maka mobilitas penduduk
akan terjaga keseimbangannya. Saat ini mobilitas yang terjadi adalah migrasi keluar Jawa
Tengah, dan ini menunjukkan adanya kekurangan kesempatan kerja di perdesaan. Disamping
itu persebaran penduduk Jawa Tengah juga belum merata.
1.5. Permasalahan
Di samping keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan
Kependudukan dan KB, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan
dalam periode pembangunan mendatang, diantaranya :
1. Belum adanya strategi yang tepat dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang yang
ditandai dengan TFR = 2,1 dan NRR = 1
2. Belum optimalnya Program Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam menurunkan
tingkat kelahiran dan membentuk keluarga kecil berkualitas.
3. Belum jelasnya arah pembinaan dan peningkatan kemandirian keluarga berencana serta
promosi dan penggerakan masyarakat yang belum jelas.
4. Belum serasinya kebijakan pembangunan dengan pembangunan kependudukan dan
Keluarga Berencana untuk mewujudkan pembangunan nasional dan daerah yang
berwawasan kependudukan dengan strategi adalah pengembangan dan sosialisasi
kebijakan pembangunan kependudukan.
5. Lemahnya kompetensi sumber daya manusia di SKPD KB Provinsi Jawa Tengah dalam
bidang kependudukan.
6. Sarana dan prasarana operasional pendukung, media dan metode untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang kependudukan yang kurang memadai. Metode fasilitasi
dan mekanisme pembinaan kepada Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program
Kependudukan dan KB belum tertata dengan baik.
7. Menurunnya anggaran program Kependudukan dan KB yang berasal dari APBN pada
tingkat lini lapangan dan terbatasnya kemampuan dukungan anggaran melalui APBD
Provinsi, serta dukungan anggaran tersebut belum menyentuh seluruh kegiatan program
Kependudukan dan KB yang semestinya menjadi tanggung jawab dari pemerintah
Kabupaten/Kota sebagai daerah otonomi. Kondisi ini salah satu penyebab terjadinya
penurunan performance dari program Kependudukan dan KB di tingkat lapangan.
21
8. Beralihnya Petugas Lapangan Keluarga Berencana menjadi sektoral sesuai dengan
bentuk lembaga yang ada di daerah serta banyaknya mutasi baik bersifat promosi
maupun pemindahan tugas. Penurunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berasal dari
BKKBN ini menurunkan kinerja lembaga pengelola program Kependudukan dan
Keluarga Berencana.
9. Kelembagaan Keluarga Berencana Daerah Implementasi PP 38 Tahun 2007 dan PP 41
tahun 2007. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 38 Tahun 2007
tentang pembagian Urusan Pemerintah antara pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, serta PP nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
(ODP), jelas dikatakan bahwa Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS)
merupakan salah satu urusan wajib diantara 28 urusan wajib (Pasal 7). Hal ini berarti
bahwa KB dan KS merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat sehingga
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan KB dan KS.
10. Implementasi UU No 52 tahun 2009 belum terlaksana.
1.6. Tujuan Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk
Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk :
1. Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk Jawa
Tengah Tahun 2010-2035;
2. Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk Jawa
Tengah Tahun 2010-2015, 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030, 2030-2035;
1. Menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan lembaga di Provinsi Jawa Tengah
dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan.
22
BAB 2
VISI, MISI TUJUAN DAN SASARAN
2.1. Visi
Visi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Jawa Tengah adalah:
Terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan
persebaran penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
2.2. Misi
Misi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk mencakup dua hal berikut:
1. Membangun komitmen para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime
stakeholders) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas
penduduk bagi pembangunan berkelanjutan;
2. Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan (regulasi) yang
mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk.
2.3. Kebijakan
Terdapat tiga arah kebijakan yang dirumuskan dalam Grand Design Pengendalian
Kuantitas Penduduk, yaitu :
1. Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui penetapan perkiraan angka
fertilitas, mortalitas, dan mobilitas penduduk ;
2. Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dimaksudkan agar kuantitas penduduk sesuai
dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan ;
3. Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan tidak hanya pada tingkat provinsi,
namun juga di tingkat Kabupaten/Kota secara berkelanjutan.
2.4. Tujuan
Tujuan utama dari pengendalian kuantitas penduduk dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi
penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi,
pertumbuhan, serta persebaran penduduk;
23
2. Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan kondisi
sosial, budaya, ekonomi, daya dukung alam dan daya tampung lingkungan
melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan
pengarahan mobilitas penduduk.
2.5. Sasaran Umum
Grand Design pengendalian kuantitas penduduk di Provinsi Jawa Tengah mempunyai
tiga sasaran pokok kuantitatif, yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan persebaran
penduduk.
1. Sasaran dari aspek fertilitas diarahkan pada pencapaian kondisi penduduk tumbuh
seimbang (PTS) pada tahun 2035 yang ditandai dengan TFR sebesar 2 per wanita dan
NRR sebesar 0,938 per wanita. Kondisi Tahun 2010 adalah TFR sebesar 2,2 dan NRR
sebesar 1.
2. Sasaran dari aspek mortalitas berupa angka kematian bayi (AKB) diharapkan terus
menurun dari 15,32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010, menjadi 12 per 1000
kelahiran hidup tahun 2035.
3. Sasaran dari aspek persebaran penduduk diharapkan akan terjadi persebaran yang
lebih merata sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.
2.6. Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk di Provinsi Jawa
Tengah ini akan dilihat dari sejauh mana sasaran-sasaran kependudukan tersebut dapat
dicapai pada setiap periode waktu.
2.7. Strategi Pelaksanaan
Di tingkat nasional strategi pelaksanaan dari Grand Design pengendalian kuantitas
penduduk ini mencakup dua hal pokok : 1). Menyangkut penyempurnaan regulasi nasional
yang terkait dengan upaya pengendalian kuantitas penduduk; 2). Melalui penyelesaian
peraturan pemerintah dan regulasi ikutan sebagai penjabaran Undang-undang Nomor 52
tahun 2009.
24
Strategi pelaksanaan Grand Design pengendalian kuantitas penduduk Provinsi Jawa
Tengah ini mencakup : 1). Implementasi kebijakan atau program yang berkaitan dengan
komponen-komponen pengendalian kuantitas penduduk dan 2). Pelaksanaan upaya
pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk
2.8. Alur Pikir
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, tingkat fertilitas di Provinsi Jawa Tengah
sebesar 2,2 (angka sementara) sedangkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010 menyebutkan bahwa angka kematian bayi (AKB) sebesar 10,62 dan angka
kematian ibu (AKI) sebesar 104,97 kematian. Angka ini cukup tinggi dengan kondisi jumlah
penduduk Jawa Tengah yang tinggi yaitu 32.382.657 jiwa. Selain itu juga konsentrasi
penduduk yang memusat pada kota-kota besar menyebabkan persebaran penduduk yang tidak
merata. Dengan adanya intervensi dari pemerintah daerah baik kebijakaan, strategi maupun
program Kependudukan dan Keluarga Berencana, maka diharapkan tingkat fertilitas akan
menurun menjadi 2,002 di tahun 2035, penurunan mortalitas yang diikuti dengan peningkatan
derajat kesehatan serta persebaran penduduk yang semakin merata di berbagai daerah dengan
jaminan lapangan kerja yang cukup. Kondisi yang demikian akan mewujudkan visi dan misi
Pengendalian Kuantitas Penduduk.
KONDISI SAAT
INI
FERTILITAS
MORTALITAS
MOBILITAS
INTERVENSI
KEBIJAKAN
STRATEGI
PROGRAM
KONDISI YANG
DIINGINKAN
FERTILITAS
MORTALITAS
MOBILITAS
VISI &
MISI
PKP*
*) PKP : Pengendalian Kuantitas Penduduk
25
BAB 3
POKOK-POKOK PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui pengaturan tiga komponen utama
kependudukan yakni : 1). Pengaturan Fertilitas; 2). Penurunan Mortalitas; dan 3). Pengarahan
Mobilitas.
3.1. Pengaturan Fertilitas
Pengaturan fertilitas dilakukan dengan program Keluarga Berencana yang meliputi : 1).
Mengatur usia ideal perkawinan; 2). Mengatur usia ideal melahirkan; 3). Mengatur jarak ideal
melahirkan; 4). Jumlah ideal anak yang dilahirkan, 5) Penggunaan alat kontrasepsi yang tepat
dan aman. Selanjutnya revitalisasi Program Kependudukan dan KB untuk menurunkan
tingkat kelahiran dan menuju terbentuknya keluarga kecil berkualitas dan sejahtera dengan
strategi : 1). Pembinaan dan peningkatan kemandirian keluarga berencana; 2). Promosi dan
penggerakan masyarakat serta provider dalam perluasan program Kependudukan dan KB; 3).
Penguatan sumberdaya penyelenggara program KB; 4). Meningkatkan kapasitas penguatan
kelembagaan keluarga kecil berkualitas serta meningkatkan kapasitas pembinaan dan peran
serta masyarakat dalam pelayanan KB mandiri.
Memperluas program KB yang tidak hanya identik dengan pemakaian kontrasepsi
dan penurunan angka kelahiran, namun juga terkait dengan tujuan untuk : Pemenuhan hak-
hak reproduksi, promosi, pencegahan, dan penanganan kesehatan reproduksi dan seksual,
serta kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, dan anak. Disamping itu peningkatan
kemandirian ber-KB keluarga Pra KS dan KS I juga penting dilakukan karena mereka adalah
kelompok rentan. Strateginya adalah lewat beberapa cara diantaranya : peningkatan
komunikasi, informasi dan edukasi pengendalian penduduk dan KB, pengurangan angka DO
ber-KB, peningkatan pelayanan KB dengan berbagai metode alat kontrasepsi, peningkatan
kepuasan klien dalam ber-KB dan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi,
manfaat dan keuntungan dari masing-masing alat kontrasepsi serta efek samping dari masing-
masing alat kontrasepsi, dan sebagainya. Untuk keperluan tersebut maka peningkatan jumlah,
mutu dan peran provider (PLKB, Bidan, dan provider lain yang terkait) sangat diperlukan
untuk menunjang pengembangan kebijakan dan pembinaan kesertaan ber-KB.
26
3.2. Penurunan Mortalitas
Penurunan mortalitas bertujuan agar terwujudnya penduduk tumbuh seimbang dan
berkualitas dalam setiap dimensinya. Upaya yang diprioritaskan adalah ; 1). Penurunan angka
kematian ibu; 2). Penurunan angka kematian bayi dan balita; serta 3). Meningkatkan
partisipasi Kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga Balita serta
mengembangkan advokasi serta Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam
meningkatkan kualitas keluarga; 4). Meningkatkan partisipasi dan peran serta dari lintas
sektor (Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan sebagainya) dalam mempersiapkan
kehamilan. Untuk menurunkan angka mortalitas maka harus ada program yang berjenjang,
mulai dari peningkatan derajat kesehatan remaja, calon ibu, ibu hamil, program imunisasi
setelah anak lahir, perluasan dan peningkatan mutu layanan kesehatan bagi semua golongan
umur, dan perhatian khusus bagi kaum lanjut usia. Disamping itu, upaya penurunan angka
kematian difokuskan pada : 1). Kesamaan hak reproduksi pasangan suami istri (pasutri); 2)
Keseimbangan akses dan kualitas KIE dan pelayanan; 3). Pencegahan dan pengurangan
resiko kesakitan dan kematian; dan 4). Partisipasi aktif keluarga dan masyarakat.
Untuk meningkatkan program kesehatan yang baik, maka memerlukan dana yang
banyak. Sebagai contoh, untuk tingkat nasional, biaya imunisasi sebesar Rp. 791 milyar pada
tahun 2008, akan meningkat menjadi sekitar Rp. 1,4 trilyun pada tahun 2015. Oleh
karenanya, program KB tidak saja diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk atau
membatasi kelahiran, namun juga bagaimana merencanakan kehidupan yang lebih baik. Dari
pernyataan ini, maka program KB harus benar-benar berakar di tingkat paling bawah dan di
tingkat kabupaten/kota.
3.3. Pengarahan Mobilitas
Pengarahan mobilitas penduduk ditujukan agar terjadi persebaran yang seimbang antara
jumlah penduduk dan daya tampung sosial serta daya dukung lingkungan. Persebaran
penduduk juga dipengaruhi oleh titik-titik pertumbuhan ekonomi. Daerah yang maju akan
banyak didatangi penduduk baru dan sebaliknya daerah yang belum maju pertumbuhan
ekonominya akan ditinggalkan oleh penduduknya. Hal ini juga terkait dengan kesempatan
kerja yang tersedia. Hasil Sensus Penduduk 2010 memang menunjukkan bahwa Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Jawa Tengah hanya 0,37 % dan tercatat terendah di
Indonesia. Namun jika melihat besarnya kelompok umur balita, maka tersirat bahwa LPP
yang rendah tersebut bukan karena turunnya angka kelahiran, karena angka TFR di Provinsi
27
Jawa Tengah masih 2,2 (angka sementara). Dengan kata lain, rendahnya LPP barangkali
karena sebab lain, misalnya migrasi keluar.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah banyak ditinggalkan oleh
penduduknya karena ingin mencari pekerjaan di daerah lain, bahkan di luar negeri.
Kabupaten Wonogiri, Sukohardjo, Grobogan, Tegal, Brebes, dan sebagainya tercatat sebagai
daerah yang banyak ”mengirim” tenaga kerja ke luar seperti Jakarta, bahkan ke Malaysia,
Hongkong, Taiwan, Arab Saudi, dan sebagainya. Perpindahan penduduk merupakan hak
setiap warga, selama mereka mentaati peraturan yang berlaku. Tingginya migrasi ke luar
Provinsi Jawa Tengah mengisyaratkan pentingnya peningkatan kesempatan kerja di provinsi
ini. Berbagai titik pertumbuhan ekonomi harus diciptakan. Semboyan ”Bali Deso, Bangun
Deso”, pantas ditingkatkan agar desa menjadi tempat mencari nafkah.
Namun juga memungkin apabila Provinsi Jawa Tengah mampu meningkatkan
kesempatan kerja di daerah, maka akan berganti menjadi tujuan migrasi masuk untuk mencari
penghidupan. Ini berarti suatu saat migrasi masuk ke Provinsi Jawa Tengah juga akan tinggi
dan tentu saja akan mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Kondisi seperti inilah yang
harus diantisipasi oleh Provinsi Jawa Tengah agar terjadi keserasian antara fertilitas,
mortalitas dan mobilitas, sehingga tujuan penduduk tumbuh seimbang dapat diwujudkan.
Strategi yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah : 1).
Meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam penyerapan tenaga kerja, baik
regional, nasional maupun internasional; 2). Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber
daya pelatiham dan produktivitas; 3). Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam
penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja yang mudah
diakses oleh masyarakat; 4). Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai
norma hukum yang berlaku, serta meningkatkan peran lembaga ketenagakerjaan.
3.4. Kebijakan Kependudukan Yang Lebih Luas
Kebijakan kependudukan yang dimaksud adalah sebuah desain atau program nyata dari
pemerintah untuk mengatur hal ihwal yang berkaitan dengan penduduk. Program penting
yang harus dilakukan adalah penyerasian kebijakan pembangunan dengan pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana untuk mewujudkan pembangunan nasional dan
daerah yang berwawasan kependudukan dengan strategi adalah pengembangan dan
sosialisasi kebijakan pembangunan kependudukan. Disamping itu usaha pemenuhan data dan
28
informasi kependudukan yang memadai, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. Hal ini
untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah
serta serta mendorong terakomodasinya hak penduduk dan perlindungan sosial dengan
strategi : 1). Penyediaan analisis data kependudukan yang bersumber pada sensus penduduk
dan survei kependudukan; 2). Peningkatan kualitas data dan informasi manajemen
pembangunan kependudukan dan KB berbasis Teknologi Informasi; 3). Analisis dan kajian
kebijakan pengendalian penduduk.
Untuk itu, penetapan parameter kependudukan juga penting dilakukan sebagai acuan
bertindak. Demikian pula sosialisasi kebijakan dan program kependudukan, terutama
pengembangan kebijakan kelompok penduduk rentan dan produktivitas penduduk serta
pembinaan ketahanan keluarga. Jalan yang ditempuh dapat melalui peningkatan advokasi
kepada stakeholder pengembangan media komunikasi, peningkatan kemitraan dengan lintas
sektor, pemerintah daerah, sektor swasta, LSM dan sebagainya serta peningkatan KIE dan
peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas dan
pengarahan mobilitas.
Dari uraian tersebut secara umum arah kebijakan yang dirumuskan dalam Grand
Design Pengendalian Kuantitas Penduduk, yaitu bahwa pengendalian kuantitas penduduk
ditetapkan melalui perkiraan angka fertilitas, mortalitas, dan mobilitas penduduk serta
pengendalian kuantitas penduduk dimaksudkan agar kuantitas penduduk sesuai dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan. Untuk itu strategi pelaksanaannya meliputi
revitalisasi kelembagaan dan program kependudukan serta penyerasian dan pemaduan
program kependudukan.
3.5. Target Pencapaian
Dalam Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini telah ditetapkan sasaran-
sasaran kependudukan yang harus dicapai berdasarkan perhitungan dari hasil sementara data
Sensus Penduduk 2010 dari BPS yang dilakukan pembahasan dengan tim penyusun
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Fertilitas
Pada tahun 2015 diharapkan peserta KB di Provinsi Jawa Tengah akan berjumlah lebih
dari 65% dari pasangan usia subur (PUS) dengan sekitar 63% pemakai alat kontrasepsi
moderen. Peserta KB ini diharapkan meningkat secara konsisten, sehingga pada tahun
2020 peserta KB di Provinsi Jawa Tengah akan mencapai angka 70% dari PUS, dengan
29
jumlah peserta KB moderen melebihi angka 65%. Kondisi seperti ini minimal dapat
dipertahankan hingga tahun 2035.
Sejalan dengan meningkatnya pemakaian kontrasepsi moderen, maka angka TFR
diharapkan juga menurun secara konsisten. Pada tahun 2015 diperkirakan angka TFR
akan menurun mencapai kondisi penduduk tumbuh seimbang dengan TFR 2,042 per
wanita atau NRR sebesar 1 per wanita. Angka TFR ini diharapkan menurun secara
konsisten, sehingga pada tahun 2035 angka TFR di Provinsi Jawa Tengah mencapai
2,002 anak per wanita dengan NRR 0,938 per wanita. Di sisi lain angka kelahiran kasar
(CBR) menurun sekitar 15,3 per 1000 penduduk pada tahun 2015 menjadi sekitar 13,3
per 1000 penduduk pada tahun 2035.
Dari kondisi tersebut diaharapkan pula LPP juga akan menurun secara konsisten,
sehingga pada tahun 2035 mencapai laju pertumbuhan penduduk 0,32%.
2. Mortalitas
Penurunan angka mortalitas juga akan diikuti dengan penurunan angka fertilitas secara
konsisten dan berlanjut. Angka kematian bayi (IMR) menurun dari 13,71 per 1.000
kelahiran pada tahun 2015 menjadi 12,93 di tahun 2020 dan sekitar 12 per 1.000
kelahiran pada tahun 2035.
Dari kondisi tersebut diharapkan angka harapan hidup juga meningkat, dari 74,42 pada
tahun 2015 menjadi 74,85 pada tahun 2020, dan 75,36 pada tahun 2035. Meningkatnya
angka harapan hidup juga akan berpengaruh terhadap jumlah lansia, yang nantinya akan
membutuhkan penanganan secara khusus dalam pembangunan Provinsi Jawa Tengah ke
depan.
30
BAB 4
ROAD MAP GRAND DESIGN
PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini mencakup besaran-besaran yang
harus diperhatikan dalam upaya untuk mengatasi atau mengendalikan jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk. Secara operasional, untuk setiap tahapan 5 (lima) tahunan diperlukan
road map yang mencakup tentang tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan
yang perlu dilakukan dalam upaya pengendalian kuantitas penduduk. Road map ini
diharapkan berfungsi sebagai acuan setiap sektor serta pemerintah daerah dalam penyusunan
langkah-langkah kegiatan dalam mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk. Secara
garis besar Road Map dalam Grand Design Pengendalian Penduduk sebagai berikut :
4.1. Tujuan Road Map
Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini mencakup kurun waktu 2010-
2035. Pada setiap periode lima tahun dari tahun 2010 akan dibuat road map untuk
mengetahui sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk yang harus dicapai pada setiap
periode, serta kebijakan, strategi, dan program yang perlu dilakukan, baik yang mencakup
fertilitas, mortalitas, maupun mobilitas dan persebaran. Dengan demikian tujuan dari road
map ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana.
4.2. Sasaran Lima Tahunan
Tahun dasar yang dipergunakan dalam menyusun Grand Design Pengendalian
Kuantitas Penduduk adalah tahun 2010 yang sesuai dengan adanya Sensus Penduduk. Pada
tahun 2010 ini berbagai indikator kependudukan diperkirakan sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 32.382.657 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,37%
31
Fertilitas
- TFR : 2,093 anak per wanita subur
- NRR : 0,972
- CBR : 16,1 kelahiran per 1.000 penduduk
- CPR : 63%
Mortalitas
- CDR : 6,6 kematian per 1.000 penduduk
- IMR : 10,62 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : 104,97
- Angka harapan hidup : 73,71 tahun
Pada tahun 2015 sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan
sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 33.866.200 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,83%
Fertilitas
- TFR : 2,042 anak per wanita subur
- NRR : 0,954
- CBR : 15,3 kelahiran per 1.000 penduduk
-CPR : 65%
Mortalitas
- CDR : -
- IMR : 9,56 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : -
- Angka harapan hidup : 74,42 tahun
32
Pada tahun 2020 sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan
sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 35.184.100 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,72%
Fertilitas
- TFR : 2,019 anak per wanita subur
- NRR : 0,945
- CBR : 14,8 kelahiran per 1.000 penduduk
- CPR : 70%
Mortalitas
- CDR : -
- IMR : 8,6 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : -
- Angka harapan hidup : 74,85 tahun
Pada tahun 2025 sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan
sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 36.369.800 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,61%
Fertilitas
- TFR : 2,009 anak per wanita subur
- NRR : 0,941
- CBR : 14,3 kelahiran per 1.000 penduduk
- CPR : 70%
Mortalitas
- CDR : -
- IMR : 7,8 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : -
- Angka harapan hidup : 75,11 tahun
33
Pada tahun 2030 sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan
sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 37.374.600 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,42%
Fertilitas
- TFR : 2,004 anak per wanita subur
- NRR : 0,939
- CBR : 13,9 kelahiran per 1.000 penduduk
- CPR : 70%
Mortalitas
- CDR : -
- IMR : 7,02 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : -
- Angka harapan hidup : 75,27 tahun
Pada tahun 2035 sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan
sebagai berikut :
Penduduk :
- Total : 38.124.000 jiwa
- Laju Pertumbuhan : 0,32%
Fertilitas
- TFR : 2,002 anak per wanita subur
- NRR : 0,938
- CBR : 13,3 kelahiran per 1.000 penduduk
- CPR : 70%
Mortalitas
- CDR : -
- IMR : 6,32 kematian per 1.000 penduduk
- MMR : -
- Angka harapan hidup : 75,36 tahun
34
4.3. Keterkaitan Grand Design dengan Road Map
Road Map Pengendalian Kuantitas Penduduk Jawa Tengah periode 2010-2015, 2015-
2020, 2020-2025, 2025-2030, 2030-2035 akan disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah periode sebelumnya serta dinamika
perubahan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Gambar 4.1. Keterkaitan Grand Design 2010-2035 Dengan Road Map
Dari uraian tersebut jelas bahwa kegiatan pengendalian kuantitas penduduk penting
artinya untuk diutamakan. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah : 1). Pemaduan
Kebijakan Pengendalian Penduduk; 2). Pengembangan Kerjasama Kependudukan; 3).
Penelitian dan Pengembangan Kependudukan; 4). Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan;
serta 5). Peran Serta Masyarakat dalam Kependudukan.
2010 2015 2020 2025 2030 2035
GRAND DESIGN PENGENDALIAN PENDUDUK
2010 - 2035
ROAD MAP
2010-2015
ROAD MAP
2015-2020
ROAD MAP
2020-2025
ROAD MAP
2025-2030
ROAD MAP
2030-2035
35
Tabel 4.1. Sasaran Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Tahun 2010-2035
No Sasaran 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Penduduk
1 Jumlah 32.382.657 33.866.200 35.184.100 36.369.800 37.374.600 38.124.000
2 LPP 0.37 0.83 0.72 0.61 0.47 0.32
Fertilitas
3 TFR 2,093 2,042 2,019 2,009 2,004 2,002
4 NRR 0,972 0,954 0,945 0,941 0,939 0,938
5 CBR 16,1 15,3 14,8 14,3 13,9 13,3
6 CPR 63 65 70 70 70 70
Mortalitas
7 CDR* 6,6
8 IMR** 10,62 9,56 8,6 7,8 7,02 6,32
9 MMR* 104,97
10 E0 73,71 74,42 74,85 75,11 75,27 75,36
Migrasi
11 Net Migration - 0,7 - 0,6 - 0,6 - 0,6 - 0,6 - 0,6 Sumber : Hasil Perhitungan Proyeksi Sementara BPS Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober 2012.
**) Data IMR dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
*) Data CDR dan MMR tahun 2010 sesuai hasil Dinas Kesehatan, perhitungan target selanjutnya belum dapat
dihitung.
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi sementara BPS Provinsi Jawa Tengah bulan
Oktober, 2012, laju pertumbuhan penduduk (LPP) cenderung mengalami peningkatan dari
tahun 2010 sebesar 0,37% menjadi 0,83% pada tahun 2015. Diproyeksikan, LPP akan terus
menurun menjadi 0,32% pada tahun 2035. Walaupun laju pertumbuhan penduduk menurun,
namun jumlah penduduk Indonesia secara nominal terus bertambah. Pada tahun 2010,
jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah sebanyak 32.382.657 jiwa. Pada tahun 2035
diproyeksikan menjadi 38.124.000. Peningkatan ini antara lain terjadi karena masih
tingginya tingkat kelahiran (Total Fertility Rate atau TFR) pada tahun 2010 sebesar 2,093
kelahiran per wanita, meskipun diperkirakan akan terus mengalami penurunan sampai dengan
tahun 2035 menjadi 2,002 per wanita.
Penurunan tingkat kelahiran kasar (Angka Kelahiran Kasar atau CBR) berperan juga
dalam hal ini. Selain itu, tingkat pemakaian kontrasepsi yang cenderung mengalami
peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan 2020 juga berpengaruh, meskipun setelah
periode tersebut stabil pada angka 70%. Perubahan jumlah dan struktur penduduk juga
dipengaruhi oleh kematian, kelahiran dan migrasi.
36
Kondisi kependudukan pada periode 2010 – 2035 dicirikan antara lain dengan
menurunnya angka kematian dan angka kelahiran. Data sementara BPS menunjukkan angka
kematian bayi periode 2010 – 2035 cenderung mengalami penurunan dari 10,62 per 1.000
kelahiran hidup pada 2010 menjadi 6,32 pada tahun 2035. Menurunnya tingkat fertilitas dan
mortalitas memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap angka harapan hidup di
Provinsi Jawa Tengah yang diprediksi menglami kenaikan dari 73,71 tahun menjadi 75,36
tahun (2010-2035).
37
BAB 5
PENUTUP
Diharapkan Grand Design ini menjadi acuan dan dasar dalam mewujudkan
pembangunan berwawasan kependudukan di Jawa Tengah. Berbagai potensi tersebut di atas,
merupakan modal dasar bagi Provinsi Jawa Tengah untuk merevitalisasi Program
Kependudukan dan KB, dan menyerasikan kebijakan kependudukan dengan pembangunan
lainnya. Dari potensi tersebut maka pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan
beragama diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang
ditandai dengan meningkatnya IPM, IPG, dan penduduk tumbuh seimbang, serta memperkuat
jati diri bangsa. Pencapaian sasaran tersebut, ditandai dengan terkendalinya pertumbuhan
penduduk, meningkatnya Usia Harapan Hidup, meningkatnya rata-rata lama sekolah dan
menurunnya angka buta aksara, meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup anak dan
perempuan, serta meningkatnya jati diri bangsa.
Hal lain yang harus diperhatikan pelaksanaan program KB di Provinsi Jawa Tengah
diantaranya bagaimana mengefektifkan program pengendalian kuantitas penduduk melalui
Pendekatan jaringan kemitraan yang kuat dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah
seperti : 1). Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Jawa Tengah; 2).
Pusat Studi Kependudukan di berbagai perguruan tinggi/instansi; 3). Forum Antar Umat
Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (FAPSEDU); 4). Ikatan Penyuluh
KB dan Ikatan Penulis KB dan sebagainya.
Selain itu, rekomendasi untuk Provinsi Jawa Tengah diantaranya :
1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Program Kependudukan dan KB terutama di
tingkat kabupaten /kota di Provinsi Jawa Tengah. Perubahan lingkungan strategis seperti
perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang menyebabkan
bervariasinya beragamnya kelembagaan yang menangani Program Kependudukan dan
KB di Kabupaten/Kota.
2. Meningkatkan capacity building bidang Kependudukan dan KB kepada seluruh jajaran
SKPD pengampu program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah.
3. Meningkatkan dukungan sarana, prasarana dan metode dan anggaran program
Kependudukan dan Keluarga Berencana di kabupaten/kota. Dengan demikian, BP3AKB
dan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah harus mempunyai kemampuan dalam
38
mengadvokasi para pemangku kepentingan agar pembangunan Kependudukan dan KB
menjadi program prioritas di Kabupaten/Kota.
4. Meningkatkan sinergi kebijakan dalam Pembangunan Kependudukan dan KB baik di
pusat, Provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, maka Perwakilan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama BP3AKB Provinsi Jawa Tengah sebagai
SKPD pengampu program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Provinsi Jawa Tengah,
diberi mandat untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan program
KB di Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa
Tengah dan BP3AKB melaksanakan pembinaan, advokasi, fasilitasi, pelayanan, KIE,
pemantauan dan evaluasi di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera lingkup
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Fakta ini merupakan peluang yang harus ditangkap, selain
komitmen pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang semakin tinggi terhadap pembangunan
Kependudukan dan KB yang ditunjukkan dengan dijadikannya revitalisasi program KB
menjadi bagian dari prioritas Provinsi Jawa Tengah dalam RPJMD 2008-2013. Dengan
demikian dukungan sarana, metode dan anggaran idealnya meningkat.
39
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Jawa Tengah Dalam Angka 2011, Semarang, Indonesia :
BPS.
Badan Koordinasi Dan Keluarga Berencana (BKKBN). 2009. Survei Demografi Dan
Kesehatan Indonesia 2007, Provinsi Jawa Tengah.