GORONTALO
-
Upload
rafil-hanafi -
Category
Documents
-
view
157 -
download
0
description
Transcript of GORONTALO
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu
dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare
dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama
Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan
penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan
masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-
Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya
yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi
(bagian utara). Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan
Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango.
Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari
Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat
sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe Kerajaan ini
dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang
terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan
perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat
besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut
Page | 1
dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi
Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan
Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-
kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-
kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut
"Pohala'a".Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
Pohala'a Gorontalo
Pohala'a Limboto
Pohala'a Suwawa
Pohala'a Boalemo
Pohala'a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di
Indonesia. Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara
kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
"Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi
hulontalo.
Berasal dari " Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang Gowa yang
berjalan lalu lalang.
Berasal dari " Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.
Page | 2
Berasal dari "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan
Gabus.
Berasal dari " Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat
menunggu.
Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
Berasal dari " Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun
jelas kata "hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang
Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan
dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan
seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889
sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal
dengan istilah " Rechtatreeks Bestur ". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan
dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder
Afdeling yaitu :
Onder Afdeling Kwandang
Onder Afdeling Boalemo
Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
Distrik Kwandang
Page | 3
Distrik Limboto
Distrik Bone
Distrik Gorontalo
Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
Afdeling Gorontalo
Afdeling Boalemo
Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik , rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk.
H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama
kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat
dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak
kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah
sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone
dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Hari Kemerdekaan Gorontalo " yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera
merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara
Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat
Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara
masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu
Page | 4
dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke
Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone
di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara
Indonesia Timur.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini selain untuk memenuhi tugas juga untuk
menambah wawasan bagaimana cara berkomunikasi dengan baik sesuai dengan
sosial budaya daerah yang ada di Indonesia yang pada penulisan ini, penulis
mengambil social budaya dari daerah Gorontalo.
1.3 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu perawat dalam
berkomunikasi dengan masyarakat dari berbagai daerah yang dalam penulisan ini
dikhususkan pada masyarakat Gorontalo.
Page | 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sekilas Tentang Gorontalo
Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-
kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Antara
agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah Adat bersendikan Syara
dan Syara bersendikan Kitabbullah. Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang
paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut.Itulah sebabnya Gorontalo lebih
banyak dikenal.
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama
Hulontalangi, artinya seorang pengembara yang turun dari langit. Tokoh ini
berdiam di Gunung Tilongkabila, akhirnya ia menikah dengan seorang wanita
pendatang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu
tersebut berpenumpang 8 orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan
komunitas etnis atau suku Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah
menjadi Hulontalo dan akhirnya Gorontalo. Orang Gorontalo menggunakan
bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango,
dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek Gorontalo.
Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam. Islam
masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Karena adanya kerajaan-kerajaan di masa
Page | 6
lalu sempat muncul kelas-kelas dalam masyarakat Gorontalo: kelas raja dan
keturunannya (wali-wali), lapisan rakyat kebanyakan (tuangolipu).
2.2 Agama
Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam (99
%). Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk
ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad XV), jauh sebelum wali songo di
Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam seorang wali yang bernama ‘Ju
Panggola’ di Kelurahan Dembe I, Kota Barat, tepatnya di wilayah perbatasan
Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.
Pada waktu dulu di wilayah Gorontalo terdapat pemerintahan kerajaan
yang bernapaskan Islam. Raja Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam
adalah Sultan Amai (1550—1585), yang kemudian namanya diabadikan sebagai
nama perguruan tinggi agama Islam di Provinsi Gorontalo, STAIN Sultan Amai
Gorontalo, yang kelak diharapkan menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) di
Gorontalo.
Dengan adanya kerajaan-kerajaan pada masa lalu muncul kelas-kelas
dalam masyarakat Gorontalo; kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan
rakyat kebanyakan (tuangolipu), dan lapisan budak (wato). Perbedaan kelas ini
semakin hilang seiring dengan semakin besarnya pengaruh ajaran Islam yang tidak
mengenal kelas sosial. Namun, pandangan tinggi rendah dari satu pihak terhadap
pihak lain masih terasakan sampai saat ini. Dasar pelapisan sosial seperti ini
Page | 7
semakin bergeser oleh dasar lain yang baru, yaitu jabatan, gelar, pendidikan, dan
kekayaan ekonomi.
2.3 Seni dan Budaya
Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki
aneka ragam kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat,
upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di
daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan
Tari Langga. Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh
masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku),
Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang),
Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).
Penyanyi-penyanyi asal daerah Gorontalo yang terkenal, antara lain, Rama
Aipama, Silvia Lamusu, Lucky Datau, Hasbullah Ishak, Shanty T., dan Gustam
Jusuf. Rama Aipama lahir di Gorontalo pada tanggal 17 September 1956, yang
kemudian mencapai sukses besar dalam dunia tarik suara di Jakarta. Alat musik
tradisional yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan
Gambus (berasal dari Arab).
Page | 8
2.4 Rumah Adat
Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo
Pomboide dan Dulohupa. Rumah adat ini terletak tepat di depan Kantor Bupati
Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa terletak di Kelurahan
Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Akan tetapi, rumah adat
Dulohupa yang satu ini kini tinggal kenangan karena sudah diratakan dengan
tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan
pada masa lampau. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan
sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara
melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur
Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan
Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
2.5 Bahasa Daerah
Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga
dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling
dominan adalah dialek Gorontalo.
Penarikan garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah
bilateral, garis ayah dan ibu.Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya
melainkan harus berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga
terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu.
Page | 9
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama
Hulontalangi, artinya ‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di
Gunung Tilongkabila. Kemudian dia menikah dengan salah seorang perempuan
pendatang yang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu.
Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang kemudian
menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal bakal masyarakat
keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan Gorontalo pun cenderung sepakat tentang
pendapat ini karena hingga saat ini ada kata bahasa Gorontalo, yakni 'Hulondalo'
yang bermakna 'masyarakat, bahasa, atau wilayah Gorontalo'. Sebutan
Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi
Gorontalo.
2.6 Pakaian Adat
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara
perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun
yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut
Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna,
yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.
Page | 10
2.7 Nuansa Warna Bagi Masyarakat Gorontalo
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang
tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya
menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu.
Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna ‘ keberanian dan
tanggung jawab; hijau bermakna ‘kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan
kerukunan’; kuning emas bermakna ‘kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan
kejujuran’; sedangkan warna ungu bermakna ‘keanggunanan dan kewibawaan’.
Pada umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian
warna coklat karena coklat melambangkan ‘tanah’. Karena itu, bila mereka ingin
mengenakan pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang
bermakna ‘keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa’. Warna
putih bermakna ‘kesucian atau kedukaan’. Karena itu, mayarakat Gorontalo lebih
suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan
atau ke tempat ibadah (masjid). Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan
40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada peringatan 100 hari duka.
Dengan dasar pandangan terhadap warna tersebut, maka pada hiasan untuk
upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna
utama di atas (merah, hijau, kuning emas, dan ungu).Sebagaimana disebutkan di
atas, masyarakat Gorontalo memiliki pakaian khas tersendiri untuk berbagai
upacara adat baik perkawinan, pengkhitanan, pembaitan, dan penyambutan tamu.
Pakaian adat pengantin disebut Paluawala atau Bili’u. Pada waktu akad nikah
Page | 11
pengantin mengenakan pakaian adat yang disebut Wolimomo dan Payungga. Saat
itu pengantin pria berada di kamar adat yang disebut Huwali Lo Humbiya.
Paluwala artinya polunete unggala’a to delemo pohla’a, yakni suatu ikatan
keluarga pada keluarga besar: Duluwo lou limo lo pohala’a Gorontalo, Limboto,
Suwawa, Bolango, dan Atinggola. Sedangkan Bili’u berasal dari kata bilowato
artinya ‘yang diangkat’, yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan
ayuwa (sikap) dan popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di
lingkungan keluarga. Pakaian ini dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding
di pelaminan yang disebuat pu’ade atau tempat pelaminan. Kemudian pengantin
mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga Tilambi'o, yaitu pakaian pengantin
wanita tanpa Bayalo Bo”Ute atau hiasan kepala, cukup pakai konde dengan hiasan
sunthi dan pria memakai Payunga Tilambi’o. Yang terakhir sang pengantin
mengenakan Pasangan dan Payunga Tilambi’o, yaitu pakaian pengantin wanita
dengan tiga perempat tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita
bebas bersuka ria dengan sahabat–sahabat sebaya sebagai penutup acara masa
remajanya.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan acara
“Dutu“, di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan
membawakan buah–buahan, seperti buah jeruk, nangka, nenas, dan tebu. Setiap
buah yang dibawa juga punya makna tersendiri, misalnya buah jeruk bermakna
bahwa ‘pengantin harus merendahkan diri’, duri jeruk bermakna bahwa
‘pengantin harus menjaga diri’, dan rasanya yang manis bermakna bahwa
‘pengantin harus menjaga tata kerama atau bersifat manis supaya disukai orang.
Page | 12
Nenas, durinya juga bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu
pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang
berbau harum dan berwarna kuning emas mempunyai arti bahwa pengantin
tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna
kuning bermakna bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh
dalam pendirian.
2.8 Gorontalo Sebagai Pusat Kebudayaan Islam di Indonesia
Setelah menjadi satu provinsi, Gorontalo benar-benar mendapat perhatian
serius dan menjadi daya tarik tersendiri bagi Pemerintah Pusat. Melejitnya nama
Gorontalo yang dipimpin Ir. Fadel Muhammad ini merupakan angin segar baru
sehingga Gorontalo tidak dapat diremehkan oleh daerah lainnya. Sekalipun baru
seumur jagung, lahir 5 Desember 2000 bertepatan tanggal 8 Ramadan 1421 H,
Gorontalo telah membuat banyak debut di kancah Nasional, bahkan internasional.
Sebut saja pada hari ulangnya yang pertama, 16 Februari 2002 lalu, Provinsi
Gorontalo mendapat hadiah ulang tahun berupa pembangunan megaproyek bidang
perikanan dan kelautan dengan nilai miliaran rupiah dari Pemerintah Pusat.
Setelah itu, pembangunan bandara kargo untuk mendukung ekspor langsung
produk asal Gorontalo ke mancanegara, khususnya ke Filipina, Taiwan, Jepang,
dan kemungkinan ke Amerika Serikat. Yang tidak kalah menarik adalah
dipilihnya Kota Gorontalo sebagai kota yang paling transparan dalam
Page | 13
pembangunannya, yang diakui secara nasional dan internasional, khususnya
UNDP (the United Nations Development Program). Yang lain lagi, adalah
dipilihnya Provinsi Gorontalo sebagai model pembangunan dengan sistem
'management enterpreuner government' di Indonesia melalui pembuatan Neraca
Laporan Keuangan Gorontalo, di mana Pemerintah Pusat telah mengucurkan dana
sebesar Rp 3 miliar sebagai wujud dukungan penuh terhadap pelaksanaan program
itu.
Kini, giliran Menteri Agama, Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar
telah menempatkan Provinsi Gorontalo sebagai pusat pengembangan Kebudayaan
Islam di Kawasan Timur Indonesia. Mengapa Menteri Agama kita tertarik dan
memilih Gorontalo? Itu karena masyarakat Gorontalo dipandang masih tetap
memegang teguh warisan para leluhur: "Adat bersendikan Syarak dan Syarak
bersendikan Kitabullah (Al-Quran)", dan sejak dahulu Gorontalo dikenal
sebagai Kota 'Serambi Madinah'. Kedua alasan itulah yang menjadi alasan
utama mengapa Gorontalo dijadikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan
Islam. Karena itu, benarlah ungkapan Bung Karno sewaktu berkunjung ke
Gorontalo tahun 1950-an bahwa Gorontalo adalah sebagai Kota Perjuangan dan
Kota Pelajar.
Page | 14
2.9 Sosial Budaya
Potret sehari hari masyarakat Gorontalo dikenal sangat kental dengan
paduan nuansa adat dan agama. Cerminan realitas tersebut terkristalisasi dalam
ungkapan “Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah”. Filosofi hidup ini
selaras dengan dinamika masyarakat yang semakin terbuka, modern, dan
demokratis. Dalam proses sosialisasi dan komunikasi keseharian masyarakat
Gorontalo, selain menggunakan Bahasa Indonesia juga menggunakan pula Bahasa
Gorontalo (Hulondalo). Bahasa daerah ini tidak ditinggalkan, kecuali sebagai
salah satu kekayaan budaya, penggunaannya memberi label cirri khas Provinsi
Gorontalo. khas budaya Gorontalo juga dapat dilihat pada makanan khas, rumah
adat, kesenian, dan hasil kerajinan tangan Gorontalo. Diantaranya adalah kerajinan
sulaman “Kerawang” dan anyaman “Upiya Karanji” atau Kopiah Keranjang yang
terbuat dari bahan rotan. Kopiah Keranjang ini belakangan makin populer di
Indonesia. Suku-suku yang bermukim di Kabupaten Boalemo, terdiri dari suku
Gorontalo, Jawa, Sunda, Madura, Bali, NTB. Selain itu terdapat juga suku Bajo
yang hidup berkelompok di suatu perkampungan di Desa Bajo, Kecamatan
Tilamuta dan Desa Torisiaje, Kecamatan Popayato. Mereka tinggal di laut dengan
mendiami bangunan rumah di atas air. Di desa Karengetan Kecamatan Paguat dan
Desa Londoun Kecamatan Popayato terdapat perkampungan Suku Sangihe
Talaud. Suku ini sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di desa tersebut dan telah
membaur secara harmonis dengan suku Gorontalo pada umunya dan Boalemo
Page | 15
pada khususnya dengan tetap tidak meninggalkan budaya dan adat asal. Suku
Minahasa dapat di temukan di Desa Kaarwuyan, Kecamatan Manangu.
Sebagaimana etnis lainnya yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal disini, mereka
pada umunya telah berbaur dengan masyarakat Boalemo dan Gorontalo pada
umumnya juga tidak lupa untuk tidak meninggalkan adat dan budaya asal.
1. Pendidikan
Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap penduduk, bahkan setiap
penduduk berhak untuk dapat mengenyam pendidikan khususnya penduduk usia
sekolah (7-24 tahun). Keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh
tersedianya sarana dan prasarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga
pendidikan (Guru) yang memadai. Berdasarkan data tahun 2007 yang diperoleh,
jumlah Sekolah Dasar ada 910 Sekolah, dengan total 145.234 murid dan 7.140
Guru. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ada 284 Sekolah, 44.648
murid dan 4.169 guru. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 91
sekolah, 28.849 murid dan 1.662 guru.
2. Kesehatan
Dilihat dari sarana dan prasarana kesehatan, di Provinsi Gorontalo terdapat
7 Rumah Sakit yang terdiri dari 6 Rumah Sakit pemerintah dan 1 Rumah Sakit
Swasta. Sarana dan Prasarana kesehatan di tingkat kecamatan diwakili dengan
adanya keberadaan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Pada tahun
Page | 16
2007 tercatat terdapat 57 Puskesmas yang dibantu dengan 252 Puskesmas
Pembantu dan 62 Puskesmas Keliling
3. Agama
Berdasarkan data 2007 yang ada 97,5% penduduk di Provinsi Gorontalo
memeluk agama Islam, sedangkan pemeluk agama Protestan ada sebanyak 1,3%
dan selebihnya ± 1% memeluk agama Katolik, Hindu dan Budha.
4. Hukum
Berdasarkan registrasi pada tahun 2007 terdapat 520 perkara pidana. Hal
ini menunjukan penurunan sebesar 15,03% dibandingkan perkara pidana pada
tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terdapat sebanyak 376 narapidana, 94,31% di
antaranya adalah laki-laki dan jenis kejahatan yang dilakukan paling banyak
adalah kesusilaan.
Page | 17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberpa penjelasan tentang Daerah Gorontalo di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa, untuk berkomunikasi dengan masyarakat Gorontalo kita
harus bisa menyesuaikan dengan adat istiadat masyarakat Gorontalo, dimana
bahasa yang sopan santun adalah hal yang harus lebih diperhatikan. Selain
memperhatikan hal-hal di atas, kita juga harus memperhatikan dengan siapa kita
berkomunikasi, dari kangan masyarakat mana, dan lain sebagainya. Karena, ada
beberapa kalangan masyarakat Gorontalo yang bisa sulit untuk diajak untuk
berkomunikasi yang salah saunya suku Bajo yang bahasa sukunya lebih kental
dari pada bahasa Indonesia ataupun dialek Gorontalo. Selain masalah bahasa, suku
ini pun banyak yang tidak berpendidikan, karena itu kita harus memiliki kesabaran
yang tinggi apabila mau memberikan penjelasan kepada mereka, jangan sampai
akan terjadi kesalah pahaman yang akan menimbulkan masalah yang serius.
Page | 18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gorontalo-info.20megsfree.com/asb.html
di akses tanggal 1 november 2012 pukul 14:40
http://www.gorontalofamily.org/sosial-budaya.html
diakses tanggal 1 november pukul 14:49
http://www.gorontalofamily.org/tentang-gorontalo/sejarah-singkat.html
diakses tanggal 1 november 2012 pukul 15:01
Page | 19
LAMPIRAN
peta kota gorontalo
Penyanyi yang berasal dari gorontalo
Rama Aipama & Gustam Yusuf
Page | 20
Rumah Adat Dulohupa di Limba U-2, Kota Selatan, Gorontalo
(tinggal kenangan)
Pakaian Adat
Page | 21
Pakaian Adat Perkawinan Gorontalo ‘Bili’u’ Pakaian Khitanan Gorontalo
Page | 22