GORONTALO

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli- Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara). Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di Page | 1

description

KEBUDAYAAN DI GORONTALO

Transcript of GORONTALO

Page 1: GORONTALO

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu

dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare

dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama

Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan

penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan

masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-

Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.

Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya

yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi

(bagian utara). Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan

Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango.

Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari

Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat

sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe Kerajaan ini

dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang

terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan

perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat

besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut

Page | 1

Page 2: GORONTALO

dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi

Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan

Bolaang Mongondow.

Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-

kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-

kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut

"Pohala'a".Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :

Pohala'a Gorontalo

Pohala'a Limboto

Pohala'a Suwawa

Pohala'a Boalemo

Pohala'a Atinggola

Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di

Indonesia. Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara

kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :

"Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi

hulontalo.

Berasal dari " Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang Gowa yang

berjalan lalu lalang.

Berasal dari " Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.

Page | 2

Page 3: GORONTALO

Berasal dari "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan

Gabus.

Berasal dari " Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat

menunggu.

Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.

Berasal dari " Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air

Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun

jelas kata "hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang

Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan

dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.

Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan

seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889

sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal

dengan istilah " Rechtatreeks Bestur ". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan

dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder

Afdeling yaitu :

Onder Afdeling Kwandang

Onder Afdeling Boalemo

Onder Afdeling Gorontalo

Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :

Distrik Kwandang

Page | 3

Page 4: GORONTALO

Distrik Limboto

Distrik Bone

Distrik Gorontalo

Distrik Boalemo

Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :

Afdeling Gorontalo

Afdeling Boalemo

Afdeling Buol

Sebelum kemerdekaan Republik , rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk.

H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama

kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat

dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak

kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah

sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone

dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.

Hari Kemerdekaan Gorontalo " yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera

merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara

Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat

Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia

Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara

masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu

Page | 4

Page 5: GORONTALO

dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke

Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone

di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara

Indonesia Timur.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini selain untuk memenuhi tugas juga untuk

menambah wawasan bagaimana cara berkomunikasi dengan baik sesuai dengan

sosial budaya daerah yang ada di Indonesia yang pada penulisan ini, penulis

mengambil social budaya dari daerah Gorontalo.

1.3 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu perawat dalam

berkomunikasi dengan masyarakat dari berbagai daerah yang dalam penulisan ini

dikhususkan pada masyarakat Gorontalo.

Page | 5

Page 6: GORONTALO

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sekilas Tentang Gorontalo

Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-

kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Antara

agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah Adat bersendikan Syara

dan Syara bersendikan Kitabbullah. Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang

paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut.Itulah sebabnya Gorontalo lebih

banyak dikenal.

Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama

Hulontalangi, artinya seorang pengembara yang turun dari langit. Tokoh ini

berdiam di Gunung Tilongkabila, akhirnya ia menikah dengan seorang wanita

pendatang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu

tersebut berpenumpang 8 orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan

komunitas etnis atau suku Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah

menjadi Hulontalo dan akhirnya Gorontalo. Orang Gorontalo menggunakan

bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango,

dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek Gorontalo.

Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam. Islam

masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Karena adanya kerajaan-kerajaan di masa

Page | 6

Page 7: GORONTALO

lalu sempat muncul kelas-kelas dalam masyarakat Gorontalo: kelas raja dan

keturunannya (wali-wali), lapisan rakyat kebanyakan (tuangolipu).

2.2 Agama

Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam (99

%). Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk

ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad XV), jauh sebelum wali songo di

Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam seorang wali yang bernama ‘Ju

Panggola’ di Kelurahan Dembe I, Kota Barat, tepatnya di wilayah perbatasan

Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.

Pada waktu dulu di wilayah Gorontalo terdapat pemerintahan kerajaan

yang bernapaskan Islam. Raja Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam

adalah Sultan Amai (1550—1585), yang kemudian namanya diabadikan sebagai

nama perguruan tinggi agama Islam di Provinsi Gorontalo, STAIN Sultan Amai

Gorontalo, yang kelak diharapkan menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) di

Gorontalo.

Dengan adanya kerajaan-kerajaan pada masa lalu muncul kelas-kelas

dalam masyarakat Gorontalo; kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan

rakyat kebanyakan (tuangolipu), dan lapisan budak (wato). Perbedaan kelas ini

semakin hilang seiring dengan semakin besarnya pengaruh ajaran Islam yang tidak

mengenal kelas sosial. Namun, pandangan tinggi rendah dari satu pihak terhadap

pihak lain masih terasakan sampai saat ini. Dasar pelapisan sosial seperti ini

Page | 7

Page 8: GORONTALO

semakin bergeser oleh dasar lain yang baru, yaitu jabatan, gelar, pendidikan, dan

kekayaan ekonomi.

2.3 Seni dan Budaya

Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki

aneka ragam kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat,

upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di

daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan

Tari Langga.  Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh

masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku),

Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang),

Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).

Penyanyi-penyanyi asal daerah Gorontalo yang terkenal, antara lain, Rama

Aipama, Silvia Lamusu, Lucky Datau, Hasbullah Ishak, Shanty T., dan Gustam

Jusuf. Rama Aipama lahir di Gorontalo pada tanggal 17 September 1956, yang

kemudian mencapai sukses besar dalam dunia tarik suara di Jakarta. Alat musik

tradisional yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan

Gambus (berasal dari Arab).

Page | 8

Page 9: GORONTALO

2.4 Rumah Adat

Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo

Pomboide dan Dulohupa. Rumah adat ini terletak tepat di depan Kantor Bupati

Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa terletak di Kelurahan

Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Akan tetapi, rumah adat

Dulohupa yang satu ini kini tinggal kenangan karena sudah diratakan dengan

tanah. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat  kerabat kerajaan

pada masa lampau. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan

sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara

melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur

Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan

Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).

2.5 Bahasa Daerah

Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga

dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling

dominan adalah dialek Gorontalo.

Penarikan garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah

bilateral, garis ayah dan ibu.Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya

melainkan harus berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga

terhadap saudara laki-laki ayah dan ibu.

Page | 9

Page 10: GORONTALO

Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama

Hulontalangi, artinya ‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di

Gunung Tilongkabila.  Kemudian dia menikah dengan salah seorang perempuan

pendatang yang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu.

Perahu tersebut berpenumpang delapan orang. Mereka inilah yang kemudian

menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang menjadi cikal bakal masyarakat

keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan Gorontalo pun cenderung sepakat tentang

pendapat ini karena hingga saat ini ada kata bahasa Gorontalo, yakni 'Hulondalo'

yang bermakna 'masyarakat, bahasa, atau wilayah Gorontalo'. Sebutan

Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi

Gorontalo.

2.6 Pakaian Adat

Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara

perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun

yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut

Bili’u atau  Paluawala. Pakaian adat ini  umumnya dikenal terdiri atas tiga warna,

yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.

Page | 10

Page 11: GORONTALO

2.7 Nuansa Warna Bagi Masyarakat Gorontalo

Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang

tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya

menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu.

Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo  bermakna ‘ keberanian dan

tanggung jawab;  hijau bermakna ‘kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan

kerukunan’; kuning emas bermakna  ‘kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan

kejujuran’; sedangkan warna ungu bermakna ‘keanggunanan dan kewibawaan’.

Pada umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian

warna coklat karena coklat melambangkan ‘tanah’. Karena itu, bila mereka ingin

mengenakan pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang

bermakna ‘keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa’. Warna

putih bermakna ‘kesucian atau kedukaan’. Karena itu, mayarakat Gorontalo lebih

suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan

atau ke tempat ibadah (masjid). Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan

40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada peringatan 100 hari duka.

Dengan dasar pandangan terhadap warna tersebut, maka pada hiasan untuk

upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna

utama di atas (merah, hijau, kuning emas, dan ungu).Sebagaimana disebutkan di

atas, masyarakat Gorontalo memiliki pakaian khas tersendiri untuk berbagai

upacara adat baik perkawinan, pengkhitanan, pembaitan, dan penyambutan tamu.

Pakaian adat pengantin disebut Paluawala atau Bili’u.  Pada waktu akad nikah

Page | 11

Page 12: GORONTALO

pengantin mengenakan pakaian adat yang disebut Wolimomo dan Payungga. Saat

itu pengantin pria berada di kamar adat yang disebut Huwali Lo Humbiya.

Paluwala artinya polunete unggala’a to delemo pohla’a,  yakni suatu ikatan

keluarga pada keluarga besar: Duluwo lou limo lo pohala’a Gorontalo, Limboto,

Suwawa, Bolango, dan Atinggola. Sedangkan Bili’u berasal dari kata bilowato

artinya ‘yang diangkat’, yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan

ayuwa  (sikap)  dan popoli  (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di

lingkungan keluarga. Pakaian ini dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding

di pelaminan yang disebuat pu’ade atau tempat pelaminan. Kemudian pengantin

mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga Tilambi'o,  yaitu pakaian pengantin

wanita tanpa Bayalo Bo”Ute atau hiasan kepala, cukup pakai konde dengan hiasan

sunthi dan pria memakai Payunga Tilambi’o. Yang terakhir sang pengantin

mengenakan Pasangan dan Payunga Tilambi’o, yaitu pakaian pengantin wanita

dengan tiga perempat tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita

bebas bersuka ria dengan sahabat–sahabat sebaya sebagai penutup acara masa

remajanya.

Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum  hari H dilaksanakan acara

“Dutu“,  di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta dengan

membawakan buah–buahan, seperti buah jeruk, nangka, nenas, dan tebu. Setiap 

buah yang dibawa juga punya makna tersendiri, misalnya buah jeruk bermakna

bahwa ‘pengantin harus merendahkan diri’, duri jeruk bermakna bahwa

‘pengantin harus menjaga diri’, dan rasanya yang manis bermakna bahwa

‘pengantin harus menjaga tata kerama atau bersifat manis supaya disukai orang.

Page | 12

Page 13: GORONTALO

Nenas, durinya juga bermakna bahwa pengantin  harus menjaga diri, dan begitu

pula rasanya yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang

berbau harum dan  berwarna kuning emas mempunyai  arti bahwa pengantin

tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna

kuning bermakna bahwa pengantin harus menjadi orang yang disukai  dan teguh

dalam pendirian.

2.8 Gorontalo Sebagai Pusat Kebudayaan Islam di Indonesia

Setelah menjadi satu provinsi, Gorontalo benar-benar mendapat perhatian

serius dan menjadi daya tarik tersendiri bagi Pemerintah Pusat. Melejitnya nama

Gorontalo yang dipimpin Ir. Fadel Muhammad ini merupakan angin segar baru

sehingga Gorontalo tidak dapat diremehkan oleh daerah lainnya. Sekalipun baru

seumur jagung, lahir 5 Desember 2000 bertepatan tanggal 8 Ramadan 1421 H,

Gorontalo telah membuat banyak debut di kancah Nasional, bahkan internasional.

Sebut saja pada hari ulangnya yang pertama, 16 Februari 2002 lalu, Provinsi

Gorontalo mendapat hadiah ulang tahun berupa pembangunan megaproyek bidang

perikanan dan kelautan dengan nilai miliaran rupiah dari Pemerintah Pusat.

Setelah itu, pembangunan bandara kargo untuk mendukung ekspor langsung

produk asal Gorontalo ke mancanegara, khususnya ke Filipina, Taiwan, Jepang,

dan kemungkinan ke Amerika Serikat. Yang tidak kalah menarik adalah

dipilihnya Kota Gorontalo sebagai kota yang paling transparan dalam

Page | 13

Page 14: GORONTALO

pembangunannya, yang diakui secara nasional dan internasional, khususnya

UNDP (the United Nations Development Program). Yang lain lagi, adalah

dipilihnya Provinsi Gorontalo sebagai model pembangunan dengan sistem

'management enterpreuner government' di Indonesia melalui pembuatan Neraca

Laporan Keuangan Gorontalo, di mana Pemerintah Pusat telah mengucurkan dana

sebesar Rp 3 miliar sebagai wujud dukungan penuh terhadap pelaksanaan program

itu.

Kini, giliran Menteri Agama, Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar

telah menempatkan Provinsi Gorontalo sebagai pusat pengembangan Kebudayaan

Islam di Kawasan Timur Indonesia. Mengapa Menteri Agama kita tertarik dan

memilih Gorontalo? Itu karena masyarakat Gorontalo dipandang masih tetap

memegang teguh warisan para leluhur: "Adat bersendikan Syarak dan Syarak

bersendikan Kitabullah (Al-Quran)", dan sejak dahulu Gorontalo dikenal

sebagai Kota 'Serambi Madinah'. Kedua alasan itulah yang menjadi alasan

utama mengapa Gorontalo dijadikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan

Islam. Karena itu, benarlah ungkapan Bung Karno sewaktu berkunjung ke

Gorontalo tahun 1950-an bahwa Gorontalo adalah sebagai Kota Perjuangan dan

Kota Pelajar.

Page | 14

Page 15: GORONTALO

2.9 Sosial Budaya

Potret sehari hari masyarakat Gorontalo dikenal sangat kental dengan

paduan nuansa adat dan agama. Cerminan realitas tersebut terkristalisasi dalam

ungkapan “Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah”. Filosofi hidup ini

selaras dengan dinamika masyarakat yang semakin terbuka, modern, dan

demokratis. Dalam proses sosialisasi dan komunikasi keseharian masyarakat

Gorontalo, selain menggunakan Bahasa Indonesia juga menggunakan pula Bahasa

Gorontalo (Hulondalo). Bahasa daerah ini tidak ditinggalkan, kecuali sebagai

salah satu kekayaan budaya, penggunaannya memberi label cirri khas Provinsi

Gorontalo. khas budaya Gorontalo juga dapat dilihat pada makanan khas, rumah

adat, kesenian, dan hasil kerajinan tangan Gorontalo. Diantaranya adalah kerajinan

sulaman “Kerawang” dan anyaman “Upiya Karanji” atau Kopiah Keranjang yang

terbuat dari bahan rotan. Kopiah Keranjang ini belakangan makin populer di

Indonesia. Suku-suku yang bermukim di Kabupaten Boalemo, terdiri dari suku

Gorontalo, Jawa, Sunda, Madura, Bali, NTB. Selain itu terdapat juga suku Bajo

yang hidup berkelompok di suatu perkampungan di Desa Bajo, Kecamatan

Tilamuta dan Desa Torisiaje, Kecamatan Popayato. Mereka tinggal di laut dengan

mendiami bangunan rumah di atas air. Di desa Karengetan Kecamatan Paguat dan

Desa Londoun Kecamatan Popayato terdapat perkampungan Suku Sangihe

Talaud. Suku ini sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di desa tersebut dan telah

membaur secara harmonis dengan suku Gorontalo pada umunya dan Boalemo

Page | 15

Page 16: GORONTALO

pada khususnya dengan tetap tidak meninggalkan budaya dan adat asal. Suku

Minahasa dapat di temukan di Desa Kaarwuyan, Kecamatan Manangu.

Sebagaimana etnis lainnya yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal disini, mereka

pada umunya telah berbaur dengan masyarakat Boalemo dan Gorontalo pada

umumnya juga tidak lupa untuk tidak meninggalkan adat dan budaya asal.

1. Pendidikan

Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap penduduk, bahkan setiap

penduduk berhak untuk dapat mengenyam pendidikan khususnya penduduk usia

sekolah (7-24 tahun). Keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh

tersedianya sarana dan prasarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga

pendidikan (Guru) yang memadai. Berdasarkan data tahun 2007 yang diperoleh,

jumlah Sekolah Dasar ada 910 Sekolah, dengan total 145.234 murid dan 7.140

Guru. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ada 284 Sekolah, 44.648

murid dan 4.169 guru. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 91

sekolah, 28.849 murid dan 1.662 guru.

2. Kesehatan

Dilihat dari sarana dan prasarana kesehatan, di Provinsi Gorontalo terdapat

7 Rumah Sakit yang terdiri dari 6 Rumah Sakit pemerintah dan 1 Rumah Sakit

Swasta. Sarana dan Prasarana kesehatan di tingkat kecamatan diwakili dengan

adanya keberadaan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Pada tahun

Page | 16

Page 17: GORONTALO

2007 tercatat terdapat 57 Puskesmas yang dibantu dengan 252 Puskesmas

Pembantu dan 62 Puskesmas Keliling

3. Agama

Berdasarkan data 2007 yang ada 97,5% penduduk di Provinsi Gorontalo

memeluk agama Islam, sedangkan pemeluk agama Protestan ada sebanyak 1,3%

dan selebihnya ± 1% memeluk agama Katolik, Hindu dan Budha.

4. Hukum

Berdasarkan registrasi pada tahun 2007 terdapat 520 perkara pidana. Hal

ini menunjukan penurunan sebesar 15,03% dibandingkan perkara pidana pada

tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terdapat sebanyak 376 narapidana, 94,31% di

antaranya adalah laki-laki dan jenis kejahatan yang dilakukan paling banyak

adalah kesusilaan.

Page | 17

Page 18: GORONTALO

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberpa penjelasan tentang Daerah Gorontalo di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa, untuk berkomunikasi dengan masyarakat Gorontalo kita

harus bisa menyesuaikan dengan adat istiadat masyarakat Gorontalo, dimana

bahasa yang sopan santun adalah hal yang harus lebih diperhatikan. Selain

memperhatikan hal-hal di atas, kita juga harus memperhatikan dengan siapa kita

berkomunikasi, dari kangan masyarakat mana, dan lain sebagainya. Karena, ada

beberapa kalangan masyarakat Gorontalo yang bisa sulit untuk diajak untuk

berkomunikasi yang salah saunya suku Bajo yang bahasa sukunya lebih kental

dari pada bahasa Indonesia ataupun dialek Gorontalo. Selain masalah bahasa, suku

ini pun banyak yang tidak berpendidikan, karena itu kita harus memiliki kesabaran

yang tinggi apabila mau memberikan penjelasan kepada mereka, jangan sampai

akan terjadi kesalah pahaman yang akan menimbulkan masalah yang serius.

Page | 18

Page 19: GORONTALO

DAFTAR PUSTAKA

http://www.gorontalo-info.20megsfree.com/asb.html

di akses tanggal 1 november 2012 pukul 14:40

http://www.gorontalofamily.org/sosial-budaya.html

diakses tanggal 1 november pukul 14:49

http://www.gorontalofamily.org/tentang-gorontalo/sejarah-singkat.html

diakses tanggal 1 november 2012 pukul 15:01

Page | 19

Page 20: GORONTALO

LAMPIRAN

peta kota gorontalo

Penyanyi yang berasal dari gorontalo

Rama Aipama & Gustam Yusuf

Page | 20

Page 21: GORONTALO

Rumah Adat Dulohupa di Limba U-2, Kota Selatan, Gorontalo 

(tinggal kenangan)

Pakaian Adat

Page | 21

Page 22: GORONTALO

Pakaian Adat Perkawinan Gorontalo ‘Bili’u’  Pakaian Khitanan Gorontalo

Page | 22