Geriatri - Referat Demensia Vaskular
-
Upload
frsiscaselvia -
Category
Documents
-
view
286 -
download
51
description
Transcript of Geriatri - Referat Demensia Vaskular
REFERAT
Demensia Vakular
Disusun oleh :
Fransisca Selvia
406148135
Pembimbing :
dr. Noer Saelan Tadjudin, SpKJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU GERIATRI
STW KARYA BAKTI CIBUBUR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 22 Juni 2015 – 25 Juli 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan suatu proses biologis. Semua orang pasti akan menjalani proses penuaan.
Terjadi perubahan fisik, psikis, serta sosial. Perubahan tersebut akan berbeda pada tiap
individu tergantung pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial. Saat ini jumlah penduduk
lansia (> 60 tahun) di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sehingga menjadi
tantangan untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak
menjadi beban bagi diri sendiri maupun orang lain, baik itu keluarga atau masyarakat.
Beberapa kondisi kesehatan yang kerap menjadi masalah di usia tua adalah demensia atau
pikun, disamping penyakit degeneratif lain seperti penyakit jantung, kanker, rematik,
osteoporosis, dan katarak.
Demensia merupakan salah satu yang sering terjadi pada lansia. Di negara barat
demensia vaskular menempati urutan kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer.
Demennsia vaskular juga merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga dapat
menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas hidup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demensia menurut WHO adalah suatu sindrom neurodegenerative yang disebabkan kelainan
yang bersifat kronis dan progesif disertai gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi,
kapasitas belajar, daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berbahasa, dan
pengambilan keputusan. Pada demensia, kesadaran tidak terganggu. Sindrom ini terjadi pada
penyakit Alzheimer, penyakit serebrovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder terjadi pada otak.
Demensia vaskular adalah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak
yang diakibatkan penyakit serebrovaskular. Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh daah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Istilah ini menggantikan
demensia multi infark karena infark multiple bukanlah satu-satunya penyebab demensia
vaskular. Berbagai penyakit vaskular otak dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, yang
paling sering adalah stroke.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi demensia meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang
hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun
prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5%, sedangkan pada kelompok usia diatas
85 tahun mencapai 20-40%. Dari seluruh pasien demensia, yang paling lazim ditemukan
selain tipe Alzheimer adalah demensia vaskular. Hipertensi dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya demensia. Demensia vaskular meliputi 15-30% dari seluruh kasus demensia.
Demensia vaskular paling sering dijumpai pada rentang usia 60-70 tahun dan lebih
sering terjadi pada laki-laki.
2.3 Etiologi
Penyebab demensia vaskular adalah penyakit vaskular serebral multipel yang menimbulkan
gejala berpola demensia.umumnya ditemukan pada laki-laki, khususnya dengan riwayat
hipertensi dan faktor kardiovaskular lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang
mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar luas pada otak.
Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plak aterosklerosis atau tromboemboli
dari tempat lain seperti katup jantung. Pada pemeriksaan dapat ditemukan bruit karotis yang
tidak normal atau pembesaran jantung. Selain itu, faktor resiko demensia vaskular adalah:
Usia lanjut
Hipertensi
Merokok
Penggunaan alkohol kronis
Hiperkolesterolemia
Homosistein plasma
Penyakit kardiovaskular
Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
Penggunaan obat-obatan jangka panjang
2.4 Klasifikasi
Demensia vaskular yerdiri dari 3 subtipe yaitu:
1. Demensia vaskular paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia
multiinfark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas
antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. Demensia vascular subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit
Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun
memiliki faktorresiko vascular.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer.
Sedangkan pembagian demensia vascular berdasarkan klinis:
1. Demensia vaskular pasca stroke.
Yaitu lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior,
dan arteri serebri anterior.
2. Demensia vaskular suubkortikal lesi iskemik.
2.5 Patofisiologi
Semua bentuk demensia merupakan dampak dari kematian sel saraf atau hilangnya
komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan terdapat banyak faktor yang
dapat mengganggu fungsi kerjanya.
Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada
otak dan menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sekunder
dari oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan penurunan
kognitif adalah substansia alba dari hemisfera serebral dan nuklei abu-abu dalam, terutama
striatum dan thalamus. Mekanisme demensia vaskular yang paling banyak adalah infark
kortikal multipel, infark single strategi dan penyakit pembuluh darah kecil.
Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia.
Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small step gait),
forced laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia.
Computed tomography imaging (CT scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral
disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel. Kombinasi efek dari
infark yang berbeda menghasilkan penurunan kognitif dengan menggangu jaringan
neural.
Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila
menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom
demensia, sering disertai pseudobulbar palsy.
Pada derajat yang berat terjadi lacunar state CT scan otak menunjukkan hipodensitas
multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena
ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak.
Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang
lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak
(pons).
Infark single daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis
menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi
spasial dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior
menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan
kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia,
afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif
dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah
distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.
Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai leukoencephalopati subkortikal)
disebabkan oleh penyakit substansia alba difus. Pada penyakit ini, perubahan vaskular
yang terjadi adalah fibrohialinosis dari arteri kecil dan nekrosis fibrinoid dari
pembuluh darah otak yang lebih besar. Gambaran klinis sindrom Binswanger
menunjukkan demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-
kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan
piramidal, gangguan berjalan dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter,
pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah
small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran
darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.
Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral.
Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia
dengan onset mendadak.
Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi
berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri
serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi
vaskular di otak yang multipel terutama di daerah white matter.
Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik,
gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.
Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah
inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-
cell arteritis, dan sebagainya).
2.6 Gambaran Klinis
Serangan terjadinya demensia vaskular terjadi secara mendadak, dengan didahului oleh
transient ischemic attack (TIA) atau stroke. Adanya riwayat dari faktor risiko penyakit
sebero vaskular harus disadari tentang kemungkinan terjadinya demensia vaskular.
Gambaran klinik penderita demensia vaskular menunjukkan kombinasi dari gejala
fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Gejala fokal
neurologik dapat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan
neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain
seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif. Gejala neuropsikiatrik sering terjadi
pada demensia vaskular, dapat berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood
labil, delusi, apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien
dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan,
ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik.
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan
mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat
menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi
tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan
demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi
anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus
fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin
lebih iritabel dan eksplosif.
Halusinasi dan Waham
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan
demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki
waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham
yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk
kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki
gejala-gejala psikotik.
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan
kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien
dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10
hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan
emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang
patologis).
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan
agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda
neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan
kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada
pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam,
refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus kaki serta refleks
palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10
persen pasien.
Untuk menilai fungsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini
Mental State Exam (MMSE). Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-
gejala neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan,
tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler,
pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-
gejala diatas pada jenis-jenis demensia lainnya.
2.7 Kriteria Diagnosis
Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition, text
revision (DSM-IV-TR) Kriteria ini mempunyai sensitiviti yang baik tetapi spesifitas yang
rendah. Rumusan dari kriteria diagnostik DSM-IV-TR adalah seperti berikut:
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik.
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut:
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda 19
walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam,
respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada
satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia
putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.
Pedoman diagnostik F01 Demensia vaskular adalah sebagai berikut :
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya
ingat, gangguan daya fikir, gejala neurologis fokal). Daya tilikan diri (insight) dan
daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik
3. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya gejala
neurologis fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler
Pedoman diagnostik F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut adalah sebagai berikut;
Biasanya terjadi secara cepat sesudah seranngkaian “stroke” akibat trombosis
serebrovaskuler, embolisme atau perdarahan.
Pedoman diagnostik F01.1 Demensia multi infark adalah sebagai berikut; Onsetnya
lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskhemik minor yang menimbulkan
akumulasi dari infark parenkhim otak.
Pedoman diagnostik F01.2 Demensia Vaskuler subkortikal adalah sebagai berikut;
fokus kerusakan akibat iskhemia pada subtansia alba dihemisfer serebral, yang dapat didsuga
secara klinis dan dibuktikan debngan CT-Scan. Korteks serebri tetap baik walaupun demikian
gambaran klinis masih mirip demensia pada alzheimer.
Pedoman diagnostik F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
adalah sebagai berikut; Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari
gambaran klinis, Hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya.
Kriteria the National Institute of Neurological Disorders and Stroke-Association
International pour la Recherché at L'Enseignement en Neurosciences (NINDS-AIREN).
Diagnosis probable vascular dementia:
1. Penurunan kognitif dan dimanifestasikan dengan kemunduran memori dan dua atau
lebih domain kognitif (orientasi, atensi, bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif,
kontrol motor, praksis), ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologi,
defisit harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas harian dan tidak disebablan
oleh efek stroke saja. Kriteria eksklusi: kasus dengan penurunan kesadaran, delirium,
psikosis, aphasia berat atau kemunduran sensorimotor major. Juga gangguan
sistemik / penyakit lain yang menyebabkan defisit memori dan kognisi.
2. Adanya tanda fokal pada pemeriksaan neurologi seperti hemiparesis, kelemahan fasial
bawah, tanda Babinski, defisit sensori, hemianopia, dan disartria yang konsisten
dengan stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke) dan bukti penyakit serebrovaskular
yang relevan dengan pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh
darah multipel atau infark strategi single (girus angular, thalamus, basal forebrain),
lakuna ganglia basal multipel dan substansia alba atau lesi substansia alba
periventrikular yang ekstensif, atau kombinasi dari yang di atas.
3. Hubungan antara dua kelainan di atas
a. Awitan demensia 3 bulan pasca stroke
b. Deteriorasi fungsi kognitif mendadak atau progresi defisit kognitif yang
fluktuasi atau stepwise
Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable vascular dementia:
1. Adanya gangguan langkah dini (langkah kecil “marche a petits pas”, atau langkah
magnetik, apraksi-ataxic atau Parkinson).
2. Riwayat unsteadiness dan jatuh tanpa sebab.
3. Urgensi dan frekuensi miksi dini serta keluhan berkemih yang lain bukan disebabkan
oleh kelainan urologi.
4. Pseudobulbar palsy.
5. Perubahan personaliti dan suasana hati, abulia, depresi, inkontinensi emosi, atau
defisit subkortikal lain seperti retardasi psikomotor dan fungsi eksekutif abnormal.
Skor iskemik Hachinski untuk membedakan demensia vaskular dan demensia Alzheimer:
Penderita dengan demensia vaskular atau demensia multi infark mempunyai skor lebih dari 7,
sedang yang skornya kurang dari 4 kmungkinkinan menderita Alzheimer.
2.8 Pengobatan dan Pencegahan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi diagnosis.
Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat atau
bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Pengobatan demensia vaskular
adalah pengobatan penyakit yang mendasari timbulnya demesia tersebut. Jika terjadi akibat
stroke yang disebabkan aterosklerosis, maka pengobatan difokuskan dalam mengatasi
aterosklerosis.
Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting pada demensia vaskuler.
Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap
diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,
antikoagulan, atau antiplatelet.
Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien
dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan
fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif secara lebih lanjut pada pasien dengan
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat
antagonis reseptor β-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan
fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa
mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat
mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-
hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk
memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya,
serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang
merugikan.
Progresifitas demensia vaskular dapat diperlambat jika faktor resiko vaskular seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati. Agen anti platlet berguna
untuk mencegah stroke berulang. Pada demensia vaskular, aspirin mempunyai efek positif
pada defisit kognitif. Agen antiplatelet yang lain adalah tioclodipin dan clopidogrel.
Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan memblokir aksi
prostaglandin sintetase seterusnya mencegah sintesis prostaglandin
Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap terapi aspirin atau
gagal dengan terapi aspirin
Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP ke reseptor
platlet secara direk
Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan
faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan
memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan
kognitif dan gejala perilakunya. Banyak obat sudah diteliti untuk mengobati demensia
vaskular, tetapi belum banyak yang berhasil dan tidak satupun obat dapat direkomendasikan
secara postif. Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian
secara oral active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi
kognitif penderita. Pemberian acetylcholineesretarse inhibitor seperti donepezil, rivastigmine
and galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita.
2.9 Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia.
Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang
sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak
pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi
fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya.
Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya menghilang. Pasien biasanya akan mendapatkan
manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan
dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan
dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya.
Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien
mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik
terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter
dapat membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti
menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk
membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN
Demensia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada lanjut usia. Di
negara barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua terbanyak setelah penyakit
Alzheimer. Dalam arti kata luas, semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh
darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Demensia vaskular juga merupakan
bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai peranan yang besar dalam
menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas hidup usia lanjut. Dengan
pengendalian faktor risiko dan penatalaksanaan stroke yang baik akan menurunkan insidens
demensia sehingga memperbaiki kualitas hidup lanjut usia.
Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan
faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan
memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan
kognitif dan gejala perilakunya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
2. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67.
3. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III dan DSM
IV, Jakarta; PT Nuh Jaya. 24.
4. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott
Williams & Wilkins 10.
5. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga University
Press. 2005.193.
6. Budiarto, Gunawan. 2007. Dementia vaskular serta kaitannya dengan stroke. Kumpulan
Makalah Pertemuan Ilmiah nasional II Neurobehaviour. Airlangga University
Press, Surabaya.
7. Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184.
8. Ladecola, costantino. 2010. The overlap betWeen neurodegenerative and vascular factors
in the pathogenesis of dementia. Acta neuropathol journal,September; 120(3): 287-296
New York.