General Anaesthetic
description
Transcript of General Anaesthetic
P a g e | 1
Tinjauan Pustaka
GENERAL ANAESTHETIC
Definisi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada
tahun 1846.
Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak
sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Sejarah Anestesi
Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam
dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,
Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali
disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang
ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun
1730. Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777],
dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida
dalam menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-
mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini
membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran
sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia
bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat
dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran
P a g e | 2
John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat
cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada
tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus
1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun
kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton
meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun
karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth
Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan
memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara
menghilangkan rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana
yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson,
seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru
menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada
tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit
umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter
(atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang
suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan
tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher
pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi
Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-
besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia
bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia
diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh
dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.
P a g e | 3
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat
anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari
paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat
anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W.
Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum
Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi
bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-
pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai
besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat
anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu
dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia
telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848,
November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan
adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang
kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga
berhak atas penemuan tersebut.
Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai
5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia
mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba
eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya.
Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli
1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson
yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan
cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala,
2005).
P a g e | 4
Tujuan Anastsi Umum:
Anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan
tindakan bedah dg leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena
sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat
rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
Mempertahankan jalan napas
Memberi napas bantu
Membantu kompresi jantung bila berhenti
Membantu peredaran darah
Mempertahankan kerja otak pasien.
Syarat Ideal Anastesi Umum:
Memberi induksi yg halus dan cepat.
Timbul situasi px tak sadar / tak berespons
Timbulkan keadaan amnesia
Hambat refleks-refleks
Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.
Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.
Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung
lama
Kontra Indikasi Anastesi Umum
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)
Hepar : obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap hepar/dosis obat
diturunkan
P a g e | 5
Jantung: obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner
Ginjal : obat yg diekskresi di ginjal
Paru : obat yg merangsang sekresi Paru
Endokrin : hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat
yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias
menyebabkan peninggian gula darah
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi
sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia
sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian
segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darahdapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit
jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang
meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila
hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang
saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati
dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
P a g e | 6
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3.Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
4.Perubahan Cairan Tubuh
a) Hipovolemia
b) Hipervolemia
5.Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
6.Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif
Macam-Macam Obat Anestesi Umum
Obat anestesi umum dibagi menurutbentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
1. Obat Anestetika gas
2. Obat Anestetikayang menguap
3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena
1. Anestetik gas
P a g e | 7
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan
operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam
darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
1.1 Nitrogen monoksida (N2O)
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih
berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam
baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic
yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin.
Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering
digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa
sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk
mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan
secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar
dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak
larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1
dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume,
tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50%
volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup
baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat
terjadi pada anesthesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri
tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada
P a g e | 8
penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium,
bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular,ekstrasistole ventrikel dan ritme
bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi
siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolismedalam badan dan diekskresi dalam
bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk
mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi
induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang
digunakan 10-20% oksigen.
2. Anestetik yang menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan
jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk
mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru
diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran,
etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah
menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter
merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat
anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah
terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan
hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat
dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic
seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi
P a g e | 9
kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada
stadium yang lebih dalam, salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air
susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati
stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila
penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit
meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar
yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari
hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah
tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan
penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat
menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan
tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu
dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan
digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga
membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan
nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui
dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi
otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak
menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan
takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10
mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu.
Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam
dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran
meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar
Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
P a g e | 10
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan,
sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi
sehinggamempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi
adalah 0,76% volume.
Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16
volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak
menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan
bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan
sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan
atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada
penderita kelainan hati.
Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan
menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat
terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu
pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilensudah
tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan
memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai
anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit
yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan
melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
sepertikloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu
pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka
sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi denganN2O. untuk anestesi umum,
P a g e | 11
kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 denganN2O dan oksigen.
Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi
pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan
pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia
local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan
criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek
hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang
tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau
sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak
tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan
kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena
dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau
efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat
sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat
pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi
dihambat oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin.
Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah
Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada
orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai
tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30
detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk
berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada
P a g e | 12
orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan
2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi
40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravenasecara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai,
dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara
terus menerus (drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan
secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila
akan diberikan secara terus menerusdapat digunakan larutan larutan 0,2%.
Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat.
Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral.
Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal.Ketamin sering menimbulkan
halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besarketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis
2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin
intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25
menit.
Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan
perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1
mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan
dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia
maligna.
P a g e | 13
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara
lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk
menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga
untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesidiaz-epam kurang
memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga
digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat
anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini
tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus
menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah
jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak,
dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat
menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
Propofolsecara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang
terjadi ditempat suntikan, tetapi jarangdisertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi
trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
Obat-obat yang sering digunakan(pramedikasi)
Narkotik Analgetika:
Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin
P a g e | 14
adalah depresan susunan syarafpusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan
bedah merpakan obat pilihan.Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila
memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan
penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat timbul
pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti
morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan
sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan
secara oral atau intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan
anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai
kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirklasi serta jarang
menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate sebagai
premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.
Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang
digunakan sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative,
anti arrytmia, antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan
barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh:
phenergan 25 mg untuk dewasa.
Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan
muntah, tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum
menambah sedasi sementara atropine cenderung menambah kecemasan. Pemberian
suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh Holt (1962) dan semakin lusnya
penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan untuk mengurangi
bradikardi selama anesthesia.
Macam-Macam Teori Anastesi :
Teori Membran
Kerja dr anastetika umumatas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada
reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.
Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi
proteinunt transmisi rangsang (impuls) syaraf perpindahan ion, pelepasn neuro
transmiter dg reseptor.
P a g e | 15
Teori Neurofisiologis
Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran,
persepsi nyeri, dan relaksasi otot.
Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.
Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler, dan
nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nu
Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat
pengatur kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbikdan
struktur kortikal menurun hingga ilang kesadaran
Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda.
Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan
meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu
ngeblok respon neuron thd rangsang sensorik
Teori Lipid
Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia.
Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.
Teori Koloid
Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan
anesthesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.
Behavioral Theories (Depresan anesthsis theory)
Pada teori ini dijelaskan bahwa anestesi dibagi dalam 4 stadium.
1. Stadium 1= std analgesia,
Dimulai dr pemberian NU sd hilang kesadaran
Px dpt ikuti perintah, timbul analgesia (rs skt ilang)
Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus.
2. Stadium 2 = std delirium
P a g e | 16
Mulai hilang sadar sd awl dilakukan pembedahan
Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi,
nafas tak teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat,
inkontinensia urin, muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok
hambatan pd pusat hambatan
Pd st ini bs terjadi mati ok itu hrs cpt dilalui dg pemberian premedikasi
3. Stadium 3 = std anestesi surgical (tdr dr 4 plane)
Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva
hilang, tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal
std 3.
Ada 4 plane :
a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola
mata yg tak turut kehendak, miosis,relaxasi m bergaris-
b) P2 nafas teratur tp <>
c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil
> lebar P2 tp blm sempurna.
d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, tdpupil >> , refleks thd cahaya
hilang.. deep nafas, dan pupil lebar.
4. Stadium 4 =paralisa moduler.
Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop
meninggal.
Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat
I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular
biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk
indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi
P a g e | 17
dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan
relaksasi otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat,
ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan
ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat
anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk
induksi anesthesia atau tindakan singkat.
III. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat
anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat
anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan
daya Anastasia, zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu
memberi anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap
berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia
dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke
jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan,
fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)
Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi
kekuatan manapun kecepatan anastesia.
P a g e | 18
STRUMA
Struma atau goiter adalah suatu pembesaran kelanjar tiroid akibat defisiensi yodium terutama
pada daerah pegunungan.
Penyebab Struma:
Defisiensi iodium : endemik goiter, gravid
Auto imun : tiroiditis hashimoto
Goitrogenes : terlalu banyak anti-tiroid drugs
Idiopatik : struma riedel, neoplasma
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan:
1. Hiperplasi dan hipertrofi
Setiap organ apabila dipacu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan jalan
hipertrofi dan hiperplasi. Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada saat pertumbuhan akan
dipacu untuk bekerja memproduksi hormone tiroksin sehingga lama kelamaan akan
membesar, misalnya pada saat pubertas.
2. Inflamasi/ infeksi
a. Tiroiditis akut
b. Tiroiditis sub akut (de Quervain)
c. Tiroiditis kronis (Hashimoto’s disease & Riedel’s struma)
3. Neoplasma
a. Jinak (adenoma)
b. b. Ganas (adenokarsinoma)
Klasifikasi berdasarkan klinik
1. Non-Toksik → eutiroid dan hipotiroid
a. Difusa : endemik goiter, gravid
P a g e | 19
b. Nodusa : neoplasma
2. Toksik → hipertiroid
Difusa : grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis sekunder
Penyebab pembengkakan kronis tiroid
Struma non neoplastik
a. Simple
Hyperplastic diffuse
Coloid diffuse
Nodular local atau diffuse
Dyshormogenesis: terjadi karena defisiensi enzyme karena defek genetic. Jika berat,
selain menyebabkan struma juga dapat menyebabkan hipotiroid.
b. Toxic
Primer : diffuse
Sekunder : noduler
Macamnya:
Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine absolut atau relatif. Ini terjadi selama
pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Akibat kekurangan iodine kelenjar menjadi
hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin untuk memenuhi kebutuhan asupan iodine yang
terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Pada saat puber, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan, tubuh memerlukan iodine dalam
jumlah besar. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan terjadi defisiensi iodine,
akibatnya jumlah hormon tiroksin berkurang. Untuk mengkompensasi hal ini maka tiroid
akan berhiperplasi. Apabila kemudian intake iodine dicukupi, ataupun kebutuhan iodine
tubuh yang menurun, maka tiroid akan masuk ke fase istirahat.
P a g e | 20
Struma Colloides Diffusa
Akibat involusi vesikel tiroid, defisiensi iodine terbantu melalui hiperplasi, kelenjar kembali
normal karena mengalami evolusi dan ukuran kelenjar membesar. Involusi adalah
kembalinya suatu organ atau kelenjar ke ukuran semula setelah sebelumnya mengalami
pembesaran. Pada saat kebutuhan fisiologis tubuh meningkat, misalnya karena pubertas,
laktasi, kehamilan dan stres, ataupun pada saat terjadi defisiensi iodine, maka kebutuhan
tiroid tubuh akan terbantu oleh hiperplasi kelenjar tiroid. Setelah itu kelenjar akan kembali
normal dan mengalami involusi. Akibatnya vesikel akan mengalami distensi dengan koloid
dan ukuran kelenjar membesar.
Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sekuel dari struma colloides.
Diakibatkan oleh kebutuhan berlebihan yang lama dari tiroksin. Tiap folikel normal
mengalami siklus sekresi dan istirahat untuk memenuhi kebutuhan tiroksin tubuh. Saat satu
golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodduler,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya segolongan kecil
yang mengalami hiperplasi. Yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/ jadi mengecil).
Struma Nodular Soliter
Meskipun kelihatannya hanya terdapat satu nodul, namun ternyata di klinis hampir 50%
pasien yang menunjukkan struma satu nodul, setelah diperiksa ternyata merupakan struma
multinoduler. Akibatnya sering sukar untuk menegakkan diagnosis dari keadaan klinis seperti
itu. Sebenarnya sebagian besar struma ini benigna, tetapi karena adanya kemungkinan toksik
atau ganas, maka perlu tindakan pembedahan.
Pemeriksaan dengan Thyroid Imaging tidak hanya untuk mendeteksi adanya nodul tapi juga
untuk penegakan diagnosis fungsi.
Struma ini dibagi 3 menurut penampilan radionucleidnya, yaitu:
1. Hot Nodule
2. Warm Nodule
VC
P a g e | 21
3. Cold Nodule
Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Susp Benigna
Nodul Tiroid
Klinis
Susp Maligna
Susp Maligna
Folikuler pattern
Hurthle Cell
Isthmolobekto
AnaplastikMedulareFolikularePapilare
Membesar Tidak ada Perubahan
Mengecil
Radiasi Eksterna/ Kemoterapi
Resiko Rendah Tidak Ada
DebulkingObservasi
Resiko Tinggi
Total Tiroidektomi
FNABOperabelInoperabel
Lesi Jinak
Biopsi Insisi
Benigna
Supresi TSH 6 bulan
P a g e | 22
Diagnosis :
Anamnesa
1. Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher bagian tengah
2. Usia dan jenis kelamin → nodul timbul pada usia < 20th atau > 50th dan jenis
kelamin laki-laki → resiko malignancy 20-70%
3. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak → malignancy 33-37%
4. Kecepatan tumbuh tumor → nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas
membesar dengan cepat (minggu/bulan), misalnya tipe anaplastik pertumbuhannya
sangat cepat dan diikuti rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut
5. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak dan nyeri → akibat desakan dan atau
infiltrasi tumor, sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di
sekitarnya (n.rekurens, esofagus dan trakea)
Tes Kocher : suatu cara untuk mengetahui pendesakan. Tekan lobus lateralis yang membesar
dari arah lateral pelan-pelan, bila ada obstruksi akan terdengar stridor.
6. Asal dan tempat tinggal (pegunungan dan pantai)
7. Riwayat penyakit serupa pada famili/ keluarga → bila ada harus curiga adanya
malignancy tiroid tipe medulare.
8. Struma Toksik/ Hipertiroid:
Kurus, irritable, keringat dingin
Gelisah
Palpitasi
Hipertoni simpatikus (kulit basah, dingin dan tremor)
9. Struma Non Toksik/ Hipotiroid:
Kulit kering, berat badan bertambah/ gemuk Malas dan banyak tidur
Gangguan pertumbuhan
P a g e | 23
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang ganas.
Nodul tiroid dicurigai ganas bila:
1. Konsistensi keras
2. Permukaan tidak rata
3. Batas tak tegas
4. Sulit digerakkan dari jaringan di sekitarnya
5. Adanya perubahan warna kulit/ ulkus
6. Didapati pembesaran kelenjar getah bening
7. Adanya benjolan pada tulang pipih atau ditemukan adanya metastase di paru.
Kecenderungan keganasan pada nodul tungggal lebih besar daripada multi nodusa.
Pemeriksaan Penunjang
Mengukur fungsi tiroid
Pemeriksaan menggunakan RIA (Radioimmuno-assay) dan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoassay) dalam serum atau plasma darah.
1. TT4 (Tiroksin Total)
2. TT3 (Tri-iodotironin Total)
3. FT4 (Free Tiroksin)
4. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
5. PBI, THBT
Mencari penyebab gangguan fungsi tiroid
Ditemukan 5 macam antigen-antibodi spesifik pada tiroid:
1. Antibodi tiroglobulin → miksedema, Graves, Hashimoto dan kanker tiroid
2. Antibodi mikrosomal → tiroid autoimmun, kanker tiroid
3. Antibodi CA2 → tiroiditis de Quervain
P a g e | 24
4. Antibodi permukaan sel
5. TSAb (Thyroid Stimulating Antibodies) → Graves, Hashimoto
Radiologi
Thorax → deviasi trakea, retrosternal struma, coin lession (papiler), cloudy (folikuler)
Leher AP lateral → evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan
USG
1. Menentukan jumlah nodul
2. Menentukan lesi kistik (echolusent) atau solid (neoplasma)
3. Mengukur volume nodul
4. Pada kehamilan, di mana sidik tiroid adalah kontraindikasi
5. Sebagai guide biopsi pada nodul
Sidik Tiroid
Metabolisme hormon tiroid berhubungan dengan metabolisme yodium, sehingga yodium
yang dimuati bahan radioaktif, bisa diamati aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.
Menggunakan radio-isotop I131, I123, Tc99m pertechnrtate. Radiasi Gamma untuk diagnostik,
sedangkan Beta untuk terapi.
Terapi :
Konservatif (medika mentosa)
Indikasi:
1. Usia tua
2. Pasien sangat awal
3. Recurensi pasca bedah
4. Pada persiapan operasi
5. Pada kehamilan misalnya pada trimester ke-3
Struma non toksik → yodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
P a g e | 25
Struma toksik:
Bed rest
PTU (propilthiourasil) 100-200 mg
Merupakan obat anti tiroid, di mana bekerja dengan mencegah sintesis tiroksin (T4).
Diberikan dosis 3 x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila mencapai eutiroid
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
Efek samping:
Penderita resisten
Leukopeni, urtikaria, demam, anemia (penekanan sumsum tulang)
Tidak dipakai pada struma retrosternal → vaskularisasi bertambah, kelenjar membesar
menimbulkan penekanan
Sekarang dipakai neomercazol 10-20 mg tds yang kurang toksik. Tiroksin 0,2 mg per hari
hendaknya diberikan untuk mencegah defisiensi tiroid atau bertambah besarnya struma.
Lugol 5-10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Saat ini tidak dipakai lagi karena
Propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari (14 hari). Waktu pengobatan dari 18 bulan – 2 tahun.
Iodium/ I131
Radioterapi → Eksterna & Interna (I131)
Menggunakan I131 yang diberikan pada penderita yang telah diterapi dengan obat antitiroid
telah menjadi eutiroid.
P a g e | 26
Indikasi:
Resiko tinggi operasi
Rekurensi hipotiroid
Kontraindikasi → wanita hamil
Operatif
Indikasi:
1. Struma diffusa toxica dengan medika mentosa gagal
2. Struma nodusa kemungkinan keganasan
3. Pembesaran kelenjar tiroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan,
gangguan pernapasan dan suara parau
4. Kosmetik
Kontraindikasi:
1. Struma toksika yang belum dipersiapkan operasi
2. Struma dengan dekompensasi kordis, penyakit sistemik (DM, hipertensi)
3. Struma besar kemungkinan keganasan anaplastik
4. Struma (karsinoma) disertai vena cava superior syndrome
Persiapan operasi pada struma toksika
Pasien harus sudah dalam kondisi eutiroid dengan cara:
Diberi minum lugol (fortir) 3 x 10 tts/hari selama 7-10 hari
PTU atau Neomercazole tetap diminum selama menunggu operasi
Pasca operasi lugol dihentikan, tetapi PTU tetap diberikan sampai 2 hari pasca
operasi.
Macam Teknik Operasi:
Isthmulobectomy → mengangkat isthmus
Lobectomy → mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
P a g e | 27
Tiroidectomy total → semua kelenjar tiroid diangkat
Tiroidectomy subtotal bilateral → mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian
kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior untuk mencegah kerusakan paratiroid
atau n. rekurens laryngeus. Biasanya dilakukan pemeriksaan Frosen Section
Near Total Tiroidectomy
Isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra atau sebaliknya, sisa jaringan tiroid
1-2 gram. Mengangkat semua nodi yang terlibat.
RND (Radical Neck Dissection)
Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
n.assesorius, v.jugularis eksterna dan interna, m.sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus
dan kelenjar ludah submandibularis dan tail parotis.
Ada 3 modifikasi:
Modifikasi 1 → mempertahankan n.assesorius
Modifikasi 2 → mempertahankan n.assesorius dan v.jugularis interna
Fungsional → n.assesorius, v.jugularis interna, m.sternocleidomastoideus
Komplikasi Operasi
Dini
Perdarahan → a.tiroidea superior
Dispneu
Paralisis n.rekurens laryngeus
Nervus ini berfungsi menginervasi otot-otot laring. Jika rusak maka terjadi paralisis.
Paralisis n.laryngeus superior
Akibatnya suara penderita menjadi lebih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi,
karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi m.krikotiroid. Kemungkinan
nervus terligasi durante operasi.
P a g e | 28
Tracheomalasia/ trachea collaps
Adalah perlunakan kartilago trakealis. Kartilago ini berbentuk seperti cincin dan menyusun
dinding trakea. Karena melunak, organ-organ yang berdekatan dapat menekan trakea.
Haemorrhagi
Krisis Tiroid
Terjadi 8-24 jam pasca operasi. Biasanya pada operasi struma toksika di mana persiapan
operasi tidak adekuat. Angka kematian 75%. Mekanisme dari keadaan ini kemungkinan
disebabkan oleh:
1. Pengeluaran T3/T4 meningkat akibat palpasi berlebihan pada tiroid, penghentian PTU
2. Berkurangnya pengikatan hormon tiroid pada keadaan stres, di mana FT4 meningkat
3. Peningkatan katekolamin
Tanda-tanda:
Gelisah, kulit hangat dan basah
Nadi > 160 x/menit
Tekanan darah naik
Suhu > 38 C
Gangguan saluran gastrointestinal
Kelenjar paratiroid terangkat → hipokalsemia → tetani (sindrom carpopedal: kejang fokal
pada tangan dan kaki), biasanya timbul hari ke-3.
Gejalanya:
Chvostek-Weiss sign
Mengetuk daerah pangkal n.fasialis (depan meatus akustikus eksternus) akan timbul
twitching pada wajah ipsi lateral.
P a g e | 29
Trousseasu’s sign
Spygmomanometer dipasang di lengan atas, pompa sampai 200 mmHg, terjadi tetani lengan
bawah diikuti spasme jari-jari disertai nyeri.
Kedua gejala tersebut timbul bila kadar kalsium di bawah 8 mg/dl. Untuk itu periksa kadar
kalsium hari ke-2 pasca operasi tiap 12 jam.
Pengobatan emergensi diberikan Ca glukonas 10% atau Ca glukonas 5% 25cc i.v. atau per
infus dalam waktu 10 menit. Selanjutnya drip 1,5 ml/kg BB dalam dekstrose 5%.
Hipotiroid → setelah 2 tahun
Pencegahan dengan pemberian Euthyox atau Thyrax dosis 1 x 50 mg/hari berangsur-angsur
diturunkan dosisnya.
P a g e | 30
Contoh Kasus
GENERAL ANESTESI PADA STRUMA NODOSA DENGAN TINDAKAN
ISTHMOLOBEKTOMI
PENDAHULUAAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri
secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Struma
adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar
gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak, sedangkan isthmolobektomi
dekstra adalah pengangkatan satu sisi lobus tiroid dekstra sekaligus dengan isthmusnya.
ISI
Pasien wanita 45 tahun datang dengan keluhan ±3 tahun yang lalu muncul benjolan pada
leher, namun tidak sakit atau nyeri. ± 1 bulan terakhir pasien mengeluh nyeri pada benjolan
tersebut disertai rasa pusing. Pada keluarga tidak terdapat keluhan serupa. Pada pemeriksaan
didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg,
nadi 120 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 37,6oC. Status Lokalis Regio Coliinya adalah
pada inspeksi terdapat benjolan di leher dengan ukuran 8x5x5 cm tidak terdapat eritem,
darah, luka, pus.Pada palpasi didapatkan benjolan di leher dengan ukuran 8x5x5 cm dengan
konsistensi kenyal batas tegas dan mobile. Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 13,6; Ht 42;
AL 10,6 x 103 /ul; Trombosit 352 x 103/ul; LED 1 jam 90 mm; LED 2 jam 100 mm; T3 0,51
ng/ml; T4 6,13 µg/dl; TSH 1,753 µIu/ml
DIAGNOSIS
Status fisik ASA I pada pasien Struma nodosa dengan tindakan isthmolobektomi dekstra
TERAPI
Saat pre operasi diberikan Infus RL 20 tetes per menit kemudian propanolol tablet pada jam
10 malam dan jam 6 pagi serta diinjeksi vicilin(ampicillin) 1 gr 1 jam sebelum operasi.
Teknik anestesi yang digunakan adalah balance anesthesia, respirasi terkontrol dengan
endotracheal tube nomor 7,5. Pre medikasi yang dipakai adalah Sulfas Atropin 0,25 mg,
P a g e | 31
Sedacum(midazolam) 2 mg, Fentanyl 50 mg. Induksi yang diberikan adalah
Trivam(propofol) 100 mg dan Atracurium 25 mg +10 mg. Pemeliharaan yang diberikan
adalah Halothan 1%, oksigen, N2O sedangkan obat-obatan lain yang diberikan adalah
Onetic(ondansentron) 2 mg, Antrain(natrium metamizole) 1gr, kalnex (tranexamic acid) 1 gr.
Saat post operasi terapinya adalah oksigenasi sampai pasien sadar penuh, infus RL 20 tetes
per menit, antrain(natrium metamizole) 1 gr /8 jam i.v, apabila sadar penuh diet bebas.
DISKUSI
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang, diperoleh gambaran mengenai status pasien. Status
fisik pra anestesi masuk dalam kategori ASA I, yaitu pasien dalam keadan sehat yang
memerlukan operasi. Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik
digunakan dalam operasi isthmolobektomy adalah general anestesi. Teknik anestesi umum
yang dipilih pada pasien ini adalah teknik balance anesthesia, respirasi terkontrol dengan
endotracheal tube nomor 7,5. Fase tindakan anestesi meliputi premedikasi berupa sedasi dan
analgesi, induksi yang merupakan fase awake (sadar) menjadi tidak sadar dan merupakan
fase paling berbahaya karena pada proses ini disertai dengan hilangnya kontrol fungsi vital
(respirasi, kardiovaskular, SSP) akibat dari efek obat – obat induksi anestesi, serta fase
pemeliharaan yaitu mempertahankan stadium anestesi, sehingga pembedahan dapat
berlangsung dengan aman dan optimal. Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah
Sulfas Atropin 0,25 mg, Sedacum(midazolam) 2 mg, Fentanyl 50 mg. Induksi yang diberikan
adalah Trivam(propofol) 100 mg dan Atracurium 25 mg +10 mg. Pemeliharaan yang
diberikan adalah Halothan 1%, oksigen, N2O, sedangkan obat-obatan lain yang diberikan
adalah Onetic(ondansentron) 2 mg, Antrain(natrium metamizole) 1gr, kalnex(tranexamic
acid)1 gr.
KESIMPULAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri
secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Komponen dalam anestesi umum antara lain hipnotik, analgesi dan relaksasi Otot. Fase
Tindakan Anestesi Umum adalah premedikasi, induksi dan pemeliharaan.
P a g e | 32
REFERENSI
1. Boulton, T.B dan Blogg, C.E. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.
2. Latief, SA., Suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI. Jakarta.
3. Mangku, Gde dan Senapathi, Tjokorda GA. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi. Indeks Jakarta. Jakarta
4. Pramono, Ardi, Sp.An, dr. 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. FK
UMY. Yogyakarta
5. Saputro, Uud, Sp.An, dr. 2011. Anestesi Umum. RSUD Djojonegoro. Temanggung
6. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta :
CV. Info Medika
7. Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology).
Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta
8. Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical
Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Salemba Medika