GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK DALAM...
Transcript of GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK DALAM...
GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK
DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN
PUBLIK DI TINGKAT KECAMATAN
(Studi Pada Kecamatan Koja Jakarta Utara)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
VENDANIA NURUL ALLAWIYAH
NIM. 135030107113031
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
IDENTITAS TIM PENGUJI
1. Ketua Penguji
NAMA : Prof. Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS
NIP : 19540704 198103 1 003
2. Aggota Penguji
NAMA : Dr. Mochmad Rozikin, M.AP
NIP : 19630503 198802 1 001
3. Anggota Penguji
NAMA : Ali Maskur, S.AP., M.AP., MA
NIP : 198607162014041001
CURRICULUM VITAE
Nama : Vendania Nurul A
Nomor Induk Mahasiswa : 135030107113031
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Desember 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Asal : Jl. Mahoni Blok B no 9. Koja Jakarta Utara
Alamat Malang : Jl. Papa Hijau N0 39b, Lowokwaru Malang
Nomor Telepon : 081293393034
Email : [email protected]
Pendidikan : 1. TK Merpati Jakarta Utara
2. SDN Menteng 05 Pagi Lagoa Jakarta Utara
3. SMPN 279 Jakarta Utara
4. SMAS Yappenda Jakarta Utara
5. S1 Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya
Pengalaman Organisasi : 1. Osis SMP ( Kewarganegaraan 2007-2008)
2. Sekertaris I ekskul PMR SMA (2010-2013)
3. Sekertaris II Eksekutif Keluarga Mahasiswa
Fakultas Ilmu Adminstasi Jurusan Publik
Universitas Brawijaya Kampus IV (2013-2014)
4. Staff Humas Lembaga Kesenian SSM Fakultas
Ilmu Administrasi (2016)
Pengalaman non Organisasi : Magang di PT Garuda Indonesia, Tbk. Jakarta
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas kuasa dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gaya
Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan Pelayanan Publik di
Tingkat Kecamatan (Studi Pada Kecamatan Koja, Jakarta Utara)”. Ucapan
terima kasih saya persembahkan kepada kedua orang tua sayang yang tanpa doa
mereka, saya tidak akan pernah sampai pada tahap ini. Lalu saya ucapkan terima
kasih saya kepada kakak tercinta saya Rizal Hasbullah, S.AB yang selalu
memberikan kritik serta bantuan motivasi. Dan tidak lupa saya ucapakn terima
kasih kepada Fachriza Ahmad serta seluruh sahabat-sahabat yang selalu
menukung saya.
RINGKASAN
Vendania Nurul Allawiyah 2017, Gaya Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik di Tingkat Kecamatan (Studi Pada Kecamatan Koja Jakarta Utara). Prof.
Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS, 137 Hal + xv
Pemimpin mempunyai peran yang sangat penting di setiap organisasi untuk mencapai
tujuan bersama, untuk itu gaya kepemimpinan diperlukan sebagai tolak ukur atau acuan
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada publik. Kecamatan merupakan sebuah
organisasi pemerintah yang bertujuan untuk membantu pelayanan masyarakat di tingkat
Kecamatan sehingga diperlukan pemimpin yaitu Camat yang memiliki dedikasi tinggi untuk
meningkatkan pelayanan yang prima kepada publik.
Penelitian ini menggunakan metode yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman
yaitu metode interaktif. Penelitian yang dilakukan banyak menemui realita-realita yang
sebenarnya terjadi di Kecamatan Koja. Gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh Camat Koja
menitik beratkan kepada meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat
akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Kecamatan Koja Jakarta Utara.
Dalam penelitian ini diketahui gaya kepemiminan Camat Koja Jakarta Utara adalah
kepemimpinan yang demokratis. Hal ini dilihat dari beberapa sektor yakni komunikasi,
pengambilan keputusan, pengawasan, serta pendelegasian tugas kepada bawahan. yang sesuai
untuk kondisi Kecamatan Koja serta faktor pendukung dan penghambat terkait gaya
kepemimpinan camat dalam meningkatkan pelayanan di Kecamatan Koja.
Kata Kunci : kepemimpinan, gaya kepemimpinan, pelayanan
SUMMARY
Vendania Nurul Allawiyah 2017, Leadership Style Of Public Sector in Improving Public
Service at Sub-District Level (Study In Koja Sub-district, North Jakarta). Prof. Dr. Abdul Juli
Andi Gani, MS, 137 pages + xv
Leaders have a very important role in every organization to achieve common goals, for that
leadership style is needed as a benchmark or reference in order to improve services to the
public. Sub-district is a government organization that aims to help the community service at
the sub-district level so it takes the leader of the Camat who has a high dedication to improve
the excellent service to the public.
This research uses method developed by Miles and Huberman that is interactive
method. Research conducted many encounter realities that actually happen in District Koja.
Leadership style conducted by Koja Sub-district focuses on improving services to the
community, so that the community will be satisfied with the services provided by the North
Koja Sub-district.
In this research is known the leadership style of North Jakarta Koja Sub-district is a
democratic leadership. This is seen from several sectors namely communication, decision
making, supervision, and delegation of duties to subordinates. Which is suitable for Koja
Sub-district as well as supporting and inhibiting factors related to the leadership style of the
sub-district leader in improving services in Koja Sub-district.
Keywords: leadership style, service
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas kuasa dan
rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gaya
Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan Pelayanan Publik di
Tingkat Kecamatan (Studi Pada Kecamatan Koja, Jakarta Utara)”. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan
program sarjana (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik (S.AP)
pada Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan ridho-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
3. Dr. Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administasi Universitas Brawijaya.
4. Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
5. Rendra Eko Wismanu, S.AP., M.AP selaku Sekretaris Program Studi
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
vii
6. Prof. Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS selaku komisi pembimbing yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan serta pengarahan
kepada peneliti selama proses penyusunan skripsi.
7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
yang telah memberikan ilmu dan bantuan selama perkulihan.
8. Kedua Orang Tua tercinta, Bapak Sugeng Margono dan Ibu Riyadhatul
Muawanah atas waktu , tenaga, usaha, materi, kasih sayang, serta iringan
doa yang tak pernah putus untuk mengiri langkah peneliti dalam
pembuatan skripsi ini.
9. Kakaku Tercinta Rizal Hasbullah, S.AB yang selalu sabar membimbing
serta membantu memberikan saran terkait pembuatan skripsi ini.
10. Fachriza Ahmad selaku satu-satunya sahabat laki-laki terbaik yang selalu
sabar memberikan waktunya, motivasi yang menginspirasi, semangat yang
tidak pernah putus untuk peneliti.
11. Sahabat-sahabatku Kosan Joyoboyo para calon istri idaman yakni
Alsevera popi, Desti Pinasti S.Ikom, Mahda, Ridha Ayu, dan Windy Tyas.
12. Sahabat-sahabatku Kosan Pondok Gloria yakni Baiq anggi mandalika,
Nadia Silvani, Prita Audina, Sephira Atsila, Rafenska Nabila.
13. Sahabat-sahabatku Kosan My home yakni Dwi nova S.Ikom, Sulfa indah,
Laras, Octa, Salsa, hana, marsha.
14. Sahabat-sahabatku sejak maba di UB Kediri yakni Amran, Anasthasia,
Abel, Sherin, Martha, Hatta, Rusmanita, Nana, dan seluruh mahasiswa
Publik Kelas A.
viii
15. Sahabat-sahabatku semasa sekolah Shinta Ayu Oktaviani, SH., Nurlia
Widyasari, S.E., Lidya Briliani Messie.
16. Sahabat-sahabatku Ummu Putriana, Amilia Fajrin, Sahrul Oktavian, Arika
isty.
17. Camat Koja Jakarta Utara Bapak Muh. Yusuf Majid, seluruh staff di
Kecamatan Koja Jakarta Utara, serta seluruh warga Kecamatan Koja
Jakarta Utara yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah bersedia
membantu peneliti dalam mencari informasi untuk mensukseskan skripsi
ini.
Kemampuan hanya milik Allah SWT semata, untuk itu peneliti mohon
maaf apabila masih terdapat kesalahan serta kekurangan atas skripsi ini. Kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan oleh peneliti.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak lain yang membutuhkan.
Malang, 5 Juli 2017
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO .................................................................................................................. i
TANDA PERSETUJUAN ..................................................................................... ii
TANDA PENGESAHAN ..................................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ....................................................... iv
RINGKASAN ........................................................................................................ v
SUMMARY ............................................................................................................ vi
KATA PEGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 10
E. Sistematika Penelitian .............................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan ..................................................................... 13
2. Definisi Kepemimpinan Sektor Publik .............................................. 16
3. Fungsi Kepemimpinan ....................................................................... 17
4. Gaya Kepemimpinan .......................................................................... 20
B. Pemerintah Daerah
1. Definisi Pemerintah Daerah ............................................................... 26
2. Otonomi Daerah ................................................................................. 29
3. Definisi Kecamatan ............................................................................ 32
C. Pelayanan Publik
1. Definisi Pelayanan . .......................................................................... 35
2. Definisi Pelayanan Publik ................................................................. 37
3. Asas-asas Pelayanan Publik ............................................................... 40
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan ................................. 41
D. Kepemimpinan dalam Meningkatan Pelayanan Publik ........................... 45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 47
B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 48
C. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 49
D. Sumber Data ............................................................................................. 49
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 50
F. Instrumen Penelitian ................................................................................. 52
G. Analisis Data ............................................................................................ 53
H. Keabsahan Data ........................................................................................ 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kota Administrasi Jakarta Utara .......................... 58
a. Letak Geografis ............................................................................ 58
b. Demografi .................................................................................... 60
c. Pembagian Administratif ............................................................. 60
d. Sejarah, Lambang, Visi, dan Misi ................................................ 61
B. Gambaran Umum Situs Penelitian
1. Kecamatan Koja Jakarta Utara ........................................................... 66
a. Latar Belakang ............................................................................. 66
b. Kondisi Geografi .......................................................................... 67
c. Kondisi Demografi ....................................................................... 68
2. Pemerintahan Kecamatan Koja .......................................................... 70
a. Kesekretariatan ............................................................................. 70
b. Struktur Organisasi ....................................................................... 71
C. Penyajian Data dan Fokus Penelitian
1. Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
............................................................................................................. 73
a. Komunikasi Camat Koja Jakarta Utara dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik .......................................................................... 74
b. Pengambilan Keputusan oleh Camat Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik .......................................................................... 77
c. Pengawasan Camat Terhadap Bawahan Terkait dalam
Meningkatkan Pelayanan Publik .................................................. 79
d. Pendelegasian Tugas Kepada Bawahan Terkait dalam
Meningkatkan Pelayanan Publik .................................................. 80
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Meningkatkan Pelayanan
Publik ................................................................................................. 82
a. Faktor Pendukung Terkait dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
....................................................................................................... 82
b. Faktor Penghambat Terkait dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
....................................................................................................... 89
D. Pembahasan
1. Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
............................................................................................................. 91
a. Komunikasi Camat Koja Jakarta Utara dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik .......................................................................... 94
b. Pengambilan Keputusan oleh Camat Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik .......................................................................... 97
c. Pengawasan Camat Terhadap Bawahan Terkait dalam
Meningkatkan Pelayanan Publik .................................................. 99
d. Pembagian Tugas Kepada Bawahan Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik ........................................................................ 100
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Meningkatkan Pelayanan
Publik ............................................................................................... 101
a. Faktor Pendukung Terkait dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
..................................................................................................... 102
b. Faktor Penghambat Terkait dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
..................................................................................................... 106
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 108
B. Saran ....................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 113
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Pembagian Kota dan Kabupaten Administratif DKI Jakarta Berserta
Kecamatannya ...................................................................................................... 60
Tabel 4.2 Prosentase Pemeluk Agama di Kecamatan Koja ................................. 69
Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Koja Tahun 2016 ................ 69
Tabel 4.4 Daftar Susunan Nama Sekretariat Kecamatan Koja Jakarta Utara ...... 72
Tabel 4.5 Sarana Peribadatan di Kecamatan Koja ............................................... 84
Tabel 4.6 Jumlah Sekolah di Kecamatan Koja Tahun 2016 ................................ 85
Tabel 4.7 Sarana Kesehatan di Kecamatan Koja ................................................. 86
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Analisis Interaktif Miles dan Huberman .......................................... 55
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara ................................ 58
Gambar 4.2 Lambang Kota Administrasi Jakarta Utara ...................................... 63
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Kecamatan Koja jakarta Utara ......................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini
tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) pasal 1 ayat 1 yakni “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik”. Indonesia merupakan Negara kesatuan yang memiliki 34
provinsi, dimana setiap provinsi mempunyai pemerintah daerah yang diberikan
hak untuk mengatur serta mengelola daerahnya sesuai dengan kebutuhan dari
daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945 pasal 18 ayat 2 yang menyatakan “pemerintah daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan”. Hal ini menegaskan bahwa Indonesia
menganut asas otonomi daerah.
Otonomi daerah itu sendiri merupakan hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Berdasarkan apa yang telah dituangkan pada Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian diperbaharui
oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
kemudian diperbahurui kembali oleh Undang-undang Nomor 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah, definisi Otonomi daerah ialah “Otonomi daerah
2
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang- undangan”. Jika dilihat dari pembaharuan
Undang-undang tentang Pemerintah Daerah yang sudah terjadi berubahan hingga
tiga kali, maka terlihat jelas bahwa pemerintah sangat serius dalam menjalankan
otonomi daerah.
Terkait dengan otonomi daerah dan pemerintah daerah, tentu tidak terlepas
dengan adanya desentralisasi. Dimana dijelaskan oleh Undang-undang nomor 23
tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 8 menerangkan bahwa
“Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi”.
Sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah,
asas desentralisasi digunakan pada kabupaten dan kota. Dengan begitu, kabupaten
dan kota akan menjadi daerah otonom penuh. Dari pendapat di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa otonomi daerah dapat diartikan sebagai wewenang yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah baik kabupaten maupun kota
untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya
sendiri sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing dan mengacu kepada
peraturan perundangan yang berlaku dan mengikatnya.
Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang merupakan Ibukota
NKRI dan juga pusat pemerintahan serta sebagai daerah otonom, mempunyai
dasar hukum yakni Undang-undang nomor 34 Tahun 1999 yang kemudian
direvisi menjadi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
3
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NKRI. Dengan terbitnya
Undangr-Undang Nomor 34 Tahun 1999 yang direvisi dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 menjelaskan bahwa kekhususan Kota Jakarta
terletak pada posisi ganda yang melekat padanya. Kota Jakarta di satu sisi
mempunyai posisi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, di sisi
lain Kota Jakarta juga sebagai daerah otonom yang otonominya hanya berada
pada tingkat provinsi saja, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota
yang ada di dalamnya bersifat administratif.
Provinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah otonom terbagi menjadi 5
pembagian wilayah Kota administratif dan kabupaten. Yakni Kota administrasi
Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, serta
Kabupaten Kepulauan Seribu. Dalam hal ini, Kota Administrasi Jakarta Utara
merupakan salah satu kota terpenting dari kelima wilayah Kota administrasi DKI
Jakarta dari segi hubungan perdagangan internasional. Karena, Jakarta Utara
merupakan satu-satunya yang memiliki pelabuhan yang dinamakan pelabuhan
Tanjung Priok yang menjadi gerbang pintu masuk hubungan internasional melalui
ekspor-impor antar negara maupun antar pulau.
Kota Administrasi Jakarta Utara memiliki luas daratan 140,67 km2,
dengan panjang pantai 32 km dan memiliki 6 Kecamatan diantaranya Kecamatan
Koja, Kecamatan Kelapa Gading, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan
Pademangan, Kecamatan Penjaringan, serta Kecamatan Cilincing. Kecamatan
tersebut memiliki tugas untuk penyelenggara pemerintahan, penyelenggara
pembangunan, dan penyelenggara pelayanan publik di Kota Administrasi Jakarta
4
Utara. Penyelenggaraan Pemerintah Kecamatan didasarkan pada Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Kecamatan di DKI Jakarta.
Kecamatan mempunyai keleluasaan untuk mengekpresikan dirinya menuju
arah berkembang melalui pemberdayaan masyarakat daerah diwilayah kerjanya.
sebagai organisasi perangkat daerah di Kabupaten/Kota yang berhubungan
langsung dengan masyarakat, maka lebih memahami serta dapat menampung
masukan-masukan berupa keluhan maupun kritikan ataupun sumbangan
pemikiran berupa saran dari masyarakat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan
daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan
pasal 14 ayat 1, maka camat dan organisasi kecamatan berfungsi sebagai
pelaksana teknis dalam suatu wilayah kerja. Camat bukan lagi penguasa wilayah
seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Ttahun 1974 tentang
pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Amanat UU tentang pemerintah daerah
tersebut mengisyaratkan bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota dalam menyelenggarakan sebagai urusan otonomi daerah dan
melaksanakan pelayanan publik.
Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang memiliki tugas utama
menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 248 Tahun 2014 adalah
memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi kecamatan yaitu
melaksanakan tugas pemerintah yang dilimpahkan dari gubernur. Kepemimpinan
5
sendiri adalah suatu proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok
individu lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Northouse 2007).
Dalam mengatur serta mengelola daerah yang baik tentu para kepala
daerah atau yang biasa disebut dengan pemimpin daerah harus memiliki kepekaan
terhadap kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Karena pemimpinlah yang harus
mengambil keputusan pertama jika suatu daerahnya mengalami permasalahan
terutama terkait pelayanan publik. Karena seperti yang disampaikan oleh
Donnelly, Gibson, dan Ivancevich bahwa kinerja merujuk kepada tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Veithzal, 2011:16). Sedangkan menurut Hadist Riyawat
Buchori, Ibnu Umar r.a berkata bahwa:
“saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah
pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.
Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat
yang dipimpinnya”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan bukanlah
sekedar karakter yang dimiliki oleh pemimpin namun merupakan suatu timbal
balik dimana pemimpin mempengaruhi dan dipengaruhi oleh anggotanya/
pegawainya. Kepemimpinan juga hanya terjadi di dalam kelompok atau
organisasi, dalam hal ini organisasi yang dimaksud adalah kecamatan.
Diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat agar kecamatan dapat tetap
menjalankan tugasnya di tengah perubahan besar yang terjadi di struktur tata
pemerintahan Indonesia. Setiap pemimpin mempunyai gaya yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Definisi gaya kepemimpinan menurut Thoha (dalam
Riberu 1982:27) adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat
6
orang tersebut berusaha mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Dapat diartikan bahwa terdapat kesamaan substansi bahwa gaya kepemimpinan
merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan, sikap, dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya untuk
mencapai tujuan organisasi.
Camat sebagai pemimpin dari kecamatan memegang peran penting untuk
menggerakan anggotanya yaitu pegawai kecamatan baik pegawai negeri sipil
(PNS) maupun pegawai kontrak agar memberikan kinerja yang terbaik yang
mereka miliki. Salah satu indikator atas keberhasilan pemimpin adalah
keberhasilan bawahannya untuk menjalankan tugas. Untuk itu, seorang Camat
tentunya perlu memiliki kepemimpinan yang kuat dan menempatkan diri sebagai
pengayom dan pengarah anggotanya agar kecamatan dapat mencapai tujuan
bersama yaitu kesejahteraan masyarakat.
Salah satu tugas Kecamatan adalah sebagai penyelenggara pelayanan
publik. Dalam hal ini, pelayanan publik merupakan hal yang paling disorot dalam
penelitian ini. Berbicara mengenai pelayanan publik, Moenir (2001:26)
memberikan pengertian bahwa “pelayanan publik sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil
melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”. Sama halnya dengan pendapat ahli
yang lain, Kurniawan (2005:6) mengatakan bahwa “pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang
7
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan”.
Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi dari
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti yang ada pada
undang-undang. Hal ini didukung juga oleh surat edaran Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN) Nomor 63 Tahun 2003 tentang
pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik dimana pelayanan publik
diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagi upaya pemenuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mendapatkan pelayanan publik yang baik adalah hak seluruh warga
Negara, namun berbagai kasus menunjukkan dimana peningkatan pelayanan
publik dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang camat. Dalam hal ini,
peningkatan pelayanan publik yang diberikan oleh negara melalui kantor
Kecamatan seperti contoh pada Kecamatan Koja yang merupakan bagian dari
Kota Administrasi Jakarta Utara.
Kecamatan Koja merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk pada
akhir bulan Desember 2016 berdasarkan data saksi kependudukan dan catatan
sipil Kecamatan Koja sebanyak 310.154 Jiwa dari 118.431 KK. Jumlah penduduk
tersebut tersebar di 6 Keluran dengan masing-masing ada di 82 RW dan 903 RT.
Penduduk Koja sebagian besar 91 % beragama islam, dan sisanya 9 % terbagi
dalam empat agama lainnya. Kecamatan Koja menjalankan tugasnya berdasarkan
dasar hukum Pergub DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
8
Tata Kerja Pemerintahan Kecamatan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Keputusan Pergub DKI Jakarta tersebut dimaksudkan sebagai penjabaran dari
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
Pada Masa Kepemimpinan Camat yakni Bapak Muh. Yusuf Madjid,
perubahan besar telah terjadi di Kecamatan Koja yaitu diantaranya
memaksimalkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dengan dibuatnya program
AJIP (Antar Jemput Izin Permohonan) dimana warga yang ingin melakukan
perizinin hanya perlu memberikan berkas permohonan dan melengkapinya, lalu
petugas PTSP akan mengurus dan mengantarkan kerumah pemohon/warga
apalagi berkas perizinan telah selesai. Bapak Camat Yusuf Majid juga
memperbaharui teknis pengangkutan sampah, pemberdayaan/ pengendalian
pekerja penanganan sarana dan prasarana umum (PPSU), pengerukan saluran
hubung (PHB) terkait dengan selokan air, dan lain sebagainya.
Sebelum dipimpin oleh Bapak Muh Yusuf Majid, Kecamatan Koja
merupakan Kecamatan yang bisa dikatakan standar, karena setiap pelayanan yang
ditujukan oleh masyarakat merupakan aturan dari Pemprov, hal ini membuat
Kecamatan Koja menjadi kaku karena tidak adanya sebuah inovasi atau terobosan
dari seorang pemimpin. Padahal dalam hal ini, setiap daerah tentu memiliki
kekurangan yang tentu tidak dapat diatasi hanya lewat aturan dari Pemprov.
Untuk itulah gaya kepemimpinan dibutuhkan untuk merubah keadaan yang
kurang memadai sesuai dengan inovasi dari seorang Camat.
9
Kecamatan Koja merupakan salah satu Kecamatan yang mendapat
penghargaan Adipura dari Pemprov DKI Jakarta Utara sebagai daerah terbesih
dimana penilaian tersebut diumumkan pada Tanggal 29 Maret 2017, hal ini
disampaikan langsung oleh Camat Koja Jakarta Utara pada saat Apel pagi/
upacara pagi di lapangan Kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara. Hal ini tentu
usaha dari Bapak Camat terkait dengan adanya kerja bakti setiap minggunya, serta
adanya program penghijauan yang disosialisasikan di setiap RT (Rukun
Tetangga).
Camat Koja menciptakan inovasi terkait dengan program-program yang
dibuat oleh pemprov DKI Jakarta, yang kemudian diatur serta dikelola sedemikian
rupa agar pelayanan yang ada di Kecamtan Koja lebih baik lagi. Selain itu salah
satu yang menyatakan terkait pelayanan ada di dalam Pergub DKI Jakarta Nomor
248 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan pasal 3 tentang
tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Kecamatan ayat 2 poin i yakni “pelaksanaan
pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum
dapat dilaksanakan Pemerintahan Kelurahan”.
Jadi, Kecamatan merupakan organisasi pemerintah yang dipimpin oleh
seorang Camat. Salah satu tugas utamanya dalah memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat dan dalam pelaksanaan tugasnya tidak terlepas dari peran
kepemimpinan yang digunakan oleh Camat tersebut. Maka dari itu penulis
mengambil judul “Gaya Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik di Tingkat Kecamatan” studi pada kantor Kecamatan Koja
Jakarta Utara.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan sektor publik di Kecamatan Koja
Jakarta Utara dalam meningkatkan pelayanan publik?
2. Faktor yang menjadi penghambat dan pendorong terkait dengan gaya
kepemimpinan Camat dalam meningkatkan pelayanan publik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian inu adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan sektor publik di
Kecamatan Koja Jakarta Utara dalam meningkatkan pelayanan publik
2. Mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang menjadi
penghambat dan pendorong terkait dengan gaya kepemimpinan Camat
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memeberikan manfaat untuk beberapa aspek,
diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis
dan juga pembaca agar dapat mengambil nilai-nilai yang dapat
digunakan untuk menjadi seorang pemimpin. Serta untuk menambah
motivasi pembaca agar mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan
sektor publik sehingga menambahkan nilai positif.
11
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tingkat Kecamatan khususnya
di Kecamatan Koja Jakarta Utara ataupun sebagai motivasi untuk
tingkat yang lebih tinggi lagi dalam meningkatkan pelayanan publik.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih jelas tentang penulisan
skripsi ini, maka akan diuraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan penjelasan latar belakang masalah yang menjelaskan
tentang pentingnya penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan juga sistematika penelitian. dalam bab ini penulis menjelaskan
mengenai model atau gaya kepemimpinan camat dalam meningkatkan pelayanan
publik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan penjelasan kerangka teoritis yang didalamnya
membahas landasan teori yang digunakan dalam pemecahan masalah yang
berkaitan dengan judul atau tema yang diangkat oleh peneliti. Landasan teori yang
akan digunakan meliputi teori-teori tentang kepemimpinan, kepemimpinan sektor
publik, gaya kepemimpinan, dan pelayanan publik.
12
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini merupakan penjelasan menegnai metode penelitian yang meliputi
tentang jenis penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, fokus penelitian, lokasi
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, serta instrumen penelitian.
Dalam bab ini digunakan untuk mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan penjelasan dari hasil penelitian dan pembahsan yang
berupa gambaran umum lokasi penelitian, data-data yang diperoleh selama
penelitian sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya dan
pembahasan tentang perumusan masalah yang telah diangkat dalam penelitian.
Bab ini menjelaskan secara rinci penjelasan mengenai proses analisis data yang
didapat dari hasil penelitian sehingga arti dari data yang telah diambil tersebut
dapat diketahui.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang dikemukan oleh penulis dari
hasil-hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil
penelitian dan pembahasan bab sebelumnya serta saran yang menjadi masukan
terkait fakta yang ditemukan peneliti di lapangan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Setiap organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi swasta
membutuhkan seorang pemimpin untuk mengatur, mengarahkan, mengendalikan,
serta bertanggung jawab terhadap organisasi yang dipimpinnya. Kepemimpinan
merupakan yang sangat penting dalam manajemen dan organisasi. Bahkan ada
yang mengatakan bahwa “kepemimpinan merupakan jantung atau inti dari
manajemen dan organisasi”. Menurut Utaminingsih (2014:49) menjelaskan
kemampuan pemimpin dalam menggerakan dan mengarahkan orang-orang dalam
rangka kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Thoha
(dalam Widhiarianti 2012:14) pemimpin adalah seseorang yang memiliki
kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Menurut Terry (dalam Pujosumedi 2010:76) kepemimpinan adalah
hubungan antara seseorang dengan orang lain, pemimpin mampu mempengaruhi
orang lain agar bersedia bekerjasama dalam tugas-tugas yang berkaitan untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Lebih jauh lagi, kepemimpinan menurut Garry
Yulk (dalam Utaminingsih 2014:50) merupakan proses pemimpin mempengaruhi
pengikut untuk mengintepretasikan keadaan atau lingkungan organisasi,
pemilihan tujuan organisasi, pengorganisasian kerja dan memotivasi pengikut
14
untuk mencapai tujuan organisasi, mempertahankan kerjasama dan tim kerja,
mengorganisir dukungan dan kerjasama orang dari luar organisasi.
Pemimpin memang memiliki pengaruh yang besar, selain itu pemimpin
juga dapat menggunakan pengaruh. Maksudnya adalah pemimpin tidak hanya
dapat memberikan perintah kepada bawahannya untuk melakukan sesuatu namun
juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan tersebut melaksanakan perintah
yang diberikan.
Definsi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan
tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga
mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,
pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara
hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari
orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai, 2012:2)
Kepemimpinan dibutuhkan untuk menciptakan visi terhadap masa depan,
dan memberikan inspirasi kepada para anggota organisasi agar bersedia mencapai
visi itu (Stephan P. Robbins, 2007:432). Kepemimpinan sebagai proses pemimpin
dalam menciptakan visi, mempengaruhi sikap dan perilaku, pendapat, nilai-nilai,
norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasikan visi. Jadi dalam hal ini,
terkait dengan beberapa pengertian mengenai kepemimpinan yang telah
dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
proses mempengaruhi, mengendalikan, mengarahkan, serta mengatur jalannya
sebuah organisasi untuk mencapai sebuah tujuan organisasi itu sendiri.
Menurut Setyawan (dalam Rewansyah 2011:119) karakteristik
kepemimpinan yang efektif timbul karena dorongan dari beberapa faktor.
Diantaranya adalah:
15
a. Motivasi serta bakat yang dapat menimbulkan kepemimpinan pada
seorang seperti : penuh inisiatif, energik, ambisi, tekun, dan
proaktif dalam mengejar sasaran. Mempunyai keinginan
memimpin tetapi tidak mengharapkan keskuasaan, jujur, memiliki
integritas yang tinggi dan dapat dipercaya, memiliki rasa percaya
diri yang tinggi dalam memikul tanggung jawab, serta sering lebih
kreatif dan juga lebih fleksibel.
b. Memiliki pengetahuan, keahlian, dan juga kemampuan yang
menimbulkan kepemimpinan seperti : memiliki pengetahuan yang
luas, memiliki keahlian hubungan antar manusia, membangun
jaringan komunikasi, memecahkan masalah, mengambil
keputusan, menetapkan sasaran, serta memiliki kemampuan
kognitif terutama kemampuan mengolah informasi serta
memadukan dan menarik kesimpulan yang logis.
c. Mempunyai visi yang jelas karena visi adalah komponen vital
yang menjadi daya dorong bagi pemimpin dalam hal : menetapkan
apa yang harus dikerjakan agar visi dapat terwujud, mengartikulasi
visi dengan ringkas, memformulasi visi strategis,
mengembangakan komitmen diantara pengikut dengan cara yang
jelas, serta mengimplementasi visi serta berusaha
merealisasikannya.
Menurut Rewansyah (2011:120) kata pemimpin mencerminkan kedudukan
seorang/kelompok orang pada hierarki tertentu dalam organisasi yang mempunyai
16
bawahan. Karena kedudukan yang bersangkutan mendapatkan kekuasaan formal
dan tanggung jawab. Tannenbaun, Weschler, Massarik berpendapat bahwa
kepemimpinan mempunyai pengaruh antar pribadi yang dilakukan dalam situasi
melalui proses komunikasi dan diarahkan pada pencapaian tujuan (dalam
Pudjosumedi, 2010:73). Jadi kesimpulannya, kepemimpinan adalah suatu perilaku
seseorang untuk mempengaruhi dan mengarahkan suatu kelompok agar mencapai
tujuan tertentu yang sudah menjadi keinginan bersama.
Salah satu keberhasilan atau bahkan kegagalan suatu organisasi adalah
kepemimpinan dari seseorang pemimpin karena pemimpin merupakan pribadi
yang dapat mempengaruhiatau mendorong bawahannya. Jika seorang pemimpin
gafal mendorong bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi maka kegagalan
yang seperti itu berpotensi terhadap kegagalan organisasi.
2. Definisi Kepemimpinan Sektor Publik
Kebutuhan akan leadership sektor publik mulai lebih besar daripada
sebelumnya. Ada banyak tantangan substantif dan proses di saat ini, dan ini selalu
baru, kompleks dan dinamis. Tantangan tersebut seperti yang ditunjukkan oleh
global warming, krisis kredit di sistem finansial dunia, dan ancaman ke kesehatan
dan keamanan publik telah menembus batas, melewati level pemerintah, sektor,
komunitas dan bangsa. Karena itu, pentingnya leadership sektor publik yang
efektif bisa berlipat ganda, dan berdampak ke jutaan orang. Karena itu, kebutuhan
dan harapan akan leadership sektor publik yang efektif perlu dipahami
(Tjahjanulin Domai dan Andi gani: 2012).
17
Kepemimpinan dalam sektor publik munculnya tidak hanya faktor lahir
atau dari proses belajar. Jawaban yang paling masuk akal adalah bahwa sifat,
kemampuan, motif dan karakteristik yang diperlukan oleh efektivitas
kepemimpinan disebabkan oleh kombinasi faktor keturunan dan
lingkungan (Dubrin, 2007). Meskipun ada beberapa atribut bawaan yang berguna
yang mudah berhubungan dengan para pemimpin, mereka tidak bisa menjelaskan
mengapa ia adalah pemimpin dalam situasi ini, tetapi bukan pemimpin dalam
situasi itu, dan mereka hanya dapat menjelaskan sebagian kecil dari perilaku
pribadi yang berbeda.
3. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi dalam Bahasa Indonesia berarti jabatan (pekerjaan) yang dilakukan
atau kegunaan suatu hal. Sedangkan sudah disebutkan pada definisi pemimpin,
bahwa pemimpin memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bawahannya
ataupun orang-orang yang mereka pimpin. Berati dapat dikatakan apabila
kepemimpinan memiliki fungsi untuk menciptakan visi ataupun tujuan dari
lembaga atau sebuah tempat yang mereka kelola.
Fungsi kepemimpinan menurut Zainal, dkk (2014:34) menyebutkan bahwa
fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa
setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Dengan demikian
seorang pemimpin terlibat langsung dalam segala situasi di kehidupan kelompok
atau organisasi masing-masing. Sedangkan menurut Kartono (2005:93) bahwa
fungsi kepemimpinan adalah sebagai pemandu, menuntun, membimbing,
18
membangun, memberi, dan membangunkan motivasi-motivasi kerja,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan organisasi komunikasi yang
baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan.
Secara operasional, menurut Zainal, dkk (2014:34-35) fungsi
kepemimpinan dapat dibedakan menjadi lima pokok fungsi kepemimpinan, yaitu
sebagai berikut:
a. Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat satu arah. Pemimpin sebagai komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bila mana,
dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif
memerlukan kemampuan untuk menggerakan dan memotivasi
orang lain agar mau melaksanakan perintah.
b. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam
usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan
bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya, yang dinilai mempunyai berbagai
bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pemimpin pada orang-orang yang
dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan di tetapkan dan sedang
19
dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh
masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat
diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapatkan
dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya. Sehingga
kepemimpinan berlangsung efektif.
c. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya. Baik dalam keikutsertaan
mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi
tidak bebas berbuat semuanya, tetapi dilakukan secara terkendali
dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau
mengambil tugas pokok dari orang lain. Keikutsertaan pemimpin
harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan
wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui
persetujuan atau tanpa persetujuan pimpinan. Fungsi delegasi pada
dasarnya adalah kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu
harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki
kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.
20
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian dimaksudkan ialah bahwa kepemimpinan
yang sukses/efektif mampu mengatur anggotanya secara terarah
dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian
dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan.
Seluruh Fungsi tersebut dilakukan dalam aktivitas kepemimpinan yang
integral, maksudnya pemimpin telah melaksanakan semua kewajiban dan tanggng
jawab pemimpin dalam menciptakan suasana organisasi yang harmonis dan
anggota dari organisasi tersebut memahami visi misi dari pemimpin tersebut. Hal
tersebut mempermudahkan pemimpin dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan.
4. Gaya Kepemimpinan
Pada suatu organisasi terdapat faktor produksi yang memerlukan
pengelolaan yang tepat dari para pemimpin. Dalam mempimpin organisasi
tersebut seorang pemimpin perlu menerapkan suatu cara atau gaya yang
diterapkannya dalam kepemimpinannya yang tentu saja harus dikondisikan sesuai
organiasi tersebut. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain (Djanaid, 2004:202). Seseorang akan terlibat dalam aktivitas
kepemimpinan jika seorang tersebut berusaha untuk mempengaruhi perilaku
orang lain. Menurut Flippo (1992:122) “suatu gaya kepemimpinan dapat
dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan
21
kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengerjar beberapa
sasaran”.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan wawasan
sehingga orang lain ingin menggapainya. Pemimpin yang baik memberikan
pengalaman, keterampilan, dan sikap pribadinya untuk membangkitkan semangat
dan tim kerja. Setiap pemimpin mempunyai gaya yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Definisi gaya kepemimpinan menurut Thoha (dalam Riberu
1982:27) adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut berusaha mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dapat
diartikan bahwa terdapat kesamaan substansi bahwa gaya kepemimpinan
merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan, sikap, dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya untuk
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk
bisa melakukan sesuatu pekerjaan aatas kesadarannya dan sukarela dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam Mohyi (2013:166) dikatakan bahwa gaya
kepmimpinan secara sederhana dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1) Gaya Kepemimpinan Otoriter atau Otokratis
Gaya kempimpinan otokratis menurut Robbins dan Coulter
dalam Dimyati (2014:73) adalah pemimpin yang memusatkan
kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte, membuat keputusan
22
secara sepihak dan juga meminimalisasi partisipasi karyawannya.
Gaya kepemimpinan otoriter yakni dimana pengambilan keputusan
dalam segala hal hanya terpusat pada pemimpin saja tanpa mendengar
masukan dari pengikut atau bawahan. Bawahan hanya berhak untuk
menjalankan tugas-tugas yang diberikan atau diperintahkan oleh
pemimpin. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga
dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah (Rewansyah,
2011:142).
Berikut adalah ciri-ciri dari kepemimpinan otokratis menurut
Dimyati (2014:73) yaitu :
a. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin
b. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya di-dikte oleh atasan
setiap waktu sehingga langkah-langkah yang akan datang
selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas
c. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama
setiap anggota
2) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis menurut Thoha (2013:49)
adalah Gaya kepemimpinan demokratis, gaya ini dikaitkan dengan
kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sedangkan gaya
kepemimpinan demokratis menurut Rivai dalam Dimyati (2014:74)
adalah:
“Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu
struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah
kepemimpinan demokratis, bawahan cenderung bermoral
23
tinggi, dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja, dan
dapat mengarahkan diri sendiri.”
Dalam gaya demokratis ini pemimpin mengambil
keputusan dalam sebuah organisasi dengan cara mengikutsertakan
bawahannya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara ikut
berpartisipasi secara langsung maupun dengan cara diwakilkan.
Kepemimpinan ini mengutamakan musyawarah pada setiap jenjang
ataupun dalam masing-masing unit. Kepemimpinan demokratis
adalah kepemimpinan aktif, dinamis, dan terarah (Rewansyah,
2011:143).
Berikut adalah ciri-ciri kepemimpinan demokratis menurut
Sukanto dalam Dimyati (2014:74):
a. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin
b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk
tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk
teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif
prosedur yang dapat dipilih
c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka
pilih dan pembagian tugas ditentukan kelompok.
Menurut Haryono dalam Pasolong (2013:121) gaya
kepemimpinan demokratis ini bukan berarti pemimpin tidak membuat
keputusan, namun pemimpin harus mampu memahami apa yang
menjadi sasaran dalam organisasi sehingga dapat menggunakan
pengetahuan anggotanya.
24
3) Gaya Kepemimpinan Delegatif (Laisses Faire)
Gaya kepemimpinan delegatif ini memberikan kebebasan
kepada bawahannya atau semua pegawainya untuk ikut serta dalam
mengambil keputusan dan melakukan kegiatan sesuai dengan
kepentingan masing-masing. Berikut adalah ciri-ciri gaya
kepemimpinan delegatif menurut Handoko dan Reksohadiprodjo
dalam Dimyati (2014:75-76) :
a. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya
sendiri
b. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum
c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk
mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.
Pemimpin yang termasuk dalam tipe ini atau gaya
kepemimpinan delegatif, sama sekali tidak memberikan kontrol
dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya (Mohyi,
2013:167).
Dalam penjelasan yang sudah dipaparkan, maka sudah jelas bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan juga
mengarahkan bawahan atau pengikut agar tercapai tujuan bersama. Peran
pemimpin yang sangat strategis dan penting bagi pencapain misi, visi, dan tujuan
suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk
selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan (Susilo dan
Durrotun Nafisah, 2006:70).
Selain itu masih terdapat aspek-aspek lain yang terdapat dalam gaya
kepemimpinan, yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Diantaranya yaitu :
25
a. Komunikasi
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009:336) komunikasi merupakan
“pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.” Dalam sebuah
organisasi, komunikasi dapat diartikan sebagai adanya interaksi
dua arah antara anggota organisasi itu terkait dengan apa saja yang
berhubungan dengan berjalannya organisasi itu.
b. Pengambilan keputusan
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009:238) pengambilan keputusan
merupakan “seperangkat langkah yang diambil individu atau
kelompok dalam memecahkan suatu masalah”. Pengambilan
keputusan ini terjadi dikarenakan adanya suatu masalah, sehingga
membutuhkan respon yang cepat dari individu atau kelompok
orang untuk segera menyelesaikan masalah itu. Yang nantinya
melalui keputusan tersebut diharapkan adanya keputusan yang
benar-benar sesuai dengan berpengaruh baik terhadap berjalannya
organisasi kedepan.
c. Pengawasan
Robbins dan Coulter dalam Setyowati (2013:151) pengawasan
adalah “proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan
bahwa kegiatan itu diselesaikan sebagaimana telah direncanakan
dan proses mengoreksi setiap penyimpangan terjadi”. Dalam
sebuah organisasi dibutuhkan adanya pengawasan yang baik oleh
26
pemimpin agar bawahannya mengetahui batasan dan
bertanggungjawab terhadap apa yang dikerjakannya.
d. Pembagian Tugas
Menurut Hasibuan (2006) menjelaskan bahwa definisi
Pimpinan adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinanya
mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan menyangkut
suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara pimpinan
dan anggota kelompok. Dalam hal ini, pemimpinan mempunyai
wewenang dalam mengarahkan pekerjaan untuk tercapainya
tujuan.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang
menunjang atau yang mempengaruhi kepemimpinan adalah komunikasi,
pengambilan keputusan, pengawasan. Serta pembagian tugas. Keempat hal
itulah yang mempengaruhi gaya kepemimpinan apa yang diterapkan oleh
pemimpin dalam suatu organisasi.
B. Pemerintahan Daerah
1. Definisi Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian diperbaharui oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah kemudian diperbahurui kembali oleh Undang-undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
27
Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur oleh
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik
berdasarkan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, hal ini
sudah diatur berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 344 ayat 1 terkait
dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Menurut Hossein dalam Muluk (2009:57) menjelaskan bahwa local
goverment merupakan konsep yang dapat mengandung tiga pengertian sebagai
berikut:
a. Pemerintahan lokal yang kerap kali dipertukarkan dengan local
authority yang mengacu pada organ, yakni council dan mayor
dimana rekrutment penjabatnya didasarkan pada pemilihan.
b. Mengacu pada pemerintahan lokal yang dilakukan oleh
pemerintah lokal. Arti kedua ini mengacu pada fungsi. Dalam
28
menentukan fungsi yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah, terdapat dua prinsip yang lazim dipergunakan. The
ultra vires doctrine menunjukan bahwa pemerintahan daerah
dapat bertindak pada hal-hal tertentu atau memberikan
pelayanan tertentu saja. Fungsi pemerintahan yang tersisa
menajdi kompetensi pemerintah pusat.
c. Bermakna daerah otonom, bahwa pembentukan daerah otonom
yang secara simultan merupakan kelahiran status otonomi
berdasarkan atas aspirasi dan kondisi objektif dari masyarakat
yang berada di wilayah tertentu sebagai bagian dari bangsa dan
wilayah nasional. Masyarakat yang menganut otonomi melalui
desentralisasi menjelma menjadi daerah otonom sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan
mengurusurusan pemerintahan menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah
merupakan wujud penyelenggaraan pemerintahan bagi masyarakat daerah yang
dapat berimplikasi pada efisiensi dan peningkatan respons pemerintah secara
keselurihan. Hal ini dikarenakan pemimpin daerah yang telah dipilih secara
lansgung mengetahui konsituen mereka lebih baik daripada otoritas di tingkat
level nasional. Hal ini memberikan posisi diri dengan baik untuk memberiukan
pelayanan publik sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh
masyarakat.
29
2. Otonomi Daerah
Otonomi daerah yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 23 tahun
2014 pasal 1 ayat 3 menjelaskan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam persepektif pendayagunaan aparatur negara
pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk
membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah yang
responsif terhadap kepentingan masyarakat, membangun sistem pola karir politik
dan administrasi yang kompetitif. Meningkatkan efisiensi pelayanan publik
daerah serta meningkatkan transparansi pengambilan kebijakan dan akuntabilitas
publik.
Otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri aspirasi masyarakat. Menurut Logeeman dalam Wiyono (2006:30)
menerangkan:
“Otonomi sebagai kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah
otonom dengan tujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk
mempergunakan prakarsanya sendiri dari segala macam kekuasaannya,
untuk mengurus kepentingan umum (penduduk). Pemerintah yang
demikian itu dinamakan otonom”.
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah memungkinkan daerah untuk
dapat bergerak secara bebas dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri agar adanya tingkatan daya guna dan hasil guna dari penyelenggara
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pembinaan kemasyarakatan
30
dan untuk memperlancar pelaksanaan tugas-tugas pemerintah di daerah termasuk
di dalamnya dalam rangka untuk pembangunan nasional.
Dalam pemberian otonomi daerah ada prinsip-prinsip yang dijadikan
pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah menurut Suparmoko
(2002:23) yaitu:
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata,
dan bertanggung jawab
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah kabupaten/kota, sedangkan daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kondisi Negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
Kabupaten/kota tidak ada lagi wilayah administrasi
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan
dan fungsi badan legislatif derah, baik fungsi legislasi, fungsi
pengawasan, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah
31
g. Pelaksanaan atas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi
dalam kependudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu dilimpahkan
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
h. Pelaksanaan atas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah
kepada desa disertai dengan pembiayaan, sasaran dan prasarana,
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan pertanggung jawaban kepada yang menugaskan.
Salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh daerah dalam
penyelenggaraan otonomi daerah adalah adanya inisiatif dari pemerintah daerah
untuk mengatur penyelenggaraan urusan rumah tangganya. Salah satu upaya
untuk mewujudkan hal itu adalah melalui wewenang Bupati/Walikota kepada
Camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah dan pembangunan.
Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka
meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan, hal ini sesuai dengan UU Nomor 23
Tahun 2014 pasal 221 ayat 1. Pelimpahan wewenang kepada camat merupakan
tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah,
murah, cepat, dan berkualitas. Dalam hal ini, merupakan amanat dari UU Nomor
23 Tahun 2014 pasal 226 ayat 2 yang menjelaskan “Pelimpahan kewenangan
bupati/wali kota dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan publik yang sesuai
dengan karakteristik Kecamatan dan/atau kebutuhan”. Demikian pula dengan
32
yang dijelaskan oleh Peraturan pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang
pedoman organisasi perangkat daerah, pasal 12 ayat (3) yang menerangkan
“Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota”.
3. Definisi Kecamatan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan
pasal 24 menjelaskan bahwa Kecamatan adalah bagian wilayah dari Daerah
kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat. Daerah kabupaten/kota membentuk
Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan pasal 14
ayat 1 yakni “Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai
pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan
dipimpin oleh Camat”.
Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 248 Tahun
2014 tentang organisasi dan tata kerja Kecamatan pasal 2 ayat 2 “Kecamatan
dipimpin oleh seorang Camat yang berkedudukan dibawah dan bertanggung
jawab kepada Walikota/Bupati melalui Sekretaris Kota Aadministrasi/Kabupaten
Administrasi”. Dalam hal ini, Pergub DKI Jakarta Nomor 248 Tahun tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan pasal 3 mengisyaratkan bahwa kecamatan
merupakan perangkat daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan sebagai
urusan otonomi daerah dan melaksanakan pelayanan publik.
33
Menurut Wasistiono dkk, (2009) menjelaskan bahwa kecamatan
merupakan salah satu entitas pemerintah yang memberikan pelayanan langsung
kepada masyarakat. Sedangkan menurut Schmid (1972), kecamatan dapat
dipandang sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol sumber daya yang
kinerjanya ditentukan oleh pola relasi dengan kabupaten dalam konteks otonomi
daerah, dan pola relasi dengan desa dalam konteks otonomi desa.
Kecamatan mempunyai keleluasaan untuk mengekpresikan dirinya menuju
arah berkembang melalui pemberdayaan masyarakat daerah diwilayah kerjanya.
sebagai organisasi perangkat daerah di Kabupaten/Kota yang berhubungan
langsung dengan masyarakat, maka lebih memahami serta dapat menampung
masukan-masukan berupa keluhan maupun kritikan ataupun sumbangan
pemikiran berupa saran dari masyarakat.
Dengan dikeluarkannya Pergub DKI Jakarta Nomor 248 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan, dimana disebutkan dalam Pasal
3terkait tugas dan fungsi Kecamatan adalah sebagai berikut :
(1) Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang dilimpahkan Gubernur dan mengoordinasikan
pelaksanaan tugas pemerintahan daerah di wilayaha Kecamatan.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kecamatan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran
Kecamatan;
b. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran
Kecamatan;
c. Pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
34
d. Pengoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
e. Pengoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan daerah;
f. Pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
g. Pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
Kecamatan;
h. Pembinaan penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan;
i. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan Pemerintahan
Kelurahan;
j. Pengoordinasian, pengendalian dan evaluasi penyusunan rencanan
strategis dan rencana kerja anggaran satuan kerja sektor dan kelurahan
di wilayah Kecamatan
k. Pengoordinasian, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan operasional
tugas satuan kerja sektor dan Kelurahan di wilayah Kecamatan;
l. Penyediaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana umum;
m. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Kecamatan;
n. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, barang Kecamatan;
o. Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Kecamatan;
p. Pengelolaan kearsipan, data dan informasi Kecamatan; dan
q. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Kecamatan.
(3) Selain melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), Kecamatan melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh
Gubernur untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah pada aspek
koordinasi, pembinaan, pengawasan, penetapan dan penyelenggaraan.
(4) Tugas yang dilimpahkan sebagimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur tersendiri.
(5) Pelimpahan tugas selain sebagimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, terutama setelah
diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, maka Kepala Daerah perlu
35
dibantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan
pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu untuk
membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah maka
bupati sesuai dengan wewenangnya melimpahkan sebagian urusan otonomi
daerah dan tugas umum pemerintah kepada Camat sebagai perangkat daerah yang
memimpin wilayah Kecamatan.
Peran camat ini sangat penting dan sangat strategis dalam mendukung
terlaksananya otonomi daerah, apalagi saat ini Kecamatan bukan lagi sebagai
kepala wilayah Kecamatan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat,
melainkan kecamatan diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang pemerintahan daerah, adalah merupakan unsur perangkat daerah yang
menerima pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota untuk melaksanakan
sebagian urusan otonomi daerah dan pemerintahan umum.
Kecamatan memiliki tujuan yaitu untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat karena aparatur pemerintahan di kecamatan memiliki tugas pokok dan
fungsinya masing-masing yang menjadi dasar dari pelayanan publik itu sendiri.
Pemimpin atau biasa kita sebut camat, diharapkan mampu membawa kecamatan
tersebut untuk memberikan pelayanan yang memadai serta terbaik bagi
masyarakat.
C. Pelayanan Publik
1. Definisi Pelayanan
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang,
sekelompok orang, dan atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung
36
untuk memenuhi kebutuhan. Menurut beberapa ahli mengenai pelayanan, salah
satunya adalah Kotler seperti yang dikutip oleh Sinambela (2010:4) “pelayanan
adalah setiap kegiatan menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk fisik”.
Sedangkan Sampara dalam Sinambela (2010:5) mengatakan “pelayanan adalah
suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan
orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan”.
Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang
lain secara langsung, Moenir (2003). Pelayanan memiliki tiga makna yaitu
perbuatan, pemenuhan kebutuhan, dan kemudahan. Dengan demikian pelayanan
mengandung unsur aktif yaitu kemampuan mencari tahu akan kebutuhan yang
akan dilayani. Moenir (2007:27) mengatakan bahwa “pelayanan adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung yang pada
hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan karena itu pelayanan merupakan
proses dan sebagai proses, pelayanan itu berlangsung secara rutin dan
berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat”.
Menurut Thoha (1995:45) menjelaskan definisi pelayanan adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok instansi tertentu untuk
memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka untuk
mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan
bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan yang tak terlihat wujudnya yang
37
dilakukan secara langsung oleh orang atau sekelompok orang atau organisasi
untuk memenuhi kebutuhan orang lain sehingga tercapai kepuasan pelanggan.
2. Definisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas, terutama dalam kehidupan bernegara. Di Indonesia pelayanan publik masih
menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang
komprehensif. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai tuntutan dan
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang mereka terima.
Dalam arti sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian
barang atau jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung
jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui
kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Berdasarkan jenis dan intensitas
kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat, dan pasar. Ndraha (2000:34),
menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah hal-hal yang menyangkut
kepentingan masyarakat umum, dan ini dibedakan oleh Ndraha dalam wujud jasa
dan pelayanan. Jasa adalah produk yang ditawarkan provider (penyedia) dan
consumer (konsumen/pengguna) harus menyesuaikan dengan tawaran itu,
sedangkan layanan adalah produk yang sediakan provider (penyedia) dan
penyedia tersebut harus menyesuaikan dengan kondisi atau tuntutan consumer
(konsumen/pengguna).
Menurut Sedarmayanti (2004:195) “pelayanan masyarakat atau pelayanan
umum tidak terlepas dari masalah kepentingan umum yang menjadi asal usul
timbulnya istilah pelayanan masyarakat (publik)”. Sedangkan Moenir (2001:26)
38
memberikan pengertian bahwa “pelayanan publik sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil
melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”. Sama halnya dengan pendapat ahli
yang lain, Kurniawan (2005:6) mengatakan bahwa “pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan”.
Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk perwujudan fungsi dari
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti yang ada pada
undang-undang. Hal ini didukung juga oleh KEMENPAN Nomor 63 Tahun 2003
pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik dimana pelayanan publik
diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagi upaya pemenuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Definisi pelayanan Publik menurut KEMENPAN Nomor 58 Tahun 2002
tentang pedoman pelaksanaan pelayanan prima mengelompokan tiga jenis
pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN/BUMD. Pengelompokan jenis
pelayanan tersebut didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk
pelayanan yang dihasilkan, yaitu diantaranya:
(1) Pelayanan administratif
(2) Pelayanan barang
(3) Pelayanan jasa
39
Pelayanan administratif kependudukan (KTP, akte kelahian, kartu
keluarga, akte kematian). Pelayanan barang adalah pelayanan yang diberikan yang
diberikan oleh unit pelayanan yang berupa kegiatan penyediaan dan/atau
pengelolaan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya
kepada konsumen langsung (sebagai unit individual) dalam suatu sistem. Atau
yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi
penggunanaya. Misalnya pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telpon.
Pelayanan administratif adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit
pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan, keputusan, dokumentasi,
dimana hal tersebut nantinya akan menghasilkan produk seperti dokumen,
sertifikat izin membangun, rekomendasi.
Berdasarkan dari apa yang telah dijelaskan oleh para ahli mengenai
pelayanan publik, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan
kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi, instansi,
lembaga, atau sekelompok orang dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat,
dimana diharapkan masyarakat dapat puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan publik dapat ditandai dengan adanya
pengabdian kepada masyarakat untuk memenuhi dan kepuasan masyarakat. Untuk
itu, suatu kewajiban bagi organisasi pemerintahan yang menyediakan pelayanan
publik untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan dan
kepuasan masyarakat sangat diutamakan mengingat keduanya mempunyai
pengaruh yang sangat besar bagi pencapaian fungsi dari pemerintah itu sendiri.
40
3. Asas-asas Pelayanan Publik
Pelayanan publik dilakukan untuk memberikan kepuasan bagi pengguna
jasa, karenaa itu penyelenggaraannya membutuhkan asas-asas pelayanan. Dengan
kata lain, dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan
publik harus memperhatikan asas pelayanan publik. Hakikat pelayanan adalah
pemberian pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan fungsi
aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan. Berdasarkan KEMENPAN
Nomor 63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan
publik disebutkan mengenai asas-asas pelayanan, diantaranya sebagai berikut:
a. Transparansi. Bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggung jawabakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip
efisiensi dan efektivitas.
d. Kesamaan hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status
ekonomi.
e. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima
pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
41
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan
Berikut adalah faktor pendukung yang dikemukakan oleh Moenir
(1995:88) yakni :
a. Faktor Kesadaran
Kesadaran adalah hasil dari suatu proses yang terkadang
membutuhkan waktu cukup lama dalam keadaan tenang dan tidak dalam
keadaan emosional. Dengan adanya kesadaran maka akan ditemukan suatu
kebenaran yang hakiki sehingga dapat melihat yang benar dan yang salah.
Proses dari munculnya kesadaran tersebut berbeda dari satu orang dengan
yang lainnya. Jika berbicara mengenai kesadaran terutama dihubungkan
dengan kemajuan seseorang di lingkungan pekerjaan, hal paling penting
yang harus diketahui adalah setiap orang memiliki suatu kelebihan dari
orang yang lainnya. Kesadaran dapat dikaitkan dengan pemecahan
masalah, keduanya memiliki kesamaan dalam hal prosesnya.
Menurut Moenir (1995:90) bahwa kesadaran berfungsi sebagai
acuan dasar yang akan melandasi pada perbuatan/ tindakan berikutnya.
Sedangkan pemecahan masalah berfungsi sebagai alat penyelesaian pada
waktu itu dan bersifat khusus. Kesadaran menyangkut pada hati nurani
yang dalam.
b. Faktor Aturan
Aturan merupakan suatu perangkat penting dalam segala hal dan
tindakan seseorang. Dalam sebuah organisasi aturan kerja dibuat oleh
42
manajemen sebagai pihak yang berwenang dalam mengatur segala sesuatu
di organisasi. Maka dari itu setiap aturan menyangkut langsung maupun
tidak langsung kepada seseorang.
Menurut Moenir (1995:91) pertimbangan pertama manusia sebagai
subjek aturan ditunjukan kepada hal-hal penting, yakni :
a) Kewenangan
b) Pengetahuan dan pengalaman
c) Kemampuan bahasa
d) Pemahaman oleh pelaksana
e) Disiplin dalam pelaksanaan (disiplin waktu, disiplin kerja)
c. Faktor Organisasi
Organisasi pelayanan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
organisasi pada umumnya. Perbedaannya terletak pada penerapan
dikarenakan sasaran pelayanan yang ditunjukan secara khusus kepada
masyarakat yang memiliki kehendak kompleks atau bermacam-macam.
Organisasi yang dimaksud disini harus mampu menghasilkan pelayanan
yang memadai.
Menurut Moenir (1995:98) organisasi pelayanan yang dimaksud
disini adalah mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur
maupun mekanismenya yang berperan dalam mutu dan kelancaran
pelayanan.
43
d. Faktor pendapatan
Pendapatan harus memenuhi kebutuhan hidup untuk dirinya sendiri
ataupun untuk keluarga. Dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat
dapat mempengaruhi kebutuhan hidup yang juga semakin meningkat
sedangkan pendapatan tetap dan tidak mengalami peningkatan. Menurut
Moenir (1995:110) dalam mengukur kebutuhan hidup dengan pendapatan,
ada dua metode pendekatan. Pertama, pendapatan memenuhi kebutuhan
fisik minimum (KFM) dan yang kedua pendapatan memenuhi kebutuhan
hidup minimum (KHM). Berikut adalah penjelasan KFM dan KHM :
1) Kebutuhan Fisik Minimum
KFM memiliki dua pengertian, yang pertama adalah KFM terbatas
hanya pada pemenuhan 2 komponen saja yakni sandang dan
pangan. Sedangkan pengertian kedua adalah KFM terdiri dari
sandang, pangan, dan papan.
2) Kebutuhan Hidup Minimum
KHM lebih tinggi derajatnya dari pada KFM, karena
meliputi kebutuhan-kebutuhan fisik atau material serta kebutuhan
rohani. Dalam masyarakat yang sudah modern seperti saat ini,
orang tidak hanya berpikir mengenai sandang, pangan, dan papan
namun berpikir mengenai pendidikan dan lain sebagainya.
e. Faktor Kemampuan dan Keterampilan
Kemampuan ialah suatu kegiatan melakukan sebuah tugas ataupun
pekerjaan dan menghasilkan barang/ jasa. Sedangakan keterampilan
44
adalah kemampuan melaksanakan tugas dengan menggunakan anggota
badan serta peralatan pekerjaan yang tersedia. Seperti diketahui bahwa
orang yang bekerja selalu menggunakan paling tidak 4 unsur yang ada
pada setiap orang yaitu otot, saraf, perasaan, dan pikiran (Moenir,
1995:117). Dengan adanya kemampuan serta keterampilan yang baik
maka dapat diciptakan kepuasan bagi masyarakat dan juga pekerjaan dapat
terlaksana dengan baik.
f. Faktor Sarana Pelayanan
Sarana disini merupakan semua jenis peralatan, perlengkapan, dan
juga fasilitas lain dapat menunjang kegiatan. Fungsi sarana pelayanan
tersebut yakni :
1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga
menghemat waktu
2) Meningkatkan produktivitas baik barang maupun jasa
3) Kualitas produk yang lebih baik atau terjamin
4) Ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin
5) Lebih mudah serta sederhana dalam gerak pelakunya
6) Timbul rasa nyaman bagi orang yang memilki kepentingan
7) Timbul rasa puas sehingga mengurangi rasa emosional
Sedangkan menurut Hasyim (2006:47) kurangnya kondisi-kondisi
yang mendukung pelayanan akan menghambat kegiatan pelayanan, baik
dari sisi internal maupun eksternal organisasi. Selain itu juga ada hal-hal
yang lain seperti :
45
1) Terdapat konteks monopolitik, tidak ada dorongan yang kuat
untuk meningkatkan kualitas ataupun pemerataan pelayanan
oleh pemerintah
2) Adanya tekanan dari lingkungan karena faktor lingkungan
sangat mempengaruhi kinerja sebuah organisasi pelayanan
dalam interaksi antara lingkungan dengan organisasi publik.
D. Kepemimpinan dalam Peningkatan Pelayanan Publik
Pelayanan publik sangat penting dan menjadi barometer utama mengukur
keberhasilan seorang pemimpin di dalam menggerakkan dan mengarahkan semua
potensi yang ada di dalam sebuah organisasi/instansi yang dipimpin. Dalam hal
ini Sugiyanto (2014:5) menjelaskan tiga yang menjadi dasar pelayanan publik
menjadi sebuah acuan kepemimpinan, yaitu diantaranya:
1. Pelayanan publik selama ini menjadi ranah negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga-lembaga non pemerintah. Dalam
ranah ini terjadi sesuatu yang sangat intensif antara pemerintah yang
secara langsung diwakili oleh gaya atau perilaku kepemimpinan publik
yang wajib memberikan layanan publik dengan warganya.
2. Pelayanan publik yang wajib diberikan pemerintah kepada masyarakat,
menjadikan pemimpin harus terus menerus memotivasi bawahan yang
setiap waktu berhubungan langsung terhadap masyarakat.
3. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat di dalam interaksi
dengan oragnisasi publik menyebabkan pemimpin harus akuntabel,
46
berintegrasi tinggi dan transparan, mengingat dalam suasana reformasi
semuanya bisa cepat terlihat dan terbuka.
Dari apa yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan
publik begitu erat kaitannya dengan kepemimpinan seorang pemimpin. Perilaku
atau gaya seorang pemimpin harus mampu menimbulkan pengaruh positif
terhadap bawahannya. Sehingga bawahan akan bekerja dengan baik terkait untuk
meningkatkan pelayanan publik. Dalam hal ini pemimpin juga harus menciptakan
hubungan yang harmonis, ramah, dan hangat kepada bawahannya, sehingga
bawahannyapun akan merasa nyaman kepada pemimpin tersebut. Tidak bisa
dipungkiri bahwa hal tersebut akan berdampak pada kinerja bawahannya, dan
kinerja bawahannyapun akan meningkat sesuai dengan apa yang diharapkan
pemimpin tersebut.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memehami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic, dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2005:6).
Metode penelitian merupakan cara yang harus dilalui dalam suatu proses
penelitian. Menurut Rianto Adi (2010:2) menjelaskan penelitian sendiri adalah
tiap usaha untuk mencari pengetahuan (ilmiah) baru menurut prosedur yang
sistematis dan terkontrol melalui data empiris (pengalaman), yang artinya dapat
beberapa kali diuji dengan hasil yang sama.
Penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif deskriptif.
“pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang
dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik utuh” (Moleong, 2000:5). Sedangkan Silaen dan Widiyono (2013:19)
mendefinisikan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi,
gambaran mengenai fakta-fakta yang diteliti untuk menentukan adanya hubungan
tertentu antar gejala.
48
Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang
bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan
metode penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan,
mengolah, dan menganalisis data hasil penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini
dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara
mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.
Penelitian yang dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif untuk
lebih mengetahui gaya kepemimpinan yang ada di Kecamatan Koja Jakarta Utara
secara lebih detail. Pendekatan kualitatif dianggap sesuai dengan penelitian ini
dikarenakan penelitian dilakukan secara langsung dengan melihat realita yang ada
di kecamatan Koja Jakarta utara.
B. Fokus Penelitian
Fokus merupakan hal yang penting bagi peneliti untuk menjadi pedoman
baik dalam melakukan penelitian sehingga lebih mudah dalam menganalisinya.
Hal ini dikarenakan fokus penelitian ini merupakan batasan-batasan atas
permasalahan yang terlah dibuat agar tidak meluas. Dalam fakus penelitian ini,
saya selaku peneliti menjelaskan tentang fokus penelitian dalam kualitati, yang
berisi pokok masalah yang masih bersifat umum.
Fokus penelitian ini tentang gaya kepemimpinan sektor publik (Camat)
dalam meningkatkan pelayanan publik yang didasari oleh fakta empiris terkait
dengan data yang dikumpulkan, diolah serta dianalisis. Sehingga fokus penelitian
ini adalah :
49
1. Gaya kepemimpinan Sektor Publik (Camat) dalam meningkatkan
pelayanan publik dilihat dari Sektor :
a. Komunikasi
b. Pengambilan Keputusan
c. Pengawasan Terhadap Bawahan
d. Delegasi Tugas Kepada Bawahan
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat terkait dengan gaya
kepemimpinan sektor publik (Camat) dalam meningkatkan pelayanan
publik.
a. Faktor pendukung
b. Faktor penghambat
C. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian merupakan tempat yang akan menjadi tujuan penelitian.
Berdasarkan lokasi penelitian ini peneliti nantinya akan memperoleh data dan
informasi yang berkaitan dengan tema, masalah, serta fokus penelitian yang
ditetapkan. Penelitian ini dilakukan di kantor Kecamatan Koja jakarta Utara.
D. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut sumber-
sumber penyedia informasi yang yang dapat mendukung informasing tentang hal-
hal yang menjadi pusat perhatian peneliti. Yamg dimaksud dengan sumber data
adalah subyek darimana data dapat diperoleh, Arikunto (2002). Adapun sumber
data penelitian ini adalah :
50
1. Data Primer
Sumber data primer yang diambil oleh peneliti yakni diperoleh
secara langsung dari kelompok sasaran. Dilakukan dengan cara
wawancara, observasi. Dalam hal ini, sumber data primer yang didapatkan
oleh peneliti yaitu didapatkan langsung dari sumbernya (subyek
penelitian). Dalam hal ini, sumber data primer yang akan diambil oleh
peneliti yakni sebagai berikut:
a. Camat Koja Jakarta Utara
b. Staff/ pegawai di kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara
c. Warga Kecamatan Koja Jakarta Utara
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer, dapat
berupa catatan-cataran resmi, laporan-laporan, atau dokumen-dokumen,
majalah, karya tulis ilmiah, makalah, serta data pendukung lainnya terkait
dengan permasalahan penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan yang peneliti ambil yaitu adalah teknik wawancara
mendalam, observasi, dan bahan dokumenter, sehingga pengumpulan data pada
penelitian ini juiga menggunakan ketiga teknik tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Wawancara
Dalam hal ini, peneliti melakukan teknik wawancara dimana
peneliti melakukan percakapan anatara dua pihak, yaitu pewancara
(yang mengajukan pertanyaan) dan terwawancara (yang memberikan
51
jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pewancara). Wawancara
dilakukan secara lisan kepada informan untuk memperoleh data yang
sebenarnya. Informan dalam penelitian ini adalah
1. Camat Koja Jakarta Utara
2. Staff Pegawai Kecamatan Koja
3. serta seluruh warga Kecamatan Koja jakarta Utara.
2. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti yaitu mengumpulkan data
dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek yaitu
meneliti tentang keadaan dan kenyataan yang sebenarnya serta untuk
memperoleh jawaban dari permasalah yang ada.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi secara
langsung yaitu dengan mendatangi lokasi penelitian yakni Kantor
Kecamatan Koja jakarta Utara. Observasi yang dilakukan secara langsung
adalah cara untuk memperlancar dan juga mempermudah penulis dalam
pengumpulan data untuk penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara
menyalin data-data dalam dokumen, mempelajari berbagai laporan
yang relevan khususnya yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian, merekam proses wawancara, serta mengambil foto situasi
dan juga kondisi yang ada di tempat penelitian.
52
F. Instrumen penelitian
Instrumen Penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data, mengelola, dan menginteprasikan informasi dari para
informan yang diperlukan dalam penelitian. Adapun instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti
Pada penelitian kualitatif ini peneliti bisa berhadapan dan mencari
data secara langsung kepada informan, sehingga peneliti bisa berinteraksi
langsung dengan informan dan lebih memahami fenomena-fenomena yang
ada dilapangan. Hal ini karena peneliti melakukan pengumpulan data,
analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya menjadi hasil laporan
penelitian, dengan demikian peneliti dapat lebih fleksibel dalam
memutuskan sesuatu melalui penilaian keadaan yang ada di lapangan.
2. Pedoman Wawancara (Interview Guide)
Pedoman wawancara (interview guide) yakni berisi materi atau
poin-poin yang menjadi dasar atau acuan dalam melakukan wawancara.
Hal ini dimaksudkan agar wawancara dapat dilakukan secara mendalam
dan juga sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan.
3. Perangkat penunjang lapangan
Perangkat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
field note/buku catatan, alat tulis yang dibutuhkan, recorder, dan kamera.
Dengan menggunakan alat penunjang tersebut, peneliti mampu
53
mendokumentasikan serta mengarsipkan data dengan baik selama di
lapangan.
G. Analisis Data
Anlisis data yaitu suatu proses pemaknaan dari kesimpulan yang dibuat
dan berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Setelah data-data yang
diperoleh dari studi pustaka dan riset lapangan diolah, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis data. Analisi data yang dilakukan peneliti adalah
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.
Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan model Miles and
Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap
jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai dianggap belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap
tertentu hingga dianggap kredibel. Menurut Miles, Huberman dan Saldana
(2014:31-33) di dalam analisis data kualitatif terdapat tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu: pengumpulan data
(data collection), data kondensasi (data condensation), penyajian data (data
display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi (drawing/verifying conclutions).
54
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan cara mewawancara
beberapa informan di Kecamatan Koja Jakarta Utara yakni, camat,
staff/pegawai Kecamata Koja jakarta Utara, serta warga Kecamatan koja
jakarta utara. Selain itu data-data empiris yang ada di kantor Kecamatan
Koja jakarta Utara.
2. Kondensasi data (Data Condensation)
Kondensasi merujuk pada proses memilih, menyederhanakan,
mengabstrakkan, atau mentransformasikan data yang mendekati
keseluruhan bagian yang ada pada bukti-bukti terkait seperti catatan-
catatan lapangan, transkip wawancara, dokumen-dokumen, materi empiris
lainnya. Dalam hal ini peneliti memilih menyederhanakan data melalui
dokumen atau arsip-arsip pada kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara.
3. Penyajian Data (Data Dispaly)
Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dan
informasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Disusun
berdasarkan kategori yang ada atau dikelompokan sesuai dengan apa yang
diperlukan. Disini setelah, peneliti menyajikan data yang terkumpul baik
melalui pengamatan, wawancara, maupun observasi, peneliti menyajikan
secara menyeluruh dan terperinci untuk kemudian dianalisis dengan teori
yang relevan. Penyajian data membantu dalam memahami apa yang yang
terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis yang lebih
mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman.
55
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Drawing/Veryfing Conclutions)
Penarikan kesimpulan/verifikasi ini adalah proses yang perumusan
dari sebuah hasil penelitian yang diungkapkan menggunakan kalimat yang
jelas serta mudah dipahami. Proses verifikasi didapatkan karena proses
gaya kepemimpinan yang dilakukan camat Koja Jakarta Utara terlihat
langsung pada saat penelitian. tahap analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman
Sumber : Miles, Huberman dan Saldana, 2014
H. Keabsahan Data
Dalam setiap penelitian diperlukan adanya keabsahan data agar hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Keabsahan data juga berfungsi sebagai
salah satu fungsi dari indikator kualitas penelitian dan memastikan bahwa hasil
penelitian jauh dari keraguan di dalamnya (Henny, 2014:85). Ada 4 teknik dalam
menetapkan keabsahan data yang diterapkan oleh Moleong (2012:324), yaitu :
56
1. Derajat Kepercayaan (Credibility)
Kredibilitas merupakan salah satu penetapan hasil penelitian kualitatif
dimana dapat dipercaya dari perspektif partisipan terkait penelitian
tersebut. Dalam hal ini, peneliti telah melakukan observasi langsung di
Kecamatan Koja Jakarta Utara sehingga dapat dijadikan pembuktian
bahwa penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
2. Keteralihan (Transferability)
Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara
konteks pengirim dan penerima. Dalam hal ini, untuk melakukan
pengalihan tersebut peneliti mencari serta mengumpulkan bukti-bukti
empiris. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan
data deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada
Camat Koja Jakarta Utara, staff/pegawai Kecamatan Koja Jakarta Utara,
serta masyarakat Koja Jakarta Utara. Sehingga dapat dijadikan pembuktian
bahwa penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kebergantungan (dependability)
Konsep dependability lebih luas dari reabilitas. Hal ini dikarenakan
peninjauan dari segi konsep lebih diperhitungkan, yakni yang ada pada
realibilitas itu sendiri dan ditambah dengan faktor-faktor lainnya yang
sesuai. dalam hal ini, penelitian ini melakukan observasi langsung dengan
membawa pedoman wawancara sebagai unsur penelitian terhadap Kantor
Kecamatan Koja Jakarta Utara.
57
4. Kepastian (Confirmability)
Menurut Scriven dalam Moleong (2012:326) masih ada unsur kualitas
yang melekat pada konsep objektivitas itu diambil dari pengertian bahwa
jika sesuatu itu objek, maka hal tersebut dapat dipercaya karena
berdasarkan fakta-fakta empiris. Jika subjektif maka tidak dapat dipercaya
karena bersifat opini/tidak sesuai dengan fakta empiris. Pengertian terakhir
inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektivitas-
subjektivitas menjadi kepastian. Peneliti telah mengambil data secara
objektif dan subjektif selama masa penelitian yang telah dilakukan.
58
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum dan Lokasi penelitian
1. Gambaran Umum Kota Administrasi Jakarta Utara
a) Letak Geografis
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
(Sumber : (www.jakarta.go.id)
Menurut website resmi DKI Jakarta yakni www.jakarta.go.id yang
diakses oleh peneliti pada 25 Mei 2017 Pukul 07:08 WIB, Wilayah Kotamadya
Jakarta Utara mempunyai luas 7.133,51 Km2, terdiri dari luas lautan 6.979,4
Km2 dan luas daratan 154,11 Km2. Daratan Jakarta Utara membentang dari
Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke darat antara 4-10
km, dengan kurang lebih 110 pulau yang ada di kep. Seribu. Ketinggian dari
permukaan laut antara 0-20 meter, dari tempat tertentu ada yang dibawah
permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air
payau.Wilayah kotamadya Jakarta Utara merupakan pantai beriklim panas,
dengan suhu rata-rata 27° C, curah hujan setiap tahun rata-rata 142,54 mm
58
59
dengan maksimal curah hujan pada bulan September. Kondisi wilayah yang
merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 13 (tigabelas) sungai dan 2
(dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir,
baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut. Sesuai dengan pembagian
Kotamadya, maka Wilayah Jakarta Utara mempunyai batas-batas pemisah
dengan Kotamadya lainya, sebagai berikut :
a. Sebelah Utara: Laut Jawa Koordinat 1060 29-00 BT 150 10-00 LS
1060 07-00 BT 050 10-00 LS.
b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kab. Dati II Tangerang,
Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.
c. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kab. Dati II Tangerang dan
Jakarta Pusat.
d. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kab. Dati II Bekasi.
Wilayah Kotamadya Jakarta Utara sebagian besar terdiri dari
daratan hasil daro pengurukan rawa-rawa yang mempunyai ketinggian
rata-rata 0-1 diatas permukaan laut terutama kita temukan disepanjang
pantai. Luas tanah daratan di Kotamadya Jakarta Utara 154,11 km2.
Dirinci berdasarkanpenggunaan 47,58% untuk perumahan, 15,87% untuk
areal industri, 8,89% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan
sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan sebagainya.
Sementara luas lahan berdasarkan status kepemilikan dapat dirinci sebagai
berikut: status hak milik 13,28%, Hak Guna Bangunan (HGB) sekitar
60
29,04%, lainnya masih berstatus Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan non
sertifikat.
b) Demografi
Luas daratan wilayah Kotamadya Jakarta Utara adalah 140,67 km2,
dengan panjang pantai 32 km, dan jumlah penduduk pada tahun 2013 tercatat
di Jakarta Utara sebesar 1.680.579 jiwa, pada tahun 2014 tercatat sebesar
1.659.612 jiwa, dan pada tahun 2015 tercatat sebesar 1.696.015 jiwa. Terdiri
dari 6 Kecamatan. 31 Kelurahan. 406 RW dan 4. 172 RT.
c) Pembagian Administratif
Secara administratif, Kota administrasi Jakarta Utara terbagi menjadi
6 Kecamatan dan 31 kelurahan serta 406 RW dan 4.172 RT. Berikut adalah
tabel pembagian daftar tabel pembagian kota dan kabupaten administratif DKI
Jakarta berserta kecamatannya.
Tabel 4.1 Pembagian Kota dan Kabupaten Administratif DKI Jakarta
beserta Kecamatannya
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Timur
Jakarta
Selatan
Jakarta
Barat
Kepulauan
Seribu
Kecamatan
Gambir Koja Matraman Kebayoran
Baru
Cengkareng Kepulauan
Seribu
Utara
Tanah
Abang
Kelapa
gading
Pulo
Gadung
Kebayoran
lama
Grogol
Petamburan
Kepulauan
Seribu
Selatan
Menteng Tanjung
Priok
Jatinegara Pesanggrahan Kalideres
Senen Pademangan Duren
Sawit
Cilandak Kebon
Jeruk
61
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Timur
Jakarta
Selatan
Jakarta
Barat
Kepulauan
Seribu
Kecamatan
Cempaka
Putih
Penjaringan Kramat
Jati
Pasar Minggu Kembangan
Johor baru Cilincing Makasar Jagakarsa Palmerah
Kemayoran Pasar
Rebo
Mampang
Prapatan
Taman Sari
Sawah
Besar
Ciracas Pancoran Tambora
Cipayung Tebet
Cakung Setiabudi
(Sumber : diolah peneliti dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta)
d) Sejarah, Lambang, Visi dan Misi
1) Sejarah
Wilayah Jakarta Utara merupakan bagian dari pemerintah daerah
Khusus Ibukota Jakarta, ternyata pada abad ke 5 merupakan pusat
pertumbuhan pemerintah kota Jakarta yg tepatnya terletak dimuara sungai
Ciliwung di daerah Angke. Saat itu muara Ciliwung merupakan Bandar
Pelabuhan Kerajaan Tarumanegara dibawah pimpinan Raja Purnawarman.
Wilayah Jakarta Utara pada Saat itu dapat dilihat dari perebutan silih berganti
antara berbagai pihak, yang peninggalannya sampai kini dapat ditemukan
dibeberapa tempat di Jakarta Utara, seperti Kelurahan Tugu, Pasar Ikan dan
lain sebagainya.
Untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, pada bulan Agustus
1966 di DKI Jakarta dibentuk beberapa “Kota Administrasi”. Berbeda dengan
kota Otonom yang dilengkapi dengan DPRD tingkat II, maka kota-kota
62
Administrasi di DKI Jakarta tidak memiliki DPRD tingkat II yang
mendampingi Walikota. Berdasarkan Lembaran Daerah Nomor 4/1966
ditetapkanlah Lima wilayah kota Administratif di DKI Jakarta, yaitu: Jakarta
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan & Jakarta Utara,yang
dilengkapi dengan 22 Kecamatan dan 220 Kelurahan. Pembentukan
Kecamatan dan Kelurahan ini didasarkan pada asas Teritorial dengan mengacu
pada jumlah penduduk yaitu 200.000 Jiwa untuk Kecamatan, 30.000 Jiwa
Kelurahan perkotaan dan 10.000 Jiwa Kelurahan pinggiran.
Setelah Pelantikan para Walikota dan Wakil-wakilnya berdasarkan SK
(Surat Keputusan) Gubernur DKI Jakarta Nomor 1b/3/1/2/1966 tanggal 22
Agustus 1966, maka Gubernur DKI Jakarta dalam Lembaran Daerah No.
5/1966 menetapkan 5 kota Administrasi lengkap dengan wilayah dan Batasnya
masing-masing terhitung mulai 1 September 1966. Prinsip Dekonsentrasi yang
digariskan gubernur dalam pembentukan kota-kota Admnistrasi ini
memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab kepada Walikota
dalam 3 Penegasan, yaitu:
(1) Teknis Administratif yaitu Setiap Pelakasanaan tugas yang menyangkut
segi teknis.
(2) Teknis Operasional yaitu penentuan kebijakan pelaksanaan tugas (Policy
Executing, bukan Policy Making)
(3) Koordinatif Teritorial yaitu pemimpin pengkoordinasian dari segala gerak
langkah potensi yang ada dalam wilayah setempat.
63
Dengan tiga penegasan ini maka kedudukan pemerintah ditingkat kota
adalah semata-mata merupakaan verlengstruk dan alat pelaksana dari Gubernur
Kepala Daerah yang diwujudkan dalam proses penyempurnaan administrasi
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kelancaran roda
pemerintahan. Sesuai dengan kedudukannya, manajemen pemerintahan
ditingkat kota didasarkan pada delegasi wewenang yang dilimpahkan oleh
Gubernur biro kepala daerah (KDH) dalam melaksanakan tugas-tugas eksekutif
Pemerintah Daerah. Wewenang dan tanggung jawab Walikota dengan
demikian bukan figur politik, melainkan figur teknis. UU Nomor 11/1990
menetapkan wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi Lima Wilayah Kotamadya
yang tetap tanpa dilengkapi DPRD Tingkat II.
2) Lambang Kota Administratif Jakarta Utara
Gambar 4.2 Lambang Kota Administrasi Jakarta Utara
(Sumber: utara.jakarta.go.id)
Lambang daerah Kota Administrasi Jakarta Utara adalah "Pohon
Nyamplung dan Burung Raja Udang". Tumbuhan yang bernama Nyamplung
ini mempunyai nama latin/nama ilmiah Colophyllum inophyllum. Ketinggian
64
tanaman ini bisa mencapai 30 meter dengan daun tunggal bersilang berhadapan
dan berbentuk oval, buahnya bulat seperti telur. Tanaman ini memang sangat
subur di daerah pesisir pantai, daya tahan pohon ini sangat tinggi untuk hidup
di iklim kering. Tegakan Pohon Nyamplung di daerah pinggir pantai/laut
berperan untuk menghalangi derasnya angin laut atau sebagai pemecah angin
(wind breaker) untuk tanaman pertanian di sekitarnya. Disamping itu hutan
Nyamplung di pinggir pantai berguna untuk mencegah abrasi bibir pantai, jadi
berguna untuk konservasi pantai.
Simbol Jakarta Utara selanjutnya adalah Burung Raja Udang. Burung
ini sangat mempesona bagi yang melihatnya, sangat unik dan mengesankan.
Memiliki bulu biru kehijauan yang berkilau seperti permata membuatnya
menawan hati siapapun yang melihatnya. Karakter fisiknya tidak terlalu besar
tetapi justru kepala dan paruhnya relatih besar dan seolah tidak seimbang
dengan ukuran badannya, hal ini justru menambah keunikan burung ini.
Habitat burung ini sebagian besar terdapat di tumbuhan pinggir pantai dan
pulau-pulau koral. Makanan utamanya adalah ikan, kodok, serangga dan
beberapa jenis reptil kecil. Dan karena habitat utamanya di daerah perairan atau
pantai dan konsumsi utamanya adalah ikan, burung ini mendapat
julukan common king fisher.
Jadi lambang Jakarta Utara adalah pohon Nyampung dan Burung Raja
Udang dikarenakan letak Jakarta Utara yang berada dekat laut. Dimana Kota
administrasi Jakarta Utara memiliki daerah Kepulaan seribu yang menjadi kota
pesisir. Untuk itu dipilihlah pohon nyamplung yang dimaksudkan bahwa Kota
65
Jakarta Utara yang berada di pinggir laut Jawa akan tetap kuat untuk
menghalangi derasnya angin laut atau sebagai pemecah angin (wind breaker).
Lalu kemudian ada lambang Raja Udang yang dimana habitat burung ini
sebagian besar terdapat di tumbuhan pinggir pantai dan pulau-pulau koral.
Dalam hal ini dengan lambang Pohon Nyampulung dan Burung Raja Udang
tentu memperjelas jika Kota Jakarta Utara merupakan Kota di pinggir laut yang
menarik.
3) Visi
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada
akhir periode perencanaan. Berdasarkan pengertian dimaksud serta dengan
berlandaskan kepada dasar filosofis yang dianut oleh masyarakat maka
menurut sumber yakni Renstra Kota Administrasi jakarta Utara 2012-2017
ditetapkan Visi pembangunan Kota Jakarta Utara ialah sebagai berikut :
“Mewujudkan Kota Administrasi Jakarta Utara sebagai kota pesisir modern
yang tertata rapi, maju, nyaman, dan sejahtera serta memiliki masyarakat yang
berbudaya dan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik”
4) Misi
Misi merupakan suatu rumusan masalah umum tentang upaya-upaya
yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi sendiri memiliki fungsi
sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen
penyelenggara pemerintah tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya.
Untuk menjabarkan visi tersebut, maka menurut sumber yakni Renstra Kota
66
Administrasi Jakarta Utara 2012-2017, misi Kota Jakarta Utara yaitu sebagai
berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme aparatur Kantor Walikota Administrasi
Jakarta Utara
2. Meningkatkan pembinaan lembaga masyarakat dan stake holder di
wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
3. Berperan serta dalam meningkatkan kualitas pelayanan PTSP (Pelayanan
Terpadu Satu Pintu) Kota Administrasi Jakarta Utara
4. Berperan serta dalam meningkatkan kualitas tata pemerintahan yang baik
5. Berperan serta dalam meningkatkan kualitas sarana prasarana, lingkungan
hidup kota yang bersih dan tertata rapih
6. Berperan serta dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan
masyarakat
7. Berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
8. Berperan serta dalam penataan 12 jalur destinasi wisata pesisir
9. Mengkoordinasikan pengembangan penyelenggaraan pemerintahan kota.
B. Gambaran Umum Situs Penelitian
1. Kecamatan Koja jakarta Utara
a. Latar Belakang
Koja adalah sebuah Wilayah Kecamatan di Indonesia, yang terletak
di Kota Jakarta Utara dan merupakan Pusat Pemerintahan dari Kota
Administrasi Jakarta Utara. Batas-batas Koja di sebelah utara adalah Teluk
Jakarta, di barat jalan tol Laksamana Yos Sudarso, di timur Pelabuhan
67
Minyak, Kali Baru, jalan Kramat Jaya, dan Kali Cakung, serta di selatan Kali
Batik. Kali Sunter adalah sebuah kanal yang mengalir ke laut melalui Koja,
dengan muara yang terletak di perbatasan antara Kecamatan Koja
dan Kecamatan Cilincing.
Bagian timur dari Pelabuhan Tanjung Priok termasuk dalam
kecamatan ini, yang terdiri dari Terminal Kontainer I, Terminal Kontainer III,
dan Terminal Kontainer Koja. Salah satu objek wisata budaya adalah Kampung
Tugu, yaitu suatu komunitas keturunan Portugis Mardijkers yang telah
dibebaskan dari tawanan perang pemerintah Hindia Belanda.
Penyelenggaraan pemerintah Kecamatan didasarkan pada keputusan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 2016
tentang organisasi dan tata kerja pemerintah kecamatan di Provinsi Daerah
Khusus ibukota Jakarta. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta dimaksud
sebagai penjabaran dari peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10
Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
b. Kondisi Geografi
Kondisi geografi Kecamatan Koja merupakan daerah dataran pantai
yang berada di bawah permukaan laut, sehingga sangat rawan banjir, baik
akibat air laut pasang maupun akibat hujan, serta banjir kiriman. Keadaan ini
menjadikan sistem tata air yang berbeda dengan sistem tata air pada umumnya.
Secara umum seluruh saluran air di Kecamatan Koja diarahkan dan ditampung
di waduk rawabadak, baru kemudian dipompa ke kali sunter.
68
Sesuai dengan keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986, luas wilayah Kecamatan Koja berdasarkan
data saksi kependudukan dan catatan sipil Kecamatan Koja Tahun 2016 adalah
620,387 KM2. Terbagi dalam 6 kelurahan, 82 RW, dan 903 RT.
Batas-batas Kecamatan Koja adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Laut Jawa/ Kecamatan Cilincing dan kabupaten
Administrasi Pulau Seribu
b. Sebelah Selatan : Jl. Raya Pegangsaan Dua/ Kecamatan Kelapa
Gading
c. Sebelah Barat : Jl. Sulawesi/ Yos Sudarso/ Kecamatan Tanjung
Priok
d. Sebelah Timur : Jl. Keramat Jaya/ Kali Cakung Lama/ Kecamatan
Cilincing
c. Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Koja pada akhir bulan Desember 2016
berdasarkan data saksi kependudukan dan catatan sipil Kecamatan Koja
sebanyak 310.154 Jiwa dari 118.431 KK terdiri dari 158.860 orang laki-laki
dengan status Warga Negara Indonesia (WNI) dan 4 orang laki-laki dengan
status Warga Negara Asing (WNA) serta terdiri dari 151.285 orang perempuan
WNI dan 5 orang perempuan (WNA), dengan kepatadan penduduk per
Kelurahan yaitu 64.193 KM2.
Penduduk Kecamatan Koja sebagian besar 91 % beragama islam, dan
sisanya 9 % terbagi dalam empat agama lainnya. Namun demikian perbedaan
69
agama selama ini tidak menjadi masalah di Kecamatan Koja. Terbukti selama ini
tidak ada kasus yang bersifat SARA, khususnya konflik antar umat beragama. Hal
ini juga tidak terlepas dari adanya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) di
Kota Administrasi Jakarta Utara.
Tabel 4.2 Prosentase Pemeluk Agama di Kecamatan Koja
No Agama Jumlah penduduk Prosentase
1 Islam 303.402 90,96 %
2 Kristen Protestan 19.404 5,82 %
3 Kristen Katholik 7.802 2,34 %
4 Hindu 1.734 0,52 %
5 Budha 1.200 0,36 %
(Sumber : Dokumen Kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara)
Masyarakat Kecamatan Koja cukup heterogen berasal dari berbagai
daerah di Indonesia. Warga yang dominan di antaranya betawi, bugis/ makasar,
banten, jawa, dan madura. Mereka tidak bertempat tinggal berkelompok tetapi
berbaur satu dengan yang lainnya. Pada umumnya penduduk Kecamatan Koja
bermatapencaharian buruh atau karyawan yang mencapai 72%. Sedangkan
sebagian kecil dari TNI dan sektor informal.
Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Koja Tahun 2016
No Mata Pencaharian Prosentase
1 Pegawai/ Karyawan 27,02 %
2 Buruh 45,12 %
3 TNI 10,10 %
4 Tani/ Nelayan 2,39 %
5 Sektor Informal/ Lain-lain 15,37 %
(Sumber Dokumen Kependudukan Kecamatan Koja Jakarta Utara)
70
2. Pemerintahan Kecamatan Koja
a. Kesekretariatan
Sesuai dengan Kecamatan pada umumnya, Kecamatan Koja Jakarta
Utara yang dipimpin oleh seorang camat dan dibantu oleh beberapa pegawai
kecamatan yang lain. Kecamatan Koja memiliki jumlah pegawai sebanyak 16
pegawai sekretariat dan 30 pegawai seksi dinas teknis Kecamatan Koja, dan
seluruh pegawai berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). 16 pegawai sekretariat
merupakan pegawai yang diperintah langsung oleh camat Koja Jakarta Utara
dan yang menangani langsung kegiatan-kegiatan pelayanan di kantor
Kecamatan Koja. Sedangkan 30 pegawai seksi dinas teknis merupakan
pegawai dari pemprov DKI Jakarta yang diberikan Surat Keputusan (SK) dari
pemprov DKI Jakarta untuk di tugaskan membantu kegiatan pelaksanaan
pelayanan di Kantor Kecamatan Koja DKI Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2016
tentang organisasi dan tata kerja kecamatan, peraturan gubernurnur ini mulai
berlaku 14 Januari 2016 mengganti peraturan gubernur yang lama. Ada
beberapa perubahan pada level kepala seksi (kasi). Baik kasi kecamatan
maupun kasi dinas/ teknis. Untuk itu kasi kecamatan hanya ada 3 (tiga) kasi,
diantaranya:
1. Kasi Pemerintahan dan Tramtib
2. Kasi Kesejahteraan Rakyat
3. Kasi Ekonomi Pembangunan dan Lingkungan Hidup
71
Untuk kepala satuan pelaksana (Kasatpel) dinas/teknis di Kecamatan Koja
sebagai berikut :
1. Kasatpel Bina Marga
2. Kasatpel Sumber Daya Air
3. Kasatpel Sosial
4. Kasatpel Kehutanan
5. Kasatpel KPKP (Ketahanan Pangan Kelautan Pertanian)
6. Kasatpel Lingkungan Hidup
b. Struktur Organisasi
Setiap instansi tentu memiliki sususan organisasi untuk mengetahui
susuan unit-unit kerja pada suatu organisasi. Struktur organisasi menunjukan
bahwa adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi atau kegiatan-kegiatan
itu dikoordinasikan. Berikut ini adalah struktur organisasi sekretarian di kantor
Kecamatan Koja Kota Administrasi Jakarta Utara :
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Kecamatan Koja jakarta Utara
(Sumber: diolah oleh peneliti dari dokumen kantor Kecamatan Koja
Jakarta Utara)
72
Terkait dengan struktur organisasi, berikut adalah nama-nama
pegawai yang tertera dalam stuktur organisasi beserta jabatan dan golongan
pangkatnya :
Tabel 4.4 Daftar Susunan Nama Sekretariat Kecamatan Koja Jakarta Utara
No Nama Jabatan Gol
1 Drs. Muh. Yusuf Madjid, M.Si
196811141989081002/ 164656
Camat IV/b
2 Anita Permata Sari. S.Sos, M.Si
197410221993112001/ 122473
Sekretaris Kecamatan IV/a
3 Suparman, SH
196104271985031008/ 101214
Kepala Seksi
Pemerintahan & Tramtib
III/d
4 Drs. Taswanto, M.Si
195906141984041003/ 082493
Kepala Seksi Ekbag dan
Lingkungan Hidup
III/d
5 Tuty Kusnaeni , S.Sos
195906141986032004/ 164000
Kepala Seksi
Kesejahteraan
Masyarakat
III/d
6 Moch. Mujakir, S.Sos
196311151996031001/ 119534
Kepala Sub Bagian
Umum
III/d
7 Makhful, S. IP, M.Si
196201211985091002/ 103877
Kepala Sub Bagian
Perencanaan Anggaran
III/d
8 Ika Junita, S.IP
198806282007012002/ 174724
Kepala Sub Bagian
Keuangan
III/c
9 Taufik Rachman
196010211988011001/ 110547
Pengadministrasi
Pemerintahan & Tramtib
III/d
10 Istingatin, S.AP
195911101985082001/ 101121
Pengadministrasi
Kesejahteraan Rakyat
III/b
11 Ramadhani Ambiar Mufti, A.Md
198306282010011022/ 178663
Pengurus Barang II/d
12 Darti, SE
196602181985082001/ 080413
Pengadministrasi Ekbang
& Lingkungan Hidup
III/c
13 Bambang Setiawan
1960091141985081001/ 104133
Pengadministrasi
Perencanaan & Anggaran
III/c
14 Sondang Lisa, S.Kep. MM
197107071995032004/ 120185
Pengadministrasi
Keuagan
III/c
15 Moch Nova Affandy, A.Md
198811042014031004/ 184018
Pengadministrasi
Ekbang/ Lingkungan
Hidup
II/c
16 Siti Rokhayati Nur Indah Sari,
A.Md
198805232010012017/ 177562
Bendahara II/d
73
C. Penyajian Data Fokus Penelitian
1. Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatan Pelayanan Publik
Gaya kepemimpinan dapat dilihat dari bagaimana saat pemimpin bersikap,
berkomunikasi serta dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dalam hal ini
seorang camat dilihat dari bagimana camat melakukan topoksi (tugas pokok dan
fungsi) maupun tidak. Gaya kepemimpinan tentu sangat berpengaruh terkait
dalam mempimpin suatu kecamatan untuk menciptakan lingkungan sekitar yang
kondusif serta menghasilkan produktivitas yang tinggi. Di Kecamatan Koja
jakarta Utara, masyarakatnya bersifat multi etnis. Hal ini tentu mengharuskan
pempimpin/ seorang camat harus bersikap sesuai dengan keadaan masyarakatnya.
Camat Koja Jakarta Utara yakni Bapak Muh Yusuf Majid juga berpendapat jika
setiap Kecamatan memiliki ragam budaya yang berbeda-beda, jadi tentu kita harus
menyesuaikan dengan keadaan lingkungan serta warganya. Berikut kutipan
wawancara dari Bapak Camat terkait tentang masyarakat yang besifat multi etnis :
“setiap wilayah punya karektiristik yang berbeda-beda. Punya warga yang
berbeda-beda, punya budaya yang berbeda-beda. Dan camat harus
menyesuaikan. Saya sudah 4 kali menjadi camat di Jakarta Utara, dan 2
kali di luar pulau jawa di Sulawesi Selatan. Contohnya di kecamatan
kelapa gading Jakarta Utara, disana mayoritas etnis cina dan merupakan
warga pendatang serta merupakan kampung buatan, masyarakatnyapun
mayoritas non muslim, tentu berbeda dengan kecamatan koja yang
merupakan kecamatan tertua di Jakarta Utara, merupakan kampung lama,
serta warganya beranak cucu di Koja, masyarakatnyapun mayoritas
muslim. Maka dari itu, kita harus menyesuaikan keadaan serta konflik
masyarakat disetiap wilayah” (hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul
08.42 WIB di Kecamatan Koja)
Berdasarkan kutipan wawancara diatas, maka pemimpin diharapkan
mampu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Dalam hal ini, untuk mengetahui lebih lanjut gaya kepemimpinan Camat dalam
74
meningkatkan pelay8anan publik, maka peneliti melakukan penyajiann data
sebagai berikut :
a. Komunikasi Camat Koja Jakarta Utara Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik
Komunikasi merupakan salah satu unsur pendukung dalam memimpin
sebuah organisasi. Kepala kecamatan sebagai pemimpin harus melakukan
komunikasi yang baik dengan para staff di kantor kecamatan dan juga kepada
masyarakat. Sehingga program-program inovasi yang dibuat oleh kepala camat
Koja akan tersampaikan kepada masyarakat dengan baik.
Dalam hal ini komunikasi internal antara Camat dengan staff
merupakan hal yang paling penting karena setiap ada kebijakan baru dari
provinsi yang diturunkan kepada setiap kecamatan tentu kepala camat akan
memberikan informasi tersebut kepada para staff terlebih dahulu yang
kemudian baru disampaikan kepada warga kecamatan. Berikut wawancara
dengan Bapak Suparman, SH. yang merupakan Kepala Seksi Pemerintahan &
Tramtib di Kecamatan Koja terkait dengan komunikasi Camat :
“... Camatkan sebagai leader disini, artinya pimpinan di Kecamatan
Koja, tentu komunikasi beliau kepada bawahannya/staff sangat
komunikatif. Setiap ada hasil rapat dari Provinsi tentu disampaikan
kepada bawahannya. Beliau juga suka mengadakan rapat minggon
(rapat mingguan), rapat intern dengan staff, rapat bulanan. Sehingga
komunikasi antara camat dan staff selalu terjaga.” (hasil wawancara
27 Maret 2017 Pukul 15.16 WIB di kantor Kecamatan Koja Jakarta
Utara)
Komunikasi internal yang baik merupakan suatu pemicu
keharmonisan dalam bekerja, dimana jika komunikasi berjalan secara dua
arah tentu akan memicu output yang baik. Setelah komunikasi internal
75
berjalan baik, tentu inovasi maupun peraturan-peraturan dari Camat yang
telah dijalankan oleh staff akan tersampaikan kepada masyarakat. Berikut
adalah kutipan wawancara dengan Bapak Camat Muh Yusuf Majid :
“.... kami berkomunikasi dengan alat-alat komunikasi yang ada. Yaitu
dengan membentuk grup Whatshap. Kita memakai model di multi
level marketing. Ada yang isinya camat dengan sekcam, para kasi,
para kasatpel. Ada yang isinya camat denga para lurah, yang
kemudian lurah membuat grup lagi dengan kasi pemerintah yang
isinya para RT, dan seterusnya. Sehingga jika ada informasi yang kita
rusmuskan ditingkat kecamatan akan di share ke grup lurah, lalu
kemudian lurah share lagi ke grup RT. Sehingga informasi tersebut
akan berjalan dengan cepat. lalu ada komunikasi formal yaitu dengan
adanya rapat minggon (rapat mingguan) dengan para staff, rapat
bulanan dengan para staff dan lurah.” (hasil wawancara 29 Maret
2017 pukul 08.42 WIB di Kecamatan Koja
Selain menjaga komunikasi yang baik di dalam internal yakni di
kantor Kecamatan Koja dengan para pegawainya, Kepala Camat Koja
Bapak Muh Yusuf Majid juga selalu menjaga komunikasi dengan warga
Koja, agar selalu menjaga keharmonisan dan tidak ada kesenjanagan sosial.
Bapak Muh Yusuf Majid berkomunikasi dengan para Ketua RW melalui
grup Whatshap dan juga selalu mengadakan pertemuan dengan perwakilan-
perwakilan masyarakat seperti ketua RW secara resmi maupun tidak.
Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Supri selaku ketua RW 014 di
Kelurahan Lagoa Kecamatan Koja :
“... mengingat para RW pada siang hari itu kerja, jadi kita
diundang saat malam untuk mengadakan rapat, nanti yang hadir
seluruh ketua RW, ada camat, dan ada lurah beserta para staffnya
masing-masing. Lalu kemudian RW menyampaikan lagi ke RT.
Jadi RT diinformasikan lewat whatshap lalu dikumpulkan di pos
RW yang nantinya dihadiri oleh para RT beserta staff RW yang
berubungan dengan informasi terkait pelayanan/ program-program
yang dirapatin malam itu” (hasil wawancara 31 Maret 2017 Pukul
19.56 WIB di Pos RW 014)
76
. Begitu pula dengan adanya konflik ditegah masyarakat, dimana
komunikasi antara camat, staff, lurah, serta warga harus baik sehingga
permasalahan/ kendala yang ada di tengah masyarakat baik terkait masalah
pelayanan maupun konflik pribadi antar masyarakat dapat dipecahkan.
Berikut cuplikan wawancara dengan Bapak Camat Muh Yusuf majid :
“jika terjadi perselisihan ditengah warga, saya undang kedua belah
pihak, tentu atas pengantar lurah. Karena lurah yang lebih dulu harus
berusaha mengatasi masalah tersebut. Jika mereka tidak bisa
mengatasinya maka didorong untuk ke kecamatan. Lalu saya pelajari
masalahnya dan kedua belah pihak saya beri waktu untuk bicara
sampe puas. Si A ngomong sampe puas, begitu juga dengan si B. Saya
biasanya didampingi oleh kasi pemerintahan dan lurah. Lalu setelah
kedua belah pihak sudah puas bicara, saya suruh pulang. Lalu
kemudian saya analisa permasalahan tersebut dan seminggu kemudia
saya undang kembali untuk memberi solusi dan ternyata efektif”
(hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul 08.42 WIB di Kecamatan
Koja
Jadi peneliti dapat mengambil kesimpulan dari berbagai hasil
wawancara yang ada bahwa Camat Koja Jakarta Utara memilik cara
komunikasi yang baik terhadap staff maupun warganya. Komunikasi yang
dilakukan Bapak Muh Yusuf Majid yaitu secara dua arah dengan cara rapat
yang diadakan secara rutin maupun dengan alat komunikasi yang ada seperti
grup whatshap. Cara tersebut dianggap efektif oleh Camat Koja untuk
menyeselaikan masalah yang ada di tengah masyarakat maupun untuk
sekedar memberikan informasi mengenai pelayanan publik.
77
b. Pengambilan Keputusan Oleh Camat Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Pubik
Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin merupakan hal
terpenting di dalam organisasi, lembaga maupun institusi sekalipun. Camat
merupakan seorang kepala penggerak sekaligus koordinator di kantor
kecamatan. Dan dalam pelaksanaan tugasnya, memperoleh pelimpahan
sebagian urusan otonomi daerah dan menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan. Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin, camat memiliki
kewajiban untuk mengambil keputusan dalam setiap tindakannnya di dalam
dan luar lingkup organisasi.
Dalam setiap program kebijakan pelayanan yang dibuat oleh
kecamatan, seorang camat sebagai pemimpin utama disebuah kecamatan
tentu memiliki kewenangan mengambil sebuah keputusan dalam program
kebijakan pelayanan yang ada di kecamatan. Setiap keputusan harus dibuat
oleh kecamatan agar masyarakat dapat melaksanakan berbagai program dan
turut serta berpartisipasi dalam rangka mewujudkan pelayanan yang prima
untuk masyarakat. Pengambilan keputusan harus mempertimbangkan segala
aspek agar keputusan yang diambil tidak memihak pada satu kepentingan
melainkan harus membuat keputusan yang adil agar tidak menimbulkan
kecemburuan sosial dan konflik antara masyarakat dan juga pemimpin.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak Ramadhani yang
merupakan staff subbag umum (pengurus barang/ bendahara barang) di
Kecamatan Koja :
78
“saya sudah 4 kali merasakan ganti camat, berati camat yang ini
adalah camat kelima, tetapi baru kali ini ada camat yang bertanya
kepada bawahannya terkait solusi yang baik. Dan baru kali ini pak
camat memiliki sebuah solusi dari pemikiran beliau sendiri yang
berbeda. Jadi beliau punya inisiatif terkait kebijakan lalu bertanya
kepada bawahannya atau para staffnya.” (hasil wawancara 27
Maret 2017 Pukul 14.49 WIB di Kantor Kecamatan Koja).
Dalam hal pengambilan keputusan tentu ada aturan dalam menyikapi
suatu permasalahan/ persoalan. Jadi peraturan itulah yang menjadi landasan
untuk digunakan dalam mengambil keputusan serta menerima masukan dari
berbagai sumber terpercaya. Bapak Muh Yusuf Majid selaku Camat Koja
Jakarta Utara melakukan komunikasi dua arah termasuk dalam mengambil
keputusan. Pernyataan tersebut didukung oleh Ibu Sri Widyaningsih Ketua
RT 008/009 di jalan Mahoni gang 4 Blok A. Berikut adalah kutipan
wawancara antara peneliti dan Ibu Sri Widyaningsih :
“iya waktu itu saat ada pembagian rasta (pengganti raskin) di pos RW,
ada warga yang tidak kebagian karena terselip datanya oleh saya, kan
dulu pembagiannya tunai sekarang berupa voucher. Pada saat itu
Bapak Camat berseta Lurah didampingi RW dan RT melakukan
musyawarah ditempat. Dan pak Camat mengambil keputusan bersama
kalo warga pendatang baru itu tetap dapat rasta” (hasil wawancara 31
Maret 2017 Pukul 10.22 WIB di RS. Mitra Keluarga Kelapa Gading).
Camat Koja Jakarta Utara yakni Bapak Muh Yusuf Majid mengajak
seluruh warga Kecamatan Koja untuk ikut andil dalam mengambil suatu
keputusan yang bijaksana agar dapat diterima oleh seluruh golongan elemen
masyarakat. Hasil yang dapat disimpulkan oleh peneliti dari beberapa
kutipan wawancara tersebut yaitu Camat Koja jakarta Utara mengambil
jalan musyawarah terkait mengambil sebuah keputusan dan juga tidak
79
sungkan untuk bertanya kepada bawahannya terkait bagaimana solusi yang
baik untuk menyelesaikan suatu persoalaan.
c. Pengawasan Camat Terhadap Bawahan Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik
Dalam suatu organisasi, pengawasan tentu sangat penting guna
mengevaluasi hasil kerja yang mengalami kesalahan atau hasil kegiatan yang
dilakukan. Inilah yang membuat fungsi pengawasan tersebut semakin penting
dalam suatu organisasi. Seperti apa yang dikatakan Bapak Suparman, SH
selaku kasi pemerintahan :
“Bapak Camat selalu mengadakan Briefing untuk mengevaluasi hasil
keja yang kemarinnya, agar kerjaan untuk hari ini lebih baik. Serta
bapak juga memberikan wewenang penuh kepada sekcam untuk
mengawasi kinerja yang lainnya” (hasil wawancara 27 Maret 2017
Pukul 15.16 WIB di kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara)
Berdasarkan pengamatan dilokasi penelitian, pengawasan di
Kecamatan Koja Jakarta Utara yaitu dengan cara fisik dimana camat selalu
mengontol kinerja pegawai/ staffnya secara langsung dan juga melalui pihak
ketiga yakni pengawasan melaui Sekcam. Fungsi pengawasan yang
dilakukan camat terkait untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan tugas-tugas yang dilaksankan oleh pegawai/ staff Kecamatan
Koja serta mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam
merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan Kecamatan.
Pelaksanaan pengawasan tersebut dapat mengurangi dan mencegah secara
dini terjadinya berbagai kelemahan dan kekurangan yang dikerjakan
aparatur pemerintah/ pegawai dalam melaksanakan tugas pokok masing-
80
masing. Berikut adalah kutipan wawancara peneliti dengan Bapak
Ramadani selaku staff subbag umum (pengurus barang/ bendahara barang)
di Kecamatan Koja :
“... cara pengawasan camat yang sekarang itu tidak banyak bicara.
Beliau diam-diam menilai. Jadi jika ada pegawai/ staffnya yang
mempunyai kendala/ masalah, beliau memanggil pegawai tersebut
untuk diajak ngobrol diruangannya. Tetapi dalam hal ini beliau
tidak menegur tetapi hanya mengingatkan.” (hasil wawancara 27
Maret 2017 Pukul 14.49 WIB di Kantor Kecamatan Koja).
Dari hasil wawancara yang ada, peneliti menarik kesimpulan bahwa
cara Camat Koja Jakarta Utara dalam pengawasan yaitu dengan menilai
dengan memperhatikan kinerja pegawainya secara langsung dan juga
melalui pihak ketiga yakni Sekcam, serta selalu melakukan briefing sebelum
para pegawainya melakukan pekerjaan sehingga kesalahan/ kendala yang
dialami pada hari kemarin dapat di evaluasi.
d. Pendelegasian Tugas Kepada Bawahan Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik
Tugas staff di Kecamatan Koja jakarta Utara sudah tertulis sesuai
dengan tupoksi yang ada. Penyesuaian tugas yang diberikan dengan tupoksi
diharapkan tidak menimbulkan kesenjangan sosial diantara aparatutur
kecamatan. Pembagian tugas di kantor Kecamatan Koja telah sesuai dengan
landasan hukum yaitu Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 248
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan.
Camat Koja Jakarta Utara memberikan tugas kepada bawahannya
dengan cara melakukan koordinasi terlebih dahulu. Jika memberikan tugas
kepada satu pegawai saja, Camat Koja memanggil pegawai yang
81
bersangkutan ke kantor Camat untuk dijelaskan secara rinci agar tidak ada
kekeliruan. Sedangkan pembagian tugas kepada beberapa pegawai, Camat
melakukan rapat terlebih dahulu untuk menjelaskan tugas yang akan
dikerjakan oleh para bawahannya. Seperti kutipan wawancara dengan Bapak
Suparman, SH selaku kasi pemerintahan & tramtib :
“contoh ya dek, saya selaku kasi pemerintahan & tramtib memiliki
tugas yakni salah satunya melaksanakan kegiatan pembinaan
penyelenggaraan pemerintah di Kelurahan. Nah dalam hal ini bapak
camat tentu memberikan arahan bagaimana saya harus
menyelenggarakannya agar tepat sasaran. Beliau mengajak saya
ngobrol santai, bahkan sambil ngopi diruangannya sambil
memberikan arahan” (hasil wawancara 27 Maret 2017 Pukul 15.16
WIB di kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara).
Camat Koja dalam memberikan tugas kepada bawahannya
terkait pelayanan kepada masyarakat tentu berdasarkan surat edaran dari
walikota ataupun dari pusat. Kemudian dengan segera Camat
mengumpulkan semua kasi untuk melakukan kerjasama dengan
diadakannya rapat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat dari Bapak
Ramadhani selaku staff subbag umum (pengurus barang/ bendahara barang)
di Kecamatan Koja :
“biasanya bapak membagikan tugas langsung kepada orang yang
bersangkutan, lalu jika ada surat edaran dari pemprov terkait
pelayanan yang lebih mendetail, cara beliau memberikan tugas
yakni mengadakan rapat dikantor. Tak jarang juga Bapak Camat
melimpahkan wewenangnya kepada Sekcam untuk mengarahkan
pegawai-pegawai yang lain dalam bekerja jika Camat sedang tidak
ada di kantor” hasil wawancara 27 Maret 2017 Pukul 14.49 WIB di
Kantor Kecamatan Koja).
Dari hasil wawancara, peneliti menarik kesimpulan, bahwa cara Camat
Koja memberika tugas kepada bawahannya yaitu dengan dua cara yakni
82
mengambil alih lansgung untuk memberikan tugas kepada bawahan
dengan cara berbicara antar personal dan juga mengadakan rapat jika
pembagian tugas itu harus dijelaskan secara terperinci. Lalu pembagian
tugas melalui tangan kanannya yakni Sekcam dimana Camat memberikan
kuasa penuh kepada Sekcam untuk mengatur jalannya pekerjaan yang ada
di Kantor Kecamatan jika Camat sedang tidak ada di Kantor.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Terkait dengan Gaya Kepemimpinan
Sektor Publik dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
Pelaksanaan Program ataupun kegiatan yang ada di Kecamatan Koja
Jakarta Utara pasti tidak terlepas dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
pelayanan publik. Baik itu faktor pendorong maupun faktor penghambat. Faktor
pendorong digunakan untuk memaksimalkan pelayanan sehingga dapat terwujud
tujuan yang diinginkan. Faktor pendorong tersebut ditingkatkan dalam hal kualitas
maupun kuantitas. Sedangkan untuk faktor penghambat, pemimpin harus mampu
mengatisipasi hambatan-hambatan yang terjadi dengan berbagai cara yang sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan faktor yang dapat membantu
pelaksanaan kelancaran suatu kegiatan sehingga dapat dengan mudah dalam
mencapai suatu tujuan. Faktor pendukung berasal dari dalam (internal) dan
juga dari luar (eksternal) dimana faktor internal maupun eksternal yang jika
digabungkan akan menjadi faktor pendukung yang kuat. Berikut ini adalah
83
faktor internal dan juga eksternal terkait dalam peningkatan pelayanan
publik
(1) Internal
Faktor pendukung internal merupakan faktor pendukung yang
berasal dari dalam lingkungan suatu organisasi. Faktor pendukung internal
dalam peningkatkan pelayanan publik di kecamatan Koja jakarta Utara
adalah SDM (sumber daya manusia) yang memadai di Kecamatan Koja.
Berikut adalah kutipan wawancara antara peneliti dengan Bapak Camat
Koja Jakarta Utara yakni Muh Yusuf Majid terkait faktor pendukung
internal di Kecamatan Koja :
“tentu faktor pendukung internalnya yaitu jumlah kepegawaian/
SDM yang cukup dan itu merupakan kekuatan yang dimiliki di
Kecamatan Koja. Kesediaan pegawai di struktur Kecamatan sangat
lengkap.” (hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul 08.42 WIB di
Kecamatan Koja)
Selain jumlah SDM/ pegawai yang cukup, tentu ada sarana dan
prasarana yang dimiliki Kecamatan Koja sebagai salah satu faktor
pendukung pelaksanaan pelayanan publik. Keberlangsungan pelayanan
ditunjang dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Seperti pada
kutipan wawancara antara peneliti dengan Bapak Suparman, SH selaku
kepala kasi pemerintahan :
“salah satu pendukunya ya sarana prasarana yang ada di
Kecamatan Koja. Ya Alhamdulillah sarana prasarana yang ada di
Koja cukup lengkap. Sehingga menunjang pelayanan kepada
masyarakat” (hasil wawancara 27 Maret 2017 Pukul 15.16 WIB di
kantor Kecamatan Koja Jakarta Utara).
84
Sarana dan prasarana umum di Kecamaatn Koja kondisinya
bervariasi, namun secara umum masih dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berikut adalah daftar sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Koja
Jakarta Utara :
1. Sarana Peribadatan
Seiring dengan heterogenitas/ kemajemukan pemeluk agama di
Kecamatan Koja, maka ketersediaan sarana peribadatanpun sesuai
dengan kemajemukan itu. Sarana peribadatan umat islam tampak
lebih dominan jumlahnya dibandingkan dengan sarana peribadan
agama lainnya. Demikian pula dengan organisasi keagamaannya
masih banyak dari umat islam, sementara yang lainnya belum
terdaftar. Berikut adalah daftar tabel saranan peribadatan di
Kecamatan Koja :
Tabel 4.5 Sarana Peribadatan di Kecamatan Koja
N
O Kelurahan
Jenis Tempat/ Sarana Ibadat
Jumlah
Masji
d
Musholl
a
Majelis
Taklim
Gerej
a
Kuil/
Vihar
a
1 Koja 12 34 45 1 1 93
2 Lagoa 15 92 110 6 1 224
3
Tugu
Utara 21 75 18 1 0 115
4
Tugu
Selatan 12 24 20 0 0 56
5
Rw bdk
Utara 18 29 29 7 1 84
6
Rawa
Badak
Selatan 11 16 16 1 0 47
Jumlah 89 270 241 16 3 619
(sumber: data kelurahan di Kecamatan Koja)
85
2. Sarana Pendidikan
Penduduk Kecamatan Koja yang cukup padat perlu diimbangi oleh
ketersediaan sarana pendidikan yang memadai. Hingga akhir tahun
2016 tidak kurang 211 sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-
kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Berikut adalah tabel jumlah
sekolah di Kecamatan Koja Tahun 2016 :
Tabel 4.6 Jumlah Sekolah di Kecamatan Koja Tahun 2016
NO Kelurahan
Jumlah
Jumlah TK SD SLTP SLTA PT
1 Koja 1 3 3 0 0 7
2 Lagoa 18 18 13 17 0 66
3 Tugu Utara 15 29 10 6 1 61
4 Tugu Selatan 3 5 5 2 0 15
5
Rawa Badak
Utara 8 30 7 2 0 47
6
Rawa Badak
Selatan 3 11 4 0 0 18
Jumlah 48 96 42 27 1 214
(sumber: data kelurahan di Kecamatan Koja)
3. Sarana Kesehatan
Meskipun secara kuantitatif jumlah puskesmas Kecamatan dan
Kelurahan ada 8 buah, tetapi penyebarannya belum merata.
Kelurahan Rawa Badak Selatan belum memiliki puskesmas,
sementara Kelurahan Tugu Utara dan Kelurahan Rawa badak Utara
masing-masing memiliki 2 puskesmas. Ada perubahan puskesmas
kecamatan. Dimana puskesmas Kecamatan Koja menjadi Rumah
Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Koja yang beralamat di Jl.
Walang Permai Kelurahan Tugu Utara. Berikut adalah tabel sarana
kesehatan di Kecamatan Koja :
86
Tabel 4.7 Sarana Kesehatan di Kecamatan Koja
N
o
Keluraha
n RS Apotek
Klini
k
Puskesma
s
R
B
dr.
Praktek
Jumla
h
1 Koja 1 4 3 1 2 9 20
2 Lagoa 1 2 3 1 5 11 23
3
Tugu
Utara 3 5 6 2 5 7 27
4
Tugu
Selatan 0 0 2 1 3 1 7
5
Rawa
Badak
Utara 0 1 12 0 0 3 16
6
Rawa
Badak
Selatan 1 2 5 2 1 5 16
Jumlah 6 14 33 7 16 36 109
(sumber: data kelurahan di Kecamatan Koja)
4. Sarana Perekonomian
Luas wilayah Kecamatan Koja yang hanya 1.313,33 Ha dan terdiri
dari 6 Kelurahan, terdapat 10 pasar yakni :
a) Pasar Sindang di Kelurahan Koja
b) Pasar Rawa badak di Keluarahan Rawa badak Utara
c) Pasar Ular di Kelurahan Rawa badak Selatan
d) Pasar Walang di Kelurahan Rawa Badak Selatan
e) Pasar Lontar di Kelurahan Tugu Utara
f) Pasar Koja Baru di Kelurahan Tugu Utara
g) Pasar Tugu di Kelurahan rawa badak Utara
h) Pasar Waru di Kelurahan Lagoa
i) Pasar Maja di Kelurahan Lagoa
j) Pasar Bendungan Melayu (Pasar kaget)
87
(2) Eksternal
Faktor pendukung eksternal merupakan faktor pendukung yang
berasal dari luar lingkungan suatu organisasi. Faktor pendukung eksternal
dalam peningkatan pelayanan publik di kecamatan Koja Jakarta Utara
adalah Peraturan Gubernur dan juga masyarakat. Seperti apa yang sudah
Bapak Camat Katakan melalui kutipan wawancara antara peneliti dengan
Bapak Camat Koja Jakarta Utara yakni Muh Yusuf Majid terkait faktor
pendukung internal di Kecamatan Koja :
“dukungan eksternal yang kita miliki yaitu berupa peraturan. Peraturan
dari gubernur, peraturan walikota. Serta partisipasi warga dalam
melaksanakan peraturan/ kebijakan yang telah diatur. Dan Insya Allah
jika pendukung internal serta eksternal dipadukan akan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.” (hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul
08.42 WIB di Kecamatan Koja)
Dalam hal ini, faktor eksternal merupakan pengaruh penting berupa
sebuah pelayanan. Karena pelayanan itu sendiri ditujukan untuk masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan di Kecamatan Koja terdiri dari berbagai macam
kegiatan. Pelaksanaan pelayanan tersebut tidak hanya dilakukan oleh
pegawai Kecamatan Koja saja, melainkan juga didukung oleh partisipasi
masyarakat untuk mensukseskan program Pemprov. Seperti kutipan
wawancara dengan Bapak Muh Yusuf majid selaku Camat Koja Jakarta
Utara :
“ada kegiatan jumling (jumat keliling) nah nanti ada kegiatan PSN
(pemberantas sarang nyamuk) dan kegiatan itu acaranya ibu-ibu. Ada
ibu-ibu PKK, ibu-ibu pegawai Kecamatan, ada ibu-ibu warga biasa.
Nah nanti bapak-bapaknya seperti saya, lurah, dan bapak-bapak warga
koja tinggal keliling untuk ngeliat saluran air dan mengontrol yang
lainnya. Hal ini merupakan program dari pergub. Karena di Jakarta ini
tidak satupun kegiatan yang dilakukan tanpa landasan hukum berupa
88
pergub, instruksi gubernur/ surat edaran sekda. Nah saya tinggal
melakukan perubahan sedikit dengan program saya agar efektif. Nah
kemudian di inovasikan lagi oleh ibu-ibu Koja.” (hasil wawancara 29
Maret 2017 pukul 08.42 WIB di Kecamatan Koja)
Kerjasama yang baik antara warga Koja dengan peraturan dari
Kecamatan merupakan salah satu hal yang sangat penting. Karena akan
terasa manfaatnya jika warga ikut berpartisipasi terhadap program dari
Kecamatan. Contohnya seperti adanya kerja bakti setiap hari minggu,
adanya kegiatan PSN (Pemberantas Sarang Nyamuk) yang diadakan oleh
ibu-ibu PKK, adanya penghijauan setiap RT masing-masing. Pernyataan ini
didukung oleh kutipan wawancara peneliti dengan Ibu Sri Widyaningsih
selalu Ketua RT 008/009 di Jl Mahoni gang 4 Blok A :
“... kita kan dapet surat edaran nih dari kelurahan untuk adanya kerja
bakti, yaudah kita sebagai warga harus melaksanakan dong amanat
dari camat tersebut. Biasanya kerja bakti setiap hari minggu itu
sebulan 2 kali tapi di RT tante, tante adain kerja baik seminggu sekali.
Lalu ada pengijauanan, biasanya camat ngasih pot-pot tanaman.
Kemarin terakhir pohon toga, setelah itu kita warganya tinggal
kembangin untuk ditanam dan di tata di pinggir-pinggir rumah warga
agar daerah kita kelihatan indah dan sejuk. Dan itu murni inovasi kita
sendiri dari warga RT 008/009”
Masyarakat yang aktif merupakan salah satu keuntungan bagi
Kecamatan Koja karena inovasi-inovasi yang dibuat warga seperti salah satu
contohnya yakni Ibu Sri Widyaningsih Ketua RT 008/009 memudahkan
kerja dari aparat Kecamatan itu sendiri. Kecamatan Koja Jakarta Utara
sebagai lembaga pemerintahan yang bertugas untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat hanya perlu memberi dukungan dan juga masukan untuk
warganya. Pastisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting
karena luas wilayah Kecamatan Koja yang cukup luas terkadang membuat
89
para pegawai Kecamatan tidak melihat beberapa titik-titik yang harus
mendapat perubahan.
Jadi, peneliti dapat menarik kesimpulan dari beberapa kutipan
wawancara yang ada, bahwa partisipasi masyarakat Koja sangat baik.
Warga ikut berperan aktif terkait program-program yang direalisasikan oleh
Kecamatan. Warga Koja juga memiliki inisiatif tersendiri untuk membatu
mensukseskan program-program-program dari Kecamatan itu sendiri.
b. Faktor Pengambat
Pelaksanaan Kegiatan di suatu organisasi pasti memilik permasalahan
sendiri, begitu pula dengan Kecamatan Koja Jakarta Utara. Dalam
meingkatkan pelayanan publik di kecamatan koja, tidak selalu berjalan
dengan baik, tentunya ada suatu penghambat yang terjadi. Faktor
penghambat tersebut terdiri dari faktor internal dan juga eksternal. Berikut
adalah faktor penghambat internal dan juga eksternal dalam peningkatan
pelayanan publik :
(1) Internal
Faktor penghambat internal merupakan faktor penghambat yang
berasal dari dalam lingkungan suatu organisasi/ Kecamatan. Faktor
penghambat internal dalam peningkatkan pelayanan publik di kecamatan
Koja jakarta Utara yaitu hampir dikatakan tidak ada. Berikut adalah kutipan
wawancara antara peneliti dengan Bapak Camat Koja Jakarta Utara yakni
Muh Yusuf Majid terkait faktor penghambat internal di Kecamatan Koja :
“gini mba, bisa dikatakan tidak ada pengambat dalam internal,
contoh ya, jika ada staff/ pegawai yang jadi penghambat pasti
90
langsung dipecat oleh pemprov. Paling yang ada beberapa
kesalahan yang dilakukan oleh pegawai terkait kinerjanya. Tetapi
itu bukan penghambat, karena hal semacam itu adalah hal yang
lumrah. Karena tidak serta merta orang bekerja selalu sempurna
kan...” (hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul 08.42 WIB di
Kecamatan Koja)
Dari hasil wawancara antara peneliti dengan Bapak Camat Muh Yusuf
Majid, bisa dikatakan bahwa SDM/ para pegawai di Kecamatan Koja tidak
ada yang menjadi penghambat, hanya ada beberapa kesalahan kecil tetapi
dapat diselesaikan dengan baik. Pernyataan Bapak Camat didukung dengan
kutipan wawancara antara peneliti dengan Bapak Ramadhani selaku staff
subbag umum (pengurus baraang/ bendahara barang) di Kecamatan Koja :
“... ya Alhamdulillah selama saya dipimpin sama beliau belum ada
sih kendala terkait dengan masalah pegawai yang menghambat
pelayanan. Terus lagi, Alhamdulillah juga fasilitas di Kecamatan
Koja ini cukup menghuni untuk menunjang pelayanan kepada
masyarakat. Jadi sepertinya tidak ada dek masalah internal di
Kecamatan Koja.” (hasil wawancara 27 Maret 2017 Pukul 14.49
WIB di Kantor Kecamatan Koja).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penghampat internal hampir
dikatakan tidak ada, hal ini ditegaskan oleh Bapak Camat Koja itu sendiri
dan juga staff subbag umum yakni Bapak Ramadhani yang menyatakan
bahwa fasilitas-fasilitas yang ada di Kecamatan Koja sudah sangat cukup
terkait untuk menunjang memberikan pelayanan yang prima kepada
masyarakat. Begitu pula dengan sumber daya masnusia yang juga sangat
menghuni di Kecamatan Koja, sehingga tidak ada kendala yang signifikan.
(2) Eksternal
Faktor penghambat eksternal merupakan faktor penghambat yang
berasal dari luar lingkungan suatu organisasi. Faktor penghambat eksternal
91
lebih kepada keaadaan geografis/ letak Kecamatan Koja itu sendiri. Berikut
adalah kutipan wawancara antara peneliti dengan Bapak Camat Koja Jakarta
Utara yakni Muh Yusuf Majid terkait faktor penghambat eksternal di
Kecamatan Koja :
“yang menjadi penghambat dari eksternal yaitu kondisi
kewilayahan, karena secara demografi kepadatan penduduk Koja
agak tinggi, tapi itu sebenarnya bukan hambatan melainkan
tantangan. Dan juga kondisi kontur tanah di Kecamatan Koja yang
rendah yakni dibawah permukaan air laut, jadi ada hujan sedikit
saja wilayah kita sudah tergenang. Untuk itu kita sangat
bergantung dengan pompa-pompa yang ada agar wilayah koja
tidak tenggelam.” (hasil wawancara 29 Maret 2017 pukul 08.42
WIB di Kecamatan Koja)
Jadi kutipan wawancara yang dapat dapat peneliti simpulkan bahwa
permasalah dari eksternal hanya keadaan geografis saja tetapi hal tersebut
bukan menjadi suatu masalah melainkan menjadi sebuah tantangan untuk
Camat beserta seluruh masyarakat Koja.
D. Pembahasan
1. Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatan Pelayanan Publik
Pelaksanaan kegiatan suatu program merupakan tanggung jawab seorang
pemimpin dalam sebuah organisasi maupun lembaga. Dalam hal ini, Camat Koja
Jakarta Utara memiliki tugas yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan
publik. Gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh seorang Camat harus sesuai
dengan kondisi yang ada. Hal tersebut dikarenakan dalam setiap situasi/ keadaan
yang berbeda setiap pemimpin harus bisa menyesuaikannya. Pemimpin
merupakan sosok yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pemimpin memiliki
tanggung jawab yang besar dalam mengatur, mengarahkan, serta menata
92
organisasinya. Pemimpin juga dituntut untuk dapat mempengaruhi bawahannya
agar tujuan suatu organisasi dapat tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Gaya kepemimpinan yang tergambarkan oleh Camat Koja Jakarta Utara
yakni Bapak Muh Yusuf Majid yaitu gaya kepemimpinan yang demokratis. Hal
ini sesuai dengan pendapat teori dari Rivai dalam Dimyati (2014:74) yakni :
“Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur
yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan
keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis,
bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerjasama,
mengutamakan mutu kerja, dan dapat mengarahkan diri sendiri.”
Sesuai dengan pendapat Thoha (dalam Riberu 1982:27) dimana gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang tersebut berusaha mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia
lihat. Jadi dapat diartikan bahwa terdapat kesamaan substansi bahwa gaya
kepemimpinan merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku para anggota organisasi atau
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Gaya kepemimpinan Camat Koja Jakarta Utara sesuai dengan apa yang
telah dijabarkan, bahwa Camat Koja berpacu dengan kerjasama. Kerjasama yang
dilakukan oleh Camat Koja yakni dengan bawahannya, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, serta seluruh warga Kecamatan Koja. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan Sukanto dalam Dimyati (2014:74) yang menjelaskan tentang ciri-ciri
pemimpin yang demokratis, diantaranya :
a. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin
93
b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk
tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk
teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif
prosedur yang dapat dipilih
c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka
pilih dan pembagian tugas ditentukan kelompok.
Selama Bapak Muh Yusuf Majid menjabat sebagai Camat di Kecamatan
Koja, Bapak Camat selalu mengajak bawahan dan seluruh warga Koja untuk ikut
berperan serta dalam mengikuti program-program kegiatan yang ada di
Kecamatan Koja. Sehingga tercipta kerjasama yang baik antara Camat, para
pegawainya, serta seluruh warga Koja Jakarta Utara.
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang
mengutamakan musyawarah dan selalu berpikir bahwa mau mendengar
merupakan kata kunci dari keberhasilan dalam memimpin suatu organisasi. Gaya
kepemimpinan yang dilakukan oleh Camat Koja Jakarta Utara selalu
megutamakan pelayanan yang baik untuk masyarakatnya. Hal ini dibuktikan
dengan cara Pak Camat ikut terjun langsung ke masyarakat untuk melihat
program kegiatannya yang sedang dilaksanakan, ikut serta dalam memecahkan
suatu konflik antar warga tanpa memandang latar belakang warganya terkait
budaya, agama, dan sebagainya, selalu berpandangan bahwa tidak ada jarak sosial
antara Camat, bawahan, serta warganya. Hal ini sesuai dengan Pergub Provinsi
DKI Jakarta Nomor 248 Tahun 2014 pasal 5 poin e terkait dengan tupoksi Camat
yakni “memimpin dan mengkoordinasikan penyelenggaraan musyawarah
perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan”.
94
Gaya kepemimpinan demokratis tersebut dinilai sangat tepat untuk
masyarakat Koja Jakarta Utara karena warga Koja memiliki latar budaya yang
berbeda-beda atau biasa dikenal dengan istilah multi etnis. Untuk mengetahui
lebih lanjut lagi mengenai gaya kepemimpinan Camat Koja jakarta utara dalam
meningkatkan pelayanan publik, maka dapat dilihat sebagai berikut :
a. Komunikasi Camat Koja Jakarta Utara dalam Meningkatkan Pelayanan
Publik
Komunikasi merupakan hal yang paling penting bagi seorang
pemimpin untuk menyampaikan berbagai informasi dan segala percakapan
di suatu organisasi/ lembaga. Komunikasi yang berjalan harmonis tentunya
adalah kunci dari keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Dalam hal
ini, pemimpin di di Kecamatan yakni Bapak Camat Muh Yusuf Majid harus
memiliki komunikasi yang baik dengan bawahannya dan juga
masyarakatnya. Komunikasi tersebut merupakan unsur yang sangat
dibutuhkan dalam keefektifan menjalankan segala kegiataan yang ada.
Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin tentunya mencaku komunikasi
antara seluruh bawahannya dan seluruh masyarakat Koja Jakarta Utara.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat berkomunikasi
dengan semua lapisan elemen masyarakat, serta dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang dipimpinnya. Sehingga pemimpin tidak
mempunyai kesulitas untuk dekat dengan masyarakatnya. Komunikasi yang
baik tentu akan meningkatkan kualitas dari organisasi yang dipimpin.
95
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009:336) komunikasi merupakan
pengiriman dan juga penerimaan pesan serta berita antara dua orang ataupun
lebih sehingga pesan yang disampaikan tersebut dapat dipahami.
Komunikasi merupakan proses menyampaikan sebuah informasi dalam
mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
Komunikasi juga sebagai proses pemimdahan pengertian dalam
bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain.
selain itu komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian
informasi atau pengiriman dari seseorang kepada orang lain. (Rivai
dan Mulyadi, 2009:336)
Sejalan dengan pendapat Rivai dan Mulyadi, Camat Koja Jakarta
Utara memberikan komunikasi yang baik terhadap bawahannya dan juga
warganya. Camat Koja Jakarta Utara telah melaksanakan tugasnya yakni
dengan memberikan komunikasi secara dua arah untuk menyampaikan
berbagai informasi ataupun menangani berbagai permasalahan yang ada.
Hal tersebut terbukti dengan adanya komunikasi secara formal maupun non
formal. Komunikasi formal dengan para bawahannya yakni dengan cara
mengadakan rapat minggon (rapat mingguan) yang dilakukan setiap hari
senin, rapat internal dengan para staff, dan juga rapat rutin bulanan. Ada
pula komunikasi non formal berupa komunikasi melalui media sosial seperti
Whatshap.
Tidak lain halnya dengan komunikasi formal dan non formal oleh
pemimpin dan bawahannya, komunikasi formal dan non formal juga
dilakukan oleh Camat kepada masyarakat (lingkungan eksternal).
Komunikasi yang dilakukan Camat secara formal yakni dengan cara
96
mengadakan rapat terkait soisalisasi program Pemprov di kantor kelurahan
yang dihadiri oleh para RW, Lurah, staff lurah, dan juga staff camat.
Komunikasi non formal yakni Camat berkomunikasi langsung dengan cara
terjun ke masyarakat, melakukan musyawarah dengan warga, RW, dan juga
RT, serta berkomunikasi lewat media sosial seperti whatshap. Hal ini
tentunya menjadi komunikasi yang efektif bagi pemimpin, bawahan, dan
juga masyarakat. Kemampuan komunikasi yang baik oleh Camat Koja
memberikan pengaruh kepada tingkat partisipasi warga dan juga
bawahannya terhadap pelaksanaan peningkatan pelayanan publik yang ada
di Kecamatan Koja Jakarta Utara.
Sesuai dengan tupoksi Camat menurut Pergub Provinsi DKI Jakarta
Nomor 248 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan pasal
5 poin h yaitu camat harus melaporkan, dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tupoksi Kecamatan. Dalam hal ini, komunikasi yang dilakukan
oleh Camat Koja bertujuan untuk membuat bawahannya sebagai mitra kerja
untuk mencapai tujuan bersama. Komunikasi yang dilakukan secara formal
maupun non formal bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan apa saja yang
sudah dilaksanakan masing-masing unit serta mengkoordinasi jika ada
permasalahan/ keluhan selama pelaksanaan pelayanan berjalan.
97
b. Pengambilan Keputusan Oleh Camat Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik
Administrasi memiliki fungsi menentukan arah dan tujuan dari
sebuah organisasi. Henry dalam Pasolong (2013:19) mengatakan bahwa
salah satu ruang lingkup administrasi publik merupakan organisasi publik.
Maka dari itu dalam administrasi publik diupayakan tercapainya suatu
tujuan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien tersebut dibuuhkan sebuah wadah yakni sebuah
oragnisasi dan pemimpin yang mampu mengambil keputusan mengambil
keputusan yang adil tanpa menimbulkan kecemburuan sosial. Pengambilan
keputusan itu sendiri merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi
seorang pemimpin di dalan sebuah organisasi.
Pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam mengambil
sebuah keputusan dan hal itu merupakan tugas dari seorang pemimpin untuk
bertanggung jawab terkait keputusan yang diambilnya. Pengambilan
keputusan dilakukan seorang pemimpin dengan cara yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Dikatakan oleh Etzioni dalam Wahab (2008:17)
yakni :
“Melalui proses pembuatan keputusanlah komitmen-komitmen
masyarakat yang acapkali masih kabur dan abstrak, sebagaimana
nampak dalam nilai-nilai dan tujuan-tujuan masyarakat,
diterjemahkan oleh para aktor (politik) ke dalam komitmen-
komitmen yang lebih spesifik menjadi tindakan-tindakan dan
tujuan-tujuan konkrit”.
98
Sejalan dengan teori yang dikatakan oleh Etzioni dan Wahab
(2008:17) mengetai pengambilan keputusan, Camat Koja menggunakan
komunikasi dua arah dalam setiap pengambilan keputusan. Camat koja
melakukan musyawarah terhadap para warga terkait kendala yang dihadapi,
dan membebaskan setiap warga untuk menyampaikan setiap keluhannya.
Setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masyarakat, Camat
Koja selalu mengajak warganya untuk berkontribusi. Begitu pula yang
berkaitan dengan internal, dimana Camat tidak sungkan untuk bertanya
kepada bawahannya terkait solusi yang bijak untuk menangani suatu
permasalahn/ kendala dalam melayani masyarakat.
Rivai dalam Dimyati (2014:74) menyatakan bahwa kepemimpinan
yang demokratis ditandai dengan adanya struktur yang dalam
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan secara
kooperatif. Sesuai dengan teori diatas, Camat Koja sudah melakukan cara
tersebut saat pengambilan keputusan terkait pembagian rasta (pengganti
raskin) dan ada warga yang tidak kebagian. Saat itu Camat mengajak Lurah,
RW, RT, dan beberapa warga untuk ikut bermusyawarah/ berunding terkait
permasalah tersebut. Dan hasilnya Camat mengambil keputusan yang
bijaksana untuk tetap memberikan hak warga tersebut.
Setiap keputusan yang diambil oleh Camat Koja yang berkaitan
dengan masyarakat Koja, tentu camat Koja akan mengundang
perwakilannya warga yakni para RW, yang dihadiri pula dengan Lurah serta
staff Lurah dan juga staff Camat untuk membicarakannya secara bersama-
99
sama. Hal ini sesuai dengan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 248 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan pasal 3 ayat 2 poin c
yakni pemberdayaan masyarakat. Apabila ada permasalahan dalam jajaran
pemerintahan Kecamatan Koja maka Camat Koja mengadakan musyawarah
yang dihadiri oleh kasi pemerintahan, kepala kasi, kepala kasatpel dan
perwakilan-perwakilan yang ditunjuk untuk melakukan permusyawarahan.
Hal tersebut menunjukan bahwa Camat Koja jakarta Utara memiliki gaya
kepemimpinan yang demokratis yakni dengan mengikutsertakan seluruh
lapisan yang ada. Dengan gaya kepemimpinan demokratis tersebut makan
Camat Koja jakarta Utara melaksanakan program ataupun kegiatan yang
berkaitan dengan pelayanan selalu mengutamakan kepuasan masyarakat.
c. Pengawasan Camat Terhadap Bawahan Terkait dalam Meningkatkan
Pelayanan Publik
Menurut Siagian (2003:112) pengawasan yaitu “suatu proses
pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya”. Terdapat beberapa proses
pengawasan, menurut Siagian (2003:115) teknik dasar pengawasan yang
dilakukan oleh administrasi dan manajemen yaitu :
1) Pengawasan langsung. Pengawasan ini dilakukan sendiri oleh
pemimpin terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh
bawahannya. Pengawasan langsung ini berupa :
(a) Inpeksi langsung
100
(b) on the spot observation
(c) on the spot report
2) pengawasan tidak langsung. Merupakan pengawasan yang
dilakukan oleh pemimpin dari jauh. Pengawasan ini biasanya
menggunakan pihak ketiga, dimana mereka melaporkan apa
yang terjadi dan bagaimana hasil kegiatan itu dilaporkan dalam
bentuk tulisan maupun lisan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti, maka pengawasan yang dilakukan oleh Camat Koja Jakarta
Utara yaitu seperti yang dikatakan oleh teori Siagian yakni secara
lansgung maupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan
oleh Camat Koja dengan cara melihat secara fisik pekerjaan yang sedang
dilakukan para pegawainya untuk memantau sejauh mana pelaksanaan
pelayanan kepada masyarakat berjalan. Sedangkan pengawasan secara
tidak langsung dilaukan oleh Camat Koja jakarta Utara yaitu melalui
pihak ketiga, yaitu melalui Sekertaris Camat (Sekcam).
d. Pendelegasian Tugas Kepada Bawahan Terkait dalam Peningkatan
Pelayanan Publik
Tugas dari aparatur yang ada di Kecamatan sudah tertulis sesuai
dengan tupoksi yang ada. Penyesuaian tugas yang diberikan dengan
tupoksi diharapkan tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial diantara
aparat Kecamatan yang lainnya. Tugas yang sudah ada dalam Peraturan
101
Gubernur menjadi acuan Camat Koja dalam membagi setiap pekerjaan
kepada bawahannya.
Dalam membagikan tugas sesuai dengan acuan yang ada, tentu
Camat harus tetap mengarahkan para pegawai agar menjalankan tugasnya
dengan baik. Dalam hal ini cara yang digunakan Camat dalam
memberikan tugas kepada bawahannya yakni melakukan dua cara yaitu
mengarahkan langsung kepada orang yang bersangkutan jika mengarahkan
hal-hal yang sederhana dan untuk menjelaskan secara terperinci untuk
jumlah pegawai yang banyak, biasamya Camat mengadakan rapat di
kantor Kecamatan agar pegawai Kecamatan dapat memaksimalkan
kinerjanya. Pembagian tugas selalu dilakukan Camat Koja secara merata
jika tugas tersebut merupakan tugas tambahan yang tidak tercantum dalam
tupoksi.
Pembagian tugas Camat kepada bawahannya juga mengikutsertakan
Sekcam dalam membagikan tugas. Dalam hal ini Sekcam diberikan kuasa
penuh untuk memberikan arahan kepada para pegawai Kecamatan jika
Camat tidak berada di Kantor, seperti sedang menjalankan rapat di pusat
atau adanya urusan pemerintahan yang mengaruskan Camat tidak berada
di kantor Kecamatan.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Terkait Gaya Kepemimpinan Camat
dalam Meningkatkan Pelayanan Publik
Setiap pelaksanaan program kegiatan disebuah oragnisasi tentu tidak
terlepas dengan adanya faktor pendukung serta pengambat. Begitu juga dengan
102
program kegiatan pelayanan yang dilaksanakan di Kecamatan Koja Jakarta Utara.
Beragamnya jenis pelayanan program yang dilaksanakan oleh Kecamatan Koja
pasti menimbulkan suatu keadaan yang tidak dapat terduga. Dari keadaan-keadaan
yang tidak dapat terduka tersebut, timbulah faktor pendukung serta penghambat
dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat di Kecamatan Koja. Faktor pendukung
merupakan sesuatu yang harus dipertahankan serta ditingkatkan agar menjadi
lebih baik lagi. Sedangkan faktor penghambat merupakan suatu tantangan bagi
sebuah oragnisasi terutama untuk pemimpin organisasi itu sendiri.
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan salah satu yang membantu dalam
pelaksanaan pelayanan. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pelayanan di
Kecamatan Koja meliputi faktor internal dan juga eksternal. Faktor-faktor
tersebut sangat mempengaruhi serta dianggap mampu mendorong penerapan
pelaksanaan pelayanan di Kecamatan Koja. Faktor pendukung pelaksanaan
pelayanan di Kecamatan Koja adalah sebagai berikut :
1) Intenal
(a) Sumber Daya Manusia (Pegawai)
Sumber daya manusia (SDM) yaitu pegawai yang ada di
Kecamatan Koja memiliki andil dalam pelaksanaan pelayanan. Manusia
merupakan unsur paling penting dalam keberhasilan sebuah organisasi.
Menurut Susanto dalam Tangkilisan (2005:189) yaitu aset di dalam sebuah
organisasi yang paling penting dan juga harus diperhatikan oleh manajemen
yaitu manusia (sumber daya manusia).
103
Sesuai dengan teori diatas bahwa SDM merupakan satu faktor
penting juga dalam pelaksanaan pelayanan di Kecamatan Koja. SDM yang
cukup di Kecamatan Koja sangat membantu pelaksanaan pelayanan.
Pegawai di Kecamatan Koja memiliki kemampuan yang baik dan memiliki
kerjasama yang tinggi. Selain itu Camat Koja juga menerapkan kedisiplinan
untuk semua aparat sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Moenir
(1995:91). Pemimpin didukung oleh para pegawai yang memiliki
kemampuan serta ketrampilan yang baik untuk mewujudkan tujuan
bersama.
(b) Sarana dan Prasarana
Menurut Moenir (2008:119) yang dimaksud dengan sarana
pelayanan adalah semua jenis peralatan, perlengkapan kerja serta fasilitas
lain yang memiliki fungsi sebagai alat utama/ membantu dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan dan juga memiliki fungsi sosial dalam rangka kepentingan
orang-orang yang memiliki hubungan dengan organisasi tersebut. Sarana
dan prasarana merupakan faktor merupakan faktor penting dalam sebuah
organisasi, karena hal tersebut adalah alat utama pendukung pelaksanaan
program maupun kegiatan. Pelaksanaan pelayanan juga tidak terlepas dari
dukungan sarana serta prasarana yang ada.
Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Moenir diatas,
Kecamatan Koja telah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk
pelaksanaan pelayanan. sarana dan prasarana tersebut sangat membantu
aparat maupun masyarakat yang membutuhkan. Sarana yang lengkap seperti
104
adanya sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan juga
sarana perekonomian membantu memudahkan warga Kecamatan Koja
dalam menjalankan aktvitas kehidupannya. Salah satu contoh nyata yang
dibuat oleh Camat Koja yakni penambahan sarana seperti gerobak sampah,
yang diperbanyak oleh Camat agar mengoptimalkan pengangkutan sampah
di setiap Kelurahan. Hal tersebut sudah menunjukan bahwa di Kecamatan
Koja Jakarta Utara sudah disediakan berbagai macam sarana dan prasarana
pendukung yang memberikan dampak baik bagi pelaksanaan pelayanan.
2) Eksternal
(a) Peraturan
Peraturan/ aturan merupakan suatu perangkat penting dalam segala
hal dan tindakan seseorang. Dalam sebuah organisasi aturan kerja dibuat
oleh manajemen sebagai pihak yang berwenang dalam mengatur segala
sesuatu di organisasi. Menurut Moenir (1995:91) pertimbangan pertama
manusia sebagai subjek aturan ditunjukan kepada hal-hal penting, yaitu :
a. Kewenangan
b. Pengetahuan dan pengalaman
c. Kemampuan bahasa
d. Pemahaman oleh pelaksana
e. Disiplin dalam pelaksanaan (disiplin waktu, disiplin
kerja)
Sesuai dengan teori yang dikemukan diatas, maka peraturan/ aturan
dari Pemerintah merupakan salah satu faktor pendukung eksternal, peraturan
berupa Pergub Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Walikota, ataupun surat
keputusan Sekertaris daerah (Sekda) merupakan acuan untuk menjalankan
pelayanan kepada masyarakat. Karena jika tidak ada dasar hukum berupa
105
peraturan/ aturan maka setiap kegiatan pelayanan yang akan diberikan kepada
masyarakat tidak akan berjalan dengan baik
(b) Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah unsur penting dalam sebuah
oragnisasi maupun lembaga yang memiliki model demokrasi. Partisipasi
merupakan aktivitas seorang individu maupun kelompok yang melibatkan
diri dalam sebuah kegiatan. Masyarakat merupakan bagian penting dalam
keberlangsungan setiap kegiatan di sebuah organisasi. Partisipasi
masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah keikutsertaan masyarakat
dalam proses mengidentifikasi masalah dan potensi masyarakat, pemilihan
dan pengambilan keputusan mengenai alternatif solusi untuk menangani
masalah, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam suatu proses
mengevaluasi adanya perubahan yang terjadi.
Berikut partisipasi dari masyarakat bersifat beragam sesuai dengan
kemampuan dan juga kemauan dari diri mereka sendiri. Bentuk partisipasi
masyarakat yang dituturkan oleh Dusseldrop dalam Mardikanto dan
Soebianto (2012:84) yaitu :
a) Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat
b) Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok
c) Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk
menggerakan partisipasi masyarakat lainnya
d) Menggerakan sumber daya masyarakat
e) Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan
f) Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapa dari kegiatan
masyarakatnya
Partisipasi adalah bentuk dari kontribusi warga untuk ikut
membantu kegiatan maupun program yang diadakan oleh Kecamatan.
106
Partisipasi dari masyarakat ini memiliki tujuan untuk mewujudkan suatu
pelayanan yang baik bagi lingkungan sekitar. Masyarakat di Kecamatan Koja
dianggap memiliki partisipasi yang tinggi dikarenakan memenuhi beberapa
bentuk partisipasi masyarakat yang dikatakan oleh Dusseldrop dalam
Mardikanto dan Soebianto diatas.
Salah satu contoh partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat
Kecamatan Koja yaitu berinovasi terkait program penghijauan dari
Kecamatan yang dilaksanakan di setiap RT. Kegiatan ini dilakukan oleh
Camat Koja sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan warga sehingga
dapat mendengar setiap keluhan yang dirasakan oleh warganya. Tidak
berhenti sampai disitu, warga Kecamatan Koja memiliki partisipasi yang
tinggi mengenai keikutsertaan dalam program kegiatan PSN (pemberantas
sarang nyamuk) dan Jumantik (juru pemantau jentik) dimana kegiatan
tersebut diadakan oleh ibu-ibu PKK dan diikuti oleh seluruh warga di
Kecamatan Koja.
b. Faktor Penghambat
Faktor penghambat merupakan kendala bagi seorang pemimpin
dalam pelaksanaan setiap kegiatan dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Faktor penghambat ini sebagai tantangan bagi seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Berikut adalah faktor
penghambat dalam meningkatkan pelayanan Publik :
(1) Eksternal
(a) Lingkungan
107
Menurut Hasyim (2006:47) kurangnya kondisi-kondisi yang
mendukung pelayanan akan menghambat kegiatan pelayanan publik, baik
dari sisi internal maupun eksternal organisasi. Dalam hal ini, adanya
penghambat dari lingkungan juga berpengaruh dalam kegiataan memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Seperti yang dikatakan Hasyim (2006:47)
yakni adanya tekanan dari lingkungan karena faktor lingkungan sangat
mempengaruhi kinerja sebuah organisasi pelayanan dalam interaksi antara
lingkungan dengan organisasi publik.
Kondisi kewilayahan Kecamatan Koja yang berada di bawah
permukaan laut membuat wilayah Kecamatan Koja mudah tergenang air,
bahkan hujan yang tidak terlalu besar saja membuat wilayah Kecamatan
koja tergenang. Hal ini tentunya menjadi tantangan yang sangat besar untuk
seorang pemimpin. Untuk itu wilayah Kecamatan Koja sangat bergantung
dengan pompa-pompa air untuk menguras air yang menggenang wilayah
Kecamatan Koja untuk dibuang ke Kali di daerah Rawa Badak. Hal ini
tentunya didukung oleh kegiatan program Bapak Camat yakni kerja bakti
setiap minggunya. Tetapi hal ini tentunya bukan menjadi penghambat yang
besar, melainkan menjadi sebuah tantangan yang harus diatasi dengan
berbagai cara agar wilayah Kecamatan Koja menjadi daerah yang nyaman
untuk ditinggali oleh warganya.
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan juga pembahasan yang dilakukan oleh peneliti
maka dapat ditarik kesimpulan dari fokus penelitian yang ada yaitu sebagai
berikut :
1. Gaya kemimpinan yang dilaksanakan oleh Camat Koja Jakarta Utara
adalah gaya kepemimpinan yang demokratis. Hal ini karena gaya
kepemimpinan Camat Koja Jakarta Utara menitik beratkan pada
kerjasama dengan bawahan dan juga masyarakatnya. Camat Koja
jakarta Utara selalu mempunyai pemikiran bahwa kunci dari
keberhasilan adalah mau mendengar, dan juga Camat Koja Jakarta
Utara selama ini selalu mengajak bawahan serta masyarakatnya untuk
ikut berperan dalam setiap kegiatan maupun program yang
dilaksanakan di Kecamatan Koja. Sehingga terciptalah kerjasama yang
baik antara pimpinan, bawahan, serta masyarakat.
2. Camat Koja Jakarta Utara melakukan komunikasi yang baik dengan
bawahan serta masyarakatnya. Camat Koja Jakarta Utara telah
melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin dalam berkomunikasi yakni
dengan mengirim serta memberikan informasi. Komunikasi yang
dilakukan oleh Camat Koja yakni komunikasi dua arah. Hal ini
terbukti dengan adanya rapat yang diadakan setiap minggu yang
109
dihadiri oleh Camat, staff Camat, Lurah, staff Lurah, serta para RW
untuk mensosialisasikan program dari Kecamatan. Selain itu untuk
komunikasi dengan bawahannya, Camat Koja mengadakan rapat
minggon (rapat mingguan) yang diadakan setiap hari senin, rapat
bulanan yang dihadiri oleh para staff, dan rapat rutin bulanan. Camat
Koja juga melakukan komunikasi non formal seperti melakukan
komunikasi lewat media sosial seperti Whatshap untuk memberikan
beberapa informasi baik kepada masyarakat Koja maupun kepada
bawahannya, serta melakukan terjun langsung kepada Masyarakat
untuk ikut melihat pelaksanaan program/ kegiataan yang sedang
berjalan.
3. Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Camat Koja
jakarta Utara terkait dengan pelayanan/ permasalahan dengan
warganya, maka Camat Koja mengundang Lurah, RW, dan Juga RT
untuk melakukan musyawarah. Bertanya kepada bawahannya
mengenai bagaimana solusi yang bijak untuk mengambil keputusan
juga dilakukan oleh Camat Koja, sehingga pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh Camat Koja adalah keputusan yang baik untuk
semua golongan dan pengambilan keputusan Camat Koja bersifat
kooperatif.
4. Pengawasan yang dilakukan oleh Camat Koja dengan bawahannya
yaitu dengan memakai dua cara. Yakni pengawasans secara langsung
yaitu dengan melihat sendiri secara fisik kegiataan pekerjaan yang
110
dilakukan oleh pegawainya. Serta pengawasan secara tidak langsung
yaitu pengawasan melalui pihak ketiga yakni Sekcam, dimana sekcam
merupakan tangan kanan atau biasa kita ketahui wakil dari Camat itu
sendiri.
5. Pendelegasian yang tertera di dalam tupoksi sudah jelas dan menjadi
acuan Camat Koja dalam membagi setiap pekerjaan kepada
bawahannya. Camat Koja memberikan tugas kepada bawahan dengan
dua cara yakni memberikan tugas langsung kepada orang yang
bersangkutan dan melakukan rapat secara formal jika memberikan/
mengarahkan pembagian tugas. Lalu memberikan kuasa penuh kepada
Sekcam untuk membagikan tugas kepada bawahan jika Camat sedang
tidak berada di Kantor Kecamatan terkait urusab pemerintah pusat.
6. Faktor pendukung dan juga pengambat terkait gaya kepemimpinan dari
pelaksanaan pelayanan di Kecamatan Koja terdiri dari faktor internal
serta eksternal. Berikut adalah faktor pendukung dan pengambar
internal serta eksternal :
a. Faktor pendukung internal adalah SDM (sumber daya manusia)
atau biasa kita ketahui adalah aparatur di Kecamatan Koja yang
cukup, kemampuan yang dimiliki setiap individu dari aparatur
Kecamatan juga menunjang kemudahan dalam menajalankan
setiap pelayanan. Serta sarana dan prasarana yang memadai dan
lengkap seperti sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana
111
kesehatan, dan sarana ekonomi juga merupakan faktor pendukung
keberhasilan terkait peningkatan pelayanan publik
b. Faktor pendukung eksternal adalah peraturan dan juga partisipasi
masyarakat. Dimana peraturan merupakan landasan hukum yang
menjadi acuan untuk menjalan sebuah program ataupun kegiatan
terkait untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Serta
partisipasi yang dilakukan oleh warga Camat Koja salah satunya
ikutserta dalam kegiatan penghijauan dan juga kegiaan PSN
(pemberantas sarang nyamuk) dan juga Jumantik (juru pemantau
jentik).
c. Faktor penghambat internal bisa dikatakan hampir tidak ada,
karena faktor internal berkaitan dengan SDM. Dan dalam hal ini,
jika ada pegawai yang menjadi penghambat dalam menjalankan
setiap pelayanan untuk masyarakat tentu akan digantikan oleh
Pemprov. Dalam hal ini, yang ada hanya ada beberapa kesalahan
kecil yang dilakukan oleh beberapa pegawai dan itu merupakan
bukan pengambat yang berarti.
d. Faktor penghambat eksternal adalah keadaan Wilayah lingkungan
Kecamatan Koja itu sendiri. Karena Wilayah Kecamatan Koja
berada dibawah permukaan laut, dan sangat rendah dari wilayah-
wilayah lainnya, sehingga Kecamatan Koja adalah daerah yang
mudah tergenang air. Dan jika Kecamatan Koja tergenang air,
tentu pelaaksanaan pelayanan akan terhambat.
112
B. Saran
Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memberikan
saran ataupun rekomendasi yang diharapkan mampu memberikan dampak positif
untuk kebaikan bersama. Adapun saran dari penliti yaitu sebagai berikut :
1. Camat Koja harus mempertahankan pelayanan-pelayanan yang
ditujukan kepada warganya yang dinilai efektif dalam meningkatkan
pelayanan publik, serta harus tetap berupaya meningkatkan kualitas
pelayanan untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan.
2. Masyarakat Koja harus mempertahankan semangat keikutsertaan
dalam setiap program maupun kegiatan yang dilaksanakan oleh
Kecamatan, serta harus lebih berinovatif terkait program yang
diberikan oleh Kecamatan sehingga terciptanya kerjasama yang baik
antara seluruh warga Koja maupun aparatur Kecamatan Koja itu
sendiri.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih detail dalam menjalankan
penelitian, yaitu dengan menambah indikator-indikator yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan.
113
DAFTAR PUSTAKA
Literatur dan Buku
Andriyansyah, Yoan Furi. 2016. Peran Kepala Desa dalam Pelayanan Publik
(Studi Pada Pemerintah Karangrejo Kecamatan Boyolangu
Kabupaten Tulungagung). Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu
Administrasi Publik, Universitas Brawijaya.
Diana, Mega. 2007. Pengaruh Kepemimpinan Camat Terhadap Peningkatan
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan (Studi pada Kecamatan
Lembah Melintang, Pasaman Barat). Skripsi. Medan: Fakultas Ilmu
Sosial dan politik, Universitas Sumatera Utara.
Dimyati, H. A Hamdan. 2014. Model Kepemimpinan & Sistem Pengambilan
Keputusan. Bandung: Pustaka Setia
Hadist Riyawat Buchori, Ibnu Umar r.a
Hasyim, Abdullah. 2006. Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pemerintah Kelurahan dalam Memberikan Pelayanan Kepada
Masyarakat. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya
Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Miles, Metthew B, A. Michael Huberman and Johnny Saldana. 2014.
Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Third Edition.
Sange Publications, Inc
Mohyi, Ach. 2013. Teori dan Perilaku Organisasi. Malang: UMM Press
P. Siagian, Sondang. 1996. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: PT.
Bumi Aksara
Pamudji, S. 1982. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta : PT
Bina Aksara
114
Pujosumedi. 2010. Organisasi dan Kepemimpinan. Jakarta: Uhamk Press
Rahman, Muhamad Aulia. 2015. Gaya Kepemimpinan Lurah untuk
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Lingkungan Hidup (Studi Pada Kelurahan Jatisari Kota Bekasi).
Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Publik, Universitas
Brawijaya.
Rewansyah, Asmawi (2011). Kepemimpinan Dalam pelayanan Publik.
Editor: Hj. Sedarmayanti, Jakarta: PT. Rizky Grafis.
Rivai, Veithzal. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT
Grasfindo Persada
Sukmaningtyas, Nining. 2016. Gaya Kepemimpinan Lurah dalam
Mendukung Pelayanan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Kasin
Kota Malang). Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya
Suryapuspita, Merintha. 2016. Perencanaan Stategis Dinas Perhubungan
Kota Malang Dalam Optimalisasi Penerimaan Retribusi Parkir.
Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya.
Thoha, Miftah, 2001. Kepemimpinan Dalam Manajemen: Suatu Pendekatan
Perilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Yukl, Gary. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi (Edisi 5). Jakarta: PT.
Indeks
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 58 Tahun 2002
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan prima
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
115
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 Tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 248 Tahun 2014 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan
Internet
Website Resmi Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, diakses Pada
Tanggal 25 Mei 2017 dari http://utara.jakarta.go.id/
Website Resmi Badan Pusat Statistik Jakarta Utara, diakses Pada Tanggal 3
April 2017 dari https://jakutkota.bps.go.id/
Website Resmi Provinsi DKI Jakarta, diakses Pada Tanggal 3 April 2017 dari
http://www.jakarta.go.id