Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut

37
Gangguan Tidur pada Usia Lanjut Mariella Valerie Bolang 102013433 / F1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 E-mail: [email protected] Abstrak Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan ukuran sel tubuh makhluk hidup. Dalam pertumbuhan banyak hal yang mempengaruhi misalnya, intake makanan, aktifitas sehari–hari dan tidak lupa hormon. Hormon dihasilkan dikelenjar hipofisis. Dimana sekresi hormon dipengaruhi hipotalamus dan hipofisis. Kelenjar hipofisis terbagi atas dua, yaitu: hipofisis anterior atau adenohipofisis dan hipofisis posterior atau neurohipofisis. Peranan GH selain untuk pertumbuhan memiliki peranan terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan penyimpanan protein. Tetapi apabila kelenjar hipofisis tersebut mengalami gangguan seperti adanya tumor maka sekresi hormon tersebut akan terjadi gangguan. Kata kunci: adenohipofisis, neurohipofisis, growth hormone Abstract Growth is a process of increasing the number and size of the living body cells . In many ways that affect the growth, for example, food intake, daily activities and hormones. The hormones produced by the pituitary where secretion of hypothalamic 1

description

Tumbuh Kembang

Transcript of Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut Mariella Valerie Bolang 102013433 / F1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 E-mail: [email protected]

Abstrak Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan ukuran sel tubuh makhluk hidup. Dalam pertumbuhan banyak hal yang mempengaruhi misalnya, intake makanan, aktifitas seharihari dan tidak lupa hormon. Hormon dihasilkan dikelenjar hipofisis. Dimana sekresi hormon dipengaruhi hipotalamus dan hipofisis. Kelenjar hipofisis terbagi atas dua, yaitu: hipofisis anterior atau adenohipofisis dan hipofisis posterior atau neurohipofisis. Peranan GH selain untuk pertumbuhan memiliki peranan terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan penyimpanan protein. Tetapi apabila kelenjar hipofisis tersebut mengalami gangguan seperti adanya tumor maka sekresi hormon tersebut akan terjadi gangguan.Kata kunci: adenohipofisis, neurohipofisis, growth hormone AbstractGrowth is a process of increasing the number and size of the living body cells . In many ways that affect the growth, for example, food intake, daily activities and hormones. The hormones produced by the pituitary where secretion of hypothalamic and pituitary hormones affected. The pituitary gland is divided into two, namely: anterior pituitary and pituitary anterior or posterior pituitary or neurohypophysis. The role of GH in addition to growth has a role on the metabolism of carbohydrates, fat and protein storage. But when the pituitary gland having disorder such as a tumor, the secretion of these hormones will be interference.

Key words: adenohypophysis, neurohypophysis, growth hormone

Pendahuluan Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang esensial, sama pentingnya dengan kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari. Mengantuk merupakan faktor resiko untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang.1 Pada usia lanjut gangguan tidur di malam hari akan mengakibatkan banyak hal selain seperti yang disebut. Hal-hal lain yang dapat terjadi adalah ketidakbahagiaan, dicekam kesepian, dan yang terpenting menyebabkan penyakit-penyakit degeneratif yang dideritanya mengalami eksaserbasi akut, perburukan dan menjadi tidak terkontrol.2 Selain itu, juga dapat menimbulkan problem sosial lain dalam lingkungannya, terutama terhadap keluarganya. Seorang kakek atau nenek yang tidak dapat tidur dapat membuat seluruh keluarga tidak dapat tidur karena perilaku sang kakek atau nenek membangunkan seluruh anggota keluarga. Bila kejadian ini berlangsung terus menerus, maka setiap anggota keluarga dapat kehilangan produktivitasnya karena mengantuk. Karena rasa hormat atau budaya timur yang harus menghargai dan membalas jasa kakek/nenek, mereka tetap menerima beliau tinggal bersama, tetapi sikap mereka jadi membenci atau marah, atau memilih tidak tinggal di sana lagi (terutama cucu yang remaja), dan ini menimbulkan masalah sosial baru bagi keluarga. Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur (sleep onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintanance problem), bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA. Gejala dan tanda yang muncul sering merupakan kombinasi ketiganya. Munculnya ada yang sementara dan ada yang kronik. Sebagian besar lansia mengeluhkan kesulitan masuk tidur dan mempertahankan tidur nyenyak yang berlangsung kronik.4

Anamnesis Anamnesis dilakukan kepada penderita dan keluarganya terutama teman tidurnya, meliputi: kebiasaan tidur, kebiasaan mengorok waktu tidur, menyaksikan henti napas saat tidur, kepuasan tidur, mengantuk siang hari, perubahan perilaku, perubahan emosi, perubahan sikap saat berhubungan dengan orang lain, kemampuan seksual (impotensi), penyakit-penyakit lain yang diderita terutama penyakit kardiovaskular, kebiasaan kencing malam hari (nokturia), obat-obatan yang sedang dan sering diminum baik dengan resep dokter atau beli sendiri, pemakaian alkohol dan merokok.. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi: Karakteristik umum: Identifikasi adanya obesitas dan dismorfologi kepala, wajah dan gigi, micrognathia, retrognathia, hipoplasia maxilaris, bibir/palatum sumbing, lidah besar, oklusi gigi, kesejajaran mandibula. Obesitas diidentifikasi dengan mengukur antropometri seperti berat badan, tinggi badan dan atau panjang rentang tangan dan indeks massa tubuh IMT (body mass index). IMT > 28 sangat beresiko mengalami OSA. Status mental: Dilakukan untuk mencari depresi (dengan skor depresi), kecemasan (ansietas) dan penyakit psikiatrik lain (dikonsultasikan pada spesialis jiwa). Tekanan darah: Hipertensi muncul pada > 50% kasus GTGP. Karena itu penderita hipertensi dianjurkan agar diperiksa adanya kejadian GTGP. Ukuran leher: Lingkar leher dapat digunakan untuk memprediksi ukuran membran krikotiroid. Pada laki-laki dengan lingkar leher > 17 inci, prevalens OSA sebesar 30%. Pada wanita dengan lingkar leher > 15 inci risiko OSA juga meningkat. Pemeriksaan hidung. Pemeriksaan hidung penting untuk mengidentifikasi adanya kelainan penyebab obstruksi jalan napas, antara lain: deviasi, septum hipertrofi adenoid, polip atau masa tumor di hidung maupun nasofaring, pembengkakan mukosa hidung dan nasofaring. Pemeriksaan ini biasanya menggunakan nasofaringoskop. Orofaring. Periksa adanya kelainan anatomi yang menyebabkan penurunan luas orofaring seperti hipertropi tonsil, palatum malle terlalu panjang, uvula yang besar, flap faringeal, stenosis, tumor dan jaringan parut di faring posterior. Untuk mendeteksi tingkat kesulitan intubasi dan luasnya orofaring perlu dilakukan pemeriksaan dengan skor Mallampati yang dibagi menjadi 4 kelas. Leher. Deposit lemak yang cukup banyak di sekitar leher dapat melemahkan tonus otot pernapasan terutama selama tidur fase REM. Tumor, termasuk limfadenopati yang nyata yang harus diperiksa. Pemeriksaan fisis lain (sistem organ). Untuk mengidentifikasi adanya penyakit kardiovaskular, dan penyakit paru obstruktif. Pemeriksaan fungsi kognitif dan memori. Terutama penurunan konsentrasi, intelektual dan daya ingat. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: Laboratorium klinik. Pemeriksaan yang dibutuhkan berdasarkan indikasi individual untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan analisis gas darah dibutuhkan jika terdapat tanda-tanda hipoksia yang jelas, terutama pada penderita dengan penyakit paru obstruksi kronik. Pemeriksaan di Laboratorium Tidur. Pemeriksaan yang dilakukan selama tidur dengan alat polisomnogram dapat memberikan informasi yang akurat pola tidur pasien sehingga dapat menginformasikan apakah penderita menderita OSA atau CSA. Pemeriksaan di laboratorium tidur ini juga diperlukan untuk menghitung apneu-hipopneu index (AHI), yaitu menghitung jumlah total episode apneu dan hipopneu dibagi lama tidur. Jika AHI > 5 kali episode perjam maka diagnosis OSA bisa ditegakkan. Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah multiple step latency test (MSLT). MSLT dilakukan untuk penderita yang mengeluh mengantuk terus sepanjang hari dengan riwayat GTGP tidak jelas. Pemeriksaan dilakukan berulang kali pada siang hari sesuai jadwal yang ditentukan. Pemeriksaan ini juga mencatat munculnya stase REM. Bila terdapat 2 atau lebih status REM muncul saat test, maka hal tersebut menunjukkan pasien dalam kondisi narkolepsi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang ditandai dengan 4 gejala, yaitu serangan mendadak tidur, katapleksi, paralisi temporer dan halusinasi.5(6) MSLT dapat membantu diagnosis hipersomnia primer.5(6)Pemeriksaan mirip MSLT yang disebut repeated test of sustained wakefulness (RTSW) juga mengukur periode laten tetapi dengan perintah agar pasien mempertahankan tetap bangun selama test, pasien ditempatkan di ruang tenang dengan lampu temaram.

Pemeriksaan PencitraanPemeriksaan pencitraan: Pemeriksaan ini hanya dilakukan dalam penelitian atau untuk persiapan terapi pembedahan. Permeriksaan ini meliputi: refleks akustik yang digunakan untuk melihat dinamika jalan napas atas, somnofluoroskopi digunakan untuk melihat kolapsnya faring dan penyempitan maksimal jalan napas saat tidur, pemeriksaan radiologis sefalometri untuk melihat defisiensi skeletor kraniofasial, CT-scan jalan napas atas diperlukan bila ada tanda-tanda tumor di nasofaring / orofaring posterior, magnetic resonance imaging pemeriksaan yang menghasilkan resolusi bagus dari jalan napas, jaringan lunak, dan deposit lemak di leher.

Diagnosis Working DiagnosisGangguan tidur pada malam hari (Insomnia) Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, dan bangun terlalu pagi. Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi ketiganya, munculnya ada yang sementara atau kronik. Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik, yaitu: ICD (International Code of Diagnostic) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) (DSM) dan ICSD (International Classification of sleep disorders).3,4Epidemiologi Insomnia lebih sering diderita wanita daripada pria. Prevalensi insomnia pada populasi umum telah diperkirakan hingga 35%, dengan 10% sampai 15% dianggap dedang sampai parah. Perbedaan dalam prevalensi bervariasi, tergantung pada bagaimana insomnia didefinisikan, tingkat keparahan dan frekuensi keluhan serta usia dan jenis kelamin pasien. Bila menggunakkan DSM-4kriteria, prevalensi diperkirakan 22%, dibandingkan dengan perkiraan prevalensi sebesar 3,9% bila menggunakan ICSD-2kriteria. Untuk insomnia kronis, rata-rata tinggi dialami wanita dan meningkat sesuai usia. Spekulasi tentang factor yang berkontribusi terhadap relasi gender mulai muncul (Miller 2004). Bahkan diantara pasien dengan keluhan kantuk di siang hari , 9%-15% mungkin menderita insomnia (Young 2004). Penelitian mulai mengumpulkan beberapa data pada biaya sosial, dengan perkiraan biaya langsung 1.390.000.000 $ per tahun (Walsh 2004).EtiologiModel perilaku insomnia diatur dalam kerangka teoritis untuk penyebab insomnia. Model diathesis-stress ini mengusulkan bahwa 3 faktor yang berkontribusi untuk pengembangan dan pemeliharaan insomnia. Pertama, faktor predisposisi adalah karakteristik yang meningkatkan resiko untuk mengembangkan insomnia dan mencakup sifat-sifat seperti hyperarousal kronis dan wilayah rawan bencana. Kedua, faktor pemicu kejadian atau stress akut yang berinteraksi dengan factor predisposisi menyebabkan gejala insomnia akut. Ketiga, factor yang menjalankan adalah perilaku penyesuaian yang salah yang diadopsi dalam upaya untuk meredakan gejala insomnia sementara tapi akhirnya berfungsi untuk mempertahankan insomnia. Sebagai contoh, banyak orang yang akan mencoba untuk menebus kehilangan tidur dengan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur. Perilaku ini meningkatkan kesempatan tidur tapi dapat menyebabkan orang menghabiskan sejumlah waktu yang berkepanjangan terjaga selama periode tidur diperpanjang.Klasifikasi Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder akibat penyakit/kondisi abnormal lain. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial. Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 6 tipe, yaitu: 1. Gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain 2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum 3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, fisik/penyakit, ataupun obat-obatan.Gangguan tidur primer pengertiannya mirip dengan insomnia non organic pada ICD 10 yaitu gangguan tidur menetap dan diderita minimal 1 bulan.3Dalam ICSD klasifikasi ganguan tidur dibuat lebih lengkap dan rinci, dibagi dalam 12 sub tipe dan lebih dari 50 tipe sindrom insomnia. Untuk mendiagnosisnya sering memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik, dan radiologi seperti CT scan, PET, serta EEG.3Gangguan tidur karena gangguan irama sirkadian Irama sirkadian diatur oleh proses endogen berupa pengaturan temperature badan dan pengeluaran hormone-hormon kortisol, hormone pertumbuan, dan melatonin yang dipicu oleh NSC; dan proses eksogen berupa perubahan terang dan gelap. Pada usia lanjut terdapat gangguan tidur akibat gangguan irama sirkadian ini. Prevalensi gangguan tidur tipe ini tidak jelas. Hal ini karena banyak orang usia lanjut yang menderita namun merasa tidak membutuhkan bantuan terapi karena menganggap perubahan ini biasa.

Different Diagnosis Depresi Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien berusia di atas 60 tahun dan merupakan contoh penyakit yang palin gumum dengan tmapilan gejala yang tidak spesifik/tidak khas pada populasi geriatrik. Terdapat beberapa faktor biologis, fisik, psikologis dan sosial yang membuat seorang berusia lanjut rentan terhadap depresi. Perubahan pada system saraf pusat seperti meningkatnya aktivitas monoamine oksidase dan berkurangnya konsentrasi neurotransmitter dapat berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut gejala-gejala depresi terdiri dari:Gejala utama: Perasaan depresif Hilangnya minat dan semangat Mudah lelah dan tenaga hilang Gejala lain adalah : Konsentrasi menurun Harga diri menurun Perasaan bersalah Pesimis terhadap masa depan Gangguan tidur Gangguan nafsu makan Menurunnya libido

Gejala klinis Pasien GTGP adalah pada saat tidur terdapat mengorok sangat keras, tersedak dan batuk-batuk, henti napas beberapa detik, dan terdapat gerakan-gerakan seperti orang kehabisan napas.6,7 Gambaran tersebut biasanya dilaporkan oleh teman tidurnya. Hal yang dirasakan oleh pasien adalah sering terbangun tanpa sebab, nokturia, dan merasa tidak tidur semalaman. Pada pagi hari sering muncul keluhan nyeri kepala, kepala terasa ringan, dan mengantuk terus. Bila berlangsung terus akan muncul gangguan kognitif, penurunan intelektual, perubahan perilaku dan kepribadian, depresi dan penurunan gairah seksual.1,6,7,8

Penatalaksaan Untuk gangguan irama sirkadian perlu dijelaskan pada pasien bahwa gangguan tidur ini bukan penyakit, tidak membutuhkan obat khusus, hanya perlu pengaturan waktu masuk tidurnya, jangan terlalu dini dengan melakukan kegiatan/kesibukan pada petang hari dan baru masuk tidur pada jam yang sama dengan keluarga lain. Kalau tetap tidak dapat mengatasi, diberikan terapi lampu terang pada saat seharusnya pasien masih bangun di pagi hari dan petang hari, lampu dipadamkan / gelap pada saat harus tidur. Penatalaksaan menyeluruh gangguan tidur pada usia lanjut Karena banyaknya penyebab gangguan tidur pada usia lanjut, maka penatalaksanaan gangguan tidur pada usia lanjut harus dilakukan secara individual, dengan meneliti dan menilai gejala dan tanda yang ada pada tiap pasien. Beberapa hal dapat diterapkan secara umum pada semua jenis gangguan tidur pada usia lanjut, yaitu: edukasi tidur, mengubah gaya hidup, psikoterapi, dan medikamentosa.Edukasi tidur diberikan baik kepada pasien maupun keluarga atau care-giver. Edukasi tersebut meliputi: Tunggu sampai terasa sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur Bila dalam 20 menit berbaring belum bisa tidur maka lebih baik bangun lagi, lakukan kegiatan lagi dengan tenang dan lakukan relaksasi. Bila mengantuk baru kembali ke tempat tidur. Hidarkan penggunan kamar tidur untuk bekerja, membaca atau menonton televisi Bangun tidur pagi pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur Hindarkan minum kopi atau merokok Lakukan olarhaga ringan setiap pagi setelah bangun tidur Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/ hobi yang menyenangkan Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alkohol Pelajari teknik relaksasi atau lakukan meditasi Hindarkan gerakan badan berlebihan saat di tempat tidurPsikoterapi perlu diberikan pada pasien gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas dan depresi. Disamping psikoterapi dari seorang psikolog, psikoterapi berupa dorongan dan penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu pasien.Terapi medikamenotsa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obatan transkuiliser minor seperti golongan benzodiazepine dapat diberikan pada insomnia akut, diberikan dosis kecil dan dalam waktu yang tidak lama. Terapi terhadap penyakit penyerta yang diderita usia lanjut harus dilakukan dengan menghindarkan sebisa mungkin obat-obatan yang marak dipakai sebagai obat tidur, sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut. Farmakoterapi untuk insomnia pada orang tua mungkin rumit dikarenakan oleh perubahan fisiologis tubuh yang disebabkan oleh usia sehingga mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik. Dengan penuaan, total lemak tubuh meningkat dan obat yang larut lemak juga meningkat misalnya benzodiazepine, seperti diazepam dan flurazepam akibatnya memiliki peningkatan volume distribusi dan penurunan angka bersihan. Metabolisme obat pada pasien geriatric dapat terganggu oleh karena proses reduksi,hidroksilasi, dan ekskresi obat yang menurun yang disebabkan oleh penurunan aliran darah dan filtrasi d glomerulus yang disebabkan factor usia.Perubahan farmakodinamik yang berhubungan dengan usia terlihat dalam peningkatan kepekaan terhadap efek depresan system saraf pusat, beberapa obat tidur terutama yang bertindak lebih lama, memiliki beberapa efek samping pada pasien geriatrik. Toleransi merupakan masalah besar ketika pil obat tidur dikonsumsi berlebihan, yang menyebabkan insomnia yang berulang-ulang dan memerlukan dosis yang tinggi untuk mendapatkan efek klinik yang sama. Karena itu ketika menggunakan hipnotik pada pasien geriatrik, harus diberikan dosis serendah mungkin untuk jangka waktu yang singkat. Hipnotik short-acting terbaru terlihat lebih aman pada pasien yang lebih tua. Contohnya zalepon (selektif untuk benzodiazepine-1 reseptor) dan zolpidem (selektif GABAA-benzodiazepine). Dalam sebuah penelitian terhadap pasien usia lanjut, 66 tahun atau lebih, pemberian zalepon dengan dosis 10 mg terbukti efektif untuk mengurangi latensi tidur tanpa efek sampik yang tidak diinginkan. Dalam percobaan baru-baru ini uji coba terapi jangka panjang , zalepon dengan dosis 6 mg dan 10 mg terbukti aman dan efektif untuk terapi insomnia pada pasien geriatric.Prognosis Prognosis untuk pemulihan insomnia tergantung pada identifikasi pilihan pengobatan yang efektif, dan ini secara langsung terkait dengan menyelesaikan evaluasi yang menekankan pentingnya mengetahui dan mengamati pedoman klinis untuk evaluasi insomnia. Misalnya, pengobatan sejumlah masalah seperti sleep apnea, pertama tergantung dari secara langsung kemampuan untuk membuat diagnosis yang tepat dari masalah yang mendasarinya. Preventif Insomnia akut adalah pengalaman umum yang sering dan kedepannya akan menjadi peristiwa yang sesekali atau jarang yang disebabkan oleh kegiatan sehari-hari yang menyebabkan stress. Evolusi insomnia menjadi insomnia sekunder atau insomnia kronis yang dapat dicegah dengan terapi sedini mungkin. Banyak yang menganggap bahwa berbagai jenis insomnia sekunder seperti insomnia psychophysiologikal atau waktu tidur yang buruk dapat dicegah dengan evaluasi yang lebih baik dan sebelum pola sekunder terjadi. Komplikasi Efek fisiologis. Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress,terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, jugapenurunan produksi melatonin.

Efek psikologis. Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.

Efek fisik/somatik. Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.

Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansiaFaktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:1. Penurunan Kondisi FisikSetelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.2. Penurunan Fungsi dan Potensi SeksualPenurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi: misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.6Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain: Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. Pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.3. Perubahan Aspek PsikososialPada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 6 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.4. Perubahan yang Berkaitan Dengan PekerjaanPada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.5. Perubahan Dalam Peran Sosial di MasyarakatAkibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.1. Promosi & preventif

Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera ialah dengan mengaktifkan fisik, mental dan sosial ditujukan pada usia 66-69 tahun. Banyak hal yang harus dilakukan baik dari lansia itu sendiri atau dari petugas kesehatan maupun dari pihak keluarga lansia. Pelayanan dari petugas kesehatan sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu :1. PromosiPeran petugas kesehatan sebagai penyuluh bagi individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :o Mendapatkan data-data yang berkaitan dengan keadaan saal itu, minimal diketahui berat dan tinggi badan, denyut nadi, tekanan darah, keluhan fisik dan penyakit yang diderita.o Mendapatkan data mengenai pola dan cara hidup mereka, Mendapatkan data-data kondisi psikologis, yang mungkin tertampil dalam keluhan fisik yang diungkapkan.Berdasarkan data-data tersebut petugas kesehatan memberikan informasi dan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat tentang hal-hal yang perlu diketahui tentang usia lanjut. Bila ada masalah fisik dan psikologis yang memerlukan penanganan lebih lanjut, petugas kesehatan perlu memberikan rujukan pada ahli sesuai dengan kondisi dan keperluan usia lanjut. Petugas kesehatan dapat melakukan tindakan-tindakan promotif yang bersifat preventif sebagai berikut : Mensosialisasikan tentang persiapan sebelum memasuki usia lanjut sebagai berikut :o Menjadi tua diterima dengan ikhlas dan realistis.o Menjadi tua dihadapi dengan sikap mental yang positif dan optimistik.o Berperilaku hidup sehat, mencegah penyakit dan tetap memelihara kebugaran.o Membangun, membina, dan memelihaia hubungan sosial.o Meningkatkan terus ilmu dan keterampilan sebagai bekal menjalani hidup yang bermanfaat sosial ataupun ekonomi.o Apa yang telah terjadi diterima sebagai takdir.o Tetap aktif, jasmani dan rohani, sebab kehidupan yang "pasif' akan mempercepat proses penuaan.o Berusaha menjadi subyek selama mungkin dalam kehidupan.o Meningkatkan kehidupan spiritual dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa. Untuk membantu mengatasi, mengurangi perasaan yang negatif, maka petugas kesehatan sebaiknya berperilaku sebagai berikut :o Bersikap ramah, lembut dan sabar mengahadapi usai lanjut.o Mau mendenganr keluhan.o Mau membantu dan melayani keperluannya.o Mau meberikan informasi yang membuatnya merasa tenang.o Mau memberikan dorongan, bujukan, petunjuk dan saran yang membesarkan hatinya.o Mau memahami dan dapat menghayati perasaannya serta bersikap menerima apa adanya.2. Preventifa. Meningkatkan Pengertian dan Perhatian Petugas KesehatanDiharapkan agar petugas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya pada usia lanjut tidak hanya memperhatikan keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh meraka tapi juga mempertimbangkan adanya faktor-faktor- lain yang mendasari keluhan tersebut seperti masalah psikologis, sosial, budaya atau kemungkinan adanya masalah mental emosional. Tersedianya loket khusus dan sarana lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan bagi usia lanjut merupakan hal yang perlu diperhatikan terutama bagi usia lanjut dengan alat bantu seperti kursi roda. Penanganan secara holisitik dengan sikap yang ramah, sopan dan hormat merupakan pelayanan yang diidamkan oleh usia lanjut.b. Mensosialisasikan Usia Lanjut SejahteraYang dimaksud dengan sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan batin disebut juga "basic needs" bersifat immaterial dan universal, kebutuhan lahir disebut juga "instrumental need" bersifat material dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Menurut Abraham H. Maslow kebutuhan manusia, dari jenjang yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial penghargaan dan aktualisasi diri. Kesejahteraan usia lanjut, pada dasamya menjadi "concern" para pralanjut usia atau usia lanjut sendiri, keluarga/masyarakat,organis asiorganisasi masyarakat dan pemerintah. Oleh karena masalahnya menyangkut banyak pihak, perlu ada landasan berpijak yang disepakati bersama.c. Paradigma Usia Lanjut Sejahtera, terdiri dari lima butir sebagai berikut:1. Positif, Menanamkan pengertian dan membangkitkan kesadaran bahwa : o Menjadi tua tidak perlu diikuti oleh sakit-sakitan, tapi dapat terjadi secara normal.o Tua tidak identik dengan "pensiunan" puma segalanya dan tidak berguna, tetapi tetap dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat memberikan sumbangan kepada kehidupan dan pembangunan.2. Proaktif, Menjemput persoalan dan mengambil langkah antisipasi supaya masalah yang tidak dikehendaki tidak menjadi kenyataan :o Berperilaku sehat, meningkatkan kebugaran, mencegah penyakit dan kecacatan.o Kebiasaan menabung untuk hari tua.o Sistem pensiunan dan jaminan hari tua.o Meningkatkan ilmu dan keterampilan.o Menjalin dan membina jaripgan sosial.o Meningkatkan kehidupan spiritual dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta.3. Non Diskriminasi, Tidak mengucilkan atau mengotakkan usia lanjut hanya karena usianya, tetapi tetap menganggap sebagai bagian integral dari satu masyarakat yang hak dan kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan dan kondisi serta keterbatasannya.6. Akomodatif/Kondusif, Tetap memberikan peluang dan kesempatan untuk bekerja mencari nafkah atau melakukan kegiatan-kegiatan secara sukarela, serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sesuai keinginan dan kemampuannya. Memberikan peluang, dorongan dan kesempatan untuk menambah ilmu serta keterampilan untuk meningkatkan perannya, baik secara ekonomi maupun sosial. Memberi suasana dan semangat untuk menjalani hidup yang bermanfaat.6. Supportif, Memberikan dukungan, bantuan maupun pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan santunan maupun perawatan bagi mereka yang sakit dan tidak berdaya.d. Mencapai Usia Lanjut Sehat, Tua Berguna, Bahagia dan SejahteraMerupakan kendala yang cukup besar karena usia lanjut mempunyai ciri khas tersendiri dan akibat proses penuaan usia lanjut sulit untuk menerima perubahan-perubahan yang cepat. Di lain pihak pelayanan kesehatan, masalah gizi dan kesehatan lingkungan berjalan lebih baik, yang memungkinkan usia penduduk cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Untuk itu perlu diterapkan suatu program terpadu yang dilaksanakan sedini mungkin untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat menimbulkan permasalahan pada usia lanjut agar dapat mencapai usia lajut yang sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera.

Beberapa masalah di bidang psikogeriatris1. KesepianKesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami penurunan status kesehatan,misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran. Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terhadap lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup banyak , mengalami kesepian.Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran enderita, disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.2. Gangguan cemasGangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif. Puncak Insidensi antara usi 20-60 tahun dan prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder akibat depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat. Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa muda, oleh karenanya tidak akan disinggung lebih mendalam.I. Kesimpulan Hipotesis diterima. Pasien pada scenario mengalami Insomnia , diketahui dengan cara mencocokkan gejala-gejala klinis yang dideskripsikan pada scenario yang umum terjadi pada pasien dengan gangguan tidur, dan dapat dilakukan terapi sesuai dengan tingkat keberatan kasus insomnia tersebut.

Daftar Pustaka1. Soeparman, Waspadji S. Ilmu penyakit dalam. Jilid ke-2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;2007.h.672.2. Sudoyo A W. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing, 2009; h. 867.3. Dewanto G. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC;2009.h.189-190.4. Avidan. Epidemiology, Assessment, and Treatment of Insomnia in Elderly: Treatment of Insomnia in the Geriatric Patient. Medscape 2006 Juni. Diunduh dari: http://www.medscape.org/viewarticle/616282_6 13 Desember 2013.5. Haryanto. Faktor-faktor psikologi lansia [article online] 11 Desember 2009. Diunduh dari: http://belajarpsikologi.com/psikologi-lansia/ 13 Desember 2013.6. Shary. Pedoman Kesehatan jiwa [article online] Agustus 2009. Diunduh dari : www.pedomankesehatanjiwalansia.com 13 Desember 2013. 7. Gunadi H. Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa . Jakarta: EGC, 2006;h.89-97.

1