Gangguan Perkembangan
-
Upload
ade-irma-arifin -
Category
Documents
-
view
147 -
download
0
Transcript of Gangguan Perkembangan
TUGAS PSIKOLOGI ABNORMAL
“GANGGUAN PERKEMBANGAN”
Di susun
Oleh:
Ade Irma Arifin
0910352018
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran
UNIVERSITAS ANDALAS
Padang, 2012
Gangguan Perkembangan
1. Faktor-faktor yang dapat membuat perkembangan individu mengalami
gangguan.
Menurut Hurlock (h. 2, 1980) perkembangan adalah serangkaian perubahan
progresif yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan
berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Dapat didefinisikan sebagai
deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren. Progresif menandai bahwa
perubahannya terarah, membimbing maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren
menunjukkan adanya hubungan nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah
mendahului atau yang mengikutinya (Hurlock, h. 23, 1999).
Menurut Santrock (h. 20, 2002) perkembangan adalah pola gerakan atau
perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus
kehidupan. Pola gerakan adalah kompleks karena gerakan merupakan produk dari
beberapa proses yaitu biologis, kognitif, dan sosial. Jadi perkembangan adalah suatu
perubahan yang lazim dilalui semua individu akibat adanya pematangan dan
pengalaman yang didapat dari interaksi antara proses biologis, kognitif, dan sosial.
Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan
orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Untuk mencapai
tujuan ini, maka realisasi diri itu yang biasa disebut aktualisasi diri adalah sangat
penting. Namun tidak statis. Tujuan dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk
melakukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan, untuk menjadi manusia seperti yang
diinginkan baik secara fisik maupun psikologis (Hurlock, h. 3, 1980). Akan tetapi,
tidak semua individu dapat menjalani proses perubahan ini sebagaimana yang harus
dilaluinya sesuai dengan usia dan tugas perkembangannya. Ada individu-individu
yang mengalami hambatan perkembangan, yaitu terhambatnya proses perubahan
yang bertujuan untuk aktualisasi diri. Hambatan ini dapat terjadi sejak masa bayi
sampai dewasa, yang kemudian akan lebih dibahas mengenai anak dan remaja, baik
yang dialami sejak lahir akibat faktor-faktor pranatal, genetis, maupun yang terjadi
dalam proses perkembangan itu sendiri (akibat interaksi dengan lingkungan).
Hambatan perkembangan yang terjadi dapat berupa gangguan yang tidak
menetap (seperti anorexia nervosa, bulimia, dll) dan ada juga yang digolongkan
sebagai gangguan yang menetap (Autisme, Rett, Asperger, dll). Hambatan
perkembangan dapat juga berupa keterlambatan perkembangan, di mana tidak
tercapainya tugas perkembangan pada waktu yang ditentukan. Efek dari terjadinya
hambatan dalam perkembangan ini sangat luas, tidak hanya berpengaruh pada
pencapaian aktualisasi diri karena ada type hambatan perkembangan yang
menyebabkan learning disabilities tetapi juga berpengaruh secara sosial di mana
individu tidak dapat menjadi orang yang diinginkan baik fisik maupun psikologis.
Faktor-Faktor Penyebab
A. Faktor Pranatal
Perkembangan pranatal umumnya dibagi ke dalam tiga periode utama yaitu
germinal, emrionis, dan fetal (Santrock, h. 104, 2002). Periode awal atau germinal
ialah periode perkembangan prakelahiran yang berlangsung pada dua minggu
pertama setelah pembuahan. Ini meliputi penciptaan zigot, dilanjutkan dengan
pemecahan sel, dan melekatnya zigot ke dinding kandungan (implantation).
Pemisahan sel telah dimulai ketika lapisan dalam (blastocyst) dan lapisan luar
(trophoblat) organisme terbentuk. Implantasi terjadi kira-kira sepuluh hari setelah
pemuahan.
Periode embrionis ialah periode perkembangan prakelahiran yang terjadi dari
2 hingga 8 minggu setelah pembuahan. Selama periode ini angka pemisahan sel
meningkat, sistem dukungan bagi sel terbentuk, dan organ-organ mulai nampak.
Periode fetal adalah periode perkembangan prakelahiran yang mulai 2 bulan setelah
pembuahan dan pada umumnya berlangsung selama 7 bulan. Pertumbuhan dan
perkembangan melanjutkan rangkaian dramatisnya selama periode ini. Janin semakin
aktif menggerakkan tangan dan kakinya, memuka menutup mulutnya, dan
menggerakkan kepalanya. Pada periode ini janin juga sudah dapat diidentifikasi jenis
kelaminnya.
1. Faktor Genetis
a.Phenilketonuria(PKU) adalah suatu kelainan genetik yang menyebabkan
individu tidak dapat secara sempurna memetabolismekan protein. PKU
dewasa ini mudah dideteksi, tetapi kalau tetap tidak tersembuhkan, dapat
menyebabkan keterelakangan mental dan hiperaktif. Kelainan dapat
disembuhkan dengan diet utnuk menjaga zat racun yang masuk ke dalam
sistem syaraf. PKU meliatkan suatu gen resesif dan terjadi kira-kira sekali
setiap 10.000 hingga 20.000 kelahiran hidup. PKU menyebabkan kira-kira 1
persen orang mengalami keterelakangan mental.
b. Down syndrome, merupakan bentuk keterbelakangan mental yang
secara genetis paling umum diturunkan, disebabkan oleh kromosom
tambahan (ke 47). Penderita Down syndrome memiliki wajah yang bundar,
tengkorak rata, lipatan kulit tambahan sepanjang kelopak mata, lidah yang
menonjol keluar, tungkai dan lengan yang pendek, dan keterbelakangan
kemampuan motorik dan mental. Ada kemungkinan kesehatan sperma lelaki
atu sel telur perempuan terlibat. Perempuan usia antara 18 hingga 38 tahun
kemungkinannya kecil melahirkan anak yang menderita Down syndrome
dibandingkan dengan perempuan yang usianya leih muda atau leih tua.
c.Anemia sel sabit merupakan kelainan genetis yang mempengaruhi sel darah
merah. Sel darah merah baisanya berbentuk seprti cakram atau piringan
hitam, tetpi pada anemia sel sabit, suatu perubahan dalam gen resesif
mengubah bentuknya menjadi sabit yang berbentuk kail. Sel-sel ini mati
dengan cepat, yang menyebabkan kekurangan darah dan kematian individu
secara dini karena kegagalannya mengangkut oksigen ke dalam darah.
d. Klifelter syndrome, kelainan genetis di mana laki-laki memiliki
kromosom X ekstra atau tambahan, yang menyebabkan susunan
kromosomnya menjadi XXY. Buah pelir laki-laki yang mengidap kelainan
ini tidak berkembang, dan biasanya mereka memiliki buah dada yang besar
dan menjadi tinggi.
e.Turner syndrome, ialah suatu kelainan genetis di mana perempuan
kehilangan sati kromosom X, yang menyebabkan susunan kromosomnya
menjadi XO. Perempuan ini pada umumnya pendek dan kekar. Mereka
mengalami keterbelakangan mental dan tidak berkembang secara seksual.
f. XYY syndrome, ialah suatu kelainan genetis di mana laki-laki memiliki satu
kromosom Y ekstra. Ada keyakinan bahwa kromosom Y yang ditemukan
pada laki-laki menyumbang bagi sifat agresif dan kekerasan. Akan tetapi
tidak terbukti bahwa laki-laki XYY tidak lebih berkecenderungan
melibatkan diri dalam kejahatan dibanding laki-laki XY.
2. Faktor Lingkungan
a.Teratogen, ialah setiap unsur yang menyebabkan adanya suatu kelainan
kelahiran. Kepekaan terhadap teratogen mulai sekitar 3 minggu setelah
pembuahan. Setelah organogenesis lengkap, teratogen tidak menyebabkan
kelainan antomis. Apabila beraksi selama periode fetal, dampak yang terjadi
cenderung menghambat pertumubuhan atau menyebabkan masalah fungsi
organ.
b. Penyakit dan kondisi ibu. Penyakit dan infeksi dapat
kerusakan selama proses kelahiran itu sendiri. Rubella adalah suatu penyakit
ibu yang dapat merusak perkembangan prakelahiran. Mengakibatkan
keterbelakangan mental, kebutaan, ketulian, dan kelainan jantung. Sifilis,
lebih berbahaya dalam perkembangan prakelahiran-4 bulan atau lebih
setelah pembuahan. Sifilis dapat merusak organ setelah organ terbentuk,
ketika sifilis muncul saat kelahiran, masalah lain yang melibatkan sistem
syaraf pusat dan sistem pencernaan dapat terjadi. Ibu yang menderita AIDS
dapat menginfeksi anaknya : (1) selama kehamilan, melalui ari-ari (2)
selama melahirkan melalui kontak dengan darah atau cairan ibu dan
(3)setelah melahirkan, melalui air susu.
c.Usia ibu. Dua periode penting untuk diperhatikan adalah usia remaja dan
30-an ke atas. Bayi yang dilahirkan oleh remaja sering prematur. Bayi yang
mengalami sindrom Down jrang dilahirkan oleh ibu yang berusia 30 tahun,
akan tetapi resiko menjadi bertambah setelah ibu mencapai 30 tahun.
d. Gizi. Fetus yang sedang berkembang sangat bergantung
kepada ibunya untuk gizi, yang berasal dari darah ibu. Status gizi tidk
ditentukan oleh jenis makanan tertentu, gizi ibu bahkan mempengaruhi
kemampuannya untuk bereproduksi. Dalam keadaan kekurangan gizi yang
ekstrim, perempuan berhenti haid, dengan demikian menghambat
pembuahan, dan anak-anak yang dilahirkan oleh iu yang kekurangan gizi
cenderung cacat.
e.Keadaan dan Ketengangan emosional. Ketika seorang perempuan hamil
mengalami ketkutan, kecemasan, dan emosi lain yang mendalam, terjadi
perubahan psikologis antara lain meningkatnya pernafasan dans ekresi oleh
kelenjar. Adanya produksi hormon adrenalin seagai tanggapan terhadap
ketakutan menghambat aliran darah ke daerah kandungan dan dapat
membuat janin kekurangan udara. Ibu yang sangat bingung secara
emosional mungkin mengalami kontraksi yang tidak teratur dan tugas yang
lebih sulit, yang dapat menyebabkan ketidakteraturan dalam pemasokan
udara kepada bayi atau cenderung menghsilkan ketidakteraturan selama
melahirkan.
f. Obat-obatan. Sejumlah bayi lahir cacat karena obat yang dikonsumsi ibunya
merusak janin yang sedang berkembang. Thalidomide, obat penenag, bila
dikonsumsi pada hari ke 26 akan membuat lengan janin mungkin tidak
tumbuh. Sindrom alkohol janin, ialah sekelompok keabnormalan yang
tampak pada anak dari ibu yang banyak meminum alkohol selama
kehamilan. Keabnormalan tersebut meliputi cacat wajah, tungkai, jantung,
inteligensi di bawah rata-rata, dan beberapa keterbelakangan mental.
Masalah pernafasan dan sindrom kematian bayi yang tiba-tiba banyak
ditemukan di kalangan ibu yang merokok selama kehamilan. Bayi kecil dari
dari ibu yang kecanduan heroin mengalami kecanduan juga dan
memperlihatkan karakteristik orang-orang yang mengalami kecanduan
seperti gemetar, mudah sakit, tangis yang tidak normal, gangguan tidur, dan
rusaknya kendali gerak. Bayi yang dilahirkan oleh penyalahguna kokain
mengalami penurunan berat dan panjang.
g. Bahaya linkungan. Radiasi, zat kimia, dan resiko-resiko lain
dlaam dunia industri modern kita dapat membahayakan janin. Radiasi dapat
menyebabkan mutasi gen. Radiasi sinar X dapat mempengaruhi embrio dan
fetus yang sedang berkembang. Polutan lingkungan dan bahan-bahan
beracun juga merupakan sumber bahaya bagi anak-anak yang belum lahir.
Di antara polutan dan zat buang yang berbahaya adalah karbonmonooksida,
merkuri, dan timbal. Timbal mempengaruhi perkembangan mental anak.
Radiasi elektromagnetis, khususnya terminal layar video, menaikkan resiko
keguguran. Toxoplasmosis, suatu infeksi ringan yang menyebabkan gejala
flu ringan atau suatu penyakit yang tidak jelas pada orang dewasa, pada bayi
menyebabkan kemungkinan kerusakan mata, kerusakan otak, dan kelahiran
prematur. Kucing merupakan pembawa toxoplasmosis yang paling lazim,
khususnya yang memakan daging mentah seperti tikus.
B. Faktor Perinatal
Proses kelahiran dapat terjadi tiga tahap. Bagi seorang perempuan yang baru
memiliki anak pertama, tahap pertama berlangsung kira-kira 12 hingga 24 jam. Pada
tahap pertama, kontraksi selama 15 hingga 20 menit pada permulaan dan berakhir
hingga satu menit. Kontraksi ini menyebabkan leher rahim terentang dan terbuka.
Pada akhir tahap pertama, kontraksi menyebabkan leher rahim teruka hingga 4 inci.
Tahap kedua kelahiran mulai ketika kepala bayi mulai bergerak melalui leher rahim
dan saluran kehidupan. Tahap ini berakhir ketika bayi benar-benar keluar dari tuuh
ibu. Setelah kelahiran (afterbirth) ialah tahap ketiga, pada waktu inilah ari-ari, tali
pusat, dans elaput lain dilepaskan dan dibuang. Komplikasi dalam melahirkan :
1. Melahirkan terlalu cepat (precipitate delivery) ialah suatu bentuk cara
melahirkan yang berlangsung terlalu cepat. Melahirkan terlalu cepat adalah
suatu cara di mana bayi memerlukan waktu kurang dari 10 menit untuk
”dipaksa keluar” melalui saluran kelahiran. Dapat mengganggu aliran normal
darah bayi dan tekanan pada kepal bayi dapat menyebabkan pendarahan. Pada
sisi lain, anoxia, tidak cukupnya pasokan udara, dapat terjadi jika proses
melahirkan berlangsung terlalu lama. Anoxia dapat menyebabkan kerusakan
otak. Asfiksia (Njiokiktjien, h. 8, 2003) dapat menimulkan disfungsi plasenta
dan prolem-problem dengan tali pusat, atau pada pendarahan selama kelahiran
yang lambat dan sulit akrena sebab apa pun. Hipoglikemia postnatal,
hipebilirubinemia atau kejang-kejang dapat dapat dalam kombinasi atau
tersendiri, menambah enselofati hingga menuju ke gangguan-perkembangan
psikomotorik.
2. Sungsang (breech position) ialah posisi bayi di dalam peranakan yang
menyebabkan pantat merupakan bagian pertama yang muncul daru lubang
kemaluan. Kepala bayi yang sungsang masih di dalam peranakan ketika sisa
tubuhnya di luar, yang dapat menyebabkan masalah pernafasan.
3. Pembedahan cesar (cesarean section) ialah pemindahan bayi dari peranakan
atau rahim lewat pembedahan. Dapat menyebabkan tingkat infeksi tinggi pada
ibu dan stress yang menyertai pembedahan.
Penggunaan obat-obatan selama kelahiran anak bertujuan untuk
menghilangkan sakit dan cemas untuk mempercercepat melahirkan selama proses
kelahiran. Oxytoxin, suatu hormon yang merangsang dan mengatur irama kontraksi
peranakan, telah digunakan sebagai obat untuk mempercepat proses kelahiran,
meningkatkan resiko mengalami penyakit kuning dan diduga memiliki dampak
panjang.
C. Faktor Postnatal
Njiokiktjien (h. 7-8, 2003) menambahkan selain faktor-faktor tersebut di atas
ada faktor postnatal yang menjadi penyebab gangguan perkembangan yang juga
menjadi suatu hambatan perkemangan, yaitu :
Infeksi posnatal seperti meningitis/ensefalitis, dehidrasi, penyakit vaskuler,
kontusio serebri, dan status eplieptikus.
Penyakit degeneratif, penyakit para-infeksiosia, dan penyakit-penyakit
metabolisme yang terlihat kemudian, juga yang disebabkan oleh
penyimpangan gen-gen dan terlihat sebagai regresi dalam perkembangan.
2. Autisme
Autisme termasuk dalam gangguan perkembangan pervasive yaitu gangguan
perkembangan yang dicirikan oleh hendaya yang signifikan pada perilaku dan fungsi
di berbagai area perkembangan.Kata autism berasal dari bahasa Yunani, “autos” yang
berarti “self”. Istilah ini digunakan pertama kali pada tahun 1906 oleh psikiater Swiss,
Eugen Bleuler, untuk merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita
skizofrenia (autisme adalah salah satu dari “empat A” Bleuler). Ada banyak definisi
yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara
berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas,
keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”. Pakar lain mengatakan:
“Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai yang sampai sekarang
tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya mempengaruhi kemampuan
anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya untuk
mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”Autism (Abnormal
Psychology:2003) adalah salah satu gangguan terparah dimasa kanak-kanak. Autism
bersifat kronis dan berlangsung sepanjang kehidupan.
Cara berpikir autistic adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri
sebagai pusat dunia, percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu pada diri
sendiri. Pada tahun 1943, psikiater lain, Leo Kanner menerapkan diagnosis “autism
infantile awal” kepada sekelompok anak yang terganggu yang tampaknya tidak dapat
berhubungan dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup dalam dunia mereka
sendiri. Berbeda dari anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak ini tampaknya
menutup diri dari setiap masukan dunia luar, menciptakan semacam “kesendirian
autistic” (Kanner, 1943).
Anak-anak autistik sering digambarkan oleh orang tua mereka sebagai “bayi
yang baik” di awal masa balita. Ini biasanya mereka tidak banyak menuntut. Namun,
setelah mereka berkembang, mereka mulai menolak afeksi fisik seperti pelukan dan
ciuman. Perkembangan bahasanya berada di bawah standar. Ciri-ciri klinis pada
gangguan ini muncul sebelum usia 3 tahun (APA, 2000).
Bisakah gangguan autis baru muncul pada masa dewasa? Autisme adalah
gangguan perkembangan yang termasuk pada gangguan perkembangan
pervasive dan cirri-ciri klinisnya muncul sebelum usia 3 tahun, bersifat kronis,
dan berlangsung sepanjang hidup. Autisme tergolong pada gangguan yang
terjadi pada anak-anak. Jadi tidak mungkin gangguan autis baru muncul pada
masa dewasa karena saat seseorang yang didiagnosis autis akan menunjukkan
cirri-ciri klinis pada masa kecil/sebelum usia 3 tahun. Anak-anak autis
memiliki masalah dalam bahasa, komunikasi, dan perilaku ritualistic atau
steroetip. Anak dapat pula tidak bicara, atau bila terdapat keterampilan
berbahasa, biasanya digunakan secara tidak lazim seperti dalam ekolalia
(mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi dan
monoton); penggunaan kata ganti orang secara terbalik (menggunakan
“kamu” atau “dia”, bukan “saya”); menggunakan kata-kata yang hanya
dimengerti artinya oleh mereka yang kenal dekat dengan sianak; dan
kecenderungan untuk meninggikan nada suara di akhir kalimat, seolah-olah
mengajukan pertanyaan. Dapat pula terdapat hendaya hendaya komunikasi
nonverbal, misalnya anak autistic tidak dapat melakukan kontak mata atau
menunjukkan ekspresi wajah. Mereka juga berespon secara lambat terhadap
orang dewasa yang berusaha mendapatkan perhatian mereka, itu juga bila
mereka mau memperhatikan (Leekam & Lopez, 2000). Walaupun mereka
tidak responsive kepada orang lain, para peneliti menemukan bahwa mereka
dapat memperlihatkan emosi-emosi yang kuat, terutama emosi negative
seperti marah, sedih, dan takut (Capps dkk., 1993; Kasari dkk., 1993)
Persamaan dan perbedaan autism dengan skizofrenia
Autisme sering dinilai sebagai refleksi dari bentuk kanak-kanak dari
skizofrenia karena memiliki beberapa ciri-ciri yang sama seperti hendaya
social dan emosional, yaitu keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku
motorik yang stereotip. Cirri-ciri hendaya komunikasi dan interaksi serta
perilaku motorik yang stereotip(repetitive)/katatonik merupakan persamaan
yang terdapat dalam dua gangguan ini yaitu, autisme dan skizofrenia. Berikut
ini adalah cirri-ciri diagnostic dari gangguan autistik.
Karakteristik Diagnostik dari Gangguan Autistik
A. Diagnosis membutuhkan kombinasi dari ciri-ciri yang ada pada beberapa
kelompok ini. Tidak semua ciri dari setiap kelompok harus ada untuk dapat
dilakukan diagnosis
Hendaya interaksi social
1. Hendaya pada perilaku nonverbak seperti ekspresi waiah, postue
tubuh, gesture, dan kontak mata yang biasanya mengatur interaksi
social
2. Tidak mengembangkan hubungan teman sebaya yang sesuai dengan
usianya
3. Kegagalan dalam berbagi kegembiraan dengan orang lain
4. Tidak menunjukkan reksi social dan emosional timbal balik (memberi
dan menerima)
Hendaya komunikasi
1. Keterlambatan pada perkembangan bahasa verbal (juga tidak ada
usaha untuk mengatasi kekurangan ini melalui isyarat)
2. Bila perkembangan bahasa adekuat, kurangnya kemampuan untuk
memulai dan mempertahankan percakapan tetap tampak
3. Menunjukkan abnormalitas pada bentuk atau isi bahasa (misalnya
bahasa stereotip atau repetitive, seperti pada ekolalia;penggunaan kata-
kata yang tidak lazim; berbicara tentang diri sendiri menggunakan kata
ganti orang kedua atau ketiga-menggunakan “kamu” atau “dia” yang
artinya “saya”
4. Tidak memperlihatkan kemampuan bermain social spontan atau
imajinatif (bermain pura-pura)
Pola perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotip
1. Menunjukkan minat yang terbatas
2. Memaksakan rutinitas (misalnya selalu menggunakan rute yang sama
untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya)
3. Menunjukkan gerakan-gerakan stereotip (misalnya menjentikkan-
jentikkan jari, membenturkan kepala, berayun ke depan dan ke
belakang)
4. Menunjukkan focus yang berlebihan pada bagian-bagian objek
(misalnya memutar roda mobil-mobilan secara berulang-ulang) atau
kelekatan yang tidak biasa terhadap objek-objek (seperti membawa-
bawa seutas tali)
B. Kemunculannya (onsetnya) terjadi sebelum usia 3 tahun yang tampak dari
fungsi abnormal pada paling tidak satu dari hal-hal berikut ini: perilaku social,
komunikasi, dan bermain imajinatif.
Sumber: Diadaptasi dari DSM-IV-TR (APA,2000) Dalam (Psikologi
Abnormal: 2003)
Skizofrenia didefenisikan sebagai sekelompok gangguan jiwa berat yang
umumnya ditandai oleh distorsi proses pikir dan persepsi yang mendasar, alam
perasaan yang menjadi tumpul dan tidak serasi, tetapi kesadarannya tetap jernih dan
kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan. Gangguan skizofrenia terdiri
atas symptom positif dan negative.
Simtom postif : peningkatan atau distorsi fungsi normal seperti : waham,
halusinasi, peningkatan pembiacaraan, asosiasi longgar dan katatonia
Simtom negatif : pengurangan atau kehilangan fungsi normal seperti :
ekspresi efektif tumpul atau datar, kemiskinan pembiacaraan atau pikiran,
anhedonia, kurang motivasi, penarikan diri.
Simtom-simtom diatas memperlihatkan bahwa gangguan skizofrenia
mensyaratkan adanya dua aspek penting untuk dapat menegakkan diagnosis
skizofrenia yaitu, adanya delusi dan halusinasi yang menetap selama lebih kurang 1
bulan sementara cirri-ciri ini tidak ditemukan pada anak yang mengalami autisme.
Penyebab kedua gangguan ini juga menjadi perbedaan yang berarti, skizofrenia tidak
disebabkan oleh kerusakan/abnormalitas otak, sementara autisme disebabkan oleh
gangguan neurologis yang melibatkan suatu bentuk kerusakan otak atau
ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry dkk., 2001; Stokstad, 2001).
Bukti-bukti dari pemeriksaan pindai MRI dan PET menunjukkan abnormalitas pada
otak anak laiki-laki dan pria dewasa yang menyandang autism, termasuk
membesarnya ventrikel yang mengindikasikan menghilangnya sel-sel otak (Haznedar
dkk., 2000; Piven dkk., 1997).
Bisakah anak autis memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang tertentu?
Tidak semua anak-anak autis memiliki kemampuan IQ dibawah normal. Ada
beberapa anak autis yang dapat melanjutkan studi sampai perguruan tinggi
dan bahkan memiliki kemampuan luar biasa dalam bidang tertentu
(menggambar, melukis, dl).
3. Hiperaktif dan Overaktif
Hiperaktifitas (Psikologi Abnormal: 2003) merupakan pola perilaku abnormal
yang ditandai oleh kesulitan mempertahankan perhatian dan kegelisahan yang
ekstrem. Definisi lain yaitu hiperaktivitas sebagai suatu gangguan perkembangan
pada tingkat aktivitas anak, dimana anak memiliki aktivitas yang berlebihan (tinggi),
atau suatu pola perilaku anak yang menyebabkan sikap anak tidak mau diam, tidak
bisa focus perhatian dan impulsive (semaunya sendiri). Anak hiperaktif cenderung
selalu bergerak dan tidak bisa tenang.
Perbedaan overaktif dan hiperaktif
1) Overaktif adalah keadaan dimana anak tidak mau diam, disebabkan
karena anak kelebihan energy. Hal ini menunjukkan anak berada
dalam keadaan sehat, cerdas dan penuh semangat. Anak-anak overaktif
bisanya diarahkan oleh satu tujuan dan dapat mengontrol perilaku
mereka.
2) Hiperaktif adalah keadaan dimana pola perilaku anak overaktif yang
cenderung menyimpang (tidak pada tempatnya) dan semaunya sendiri,
terkadang menimbulkan kerusakan, mengganggu orang lain dan bisa
membahayakan jiwa anak sendiri.
Ciri-ciri Diagnostic Hiperaktifitas
Tangan dan kaki bergerak gelisah atau menggeliat-geliat di kursi
Meningglkan kursi pada situasi belajar yang menuntut duduk tenang
Berlarian atau memanjat benda-benda secara terus menerus
Kesulitan untuk bermain dengan tenang
Penyebab
1) Gangguan perkembangan otak pada masa janin di akibatkan keracunan
kehamilan
2) Keracunan timbal yang parah pada masa kanak-kanak, menyebabkan
gangguan proses perkembangan otak ditandai dengan kesulitan
konsentrasi dan hiperaktif. Sumber produksi timbal yaitu batu
battery,asap kendaraan, cat rumah yang sudah tua, bengkel produksi
mobil bekas.
3) Infeksi Telinga, yang menyebakan lemahnya pendengaran sehingga
perkembangan bahasa lamban dan perilaku menjadi hiperaktif.
4) Disfungsi neurologis, dengan gejala utama tidak bisa memusatkan
perhatian.
4. Retardasi mental
Retardasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anak-anak
dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada dibawah
rata-rata (Luckasson,1992, dalam Durand 2007). Menurut American Association on
Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun)
ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan
disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa;
keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana
masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan
lain-lain.
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental (Dr.wiguna & ika, 2005) :
1. RM ringan (IQ 55-70) : mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar,
misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk
mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan
pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan
pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh
pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak
lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. RM Sedang (IQ 40-55) : sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya
keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau
perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat
dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan
dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada
golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. RM Berat (IQ 25-40) : sudah tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik
yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu
untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar,
angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik
yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan
pelayanan khusus.
4. RM Sangat Berat (IQ < 25) : sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan
kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi
motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang sangat
mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total
dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar
tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
RM BERAT RM SANGAT
BERAT
RM RINGAN RM
SEDANG
Taraf IQ 20-30 <20 50-70 35-49
Usia
Mental
yang Dapat
Dicapai
Maksimal usia 3-4
tahun
Maksimal usia 2
tahun
Maksimal usia
11-12 tahun
Maksimal
usia 7-8 tahun
Etiologi Abnormalitas
Biologik
Abnormalitas
Biologik
Sering karena
deprivasi
psikososial
Deprivasi
Psikososial
dan abnormal
biologis
Ciri-Ciri
Usia
PraSekolah
(0-5Tahun)
Perkembangan
motorik kurang,
bicara minimal,
dapat dilatih
mengurus diri
sendiri.
Fungsi
sensomotorik
minimal, selalu
membutuhkan
perawatan dan
pengawasan.
Sering tidak bisa
dibedakan
dengan anak
norm al.
Dapat bicara,
berkomunikas
i. Kesadaran
sosialnya
kurang.
Perkembanga
n motorik
cukup.
Usia
Sekolah (6-
20Tahun)
Dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi.
Dapat dilatih
kebiasaan
kesehatan dasar,
kebiasaan sehari-
Perkembangan
motorik sedikit.
Mengurus diri
sendiri sangat
minimal.
Membutuhkan
perawatan.
Dapat mencapai
ketrampilan
akademik sampai
kelas 6 SD
(dekat usia 20
tahun), dapat
dibimbing
Akademi sulit
maju kelas 2
SD, dapat
dilatih
ketrampilan
sosial dan
pekerjaan.
hari. kearah
komunitas sosial.
Masa
Dewasa
(21Tahun)
Dapat mengurus
diri sendiri
(sebagian)
pengawasan penuh
Perkembangan
motorik dan bicara
sedikit. Mengurus
diri sendiri sangat
terbatas butuh
perawatan.
Keterampilan
sosial dan
pekerjaan cukup
untuk mencari
nafkah (tapi
perlu
pertimbangan
dan bantuan bila
mengalami stress
sosial atau
ekonomi yang
luar biasa)
Dapat
mencari
nafkah
dengan
pekerjaan
kasar (unskill)
dalam
keadaan
terlindung.
Perlu
pengawasan,
bimbingan,
bantuan bila
stress sosial
dan ekonomi
yang ringan)
Patokan
Pendidikan
Tidak dapat
dididik tapi dapat
dilatih mengenal
bahaya. Tidak
dapat mencari
nafkah.
Tidak dapat
dididik maupun
dilatih. Tidak
mengenal bahaya.
Tidak dapat
mengurus diri
sendiri.
Dapat dididik
dan dilatih di
SLB sampai
kelas 6 SD,
dapat mencari
nafkah sederhana
dengan baik.
Dapat dididik
di SLB
sampai kelas
3. Dapat
mencari
nafkah
dengan
pekerjaan
kasar
Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak retardasi mental terbagi
dalam tiga kelompok yaitu :
Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara signifikan
berada di tingkatan sub average (dibawah rata-rata), yang ditetapkan berdasarkan satu
tes IQ atau lebih. Dengan cutoff score yang oleh DSM-IV-TR ditetapkan sebesar 70
atau kurang.
Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang
muncul beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri sendiri,
mengurus rumah, keterampilan social, interpersonal, pemanfaatan sumber daya di
masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan.
Kriteria Ketiga, anak dengan retardasi mental ciri intelektual dan kemampuan
adaptif itu harus muncul sebelum mencapai 18 tahun.
Gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar, 2007)
menyatakan :
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan
dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu
cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi
mental berat mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak
dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit
menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak
retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti :
berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu
mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam
memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi
mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka
seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan
melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit
diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.
Perbedaan sindroma down dan sindrom fragile X
Sindroma down dan sindrom fragile X merupakan retardasi mental yang
disebabkan abnormalits kromosom.
1. Down syndrome
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal
yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh
Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya
sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan
trisomi 21. (Durand, 2007).
Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada
umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism)
dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.
(Wade, 2000, dalam Nevid 2003). Menyatakan abnormalitas kromosom
yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down
yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga
pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah
kromosom menjadi 47.
Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik
tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil
yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang
memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan
berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang
melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak
proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri
anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi
mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti
gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan. (Nevid,
2003)
2. Fragile X syndrome.
Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental
yang diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling
sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid,
2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh,
sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi laki-
laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah
gen normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini
biasanya memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan
memiliki angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari
setiap 2.000 laki-laki lahir dengan sindrom ini ( Dynkens, dkk, 1998,
dalam Durand, 2007).
5. Kecemasan dan depresi pada anak dapat menyebabkan kemungkinan bunuh
diri.
Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri ysng normal pada masa kanak-
kanak, seperti halnya pada kehidupan orang dewasa. Kecemasan dianggap tidak
normal bila berlebihan dan menghambat fungsi akademik dan social atau menjadi
menyusahkan atau persisten. Anak-anak, seperti juga orang dewasa, dapat mengalami
berbagai jenis gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis, termasuk fobia spesifik,
fobiaa social, gangguan kecemasan menyeluruh, PTSD, dan gangguan mood
termasuk depresi mayor dan bipolar. Gangguan kecemasan yang paling sering
dialami anak-anak adalah gangguan kecemasan akan perpisahan. Gangguan ini dapat
didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan atau
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jadi, anak usia 3 tahun seharusnya
dapat mengikuti kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah karena cemas.
Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar tanpa rasa
ketakutan yang terus menerus bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya atau
orang tuanya. Ciri lain dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual
dan muntah ketika mengantisipasi saat-saat perpisahan (seperti pada hari-hari
sekolah), memohon agar orang tua tidak pergi, atau temper tantrum bila orang tua
akan pergi.
Anak-anak dan remaja juga dapat menderita ganguan mood, termasuk
gangguan bipolar dan depresi mayor. Anak-anak dan remaja yang mengalami depresi
memiliki perasaan tidak berdaya, pola pikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan
untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negatif, serta
self esteem, self confidance, dan persepsi akan kompetensi yang lebih rendah
dibandingkan teman-teman sebayanya yang tidak depresi (Lewinshon dkk., 1994;
Kovacs, 1996). Mereka sering melaporkan adanya episode kesedihan dan menangis,
merasa apatis, sulit tidur, lelah, dan kurang nafsu makan. Mereka juga memiliki
pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan bahkan mencoba untuk bunuh diri. Namun,
depresi pada anak-anak juga memiliki ciri yang berbeda, seperti menolak masuk
sekolah, takut akan kematian orang tua, dan terikat pada orang tua.
Anak-anak muda yang benar-benar niat untuk bunuh diri kemungkinan besar
membicarakan hal ini sebelumnya (Brody, 1992b). pada kenyataannya, mereka yang
mendiskusikan rencana-rencana mereka adalah yang paling mungkin melakukannya.
Anak-anak dan remaja yang lolos dari percobaan bunuh diri akan sangat mungkin
mencobanya lagi(Brody, 1992b).
Beberapa factor yang diasosiasikan dengan peningkatan resiko bunuh diri
diantara anak-anak dan remaja:
1) Gender. Anak perempuan memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
melakukan bunuh diri dibandingkan laki-laki. Namun demikian, anak
laki-laki cenderung lebih berhasil melakukannya, mungkin karena
mereka lebih memilih cara-cara yang mematikan.
2) Usia. Mereka yang berada pada remaja akhir atau dewasa awal (15-24
tahun) beresiko lebih besar dibandingkan remaja awal.
3) Geografi. Remaja yang tinggal di daerah yang tidak terlalu padat lebih
cenderung untuk melakukan bunuh diri.
4) Ras. Tingkat bunuh diri pada remaja Afrika Amerika, Asia Amerika,
dan Hispanik Amerika sekitar 30%-60% lebih rendah daripada remaja
kulit putih nonHispanik (USDHHS, 1991a)
5) Depresi dan keputusasaan. Depersi mayor dengan ciri-ciri
keputusasaan dan self esteem rendah merupakan factor resiko utama
pada pada usaha bunuh diri diantara remaja.
6) Perilaku bunuh diri sebelumnya. Seperempat dari remaja yang
melakukan percobaan bunuh diri sudah pernah mencoba sebelumnya.
7) Masalah-masalah keluarga. Terdapat masalah keluarga pada sekitar
75% remaja yang melakukan usaha bunuh diri. Masalah-masalah itu
termasuk ketidakstabilan dan konflik keluarga, kekerasan fisik atau
seksual, kehilangan orang tua, dan komunikasi yang buruk antara
orang tua dan anak (Asarnow, Carlson, & Guthrie, 1987; Wegner,
1997).
8) Kejadian-kejadian yang menimbulkan stress.
9) Penyalahgunaan obat
10) Penularan social. Bunuh diri pada anak dan remaja kadang-kadang
terjadi dalam suatu rangkaian, terutama bila suatu usaha bunuh diri
atau bunuh diri kelompok mendapatkan publisitas yang luas (Kessler
dkk., 1990; USDHHS, 1999a). Remaja dapat meromantisasi bunuh diri
sebagai suatu aksi kepahlawanan yang mennatang.
Daftar Pustaka
Artikel.Haryanto, Aris. 2010.Sindrom Gangguan Autisme
Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus, & Beverly Greene. 2003. Psikologi Abnormal
Edisi Kelima Jilid I dan II. Terj. Tim Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Jakarta:Erlangga
Makalah.Novita. Faktor-Faktor Hambatan Perkembangan.Fakultas Psikologi,
Universitas Diponegoro (tidak diterbitkan)
Makalah.Anonim.Retardasi Mental (tidak diterbitkan)
Makalah.Anonim.Masalah Perkembangan pada Masa Kana-Kanak (tidak
diterbitkan)