Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
-
Upload
siqbal-karta-asmana -
Category
Documents
-
view
45 -
download
0
description
Transcript of Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Gangguan Status Volume
a. Hipovolemia
- Definisi
Hipovolemia merupakan keadaan berkurangnya volume cairan yang
menyebabkan hipoperfusi jaringan.
- Etiologi
Kehilangan cairan tubuh melalui muntah, diare, perdarahan, melalui pipa
nasogastric, melalui ginjal (penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting
nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible
water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya
pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut), latihan berat, diabetes
insipidus, dll.
- Patofisiologi
Hipovolemia terjadi pada dua keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrasi.
Deplesi Volume
Deplesi volume adalah keadaan berkurangnya cairan ekstrasel.
Kekurangan air dan natrium terjadi dalam jumlah yang sebanding.
Misalnya dalam keadaan muntah dan diare, perdarahan, atau melalui
pipa nasogastric, bisa juga kehilangan air dan natrium melalui ginjal
(penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy,
hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible water
losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya
pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut).
1
Dehidrasi
Dehidrasi adalah keadaan dimana berkurangnya volume air tanpa
disertai berkurangnya elektrolit/natrium atau berkurangnya air jauh
melebihi berkurangnya natrium di cairan ekstrasel. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan natrium dalam ekstrasel sehingga cairan
intraseluler akan berpindah ke ekstrasel dan cairan intrasel akan
berkurang. Jadi dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan
ekstrasel secara bersamaan (40% cairan hilang berasal dari ekstrasel,
dan 60% dari intrasel). Dehidrasi ini dapat terjadi akibat keluarnya air
melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidus,
atau diuresis osmotik yang disertai gangguan rasa haus atau gangguan
akses cairan. Dehidrasi juga dapat terjadi akibat masuknya cairan
ekstrasel ke cairan intrasel dalam jumlah yang berlebihan, kejang hebat,
setelah melakukan latihan berat, atau pasca pemberian cairan natrium
hipertonik berlebihan.
Bila terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler, volume dan tekanan darah
akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin
angiotensin sehingga timbul respron pengurangan produksi urin, rangsangan
haus, dll.
- Manifestasi Klinis
- Hipovolemia ringan ditandai dengan gejala rasa haus dan lemas. Jika
semakin berat, tekanan darah akan menurun karena volume darah
berkurang, bahkan dapat terjadi syok.
- Diagnosis
- Deplesi Volume
Kehilangan cairan sampai 10 – 20% biasanya tidak menimbulkan gejala
klinik.
Hipovolemia ringan dikatakan bila terdapat kehilangan cairan kecil sama
dari 20% volume plasma dengan gejala klinis takkardi.
2
Hipovolemia sedang bila terdapat kehilangan 20 – 40% volume plasma
dengan gejala klinik takikardi dan hipotensi ortostatik.
Hipovolemia berat bila terdapat kehilangan cairan besar sama dengan 40%
volume plasma dengan gejala klinik penurunan tekanan darah, takikardia,
oliguria, agitasi, kekacauan berfikir.
Akibat gangguan perfusi, dari pemeriksaan fisik, kulit dan bibir serta pangkal
kuku terlihat pucat, capillary refill berkurang, disamping timbulnya rasa
haus
- Dehidrasi
Tanda klinik dari pasien dehidrasi adalah hipernatremi yang ditemukan pada
pemeriksaan darah.
- Tatalaksana
- Deplesi Volume
Ada dua hal yang perlu ditanggulangi, yaitu penyakit yang mendasari dan
menggantikan cairan yang hilang. Untuk menghitung cairan yang akan
diganti, harus didasarkan pada derajat hipovolemia. Yang perlu diingat
adalah volume plasma adalah 6% dari berat badan orang dewasa. Misalkan
terjadi deplesi volume ringan (20%) seberat 60 kg. maka, volume cairan
yang hilang adalah 20% dari 3,6 L (6% dari 60 Kg), maka cairan yang hilang
adalah 0,72 L atau 720 mL. untuk kecepatan pemberian cairan, didasarkan
pada keadaan klinis yang terjadi. Pada deplesi volume berat, kecepatan
cairan diberikan dalam waktu cepat untuk memperbaiki takikardi dan
tekanan darah.
Jenis cairan yang diganti juga tergantung cairan yang keluar. Bila
perdarahan, diganti dengan darah juga atau jika darah tidak ada boleh
diberikan cairan koloid atau kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan RL.
Untuk kehilangan cairan melalui saluran cerna (muntah dan diare), jenis
cairan pengganti dapat berupa NaCl isotonis atau RL, tetapi untuk diare
lebih dianjurkan RL karena pada diare berpotensi terjadi asidosis metabolic.
3
- Dehidrasi
Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan ekstrasel dan intrasel. Tanda khas
pada dehidrasi adalah hypernatremia. Untuk menghitung deficit cairan
total, gunakan rumus :
Defisit Cairan = 0,4 x Berat Badan (Na PLASMA/140-1)
Volume cairan yang dibutuhkan adalah deficit cairan + insensible water
losses + volume urin 24 jam + Volume yang keluar melalui saluran cerna
Insensible water losses sebanyak ± 40 ml/jam.
Kecepatan cairan harus tidak menimbulkan penurunan kadar natrium
plasma >0,5 mEq/jam.
Contoh : pasien dehidrasi, kadar Na 160 mEq, BB 60 Kg, Insensible water
losses 960 mL, volume urine 1500 ml/24 jam,
Maka, defisit cairan adalah : 0,4 x 60 Kg (160/140 – 1) = 3,43 L
Volume cairan yang dibutuhkan = 3,43 L + 0,96 L + 1,5 L = 5,89 L
Karena Natrium akan diturunkan sebanyak 20 mEq ( dari 160 menjadi 140),
dan kecepatannya tidak boleh lebih dari 0,5 mEq/jam, maka kecepatan
pemberian cairan adalah 20mEq dibagi 0,5 mEq/jam = 40 Jam.
Jadi jumlah cairan di atas diberikan dalam waktu 40 jam atau 0,15 L/jam
- Prognosis
Hipovolemia sangat berbahaya dan harus segera ditatalaksana. Jika
ditatalaksana segera dengan pemberian cairan, prognosisnya akan baik. Tetapi
jika terlambat dalam tatalaksana, prognosis akan buruk. Kebanyakan korban
meninggal pada diare dan penyebab hipovolemia lain adalah karena tidak tahu
atau terlambat memberi pertolongan.
4
b. Hipervolemia
Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan volume cairan
ekstrasel melebihi kemampuan tubuh untuk mengeluarkan air melalui ginjal,
saluran cerna, dan kulit.
Edema
Definisi
Edema adalah suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium
secara berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas
penyerapan pembuluh limfe.
Etiologi
Kelebihan natrium, perubahan hemodinamik kapiler yang memungkinkan
keluarnya cairan intravascular ke interstisium, retensi natrium ginjal,
hipoalbuminemia, dsb
Patofisiologi
Edema merefleksikan dari kelebihan natrium dan hipervolemia. Pada edema
tidak terjadi hypernatremia karena natrium yang berlebihan akan
menyebabkan retensi air. Disamping itu, saat natrium meningkat dalam darah
juga terjadi peningkatan ADH sehingga pengeluaran cairan dikurangi.
Terdapat dua faktor penentu terjadinya edema, yaitu :
- Perubahan hemodinamik dalam kapilar yang memungkinkan keluarnya
cairan intravascular ke jaringan interstisium
Perubahan hemodinamik ini dipengaruhi oleh permeabilitas kapilar,
selisih tekanan hidrostatik dalam kapiler dengan tekanan hidrostatik
dalam interstisium, selisih tekanan onkotik plasma dengan tekanan
onkotik interstisium
- Retensi natrium di ginjal
5
Retensi natrium dipengaruhi oleh aktifitas sistem renin angiotensin
aldosterone yang berkaitan dengan baroreseptor di arteri aferen
glomerulus ginjal, aktifitas atrial natriuretic peptide yang erat
kaitannya dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung,
aktifitas saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor
di sinus karotis, dan Osmoreseptor di hipotalamus.
Di samping faktor di atas, ada faktor lain yang dapat mencegah penumpukan
cairan dalam jaringan interstisium itu berlanjut. Diantaranya adalah aliran
limfatik yang akan menampung kelebihan cairan di interstisium. Selain itu
peningkatan jumlah cairan di interstisium akan meningkatkan tekanan
hisrostatik di sana dan menurunkan tekanan osmotik, sehingga akan
menghambat dorongan dari tekanan hidrostatik kapiler yang mendorong
cairan kapiler keluar.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Akibat penumpukan cairan di interstisium, akan terlihat secara klinis suatu
pembengkakak/edema. Pembengkakan ini dapat disertei oleh penurunan
volume intravascular, dapat pula tidak. Penyebabnya antara lain adalah
kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya, kegagalan ginjal dalam
ekskresi, kegagalan atau kelainan sistem pembuluh limfatik, dan gangguan
permeabilitas kapiler, serta hipoproteinemia berat yang dapat menimbulkan
gangguan tekanan osmotik.
Tatalaksana
a. Obati penyakit dasar
b. Restriksi asupan natrium untuk meminimalisir retensi air
c. Pemberian diuretic
Indikasi yang paling tepat untuk menanggulangi edema adalah bila terjadi
edema paru yang merupakan satu-satunya indikasi pemberian diuretic
yang paling tepat.
6
Retensi natrium sekunder pada gagal jantung atau sirosis hepatis
sebenarnya ditujukan untuk memenuhi volume sirkulasi lagi agar perfusi
jaringan optimal. Jika pada keadaan ini diberi diuretic yang terlalu banyak,
dapat terjadi penurunan perfusi jaringan dan ini dapat dinilai dari kadar
ureum dan kreatinin darah yang meningkat.
Pada retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, karena obat-
obatan (minoksidil, OAINS, estrogen), dan refeeding edema, tidak terjadi
pengurangan volume sirkulasi efektif sehingga pemberian diuretic aman
karena tidak mengurangi perfusi jaringan.
Pada edema umum karena gagal jantung, sindrom nefrotik, dan retensi
natrium primer, pemberian diuretic akan memobilisasi cairan edema
secara cepat sehingga akan terjadi pengeluaran cairan 2-3 L/24 jam tanpa
mengurangi perfusi jaringan.
7
2. Gangguan Keseimbangan Natrium
a. Hiponatremia
Definisi
Hiponatremia adalah penurunan konsentrasi natrium dalam cairan tubuh akibat
kelebihan cairan relative.
Etiologi & Patogenesis
- Peningkatan cairan relative akibat jumlah asupan cairan melebihi
kemampuan ekskresi, dan ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya
pada kehilangan cairan melalui saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati,
atau pada Syndrome of Inappropriate ADH-secretion (SIADH). Pada keadaan
ini akan dibagi hiponatremia menjadi hiponatremia dengan ADH meningkat,
hiponatremia denga ADH tertekan fisiologik, Hiponatremia dengan
osmolalitas plasma normal atau tinggi.
- Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam
cairan ekstrasel sehingga menimbulkan hiponatremia.
- Tingginya osmolalitas plasma pada keadaan hiperglikemia atau pemberian
manitol intravena sehingga cairan intrasel keluar dari sel dan berpindah ke
cairan ekstrasel, sehingga terjadi hiponatremia.
Patofisiologi
Sekresi ADH meningkat apabila terjadi deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada
muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hepatis,
SIADH, insufisiensi adrenal, dan hipotiroid. Pada polydipsia primer dan gagal ginjal,
ekskresi cairan lebih rendah dibandingkan asupan cairan, sehingga menimbulkan
respon fisiologik untuk menekan sekresi ADH. Inilah respon yang terjadi akibat
hiponatremia, yaitu menekan pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi
urin meningkat.
8
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Hiponetremia dibagi menjadi :
a. Hiponatremia akut/hiponatremia simtomatik/hiponatremia berat
Merupakan kejadian hiponatremia yang berlangsung kurang dari 48 jam. Gejala
yang muncul adalah penurunan kesadaran dan kejang yang terjadi akibat
edema sel otak karena air dari ekstraseluler masuk ke intrasel yang
osmolalitasnya lebih tinggi.
b. Hiponatremia kronik/hiponatremia asimptomatik
Merupakan hiponatremia yang berlangsung lama yaitu lebih dari 48 jam.
Biasanya tidak terjadi gejala yang berat karena dalam prosesnya yang lama akan
timpul adaptasi. Gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas dan mengantuk.
Tatalaksana
a. Langkah pertama adalah mencari penyebab hiponatremia dengan : anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan gula darah dan lipid darah, pemeriksaan
osmolalitas darah, pemeriksaan osmolalitas urin, pemeriksaan natrium, kalium,
dan klorida urin.
b. Selanjutnya bedakan hiponatremia berat atau kronik dari gejala yang muncul
c. Lakukan koreksi terhadap natrium
Pada hiponatremia akut, koreksi cepat dengan pemberian larutan natrium
hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L
dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium
plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai kadar natrium darah
mencapai 130 mEq/L. untuk menghitung jumlah natrium dalam larutan
natrium hipertonik, gunakan rumus = 0,5 x berat badan (kg) x delta
natrium. Delta natrium adalah selisih kadar natrium yang diinginkan dengan
kadar natrium awal.
Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan, yaitu 0,5
mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam. Bila delta Na
besarnya 8 mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam.
9
b. Hipernatremia
Definisi
Hipernatremia adalah keadaan defisit cairan relative sehingga kadar natrium plasma
meningkat.
Etiologi
Umumnya disebabkan resusitasi cairan menggunakan larutan NaCL 0,9% (kadar Na
154 mEq/L) dalam jumlah besar, akibat dehidrasi, dll
Patofisiologi
Hipernatremia terjadi apabila :
a. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi melebihi ekskresi natrium atau
asupan air yang kurang. Misalnya pada keadaan dehidrasi akibat pengeluaran
air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, osmotik diare
akibat pemberian laktulosa atau sorbitol, diabetes insipidus, gangguan pusat
rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular
b. Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh. Misalnya pada
koreksi bikarbonat berlebihan pada kasus asidosis metabolic
c. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan, asam laktat
dalam sel meningkat yang meningkatkan osmolalitasnya sehingga air masuk ke
intrasel, dan pada keadaan ini kadar Na akan normal dalam waktu 5 – 15 menit
setelah istirahat.
Pada hypernatremia akan timbul respon fisiologis peningkatan pengeluaran ADH
dari hipotalamus sehingga pengeluaran urin berkurang.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis hypernatremia ditegakkan bila kadar natrium plasma meningkat secara
akut hingga di atas 155 mEq/L. gejala yang timbul adalah akibat mengecilnya
volume otak karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini menimbulkan
10
robekan pada vena yang menyebabkan perdarahan local di otak dan subarachnoid.
Gejala dapat berupa letargi, lemas, kejang, dan akhirnya koma. Jika kenaikan
natrium plasma di atas 180 mEq/L secara akut, dapat menimbulkan kematian.
Tatalaksana
a. Langkah pertama : tetapkan etiologi. Sebagian besar penyebabnya adalah
defisit cairan tanpa elektrolit.
b. Turunkan kadar natrium plasma kea rah normal. Pada diabetes insipidus,
sasarannya adalah mengurangi volume urin dengan memberikan desmopressin
pada diabetes insipidus sentral atau diuretic tiazid, serta mengurangi asupan
garam atau protein pada diabetes insipidus nefrogenik. Bila penyebabnya
karena asupan Na berlebihan, harus dihentikan dahulu pemberian natrium dan
dikontrol. Jika karena defisit cairan tanpa elektrolit, harus dilakukan koreksi
cairan yang didasarkan perhitungan jumlah defisit cairan (=dehidrasi).
11
3. Gangguan Keseimbangan Kalium
a. Hipokalemia
Definisi
Hipokalemia adalah keadaan dengan kadar kalium plasma yang kurang dari 3,5
mEq/L
Etiologi
a. Asupan kalium kurang
b. Pengeluaran kalium berlebihan
c. Kalium masuk ke dalam sel
Patofisiologi
a. Asupan kalium kurang
Jika fungsi ginjal normal, kalium yang masuk ke tubuh akan diekskresikan lewat
ginjal. Makin tinggi asupan kalium, makin tinggi ekskresi ginjal. Asupan kalium
normal adalah 40 – 120 mEq/hari. Normalnya, ekskresi kalium ginjal minimal
sampai 5 mEq per hari agar kalium dalam darah normal. Hypokalemia karena
kurang asupan jarang terjadi dan biasanya disertai oleh masalah lain seperti
pemberian diuretic atau diet rendah kalori.
b. Pengeluaran kalium berlebihan
Pengeluaran kalium berlebihan dapat terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau
keringat.
- Melalui saluran cerna
Pada keadaan muntah atau pemakaian saluran nasogastric, tidak dapat
menyebabkan hypokalemia karena kadar kalium lambung hanya sedikit.
Tetapi, akibat muntah, terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak
bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan mengikat kalium di
tubulus ginjal yang akibatnya pengeluaran kalium meningkat.
Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat.
- Melalui ginjal
12
Pengeluaran kalium berlebihan lewat ginjal dapat terjadi akibat penggunaan
diuretic, kelebihan hormone mineralkortikoid primer atau
hiperaldosteronisme primer, anion yang tidak dapat direabsorbsi yang
berikatan dengan natrium berlebihan dalam tubulus sehingga lumen duktus
koligentes bermuatan lebih negative dan menarik kalium masuk ke lumen
dan dikeluarkan lewat urin.
- Melalui keringat : pada latihan berat.
c. Kalium masuk ke dalam sel
Kalium masuk ke dalam sel terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin,
peningkatan aktifitas beta adrenergic, paralisis periodic hipokalmemik,
hipotermia, dll.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gejala Klinis : kelamahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome jika
kadar kalium kurang dari 3 mEq/L dan jika lebih rendah dapat lumpuh, aritmia
(fibrilasi atrium, takikardi ventrikuler) karena perlambatan repolarisasi ventrikel
pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan sirkuit reentry, tekanan darah
meningkat, gangguan toleransi glukosa dan gangguan metabolism protein,
gangguan pemekatan urin sehingga terjadi polyuria dan polydipsia, produksi
bikarbonat akan meningkat sehingga menimbulkan alkalosis metabolic.
o Akibat hypokalemia, ekskresi kalium lewat ginjal turun hingga hkurang dari
25 mEq/hari sedangkan ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 mEq/L/hari
yang menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.
o Jika ekskresi kalium rendah melalui ginjal disertai asidosis metabolic, berarti
pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare.
o Ekskresi kalium yang berlebihan lewat ginjal yang disertai asidosis metabolic
merupakan tanda ketoasidosis diabetikum.
o Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolic, petanda dari
muntah kronik atau pemberian diuretic lama.
13
o Ekskresi kalium dalam urin tinggi serta alkalosis metabolic dan tekanan
darah yang rendah, pertanda sindrom barter.
o Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolic dan tekanan
darah tinggi pertanda hiperaldosteronisme primer.
Tatalaksana
Indikasi koreksi kalium :
a. Indikasi mutlak : pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan
ketoasidosis diabetikum, pasien dengan kelemahan otot pernapasan, pasien
dengan hypokalemia berat (<2mEq/L)
b. Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, pada
keadaan insufisiensi coroner atau iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum,
pasien dengan obat yang menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke
intrasel.
c. Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu, seperti pada hypokalemia
ringan (antara 3 – 3,5 mEq/L)
Pemberian kalium intra vena dalam bentuk KCl disarankan lewat vena besar
dengan kecepatan 10 – 20 mEq/jam. Pada aritmia berbahaya atau kelumpuhan
otot nafas, dapat diberikan dengan kecepatan 40 – 100 mEq/jam. KCl ini dilarutkan
sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonic. Bila lewat vena perifer, KCl maksimal
60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonic karena jika lebih akan nyeri dan
menyebabkan sclerosis vena.
b. Hiperkalemia
Definisi
Hiperkalemia didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar kalium plasma lebih dari
5 mEq/L.
14
Etiologi
Hyperkalemia jarang timbul karena mekanisme adaptasi tubuh. Penyebabnya bisa
karena keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel (misalnya pada keadaan asidosis
metabolic bukan oleh asidosis organic seperti ketoasidosis atau sidosis laktat,
defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian penghambat beta
adrenergic, pseudo hyperkalemia akibat pengambilan contoh darah di lab),
berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal (pada keadaan hipoaldosteronisme,
gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin).
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Hiperkalemia akan meningkatkan kepekaan membran sel sehingga dengan sedikit
perubahan depolarisasi, potensial aksi mudah terjadi. Gejala klinik ditemukan akibat
gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot, sampai paralisis, sehingga
pasien merasa sesak nafas. Biasanya gejala ini timbul pada kadar kalium lebih dari 7
mEq/L atau kenaikan dalam waktu cepat. Gejala mudah timbul bila disertai asidosis
metabolic dan hipokalsemia.
Tatalaksana
Prinsip pengobatan :
a. Atasi pengaruh hyperkalemia pada membran sel dengan cara memberikan
kalsium intravena. Pada hyperkalemia berat, sambil menunggu efek insulin atau
bikarbonat yang baru bekerja setelah 30 – 60 menit, kalsium dapat diberikan
melalui tetesan infus intra vena. Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena
dalam 2 – 3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat
hyperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah 5
menit.
b. Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intra sel, dengan cara :
- Berikan insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu ikuti
dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah hipoglikemi. Insulin akan
15
memicu pompa Na-K ATPase memasukkan kalium ke dalam sek, sedangkan
glukosa akan memicu pengeluaran insulin endogen.
- Berikan natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sehingga
merangsang ion H keluar dari membran sel yang menyebabkan ion K masuk
ke dalam sel. Jika tanpa asidosis metabolic, natrium bikarbonat diberikan 50
mEq intra vena selama 10 menit. Bila dengan asidosis, sesuaikan dengan
keadaan asidosisnya.
- Berikan alfa 2 agonis secara inhalasi atau tetes intravena yang akan
mmerangsang pompa Na-K ATPase. Albuterol diberikan 10 – 20 mg.
c. Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh
- Pemberian diuretic-loop atau furosemide, dan juga tiazid
- Pemberian resin penukar, dapat diberikan oral atau supositoria
- hemodialisis
16